Thursday, August 22, 2019

NESTAPA PAPUA KARENA KAPITALISME

NESTAPA PAPUA KARENA KAPITALISME
.
Oleh : Agung Wisnuwardana
.
Benny Wenda (Tokoh Papua Merdeka) mengatakan kepada The Guardian, Senin (12/8/2019), bahwa pelanggaran HAM dan penindasan sipil yang saat ini merusak provinsi Papua Barat adalah "kanker di kanker di dalam hati orang-orang Pasifik"
.
Ungkapan Wenda disampaikan menjelang pertemuan Forum Kepulauan Pasifik yang akan mengangkat isu HAM dan Papua Merdeka
.
Tak berselang lama kemudian muncul kerusuhan di asrama mahasiswa Papua, Jalan Kalasan No.10, Surabaya, Jawa Timur pada Jumat (16/8/2019) sore
.
Isu yang mencuat di publik adalah rusuh di Surabaya bernuansa rasis karena adanya teruakan "mahasiswa Papua monyet"
.
Dan kemudian hari senin (19/8/2019) terjadi kerusuhan di Manokwari yang berujung pada pembakaran kantor DPRD dan bendera merah putih
.
Kejadian-kejadian tersebut seperti berurut dan ada nuansa pengkondisian
.
Dan ini sangat terkait dengan proses internasionalisasi isu HAM dan Papua Merdeka
.
Dengan bungkus ketidakadilan pada rakyat Papua akhirnya beberapa kalangan yang diback up oleh kekuatan asing mendorong kemerdekaan papua
.
Dibumbui dengan semangat melanesian yang rasnya berbeda dengan kebanyakan rakyat Indonesia
.
Dalan konteks hukum internasional juga berat karena menurut Perjanjian Westphalia memang diberikan peluang untuk bangsa dengan identitas sejenis menentukan nasib sendiri (merdeka). Dalam konteks Papua adalah ras melanesia
.
Hal inilah yang menjadi bahaya tersembunyi dari nation state (negara bangsa)
.
Artinya kalo negeri ini masih mempertahankan konsep negara bangsa akan sangat berpeluang pecah belah karena di Indonesia banyak suku bangsa yang menurut Perjanjian Westphalia sebagai basis hukum internasional memang memiliki hak untuk merdeka
.
Di sisi lain, asing (negara kapitalis dengan multi national corporation nya) sangat senang bila Papua merdeka karena akan lebih leluasa menguras kekayaan Papua
.
Sementara itu dari sisi narasi ada keanehan, bagi para perusuh dan aktivis kemerdekaan Papua tidak pernah mendapatkan stigma "radikal" apalagi "teroris", walaupun mereka membuat kerusakan dan kekerasan
.
Stigma radikal dan teroris selama ini malah diarahkan pada umat Islam yang mencita-citakan penerapan syariah Islam dan juga khilafah
.
Double standard memang sering dilakukan oleh asing kapitalis dan para pendukungnya
.
Hal ini semakin menguatkan bahwa memang ada asing kapitalis yang menginginkan Papua Merdeka
.
Papua membutuhkan kebijakan yang serius agar keadilan terwujud dan sekaligus ketegasan terbentuk
.
Solusi keadilan bukan dengan Papua Merdeka tetapi dengan mengenyahkan asing kapitalis dari negeri Papua dengan ketegasan agar Papua tak terjajah
.
Solusi berikutnya adalah menerapkan kebijakan yang benar-benar membawa pada adil sejahtera tanpa memandang suku, ras maupun agama
.
Dan hal itu dapat terwujud dengan penerapan kebijakan sesuai syariah Islam dalam naungan Khilafah

No comments: