Saturday, October 31, 2020

Umur Aisyah saat menikah dengan Rasulullah saw

 Umur Aisyah saat menikah dengan Rasulullah saw

Terjemahan artikel bahasa Inggris, dari : The Ancient Myth Exposed By T.O. Shanavas , di Michigan. © 2001 Minaret from The Minaret Source: http://www.iiie.net/

Seorang teman kristen suatu kali bertanya ke saya, ” Akankah anda menikahkan saudara perempuanmu yang berumur 7 tahun dengan seorang tua berumur 50 tahun?” Saya terdiam. Dia melanjutkan,” Jika anda tidak akan melakukannya, bagaimana bisa anda menyetujui pernikahan gadis polos berumur 7 tahun, Aisyah, dengan Nabi anda?” Saya katakan padanya,” Saya tidak punya jawaban untuk pertanyaan anda pada saat ini.” Teman saya tersenyum dan meninggalkan saya dengan guncangan dalam batin saya akan agama saya. Kebanyakan muslim menjawab bahwa pernikahan seperti itu diterima masyarakat pada saat itu. Jika tidak, Orang-orang akan merasa keberatan dengan pernikahan Nabi saw dengan Aisyah. Bagaimanapun, penjelasan seperti ini akan mudah menipu bagi orang-orang yang naif dalam mempercayainya. Tetapi, saya tidak cukup puas dengan penjelasan seperti itu. Nabi merupakan manusia tauladan, Semua tindakannya paling patut dicontoh sehingga kita, Muslim dapat meneladaninya. Bagaimanapun, kebanyakan orang di Islamic Center of Toledo, termasuk saya, Tidak akan berpikir untuk menunangkan saudara perempuan kita yang berumur 7 tahun dengan seorang laki-laki berumur 50 tahun. Jika orang tua setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, walaupun tidak semuanya, akan memandang rendah thd orang tua dan suami tua tersebut. Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi intruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur dibawah 18 tahun , dan calon isteri dibawah 16 tahun. Tahun 1931, Sidang dalam oraganisasi-oraganisi hukum dan syariah menetapkan untuk tidak merespon pernikahan bagi pasangan dengan umur diatas (Women in Muslim Family Law, John Esposito, 1982). Ini memperlihatkan bahwa walaupun di negara Mesir yang mayoritas Muslim pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat diterima. Jadi, Saya percaya, tanpa bukti yang solidpun selain perhormatan saya thd Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis brumur 7 tahun dengan Nabi berumur 50 tahun adalah mitos semata. Bagaimanapun perjalanan panjang saya dalam menyelelidiki kebenaran atas hal ini membuktikan intuisi saya benar adanya. Nabi memang seorang yang gentleman. Dan dia tidak menikahi gadis polos berumur 7 atau 9 tahun. Umur Aisyah telah dicatat secara salah dalam literatur hadist. Lebih jauh, Saya pikir bahwa cerita yang menyebutkan hal ini sangatlah tidak bisa dipercaya. Beberapa hadist (tradisi Nabi) yang menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi, hadist-hadist tsb sangat bermasalah. Saya akan menyajikan beberapa bukti melawan khayalan yang diceritakan Hisyanm ibnu `Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi dari sebutan seorang tua yang tidak bertanggung jawab yang menikahi gadis polos berumur 7 tahun.

BUKTI #1: PENGUJIAN THD SUMBER Sebagaian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari Bapaknya,Yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini. Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, dimana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua. Tehzibu’l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : ” Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq ” (Tehzi’bu’l-tehzi’b, Ibn Hajar Al- `asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50). Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: ” Saya pernah dikasih tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq” (Tehzi’b u’l-tehzi’b, IbnHajar Al- `asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50). Mizanu’l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: “Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu’l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu’l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).

KESIMPULAN: berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah jelek dan riwayatnya setelah pindha ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel. KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam: pra-610 M: Jahiliya (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu 610 M: turun wahyu pertama AbuBakr menerima Islam 613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat 615 M: Hijrah ke Abyssinia. 616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam. 620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah 622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina 623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah

BUKTI #2: MEMINANG Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun. Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: “Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari 2 isterinya ” (Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979). Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa jahiliyah usai (610 M). Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.

KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.

BUKTI # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah Menurut Ibn Hajar, “Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun… Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah ” (Al-isabah fi tamyizi’l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978). Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.

KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar. BUKTI #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma’ Menurut Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d: “Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la’ma’l-nubala’, Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu’assasatu’l-risalah, Beirut, 1992). Menurut Ibn Kathir: “Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933). Menurut Ibn Kathir: “Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau bebrapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933) Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: “Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H.” (Taqribu’l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi’l-nisa’, al-harfu’l-alif, Lucknow). Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisuh usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (622M). Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana Aisyah berumah tangga. Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun. Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..? kesimpulan: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.

BUKTI #5: Perang BADAR dan UHUD Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab karahiyati’l-isti`anah fi’l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: “ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar. Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Ghazwi’l-nisa’ wa qitalihinnama`a’lrijal): “Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].” Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud and Badr. Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): “Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb.” Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 years akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perangm, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud

KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.

BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan) Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: “Saya seorang gadis muda(jariyah dalam bahasa arab)” ketika Surah Al-Qamar diturunkan(Sahih Bukhari, kitabu’l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr). Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon). Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karean itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi. Kesimpulan: riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.

BUKTI #7: Terminologi bahasa Arab Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepada nya ttg pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: “Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi bertanya ttg identitas gadis tsb (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah. Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun. Kata yang tepat untuk gadis belia yangmasih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaiaman kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin”. Oleh karean itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).

Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah “wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan.” Oleh karean itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.

BUKTI #8. Text Qur’an Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur’an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun? Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat , yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur’an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid doaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri. Ayat tsb mengatakan : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?? (Qs. 4:6) Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan “sampai usia menikah” sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan. Disini, ayat Qur’an menyatakan ttg butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka. Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis tsb secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambi tugas sebagai isteri. Oleh karean itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa AbuBakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun.. Sama sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun. Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,” berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?” Jawabannya adalah Nol besar. Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya? AbuBakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur’an. Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau akan menolak dengan tegas karean itu menentang hukum-hukum Quran.

Kesimpulan: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karean itu, Cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.

BUKTI #9: Ijin dalam pernikahan Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan. Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan. Adalah tidak terbayangkan bahwa AbuBakr, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras ttg persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun. Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah. kesimpulan: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami ttg klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karean itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.

SUMMARY: Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah saw dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernha keberatan dengan pernikahan seperti ini, karean ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat. Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable. Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karean adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam. Oleh karean itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur’an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab.

Catatan Kajian Ilmiah Aisyah Istri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam disampaikan oleh Ustadz Dr.Syafiq Riza Basalamah hafizhahullah.

 Catatan Kajian Ilmiah Aisyah Istri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam disampaikan oleh Ustadz Dr.Syafiq Riza Basalamah hafizhahullah.

By Karyani Rukman, dibantu oleh Admin Dakwah Al-Hanif

Aisyah Radiyallahu Anha adalah salah satu dari 9 istri Rasulullah. Beliau adalah bunda kita, beliau adalah ibunda orang beriman. Tapi tidak semua orang yang mengaku muslim mengakui Aisyah sebagai ibundanya. Padahal dalam surah Al Ahzab ayat 6 telah jelas disampaikan bahwa beliau adalah ibundanya orang orang beriman.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺃَﻭْﻟَﻰ ﺑِﺎﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻣِﻦْ ﺃَﻧﻔُﺴِﻬِﻢْ ﻭَﺃَﺯْﻭَﺍﺟُﻪُ ﺃُﻣَّﻬَﺎﺗُﻬُﻢْ ﻭَﺃُﻭْﻟُﻮ ﺍﻟْﺄَﺭْﺣَﺎﻡِ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢْ ﺃَﻭْﻟَﻰ ﺑِﺒَﻌْﺾٍ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮِﻱﻥَ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻥ ﺗَﻔْﻌَﻠُﻮﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺋِﻜُﻢ ﻣَّﻌْﺮُﻭﻓﺎً ﻛَﺎﻥَ ﺫَﻟِﻚَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻣَﺴْﻄُﻮﺭﺍً ‏( ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ : ٦ )

“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah).” (QS Al-Ahzab [33]: 6)

Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa istri-istri Nabi adalah ibunda bagi orang-orang yang beriman, itu sebabnya tidak halal istri-istri Nabi dinikahi setelah beliau wafat. Tapi sebagian dari kita justru sering mengidolakan wanita-wanita lain yang bukan ‘siapa-siapa’. Banyak di antara kita yang menjadi follower medsos artis-artis molek yang sebenarnya mereka tidak pantas dijadikan contoh, karena mereka tidak membangun kehidupan masyarakat Islami dan tidak menumbuhkan nilai-nilai kebaikan. Bahkan banyak di antara mereka yang justru mengumbar aurat dan gemar gonta-ganti pasangan.

Saat ini jika ditanya tentang Aisyah maka yang diceritakan hanya keindahan dan keromantisannya bersama Nabi. Maka ketahuilah bawa romantisme itu telah berlalu dan sekarang ada ilmu-ilmu yang diwarisi dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melalui ibunda Aisyah. Ada suka dan duka dalam kehidupan runah tangga Aisyah radhiallahu anha. Hendaknya kita pelajari juga bagaimana kesabaran dan kesulitan hidupnya selama berumah tangga dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Kajian ini adalah untuk mengupas kehiduan beliau secara keseluruhan.

Tidak mudah menjadi istri Nabi. Sekalipun istri-istri Nabi hidup bersama orang yang paling mulia, tapi mereka hidup dalam kemiskinan, rumah hanya 5 × 5 meter. Dari bulan ke bulan sering kali dapur istri-istri Nabi tidak berasap. Mereka tidak punya bahan makanan untuk dimasak. Belum lagi Aisyah itu adalah salah satu istri dari 9 istri Nabi. Nabi hanya bermalam di rumah Aisyah tiap 9 malam sekali, jadi Nabi hanya menginap sekali dalam 9 hari. Dan beliau menerima dengan sabar kondisi itu. Bandingkan dengan wanita-wanita sekarang, baru ada kabar suaminya akan menikah lagi saja dunia serasa akan kiamat. Padahal dia baru akan punya satu orang madu, sedangkan Aisyah madunya 8 orang.

Betapa perjuangan Aisyah sangat berat, beliau sangat sabar. Beliau tahu bahwa hidup di dunia ini bukan hanya untuk bersenang-senang, ada perjuangan di dalamnya. Aisyah pernah memiliki badan yang sangat kurus karena selain kehidupan yang sulit beliau juga pernah difitnah berzina.

Aisyah adalah putri Abu Bakar, ayahnya muslim, ibunya muslimah. Beliau lahir pada tahun ke-4 kenabian Rasulullah. Jadi saat itu Abu Bakar sudah masuk Islam. Ibunda Aisyah bernama Ummu Ruman binti Umair bin Amier. Saat itu ada kebiasaan menjodohkan anak, lumrah menurut budaya tradisi dan agama pada saat itu. Bila tidak jadi menikah, ya tidak apa-apa. Disebutkan dalam Thabaqat Ibn Saad bahwa di usia Aisyah 6 tahun, Nabi meminangnya. Jangan bandingkan kondisi saat itu dengan kondisi saat ini, kita harus melihatnya dengan kacamata yang berbeda. Zaman dulu belum ada ketentuan wanita baru boleh menikah saat usia 17 tahun. Saat Rasulullah meminang, ada janji Abu Bakar untuk menjodohkan putrinya dengan Jubair putra Mut’im bin Adi bin Naufal, sehingga sebelum menerima pinangan Rasulullah, Abu Bakar meminta izin terlebih dulu pada Mut’im. Setelah diizinkan barulah Abu Bakar menerima pinangan Rasulullah.

Setelah Khadijah meninggal, Nabi menikah dengan Saudah. Setahun kemudian menikah dengan Aisyah pada tahun ke-10 atau ke-11 kenabian. Usia Aisyah saat itu 6 tahun. Nabi menikahi Aisyah hanya akad saja, kemudian tidak menjalani hubungan sebagaimana pasangan suami istri. Aisyah tetap dalam perawatan orang tuanya. Setelah hijrah ke Madinah, barulah Aisyah hidup dan bergaul sebagaimana layaknya suami istri dengan Rasulullah. Saat itu usia Aisyah sudah 9 tahun. Sekali lagi kita gunakan kaca mata kebiasaan masyarakat pada zaman itu. Kita lihat juga sejarah tidak ada satupun dari kalangan musyrik yang senantiasa menyerang Islam dan kaum muslimin, atau kalangan munafik yang selalu mencari celah untuk mengejek kaum muslimin, atau kaum yahudi yang pernah tinggal bersama Nabi di Madinah yang pernah mempermasalahkan pernikahan Aisyah dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Di masa itu pernikahan seperti itu lumrah.

Ada hikmah yang agung dari pernikahan Rasulullah dengan Aisyah. Antara lain mempererat hubungan Nabi dengan ayah Aisyah yaitu Abu Bakar. Selain menikahi Aisyah, Rasulullah juga menikahi putri Umar. Kemudian beliau menikahkan putrinya dengan Utsman dan dengan Ali.

Pendidikan di rumahnya sudah full Islami. Kemudian pindah dari pendidikan orangtua nya ke pendidikan Rasulullah dan Aisyah menjadi kepanjangan lidah Rasulullah dalam memberikan penjelasan hukum-hukum Islam. Jadi sekali lagi dalam pernikahan itu tidak masalah jika ada perbedaan usia. Di negeri kita ada beberapa public figure yang duda kemudian menikahi wanita yang usianya lebih muda dari usia anaknya, dan ternyata hal itu biasa biasa saja tidak ada yang mempermasalahkan.

Aisyah adalah seorang alimah atau berilmu. Keutamaan Aisyah tidak bisa dibandingkan dengan Ibu Kartini atau pahlawan-pahlawan wanita lainnya. Aisyah tidak pernah meminta kesetaraan antara wanita dan laki-laki, beliau tahu diri, tidak mungkin wanita mengambil peran laki-laki. Yang harus ada antara laki-laki dan wanita adalah saling mendukung. Allah subhanahu wa Ta'ala sudah menjelaskan bahwa laki laki itu tidak seperti wanita

ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﭐﻟﺬَّﻛَﺮُ ﻛَﭑﻟْﺄُﻧﺜَﻰٰ

(Ali Imran 36)

Yang menginginkan kesamaan antara lelaki dan perempuan maka hakekatnya dia menzahlimi perempuan. Ada tugas lelaki yang tidak bisa diberikan ke perempuan.

Kemuliaan Aisyah dibanding perempuan-perempuan lainnya di zaman Nabi adalah seperti *tsarid* (makanan paling enak saat itu) yang berada di antara makanan-makanan biasa. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

ﻭَﺇِﻥَّ ﻓَﻀْﻞَ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ ﻛَﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﺜَّﺮِﻳْﺪِ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﺎﺋِﺮِ ﺍﻟﻄَّﻌَﺎﻡِ

"Dan keutamaan Aisyah atas semua wanita seperti keutamaan tsarid atas segala makanan"

Nabi mencintai Aisyah, maka kita juga wajib mencintai Aisyah. Ketika ditanya siapa wanita yang paling dicintai Nabi, jawab Rasulullah adalah Aisyah. Dan yang laki-laki adalah bapaknya Aisyah, yaitu Abu Bakar.

Bila ada shahabat yang akan menghadiahi sesuatu pada Nabi, maka shahabat itu biasanya menunggu saat Nabi gilir di rumah Aisyah. Hal ini menimbulkan kecemburuan istri-istri yang lain. Fatimah putri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam diutus untuk menyampaikan hal itu pada Rasulullah. Tapi Rasulullah malah mengatakan kepada putrinya: cintailah wanita yang kucintai.

Aisyah menceritakan 10 kelebihan yang Allah berikan kepadanya, sebagaimana hal ini disebutkan oleh Ibn Sa'ad dalam Thabaqat :

1. Hanya Aisyah yang dinikahi Nabi dalam kondisi masih gadis.

2. Hanya Aisyah istri Nabi yang kedua orang tuanya muhajirin.

3. Allah langsung yang menjelaskan kesucian Aisyah ketika difitnah berzina.

4. Jibril pernah datang pada Nabi membawa rupa Aisyah, rupa wajah Aisyah diletakkan di atas kain sutra dan diperlihatkan pada Nabi dalam mimpinya. Kemudian Jibril memerintahkan Nabi untuk menikahinya.

5. Aisyah mandi dengan Nabi dalam satu tempat air dan hal itu tidak pernah dilakukan dengan istri yang lain.

6. Wahyu sering turun ketika Nabi sedang berada dalam keadaan satu selimut dengan Aisyah.

7. Nabi meninggal dalam pangkuan Aisyah.

8. Nabi meninggal di rumah Aisyah dan memang pada saat itu sedang gilir di rumah Aisyah.

9. Nabi dimakamkan di rumah Aisyah.

10. (Ustadz Syafiq lupa…qodarullah)

Aisyah pernah difitnah berzina dengan Sofwan, tapi ternyata berita itu dusta. Beliau istri seorang Nabi dan dituduh berzina. Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak mengetahui perkara ghaib, sehingga tidak tahu yang sebenarnya terjadi. Sikap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam terhadap Aisyah sempat berubah. Romantis itu sempat hilang setelah kaum munafik menyebarkan berita dusta bahwa Aisyah berzina dengan Shafwan. Aisyah sampai sakit dan dirawat di rumah ayah bundanya. Dalam Surat An-Nur ayat 11 Allah membela Aisyah dan menjelaskan bahwa beliau tidak berzina. Saat difitnah, Aisyah bersabar, sebagaimana halnya beliau juga bersabar dengan kemiskinan. Aisyah hanya berkata sebagaimana yang dikatakan Nabiyullah Ya'qub alaihisalam

ﻓَﺼَﺒْﺮٌ ﺟَﻤِﻴﻞٌ ۖ ﻭَﭐﻟﻠَّﻪُ ﭐﻟْﻤُﺴَﺘَﻌَﺎﻥُ ﻋَﻠَﻰٰ ﻣَﺎ ﺗَﺼِﻔُﻮﻥَ …

… ” maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan”.. (Yusuf:18)

Aisyah diuji agar nampak mana emas imitasi dan mana emas murni. Ujian adalah cara untuk menyingkap siapa diri kita. Ujian bisa turun melalui suami, anak, atau siapa dan apa pun. Allah Ta'ala berfirman

ﺃَﺣَﺴِﺐَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺃَﻥْ ﻳُﺘْﺮَﻛُﻮﺍ ﺃَﻥْ ﻳَﻘُﻮﻟُﻮﺍ ﺁﻣَﻨَّﺎ ﻭَﻫُﻢْ ﻻ ﻳُﻔْﺘَﻨُﻮﻥَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami Telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? al-‘Ankabut:2

Untuk para wanita ketahuilah bahwa ketika engkau mengatakan, "Saya beriman" maka engkau akan diuji. Engkau akan diuji dengan suami, anak, tetangga, istri-istri suamimu, agar nampak siapa yang benar imannya.

Kualitas iman Aisyah sudah teruji dan pembelaan dari Allah sudah turun dan ayat itu bisa kita baca sampai hati ini. Tidak perlu peringatan Hari Aisyah karena Aisyah dan perjuangannya sudah terbukti.

Aisyah telah meriwayatkan 2210 hadits. Kalau bicara ilmu fiqih Aisyah… maa sya Allah, para shahabat banyak yang bertanya masalah syariat dan beliau menjelaskannya pada para sahabat di balik tabir. Abu Salamah mengatakan tidak ada orang yang lebih paham sunnah kecuali Aisyah. Banyak wahyu yang turun pada Nabi ketika beliau berada dalam selimut Aisyah.

Aisyah bagaimanapun adalah seorang wanita. Beliau memiliki kecemburuan. Pernah Nabi mendapat kiriman makanan dari istri yang lain ketika sedang berada di rumah Aisyah. Dan Aisyah tidak menyukai itu, makanan itu ditepisnya. Dalam hal ini, Aisyah adalah wanita biasa yang juga bisa cemburu. Maka Nabi memaklumi hal itu.

Aisyah gemar bersedekah, sedekah habis-habisan, dan lebih mengutamakan kebutuhan orang lain daripada kebutuhan dirinya sendiri. Sebagaimana ayahnya yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq yang dermawan maka 'buah itu tidak jatuh jauh dari pohonnya'. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah mengatakan, "Tidak ada harta seseorang yang paling bermanfaat seperti hartanya Abu Bakar." Pernah Nabi sedang membutuhkan harta dan Abu Bakar membawakan seluruh hartanya untuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersedekah kambing dan menyuruh istri-istri Nabi untuk membagikan daging kambing kepada orang lain. Maka setelah dibagikan daging kambing tersebut Nabi shallallahu alayhi wa sallam bertanya kepada Aisyah radhiyallahu anhā: "Wahai Aisyah, bagian mana dari kambing tersebut yang masih tersisa?"

Maka kata Aisyah: "Tidak ada yang tersisa kecuali hanya bagian paha kambing."

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:

"Seluruh kambing tersisa kecuali bagian paha kami."

Sayyidina Muawwiyah radhiallahu anhu pernah memberi uang 100.000 dirham kepada Aisyah radhiallahu anha. Di zaman itu harga kambing senilai 5 s/d 10 dirham, jadi 100.000 dirham itu senilai 10.000 ekor kambing. Jika harga seekor kambing 2 juta maka uang itu senilai 2 milyar. Uang hasil pemberian Sayyidina Muawaiyah radhiallahu anhu itu langsung diinfakkan oleh Ibunda Aisyah. Beliau tidak terpikir untuk merenovasi rumahnya, dapurnya, memperluas kamar, ganti hordeng, atau ganti kendaraan. Urwah bin Zubair, keponakan Aisyah bercerita bahwa Aisyah bersedekah sebesar 70.000 dirham padahal pakaiannya sendiri penuh tambalan, sebagaimana hal itu disebutkan dalam Thabaqat Ibn Saad. Kita bandingkan wanita wanita zaman sekarang: mobilnya, pakaiannya, jamnya, tasnya, dan kekayaannya. Kita lihat berapa mereka bersedekah. Mungkin mereka bersedekah 1 juta. Namun jika dibandingkan dengan sedekah yang dikeluarkan Aisyah tidak ada apa-apanya. Itulah Aisyah yang kita belajar darinya tentang kesabaran, bersyukur, tidak mudah mengeluh, dan rajin sedekah.

Abdullah bin Zubair bin Awwam pernah melakukan sesuatu. Abdullah bin Zubair bin Awwam ketika menjadi pemimpin membatasi gerak Aisyah dalam masalah mengeluarkan harta. Aisyah kemudian bersumpah untuk tidak berbicara dengannya. Abdullah akhirnya minta maaf dan Aisyah memaafkan serta membayar kaffarat atas sumpahnya. Suatu hari Abdullah bin Zubair bin Awwam memberi uang kepada Aisyah sebesar 100.000 dirham. Uang itu kemudian dibagikan seluruhnya oleh Aisyah dari pagi sampai sore. Ketika sore Aisyah mengatakan kepada pembantu perempuan untuk menyiapkan makanan untuk berbuka puasa. Kemudian pembantu itu mengatakan kepada Aisyah kenapa tidak disisakan barang 1 dirham untuk membeli daging, sehingga kita tidak berbuka dengan roti. Aisyah pun mengatakan jangan salahkan dirinya, mengapa tidak bilang sebelumnya.

Berbicara masalah kedermawanan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah mengingatkan para wanita untuk banyak bersedekah, walaupun dengan perhiasannya karena penghuni neraka itu kebanyakan dari kalangan wanita. Dan sedekah itu bisa mencegah suul khatimah, penyakit, dan kebinasaan. Dan Aisyah telah memberikan teladan kedermawanan.

Aisyah itu seorang yang pemalu, dan selalu berhijab. Ketika suaminya meninggal dan dikuburkan di rumahnya, beliau ketika ziarah ke kuburan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan tidak memakai jilbab. Demikian pula ketika ayahnya meninggal dan dikuburkan di samping suaminya beliau pun ketika ziarah tidak berjilbab. Namun ketika Umar meninggal dan dikuburkan di samping suami dan ayahnya, beliau ketika ziarah memakai jilbab karena ada Umar yang bukan mahram Aisyah. Demikian rasa malu Aisyah...lalu bagaimana dengan wanita wanita zaman sekarang...

Ketika sakit yang menghantarkannya kepada kematiannya, para shahabat menjenguknya. Abdullah bin Abbas menjenguknya dan memujinya. Aisyah pun berkata bahwa dia tidak mau ada seorangpun yang memujinya, dan dia ingin menjadi seseorang yang dilupakan manusia. Demikianlah rasa takut Aisyah yang khawatir dengan pujian manusia. Aisyah wafat tahun 57 hijriah bulan Ramadhan di usia kurang lebih berusia 63 tahun. Shahabat Abu Hurairah menshalatkan beliau setelah pelaksanaan shalat witir.

Demikian pelajaran dari perjalanan hidup Aisyah. Dan kita tahu bahwa para istri Nabi tidak boleh berbicara dengan laki laki dengan suara lemah lembut. Dan perintah itu juga tertuju kepada wanita wanita muslimah agar mencegah orang yang ada penyakit di hatinya menjadi suka.

Cilegon, 1 Ramadhan 1441/ 24 April 2020