Tuesday, February 28, 2023

MENGENAL SYARI'AT ISLAM

 MENGENAL SYARI'AT ISLAM. 


Syari’at secara etimologi berasal dari bahasa Arab dengan kata dasar

شرَع - يشرَع - شَرْعا - شِرَاعة - وشرِيعة

Berarti "Memulai sesuatu hal", "Nampak, jelas, dan terang", dan juga bisa berarti "Sumber-sumber air".


Sedangkan secara terminologi,

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah mendefinisikan Syari'at Islam adalah:


خطاب الشارع المتعلق بأفعال العباد بالإقتضاء أو التخيير أو الوضع


Artinya: Seruan Pembuat hukum (Allah) yang berhubungan dengan aktivitas hamba, berupa tuntutan, pemberian pilihan atau penetapan. (asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Juz 3 hal: 37)


Syari'at Islam atau yang biasa di sebut dengan hukum syara’ dibagi menjadi dua, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i.


Hukum taklifi adalah sesuatu yang menunjukkan tuntutan untuk berbuat atau untuk meninggalkan, atau boleh pilih antara keduanya yakni berbuat dan meninggalkan.


Misal ayat tuntutan untuk berbuat:


خذ من أموالهم صدقة

"Ambilah sedekah dari sebagian harta mereka". (QS. At-Taubah: 103).


Misal ayat tuntutan untuk meninggalkan:


لا يسخر قوم من قوم

"Janganlah di antara kamu mengolok-olok kaum yang lain". (QS. Al-Hujurat:11). 


Dan Yang menunjukkan boleh memilih (mubah) misal ayat:

  

فإذا قضيت الصلوة فانتسروا فى الأرض

"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi". (QS. Al-Jumu’ah: 10).


Hukum wadh’i adalah yang menunjukkan bahwa sesuatu telah menjadi sebab, syarat, dan mani’ (pencegah) untuk suatu perkara.

Misalnya, perintah Allah swt.


السارق والسارقة فاقطعوا أيديهما

"Pencuri lelaki dan wanita, potonglah tangan keduanya". (QS. Al-Maidah: 38).

Di sini pencurian menjadi sebab terhadap hukum potong tangan.


Sabda Rasulullah saw yg diriwayatkan oleh at Tirmidzi:


لا تقبل صلاة بغير طهور

"Tidak di terima shalat tanpa dengan bersuci".

Bahwa bersuci adalah menjadi syarat untuk shalat.


Sabda Rasulullah saw yg diriwayatkan Abu Dawud:

 

ليس للقاتل شيئ

"Pembunuh tidak bisa mewarisi sesuatu".

Di hadits ini pembunuhan menjadi pencegah seorang pembunuh mewarisi harta yang di bunuh.


Hukum taklifi terbagi menjadi dua, yaitu azimah dan rukhshah.

Azimah adalah suatu hukum asal yang tidak pernah berubah di sebabkan uzur. Seperti shalatnya orang yang ada di rumah (mukim).

Sedangkan rukhshah adalah suatu hukum asal yang menjadi berubah karena suatu uzur (halangan). Seperti shalatnya orang musafir.


Azimah meliputi 5 macam hukum, yaitu:


1. Wajib. 

2. Haram. 

3. Mandub (sunnah).

4. Makruh. 

5. Mubah.


Bagi kehidupan seorang muslim, hukum syara' itu ibarat rel bagi sebuah kereta api. Kemana pun kereta itu pergi berjalan, maka ia tidak boleh lepas tanpa relnya.

Tegasnya, Sebagai seorang muslim wajib terikat dengan hukum syara'. Kenapa? Karena:


A. Seluruh amal perbuatan manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt.

 

فوربك لنسألنهم أجمعين. عما كانوا يعملون (الحجر: ٩٢ـ٩٣)


"Maka demi Tuhanmu, sungguh Kami akan menanyai mereka semua, tentang apa saja yang pernah mereka lakukan". (QS. Al-Hijr: 92 - 93)


B. Satu-satunya pihak yang berhak memberikan penilaian atas status perbuatan manusia akan baik dan buruknya adalah Allah Swt.


واللّٰه يعلم وأنتم لا تعلمون. (البقرة: ٢١٦)

"Dan Allah maha mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui". (QS. al - Baqarah: 216).


C. Allah telah memberikan akal dan menurunkan petunjukNya kepada manusia.


ونزلنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيئ...  (النحل: ٨٩)

"Telah Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur'an) sebagai penjelas untuk tiap-tiap sesuatu". (QS. an-Nahl: 89).


D. Allah telah melarang manusia melakukan sesuatu perbuatan tanpa mengetahui status hukumnya.

Allah berfirman:


ولا تقف ما ليس لك به علم إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسئولا (الإسراء: ٣٦)

"Janganlahh kalian mengikuti apa-apa yang kalian tidak memiliki pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati itu semuanya akan dimintai pertanggungjawaban". (QS. Al- Isra': 36).


Dengan demikian, wajib bagi setiap Muslim senantiasa menyandarkan seluruh perbuatannya dengan syari’at Islam, serta tidak melakukan suatu apapun, kecuali jika sesuai dengannya.


Karenanya, terdapat kaidah ushul:


الاصل في الافعال التقيد بالحكم الشرعي

"Hukum asal perbuatan itu terikat dengan hukum syara'".


Artinya, hukum asal semua perbuatan manusia itu memiliki hukum syariahnya yang wajib di ketahui sebelum melakukan perbuatan. Karena pada hakikatnya tujuan melakukan perbuatan bagi seorang hamba adalah dalam rangka beribadah kepada Allah Swt. Sedangkan di terimanya sebuah ibadah selain syaratnya ikhlas karena Allah adalah harus sesuai dengan petunjuk syari'ah.


Hukum syariah adalah seruan dari Pembuat hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia, bukan untuk suatu benda. Ketika seruan itu untuk suatu benda, maka karena suatu benda itu ada hubungan erat dengan sebuah perbuatan.


Sedangkan hukum yang terkait dengan suatu benda itu datang melalui dalil umum yang menjelaskan hukum perbuatan. Adapun dalil yang secara khusus untuk suatu benda merupakan pengecualian atas dalil umum tersebut. Karena setiap suatu benda pada dasarnya hukumnya adalah mubah (halal). Karena itu, untuk mengharamkan suatu benda dari benda-benda itu perlu adanya nash atau dalil syara', sebab firman Allah SWT:


وسخر لكم ما في السماوات وما في الأرض جميعا منه

"Dia menundukkan untuk kalian apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari Allah". (QS al-Jatsiyah: 13).


Dari sinilah ditetapkan sebuah kaidah syariah yang terkait dengan hukum asal suatu benda, yaitu:


الاصل في الأشياء الإباحية ما لم يرد دليل التحريم

"Hukum asal suatu benda adalah mubah (halal) selagi belum ada dalil yang mengharamkannya".


Dengan ini sebenarnya jumlah haramnya suatu benda sangatlah sedikit, dan jumlah halalnya sangatlah banyak. Sebab nash-nash sahih yang mengharamkan suatu benda jumlahnya itu sedikit. Sedangkan sebuah benda-benda yang tidak ada keterangan halal-haramnya, dikembalikan pada hukum asalnya, yaitu mubah (halal).


Syariat Islam di bebankan kepada manusia di kelompokkan dalam tiga bagian:


1. Individu.

2. Jama’ah/Kelompok

3. Negara


Beban hukum (taklif) dari Allah SWT.  yang mengatur kehidupan individu ini antara lain mencakup so'al: akidah, ibadah mahdah, pakaian, makanan, minuman dan akhlaq. Maka seorang individu muslim yang telah baligh, berakal dan mampu dalam wilayah tersebut wajib terikat dengan syari'at.


Taklif kepada kelompok/jama’ah adalah dakwah yakni amar makruf nahi munkar, dan setiap perbuatan yang berstatus hukum fardlu kifayah. 


Sedangkan taklif pada negara antara lain mencakup: politik (dalam negri ataupun luar negri) pemerintahan, ekonomi, pendidikan,peradilan, jinayat, uqubat, futuhat, hubungan luar negeri, militer, perang, dll.


Pelaksanaan pembebanan syari'at ini baik untuk individu, jama’ah maupun negara harus secara menyeluruh dan serentak.


Tujuan penerapan (Gool setting) syari'ah, atau yang biasa di kenal dengan istilah "Maqoshidusy Syari'ah" dalam hal ini Imam asy-Syatibi menjelaskan ada lima, yakni untuk:

Hifdzud din (menjaga agama). Hifdzun nafs (menjaga jiwa). Hifdzul aql (menjaga akal).

Hifdzul mal (menjaga harta).

Hifdzun nasab (menjaga keturunan).


Sedangkan menurut pendapat yang lain, maqaashidusy syari'ah ada 8, yakni dg ketambahan untuk menjaga kehormatan, masyarakat dan negara.


Inilah sekilas penjelasan tentang hukum syari'at yang merupakan sebuah kewajiban bagi setiap hamba yang mengaku beriman untuk di terapkan dalam semua lini kehidupan.


Apabila terdapat kondisi dimana negara tidak menerapkannya seperti sekarang ini, dan palah justeru menerapkan sistem kufur demoKERAsi kapitalisme, maka wajib bagi umat Islam mengupayakan dan memperjuangkan terbentuknya sebuah institusi yang akan menerapkannya secara keseluruhan, dan institusi itu adalah KHILAFAH.


Sebab Rasulullah Saw bersabda :


ومن مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية

"Barang siapa yang mati sedangkan di pundaknya tidak ada bai’at (pada khalifah) maka matinya mati jahiliyah". (HR. Muslim).


والله أعلم

Thursday, February 23, 2023

NU BENCI KHILAFAH BUTA SEJARAH

 NU BENCI KHILAFAH BUTA SEJARAH


Ruangan ini merupakan tempat yg biasanya digunakan untuk meyambut dan menjamu tamu penting di ponpes Tebuireng, Jombang, Jatim yg didirkan Kh. Hasym Asy'ari 


Ruangan ini sangat bersejarah. Salah satu tempat penting Kh. Hasym Asy'ari melahirkan gagasan pendirian NU pada 1926 lalu. 


Di sini susananya tenang. Jauh dari hiruk-pikuk aktivitas politik praktis sebagaimana yg ditampilkan oleh oknum PBNU dan PCNU di wilayah lain. 


Dari sini saya dapat banyak cerita orisinil tentang sejarah pendirian NU di masa lalu. 


Pendirian NU, tidak terlepas dari pembentukan Komite Hijaz di tahun yg sama. Sementara pendirian Komite Hijaz tidak terlepas dari upaya Kh. Hasym Ashari dan muridnya Kh. Wahab Chasbullah (kelompok Islam tradisionil) mendukung upaya HOS Tjokroaminoto dan Kh. Mas Mansur merespon kejatuhan Khilafah Utsmaniyyah di Turki. 


Dalam setiap pembabakan Sejarah Indonesia, didapati Khilafah Islam memiliki pengaruh politik-keagamaan yg kuat. Mulai dari era Hindu-Budha, invasi Barat, masa Hindia-Belanda, perjuangan kemerdekaan, pergulatan politik di BPUPKI dan PPKI hingga pra kemerdekaan. 


Sejak awal kemunculannya di nusantara, Masyarakat muslim tidak hanya berminat dalam memperbincangkannya saja. Melainkan juga merasa berkewajiban mendakwahkan dan menerapkannya. 


Oleh sebab itu ketika kejatuhannya di tahun 1924, umat Islam tanah air turut menunjukan perhatiannya. 


Salah satu wujud perhatian itu adalah lewat digelarnya permusyawaratan, bernama Kongres Umat Islam yang muncul dengan penggagasnya H.O.S Tjokroaminoto dan ulama Muhammadiyah, Agus Salim. 


Kongres Umat Islam menghimpun para ulama di Nusantara untuk menemukan solusi keumatan terbaik. Terhitung dalam kurun waktu antara 1921 hingga 1941, kongres tahunan Umat Islam telah dilakukan sebanyak 12 kali di berbagai tempat dari Cirebon, Garut, Surabaya hingga puncaknya di Yogyakarta pada November 1945. 


Artawijaya dalam Belajar dari Partai Masjumi (2014) menulis, tujuan diadakannya Kongres ini adalah untuk menyikapi kondisi umat Islam di dunia pasca runtuhnya Khilafah Ustmaniyah di Turki sekaligus menyikap situasi dalam negeri Indonesia yang pada masa itu banyak terjadi pelecehan terhadap Islam dan pemeluknya, terutama dari kelompok sekuler dan zending. 


Sementara itu buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur (1978) mencatat bahwa tujuan diadakannya Kongres Umat Islam adalah untuk menggalang persatuan umat, mengurangi perselisihan furu’iyyah dengan semangat pan Islamisme yg digagas oleh Sultan Abdul Hamid II. 


Tujaun paling pentingnya adalah mendorong persatuan kaum muslimin tanah air untuk saling bekerjasama  mengembalikan kekuasaan khilafah global yang selama ratusan tahun menjadi sandaran kekuatan umat Islam tanah air dari rongrongan invasi dan kekejaman Barat. 


Menyambut gagasan Tjokroaminoto, pendiri Muhammadiyah, Kh. Ahmad Dahlan hadir dalam Kongres Umat Islam pertama di Cirebon pada 1921. Kongres ini kemudian dilanjutkan di Garut pada tahun 1922 di bawah pimpinan Agus Salim dan Pengurus Besar Muhammadiyah. 


Puncak kongres umat Islam tanah air terjadi ketika para Ulama Al-Azhar Kairo, Mesir menggelar Kongres Muktamar Dunia untuk merespon kejatuhan Khilafah Ustmani pada 3 Maret 1924. 


Menanggapi undangan Al-Azhar, umat muslim kembali menggelar Kongres Al Islam luar biasa di Surabaya pada 24-26 desember 1924. Dihadiri oleh 1000 kaum muslimin, Kongres Umat Islam ini melahirkan berdirinya Centraal Comite Chilafat (CCC) yang digagas sebagai delegasi umat Islam Indonesia. 


Centraal Comite Chilafat atau CCC sendiri adalah komite yang beranggotakan puluhan muslim dari berbagai latar belakang. Di dalamnya ada Tjokroaminoto dari Central Sarekat Islam, Syekh Ahmad Surkati dari Al-Irsyad, Haji Fachrodin dari PP Muhammadiyah, dan Suryopranoto dari PSI. Meskipun pada akhirnya Muktamar Khalifah di Kairo batal digelar. 


Tak mau ketinggalan, dalam Kongres Al-Islam keempat pada 21-27 Agustus 1925 di Yogyakarta, tokoh Islam tradisional, Kiai Wahab Chasbullah, murid Kh. Hasym Asy'ari turut ambil bagian merespon penaklukan itu dengan mengusulkan delegasi CCC di kemudian hari mendesak Raja Ibnu Sa’ud untuk melindungi kebebasan bermadzhab. 


Dari CCC inilah, oleh kelompok muslim tradisional membentuk satu utusan baru bernama Komite Hidjaz. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur (1978) mencatat Komite Hidjaz dengan tokoh utama Kh. Hasyim Asy’ari dari Tebuireng, Kh. Wahab Chasbullah, Kh.i Bisri dari Denanyar, dll. 


Lewat komite hidjaz dengan organisasi induk Nahdatul Ulama, Kh. Hasym Asy'ari, Wahab Cahsbullah dan tokoh Islam tradisionil lainnya turut menggalang persatuan kaum muslimin tanah air  bekerjasama menyelesaikan masalah khilafah yang saat itu menjadi problem bagi dunia Islam. 


Jika HOS Tjokroaminoto dan kawan-kawan (kelompok Islam Modern) orientasi perjuangannya lebih ke arah politik kepemimpinan khilafah, maka Kh. Hasym Asy'ari lebih ke  Keputusan untuk mengirimkan delegasi ke saudi dalam rangka memperjuangkan kebebasan hukum ibadah berdasarkan empat mazhab.  


Perjuangan dakwah NU masa lalu, erat kaitannya dengan upaya mendukung penegakan khilafah baik secara aksioma maupun dogma. Maka sangat bersifat ahistoris dan aidelogis jika NU dipakai sebagai alat untuk mendukung pemerintahan sekuler melawan, mendiskreditkan, menentang setiap jengkal dakwah untuk mengembalikan penerapan Khilafah. 


Dengan maraknya sikap antipati masyarakat terhadap NU, sudah saatnya PBNU dan PCNU mengembalikan jati diri NU ke jalan yg lurus, sebagaimana yg dicontohkan Kh. Hasym Asy'ari dan Kh. Wahab Chasbullah !!!

KEBENARAN TAZKIYAH SYAIKH MUTAWALLI ASY SYA'RAWI ATAS SYAIKH TAQIYUDDIN AN NABHANI

 KEBENARAN TAZKIYAH SYAIKH MUTAWALLI ASY SYA'RAWI ATAS SYAIKH TAQIYUDDIN AN NABHANI

رحمهما الله تعالى 


"صحابي أخر لغير زمانه ..."

"Bagaikan seorang sahabat Nabi yang dimunculkan belakangan."


Asy Syaikh Muhammad an-Nadiy, mengkonfirmasi sebagaimana berikut.


أما العبارة التي قالها الشيخ محمد متولي الشعراوي بحق الشيخ تقي الدين النبهاني من أنه "صحابي أخر لغير زمانه ..."


فهي عبارة صحيحة نقلها عنه الدكتور عبد الحليم الرمحي الذي كان يدرس مع كل من الشيخين: الشيخ تقي الدين النهاني والشيخ محمد متولى الشعراوي في جامعة الأزهر الشريف في مصر. 


والدكتور عبد الحليم الرمحي لا زال حيا يرزق قد قارب التسعين عاما وكان أستاذ الشريعة في الجامعة الأردنية.


لعل إجابتي واضحة ومفهومة.


"Adapun kalimat yang diucapkan oleh Syaikh Muhammad Mutawalli asy Sya'rawi berkenaan dengan pribadi Syaikh Taqiyuddin an Nabhani, bahwa beliau "bagaikan seorang sahabat Nabi yang dimunculkan belakangan... dst."


Maka itu ungkapan benar (valid) yang dinukil langsung dari Beliau oleh Dr. Abdul Halim al Rumhi yang dulunya memamg pernah belajar bersama kedua Syaikh tersebut: yaitu Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dan Syaikh Muhammad Mutawalli asy Sya'rawi di Universitas al-Azhar asy-Syarif Mesir.


Dr. Abdul Halim ar-Rumhi sendiri beliau masih hidup hingga sekarang, dengan dikaruniai usia hampir mencapai 90 tahun. Beliau adalah seorang guru besar di bidang syariat Universitas Yordan. 


Semoga jawabanku ini jelas dan mudah dimengerti."


Sumber: Ust. Ahmad Syahreza

Terjemahan: Azizi Fathoni


________________


Redaksi lengkap tazkiyah tersebut berbunyi:


الشيخ تقي الدين النبهاني 

صحابي أُخر لغير زمانه، كان يديم السكوت، واذا تكلم حديثه لؤلؤ، قوي الحجة مقنعا متصلبا للراي الذي آمن به


"Asy Syaikh Taqiyuddin an Nabhani itu bagaikan seorang sahabat Nabi yang dimunculkan belakangan. Lebih sering diam. Tapi jika beliau angkat bicara perkataannya bagaikan mutiara. Argumentasinya kuat memuaskan serta memegang teguh pendapat yang diyakininya." 


http://www.youtube.com/watch?v=Pfuql90gpoM

Wednesday, February 15, 2023

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) TERTOLAK SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

 PIAGAM PBB BISA MENJADI SUMBER HUKUM ISLAM?


by _KH. Muhammad Shiddiq Al-Jawi S.Si, M.Si_


https://abulwafaromli.blogspot.com/2023/02/piagam-pbb-bisa-menjadi-sumber-hukum.html?m=1


Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) TERTOLAK SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM, berdasarkan 4 (empat) alasan sebagai berikut : 


 *Pertama,* tertolak secara normatif, yaitu tertolak berdasarkan ilmu Ushul Fiqih. 


 *Kedua*, tertolak secara historis, yaitu tertolak berdasarkan sejarah bahwa cikal bakal PBB adalah aliansi negara-negara Kristen Eropa untuk menghadapi futuhat Khilafah Utsmaniyah. 


 *Ketiga*, tertolak secara empiris, yaitu tertolak berdasarkan fakta empiris bahwa PBB telah gagal mewujudkan perdamaian dan mencegah perang. 


 *Keempat*, tertolak secara politis, yaitu tertolak karena PBB adalah instrumen politik negara-negara kafir penjajah. 


BERIKUT URAIAN MASING-MASING ALASAN : 


• Pertama, Piagam PBB tertolak secara normatif, yaitu tertolak sebagai sumber hukum Islam, berdasarkan ilmu Ushul Fiqih. Imam Syafi’i, radhiyallāhu ‘anhu, menyatakan bahwa sumber hukum Islam (mashādirul ahkām), haruslah bersumber dari wahyu dari langit, yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah : “Suatu pendapat tidaklah menjadi keharusan (berlaku mengikat) dalam setiap-tiap kasus, kecuali berdasarkan Kitabullah atau Sunnah Rasul-Nya SAW, dan apa saja selain keduanya [haruslah] mengikuti keduanya (Kitabullah atau Sunnah Rasul-Nya).” (Imam Syafi’i, Jimā’ al-’Ilmi, Juz VII, hlm. 285). 

Imam Syafi’i, radhiyāllahu ‘anhu, menjelaskan pula, dari Al-Qur`an dan As-Sunnah itulah, para ulama kemudian mengistinbath sumber-sumber hukum Islam lainnya, yaitu Ijma’ dan Qiyas : “Tidaklah pantas sama sekali seseorang berkata mengenai sesuatu, bahwa sesuatu itu halal atau haram, kecuali berdasarkan ilmu. Dan dasar ilmu yang dimaksud, adalah berita [dalil] dari al-Kitab, atau dari As-Sunnah, atau dari Ijma’ , atau dari Qiyas.” (Imam Syafi’i, Al-Risālah, pentahqiq Muhammad Syakir, hlm. 39).


Berdasarkan penjelasan tersebut, jelaslah bahwa Piagam PBB sama sekali tertolak dan tidak dapat menjadi sumber hukum Islam,  Alasannya karena Piagam PBB tidaklah bersumber dari wahyu (Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau derivat dari keduanya), melainkan bersumber dari kesepakatan sejumlah manusia yang menandatangani Piagam PBB : “The UN Charter was signed on 26 June 1945 by representatives of the 50 countries attending the United Nations Conference on International Organization in San Francisco.”  Sumber : https://www.un.org/en/about-us/history-of-the-un/preparatory-years 


Hukum yang bersumber dari manusia itu, yaitu hukum yang tidak bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah, dalam istilah Al-Qur`an disebut dengan istilah hukum thaghut atau hukum jahiliyah. 

Allah SWT berfirman : “Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) kesesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS An-Nisa` : 60). 

Allah SWT berfirman : “Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS Al-Ma`idah : 50). 


Syekh Nāshir ‘Abduh Al-Lahbiy, seorang ulama yang mukhlis, dalam majalah Al-Waie, terbitan Beirut, Lebanon, edisi 230, Rabi’ul Awal 1427 H (April 2006 M) mengkritik PBB dan Piagam PBB dengan kalimat yang tajam sbb:  “Sesungguhnya PBB adalah organisasi yang didirikan oleh negara kafir dan Piagamnya menyimpang dari agama Islam. Dalam Piagam PBB tersebut tidak terdapat pemikiran Islam apa pun. Maka berhukum kepada PBB dan Piagam PBB adalah berhukum kepada thaghut dan sekaligus merupakan ajakan untuk berhukum kepada syariah kufur di muka bumi.”  

Sumber : https://www.al-waie.org/archives/article/3035 


• Kedua, tertolak secara historis, yaitu Piagam PBB tertolak sebagai sumber hukum islam berdasarkan sejarah bahwa cikal bakal PBB adalah aliansi negara-negara Kristen Eropa untuk menghadapi futūḥāt Khilafah Utsmaniyah. Berdirinya PBB, termasuk landasannya berupa Piagam PBB, latar belakang historisnya sebenarnya cukup panjang, tidak bisa disederhanakan hanya berlatar belakang pendek seputar Perang Dunia I (1914-1918) dan Perang Dunia II (1939-1945).  Cikal bakal PBB menjulur jauh ke belakang sejak adanya aliansi negara-negara Kristen Eropa untuk menghadapi futūḥāt Khilafah Utsmaniyah abad ke-16 M. Futūḥāt Khilafah Utsmaniyah itu terjadi akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16 Masehi, yang berhasil menaklukkan negeri-negeri Kristen Eropa, seperti Yunani, Romania, Albania, Yugoslavia dan Hungaria. Futūḥāt berhenti tahun 1529 di pintu gerbang kota Wina, Austria. Inilah yang mendorong negara-negara Kristen Eropa membentuk aliansi guna menghadapi futūḥāt Khilafah Utsmaniyyah. Aliansi itu awalnya terdiri dari negara-negara Kristen Eropa saja, tapi dalam perkembangannya menerima keanggotaan negara Kristen dari luar Eropa, dan akhirnya menerima keanggotaan semua negara baik Kristen maupun non Kristen, dari Eropa dan non Eropa. Di abad ke-20, aliansi itu bertransformasi pada tahun 1920 menjadi LBB (Liga Bangsa-Bangsa), lalu pada tahun 1945 menjadi PBB. (Perserikatan Bangsa-Bangsa). (Taqiyuddin An-Nabhani, Mafāhīm Siyāsiyyah, hlm. 160-163). 


Berdasarkan penjelasan historis tersebut, sungguh tidak pantas sebuah negeri muslim bergabung dengan PBB atau menjadikan Piagam PBB sebagai acuan dasar untuk membangun peradaban. Hal itu dikarenakan cikal bakal PBB justru adalah aliansi negara-negara kafir dari Eropa untuk menghadapi futūḥāt Khilafah Utsmaniyah. Itu artinya, negeri muslim yang bergabung atau mendukung PBB sesungguhnya telah memposisikan dirinya menjadi bagian dari aliansi dari negara-negara kafir, untuk berhadap-hadapan dengan Khalifah dan negara Khilafah yang justru merupakan representasi pemimpin umat Islam global dan sistem pemerintahan Islam yang ada saat itu. 


Mendukung PBB artinya adalah mendukung dan mengikuti negara-negara kafir, sesuatu yang sebenarnya sudah dilarang dengan tegas oleh Rasulullah SAW : Dari Abu Sa'id RA,”Bahwa Nabi SAW bersabda, ’Kalian sungguh akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, hingga seandainya mereka masuk ke dalam lubang biawak kalian pasti akan tetap mengikuti mereka.’ Kami bertanya, ’Wahai Rasulullah, (apakah yang baginda maksud itu) orang-orang Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, ”Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (HR Bukhari, no. 3917). 


• Ketiga, tertolak secara empiris, yaitu Piagam PBB tertolak sebagai sumber hukum Islam berdasarkan fakta empiris bahwa PBB telah gagal mewujudkan perdamaian dan mencegah perang.  Mereka yang mencermati secara kritis peran PBB dalam menyelesaikan berbagai konflik dan perang di berbagai kawasan dunia, akan menyimpulkan bahwa PBB adalah lembaga yang “impoten” , lembaga yang gagal (failure), serta lembaga “un-faedah” (tak berguna/useless) dalam mengatasi konflik atau perang di berbagai kawasan dunia. 

Bukti nyata, apa peran PBB dalam menghentikan perang Ukraina dan Rusia sejak Februari 2022 hingga Februari 2023 saat ini ?  Berhasilkah PBB mencegah atau menghentikan perang Ukraina dan Rusia tersebut? Jadi, kalau ada yang bilang PBB merupakan lembaga internasional yang bertujuan untuk mewujudkan perdamaian dan harmonisasi dunia, bla bla bla, maka buktinya adalah zonk, alias tidak ada ! Itu hanya omongan dusta, tak ada buktinya. Berikut ini contoh-contoh penilaian kritis terhadap kinerja PBB akhir-akhir ini dalam perang Ukraina dan Rusia. 


PBB adalah lembaga yang tak bisa berbuat lebih banyak (doing more) dalam menyetop perang Ukraina dan Rusia.

PBB adalah lembaga yang gagal (failure) memediasi Ukraina dan Rusia yang berperang sejak Februari 2022  Sumber : https://www.ijr.org.za/2022/09/30/un-security-council-failure-to-mediatein-the-russia-ukraine-conflict/ 

PBB adalah lembaga un-faedah (useless) dalam perang Ukraina dan Rusia sejak Februari 2022 hingga Februari 2023 saat ini.  Sumber : https://warontherocks.com/2022/07/the-united-nations-hasnt-beenuseless-on-ukraine/


Dari berbagai penilaian kritis tersebut, jelaslah bahwa PBB adalah lembaga yang terbukti un-faedah, lemah dan gagal dalam menghentikan perang Ukraina dan Rusia.  Lalu bagaimana mungkin kita umat Islam menjadikan PBB dan piagam PBB sebagai dasar untuk membangun fiqih peradaban yang baru?  Fiqih Peradaban macam apakah yang akan dapat dibangun atas dasar dukungan kepada PBB dan piagamnya, jika PBB adalah lembaga yang terbukti unfaedah, lemah dan gagal dalam menghentikan perang? 


• Keempat, tertolak secara politis, yaitu Piagam PBB tertolak sebagai sumber hukum Islam berdasarkan alasan karena PBB adalah instrumen politik negaranegara kafir penjajah. 


Mereka yang mempunyai kesadaran politik global, akan memahami bagaimana hubungan PBB dengan negaranegara kafir imperialis seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis, yakni PBB sebenarnya sekedar alat (tool) bagi kepentingan negara-negara kafir penjajah itu untuk terus mendominasi dan menghisap kekayaan alam dunia. (Taqiyuddin An-Nabhani, Mafāhīm Siyāsiyyah, hlm. 169- 170). 

Penilaian kritis dari kelompok sosialis AS tahun 1946 terhadap PBB : “UNO Is U.S. Tool” (PBB adalah alat Amerika Serikat). Sumber ://www.ebay.com/itm/37362665981


Dengan demikian, pertanyaan kritisnya, bagaimana mungkin kita umat Islam memihak dan mendukung PBB, bahkan Piagam PBB-nya mau dijadikan sumber hukum Islam, padahal PBB hanyalah kepanjangan tangan dari kepentingan politik Amerika Serikat dan negara-negara imperialis lainnya? 


_*Kesimpulannya*_, berdasarkan kritik di atas, yaitu kritik dari segi normatif, historis, empiris, dan politis, sungguh tidak pantas kita umat Islam mendukung PBB atau menjadikan Piagam PBB sebagai sumber hukum Islam. Wallāhu a’lam. (USAJ).


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَأَشْغِلِ الظَّالِمِينَ بِالظَّالِمِينَ، وَأَخْرِجْنَا مِنْ بَيْنِهِمْ سَالِمِينَ وَعلَى الِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِين


#istiqomahdijalandakwah

#janganpalsukankhilafah


#KhilafahAjaranIslam #IslamRahmatanLilAlamin

#DemokrasiSistemKufur

#DemokrasiWarisanPenjajah


#tintasiyasi

https://t.me/abulwafaromli

abulwafaromli.blogspot.com

Friday, February 10, 2023

PBB: Kendaraan Politik AS

 PBB: Kendaraan Politik AS


Oleh M. Anwar Iman


“Pada lima belas tahun pertama berdirinya, PBB tak lebih dari perpanjangan tangan Departemen Luar Negeri AS,” demikian pernyataan Profesor Yash Tandon dari The University of Dar es-Salam, Kairo.


Pernyataan ini tidaklah berlebihan, bahkan realitas PBB sebagai kendaraan politik AS, tetap dan terus berlangsung hingga kini. Sikap bungkam PBB terhadap kebiadaban Zionis Israel akhir-akhir ini merupakan salah satu bukti. Pasalnya, AS memang meridhai tindakan brutal tersebut.


 PBB: Antara Konsep dan Realitas


Kecerdikan dan kelicikan negara-negara kafir Barat, khususnya Amerika, tampaknya telah berhasil me-make up Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menjadi sebuah organisasi yang tampil bagaikan pahlawan internasional. Buktinya, negara-negara di dunia, tak terkecuali negeri-negeri Islam, masih memberikan loyalitas dan kepercayaan kepada organisasi ini. Bahkan, keberadaannya pun dianggap sebagai suatu keniscayaan. Padahal, PBB terbukti telah gagal dalam menyelesaikan berbagai masalah internasional.


Jauh panggang dari api, itulah pepatah yang tepat bagi PBB. Organisasi internasional terbesar yang sebelumnya bernama Liga Bangsa Bangsa ini, konon didirikan di atas asas persamaan kedaulatan bagi semua anggota; dengan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian, dan keadilan. Akan tetapi, semua itu tidak lebih dari sekadar retorika belaka. Pasalnya, pemberiaan hak istimewa (previllege) kepada segelintir negara yang tergabung ke dalam anggota tetap Dewan Keamanan jelas bertolak belakang dengan konsep persamaan dan kesetaraan bagi semua anggota, sebagaimana yang didengungkan. Hak istimewa yang dikenal dengan hak veto ini merupakan hak khusus yang hanya dimiliki oleh lima negara: Amerika, Inggris, Prancis, Rusia, dan Cina. Dengan hak vetonya, kelima negara tersebut dapat melarang atau menolak suatu keputusan. Padahal, sejak awal pendiriannya, lembaga ini telah memiliki 51 anggota asli, yaitu negara-negara yang ikut menandatangani Piagam PBB dalam Konferensi San Fransisco tahun 1945. Anehnya, ke-51 negara tersebut tidak memiliki kesetaraan hak. Inilah cacat bawaan terbesar PBB dari sejak kelahirannya.


Awal Dominasi AS di PBB


Sebelum PBB berdiri, Presiden AS Woodrow Wilson telah terlebih dahulu merintis organisasi internasional yang bernama Liga Bangsa Bangsa (League of Nations). Gagasan pendirian organisasi ini dicetuskan tahun 1918, sebelum Perang Dunia I berakhir. Dalam pidatonya di depan Konggres, tanggal 8 Januari 1918, Wilson mengungkapkan beberapa syarat untuk mewujudkan perdamaian. Syarat-syarat itu terdiri dari 14 pasal, yang selanjutnya dikenal dengan Fourteen Points. Pasal ke-14 dari syarat-syarat itu menyebutkan perlunya pembentukan suatu perserikatan negara-negara yang akan memberi jaminan keamanan kepada semua negara tanpa membeda-bedakan apakah negara itu besar atau kecil.1 Perserikatan negara-negara yang disebutkan dalam pasal ini akhirnya terwujud dengan terbentuknya Liga Bangsa Bangsa tahun 1919. Sejak itu, AS mulai menanamkan pengaruhnya dalam organisasi internasional ini, yang selanjutnya berubah menjadi United Nation (UN) atau Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), pada akhir Perang Dunia II, tahun 1945.


Ditetapkannya Lake Succes New York sebagai markas PBB bukanlah suatu kebetulan. Semua itu tidak lepas dari upaya AS untuk menjadikan PBB sebagai underbouw-nya. Hal ini tidak terlalu sulit bagi Amerika, apalagi AS merupakan penopang sebagian besar anggaran belanja PBB melalui iuran anggotanya.


Saat itu, AS memang merupakan negara yang memiliki kekuatan militer dan ekonomi terbesar. Dalam tahun 1943, produksi persenjataan AS tiga kali lebih besar dari persenjataan Jerman, Inggris, ataupun Uni Soviet.2 GNP Amerika maju pesat sebesar 50 persen, Eropa Barat kehilangan seperempat ekonomi mereka, sementara pertumbuhan ekonomi Uni Soviet tertahan selama satu dasawarsa.3


Pada akhir tahun 1950, ekonomi AS besarnya tiga kali ekonomi Uni Soviet, lima kali ekonomi Inggris, dan sepuluh kali ekonomi Jepang.4 Dengan perimbangan kekuatan yang demikian, sangat mudah bagi AS untuk menanamkan dominasinya atas PBB. Sebaliknya, sangat sulit bagi PBB untuk tidak “berbaik hati” kepada negeri Paman Sam ini. Oleh karena itu, jadilah PBB sebagai alat legitimasi AS untuk memaksakan berbagai kebijakannya dalam konstelasi politik dunia. Dengan memanfaatkan organisasi internasional ini, AS dapat memperkokoh kedudukannya sebagai negara adidaya nomor satu.


Sebagai sebuah negara yang tegak di atas suatu ideologi, yaitu kapitalisme, wajar jika AS mempunyai ambisi untuk menjadikan ideologinya dianut oleh seluruh bangsa dan negara. AS meyakini bahwa ideologi yang dimilikinya adalah ideologi terbaik yang layak diberlakukan bagi setiap negara. Oleh karena itu, dengan menggunakan berbagai sarana dan cara, termasuk cara paksa, AS selalu berusaha menggapai ambisinya tersebut. Sikap semacam ini diakui sendiri oleh salah seorang warga AS pemenang Hadiah Nobel bidang sastra. Pengakuan yang dikutip oleh Douglas K. Steveson, dalam bukunya, American Life and Institution, 1987, menyebutkan, “Kita yakin bahwa pemerintahan kita adalah lemah, bodoh, suka memaksa, tidak jujur, dan tidak efisien. Meski demikian, pada saat yang sama, kita pun sangat yakin bahwa sistem kita merupakan sistem pemerintahan terbaik di dunia, dan kita pun ingin memberlakukannya pada setiap negara.”


 Cikal-Bakal PBB dan Kiprahnya Pasca Keruntuhan Daulah Islam


Meskipun PBB baru berdiri pada tahun 1945, “embrio” organisasi ini sesungguhnya telah ada jauh sebelum kelahirannya. Pada akhir abad ke-16 M, Negara-negara Kristen Eropa membentuk apa yang mereka sebut sebagai Keluarga Eropa. Organisasi inilah yang menjadi “embrio” PBB. Jadi, PBB, setidaknya embrionya, telah hadir dalam pentas politik internasional sejak saat itu.


Terbentuknya Keluarga Kristen Internasional (KKI) ini lebih dilatarbelakangi oleh kekhawatiran Negara-negara Kristen Eropa terhadap kekuatan Negara Islam. Daulah Utsmaniyah, sebagai Negara Islam ketika itu, benar-benar mampu menggentarkan mereka. Penaklukan wilayah Eropa berhasil dilakukan satu demi satu; mulai dari Yunani, Rumania, Albania, Yugoslavia, Hungaria, Austria, sampai berhenti di gerbang kota Wina.5


Hingga pertengahan abad ke-17 M, kekuatan KKI ini tampaknya belum cukup efektif untuk menghadapi Negara Islam. Pada tahun 1648, Negara-negara Kristen Eropa mengadakan Konferensi Westphalia, dan menetapkan berbagai aturan untuk mengatur hubungan antar mereka. Sejak saat itu, muncullah Komunitas Internasional. Komunitas ini terdiri dari berbagai negara Kristen tanpa membedakan bentuk negara (kerajaan maupun republik) ataupun agama negara (Katolik maupun Protestan). Pada mulanya, komunitas ini dikhususkan bagi negara-negara Eropa Barat, tetapi kemudian diikuti oleh negara-negara Kristen di luar Eropa. Sementara itu, Negara Islam tidak diperkenankan bergabung sampai pada paruh kedua abad ke-19 M.


Ketika Negara Islam mulai melemah, yang dikenal dengan sebuatan “Orang Sakit dari Eropa” (The Sick Man of Europe), ia mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota Komunitas Internasional itu. Hanya saja, usulan tersebut ditolak. Keanggotaan Negara Islam dalam Komunitas Internasional baru diterima pada tahun 1856, yaitu setelah Negara Islam bersedia memenuhi persyaratan yang amat berat. Persyaratan itu adalah kesediaan Negara Islam untuk meninggalkan Islam sebagai dasar hubungan internasional, dan meggantinya dnegan sejumlah hukum Eropa.6 Inilah sukses awal Komunitas Internasional—yang menjadi “embrio” PBB— dalam kriprahnya menghadapi kekuatan Negara Islam.


Setelah Daulah Islam hancur tahun 1924, semakin mudah bagai Komunitas Internasional untuk mengokohkan kedudukannya. Saat itu, Komunitas Internasional telah berubah wujud menjadi Liga Bangsa Bangsa (LBB). Pada tahun 1945, setelah berakhirnya PD II, LBB berubah lagi menjadi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Ditinjau dari percaturan politik internasional secara umum, AS-lah yang akhirnya unggul dalam kurun waktu itu. Oleh karena itu, AS pula yang selanjutnya mendominasi kendali organisasi internasional tersebut.


Keanggotaan PBB, pada awalnya, terbatas bagi negara-negara yang menjadi musuh Jerman, yakni negara Kristen dan negara-negara yang mengikuti mereka. Akan tetapi kemudian, dalam rangka memperkokoh hegemoninya, AS memperluas keanggotaan PBB sehingga menjadi terbuka untuk seluruh negara di dunia. Meskipun begitu, AS dan negara Kristen Eropa lainnya, tetap tidak mentoleleransi peraturan apa pun yang akan disusupkan ke dalam peraturan PBB dan Hukum Internasional. Peraturan yang lahir dari ideologi kapitalis kufurlah yang menjadi satu-satunya sumber peraturan PBB dan Hukum Internasional.


 Strategi PBB Mengokohkan Kapitalisme


Strategi PBB dalam mengokohkan peranannya di pentas politik internasional sesungguhnya lebih mencerminkan strategi AS dalam memanfaatkan organisasi ini. Dominasi AS di PBB telah menjadikan organisasi bangsa-bangsa ini sarana yang efektif bagi negara adidaya tersebut untuk memposisikan dirinya sebagai pemain tunggal dalam percaturan politik dunia. Oleh karena itu, wajar jika kiprah PBB lebih banyak diwarnai oleh ambisi-ambisi AS.


Ada beberapa strategi yang digunakan AS untuk memanfaatkan PBB bagi kepentingan dirinya. Di antaranya:


1. Mengokohkan kedudukan PBB sebagai organisasi internasional yang berwenang menyelesaikan masalah-masalah dunia yang dihadapi berbagai bangsa dan negara.


Strategi ini dilakukan dengan cara membangun opini dunia bahwa PBB merupakan organisasi yang bersifat internasional, meskipun tidak seluruh negara yang ada masuk menjadi anggota. Dengan sifat internasional ini, PBB menjadi satu-satunya pihak yang berwenang dan dapat dipercaya untuk membahas masalah-masalah internasional. Selain itu, negara-negara yang dilibatkan dalam percaturan politik internasional dibatasi hanya bagi mereka yang bergabung menjadi anggota PBB saja. Hal ini menjadikan negara-negara yang tidak menjadi anggota atau menolak menjadi anggota tersingkir dan tidak mampu memberikan pengaruh terhadap percaturan politik internasional. Fenomena semacam ini pernah dialami Rusia pasca Perang Dunia I dan Spayol pasca Perang Dunia II.7


2. Mengokohkan kedudukan PBB sebagai organisasi internasional yang mempunyai legitimasi untuk merumuskan aturan-aturan yang menjadi sumber hukum internasional.


Dengan mengeksploitasi sifat keinternasionalannya, PBB dan sejumlah badan perlengkapannya—seperti Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi, dan lain-lain—dapat memposisikan dirinya sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan mengeluarkan aturan, perundang-undangan, keputusan, piagam, resolusi, atau apa pun namanya yang berlaku bagi masyarakat internasional. Prof. Frans E. Likadja, S.H., dalam bukunya, Desain Intruksional Dasar Hukum Internasional, menyebutkan, sulit disangkal bahwa keputusan Majelis Umum PBB mempunyai kekuatan dan pengaruh yang besar sekali bagi perundang-undangan nasional masing-masing negara dan turut berpengaruh terhadap pembentukan kaidah-kaidah hukum internasional.8 Yang perlu digarisbawahi, bahwa aturan, hukum, perundang-undangan, ataupun piagam yang dihasilkan tersebut bukanlah sesuatu yang bersifat universal, sebagaimana yang mereka propagandakan. Akan tetapi, semua produk peraturan tersebut semata-mata berasal dari ideologi kapitalis. PBB bahkan tidak metoleransi masuknya aturan lain, selain yang dikehendakinya, meskipun anggotanya heterogen.


3. Memperbanyak lembaga-lembaga atau institusi yang menjadi underbouw PBB.


Dengan memperbanyak lembaga-lembaga yang menjadi underbouw PBB sekaligus memperkuat dominasinya atas lembaga tersebut, AS dapat memperluas pengaruhnya dalam berbagai sektor. Keberadaan IMF sebagai lembaga keuangan internasional, misalnya, jelas telah menjadi alat bagi Amerika untuk menjerat negara-negara debitur (pengutang) dan memaksakan kebijakan-kebijakannya atas negara tersebut. Ketika sebuah bangsa telah melakukan kontrak bantuan (baca: utang), maka ia benar-benar tidak mungkin meraih kembali posisi menentukan nasib sendiri.9 Berkenaan dengan bahaya utang ini, Phillip A. Benson, Presiden Asosiasi bangkir Amerika (1939) mengatakan, “Tidak ada jalan yang lebih langsung untuk memperoleh kontrol atas sebuah bangsa dibandingkan melalui sistem kreditnya.”10


Bagaimana Amerika dapat mendominasi kebijakan IMF? Jawabannya, AS-lah penopang modal terbesar di IMF, sementara besarnya persentase modal itulah yang menentukan kekuatan suara dalam lembaga keuangan ini. Sebanyak 20 negara industri menguasai 59 persen suara di IMF, dan 19 persen suara di antaranya dikuasai oleh Amerika.11


4. Memberikan kewenangan yang luas kepada Dewan Keamanan (Security Council).


Dewan yang bertugas menjaga agar jangan sampai timbul peperangan antar negara ini berwenang memberikan putusan—bahkan mengambil tindakan—apa pun terhadap suatu negara yang menurutnya layak mendapatkan sanksi. Melalui dominasinya dalam Dewan Keamanan ini, AS dapat memaksakan keinginannya dan mengambil segala tindakan atas negara-negara yang dianggap membahayakan kepentingannya. Contohnya adalah aneksasi Kuwait oleh Irak tahun 1990. Atas peristiwa ini, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi nomor 678 yang isinya memberikan legitimasi kepada Amerika dan sekutunya untuk menggunakan segala cara, jika sampai tanggal 5 Januari 1991, Irak tidak mundur dari Kuwait.12 Akhirnya, terjadilah penggempuran besar-besaran terhadap Irak oleh pasukan multinasional pimpinan AS. Namun anehnya, sikap serupa tidak dilakukan oleh AS terhadap Israel yang jelas-jelas telah merampas tanah kaum Muslim dengan membunuh dan mengusir mereka dari tempat tinggalnya. Apa yang terjadi? PBB justru mengeluarkan resolusi No. 242 dan 381 yang mengakui berdirinya negara Zionis Israel.


5. Membuka kesempatan lebar-lebar bagi negara-negara untuk masuk menjadi anggota.


Dengan semakin banyaknya negara yang menjadi anggota PBB, kedudukan organisasi ini mejadi semakin kokoh di mata internasional. Hal ini akan memperkuat kewibawaan dan pengaruh PBB dalam pentas politik internasional.


6. Menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) dalam berbagai bidang.


Atas nama PBB, AS mensponsori berbagai KTT untuk mensosialisasikan ide-ide dan pemikiran kufurnya di dunia. Sebagai contoh, tahun 1994, di Cairo, Mesir, diselenggarakan Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan atau ICPD (International Conference on Population and Development). KTT yang diselenggarakan oleh PBB ini, dengan biaya yang hampir seluruhnya ditanggung AS, bertujuan untuk mendapatkan konsensus internasional bagi program aksi untuk 20 tahun mendatang guna mengerem jumlah penduduk dunia. Dalam draft action plan-nya setebal 113 halaman, terdapat beberapa usulan untuk mencegah ledakan penduduk, di antaranya: aborsi, homoseksual, dan hubungan seks di luar nikah. Usulan semacam ini jelas usulan yang sarat dengan nilai-nilai barat yang kufur itu.‘


Demikianlah beberapa strategi Amerika dalam memanfaatkan PBB sebagai alat untuk mengotrol dan mengendalikan percaturan politik Internasional. Semua strategi tersebut digunakan semata-mata untuk mengokohkan ideologi kapitalismenya dan membendung munculnya kekuatan lawan, yaitu Islam dan komunis-sosialis. Sebaliknya, terhadap sejumlah negara yang berhaluan sama, seperti Inggris, Prancis, dan sebagainya, AS berusaha untuk menciptakan ketertergantungan mereka kepadanya; juga mencegah hal-hal yang dapat menggeser posisinya sebagai negara adidaya nomor satu.


Kekuatan Islam jelas merupakan ancaman nomor satu bagi AS, khususnya setelah Uni Soviet runtuh. Meskipun kekuatan Islam secara real, dalam bentuk sebuah Negara Khilafah, saat ini tidak ada, Amerika tetap cemas terhadap kemungkinan munculnya kekuatan tersebut. Oleh karena itu, dengan standar gandanya, Amerika selalu memanfaatkan PBB untuk menjegal munculnya kekuatan Islam.


 PBB Harus Diapakan?


Bagaimana sesungguhnya keberadaan PBB dan hukum bergabung ke dalamnya menurut pandangan Islam? Perkara ini penting diketahui oleh kaum Muslim, agar mereka dapat bersikap dengan benar, sesuai ketentuan Islam; tidak sekadar ikut-ikutan dan larut dalam arus opini yang muncul di tengah masyarakat.


Ditinjau dari segi asasnya, jelas PBB berdiri di atas asas yang bertentangan dengan hukum Islam. Organisasi ini didirikan di atas ideologi kufur Barat. Ideologi inilah yang dijadikan sebagai asas dalam pembentukan berbagai aturan, yang selanjutnya, secara dusta, dinamai sebagai Hukum Internasional. Hukum ini kemudian digunakan untuk mengatur hubungan antar bangsa-bangsa di dunia.


Ideologi kufur Barat ini pula yang dijadikan sebagai landasan dalam menyusun berbagai piagam atau deklarasi. Apa yang dinamakan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM), misalnya, jelas merupakan representasi nilai-nilai kekufuran tersebut.


Atas dasar ini, keberadaan PBB adalah haram. Bergabung menjadi anggotanya juga haram. Allah Swt. mewajibkan kaum Muslim untuk berhukum hanya pada syariat-Nya semata, dan mengharamkan mereka untuk berhukum kepada thâghût. Allah Swt. berfirman:


Apakah kalian tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepada kalian dan apa yang diturunkan sebelum kalian? Mereka hendak berhukum kepada thâghût, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thâghût itu. Setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS an-Nisa’ [4]: 60).


Selain itu, ditinjau dari segi peranannya, PBB dan badan-badan perlengkapannya tidak lebih dari sekadar sarana bagi negara kafir, khususnya AS, untuk mengokohkan imperialismenya, terutama atas negeri-negeri Islam. Organisasi-organisasi ini terbukti telah menjadi sarana yang efektif bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum Muslim. Atas dasar ini, bergabung dengan organisasi-organisasi tersebut telah membuka jalan dan kesempatan bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum Muslim. Tindakan semacam ini adalah haram. Allah Swt. berfirman:


Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman. (QS an-Nisa’ [4]: 141).


Jelaslah, ditinjau dari sisi mana pun, keberadaan PBB adalah haram, dan bergabung dengan organisasi tersebut juga haram. Adalah kemunkaran yang amat besar jika para penguasa kaum Muslim bergabung dan berhukum pada PBB.


Organisasi inilah yang telah menimpakan berbagai musibah dan bencana tanpa henti-hentinya atas kaum Muslim. Hancurnya Khilafah Islam; terpecah-belahnya negeri-negeri Islam, munculnya krisis Palestina, Somalia, Bosnia, Perang Teluk; dan sederetan bencana lainnya tiada lain merupakan “buah karya” organisasi ini. Sejak berdirinya, PBB telah berperan “menyelesaikan” tidak kurang dari 150 pertikaian regional maupun internasional, dan untuk itu lebih dari 20 juta nyawa telah melayang. Inilah antara lain “prestasi” PBB.


Dengan melihat semua itu, bagi negeri-negeri Muslim, hanya ada satu tindakan yang dibenarkan syariat terhadap PBB, yaitu keluar dari organisasi ini dan membubarkannya. Satu-satunya wadah yang wajib dijadikan kaum Muslim untuk mengikat dan mempersatukan negeri-negeri mereka adalah Negara Khilafah; bukan organisasi seperti PBB dan yang serupa. Persatuan negeri-negeri Muslim dalam wadah Negara Khilafah inilah yang dapat membebaskan mereka dari berbagai krisis yang menimpa mereka.


M. Anwar Iman, aktivis Hizbut Tahrir, tinggal di Bogor.


Catatan Kaki:

1 W. Surya Endra, Kamus Politik, Study Group, Surabaya, 1979, hlm. 169.

2 Paul Kennedy, The Rise and Fall of Great Power: Economic Change and Military Conflict from 1500 to 2000, New York: Random House, 1987, hlm. 355.

3 Ibid, hlm. 368, 363.

4 Ibid, hlm. 369.

5 Abdul Qadim Zallum, Pemikiran Politik Islam, Al-Izzah, Bangil, 2001, hlm. 53.

6 Ibid, hlm. 56.

7 Hizb at-Tahrir, Mafahim Siyasiyah li Hizb at-Tahrir, 1969, Cet. ke-3, hlm. .

8 Frans E. Likadja dan Daniel frans Bessie, Desain Instruksional Dasar Hukum Internasional, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988, hlm. 147.

9 Abdur-Razzaq Lubis et al, Jerat Utang IMF, Mizan, Bandung, 1998, hlm. 159.

10 Ibid, hlm. 159.

11 Rudolf H. Strahm, Kemiskinan Dunia Ketiga: Menelaah Kegagalan Pembangunan di Negara Berkembang, PT. Pustaka CIDESINDO, Jakarta, 1999, hlm. 97.

12 Global, Jurnal Politik Internasional 2, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 33.


Sumber tulisan: https://www.angelfire.com/journal2/alhidayah/Artikel/PBB_kendaraan_politik_AS.htm

Sunday, February 5, 2023

Benarkah Khilafah Bukan Satu-satunya Sistem Pemerintahan Dalam Islam?

 Benarkah Khilafah Bukan Satu-satunya Sistem Pemerintahan Dalam Islam? 


Soal:


Benarkah khilafah bukan satu-satunya sistem pemerintahan dalam Islam? Jika benar, apa dasarnya? Apakah, penerapan sistem Monarchi, Republik dan sejenisnya pasca runtuhnya Khilafah Islam bisa dijadikan sebagai dalil, bahwa di dalam Islam, ada sistem lain?


Jawab:


Untuk menilai, apakah Khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan dalam Islam atau tidak: Pertama, harus merujuk pada nas syariah; al-Quran dan as-Sunnah serta dalil syariah yang lain, khususnya Ijmak Sahabat. Mengapa? Karena hanya al-Quran dan as-Sunnahlah yang menjadi representasi Islam. Adapun Ijmak Sahabat, karena merupakan kesepakatan Sahabat, bisa menyibak adanya dalil dari wahyu yang menyatakan apa yang mereka sepakati itu.


Kedua, memeriksa dan memastikan apakah ada di dalam nas-nas syariah tersebut sistem pemerintahan lain selain Khilafah, yang dinyatakan sebagai sistem Islam? Jika tidak ada, apakah sistem lain selain Khilafah itu bertentangan atau tidak dengan sistem Khilafah?


Dalam nas-nash syariah kita tidak menemukan sistem lain, selain Khilafah. Pemangkunya disebut Khalifah. Allah SWT berfirman:


وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ ٣٠

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat, “Sungguh Aku menjadikan khalifah di muka bumi.” (QS al-Baqarah [2]: 30).

Imam al-Qurthubi [w. 671 H] menyatakan:


Ayat ini merupakan asal (dasar) dalam pengangkatan Imam dan Khalifah yang wajib didengarkan dan ditaati titahnya. Dengan itu suara kaum Muslim menyatu. Dengan itu pula hukum-hukum tentang Khalifah bisa diterapkan. Tidak ada perbedaan di antara umat dan para imam mazhab mengenai kewajiban tersebut, kecuali apa yang diriwayatkan dari al-‘Asham, yang memang tuli tentang syariah.


Dalam konteks Nabi Muhammad saw., Allah SWT berfirman:


وَأَنِ ٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ وَٱحۡذَرۡهُمۡ أَن يَفۡتِنُوكَ عَنۢ بَعۡضِ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ ٤٩

Hendaklah kamu [Muhammad] menerapkan hukum di antara mereka mengikuti apa yang Allah turunkan dan janganlah Engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah terhadap  tipudaya mereka yang bisa memalingkan kamu dari sebagian apa yang Allah turunkan kepadamu (QS al-Maidah [5]: 49).

Ayat ini jelas berisi perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw. agar beliau memerintah umat manusia berdasarkan wahyu-Nya, sekaligus larangan untuk mengikuti hawa nafsu mereka karena bisa memalingkan dan meninggalkan sebagian ataupun keseluruhan wahyu yang telah Allah turunkan.


Dalam melaksanakan titah-Nya, Nabi saw. kemudian mendirikan negara di Madinah. Nabi sendiri yang menjadi kepala negaranya, Abu Bakar dan ‘Umar ra. sebagai wazir (pembantu)-nya. Negaranya disebut Daulah Nubuwwah karena yang memimpin adalah Nabi. Nabi saw. bersabda:


تَكُوْنُ النُّبُوَّة فِيْكُمْ مَا شَاءَ الله أَنْ تَكُوْنَ، ثمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا

Ada era Kenabian  di tengah-tengah kalian. Dengan kehendak Allah, ia tetap ada. Kemudian Dia akan mencabutnya jika Dia berkehandak untuk mencabutnya (HR Ahmad).

Mengenai Abu Bakar dan ‘Umar ra. jelas dinyatakan oleh Nabi saw.:


وَأَمَّا وَزِيْرَايَّ مِنْ أَهْلِ الأَرْضِ فَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ

Dua pembantuku dari penduduk bumi adalah Abu Bakar dan ‘Umar (HR at-Tirmidzi). 1

Nabi saw. tidak hanya menunjuk Abu Bakar dan ‘Umar sebagai pembantu, tetapi juga para sahabat yang lain. Ada yang menjadi anggota Majelis Syura, Wali, Qadhi, Panglima Perang, Penulis Wahyu, Pemungut Zakat, dan sebagainya. Nabi saw. telah memerintah Daulah Nubuwwah ini selama 10 tahun di Madinah. Islam pun tegak sebagai peradaban dan sistem kehidupan secara kaffah. Menebar rahmat ke seluruh penjuru dunia. Untuk mewujudkan visi, misi dan tujuannya, dalam sepuluh tahun, Nabi saw. telah berperang 28 kali, yang langsung beliau pimpin sendiri.2 Ditambah 70 kali pengiriman detasemen militer semasa hidup beliau, yang dipimpin oleh para Sahabat. Persia dan Romawi pun tidak berkutik. Seluruh Jazirah Arab tunduk di bawah kekuasaan Islam. Wilayahnya ketika itu meliputi Saudi Arabiyah, Kuwait, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, Oman dan Yaman.


Sebelum wafat, Nabi saw. bersabda:


كَانَتْ بَنُوْ إِسْرَاِئيْلَ تَسُوْسُهُمُ الأَنْبِيَاءُ، كُلَّمَا هَلَكَ نَبِي خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَ بَعْدِيْ وَسَتَكُوْنُ خَلَفَاءُ فَتَكْثِرُ

Dulu Bani Israil telah diperintah oleh para nabi. Ketika seorang nabi wafat, ia digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada lagi nabi setelahku. Yang ada adalah para khalifah. Jumlah mereka banyak (HR Muslim).

Nabi saw. dengan jelas tidak menyebut penggantinya dengan sebutan yang lain, selain Khalifah, bentuk jamaknya, Khulafa’. Institusi yang menggantikan Daulah Nubuwwah ini disebut oleh Nabi saw. sendiri dengan istilah, Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah.


Tidak hanya menyebut pemangku dan institusinya. Nabi saw. pun berpesan untuk memegang teguh “tuntunan” tersebut dan tidak melepaskannya. Beliau bersabda:


عَلَيْكُمْ بِسُنَّتي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمُهْدِيِّين مِنْ بَعْدِيْ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

Kalian wajib menggenggam Sunnahku dan sunah para Khalifah Rasyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku. Gigitlah ia (Sunnahku dan Sunnah mereka) dengan gigi geraham (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Karena itu, begitu Nabi saw. wafat, para Sahabat sudah tahu apa yang harus mereka lakukan. Mengangkat khalifah sebagai pengganti Nabi saw. (sebagai kepala negara, red.). Karena itu mereka mengadakan musyawarah di Saqifah Bani Sa’idah. Akhirnya, disepakatilah, Abu Bakar as-Shiddiq ra. sebagai khalifah. Beliau menggantikan Nabi saw. dalam mengurus urusan agama dan dunia.3


Sejak Abu Bakar memerintah, kemudian ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali dan al-Hasan ra. mereka disebut Khulafa’ Rasyidun. Institusinya disebut Khilafah Rasyidah. Istilah Khilafah terus digunakan meski kadang mengalami kesalahan dalam penerapannya. Sebut saja Khilafah Umawiyah, ‘Abbasiyah dan ‘Utsmaniyah. Dasarnya adalah hadits Muslim di atas.4 Meski ada juga yang mensyaratkan, harus dari kalangan Quraisy, baru layak disebut Khalifah, dan Khilafah.


Karena itu, baik Imam an-Nawawi maupun Ibn Khaldun, sepakat bahwa Khalifah, Imam dan Amirul Mukminin, atau Imamah dan Khilafah, adalah sinonim; kata yang berbeda dengan konotasi yang sama.5


Dari semua nas syariah, baik al-Quran maupun as-Sunnah, maupun dalil syariah, yaitu Ijmak Sahabat, juga penjelasan para ulama mu’tabar, jelas bahwa tidak ada sistem pemerintahan lain di dalam Islam, kecuali Khilafah.


Dalam praktiknya memang ada penyimpangan. Pada era Khilafah Umawiyah, ‘Abbasiyah hingga ‘Utsmaniyah, misalnya, suksesi kepemimpinan dilakukan dengan sistem waris, sebagaimana yang dipraktikkan dalam sistem Monarchi. Ini merupakan kesalahan dalam menerapkan sistem Khilafah. Bukan berarti tidak lagi menggunakan sistem Khilafah.


Adapun penerapan sistem Monarchi, Republik, Demokrasi dan sebagainya, pasca runtuhnya Khilafah, hingga saat ini baru terjadi setelah era penjajahan negara-negara Barat di negeri kaum Muslim. Itu pun setelah mendapatkan justifikasi dan legalisasi dari para intelektual yang telah mengenyam pendidikan Barat. Mereka menyatakan bahwa Islam tidak bertentangan dengan Monarchi, Republik, Demokrasi.


Padahal faktanya tidak demikian. Faktanya, Monarchi, Republik dan Demokrasi tidak bersumber dari Islam, bahkan bertentangan dengan Islam. Karena itu tidak ada satu nas dan dalil syariah pun yang bisa digunakan untuk membuktikan keberadaan sistem tersebut di dalam Islam.


WalLahu a’lam. [KH. Hafidz Abdurrahman]


Catatan kaki:


1        Al-Imam al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdurrahim al-Mubarakfuri, Tuhfatu al-Ahwadhi fi Syarh Sunan at-Tirmidzi, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, t.t., Juz X/113.


2        Az-Za’im ar-Rukn Syit Mahmud Khatthab, ar-Rasul al-Qaid, Mansyurat Dar Maktabah al-Hayat, Beirut, Cetakan II, t.t., hal. 286-292.


3        Ibn Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyyah, Juz IV/664; Al-Imam al-‘Allamah al-Hafidz as-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa’, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, Cetakan I, 1408 H/1988 M,  hal. 52-53; as-Shun’ani, Subul as-Salam, Juz II/111.


4        ‘Abdullah bin ‘Umar bin Sulaiman ad-Dumaiji, al-Imamah al-‘Udhma ‘Inda Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah, Mu’assah Thabah li al-I’lam, Mesir, Cetakan III, 1434  H/2013 M,  hal. 40-41.


5        ‘Abdullah bin ‘Umar bin Sulaiman ad-Dumaiji, al-Imamah al-‘Udhma ‘Inda Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah, Mu’assah Thabah li al-I’lam, Mesir, Cetakan III, 1434  H/2013 M,  hal. 32; Imam an-Nawawi, Raudhatu at-Thalibin, Juz X/49; Ibn Khaldun, Muqaddimah, hal. 190.


#minang #minangtaatsyariah #minangbertauhid #bukittinggibertauhid #kotapadang #padang #sumbar #sumaterabarat #solok #kotasolok #solokselatan #padangpanjang #bukittinggi #pariaman #kotapariaman #payakumbuh #maninjau #agam #sawahlunto #dharmasraya #batusangkar #lubukbasung #lubukalung #minangkabau #Lenteraminang #Lenteraminang #adatbasandisyaraksyarakbasandikitabullah #katamutiara #muhammadsaw #islam #hijrah # #syarakid

Friday, February 3, 2023

ASAL NAMA KERAN AIR : AL HANAFIYAH

 ASAL NAMA KERAN AIR : AL HANAFIYAH


Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq 


Dalam bahasa arab keran air disebut dengan istilah Hanafiyah. Namanya sama dengan sebutan salah satu dari empat madzhab fiqih ahlusunnah wal jama'ah, yakni madzhab Hanafiyah.


Apakah ada hubungannya ? Iya ternyata ada hubungan antara madzhab Hanafi dengan sebab penamaan keran air dengan nama al Hanafiyah ini.


Di masa lalu, termasuk di negeri Mesir, sarana berwudhu di masjid-masjid adalah menggunakan sumur atau juga kolam buatan. Di mana jama'ah yang bersuci menggunakan gayung untuk menciduk air atau bahkan langsung memasukkan anggota tubuh yang dibasuhnya ke dalam kolam buatan tersebut.


Karena cara bersuci yang demikian, di mana banyak orang yang mengambil air dengan kedua telapak tangannya serta mencelupkan langsung kakinya saat membasuh kaki, sehingga air bekas bersuci itu otomatis kembali ke dalam kolam.


Akhirnya timbul bencana kesehatan di beberapa daerah, di mana orang berpenyakit menular juga berwudhu di tempat sama, sehingga menularkan berbagai penyakit. Air menjadi tercemar. 


Akhirnya beberapa masjid berinisiatif membuat aliran air lewat pipa dan memberikan keran sebagai sarana berwudhu. Yang paling terkenal adalah masjid yang dibangun Ali Pasha pada tahun  1448 M yang banyak disebut sebagai sebab munculnya kontroversi penggunaan keran untuk berwudhu.


Kala itu mayoritas ulama dari kalangan Malikiyah, Syafi'iyah dan Hanabilah tegas menyatakan bahwa penggunaan keran untuk berwudhu adalah bentuk dari perbuatan bid'ah yang tercela. Sebab dipandang sebagai perbuatan muhdats (baru) yang masuk dalam ibadah ritual, yakni berwudhu.


Satu-satunya madzhab yang bersuara menyatakan bahwa keran air bukan perkara bid'ah pada saat itu adalah ulama dari kalangan madzhab Hanafiyah. Karena itulah kemudian uniknya, keran air dalam bahasa arab ikut disebut dengan nama madzhab ini : Hanafiyah.


Setelah berlalu sekian waktu, madzhab lain akhirnya bisa menerima kehadiran "Hanafiyah" untuk di jadikan sarana berwudhu. Tak terkecuali masjid- masjid di Indonesia yang masyarakatnya bermadzhab Syafi'iyah.


Dahulu di era tahun 80 an masih banyak kita jumpai masjid dengan kolam wudhunya (jeding). Tapi sekarang, nyaris sudah tidak ada. Semua masjid telah menggunakan keran air. Kalau toh masih ada masjid dengan kolam di halamannya, biasanya itu hanya untuk memperindah taman  dan halaman masjid saja, tidak difungsikan sebagai sarana untuk bersuci.


Dari sini kita belajar bahwa fatwa dan hukum itu bisa mengalami pergeseran. Boleh jadi di suatu masa sesuatu itu nyaris dihukumi bid'ah, tapi begitu di masa berikutnya bisa jadi para ulama akan menganggap itu sebagai perkara yang mubah saja. 


Dan kasus-kasus serupa banyak kita jumpai juga di zaman kita ini. Contohnya, pada awal mula maraknya penggunaan alat rekam video dan foto, nyaris ulama-ulama di negara tertentu seperti yang ada di Arab Saudi mengharamkannya, karena dianggap hukumnya sama dengan melukis makhluk hidup yang ada larangannya dalam agama.


Begitu ada ulama seperti syaikh Yusuf al Qaradhawi menfatwakan bahwa foto hukumnya boleh dan tidak sama dengan hukum menggambar, banyak pihak terutama para bocil yang membully dan menuduh beliau dengan tuduhan sesat.


Namun dengan berjalannya waktu, banyak pihak yang tadinya mengharamkan, sudah mulai bisa menerima fatwa kebolehan media rekaman visual. 


Ada yang masih membolehkan video tapi tidak membolehkan foto, ada yang membolehkan foto tapi seperlunya. Meski tetap ada saja yang keukeuh dengan fatwa lamanya. Pokoknya haram. Ketika mereka yang mengharamkan ternyata punya jejak digital video dan foto, katanya itu karena darurat....


Ya nggak masalah. Paling tidak suara sudah tidak bulat lagi dalam mengharamkan dan menuduh yang membolehkan potografi dengan vonis bid'ah dan sesat. 


Saya dulu tahun 90 an punya teman yang paling keras mengharamkan foto. Saya ingat betul, dia pernah marah dan sesudahnya saya tidak ditegur sampai sekian lama, sebabnya karena masuk ke majelisnya dan saat itu saya menenteng kamera.


Sampai era instagram dan facebook masuk, eh ternyata keadaan sudah berubah. Malah dia keranjingan posting foto selfi dan upload video pendek aktivitas sehari-harinya.


Saya pun bisa tersenyum, meski sempat bingung, mau mengucap apa setelahnya : Alhamdulillah atau innalillah ?