Wednesday, November 27, 2019

CATATAN KRITIS BUAT KH CHOLIL NAFIS

CATATAN KRITIS BUAT KH CHOLIL NAFIS
.
Menarik sekali pernyataan Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI KH Cholil Nafis yang mengatakan ceramah yang disampaikan dai sifatnya harus mendukung NKRI. Tak ada lagi narasi lain seperti ide mendirikan negara khilafah. Sebab kata dia, NKRI merupakan kesepakatan bersama yang sudah tak bisa ditawar, termasuk oleh MUI.
.
"Bukan berarti khilafah tidak islami, tidak. Tapi islami tidak hanya khilafah. NKRI pun bagian dari khilafah," kata KH Cholil Nafis, Senin (25/11/2019) saat menyampaikan materi di Standardisasi Dai MUI di Aula Buya Hamka MUI Pusat, Jakarta.
.
Pernyataan “Bukan berarti khilafah tidak islami, tidak” berarti bentuk pengakuan bahwa khilafah memang islami. Ya, khilafah memang islami karena khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan yang legal dalam Islam. Diperintahkan Allah SWT dan Rasulullah SAW serta merupakan kesepakatan bersama para shahabat ra yang sudah tidak bisa ditawar, termasuk oleh MUI.
.
Sedangkan pernyataan “Tapi islami tidak hanya khilafah” apakah bermaksud ingin mengatakan bahwa republik/demokrasi itu islami? No, no, no! Republik/demokrasi merupakan sistem kufur jebakan penjajah yang jelas-jelas tidak islami. Letak ketidakislamian republik/demokrasi yang paling fatal adalah manusia diberi kewenangan membuat hukum, padahal yang berhak membuat hukum hanyalah Allah SWT. Berarti republik/demokrasi tidak islami.
.
Dalam sistem khilafah, khalifah (kepala negara yang menerapkan sistem pemerintahan Islam/khilafah) bertugas menerapkan perintah Allah SWT dan memastikan larangan Allah SWT ditinggalkan.
.
Jadi, untuk menerapkan perintah Allah, khalifah tidak perlu meminta persetujuan suara terbanyak anggota Majelis Ummat (wakil rakyat dalam sistem pemerintahan Khilafah). Karena fungsi Majelis Ummat bukan untuk membuat hukum tetapi untuk mengoreksi penguasa agar tetap sesuai dengan perintah Allah SWT. Adapun anggota Majelis Ummat yang non Muslim tugasnya adalah melaporkan kedzaliman para penguasa daerah kepada khalifah.
.
Sedangkan dalam sistem demokrasi, presiden/perdana menteri (kepala negara yang menerapkan sistem pemerintahan kufur buatan orang kafir) bertugas menerapkan aturan yang disepakati oleh parlemen/DPR. Perintah Allah SWT baru bisa diterapkan presiden/perdana menteri bila mayoritas anggota DPR/parlemen setuju.
.
Artinya apa? Dalam sistem demokrasi kedudukan Allah SWT berada di bawah telapak kaki para anggota parlemen/DPR. Innalillahi wa inna ilahi rajiuun…. Apakah kita lupa menyejajarkan kedudukan Allah SWT dengan makhluk atau dengan khayalan saja sudah disebut syirik, pelakunya disebut musyrik. Bagaimana pula kedaulatan Allah SWT bukan lagi disejajarkan tetapi ditaruh di bawah telapak kaki para anggota parlemen!? Naudzubillahi min dzalik!
.
Adapun pernyataan “NKRI pun bagian dari khilafah” adalah pernyataan yang ambigu. Apabila yang dimaksud NKRI itu adalah tanah air Indonesia, ya, dulu pernah menjadi bagian dari khilafah ketika khilafah masih berdiri. Penerimaan menjadi bagian dari khilafah itu seiring dengan berubahnya Kerajaan Hindu-Budha menjadi berbagai Kesultanan Islam di Nusantara.
.
Pada Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-6, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuono X mengomfirmasi hubungan Kesultanan Yogyakarta dengan Khilafah Utsmani.
.
“Pada 1479, Sultan Turki mengukuhkan Raden Patah, Sultan Demak pertama, sebagai Khalifatullah ing Tanah Jawa, perwakilan Kekhalifahan Islam (Turki) untuk Tanah Jawa, dengan penyerahan bendera Laa ilaaha illa Allah berwarna ungu kehitaman terbuat dari kain Kiswah Ka'bah, dan bendera bertuliskan Muhammadurrasulullah berwarna hijau,’ ujarnya di hadapan sekitar 700 peserta kongres, Senin, 9 Februari 2015 di pelataran Kraton Kasultanan Yogya.
.
Menurut sejarawan Septian AW, para penguasa Muslim di Nusantara mendapatkan gelar sultan dari Syarif Mekkah, dalam bahasa sekarang Gubernur Mekkah. Syarif Mekkah mendapatkan mandat dari Khalifah yang berkedudukan di Istambul (Turki) untuk melakukan itu.
.
Catatan sejarah, seperti yang dikutip Azyumardi Azra, mengungkap Penguasa Banten Abdul Qadir (berkuasa 1625-1651), pada 1638 menerima anugerah gelar sultan dari Syarif Mekkah. Pangeran Rangsang, penguasa Mataram, pada 1641 juga mendapatkan gelar Sultan dari Syarif Mekkah selanjutnya lebih terkenal sebagai Sultan Agung. Begitu pula Kesultanan Aceh, lalu Kesultanan Palembang dan Makassar, yang juga menjalin hubungan khusus dengan penguasa Mekkah.
.
Itu semua menunjukkan bahwa benar Indonesia tempo doeloe memang bagian dari khilafah. Tetapi bila yang dimaksud dengan kalimat “NKRI pun bagian dari khilafah” dalam makna sistem pemerintahan republik/demokrasi, jelas bukan dong. Karena pada 1924, khilafah sudah tidak ada lagi. Sedangkan NKRI baru berdiri pada 1945.
.
Adapun pernyataan “ceramah yang disampaikan dai sifatnya harus mendukung NKRI.” Mendukung dalam hal apa nih? Kalau mendukung dalam hal menjaga kesatuan wilayah sehingga tidak boleh terpecah belah, memang wajib hukumnya, oleh karena itu tinggalkanlah demokrasi seraya menegakkan khilafah.
.
Karena demokrasi melalui instrumen yang disebut referendum membolehkan wilayah negeri Muslim terbesar sedunia ini dilepaskan, bila mayoritas penduduk setempat setuju lepas. Contoh: Timor Timur lepas lewat referendumnya demokrasi, bukan khilafah.
.
Sedangkan dalam khilafah, tidak ada referendum. Karena dalam sistem pemerintahan Islam tersebut, bughat (melepaskan diri dari khilafah atau kesatuan negeri kaum Muslimin) hukumnya haram. Maka, bila ada satu daerah ingin lepas, meskipun mayoritas penduduk daerah tersebut sepakat untuk lepas, tidak diizinkan lepas. Mereka diajak omong baik-baik agar tetap bergabung. Bagi yang mengangkat senjata untuk melepaskan diri maka akan diperangi sampai tidak bisa angkat senjata untuk melepaskan diri lagi. 
.
Adapun pernyataan “ceramah yang disampaikan dai sifatnya harus mendukung NKRI.” Mendukung dalam hal apa nih? Kalau mendukung dalam hal menjaga kekayaan alam yang berlimpah ini dari perampokan penjajah Amerika dll, memang wajib hukumnya. Oleh karena itu tinggalkanlah demokrasi seraya menegakkan khilafah.
.
Karena dalam demokrasi, melalui instrumen privatisasi, tambang yang hasilnya melimpah diserahkan kepada swasta bahkan asing. Contoh: Tambang emas di Papua diserahkan kepada Amerika.
.
Sedangkan dalam khilafah, tidak ada privatisasi. Karena dalam sistem pemerintahan Islam tersebut, privatisasi sumber daya alam yang melimpah tersebut hukumnya haram. Sumber daya alam yang hasilnya melimpah tersebut merupakan salah satu ciri dari milkiyah ammah (kepemilikan umum). Milkiyah ammah haram diserahkan/dikelola swasta apalagi asing, penjajah lagi kayak Amerika. Haram banget dah!
.
Khalifah wajib mengelolanya yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat salah satunya dalam bentuk kesehatan gratis dan pendidikan gratis.
.
Adapun pernyataan “ceramah yang disampaikan dai sifatnya harus mendukung NKRI.” Mendukung dalam hal apa nih? Mendukung republik/demokrasi? Serius kita akan tetap mendukung sistem pemerintahan jebakan penjajah untuk memecahbelah kita dan merampok sumber daya alam kita? Plis deeeh…
.
Jadi pernyataan “Tak ada lagi narasi lain seperti ide mendirikan negara khilafah” tentu menjadi tidak relevan bila kita menyadari bahwa menegakkan khilafah merupakan tajul furudh (mahkota kewajiban) dan republik/demokrasi merupakan sistem pemerintahan jebakan penjajah.
.
Dan kalau kaum Muslimin di Indonesia ini berjuang sungguh-sungguh menegakkan khilafah, insya Allah bukan hanya jadi bagian dari khilafah, tapi malah menjadi ibu kotanya khilafah. Wilayahnya bukan hanya dari Merauke sampai Sabang, tapi dari Merauke sampai Maroko. Karena satu khalifah, untuk seluruh kaum Muslimin sedunia.
.
Allahu Akbar!
.
Joko Prasetyo
@jokojurnalis
Jurnalis | Penulis | Editor

Friday, November 22, 2019

Sudah 2 orang yang mempertanyakan pancasila.?

Sudah 2 orang yang mempertanyakan pancasila.?

Eggy Sudjana
Dan
Sudjewo tedjo (pancasila gak ada yang ada cuma teks nya saja)

Sampai saat ini belum ada yang menjawab bahkan para begawan BPIP pun diam seribu bahasa

DASAR NEGARA INDONESIA BUKAN PANCASILA

Dimana tertulisnya didalam Undang Undangnya yang mengatakan Dasar Negara Indonesia adalah Pancasila..
Cari diseluruh kitab Undang Undang Negara, kalo ada kalimat yang menyebutkan Dasar Negara Indonesia adalah Pancasila. Tidak ada.

Ini Jawaban mengejutkan dari Dr. Eggy Sudjana, SH, M.Si

Banyak Yang Tak Tahu, Ternyata Dasar Negara Indonesia Bukan Pancasila Tapi Allah SWT

Sejarah

Banyak Yang Tak Tahu, Ternyata Dasar Negara Indonesia Bukan Pancasila Tapi Allah. Apa yang disampaikan oleh Dr Eggi Sudjana SH MSi dalam talkshow di TV swasta malam itu sangat mengejutkan banyak pihak. Beliau menyebutkan bahwa jika dicermati, ternyata justru negara Indonesia ini secara hukum bukanlah berdasarkan Pancasila. Sebaliknya, di dalam UUD 45 malah ditegaskan bahwa dasar negara kita adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dan sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, Tuhan yang dimaksud tidak lain adalah Allah subhanahu wata'ala. Sehingga secara hukum jelas sekali bahwa dasar negara kita ini sebenarnya adalah Islam.

Pernyataan itu muncul saat berdebat dengan Abdul Muqsith yang mewakili kalangan AKK-BB. Saat itu Abdul Muqsith menyatakan bahwa Indonesia bukan negara Islam, bukan berdasarkan Al Qura'n dan Al Hadits, namun berdasarkan Pancasila dan UUD 45.

Mungkin Abdul Muqsith ingin menegaskan bahwa Ahmadiyah boleh saja melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ajaran Islam, toh negara kita kan bukan negara Islam, bukan berdasarkan Quran dan Hadits.

Tetapi tiba-tiba Mas Eggi balik bertanya tentang siapa yang bilang bahwa dasar negara kita ini Pancasila? Mana dasar hukumnya kita mengatakan itu?

Abdul Muqsith cukup bingung diserang dengan pertanyaan seperti itu. Rupanya dia tidak siap ketika diminta untuk menyebutkan dasar ungkapan bahwa negara kita ini berdasarkan Pancasila dan UUD 45.

Ketika itulah mas Eggi langsung menyebutkan bahwa yang adalah UUD 45 menyebutkan tentang dasar negara kita adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan Pancasila. Sebagaimana yang disebutkan dalam UUD 45 pasal 29 ayat 1.

Jika dipikir-pikir, ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh Eggi Sujana itu. Mana teks resmi yang menyebutkan bahwa dasar negara kita ini Pancasila. Kita yang awam ini agak kaget juga mendengar jawaban Eggi.

Entahlah apa ada ahli hukum lain yang bisa menjawabnya. Yang jelas si Abdul Muasith itu hanya bisa diam saja, tanpa bisa menjawab apa yang ditegaskan oleh Eggi Sujana.

Dan rasanya kita memang tidak atau belum menemukan teks resmi yang menyebutkan bahwa dasar negara kita ini Pancasila.

Diskusi itu menjadi menarik, lantaran _kita baru saja tersadar bahwa dasar negara kita menurut UUD 45 ternyata bukan Pancasila sebagaimana yang sering kita hafal selama ini sejak SD._ Pasal 29 UUD 45 ayat 1 memang menyebutkan begini:

1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa

Lalu siapakah Tuhan yang dimaksud dalam pasal tersebut, jawabannya menurut Eggi adalah Allah SWT. Karena di pembukaan UUD 45 memang telah disebutkan secara tegas tentang kemerdekaan Indonesia yang merupakan berkat rahmat Allah SWT.

Dalam argumentasi mas Eggi, yang namanya batang tubuh dengan pembukaan tidak boleh terpisah-pisah atau berlawanan. Jika dalam batang tubuh yaitu pasal 29 ayat 1 disebutkan bahwa negara Indonesia berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, maka Tuhan itu bukan sekedar Maha Esa, juga bukan berarti tuhannya semua agama. Namun tuhannnya umat Islam, yaitu Allah SWT.

Hal itu lantaran secara tegas Pembukaan UUD 45 menyebutkan lafadz Allah SWT. Dan hal itu tidak boleh ditafsirkan menjadi segala macam Tuhan, bukan asal Tuhan dan bukan tuhan-tuhan buat agama lain. Tuhan Yang Maha Esa di pasal 29 ayat 1 itu harus dipahami oleh rakyat Indonesia sebagai Allah SWT, bukan Yesus, bukan Bunda Maria, bukan Sidharta Gautama, bukan dewa atau pun tuhan-tuhan dalam nama yang lain.

Terlepas apakah nanti ada ahli hukum tata negara yang bisa membantah pemikiran Eggi Sujana itu, yang pasti Abdul Muqsith tidak bisa menjawabnya. Dan pandangan bahwa negara kita ini bukan negara Islam serta tidak berdasarkan Quran dan Sunah, secara jujur harus kita akui harus dikoreksi kembali.

Sebab jika kita lihat latar belakang semangat dan juga sejarah terbentuknya UUD 45 oleh para pendiri negeri ini, nuansa Islam sangat kental. Bahkan ada opsi yang cukup lama untuk menjadikan negara Indonesia ini sebagai negara Islam yang formal.
Bahkan awalnya, sila pertama dari Pancasila itu masih ada tambahan 7 kata, yaitu: dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya.

Namun lewat tipu muslihat dan kebohongan para penguasa, dan tentunya melewati perdebatan yang sangat panjang, 7 kata itu harus dihapuskan. Sekedar memperhatikan kepentingan kalangan Kristen yang merasa keberatan dan main ancam mau memisahkan diri dari NKRI.

Padahal 7 kata itu sama sekali tidak mengusik kepentingan agama dan ibadah mereka. Toh Indonesia ini memang mayoritas muslim, namun betapa lucunya tingkah mereka, tatkala pihak mayoritas mau menetapkan hukum di dalam lingkungan mereka sendiri lewat Pancasila, kok bisa-bisanya orang-orang di luar agama Islam pakai acara protes segala. Padahal apa urusannya mereka dengan 7 kata itu.

Jika dipikir lebih mendalam, betapa tidak etisnya kalangan Kristen saat awal kita mendirikan negara, di mana mereka sudah ikut campur urusan agama lain, yang mayoritas pula. Sampai mereka berani nekat mau memisahkan diri sambil berdusta bahwa Indonesia bagian timur akan segera memisahkan diri kalau 7 kata itu tidak dihapus.

Akhirnya dengan legowo para ulama dan pendiri negara ini menghapus 7 kata itu, demi persatuan dan kesatuan. Tapi apa lacur, air susu dibalas air tuba. Alih-alih bisa duduk rukun dan akur, kalangan Ekstrem Kristen yang didukung kalangan sekuler itu tidak pernah berhenti ingin menyingkirkan Islam dari negara ini.

Dan semangat penyingkiran Islam dari negara semakin menjadi-jadi dengan adanya penekanan asas tunggal di zaman Soeharto. Semua ormas apalagi orsospol wajib berasas Pancasila.

Sesuatu yang di dalam UUD 45 tidak pernah disebut-sebut. Malah yang disebut justru negara ini berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan Tuhan yang dimaksud itu adalah Allah SWT sesuai dengan yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 45.

Jadi sangat tepat jika kalangan sekuler harus sibuk membuka-buka kembali literatur untuk cari-cari argumen yang sekiranya bisa membuat Islam jauh dari negara ini.

Namanya perjuangan, pasti mereka akan terus mencari dan mencari argumen-argumen yang sekiranya bisa dijadikan bahan untuk dijadikan alibi untuk menjauhkan Islam dari negara. Sebab mereka memang sangat alergi dengan Islam. Seolah-olah ajaran Islam itu harus diberantas, atau merupakan bahaya laten yang harus diwaspadai.

Kita harus mengakui bahwa kalangan sekuler anti Islam itu di negeri ini sangat banyak. Dalam kepala mereka, mungkin lebih baik negara ini menjadi komunis dari pada jadi negara Islam.

Wallahu A'lam. (Ahmad Sarwat, Lc).

Saturday, November 16, 2019

KISAH SEORANG BUZZER KEKUASAAN DAN AIBNYA YANG TERBONGKAR

Oleh: Ustadz Yuana Ryan Tresna

Secara etimologi, buzzer adalah lonceng, bel, atau alarm yang digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan banyak orang di suatu tempat dengan tujuan untuk menyampaikan suatu pengumuman. Saat ini, penggunaan istilah “buzzer” sering dipakai dalam aktivitas media sosial. Dalam konteks media sosial, arti buzzer adalah orang yang mempromosikan, mengkampanyekan, atau mendengungkan sesuatu, baik itu produk atau isu tertentu melalui postingan di akun media sosialnya. (Lihat www[dot]maxmanroe[dot]com)

Pada zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, media penyampaian informasi, penggiringan opini (framing) bahkan penyebaran berita bohong (hoax) adalah melalui syair. Para penyair handal dan terkenal adalah yang bisa mengendalikan opini. Kala itu, belum zamannya media sosial, dimana para pendengung adalah mereka yang followernya banyak. Diantara tujuan penyampaian opini adalah meyakinkan publik terhadap topik, produk dan tokoh yang dikampanyekan.

Penyair besar dan handal yang dimiliki orang Quraisy adalah al-Walid al-Mughirah. Ia adalah buzzer kekuasaan yang “bekerja” untuk menyenangkan kaumnya. Ia buzzer istana yang sangat mahir dalam kendalikan opini publik. Pada akhirnya ia mati, sementara kebencian sudah teramat dalam merasuk dalam jiwanya. Al-Walid dipilih karena kedudukan dan kecerdasannya. Sebagai tokoh, ia turun langsung. Bukan dengan  menyewa para buzzer kelas teri yang baru belajar sastra. Tugas kaumnya adalah menga-amplifier opini yang dibangun.

Hari ini, banyaknya informasi bohong atau hoax, salah satunya adalah akibat ulah para buzzer. Mereka membuat dan atau menyebarkan informasi bohong. Informasi bohong itu juga direproduksi sedemikian rupa.

Pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pendengung yang tampil bukan hanya yang memiliki pengaruh semisal pengaruh di media sosial seperti sekarang ini. Tetapi benar-benar yang memiliki kualitas dalam karya sastra (penyair kawakan), kedudukan yang tinggi di kaumnya dan memiliki kecerdasan yang melebihi orang kebanyakan. Ia bukan pencari nasi bungkus atau sebagai buzzer bayaran, karena ia memiliki kekayaan yang berlimpah. Salah satunya adalah al-Walid bin al-Mughirah.

Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan terkait al-Walid dalam QS. al-Mudatsir: 11-16,

“Biarkanlah Aku (yang bertindak) terhadap orang-orang yang Aku sendiri telah menciptakannya. Dan Aku berikan baginya kekayaan yang melimpah. Dan anak-anak yang selalu bersamanya. Dan Aku berikan kepadanya kelapangan (hidup) yang seluas-luasnya. Kemudian dia ingin sekali agar Aku menambahnya. Tidak bisa. Sesungguhnya dia telah menentang ayat-ayat Kami (Al Quran). Aku akan membebaninya dengan pendakian yang memayahkan. Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan. Maka celakalah dia bagaimana dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan. Lalu berwajah masam dan cemberut. Kemudian berpaling dan menyombongkan diri. Lalu dia berkata: “(Al Quran) ini hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Inilah hanyalah perkataan manusia. ”Kelak Aku akan memasukkanya ke dalam (neraka) Saqar.”  (QS. Al-Mudatsir: 11-26).

Imam al-Suyuthi, al-Qurthubi, al-Thabari, Ibnu Katsir dan lain-lain sepakat bahwa yang dimaksud surat al Mudatsir 11-26 adalah al-Walid bin al-Mughirah. Al-Walid mendapatkan limpahan kebaikan, namun ia menentang al-Quran. Bukan hanya itu, ia membuat narasi bohong (hoax) bahwa al-Quran adalah sihir yang dipelajari. Berarti Muhammad bin Abdullah juga adalah tukang sihir. Narasi itu diopinikan kepada kaumnya, dengan tujuan untuk meyakinkan dan menyenangkan kaumnya.

Untuk mengetahui cara kerja al-Walid dalam menggiring opini, mari kita simak riwayat dalam al-Mustadrak al-Hakim dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu (dimana Imam al-Hakim menilai riwayat ini shahih sesuai dengan syarat Imam al-Bukhari) sebagai berikut:

Dari Ibnu Abbas bahwa al-Walid bin al-Mughirah menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah membacakan al-Quran kepadanya. Sepertinya al-Quran itu melembutkan kekufuran al-Walid. Kabar ini sampai ke telinga Abu Jahal. Ia pun datang menemui al-Walid.

Abu Jahal mengatakan, “Wahai paman, sesungguhnya kaummu ingin mengumpulkan harta untukmu.” “Untuk apa?” tanya al-Walid. “Untukmu. Karena engkau datang menemui Muhammad untuk menentang ajaran sebelumnya (ajaran nenek moyang).”

Al-Walid bin al-Mughirah menanggapi, “Orang-orang Quraisy tahu, kalau aku termasuk yang paling kaya di antara mereka.”

“Ucapkanlah suatu perkataan yang menunjukkan kalau engkau mengingkari al-Quran atau engkau membencinya.”, kata Abu Jahal. Al-Walid mengatakan,

وماذا أقول؟ فوالله! ما فيكم رجل أعلم بالأشعار مني، ولا أعلم برجز ولا بقصيدة مني، ولا بأشعار الجن، والله! ما يشبه الذي يقول شيئا من هذا، ووالله! إن لقوله الذي يقول حلاوة، وإن عليه لطلاوة، وإنه لمثمر أعلاه مغدق أسفله، وإنه ليعلو وما يعلى، وإنه ليحطم ما تحته

“Apa menurutmu yang harus kukatakan pada mereka? Demi Allah! Tidak ada di tengah-tengah kalian orang yang lebih memahami syair Arab daripada aku. Tidak juga pengetahuan tentang rajaz dan qashidahnya yang mengungguli diriku. Tapi apa yang diucapkan Muhammad itu tidak serupa dengan ini semua. Juga bukan sihir jin. Demi Allah! Apa yang ia ucapkan (al-Quran) itu manis. Memiliki thalawatan (kenikmatan, baik, dan ucapan yang diterima jiwa). Bagian atasnya berbuah, sedang bagian bawahnya begitu subur. Perkataannya begitu tinggi dan tidak ada yang mengunggulinya, serta menghantam apa yang ada dibawahnya.”

Luar biasa, seseorang yang keras hatinya dan penuh kebencian terhadap Islam dan apa yang Allah turunkan memiliki kesan yang luar biasa terhadap al-Quran.

Abu Jahal bersikukuh agar al-Walid mengatakan sesuatu yang bisa membuat orang-orang Quraisy ridha. Ia berkata, “Kaummu tidak akan ridha kepadamu sampai engkau mengatakan sesuatu yang buruk tentang al-Quran itu.”

“Jika demikian, tinggalkanlah aku biar aku berpikir dulu,” kata al-Walid.
Setelah berpikir, al-Walid mengatakan, “al-Quran ini adalah sihir yang dipelajari. Muhammad mempelajarinya dari orang lain.”

Kemudian Allah menurunkan firman-Nya surat al-Mudatstsir ayat 11. Dari ayat 11 dan beberapa ayat seterusnya bercerita tentang al-Walid bin al-Mughirah yang divonis akan mendapatkan adzab yang pedih di neraka.

Kisah tersebut, selain dalam al-Mustadrak, juga bisa dijumpai dalam Sunan Kubra Imam al-Baihaqi dan al-Bidayah wa al-Nihayah Imam Ibnu Katsir.

Sebelumnya, al-Walid berdialog dengan kaumnya tentang apa yang pas untuk julukan kepada Nabi Muhammad. Koleganya menjuluki Muhammad sebagai penyair, tukang sihir, dukun dan ada yang menjulukinya dengan orang gila. Namun akhirnya opini yang digunakan adalah tukang sihir. Itulah al-Walid, berusaha keras, berpikir, dan merenung menyiapkan narasi yang bisa memuaskan kaumnya dan menyenangkan tirani kekuasaan kala itu. Setelah itu ia sampaikan kepada kaumnya sebagai bentuk penggiringan opini.

Orang-orang Quraisy itu kebingungan dengan narasi yang dibuatnya sendiri. Karena mereka harus membangun kebohongan lanjutan di atas kebohongan sebelumnya. Mereka tidak mengetahui apa yang seharusnya mereka katakan tentangnya. Semua perkataan mereka bathil. Allah Azza wa Jalla berfirman:

انْظُرْ كَيْفَ ضَرَبُوا لَكَ الْأَمْثَالَ فَضَلُّوا فَلَا يَسْتَطِيعُونَ سَبِيلًا

“Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadapmu; karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar).” (QS. Al-Isra`: 17:48).

Sebenarnya al-Walid ini orang cerdas. Berbeda dengan buzzer kekuasaan hari ini, tidak sedikit dari mereka yang bodoh bahkan dungu, sehingga narasinya acap kali menelanjangi kebodohannya dan menimbulkan masalah baru.

Akhirnya, aib al-Mughirah dibongkar. Ibn Abbas berkata, “tidak ada yang disifati dengan aib-aib seperti ini kecuali al-Walid bin al-Mugirah. Aib yang menjangkitinya sepanjang hayat.” (Tafsir al-Jalalain, vol. 1, hlm. 758). Semua sifat buruk al-Walid diabadikan dalam ayat berikut ini,  QS. al-Qalam: 10-15:

وَلا تُطِعْ كُلَّ حَلافٍ مَهِينٍ (١٠) هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ (١١) مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ (١٢) عُتُلٍّ بَعْدَ ذَلِكَ زَنِيمٍ (١٣) أَنْ كَانَ ذَا مَالٍ وَبَنِينَ (١٤)إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ (١٥)

“Dan janganlah kamu ikuti orang-orang yang banyak bersumpah lagi hina. Yang banyak mencela yang kian kemari menyebar fitnah. Yang sangat mencegah dari berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa yang kaku lagi kasar. Selain dari itu, yang terkenal kejahatannya (nasabnya tidak jelas), karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak. Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata,”(Ini adalah) dongengan orang-orang dahulu kala.” (QS. Al-Qalam: 10-15).

Mendengar ayat ini, al-Walid naik pitam. Dengan menghunus pedangnya, dia mendatangi ibunya, “Muhammad menyifatiku dengan sepuluh sifat. Hanya sembilan sifat yang saya temukan dalam diriku. Adapun yang satunya “zanim, زَنِيمٍ”, tidak aku ketahui artinya. Mohon jelaskan maknanya, atau pedang ini terpaksa menebas lehermu.” Ancamnya ingin tahu. “Bapakmu kaya raya, namun lemah syahwat (impoten). Takut hartanya tidak ada yang warisi, saya pun terpaksa minta digauli oleh seorang pengembala. Engkau anak si pengembala itu.” Jelasnya dengan jujur.

Dengan menelaah QS. Al-Qalam ayat 10-15 di atas, ada kesamaan model para buzzer durjana yang mengabdi kepada kekuasaan dari masa ke masa, yaitu 10 sifat sebagai berikut:
1. Suka bersumpah demi menutupi kebenaran.
2. Hina, karena tidak ada orang yang seperti itu kecuali ia sebagai pendusta, dan tidak ada yang seperti itu kecuali orang yang keadaannya hina.
3. Suka mencela, yakni banyak mencela manusia baik dengan menggunjing, menghina maupun dengan lainnya.
4. Penyulut fitnah, yakni mengadu domba.
5. Pencegah kebaikan.
6. Penganiaya yang melampaui batas, yakni terhadap manusia dengan menzhalimi harta, darah dan kehormatan mereka
7. Banyak dosa.
8. Berperilaku kasar, yakni kasar (caci maki), keras, berakhlak buruk dan tidak mau tunduk kepada kebenaran.
9. Nasabnya tidak jelas, yakni diragukan keturunannya, tidak ada asalnya yang menghasilkan kebaikan, bahkan akhlaknya adalah seburuk-buruk akhlak, tidak diharapkan kebaikannya, bahkan terkenal kejahatannya
10. Memiliki daya dukung finansial yang melimpah, baik karena kekayaannya maupun karena dibackup kekuasaan. Orang yang mempunyai banyak harta lebih mudah mendapat pengikut.

Semoga Allah menenggelamkan para buzzer kekuasaan yang menyesatkan kebenaran informasi dan memeca-belah persatuan dan kesatuan umat.

Hadanallahu wa iyyakum.

Bandung, 11 Oktober 2019

DIMANAKAH POSISI PANCASILA DIANTARA 3 IDEOLOGI DUNIA ?

DIMANAKAH POSISI PANCASILA DIANTARA 3 IDEOLOGI DUNIA ?
(Islam, Kapitalisme, Sosialis-Komunis)

Oleh : Nazril Firaz Al-Farizi

Saat ini masih banyak yang begitu mudahnya menyematkan kata "ideologi" kepada berbagai ide yang dianggap kontroversial, dianggap berbahaya, dianggap baru, dianggap beda, dianggap sakral, dsbnya. Padahal tidaklah semudah itu menyebutkan sesuatu itu dikatakan ideologi. Belum lagi mungkin masih bingung membedakan mana ide dasar, mana ide turunan yang terpancar dari ide dasar tersebut.

Penyematan kata ideologi terhadap berbagai ide menggambarkan pihak yang melakukan penyematan itu sendiri belum mengetahui apa itu definisi dari ideologi itu sendiri, sehingga jika ada sesuatu yang dianggap sakral, berbahaya, kontroversial, berbeda, langsung disebut ideologi anu, ideologi anu, dsbnya.

Sebuah definisi itu menggambarkan keadaan/realitas yang haruslah bersifat Jami' (komprehensif) dan Mani' (protektif), dimana sebuah definisi itu haruslah menyeluruh menyangkut seluruh aspek yang dideskripsikan serta memproteksi/membatasi sifat-sifat di luar substansi yang dideskripsikan.

Mari kita lihat definisi ideologi yang benar itu seperti apa :

"Mabda (ideologi) adalah aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud akidah adalah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup; serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan sebelum dan sesudah alam kehidupan. Sedangkan peraturan yang lahir dari akidah tidak lain berfungsi untuk memecahkan dan mengatasi berbagai problematika hidup manusia, menjelaskan bagaimana cara pelaksanaan pemecahannya, memelihara akidah serta untuk mengemban mabda. Penjelasan tentang cara pelaksanaan, pemeliharaan akidah, dan penyebaran risalah dakwah inilah yang dinamakan thariqah. Sedangkan yang selian itu, yaitu akidah dan berbagai pemecahan masalah hidup tercakup dalam fikrah. Jadi mabda mencakup dua bagian, yaitu fikrah dan thariqah." [Taqiyuddin An-Nabhani, Nidzamul Islam, Arab hal. 24 / terjemah hal. 47]

Definisi mabda diatas itu adalah definisi umum yang berlaku untuk 3 ideologi dunia, baik definisi untuk ideologi Islam, ideologi Kapitalisme dan ideologi Sosialisme-Komunisme. Syaikh Taqiyuddin begitu singkat mendefinisikan mabda (ideologi) adalah Aqidah Aqliyah yang melahirkan (memancarkan) peraturan. Hanya itu saja.

Mungkin bagi kebanyakan hanya menyangka definisi mabda tadi hanya sekedar itu saja, padahal ada penjelasan mendetail dari segelintir kata tersebut.

Mari kita petakan soal definisi mabda tadi agar bisa lebih mudah dipahami.

Mabda = Aqidah Aqliyah + Aturan (Nidzam)

Itu syarat sebuah mabda, yaitu dia haruslah berupa Aqidah Aqliyah yang memancarkan aturan (Nidzam). Jika tidak memenuhi syarat itu, maka sudah jelas dia bukan sebuah ideologi.

Lalu mari kita uraikan apa yang dimaksud dengan Aqidah Aqliyah dan Aturan (Nidzam).

Pertama :

Aqidah Aqliyah atau yang disebut sebagai aqidah yang rasional merupakan pembahasan yang menyangkut dengan Uqdatul Qubra (simpul besar), dimana Uqdatul Qubra ini meliputi 3 pertanyaan yang paling dasar yang kemudian jika 3 pertanyaan itu sudah terjawab dengan 3 jawaban, maka akan menjadi sebuah Qaidah Fikriyah (landasan berpikir).

Lalu apa saja 3 pertanyaan mendasar itu?
- Darimana kita berasal ?
- Untuk apa kita hidup ?
- Akan kemana kita setelah kehidupan dunia ?

Bagi ideologi Sosialis-Komunis menjawab :
a) Manusia, alam semesta dan kehidupan berasal dari materi (dialektika materialisme), mungkin bahasa mudahnya kita berasal dari zat-zat kimia yang merupakan benda mati yang kemudian berevolusi.
b) Ketika hidup pun tidak mengakui adanya pencipta, karena pada jawaban pertama pun sudah tertolak keberadaan pencipta (Atheisme), maka hidup pun bebas ditentukan berdasarkan aturan yang dibuat asumsi akal dan manusia dianggap sama seperti alam, yaitu sama-sama materi yang saling berinteraksi sehingga munculah perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan yang diatur oleh negara agar sama rata sama rasa (sistem terpusat).
c) Setelah kehidupan pun ideologi ini menyatakan semua akan kembali kepada materi lagi, akan menjadi zat-zat kimia kembali setelah terjadi proses penguraian oleh bakteri-bakteri tertentu.

Bagi ideologi Kapitalisme menjawab :

a) Kita berasal dari pencipta yang menciptakan alam semesta, manusia dan kehidupan. Pencipta bersifat azali (tak berawal dan tak berakhir) serta wajibul wujud (wajib adanya).

b) Ketika hidup, pencipta hanya dijadikan sebagai formalitas saja dianggap ada eksistensinya, tetapi tidak mengatur kehidupan manusia, maka aturan kehidupan pun bebas dibuat oleh asumsi akal, sehingga munculah kebebasan-kebebasan dalam berprilaku yang dianggap rasional oleh akal dan harus dilindungi.

c) Setelah kehidupan pun ideologi ini mengakui adanya hari kebangkitan, mengakui kembali eksistensi pencipta yang akan memasukan mereka antara ke neraka atau surga, tetapi tanpa ada hisab.

Bagi ideologi Islam menjawab :

a) Manusia, alam semesta dan kehidupan berasal dari Allah sebagai Al-Khaliq (pencipta) yang bersifat azali (tak berawal dan tak berakhir) serta wajibul wujud (wajib adanya).

b) Ketika hidup, seluruh aturan Allah pun mengatur segala aspek kehidupan dan manusia senantiasa terikat dengan hukum syara, selalu menyadari akan hubungannya dengan Allah (idrak silatu billah) mulai dari yang terkecil hingga hal besar. Tidak ada satu hal perbuatan dan benda pun yang luput dari hukum Allah yang menetapkan status hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram atas perbuatan dan halal-haram atas benda.

c) Setelah kehidupan manusia akan dibangkitkan kembali dan akan dihisab amalannya (pahala dan dosa) yang akan berakhir antara ke surga atau neraka.

Itulah 3 jawaban dari 3 ideologi atas 3 pertanyaan mendasar (Uqdatul Qubra), sehingga jawaban masing-masing dari 3 ideologi itu menjadi Qaidah Fikriyah (landasan/asas berpikir).

Kedua :

Aturan (Nidzam) adalah Fikrah (ide) dan Thariqah (metode) yang terpancar dari Aqidah Aqliyah yang sudah dijelaskan pada poin pertama tadi.

Fikrah sendiri adalah aqidah dan konsep pemecahan masalah hidup (Mu'alajah/problem solving).
Itu adalah syarat dari sebuah Fikrah, jika tidak ada aqidah atau konsep pemecahan masalah hidup, maka bukan sebagai Fikrah.

Lalu maksud aqidah pada fikrah ini apa? Bukannya tadi di atas sudah dibahas?

Maksud aqidah yang tercakup pada fikrah ini adalah Aqidah ar-Ruhiyyah yang membahas tentang rukun iman yang 6 sebagai keyakinan termasuk mengatur tentang keakhiratan seperti surga, neraka, pahala, dosa, juga seperti shalat, zakat, haji, puasa, jihad dan ibadah mahdah lainnya. Hal ini masuk dalam dimensi hubungan manusia dengan Allah ('alaqatil insani bi khaliqihi) dan hubungan manusia dengan dirinya ('alaqatil insani bi nafsihi).

Dan sebagai Aqidah as-Siyasiyyah juga atau bisa disebut Syariah, yang membahas tentang tentang pengaturan politik, ekonomi, sosial, pemerintahan, pendidikan, sanksi hukum, dsbnya atas pemecahan masalah manusia. Hal ini masuk dalam dimensi hubungan manusia dengan sesamanya ('alaqatil insani bi ghairihi).

Aqidah ar-Ruhiyyah dan Aqidah as-Siyasiyyah diatas sekaligus sebagai konsep pemecahan malasah hidup manusia.

Thariqah sendiri adalah metode penerapan, mempertahankan/penjagaan dan penyebaran atas Fikrah atau dengan kata lain Thariqah ini adalah Negara, karena hanya dalam level negara seluruh fikrah akan diterapkan, dipertahankan/dijaga dan disebarkan secara sempurna dan menyeluruh.

Maka gabungan dari poin Pertama dan poin Kedua itu adalah Ideologi (Mabda) yang menjadi Qiyadah Fikriyah (kepemimpinan berpikir).

Dimana Posisi Pancasila?

Sekarang waktunya kami bertanya, dimanakah posisi Pancasila?
Coba kita lihat lagi pada rumus ini :

Mabda = Aqidah Aqliyah + Aturan (Nidzam)

Pada rumus itu, dimana posisi Pancasila?

Banyak yang berkata Pancasila itu adalah ideologi. Jika Pancasila adalah ideologi, coba terangkan bagaimana Aqidah Aqliyahnya Pancasila?
Bagaimana jawaban Pancasila atas Uqdatul Qubra?

Kemudian pada Aturan (Nidzam), bagaimana Fikrah dan Thariqah Pancasila?
Pada Fikrah, bagaimana konsep Aqidah ar-Ruhiyyah dan Aqidah as-Siyasiyyah Pancasila?
Lalu pada Thariqah, bagaimana menerapkan, mempertahankan/menjaga dan menyebarkan Pancasila baik dalam negeri maupun ke luar negeri?

Kami tantang untuk bisa menjawab itu jika Pancasila tetap disebut sebagai ideologi, karena syarat sebuah ideologi itu haruslah mempunyai Aqidah Aqliyah dan Aturan (Nidzam) dan tentunya harus berbeda satu sama lainnya dengan ideologi lain, harus mempunyai ciri khas tersendiri, tetapi jika tidak punya maka sudah jelas bukanlah ideologi.

Kembali lagi kami bertanya, dimanakah pada rumus itu, posisi Pancasila?

Ternyata Pancasila hanya ada pada posisi Fikrah. Fikrah dari ideologi apa? Ideologi Kapitalisme karena hanya mencantumkan sila ke-1 "ketuhanan yang maha esa" sebagai formalitas untuk sekedar mengakui eksistensi pencipta saja, tetapi bukan sebagai pengatur kehidupan termasuk dalam bernegara.

Bahkan lebih parah lagi, Pancasila tidak sampai kepada derajat/level Fikrah. Kenapa? Karena syarat Fikrah itu haruslah ada aqidah dan konsep pemecahan masalah hidup (Mu'alajah/problem solving), sementara Pancasila sendiri bukanlah aqidah dan tidak mempunyai konsep pemecahan masalah hidup.

Jadi posisi Pancasila ada di dalam gerbong ideologi Kapitalisme dan posisinya lebih rendah dari Fikrah.

Meski Pancasila ini salah satunya diinspirasi oleh hasil perenungan Soekarno, bahkan sempat muncul nama atas ide yang keluar dari Soekarno ini adalah Marhaenisme. Padahal Soekarno sendiri pun pernah condong terhadap ideologi Sosialis Komunis dengan membentuk paham Marhaenisme yang padahal itu bukan asli produk pemikirannya, tetapi merupakan gabungan nama dari 3 tokoh Komunis yaitu Karl Heinrich Marx (1818-1883), George Wilhelm Friedrich Hagel (1770-1831), dan Friedrich Engels (1820-1895) menjadi MarHaEn yang menginspirasi Soekarno.

Jadi sekarang kami bertanya, masih sudikah berkata bahwa mengamalkan Islam sama dengan mengamalkan Pancasila atau sebaliknya? Dan sama-sama mendapat pahala begitu kah? Sama-sama menjadi amal sholeh begitu kah?

Masih pantaskah berkata bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan Islam atau sebaliknya? Masih terus menyelaraskan antara kedua hal itu? Masih terus mencari pembenaran? Masih terus bersikap defensif apologetik?

Pantaskah Islam sebagai Ideologi (Mabda) disamakan posisinya dengan Pancasila yang bahkan lebih rendah tidak mencapai derajat/level Fikrah?

Lihatlah keteguhan para Ulama masa 1945 dan para ulama masa Konstituante 1956-1959 dimana para Ulama saat itu dengan lantang menyebutkan bahwa Pancasila tidak sama dengan Islam dan memang bertentangan. Ulama seperti itu masih bisa kita lihat sekarang, salah satunya KH.Abu Bakar Ba'asyir yang patut menjadi teladan atas kita bahwa beliau tetap menempatkan yang Haq pada Haq dan yang Bathil tetap pada Bathil. Tidak ada sikap Defensif Apologetik sama sekali.

Ingatlah dengan ayat ini, dimana Allah pun tidak akan menerima atas orang yang selalu melakukan pencarian pembenaran atas perbuatannya yang dianggap benar, padahal itu salah.

"Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: "Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya". Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji". Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?" [QS. Al-A'raf : 28]

Semoga bisa dijadikan renungan bersama agar kita benar-benar teguh dalam menyampaikan kebenaran.

Wallahu alam bishowab.
Nazril Firaz Al-Farizi

Thursday, November 14, 2019

Bukti islam itu benar... bukti Al Qur'an itu benar

Copas tulisan inspiratif
Eka Pratama Alumni Mesin ITB 2002..

PERJALANAN MENCARI KEBENARAN

Bismillaahirrahmaanirrahiim…
Saya bukan ustadz. Saya hanya seorang "truth seeker" yang suka menulis. Semoga Allah meluruskan niat saya menulis hanya karena Allah, dan bukan karena yang lain. Tulisan ini pun request dari seseorang (yang dekat) yang bertanya pada saya mengenai temannya, yang memiliki pertanyaan unik mengenai Al-Qur'an. Tentang mengapa ayat Al-Qur'an sering kali sulit dimengerti?

Mengapa ayat-ayat nya seperti meloncat-loncat dan tidak tersusun secara sistematis?
Bagaimana cara meraih maknanya dengan baik sehingga bisa diamalkan dalam kehidupan kita?
Apakah ada pengaruhnya jika kita bisa berbahasa arab dalam mempelajari Al -Quran?
Bukankah mampu berbahasa Arab pun belum menjamin seseorang bisa menjangkau makna Qur’an?

Mendengar pertanyan-pertanyaan ini seperti dejavu. Teringat pertanyaan-pertanyaan saya sendiri beberapa tahun yang lalu, yang bahkan lebih liar dari ini. Tapi Alhamdulillah... Justru pertanyaan-pertanyaan seperti itulah, yang jika kita mencari jawabannya dengan tulus dan murni untuk mencari kebenaran (bukan kesombongan), kemudian kita menemukan jawabannya, akan membuat iman kita kokoh dan tak tergoyahkan.

Tulisan ini mungkin tidak bisa menjawab semua pertanyaan di atas. Saya hanya sharing pengalaman saya sendiri, yang mungkin bisa diambil manfaatnya dan dipakai untuk memotivasi.  Motivasi untuk terus mencari jawaban, menggunakan segala potensi yang kita miliki, termasuk akal. Dan akal bukanlah logika tanpa batas. Akal adalah logika yang tunduk dan rendah hati.

Motivasi bagi siapapun yang memiliki pertanyaan yang sama, atau bahkan yang sedang mengalami krisis keimanan, atau untuk siapapun yang pada titik tertentu dalam hidupnya mulai bertanya: Mengapa saya ada di sini? Untuk apa sih tujuan hidup ini? Apa yang terjadi setelah saya mati? Dari mana saya tahu saya memiliki keyakinan yang benar?

Well, mari kita mulai.
Alhamdulillah...I was born as a muslim. Yup, orang tua dan keluarga saya juga muslim. (Saya tidak sedang mengomentari istilah agama warisan yang ditulis seorang remaja baru-baru ini, hehe.)

Saya hanya mau menceritakan bahwa saya sangat menyesal karena sangat terlambat menyadari anugrah Allah yang telah menakdirkan saya terlahir di keluarga muslim. Penyesalan yang baru terjadi beberapa tahun ke belakang, mungkin sekitar tahun 2014. Sebelum itu, interest saya terhadap ilmu agama sangat minim, sangat jarang ikut kajian, apalagi baca buku agama. Ibadah pun pas-pasan, shalat subuh sering kesiangan, baca Qur'an jarang-jarang, zakat kadang-kadang, pas ada yang minta bantuan paling enggan, puasa bulan Ramadhan juga datar-datar aja dan lewat begitu aja tanpa ada perubahan. Fokus saya saat itu adalah: uang, bayar utang, menafkahi istri dan anak, membangun rumah tangga, rumah, mobil, pendidikan anak dan sejenisnya. Karena menurut saya pada saat itu, itulah yang bisa mendatangkan kebahagiaan dalam hidup.

Hingga suatu saat ketika utang semakin sedikit, penghasilan makin naik, karir pekerjaan semakin baik (walaupun menuntut waktu lebih banyak dan tanggung jawabnya lebih besar), rumah sudah ada, mobil sudah ada, biaya kesehatan ditanggung, saya mulai suka bertanya sendiri: What's next? (Selanjutnya apa?).

OK, next-nya mungkin rumah yang lebih bagus, mobil yang lebih bagus, dan sejenisnya. Dan ketika semua itu tercapai, saya mulai ngerasa aneh. Kok kerasa hampa ya? Ngga sebahagia yang dibayangkan sebelumnya. Meanwhile, tanpa disadari tuntutan pekerjaan makin ganas, dan stress mulai melanda. Instead of baca Qur'an, musik-film-game lah yang jadi andelan. Stress memang hilang, tapi sesaat. Besoknya balik ke kantor stress lagi. Sampai akhirnya semua itu mulai berpengaruh ke kesehatan. Mulai sering sakit, daya tahan tubuh drop, sering kena maag, asam lambung, dll. Saya kadang menjadi sedikit delusional, sering membuat lagu sendiri, membuat puisi sendiri, kadang hanyut di alam khayalan dan angan-angan kosong. Rindu akan kedamaian, yang abstrak, yang entah bagaimana mencapainya.

Sampai suatu hari, saya jatuh kepeleset di stasiun dengan posisi jatuh terduduk. Ceritanya panjang sebenernya, singkat cerita saya jadi ngga bisa berdiri, ngga bisa duduk, apalagi jalan, karena setelah diperiksa dokter, ada urat yang kejepit di punggung/pinggang. Ada cairan lumbal disc yang pecah dan menjepit saraf. Saya harus dioperasi, walaupun cuma operasi kecil. Tapi tetep harus dibius total. Saya masih ingat betul, pemandangan terakhir yang saya ingat di ruang operasi, sebelum saya ngga sadar, adalah lampu di atas ruang operasi. Melihat lampu itu dengan syahdu, saya membatin: "Gimana kalau ada yang salah dan saya mati? Inikah akhir perjalanan hidup?"

Alhamdulillah saya masih hidup, dan operasinya berjalan lancar. Beberapa hari kemudian saya sudah bisa pulang ke rumah dan menjalani masa pemulihan. Sudah bisa duduk, berdiri dan berjalan walaupun belum normal. Saya mulai suka bermimpi yang aneh-aneh. Suatu hari saya bermimpi sedang digantung di atas lautan api yang menyala-nyala. Astaghfirullah....mimpinya serasa begitu nyata, sampai pas bangun pun rasanya masih teringat bagaimana panas yang terasa.

Mimpi itu seperti lecutan yang menghantam keras. Setelah itu saya mulai sering membuka Al-Qur'an, dan mulai membaca buku-buku agama. Air mata pun mulai sering menetes. Rasa sesal mulai meresap ke dalam hati.

Mimpi berikutnya tak kalah menakutkan. Ketika terbelalak melihat matahari terbit dari arah barat. Dan seketika itu datang  rasa sesal yang begitu nyelekit. Tertutup sudah pintu taubat. Astaghfirullah...

Setelah itu, semangat mempelajari Al-Qur'an semakin menggebu-gebu. Pertanyaan-pertanyaan kepada diri sendiri terus terlontar. Saking banyaknya pertayaan sampai harus dicatat untuk dicari jawabannya kemudian. Seperti terlahir kembali menjadi orang yang baru. Pertanyaan-pertanyaan seperti "Mengapa saya ada di dunia ini?", "Apa tujuan saya ada di sini?", " Apa tujuan hidup ini?", "Apa yang terjadi setelah kita mati?", "Bagaimana saya tahu apa yang saya yakini ini benar?", "Apa sih sebenarnya isi Al-Qur'an?". Bahkan sampai bertanya, "Apa buktinya ya Qur'an itu benar dari Sang Pencipta, dan bukan buatan manusia?", dan "Apa buktinya ya Islam itu benar?".

Berhubung pertanyaan saya agak liar, saya kadang menghindari pertanyaan langsung kepada ustadz. Karena setelah saya sensor pertanyaannya pun, seringkali jawabannya kurang memuaskan. Seringkali malah saya mendapat renspon bahwa pertanyaan saya ini ngga patut, dan bahwa keyakinan itu ya harus yakin aja, bahwa agama itu diyakini dengan hati, bukan dengan akal. Dan seringkali diakhiri dengan kata "Pokoknya begini, dan begitu". Terpaksa saya iya kan aja, walaupun saya membatin, "Kalau keyakinan itu ya harus yakin aja, orang yang beragama lain juga bisa pake argumen yang sama dong. Terus masa ada multiple kebenaran, padahal antara satu dan yang lain bertentangan? Taklid buta dong jadinya."

Sehingga saya lebih banyak mencari sendiri melalui membaca buku, artikel, menonton video ceramah, dokumenter, dll. Hingga seorang teman memperkenalkan saya dengan video-video Ust. Nouman Ali Khan, begitu juga teman lain yang memperkenalkan dengan video Dr. Zakir Naik. Walaupun tidak pernah bertemu, mereka terasa begitu dekat di hati. Both of them are my heroes. Isi ceramahnya benar-benar persis dengan apa yang saya butuhkan. Saya sangat beruntung, bahasa Inggris yang sehari-hari digunakan di tempat kerja, ternyata sangat berguna untuk mendengarkan ceramah mereka berdua dalam bahasa aslinya.

Saya sangat terinspirasi dengan Dr Zakir Naik ketika beliau sedang berdebat dengan seorang atheis, kemudian beliau berkata, "So you're an atheist? Congratulation! You're half a moeslim. To become a moeslim you need to admit that there is no god, except Allah, Laa ilaaha illallah. You already believe there's no god, correct? Then my job is to convince you another half: illallah, except Allah." (Jadi anda ateis? Selamat! Berarti anda setengah muslim. Untuk menjadi seorang muslim, anda harus mengakui bahwa tidak ada tuhan, selain Allah, Laa ilaaha illallah. Anda sudah percaya bahwa tidak ada tuhan, benar? Jadi saya tinggal meyakinkan anda setengah bagian berikutnya: illallah, kecuali Allah).

Beliau juga menjelaskan bahwa kunci untuk menjawab pertanyaan: "Apa bukti Islam lah yang benar?", adalah Al-Qur'an. Bahwa selain menjadi petunjuk dan pedoman hidup, Al-Qur'an juga merupakan sebuah mukjizat. Hard proof bahwa itu memang berasal dari Tuhan Yang Esa, Allah. Beliau menguraikan bagaimana ayat-ayat Qur'an mendahului science sebanyak 1400 tahun. Sesuatu yang baru-baru ini saja ditemukan science, ternyata sudah disebutkan Al-Qur'an 1400 tahun yang lalu, di tengah gurun pasir tandus, melalui Nabi yang Ummi (tidak bisa baca tulis). Siapa kah yang memberi tahu Nabi Sallallahu'alaihi wasallam, jika bukan Allah The Creator.

"Di bumi itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang yang yakin, dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?"
(Adz Dzaariyaat: 20-21)

Beberapa di antaranya:
1. Teori Big Bang dan asal usul alam semesta yang baru di era science modern ditemukan (1980an), yang menyatakan bahwa alam semesta saat ini terus mengembang. Dan dulu merupakan suatu kesatuan massa besar namun kemudian terjadi ledakan besar sangat dahsyat (big bang) yang terus mengembangkan alam semesta. Hal ini ternyata sudah diisyaratkan dalam Surat Al-Anbiyaa: 30
"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?"

2. Bulan bercahaya dengan memantulkan sinar matahari. Hal ini juga baru diketahui science modern. Dulu orang menyangka bulan memancarkan cahayanya sendiri. Dan ayat Qur'an sudah menyebutkannya jauh lebih dulu dalam Surat Al-Furqaan: 61 dan juga ayat-ayat lain. Al Qur'an selalu konsisten menyebutkan matahari dengan "Syams" atau "Siraaj (obor)" atau "wahhaaj (lampu menyala)". Dan cahaya bulan dengan kata " muniir" yang artinya tidak mengelurkan cahayanya sendiri.

3. Besi yang sekarang ada di bumi, tidak terbentuk saat bumi terbentuk pertama kali. Penemuan astronomi modern mengungkap bahwa logam besi yang ada di bumi ternyata berasal dari benda-benda luar angkasa. Logam berat di alam semesta dibuat dan dihasilkan di dalam inti bintang-bintang raksasa. Hal ini lagi-lagi sudah disebutkan dalam Surat Al Hadid: 25. Pada ayat ini, kata "Anzalnaa" berarti "Kami turunkan".

4. Gunung sebagai pasak yang memiliki root/akar yang menhujam ke lapisan dalam bumi sebagai penstabil kerak bumi. Hal ini baru diketahui ilmu geologi modern. Dan Al Qur'an sudah menyebutkan ini dalam Surat Thaha: 6-7, Surat Al-Anbiyaa:31, dan Surat Lukman:10.

5. Gunung yang bergerak perlahan (beberapa cm per tahun). Juga baru diketahui ilmu geologi modern. Dan Al Qur'an sudah menyebutkan ini dalam Surat An Naml:88.

6. Fenomena pembatas antara dua perairan. Seperti di daerah Selat Giblatar, yaitu pertemuan antara Laut Mediterania dan Laut Atlantik. Diungkapkan oleh ahli Oseanografi Francis J. Cousteau. Dan ini sudah disebutkan dalam Surat Ar-Rahman: 19-20 dan An-Naml: 61.

7. Penciptaan manusia di dalam kandungan ibu. Dr Keith Moor, seorang ahli embriologi dibuat takjub dengan begitu akuratnya Al-Qur'an mendeskripsikan perkembangan embrio dalam Surat Al-Alaq:1-2, Surat Al-Mu'minuun:12-14, Surat Al Qiyamah:38 dan Surat Al Hajj: 5.

Dan masih banyak lagi dan tidak bisa saya sebutkan satu per satu di sini karena begitu banyaknya. Subhaanallah...

Sedikit demi sedikit pertanyaan-pertanyaan itu mulai menemukan jawabannya masing-masing. Di sini saya mulai menyadari betapa pentingnya menguasai bahasa Arab klasik. Karena terjemahan kadang doesn't even scratch the surface. Terlalu banyak makna yang hilang.

Keyakinan terhadap kebenaran Al-Qur'an semakin terasa mantap. Meskipun masih ada beberapa pertanyaan yang masih belum terjawab. Kitab agama lain pun ada yang mempunyai kandungan science. Apakah itu berarti kitab mereka pun benar? Untuk meyakinkan, berarti ada satu hal lagi yang harus dipastikan, yaitu apakah informasi yang berada di dalam Al Qur'an itu intact atau utuh dan free from corruption? Di sini juga saya pun bertanya-tanya mengapa ayat-ayat Al Qur'an terlihat seperti melompat-lompat dan seperti tidak sistematis?

Di sinilah kajian-kajian Ust Nouman Ali Khan begitu banyak memberikan jawaban yang memuaskan.

Ust Nouman begitu mendalam membahas sisi linguistik Al-Qur'an, yang membuat saya benar-benar terpukau dengan Al-Qur'an. Semangat untuk belajar bahasa Arab klasik terasa makin menggebu-gebu jadinya. Sebagai seseorang yang hobi menulis dan membuat puisi, saya dibuat takjub dengan surat-surat yang incredibly poetic, terutama surat-surat Makkiyah. Walaupun baru mulai belajar bahasa Arab, I can't help myself ketika mendengarkan ayat-ayat yang begitu puitis, seringkali  tak kuasa menahan air mata yang mengalir, karena keindahan bahasanya yang begitu kuat terasa, meskipun didengar oleh telinga saya yang non-arab. Lebih indah dari lagu atau irama mana pun. Lebih dahsyat dari puisi mana pun. Belum lagi jika ayat itu berhubungan dengan penciptaan atau alam. Bagi penggemar science seperti saya, yang sering nonton video dokumenter tentang alam, bagaimana terbentuknya bumi, luar angkasa, bintang-bintang, blackhole, dan sebagainya, ayat-ayat scientific dan luar biasa puitis itu benar-benar menembus ke dalam jiwa.

Saya pun dibuat takjub dengan Ring Composition Structure di beberapa Surat Madaniyah. Serta ayat-ayat yang incredibly symmetric. It's so mind boggling, menakjubkan. Jelas sudah, manusia tidak memiliki mental capability untuk membuat yang seperti ini. It's definitely word of God.

Berikut beberapa contoh-contoh keindahan linguistik dalam Al-Qur'an:
1. Dalam Surat Al-Muddatsir ayat 3, Allah SWT berfirman,
 وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
Terjemahan simpelnya: "dan agungkanlah Tuhanmu", sedangkan terjemahan yang lebih mumpuninya: "dan nyatakanlah hanya keagungan Tuhanmu saja"
Huruf و dalam bahasa Arab, sebenarnya tidak selalu berarti "dan". Huruf و dapat digunakan untuk 21 jenis fungsi, dan salah satunya sebagai isti'naf yaitu untuk memulai kalimat baru. Sehingga sisanya berbunyi رَبَّكَ فَكَبِّر
 Nah sekarang perhatikan dengan baik. Kalimat tersebut dimulai dengan huruf ر dan diakhiri dengan huruf ر juga. Huruf kedua adalah huruf ب dan huruf kedua terakhir adalah huruf ب juga. Huruf ketiga adalah huruf ك dan huruf ketiga terakhir adalah huruf ك juga. Dan huruf ف di tengahnya. Subhanallah! Suatu rangkaian simetris yang hanya terdiri dari 7 huruf. Dalam bahasa Indonesia kita perlu menuliskan "dan nyatakanlah hanya keagungan Tuhanmu saja". Dan Qur'an hanya membutuhkan 7 huruf yang disusun secara sangat elegan.

2. Dalam Surat Ya Sin ayat 40, Allah SWT berfirman,
 لَا الشَّمْسُ يَنبَغِي لَهَا أَن تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
Terjemahannya simpelnya: "Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya."
Allah SWT berfirman tentang benda-benda angkasa, dimana masing-masing "berenang"/"melayang"/beredar/berputar pada garis edarnya. Sekarang perhatikan kata كُلٌّ فِي فَلَكٍ
Perhatikan huruf pertama ك dan bagaimana diakhiri dengan huruf ك juga. Huruf kedua adalah ل dan huruf kedua terakhir adalah ل juga. Huruf ketiga adalah ف dan huruf ketiga terakhir adalah ف juga. Dan di pusatnya ada huruf ي
Sekarang mari kita ilustrasikan:
 ك - ل - ف - ي - ف - ل - ك
Pusat dari rangkaian huruf tersebut adalah huruf ي yang merupakan huruf pertama kata berikutnya يَسْبَحُونَ yang artinya mengorbit/berputar. Subhaanallah! Bagaimana mungkin manusia bisa merangkai kata sedahsyat ini? It's so not human. It could only come from God.

3. Ayat Kursi yang tentunya sudah familiar bagi seorang muslim.
Ayat ini terbagi menjadi 9 kalimat:
 (1) اللّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
       "Allah, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup, yang terus menerus mengurus (makhkluk-Nya)"
 (2)  لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ
       "tidak mengantuk dan tidak tidur"
 (3) لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ
       "Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi"
 (4) مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
      "Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi-Nya tanpa izin-Nya"
 (5) يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ
      "Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang dibelakang mereka"
 (6) وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاء
      "dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki"
 (7) وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ
      "Kursi-Nya meliputi langit dan bumi"
 (8) وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا
      "Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya"
 (9) وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
      "dan Dia Maha Tinggi, Maha Besar"

Kalimat pertama diakhiri dengan 2 nama Allah, yaitu الْحَيُّ (Yang Maha Hidup) dan الْقَيُّومُ (Yang Maha Mandiri; Sumber dari segala sesuatu). Dan kalimat pertama ini, memiliki kesamaan dengan kalimat ke-9, dimana juga disebutkan 2 nama Allah, yaitu الْعَلِيُّ (Maha Tinggi) dan الْعَظِيمُ (Maha Besar).

Kemudian lihatlah kalimat ke-2, dan hubungannya dengan kalimat kedua dari akhir (kalimat ke-8). Mengantuk dan tidur adalah sifat makhluk. Manusia misalnya, akan mengantuk jika kelelahan. Tapi bagi Allah, memelihara dan menjaga langit dan bumi tidak membuatnya lelah atau berat.

Kemudian perhatikan kalimat ke-3, dan koneksinya dengan kalimat ketiga dari akhir (kalimat ke-7).  Dua kalimat tersebut saling melengkapi. Pada kalimat ketiga, Allah menegaskan bahwa Dia lah pemilik apa yang ada di langit dan di bumi. Dan pada kalimat ke-7, Allah menegaskan bahwa Kursi-Nya, Kerajaan-Nya meliputi langit dan bumi. Di dunia ini, pemilik yang memiliki suatu properti, belum tentu penguasa/raja yang memiliki kerajaan/authority. Dan raja yang memiliki kekuasaan, belum tentu sebagai pemilik. Karena kepemilikan itu, terhadap suatu objek atau properti. Sedangkan kerajaan adalah mengenai kekuasaan untuk mengendalikan orang. Di dalam ayat ini Allah sedang menegaskan bahwa Allah adalah Pemilik sekaligus Raja bagi langit dan bumi.

Kemudian kalimat ke-4, dan hubungan maknanya dengan kalimat keempat dari akhir (kalimat ke-6). Di kalimat ke-4 Allah menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang memiliki authority, kecuali Allah memberikannya. Dan ini dilengkapi dengan kalimat ke-6 yang menegaskan bahwa tak ada seorang pun yang memiliki ilmu-Nya, kecuali Allah menghendakinya.

Dan lihatlah bagaimana kalimat ke-5 yang berada di tengah, yang bertindak bagai cermin bagi kalimat di depan dan di belakangnya, sambil menegaskan bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang ada di depan dan di belakang mereka.
Who speak like that? Subhaanallah! So beautiful!

4. Surat Al-Baqarah, surat terpanjang dalam Al-Qur'an, dengan jumlah 286 ayat, has take the symmetry to the whole new level. Struktur ini dinamakan Ring Composition Structure. Hal ini baru-baru ini saja ditemukan melalui penelitian linguistik modern.

Surat ini bisa dibagi menjadi 9 bagian, berdasarkan tema:
 Bagian 1: Keimanan & Kekafiran
   Bagian 2: Penciptaan & Pengetahuan
     Bagian 3: Hukum yang diberikan kepada Bani Israil
       Bagian 4: Ujian yang telah dijalani Nabi Ibrahim
         Bagian 5: Perpindahan arah kiblat shalat
       Bagian 6: Muslim akan diuji
     Bagian 7: Hukum yang diberikan kepada muslim
   Bagian 8: Penciptaan & Pengetahuan
 Bagian 9: Keimanan & Kekafiran

Perhatikan bagaimana kesembilan tema tersebut simetris dan seperti membentuk struktur cincin, dengan bagian ke-5 sebagai cermin atau pusat tema. Dan di dalam bagian ke-5 ini terdapat ayat ke-143, yang posisinya tepat di tengah surat (total ayat ada 286), perhatikanlah bunyi ayat ini:

"Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) 'umat pertengahan' agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya, melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 143)

Subhaanallah! Pernyataan umat Islam sebagai umat pertengahan, lokasinya tepat berada di tengah surat ini.

Dan ternyata struktur ini bukan hanya ada pada level makro (tema) saja. Tetapi juga pada sub-tema. Jadi terdapat struktur cincin di dalam cincin. Misalnya saja pada Bagian 8 - Penciptaan & Pengetahuan:

Bagian awal (ayat 254): Mukmin harus mengeluarkan sebagian harta dari apa yang Allah berikan

Bagian tengah (ayat 255-260): Allah Maha Kuasa dan Maha Mengetahui. Allah memberi kehidupan dan kematian.

Bagian akhir (ayat 261-284): Perumpamaan tentang zakat/sedekah

Bahkan struktur ini tidak berhenti pada level sub-tema saja, tapi bahkan pada level ayat. Misalnya ayat 255 yaitu ayat Kursi yang telah dibahas sebelumnya.
Subhaanallah!

Level kepresisian yang menakjubkan ini, jelas terasa sebagai mukjizat ketika mempelajari Sirah Nabawiyah atau sejarah Nabi Muhammad Sallallahu'alaihi wasallam. Saat itu, saya baru paham bahwa ayat-ayat Qur'an itu diturunkan secara piecemeal, sedikit demi sedikit, sesuai dengan kejadian atau tantangan-tantangan yang dihadapi Nabi Sallallahu'alaihi wasallam saat menjalani misinya sebagai Rasulullah. Dengan kata lain, ayat-ayat yang turun adalah jawaban terhadap kejadian atau tantangan yang dihadapi tersebut. Dan kejadian atau tantangan tersebut jelas-jelas di luar kontrol beliau. Contoh kongkrit nya misalnya: Seseorang mukmin bertanya kepada beliau tentang suatu permasalahan, atau ketika musuh menantang beliau. Respon dari hal ini berupa turunnya ayat kepada beliau, menjawab situasi spesifik yang beliau hadapi. Dan turunnya ayat ini tidak harus berurutan di surat yang sama dan tidak harus turun secara kronologis. Selama kurun waktu 23 tahun, ayat-ayat Al-Qur'an diturunkan, out of sequence (tidak berurutan). Segera setelah suatu ayat turun, barulah Nabi Sallallahu 'Alaihi Wassallam akan diinstruksikan oleh Allah untuk meletakkan ayat ini di posisi ini di surat ini. Dan ayat itu di posisi itu di surat itu. Dan seterusnya, sehingga posisinya fixed.

Dan perlu diingat, pada saat itu Qur'an adalah oral tradition. Para sahabat Nabi tidak melihat Qur'an seperti kita sekarang, dalam bentuk kitab (tertulis). Mereka mendengar Al-Qur'an. It's an audio experience, not visual experience. Sebuah pengalaman audio namun setelah dituliskan ternyata membentuk suatu struktur linguistik yang luar biasa. Is that humanly possible?

Al-Qur'an ini, tidak seperti buku biasa buatan manusia. Ayat yang sekilas terlihat melompat-lompat ternyata membentuk suatu struktur yang luar biasa.

Fakta lain sebagai hard proof bahwa Al-Qur'an memiliki struktur linguistik yang perfectly balanced adalah statistik kata di dalamnya. Di era modern ini Al-Qur'an sudah bisa dianalisis struktur linguistiknya menggunakan komputer. Jumlah total suatu kata tertentu dalam Al-Qur'an bisa dihitung dengan cepat dan mudah. Perhatikan fakta-fakta berikut:
- Kata "ad-dunya" (dunia) terhitung sebanyak 115 kali. Dan kata "al akhirat" (akhirat) persis sama sebanyak 115 kali.
- Kata "malaaikat" (malaikat) terhitung sebanyak 88 kali. Dan begitupun kata "Syayaatiin" (syaitan) sebanyak 88 kali.
- Kata "al-hayaat" (Kehidupan) terhitung sebanyak 145 kali. Dan begitupun kata kematian sebanyak 145 kali.
- Kata "Ash-shaalihaat" (amal baik) terhitung sebanyak 167 kali. Dan begitupun kata "As-saya-aat" (amal buruk) juga sebanyak 167 kali.
- Kata "ibliis" (iblis) terhitung sebanyak 11 kali. Dan kata berlindung dari iblis, terhitung sebanyak 11 kali.
- Frasa "mereka berkata", terhitung sebanyak 332 kali. Dan kata "Katakanlah", juga sebanyak 332 kali.
- Kata "bulan" sebanyak 12 kali
- Kata "hari" sebanyak 365 kali

Again, is that humanly possible?

Saya begitu dibombardir dengan kedahsyatan mukjizat Al-Qur'an. Dan ternyata itu belum selesai. Al-Qur'an juga menawarkan dahsyatnya struktur matematis yang dimilikinya. Salah satu yang mencolok adalah huruf-huruf initial yang mengawali beberapa surat seperti ق di Surat Qaf, huruf يس di Surat Ya Sin, dan sebagainya. Mari kita perhatikan beberapa contoh berikut:

- Jumlah huruf ق di Surat Qaf ada 57. Dan 57 =
3 x 19. Artinya, 57 adalah kelipatan 19. Sehingga jumlah huruf ق di Surat Qaf merupakan kelipatan 19.
Dan ternyata jumlah huruf ق di Surat Asy-Syura juga ada 57. Jika jumlah huruf ق di kedua surat itu dijumlahkan, 57 + 57 = 114. Dan 114 = 2 x 3 x 19. Kelipatan 19 lagi.

- Jumlah huruf ي di Surat Ya Sin ada 237, dan jumlah huruf س ada 48. Jika dijumlahkan, 237 + 48 = 285. Dan 285 = 3 x 5 x 19. Kelipatan 19 lagi.

- Jika initial حم  yang terdapat pada Surat Al-Mu'min, Surat Al-Fussilat, Surat Asy-Syura, Surat Az-Zukhruf, Surat Ad-Dukhan, Surat Al-Jasiyah, dan Surat Al-Ahqaf, dijumlahkan maka:
Surat Al-Mu'min: terdapat 64 huruf "ha" dan 380 huruf "mim"
Surat Al-Fussilat: terdapat 48 huruf "ha" dan 276 huruf "mim"
Surat Asy-Syura: terdapat 53 huruf "ha" dan 300 huruf "mim"
Surat Az-Zukhruf: terdapat 44 huruf "ha" dan 324 huruf "mim"
Surat Ad-Dukhan: terdapat 16 huruf "ha" dan 150 huruf "mim"
Surat Al-Jasiyah: terdapat 31 huruf "ha" dan 200 huruf "mim"
Surat Al-Ahqaf: terdapat 36 huruf "ha" dan 225 huruf "mim"
Jika kita jumlahkan semua, hasilnya: 2147. Dan 2147 = 113 x 19. Kelipatan 19 lagi.

- Initial عسق  di Surat Asy-Syura juga tidak terlepas dari ini. Jumlah huruf ع ada 98. Jumlah huruf س ada 54. Jumlah huruf ق ada 57. Jika dijumlahkan, 98 + 54 + 57 = 209. Dan 209 = 11 x 19. Kelipatan 19 lagi.

- Begitu pun initial كهيعص  di Surat Maryam. Terdapat 137 huruf "Kaf", 175 huruf "Ha", 343 huruf "Ya", 117 huruf "Ain", dan 26 huruf "Shad". Jika dijumlahkan, 137 + 175 + 343 + 117 + 26 = 798. Dan 798 = 2 x 3 x 7 x 19. Kelipatan 19 lagi.

Subhaanallah! Jika Al-Qur'an ini sudah tercampuri tangan manusia (corrupted), dan misalnya satu huruf ق saja hilang, atau huruf ي hilang, atau huruf lainnya, maka saya tidak akan bisa menikmati mukjizat kelipatan 19 ini sekarang. Dan perhatikanlah Surat Al-Muddatsir ayat 27-31 berikut ini:

"Dan tahukah kamu apa Saqar itu?
Ia tidak meninggalkan dan tidak membiarkan,
Yang menghanguskan kulit manusia.
Di atasnya ada sembilan belas.
Dan yang Kami jadikan penjaga neraka itu hanya dari malaikat; dan Kami menentukan bilangan mereka itu hanya sebagai cobaan bagi orang-orang kafir, agar orang-orang yang diberi kitab menjadi yakin, agar orang yang beriman bertambah imannya, agar orang-orang yang diberi kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu; dan agar orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (berkata), “Apakah yang dikehendaki Allah dengan (bilangan) ini sebagai suatu perumpamaan?” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri. Dan Saqar itu tidak lain hanyalah peringatan bagi manusia."
(QS. Al-Muddatsir: 27-31)

Ini baru beberapa contoh saja. Masih banyak lagi contoh-contoh lain yang bertebaran di dalam Al-Qur'an. Dan semakin dalam kita menyelam ke dalam Al-Qur'an, semakin banyak harta karun yang kita temukan. Dan harta karun itu seperti tidak ada habisnya. Bagai lautan luas. Dan sepertinya kita tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk memahami semuanya.

Dan setelah mukjizat demi mukjizat, sudah saat nya hati dan akal kita tunduk kepada Allah. Jalani perintah-perintah Allah di dalam Al-Qur'an. Patuhilah perintah-perintah Rasul-Nya. Atii'ullaha wa atii'urrasul. Taatilah Allah dan Rasul-Nya.

Jadikanlah Al-Qur'an sebagai pedoman hidup. Because Al-Qur'an is a "live" guidance. Kita akan terkejut ketika kita sedang menghadapi suatu masalah hidup, dan ketika membuka Al-Qur'an, secara kebetulan kita mendapati ayat yang seakan-akan merespon langsung atas permasalahan kita. Ketika akan melangkah ke dalam kemaksiatan, tiba-tiba saja teringat ayat-ayat Allah yang melarang perbuatan tersebut. We will receive His Guidance thru His words in the Qur'an.

Jadilah hamba-Nya. The summary of entire Qur'an is basically to accept the fact that we are slaves and He is our Master (Ringkasan seluruh Qur'an pada dasarnya adalah untuk menerima kenyataan bahwa kita adalah hamba dan Dia adalah Rabb kita). Satu-satunya tujuan hidup kita, the sole purpose of this life, adalah mengabdikan diri kepada-Nya. Itulah satu-satunya cara agar kita mendapatkan kedamaian yang sesungguhnya. Kedamaian di Surga-Nya.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku"
(QS. Az-Zariyat: 55)

Dicopy dari Grup WA

Diantara Riwayat Maqbul Hadits Ar-Rayah dan Al-Liwa’ (Penjelasan Bagi yang Masih Ragu)

 Diantara Riwayat Maqbul Hadits Ar-Rayah dan Al-Liwa’ (Penjelasan Bagi yang Masih Ragu)


Oleh: Yuana Ryan Tresna |Pengasuh Majlis-Ma’had Darul Hadits Khadimus Sunnah Bandung

Terdapat pada Banyak Hadits Shahih

Bahwa terdapat banyak hadits shahih atau minimal hasan yang menyebutkan bahwa al-Rayah (panji) Rasul berwarna hitam dan al-Liwa (bendera)nya berwarna putih.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلاً يُفْتَحُ عَلَى يَدَيْهِ، يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، وَيُحِبُّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ

Sungguh aku akan memberikan al-Rayah kepada seseorang yang, ditaklukkan (benteng) melalui kedua tangannya, ia mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Al-Liwa’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwarna putih dan Al-Rayah beliau berwarna hitam. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu menuturkan,

كَانَتْ رَايَةُ رَسُوْلِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سَوْدَاءَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضَ

Al-Rayah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwarna hitam dan al-Liwa’ beliau berwarna putih (HR. Al-Tirmidzi, Al-Baihaqi, Al-Thabarani dan Abu Ya’la).

Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu juga menuturkan,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- دَخَلَ مَكَّةَ يَوْمَ الْفَتْحِ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضُ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki Makkah pada hari Fathu Makkah dan al-Liwa’ beliau berwarna putih (HR. Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).

Selain riwayat Al-Bukhari dan Muslim, hadits di atas diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Baihaqi, Al-Thabarani, Ibnu Abi Syaibah, dan Abu Ya’la. Hadits ini shahih. Secara jelas dikatakan bahwa warna al-Rayah adalah hitam dan al-Liwa adalah putih. Hadits-hadits tersebut diriwayatkan oleh banyak kitab hadits, dimana semuanya berujung pada rawi shahabat Jabir dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu.

Para ulama sudah membahas hal ini ketika mereka semua menjelaskan hadits-hadits diatas dalam kitab syarah dan takhrijnya. Sebut saja seperti Kanz al-Ummal, Majma’ al-Zawa’id, Fath al-Bari, Tuhfah al-Ahwadzi, Umdah al-Qari, Faidh al-Qadir, dll. Belum lagi dalam kitab sirah dan maghazi yang diantaranya memiliki sanad kuat.

Riwayat Dha’if

Memang ada beberapa hadits yang berbicara al-Rayah dan al-Liwa dengan status hadits yang dipersoalkan oleh para ulama, seperti hadits riwayat Ahmad berikut ini,

عَنِ الْحَارِثِ بْنِ حَسَّانَ الْبَكْرِىِّ قَالَ قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى الْمِنْبَرِ وَبِلاَلٌ قَائِمٌ بَيْنَ يَدَيْهِ مُتَقَلِّدٌ السَّيْفَ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَإِذَا رَايَاتٌ سُودٌ وَسَأَلْتُ مَا هَذِهِ الرَّايَاتُ فَقَالُوا عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ قَدِمَ مِنْ غَزَاةٍ

Dalam hal ini Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam ta’liqnya memberikan catatan sebagai berikut,

إسناده ضعيف لانقطاعه عاصم بن أبي النجود لم يدرك الحارث بن حسان بينهما أبو وائل شقيق بن سلمة

Demikian juga dengan hadits riwayat Imam Al-Thabarani berikut,

عن ابن عباس قال : « كانت راية رسول الله صلى الله عليه وسلم سوداء ولواؤه أبيض ، مكتوب عليه : لا إله إلا الله محمد رسول الله

Di sana ada rawi bernama أحمد بن محمد بن الحجاج بن رشدين بن سعد بن مفلح بن هلال yang disebut sebagai tertuduh dusta متهم بالوضع.

Lafazh ‘La ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah’

Berikutnya adalah tentang lafazh. Apakah hadits مكتوب عليه : لا إله إلا الله محمد رسول الله semuanya dha’if? Kita harus kaji dari semua jalur periwayatan, sebagai berikut:

(1) hadits riwayat Al-Thabarani dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu statusnya dha’if karena ada rawi yang bernama أحمد بن محمد بن الحجاج بن رشدين  tertuduh dusta (متهم بالوضع);

(2) hadits riwayat Abu Syaikh al-Ashbahaniy dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu statusnya dha’if karena ada rawi yang bernama Muhammad bin Abi Humaid statusnya munkar oleh Al-Bukhari, tidak tsiqah menurut Al-Nasa’i, dan tidak ditulis haditsnya menurut Ibnu Ma’in:

(3) hadits riwayat Abu Syaikh al-Ashbahaniy dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu diperselisihkan, dan saya -atas dasar pengetahuan yang sedikit ini- memilih pendapat yang mengatakan shahih.

Jadi dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Abu Syaikh al-Ashbahaniy dalam Akhlaq al-Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dari Ibnu Abbas statusnya shahih. Jalur Ibnu Abbas ini, semua rawinya dapat diterima, sebagai berikut:

– أحمد بن زنجوية بن مسى : قال الخطيب كان ثقة وقال الذهبي كان موثقا معروفا

– محمد بن أبي السري العسقلاني : قال ابن معين ثقة وقال الذهبي ثقة

– عباس بن طالب البصري : قال ابن عدي صدوق وذكره ابن حبان في “الثقات” وقال ابن حجر بصري صدوق

– حيان بن عبيد الله بن حيان : قال أبو حاتم صدوق وذكره ابن حبان في “الثقات” وقال أبو بكر البزار ليس به باس

– أبو مجلز لاحق بن حميد: تابعي ثقة

Dari semua rawi tersebut yang diperdebatkan adalah Hayyan bin Ubaidillah. Sebagian mengatakan dha’if karena tafarrud (seperti pendapat Ibnu Ady), tetapi Ibnu Hibban menempatkan dalam “al-Tsiqqat’, Abu Hatim mengatakan shaduq, Abu Bakar al-Bazar mengatakan masyhur. Tafarrudnya Hayyan bin Ubaidillah tidak memadharatkan hadits karena keadaannya tsiqah atau shaduq (lihat Muqaddimah Ibn Shalah). Demikian juga ikhtilath nama antara Hayyan bin Ubaidillah (حيان) dan Haban bin Yassar (حبان) sudah dijelaskan oleh para ulama, semisal dalam Tarikh al-Kabir, Tahdzib al-kamal, al-Kamil fi al-Dhu’afa, Mizan al-I’tidal, dll. Penjelasan terkait dengan tafarrud dan ikhtilath Hayyan bin Ubaidillah bisa dijelaskan dalam tulisan khusus. Kesimpulannya, hadits dari Abu Syaikh dari jalur Ibnu Abbas maqbul.

Dengan demikian jelaslah bahwa pada al-Rayah dan al-Liwa’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertulis kalimat tauhid La ilaha illallah Muhammad Rasulullah, sebagaimana hadits penuturuan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu,

كَانَتْ رَايَةُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم سَوْدَاءَ وَلِوَاءُهُ أَبْيَضَ مَكْتُوْبٌ فِيْهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ

Al-Rayah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwarna hitam dan al-Liwa’ beliau berwarna putih; tertulis di situ la ilaha illa Allah Muhammad RasululLah (HR. Abu Syaikh al-Ashbahani dalam Akhlaq an-Nabiy shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Warna

Terkait warna, hadits-hadits shahih menyebutkan bahwa warna al-Rayah adalah hitam dan al-Liwa’nya adalah putih. Adapun hadits-hadits yang menyebutkan warna lain seperti kuning dan merah, memang ada, tetapi kualitasnya dha’if dan ada yang sifatnya sementara.

Hadits riwayat Abu Dawud, yang juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ibnu Adi, menyebutkan bahwa al-Rayah Nabi adalah kuning.

حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ حَدَّثَنَا سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ الشَّعِيرِىُّ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ سِمَاكٍ عَنْ رَجُلٍ مِنْ قَوْمِهِ عَنْ آخَرَ مِنْهُمْ قَالَ رَأَيْتُ رَايَةَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَفْرَاءَ.

Menurut shahib al-Badr al-Munir, dalam isnadnya majhul.

Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Thabarani dan Abu Nu’aim al-Ashbahani,

عن جدته مزيدة العصرية ، « أن رسول الله صلى الله عليه وسلم عقد رايات الأنصار وجعلهن صفراء »

Hadits ini dha’if karena ada rawi bernama Hudu bin Abdullah bin Sa’d yang dinyatakan tidak tsiqah oleh Ibnu Hibban dan nyaris tidak dikenal menurut al-Dzahabi.

Demikian juga hadits dalam riwayat Al-Thabarani menyebutkan bahwa warna al-Rayah Nabi adalah merah,

“أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم عَقَدَ رَايَةً لِبَنِي سُلَيْمٍ حَمْرَاءَ”.

Hadits ini dha’if karena ada rawi yang tidak dikenal menurut al-Haitsami dan Ibnu Hajar.

Terakhir, hadits riwayat Imam Ibnu Hibban, Ahmad, dan Abu Ya’la yang juga menyebutkan al-Rayah berwarna merah dan statusnya shahih, kasusnya sementara di awal-awal urusan ini ketika di masa jahiliyah juga awalnya menggunakan al-Rayah warna hitam,

وكان أمام هوازن رجل ضخم ، على جمل أحمر ، في يده راية سوداء ، إذا أدرك طعن بها ، وإذا فاته شيء بين يديه ، دفعها من خلفه ، فرصد له علي بن أبي طالب رضوان الله عليه ، ورجل من الأنصار كلاهما يريده

Bentuk

Bentuk Al-Rayah dan Al-Liwa’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu persegi empat. Al-Barra’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu menuturkan,

أَنَّ رَايَة رَسُول اللَّه صلى الله عليه وسلم كَانَتْ سَوْدَاء مُرَبَّعَة مِنْ نَمِرَة

Al-Rayah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwarna hitam, persegi empat, terbuat dari kain wol Namirah (HR. Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i dan Al-Baghawi).

Fungsi dan Kegunaan

Apakah fungsinya hanya untuk perang? Memang awalnya begitu,al-Rayah adalah panji-panji perang, dan al-Liwa simbol kepemimpinan umum. Hal ini bertolak dari fakta bahwa al-Liwa dan al-Rayah itu selalu dibawa oleh komandan perang di jaman Rasulullah dan para Khulafa Rasyidin. Misalnya pada saat Perang Khaibar. Demikian juga, al-Rayah dan al-Liwa sebagai pemersatu umat Islam. Imam Abdul Hayy Al-Kattani menjelaskan rahasia (sirr) tertentu yang ada di balik suatu bendera, yaitu jika suatu kaum berhimpun di bawah satu bendera, artinya bendera itu menjadi tanda persamaan pendapat kaum tersebut (ijtima’i kalimatihim) dan juga tanda persatuan hati mereka (ittihadi qulubihim).

Tulisan dan Khat

Terkait tulisan dan khat, dan ukuran itu hanyalah perkara teknis, yang dalam sejarahnya hal tersebut tidak diatur secara rinci. Tentu saja tidak bijak kalau persoalan teknis ini dijadikan argumetasi untuk menggugurkan syariat terkait al-Rayah dan al-Liwa’. Itu juga yang terjadi pada khat penulisan al-Qur’an. Ketidak-pastian khat tidak boleh menjadi dasar penolakan pada al-Qur’an.

Seperti halnya ketika ada dalil umum yang tidak dijelaskan wasilahnya, maka berarti wasilah tersebut mubah. Jadi ini bukan isu utama. Saya kira persoalannya sederhana, tidak malah menjadi rumit pada perkara yang memang mubah. Yang paling penting itu bahwa al-Rayah (hitam) dan al-Liwa (putih) dengan tulisan  لا إله إلا الله محمد رسول الله adalah perkara yang masyru’.

Penamaan

Adapun penamaan al-Rayah dengan sebutan al-uqab, terdapat beberapa hadits sebagai berikut:

Hadits riwayat Al-Baihaqi,

عن عائشة ، قالت : « كان لواء رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم الفتح أبيض ورايته سوداء ، قطعة مرط مرجل ، وكانت الراية تسمى العقاب

Hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah,

عن الحسن قال كانت راية النبي صلى الله عليه و سلم سوداء تسمى العقاب

Hadits riwayat Ibnu Adiy,

عن أبي هريرة كانت راية رسول الله صلى الله عليه و سلم سوداء تسمى العقاب

Dan masih banyak hadits lainnya. Dari semua hadits tersebut derajatnya dha’if karena berbagai sebab (mudallas, matruk, tidak tsiqah, majhul, dll). Terlalu panjang kalau dijabarkan disini. Meski demikian, nama al-uqab sangat masyhur di kalangan para ahli sirah/sejarah, maghazi, fiqih, dan hadits untuk menyebut bendera Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagian pihak rupanya hanya kritik dalil (hadits) panji dan bendera Rasulullah, tetapi tidak menggugat dalil bendera negara bangsa yang tidak punya dalil sedikitpun, walau hanya atsar yang dha’if. Maka bersikap adil-lah.

Harus Diagungkan

Lafazh “لا إله إلا الله محمد رسول الله” merupakan ‘alamah atau ciri khusus dalam Islam. Ciri keagungan Islam kalau bukan kalimat tauhid, lantas apa lagi? Karena misi Islam dalam dakwah dan jihad adalah dalam rangka meninggikan kalimat Allah Azza Wa Jalla. Sebagai simbol tauhid (aqidah Islam) al-rayah dan al-liwa merupakan syi’ar pemersatu. Bendera fanatismelah yang merupakan propaganda pemecah-belah. Bendera bukan tanda ketauhudin seseorang, tetapi syi’ar akan keagungan kalimat tauhid.

Lafazh itu adalah harga bagi surga. Suatu saat Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mendengar muadzin mengucapkan ’Asyhadu alla ilaha illallah’. Lalu beliau mengatakan pada muadzin tadi,

خَرَجْتَ مِنَ النَّارِ

Engkau terbebas dari neraka. (HR. Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ

Barangsiapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah ‘lailaha illallah’, maka dia akan masuk surga. (HR. Abu Daud)

Lafazh tersebut juga merupakan dzikir yang paling utama. Hal ini sebagaimana terdapat pada hadits yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam (hadits marfu’),

أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ

Dzikir yang paling utama adalah bacaan ’laa ilaha illallah’. (HR. Al-Tirmidzi)

Kalimat tauhid adalah yang menyatukan bangsa dan warna kulit, menjadikan umat Islam kuat, dan pengingkaran pada penghambaan selain pada Allah, hanya berhukum pada aturan Allah dan mengingkari aturan selain dari padaNya.

Pembakaran

Pembakaran bendera tauhid (al-Rayah) akhir-akhir ini merupakan tindakan pelecehan yang tidak dapat dibenarkan. Keliru juga jika diqiyaskan dengan pembakaran al-Qur’an pada masa Utsman. Konteks pembakaran mushaf di masa pemerintahan Khalifah ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu adalah: (1) Standarisasi mushaf, sehingga teks yang dipakai hanya teks yang diproduksi pemerintah, yang tentunya standar dalam masalah jumlah halaman, baris, bentuk kata. Adapun isinya tetap sama; dan (2) Standarisasi mushaf dilakukan oleh pemegang otoritas syari’at, yakni di antara Khulafa Rasyidin, yang wajib ditaati. Apa yang diputuskannya masuk dalam bagian syari’at Islam. Sehingga kalau diqiyaskan dengan pembakaran bendera tauhid oleh salah satu oknum ormas tertentu adalah salah kaprah (qiyas ma’al fariq).

Demikian juga terlalu dipaksakan jika diqiyaskan dengan hukum pembakaran al-Qur’an agar tidak tercecer dan terhinakan. Jika mushaf atau lembaran bertuliskan al-Qur’an itu sudah tidak terpakai, dan dikhawatirkan terhinakan jika masih dalam bentuknya, maka dianjurkan ia dibakar, sebagai penghormatan terhadap al-Qur’an dan menjauhkannya dari penghinaan. Sebaliknya, jika mushaf atau lembaran al-Qur’an itu masih terpakai, kemudian dibakar karena kebencian terhadapnya atau kebencian terhadap muslim yang menggunakannya, ini jelas haram.

Melepaskan Bendera Fanatisme

Kebalikan dari panji agung Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah panji fanatisme. Rasul bersabda,

مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ ثُمَّ مَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً وَمَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عُمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِلْعَصَبَةِ وَيُقَاتِلُ لِلْعَصَبَةِ فَلَيْسَ مِنْ أُمَّتِى وَمَنْ خَرَجَ مِنْ أُمَّتِى عَلَى أُمَّتِى يَضْرِبُ بَرَّهَا وَفَاجِرَهَا لاَ يَتَحَاشَ مِنْ مُؤْمِنِهَا وَلاَ يَفِى بِذِى عَهْدِهَا فَلَيْسَ مِنِّي

Siapa yang keluar dari ketaatan dan memecah-belah jamaah (umat Islam), lalu mati, dia mati dalam keadaan mati jahiliah. Siapa yang terbunuh di bawah panji buta, dia marah untuk kelompok dan berperang untuk kelompok, dia bukan bagian dari umatku. Siapa saja yang keluar dari umatku untuk memerangi umatku, memerangi orang baik dan jahatnya, serta tidak takut akibat perbuatannya atas orang Mukminnya dan tidak memenuhi perjanjiannya, dia bukanlah bagian dari golonganku.” (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Nasa’i).

Dalam redaksi lainnya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ وَخَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ فَمَاتَ فَمِيتَتُهُ جَاهِلِيَّةٌ وَمَنْ خَرَجَ عَلَى أُمَّتِى بِسَيْفِهِ يَضْرِبُ بَرَّهَا وَفَاجِرَهَا لاَ يُحَاشِى مُؤْمِناً لإِيمَانِهِ وَلاَ يَفِى لِذِى عَهْدٍ بِعَهْدِهِ فَلَيْسَ مِنْ أُمَّتِى وَمَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِلْعَصَبِيَّةِ أَوْ يُقَاتِلُ لِلْعَصَبِيَّةِ أَوْ يَدْعُو إِلَى الْعَصَبِيَّةِ فَقِتْلَتُهُ جَاهِلِيَّةٌ

Siapa saja yang memecah-belah jamaah dan keluar dari ketaatan, lalu mati, maka dia mati jahiliah. Siapa saja yang keluar menyerang umatku dengan pedangnya, ia memerangi orang baik dan orang jahatnya, tidak takut akibat perbuatannya menimpa orang Mukmin karena keimanannya dan tidak memenuhi perjanjiannya, dia bukan bagian dari umatku. Siapa saja yang terbunuh di bawah panji buta, dia marah karena ‘ashabiyah, atau berperang untuk ‘ashabiyah atau menyerukan ‘ashabiyah, maka dia mati jahiliah (HR. Ahmad).

Imam al-Al-Baihaqi mengeluarkan hadits ini dalam Syu’ab al-Iman dari Abu Hurairah dengan redaksi,

… وَمَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عُمِيَّةٍ يَغْضَبُ لِلْعَصَبِيَّةِ، وَيَنْصُرُ لِلْعَصَبِيَّةِ، وَيَدْعُوْ لِلْعَصَبِيَّةِ فَقِتْلَتُهُ جَاهِلِيَّةٌ

…Siapa saja yang terbunuh di bawah panji buta, dia marah karena ‘ashabiyah, menolong karena ‘ashabiyah dan menyerukan ‘ashabiyah, maka dia mati jahiliah.

Maknanya adalah haram menyeru, membela dan berperang demi ‘ashabiyah. Hadits di atas, meski redaksinya berita, karena disertai celaan, maknanya adalah larangan. Qarinah yang ada menunjukkan ketegasan larangan itu, yaitu qarinah “falaysa min ummati” atau “faqitlatuhu jahiliyyah” atau disebut sebagai al-Rayah ‘ummiyah.

Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahih Muslim menyatakan, “Al-Rayah ‘ummiyyah adalah perkara buta yang tidak jelas arahnya. Begitulah yang dikatakan oleh Ahmad bin Hanbal dan jumhur ulama.” Mula Ali al-Qari di dalam Mirqah al-Mafatih mengatakan, “Di dalam kamus al-‘ummiyyah artinya kesombongan (al-kibru) dan kesesatan (al-dhalal).”

Catatan Akhir

Eksistensi/keberadaan  al-liwa’ dan ar-rayah di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bisa terbantahkan, termaktub dalam hadits-hadits shahih.

Riwayat yang menerangkan bahwa al-liwa’ berwarna putih dan ar-rayah berwarna hitam ada dalam banyak hadits yang statusnya diperselisihkan oleh para ulama, karena ada beberapa rawi yang dinilai berbeda oleh ulama jarh wa ta’dil. Dengan berpijak pada penilaian sebagian ahli hadits yang menshahihkan, hadits tersebut maqbul. Demikian juga dengan banyaknya jalan periwayatan maka status hadits yang dhaifnya ringan terangkat menjadi hasan lighairihi. Artinya sah dijadikan sebagai hujjah.

Perbedaan warna tidak menafikan satu sama lain. Bisa saja Rasulullah memiliki beberapa warna. Semua ada haditsnya. Hanya saja warna hitam untuk ar-rayah dan putih untuk al-liwa lebih kuat dari pada yang menyebutkan warna merah dan kuning. Meski bukan suatu keharaman jika menggunakan dengan warna lain seperti merah dan kuning.

Lafazh kalimah tauhid pada al-liwa’ dan ar-rayah juga diperselisihkan. Riwayat Abu Syaikh al-Ashbahani dari Abu Hurairah dan riwayat at-Thabarani dari Ibnu Abbas kelemahannya sangat parah. Tetapi ada riwayat Abu Syaikh al-Ashbahani dari Ibnu Abbas yang rawi-rawi diterima oleh sebagian ulama. Kendatipun ada yang mendhaifkan, kelemahannya tidak parah.

Kalimah tauhid adalah simbol keagungan dan persatuan. Kalimah tauhid juga pada waktu itu adalah simbol penyebaran Islam melalui jihad. Maka perkara yang tidak menyelisihi syariat jika ia menjadi tulisan pada al-liwa’ dan ar-rayah.

Hadits terkait al-liwa’ dan ar-rayah bukanlah terkait hukum halal dan haram. Seharusnya didudukkan seperti dalam perkara fadhilah amal dan targhib wa tarhib. Para ulama menetapkan syarat yang longgar dalam perkara ini. Mayoritas ulama termasuk ahli hadits tidak terlalu tasyaddud (ketat) dalam hal sejarah, dll. Apalagi ditemukan riwayat yang sangat banyak, meskipun setiap satuannya selalu ada rawi cacat hafalan, namun secara keseluruhan mengindikasikan ada pokok yang kuat.

Memang bendera tersebut sering digunakan saat perang, namun apakah ada larangan utk dikibarkan diluar perang? Kalau tidak ada larangan mengapa ada pihak yang mempersoalkan. Selama tidak ada larangan berarti tidak dilarang,  apalagi kalau niatnya meninggikan kalimat Tauhid. Syi’ar Islam. Dalil umumnya jelas ada. Demikian juga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu riwayat membawa bendera tersebut pada saat fath al-Makkah (bukan kondisi perang)

Menganggap hadits-hadits al-liwa dan ar-rayah sebagai hadits mardud bahkan palsu yang tidak dapat dijadikan sebagai sandaran adalah penyesatan.


[Selasa, 23 Oktober 2018, sebuah tulisan lama saya (Tanggapan terhadap Nadirsyah Hosen awal 2017 lalu) yang didaur ulang

TAHUKAH ANDA JIKA EMAS DI IRIAN DIBAGI RATA RAKYAT INDONESIA ,AKAN KEBAGIAN TIGA TON SETIAP JIWA

TAHUKAH ANDA JIKA EMAS DI IRIAN DIBAGI RATA RAKYAT INDONESIA ,AKAN KEBAGIAN TIGA TON SETIAP JIWA ???
====================================
by: Suranegara

Negara Terkaya di Dunia Itu Ternyata adalah Indonesia. Banyak sebenarnya yang tidak tahu di manakah negara terkaya di planet bumi ini, ada yang mengatakan Amerika, ada juga yang mengatakan negera-negara di timur tengah. tidak salah sebenarnya, contohnya Amerika. negara super power itu memiliki tingkat kemajuan teknologi yang hanya bisa disaingi segelintir negara, contoh lain lagi adalah negara-negara di timur Tengah.

Rata-rata negara yang tertutup gurun pasir dan cuaca yang menyengat itu mengandung jutaan barrel minyak yang siap untuk diolah. tapi itu semua belum cukup untuk menyamai negara yang satu ini. bahkan Amerika, Negara-negara timur tengah serta Uni Eropa-pun tak mampu menyamainya.

Dan inilah negara terkaya di planet bumi yang luput dari perhatian warga bumi lainya. warga negara ini pastilah bangga jika mereka tahu. tapi sayangnya mereka tidak sadar "berdiri di atas berlian" langsung saja kita lihat profil negaranya.

Wooww… Apa yang terjadi? apakah penulis (saya) salah? tapi dengan tegas saya nyatakan bahwa negara itulah sebagai negara terkaya di dunia. tapi bukankah negara itu sedang dalam kondisi terpuruk? hutang dimana-mana, kemiskinan, korupsi yang meraja lela, kondisi moral bangsa yang kian menurun serta masalah-masalah lain yang sedang menyelimuti negara itu.

baiklah mari kita urai semuanya satu persatu sehingga kita bisa melihat kekayaan negara ini sesungguhnya.

1. Negara ini punya pertambangan emas terbesar dengan kualitas emas terbaik di dunia. namanya PT Freeport.

Apa saja kandungan yang di tambang di Freeport? ketika pertambangan ini dibuka hingga sekarang, pertambangan ini telah mengasilkan 7,3 JUTA ton tembaga dan 724,7 JUTA ton emas. saya (penulis= suranegara) mencoba meng-Uangkan jumlah tersebut dengan harga per gram emas sekarang, saya anggap Rp. 300.000. dikali 724,7 JUTA ton emas/ 724.700.000.000.000 Gram dikali Rp 300.000. = Rp.217.410.000.000.000.000.000 Rupiah!!!!! ada yang bisa bantu saya cara baca nilai tersebut? itu hanya emas belum lagi tembaga serta bahan mineral lain-nya. Seharusnya nama kota di sana itu bukan Tembagapura tapi Emaspura.

Lalu siapa yang mengelola pertambangan ini? bukan negara ini tapi AMERIKA! prosentasenya adalah 1% untuk negara pemilik tanah dan 99% untuk amerika sebagai negara yang memiliki teknologi untuk melakukan pertambangan disana. bahkan ketika emas dan tembaga disana mulai menipis ternyata dibawah lapisan emas dan tembaga tepatnya di kedalaman 400 meter ditemukan kandungan mineral yang harganya 100 kali lebih mahal dari pada emas, ya.. dialah URANIUM! bahan baku pembuatan bahan bakar nuklir itu ditemukan disana. belum jelas jumlah kandungan uranium yang ditemukan disana, tapi kabar terakhir yang beredar menurut para ahli kandungan uranium disana cukup untuk membuat pembangkit listrik Nuklir dengan tenaga yang dapat menerangi seluruh bumi hanya dengan kandungan uranium disana. Freeport banyak berjasa bagi segelintir pejabat negeri ini, para jenderal dan juga para politisi busuk, yang bisa menikmati hidup dengan bergelimang harta dengan memiskinkan bangsa ini.

2. Negara ini punya cadangan gas alam TERBESAR DI DUNIA! tepatnya di Blok Natuna.
Berapa kandungan gas di blok natuna? Blok Natuna D Alpha memiliki cadangan gas hingga 202 TRILIUN kaki kubik!! dan masih banyak Blok-Blok penghasil tambang dan minyak seperti Blok Cepu dll. DIKELOLA SIAPA? EXXON MOBIL! dibantu sama Pertamina.

3. Negara ini punya Hutan Tropis terbesar di dunia. hutan tropis ini memiliki luas 39.549.447 Hektar, dengan keanekaragaman hayati dan plasmanutfah terlengkap di dunia.

Letaknya di pulau Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi dan. sebenarnya jika negara ini menginginkan kiamat sangat mudah saja buat mereka. tebang saja semua pohon di hutan itu makan bumi pasti kiamat. karena bumi ini sangat tergantung sekali dengan hutan tropis ini untuk menjaga keseimbangan iklim karena hutan hujan Amazon tak cukup kuat untuk menyeimbangkan iklim bumi. dan sekarang mereka sedikit demi sediki telah menghancurkanya hanya untuk segelintir orang yang punya uang untuk perkebunan dan lapangan Golf. sungguh sangat ironis sekali.

4. Negara ini punya Lautan terluas di dunia. dikelilingi dua samudra, yaitu Pasific dan Hindia hingga tidak heran memiliki jutaan spesies ikan yang tidak dimiliki negara lain.

Saking kaya-nya laut negara ini sampai-sampai negara lain pun ikut memanen ikan di lautan negara ini.

5. Negara ini punya jumlah penduduk terbesar ke 4 didunia. dengan jumlah penduduk segitu harusnya banyak orang-orang pintar yang telah dihasilkan negara ini, tapi pemerintah menelantarkan mereka-mereka. sebagai sifat manusia yang ingin bertahan hidup tentu saja mereka ingin di hargai. jalan lainya adalah keluar dari negara ini dan memilih membela negara lain yang bisa menganggap mereka dengan nilai yang pantas.

6. Negara ini memiliki tanah yang sangat subur. karena memiliki banyak gunung berapi yang aktif menjadikan tanah di negara ini sangat subur terlebih lagi negara ini dilintasi garis katulistiwa yang banyak terdapat sinar matahari dan hujan.

Jika dibandingkan dengan negara-negara timur tengah yang memiliki minyak yang sangat melimpah negara ini tentu saja jauh lebih kaya. coba kita semua bayangkan karena hasil mineral itu tak bisa diperbaharui dengan cepat. dan ketika seluruh minyak mereka telah habis maka mereka akan menjadi negara yang miskin karena mereka tidak memiliki tanah sesubur negara ini yang bisa ditanami apapun juga. bahkan tongkat kayu dan batu jadi tanaman.

7. Negara ini punya pemandangan yang sangat eksotis dan lagi-lagi tak ada negara yang bisa menyamainya. dari puncak gunung hingga ke dasar laut bisa kita temui di negara ini.

Negara ini sangat amat kaya sekali, tak ada bangsa atau negara lain sekaya INDONESIA! tapi apa yang terjadi ? Kekayaan Alam Indonesia tdk seirama dgn kehidupan Rakyatnya yang miskin,terpuruk,melarat tak berdaya...

Oleh Sebab itu, Untuk EXXON MOBIL OIL, FREEPORT, SHELL, PETRONAS dan semua PEJABAT NEGARA yang menjual kekayaan Bangsa untuk keuntungan negara asing, diucapkan TERIMA KASIH.

Dan rasa terima kasih KAMI untuk Kemerdekaan Indonesia yang ke 67 tahun, kami pemuda-pemudi Indonesia memberikan penghargaan sebesar-besarnya kepada pejuang yang telah mengorbankan darah dan air mata mereka untuk bangsa ini..Pengorbanan kalian telah di sia-siakan oleh para Pemimpin yang hanya mementingkan keluarga,perut,& Partainya sendiri,Rakyat baru di tengok ketika PEMILU tinggal hitung Hari dengan mengharap suara & dukungan mereka...namun Ketika PEMILU usai,maka Rakyat kembali dicampakkan & kembali terjadi kesenjangan antara si kaya & si miskin,si kaya makin kaya & si miskin makin miskin...Para pejabat pemerintah makin kaya & rakyat makin miskin dibuatnya...kekayaan Alam Indonesia akhirnya kembali dinikmati oleh segelintir orang khusunya para pejabat,aparatur negara & Pihak Asing..Namun Rakyat hanya mendapatkan janji kosong berbuah dusta & kebohongan berbalut penderitaan ...

AKANKAH DISERAHKAN KEPADA PEMIMPIN DARI RAS KORUPTOR DAN PARTAI KORUPTOR ?... bisa-bisa NEGARA DAN PEMERINTAHANNYA DIPRIVATISASI !!!!

Wednesday, November 13, 2019

KHILAFAH DAN PEMIKIRAN KETATANEGARAAN WARISAN RASULULLAH *)

KHILAFAH DAN PEMIKIRAN KETATANEGARAAN WARISAN RASULULLAH *)

Oleh Ustadz Yuana Ryan Tresna
Peneliti Raudhah Tsaqafiyyah Indonesia

Khalifah dan Khilafah

Sistem pemerintahan warisan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Khilafah. Nabi bersabda,

 أُوصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ فَتَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Aku mewasiatkan kepada kalian, hendaklah kalian selalu bertakwa kepada Allah, mendengar dan menaati (pemimpin) sekalipun ia seorang budak Habsyi, karena sesungguhnya siapapun dari kalian yang berumur panjang sesudahku akan melihat perselisihan yang banyak.  Oleh karena itu, kalian wajib berpegang pada jalan/jejak langkahku dan jalan/jejak langkah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah padanya dan gigitlah itu erat-erat dengan gigi geraham. Jauhilah perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid‘ah adalah kesesatan. (HR Ahmad, Abu Dawud, al-Tirmidzi dan Ibn Majah).

 Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini berturut-turut dari Walid bin Muslim, dari Tsaur bin Yazid, dari Khalid bin Ma‘dan, dari Abdurrahman bin Amr as-Sulami dan Hujr bin Hujr. Keduanya berkata: Kami pernah mendatangi al-‘Irbadhi bin Sariyah. Lalu al-‘Irbadhi berkata, "Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kami shalat subuh. Beliau kemudian menghadap kepada kami dan menasihati kami dengan satu nasihat mendalam yang menyebabkan air mata bercucuran dan hati bergetar. Lalu seseorang berkata, 'Wahai Rasulullah, ini seakan merupakan nasihat perpisahan. Lalu apa yang engkau wasiatkan kepada kami?' Beliau bersabda, “Aku mewasiatkan kepada kalian...”

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari jalur yang lain, Ibn Majah, Imam al-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibn Hibban dalam Shahih Ibn Hibban, al-Hakim dalam al-Mustadrak ‘ala Shahihain dan ia berkomentar, "Hadits ini sahih, dan oleh al-Baihaqi dalam Sunan al-Baihaqi al-Kubra.

Maknanya, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan, "Aku mewasiatkan kepada kalian, hendaklah selalu bertakwa kepada Allah.” Ini menunjukkan wajibnya takwa secara mutlak, dalam hal apa saja, dimana saja dan kapan saja.

Kemudian Beliau bersabda, "Oleh karena itu, kalian wajib berpegang pada sunnah (jalan/jejak langkah)-ku dan sunnah (jalan/jejak langkah) Khulafa’ur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah padanya dan gigitlah itu erat-erat dengan gigi geraham.” Sunnah dalam hadits ini menggunakan makna bahasanya, yaitu thariqah (jalan/jejak langkah). Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah kita untuk mengambil dan berpegang teguh dengan jejak langkah Beliau dan Khulafa’ur Rasyidin. Perintah ini mencakup masalah sistem kepemimpinan, karena konteks pembicaraan hadits ini adalah masalah kepemimpinan. Artinya,  hadits ini merupakan perintah agar kita mengikuti corak dan sistem kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, yaitu sistem Khilafah. Beliau sangat menekankan perintah ini dengan melukiskan (dengan bahasa kiasan) agar kita menggigitnya dengan gigi geraham.

Para ulama juga telah mengulas masalah ini secara global. Istilah khilafah, diungkapkan pula oleh para ulama dengan istilah imamah, yakni al-imamah al-’uzhma, keduanya bentuk sinonim (mutaradif) karena esensinya sama, yakni topik kepemimpinan dalam Islam.

Imam al-Mawardi al-Syafi’i mengatakan,

الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة الدين وسياسة الدنيا به

Imamah itu menduduki posisi untuk khilafah nubuwwah dalam menjaga agama serta pengaturan urusan dunia.[1]

Imam al-Haramain al-Juwaini al-Syafi’i menyebutkan,

الإمامة رياسة تامة، وزعامة تتعلق بالخاصة والعامة في مهمات الدين والدنيا

 Imamah itu adalah kepemimpinan yang sifatnya utuh, dan kepemimpinan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat umum dan khusus dalam urusan-urusan agama maupun dunia.[2]

Imam al-Ramli al-Syafi’i juga mengatakan,

الخليفة هو الإمام الأعظام, القائم بخلافة النبوة, فى حراسة الدين وسياسة الدنيا

 Khalifah itu adalah imam agung yang menduduki jabatan khilafah nubuwwah dalam melindungi agama serta pengaturan urusan dunia.[3]

Adapun Imam al-Nawawi al-Syafi’i berpendapat,

الفصل الثاني في وجوب الإمامة وبيان طرقها لا بد للأمة من إمام يُقيم الدين وينصُر السنة وينتصف للمظلومين ويَستوفي الحقوق ويضَعها مواضعَها. قلت تولي الإمامة فرض كفاية …

…Pasal kedua tentang wajibnya imamah serta penjelasan mengenai metode (jalan untuk mewujudkannya). Adalah suatu keharusan bagi umat adanya seorang imam yang bertugas menegakkan agama, menolong sunnah, membela orang yang didzalimi, menunaikan hak, dan menempatkan hak pada tempatnya. Saya nyatakan bahwa mengurusi urusan imamah itu adalah fardhu kifayah.[4]

Adapun Imam Abu Hamid al-Ghazali al-Syafi’i –begitu pula para ulama lainnya- pun mengumpamakan din dan kekuasaan (kepemimpinan), sebagai saudara kembar[5], lalu Al-Ghazali menegaskan,

الدّين أس وَالسُّلْطَان حارس فَمَا لا أس لَهُ فمهدوم وَمَا لا حارس لَهُ فضائع

Al-dîn itu asas dan penguasa itu penjaganya, maka apa-apa yang tidak ada asasnya maka ia akan roboh dan apa-apa yang tidak ada penjaganya maka ia akan hilang.[6]

Konsep al-Dar

Bahasan tersebut di atas terkait dengan kewajiban mengangkat seorang Khalifah dan adanya sistem Khilafah. Adapun terkait dengan konsep negara yang memiliki wilayah yang di atasnya diterapkan hukum Islam dan kontradiksinya dengan wilayah yang tidak menerapkan Islam, para ulama membahas dalam bahasan al-Dar.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sulaiman Ibnu Buraidah, di mana di dalamnya dituturkan bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُدْعُهُمْ  إِلَى الإِسْلاَمِ فَإِنْ أَجَـابُوكَ فأَقْبِلْ مِنْهُمْ و كُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ أُدْعُهُمْ إِلَى التَّحَوّلِ مِنْ دَارِهِمْ الى دَارِالمُهَاجِرِيْنَ و أَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مــا لِلْمُهَاجِرِيْنَ وَ عَلَيْهِمْ مَـا عَلَى الْمُهَـاجِريْنَ

"... Serulah mereka kepada Islam, maka apabila mereka menyambutnya, terimalah mereka dan hentikanlah peperangan atas mereka; kemudian ajaklah mereka berpindah dari negerinya (Darul Kufur) ke Darul Muhajirin (Darul  Islam   yang berpusat di Madinah); dan beritahukanlah kepada mereka bahwa apabila mereka telah melakukan semua itu, maka mereka akan mendapatkan hak yang sama sebagaimana yang dimiliki kaum muhajirin, dan juga kewajiban yang sama seperti halnya kewajiban kaum muhajirin.”

Istilah Dar al-Islam dan Dar al-Kufr telah dituturkan di dalam Sunnah dan Atsar para shahabat. Imam al-Mawardi menuturkan sebuah riwayat dar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda,

"Semua hal yang ada di dalam Dar al-Islam menjadi terlarang (terpelihara), sedangkan semua hal yang ada di dalam Dar al-Syirk telah dihalalkan".[7]

Maksudnya, semua orang yang hidup di dalam Dar al-Islam, harta dan darahnya terpelihara. Harta penduduk Dar al-Islam tidak boleh dirampas, darahnya juga tidak boleh ditumpahkan tanpa ada alasan yang syar'i. Sedangkan penduduk Dar al-Kufr, maka harta dan darahnya tidak terpelihara, kecuali ada alasan syar'i yang mewajibkan kaum Muslim melindungi harta dan darahnya[8].

Di dalam kitab al-Kharaj karya Abu Yusuf dituturkan, bahwasannya ada sebuah surat yang ditulis oleh Khalid bin Walid kepada penduduk al-Hirah. Di dalam surat itu tertulis, "….Aku telah menetapkan bagi mereka (penduduk Hirah yang menjalin perjanjian dzimmah); yakni orang tua yang tidak mampu bekerja, atau orang yang cacat, atau orang yang dahulunya kaya lalu jatuh miskin, sehingga harus ditanggung nafkahnya oleh penduduk yang lain; semuanya dibebaskan dari pembayaran jizyah, dan mereka akan dicukupi nafkahnya dari harta Baitul Maal kaum Muslim, selama mereka masih bermukim di Dar al-Hijrah dan Dar al-Islam.  Jika mereka berpindah ke negeri lain yang bukan Dar al-Hijrah, maka tidak ada kewajiban bagi kaum Muslim untuk mencukupi nafkah mereka.."[9]

Berdasarkan riwayat di atas dapat disimpulkan, bahwa frase Dar al-Islam, adalah istilah syar'i yang ditujukan untuk menunjukkan realitas tertentu dari sebuah negara. Sebab, di sana ada perbedaan hukum dan perlakuan pada orang yang menjadi warga negara Dar al-Islam dan Dar al-Kufr.

Para fuqaha juga telah membahas kedua istilah ini di dalam kitab-kitab mereka.   Dengan penjelasan para fuqaha tersebut, kita dapat memahami syarat atau sifat yang yang harus dimiliki suatu negara hingga absah disebut negara Islam.

Al-Kasa’i di dalam kitab Bada’i' al-Shana’i', mengatakan,

"Tidak ada perbedaan di kalangan fuqaha kami, bahwa Dar Kufr (negeri kufur)  bisa berubah menjadi Dar al-Islam dengan tampaknya hukum-hukum Islam di sana.  Mereka berbeda pendapat mengenai Dar al-Islam; kapan ia bisa berubah menjadi Dar al-Kufr?  Abu Hanifah berpendapat; Dar al-Islam tidak akan berubah menjadi Dar al-Kufr kecuali jika telah memenuhi tiga syarat. Pertama, telah tampak jelas diberlakukannya hukum-hukum kufr di dalamnya. Kedua, meminta perlindungan kepada Dar al-Kufr.  Ketiga, kaum Muslim dan dzimmi tidak lagi dijamin keamanannya, seperti halnya keamanan yang mereka dapat pertama kali, yakni, jaminan keamanan dari kaum Muslim". Sedangkan Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat, "Dar al-Islam berubah menjadi Dar al-Kufr jika di dalamnya telah tampak jelas hukum-hukum kufur.”[10]

Di dalam Hasyiyah Ibnu 'Abidin atas kitab Al-Durr al-Mukhtar Syarh Tanwir al-Abshar, disebutkan, "Dar al-Islam tidak akan berubah menjadi Dar al-Harb….(karena) misalnya, orang Kafir berhasil menguasai negeri kita, atau penduduk Mesir murtad kemudian mereka berkuasa, atau diterapkan kepada mereka hukum-hukum kufur; atau negeri itu mencabut dzimmah (perjanjian untuk mendapatkan perlindungan dari Daulah Islam), atau negeri mereka dikuasai oleh musuh; salah satu hal tersebut tidak menjadikan Dar Islam berubah menjadi Dar al-Harb jika telah memenuhi tiga syarat.  Sedangkan Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat; cukup dengan satu syarat saja; yakni tampaknya hukum-hukum kufur di negara itu, dan ini adalah qiyas.."[11]

Dengan demikian Dar al-Islam adalah negara yang menerapkan hukum Islam, dan keamanan negara tersebut di bawah jaminan kaum Muslim. Dar al-Kufr adalah negara yang menerapkan syari’at kufur, dan keamanannya tidak dijamin oleh kaum Muslim.

Al-Dar dan Tatanegara Modern

Konsep Dar al-Islam tersebut sulit dibayangkan jika bukan dalam bentuk negara sebagaimana dimaksud dalam konsep tatanegara modern. Hal itu terutama ketika dihadapkan dengan fakta bahwa Islam menetapkan berbagai macam hukum yang mengharuskan peran sebagai sebuah negara. Hukum-hukum tersebut antara lain adalah:

Penetapan status kewarganegaraan. Seseorang diketahui bahwa ia seorang kafir dzimmi, kafir mu’ahid, kafir musta’min, atau kafir harbi, jika  ada batas wilayah negara yang jelas.
Hukum jihad fi sabilillah. Adanya negara dan batas negara yang jelas juga berhubungan erat dengan hukum jihad di jalan Allah sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Anfal Ayat 39.
Hukum perjanjian antar negara. Al-Quran telah menyitir dan menjelaskan secara rinci hukum-hukum perjanjian antara Dar al-Islam dengan Dar al-Kufr (lihat QS. At-taubah: 4)
Hukum bersiaga di perbatasan negara. Kemestian adanya negara dan batas teritorial yang jelas dan tegas, juga ditunjukkan dengan kewajiban untuk bersiap siaga di perbatasan negara. (Lihat QS. Ali Imran: 200)
Hukum hijrah. Imam Ahmad dan al-Nasa’i meriwayatkan sebuah hadits, bahwa Rasulullah bersabda, “Hijrah itu tidak ada putus-putusnya selama musuh itu masih diperangi.” Imam Bukhari meriwayatkan hadits, bahwa ‘Aisyah pernah ditanya tentang hijrah, beliau menjawab, “Hari ini tidak hijrah lagi, yang ada adalah seorang mukmin yang membawa lari agamanya kepada Allah dan Rasul, karena khawatir kena fitnah.” Hijrah adalah berpindah dari wilayah Dar Kufr, menuju wilayah Dar al-Islam.

Kesimpulan

Mengatakan bahwa Khilafah adalah ajaran Islam namun bukan sebuah sistem tatanegara, adalah kesalahan yang amat fatal. Khilafah adalah ajaran Islam yang bermakna sebuah sistem pemerintahan dalam Islam dan meniscayakan sebagai konsep tatanegara sebagaimana yang dipahami dewasa ini. Hal itu didukung fakta bahwa Islam menetapkan berbagai macam hukum yang mengharuskan peran sebagai sebuah negara. Wallahu a'lam.

Bandung, 9 Rabi'ul Awwal 1441 H

*) Disadur dari kata pengantar (sambutan) penulis pada Buku "Fiqih Khilafah dalam Madzhab Syafi'i"

===
[1] Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyyah, hlm. 5
[2] Al-Haramain, Ghiyats al-Umam fil Tiyatsi al-Zhulam, hlm.15
[3] Al-Ramli, Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj fil Fiqhi ‘ala Madzhab al-Imam al-Syafi’i, Juz 7, hlm. 289
[4] Al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin wa Umdah al-Muftin, juz III, hlm. 433.
[5] Al-Ghazali, Al-Iqtishâd fî al-I’tiqâd, hlm. 128.
[6] Ibid. Penuturan senada diutarakan oleh Imam Abu al-Hasan al-Mawardi, Imam al-Qal’i al-Syafi’i, Imam Ibn al-Azraq al-Gharnathi, dan lainnya.
[7] Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyyah, hlm. 60.
[8] Muhammad Khair Haikal, al-Jihad wa al-Qital, juz 1, hlm. 661
[9] Abu Yusuf, al-Kharaj, hlm. 155-156.
[10] Al-Kasa’i, Bada’i' al-Shana’i', juz 7, hlm. 130.
[11] Hasyiyyah Ibnu 'Abidin, juz 3, hlm. 390

***

Bagi yg berminat bukunya, in syaa Allah masih ada sisa stok, dgn harga miring. Monggo fast respon ya ikhwah