Wednesday, September 30, 2020

Sejarah PKI

 https://youtu.be/zjxm4Z1U1mY


[Beserta transkripnya]


SEJARAH PKI

 

Mau tau sejarah PKI?


Saya ambil momentum-momentum yang penting saja. Perhatikan baik-baik! Di bulan Mei tahun 1914, tatkala Indonesia masih dijajah oleh pemerintah Hindia belanda, datanglah 85 Tokoh Komunis Hindia Belanda yang berasal dari Partai Sosialis Belanda. Mereka datang ke Indonesia, mereka tinggal di Indonesia, lalu mereka membentuk Asosiasi Perburuhan. Asosiasi Buruh.


Mereka rekrut buruh-buruh di Pelabuhan, buruh-buruh Pabrik, buruh-buruh Perusahaan. Mereka beri nama ISDV. Dalam bahasa belanda itu singkatan dari Indische Sociaal Democratische Vereenigin, kurang lebih artinya Asosiasi Perburuhan Hindia Belanda.


Kemudian ISDV didirikan, semua pengurusnya orang Belanda, tapi anggotanya orang kita (orang Indonesia). Buruh-buruh dibujuk, pekerja dibujuk, petani dibujuk. Dijanjikan perlindungan, dijanjikan pembelaan : Kalau ikut Asosiasi ini, karena yang memimpinnya orang Belanda, kalau ada apa-apa nanti dibela sama orang Belanda. Banyak buruh dan petani yang tidak paham, sekedar ingin cari selamat, sekedar ingin dapat fasilitas, mereka masuk ke ISDV.


Makin hari makin kuat, makin hari makin banyak buruh yang ikut ISDV. Lalu di tahun 1917 orang-orang Belanda Komunis ini, yang dipimpin oleh Henk Sneevliet ( Ketua ISDV) mereka provokasi buruh, mereka provokasi buruh pabrik, buruh pelabuhan, buruh perusahaan, buruh perkebunan, untuk melakukan pemogokan, sekaligus kerusuhan besar!


Mereka bikin kerusuhan besar. Bakar pabrik, bakar perkebunan. Untuk apa? Tidak lain dan tidak bukan, ISDV menuntut pemerintah Hindia Belanda untuk menolak System Kapitalis dan menerapkan System Komunis. Jadi di Belanda itu ada dua kekuatan, yaitu : Kekuatan Kapitalis dan Kekuatan Komunis. Mereka mau ganti, Kapitalis harus dirubuhkan, ganti dengan pemerintahan Komunis.


Catat baik-baik. 


Saat itu ISDV melakukan kerusuhan sosial terhadap Belanda bukan untuk kemerdekaan Republik Indonesia! Saya ulangi sekali lagi, bukan untuk kemerdekaan Republik Indonesia! Mereka hanya bikin kerusuhan sosial untuk menggulingkan pemerintahan Kapitalis Belanda menjadi pemerintahan Komunis Belanda! Artinya kerusuhan itu hanya untuk kepentingan Komunis Belanda! 


Kenapa ini perlu saya garis bawahi? 


Sebab anak-anak PKI yang ada saat ini, dimana-mana sesumbar : 

Dulu kami Pejuang. Dulu PKI berontak kepada Belanda.!

Dulu tahun 1917 kami berontak! 

Kami bakar pabrik, kami bakar perkebunan, kami bakar itu perusahaan.

Kami pejuang-pejuang yang berani. Kami pahlawan!


Banyak anak muda kita yang tidak paham! Percaya kalau PKI pahlawan!


Begitu mereka bikin kerusuhan, akhirnya tokoh-tokoh komunis Belanda tersebut ditangkap oleh pemerintah Hindia Belanda dan dikembalikan ke Negeri Belanda. Kecuali beberapa gelintir orang-orang belanda yang dianggap tidak terlibat dalam kerusuahan. Sisanya semuanya dipulangkan, termasuk henk Sneevliet – Ketua ISDV. Tapi ISDV tidak dibubarkan oleh belanda. 


Kenapa tidak dibubarkan? Sebab Belanda bilang ini anggotanya sudah banyak, ada dimana-mana. Sayang kalau dibubarkan. Tapi Belanda ingin ambil alih agar belanda bisa menguasai Buruh dan para Petani.


Singkat cerita, masuk tahun 1920. Atau saya ingatkan dulu ; masuk tahun 1920, ISDV menggelar Kongres di Semarang – Jawa Tengah dan mengganti nama menjadi Perserikatan Komunis di Hindia Belanda yang disingkat PKH. (Perserikatan Komunis Hindia Belanda). Jadi artinya, di tahun 1920 dia keluarkan watak aslinya. Bahwa mereka adalah Perserikatan Komunis, Perhimpunan Komunis, Paguyuban Komunis.


Lalu siapa yang memimpinnya?


Ketika itu ada dua orang Indonesia dijadikan pemimpin, Pertama adalah Semaun dari Surabaya, yang kedua adalah Darsono dari Kota Solo. Padahal dua orang ini sebelumnya ikut Syarekat Islam (SI). Pada saat ISDV didirikan, (ada) kerjasama dengan Syarekat Islam. Karena Syarekat Islam kira ini (ISDV) cuma Asosiasi Buruh, tidak ada kaitan dengan Komunis, alasan kedua : karena ISDV anti Kapitalis. Syarekat Islam juga anti Kapitalis. Punya musuh bersama, sama-sama anti kapitalis, makanya dia (ISDV dan SI) gabung.


Tapi, begitu 1920, ISDV mengganti nama menjadi Perserikatan Komunis Hindia Belanda, bubar! Syarekat Islam tidak mau lagi untuk bersatu dengan mereka (ISDV). Syarekat Islam yang saat itu dipimpin oleh Hadji Oemar Said Tjokroaminoto menolak untuk kerjasama lagi dengan PKI (Baca : Komunis).


Ingat! Waktu itu namanya belum PKI, namanya masih PKH. 1914 namanya ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereenigin), 1920 berubah menjadi PKH (Perserikatan Komunis Hindia Belanda). 


Lalu tahun 1924, akhirnya Perserikatan Komunis Hindia Belanda (PKH) mengganti nama lagi. Kali ini namanya adalah Partai Komunis Indonesia yang disingkat PKI.


Kemudian di tahun 1926 dan 1927. Partai komunis Indonesia (PKI) karena sudah merasa lebih kuat, kali ini anggotanya lebih banyak. Dia bujuk buruh-buruh, dia bujuk petani-petani,dia bujuk orang-orang miskin untuk masuk kedalam Partai Komunis Indonesia (PKI). Begitu anggotanya sudah lebih banyak dibandingkan tahun 1917, akhirnya tahun 1926 lagi-lagi mereka melakukan kerusuhan.


Mereka bakar pabrik-pabrik , bakar perkebunan, bakar perusahaan. Mereka lakukan kerusakan dimana-mana. Pemerintah Hindia belanda marah. Akhirnya pimpinan PKI ketika itu yaitu Semaun, Darsono, muso dan Alimin – semuanya ditangkap. Dan semua dibuang ke Moscow – Rusia. 


Pimpinan PKI dibuang ke Rusia, mereka bisa hidup di Rusia. 

Lalu bagaimana dengan petani? Bagaimana dengan buruh yang mereka rekrut?  


13.000 petani ditangkap oleh Belanda. Puluhan mereka gantung, ratusan mereka siksa habis-habisan. Dari dulu PKI senang mengorbankan rakyat kecil . Mengorbankan buruh, mengorbankan petani. Biadab!

Akhirnya PKI (Partai Komunis Indonesia) dibubarkan oleh Belanda. 1924 PKI dibubarkan oleh Belanda.

13.000 petani – buruh ditangkap dan dibuang ke Tanah Merah di Papua – Irian. 


Puluhan digantung oleh Belanda dijalan-jalan. Yang dibunuh oleh Belanda, yang digantung oleh Belanda, petani-petani kecil, buruh-buruh kecil. Tapi pimpinan-pimpinannya ; Muso, Alimin, pimpinan-pimpinan kelas kakapnya semua dipindahkan ke Moscow – Rusia. 


Jadi PKI jangan ngaku-ngaku. 

Anak-anak muda PKI sekarang ngaku ; 


Kami Pahlawan. 

Kami Pejuang! 

Dulu dua kali kami berontak kepada Belanda! 1917, 1927! 


BOHONG!!!


Mereka tidak melakukan pemberontakan untuk kemerdekaan Republik Indonesia!

Mereka, ketika itu hanya diperalat oleh tokoh-tokoh Komunis Belanda untuk menggulingkan Pemerintahan Kapitalis Hindia Belanda agar berganti menjadi Pemerintahan Komunis Hindia Belanda!

Buktinya! Di tahun 1924 ketika PKI dideklarasikan, - dulu yang membangun pertama kali Komunis di Indonesia yaitu Henk Sneevliet – yang dipulangkan oleh Belanda, Resmi untuk mewakili PKI untuk menghadiri Kongres Komunisme Internasional di Moscow.


Seluruh tokoh Komunis Belanda menjadi anggota PKI dan mewakili PKI hadir di Kongres Komunis di Jerman, Kongres Komunis di Cina, Kongres Komunis di Moscow – Unisoviet . PKI telah menjadi jaringan Komunis Internasional sejak tahun 1924.


Makanya begitu tahun 1927, begitu dia (PKI) melakukan huru-hara, dibubarkan oleh Pemerintah Belanda. Sebab Pemerintah Hindia Belanda adalah Pemerintah Kapitalis yang bekerjasama dengan Pemerintah Amerika, dan tidak mau berkiblat kepada Cina maupun Unisoviet.


BAGAIMANA PKI KEMBALI KE INDONESIA?


Begitu dilarang. Muso dibuang ke Rusia, Alimin dibuang ke Rusia, mereka tidak berani untuk kembali ke Indonesia karena Belanda masih berkuasa. Begitu Indonesia merdeka, tanggal 17 Agustus 1945, siapa yang merumuskan kemerdekaan? Yang merumuskan kemerdekaan adalah tokoh-tokoh Islam dan tokoh-tokoh Nasional. Tidak ada tokoh PKI!


Tokoh-tokoh Islam : Kyai Haji Wahid Hasyim – Pimpinan Nahdatul Ulama, Kyai Haji Abdul Kahar Mudzakkir – Pimpinan Muhammadiayah, Kyai Haji Agus Salim – Pimpinan Syarekat Islam. Dan dari Tokoh Nasionalisnya : Bung Karno (Ir Soekarno) Bung Yamin (Moehammad Yamin) Bung Hata (Mohammad Hatta). Mereka inilah yang merumuskan Kemerdekaan Republik Indonesia. PKI tidak ikut! PKI tidak merumuskan!PKI tidak ikut dalam Rapat Persiapan untuk Kemerdekaan Indonesia. Sebab memang PKI tidak pernah berpikir Indonesia Merdeka! Catat itu baik baik!


Merdekalah kita pada 17 Agustus 1945. Begitu kita Merdeka, eee … tokoh-tokoh PKI dari Moscow pulang. Musonya Pulang, Aliminnya pulang, rame-rame pulang. Kenapa mereka berani pulang? Karena belanda sudah lari, karena Belanda sudah tidak menjajah Indonesia lagi.


Kemana mereka waktu  Jepang menjajah kita? 

Kemana?

Kalau memang mereka pejuang kemerdekaan, mestinya saat Jepang datang mereka turun! 

Tidak! Mereka tidak turun melawan Belanda maupun melawan Jepang!

Begitu kita merdeka, mereka balik lagi.

Begitu mereka balik, tanggal 21 Oktober 1945. Baru dua bulan kita merdeka, mereka deklarasikan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dipimpin oleh Muso.


Begitu mereka dirikan PKI, mereka tidak dianggap Bung Karno, tidak dianggap Bung Hatta, Ormas Islam tidak menganggap. Akhirnya mereka (PKI) pakai cara picik. Bagaimana supaya mereka dianggap? Mereka lakukan teror dimana-mana.


Di awal bulan Nopember, (Satu) Mereka bergerak di basis mereka. Ketika itu sudah banyak pengikut di Tegal, Brebes, Pemalang, Pekalongan, mereka rebut. Bupatinya mereka tangkap, Camatnya mereka tangkap, Lurahnya mereka tangkap, Kepala Polisi mereka di wilayah tangkap. Mereka paksa untuk turun dari jabatan, mereka ganti dengan orang-orang mereka.kalau tidak mau mereka turun, mereka dibunuh. Makanya beberapa bupati mereka bunuh, Camat mereka bunuh, Kepala-kepala desa mereka bunuh. (yang tidak mau turut kepada mereka). 


Akhirnya mereka rebut Keresidenan Pekalongan, meliputi Tegal, Brebes, Pemalang, dan mereka serbu Cirebon. Tentara ditangkapi, tentara dilucuti. Cirebon, Bupatinya ditangkap. Bukan itu saja, mereka juga masuk ke daerah Banten. Di Banten ada Ce Mamat – Tokoh PKI Banten. Mereka culik Bupati lebak, Rd Hardiwinangun, mereka bunuh di Jembatan Serang (Sungai Cisiih). Tidak sampai disitu, mereka bergerak ke Tangerang, mereka culik tokoh Nasional, Otto Iskandar Dinata - Mereka tangkap, mereka sembelih, karena tidak setuju dengan PKI!


Jadi supaya anda tahu, kenapa mereka melakukan itu? Karena mereka punya Basis. Basisnya buruh dan petani. Dimana mereka punya Basis, mereka bunuh yang tidak mau tunduk kepada mereka. Dimana mereka tidak punya basis, mereka pura-pura baik kepada umat Islam. Di Jawa Barat, PKI tidak ada Basisnya. Alhamdulillah. Ini Jawa barat dari dulu sampai sekarang Basis Islam, bukan Basis PKI.


Lantas apa hasil terror yang dilakukan oleh PKI?


Ketika itu kita baru merdeka. Yang namanya baru merdeka, pemerintah masih lemah. Tentara masih lemah, Polisi masih lemah. Baru merdeka dua bulan dirongrong sama PKI Biadab. Makanya PKI bisa rebut, Brebes, Tegal , Pemalang, Tangerang, Serang. Karena pada saat itu Bung Karno masih lemah, Pemerintahan masih lemah. 


Taktik mereka (PKI) Berhasil. Akhirnya mereka dipanggil oleh Bung Karno. Bung Karno bujuk mereka untuk tidak mengganggu rakyat. Hasilnya, tahun 1947, terpaksa akhirnya Bung Karno (tidak ada jalan lain) Tokoh PKI diangkat menjadi Perdana Menteri Republik Indonesia. Dialah yang bernama Amir Syarifuddin Harahap. Jadi Amir Syarifuddin Harahap itu Tokoh PKI!


Niat Bung Karno baik. Kalau PKI dikasih tempat, PKI dibagi tempat dipemerintahan, dia (PKI) gak bunuh Camat, gak bunuh Lurah, gak bunuh Bupati (sebab) ini Negara baru merdeka, belum lagi Belanda mengancam mau kembali, mau rebut lagi Indonesia, mau jajah Indonesia. Demikian kelicikan PKI.


Mari kita lihat. Bagaimana begitu Amir Syarifuddin jadi Perdana Menteri? Orang-orang PKI dimasukkan ke dalam lini-lini pemerintahan. PKI dimasukkan ke Tentara, Polisi, Pegawai Negeri Sipil, PKI diangkat jadi Camat, diangkat jadi Bupati, dimana-mana PKI jadi Pejabat. Angkatan Darat disusupi PKI. Angkatan Udara disusupi PKI, angkatan Laut disusupi PKI. Kepolisian disusupi PKI. 


PKI menguasai. Masyumi protes, Ulama protes, Kyai Protes. Datang ke Bung Karno, supaya Amir Syarifuddin diberhentikan jadi Perdana Menteri. Ini berbahaya, semua pejabat diganti dengan (Orang-orang) PKI. Tapi ketika itu Bung Karno tidak punya alasan. 


Alasan itu datang setahun kemudian. Tanggal 17 Januari tahun 1948. Terjadi perjanjian Renville antara Indonesia dengan Belanda. Indonesia diwakili oleh Perdana Menterinya yaitu Tokoh PKI Amir Syarifuddin, dan hasilnya, isi perjanjiannya : Merugikan Indonesia, menguntungkan Belanda. Membuka Pintu Belanda balik lagi ke Indonesia.


Marah Tokoh-tokoh Islam, Marah Tokoh-tokoh Nasionalis. Rame-rame mereka datangi Bung Karno. (Kompak saat itu Nasionalis dengan Umat Islam dan para Ulama). Dan akhirnya tanggal 23 Januari 1948 (hanya 5 hari setelah Perjanjian Renville) Amir Syarifuddin diberhentikan dari (jabatan) Perdana Menteri. Kabinetnya dibubarkan.


Lalu siapa yang diangkat sebagai pengganti? Soekarno mengangkat Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri. Karena tokoh-tokoh Islam Nasionalis meminta Mohammad Hatta menyelamatkan Indonesia dari PKI. 


Mohammad Hatta langsung ambil alih. Beliau jadi Perdana Menteri. Begitu masuk bulan Mei 1948, yang beliau lakukan adalah mengadakan Program RERA (Rekonstruksi Rasionalisasi). Artinya seluruh Orang PKI yang ada di TNI, PNS, yang jadi Pejabat, diberhentikan oleh Bung Hatta.


Akhirnya PKI marah. Tentara-tentara (antek) PKI tidak mau berhenti. Mereka marah, mereka tidak mmau keluar dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Kepolisian dan tidak mau berghenti dari jabatannya. Namun tetap diberhentikan. 


Lalu apa yang terjadi?


Begitu (semua) diberhentikan maka, seluruh tokoh PKI yang masih ada di luar negeri, baik yang ada di China maupun Moscow beramai-ramai turun ke Indonesia. Bulan Agustus 1948 mereka gelar Kongres untuk melawan Bung Hatta. Mereka merasa Bung Hatta sudah merusak segala rencananya.Dan hasilnya tanggal 5 September, PKI secara terbuka mengumumkan, meminta kepada Presiden Soekarno agar Negara Kesatuan Republik Indonesia berkiblat kepada Unisoviet.


Jadi, PKI bilang : Indonesia harus berkkiblat kepada Unisoviet. Indonesia harus bersatu dengan Unisoviet. Indonesia tidak boleh diatur oleh Amerika yang Kapitalis. Indonesia harus menjadi Negara yang Sosialis Komunis. Dan, keinginannya ditolak oleh Bung Karno.

Begitu ditolak, yang terjadi pada tanggal 10 September – PKI mengumumkan – di Madiun, satu Negara Baru yang namanya adalah Negara Republik Soviet Indonesia. Dideklarasikan Presidennya Muso. Wakil Presidennya Amir Syarifuddin – Mantan Perdana Menteri Republik Indonesia.


Setelah itu diberikan peringatan oleh Bung Karno (untuk) bubar! Stop! Tidak Boleh ada Negara dalam Negara! Namun Mereka tidak mau tahu. Lalu setelah itu Ulama-Ulama di Madiun, Pimpinan Pondok Pesantren di Magetan,- dimana-mana, yang tidak mau mengakui Negara Republik Soviet Indonesia, - mereka serbu - mereka bunuh! Pesantren- Pesantren mereka bakar, Kyai-kyai mereka bunuh. Itu terjadi dari tanggal 10 September. 


Gubernur Jawa Timur Mereka culik dan bunuh. Kepala Rumah Sakit Solo mereka culik dan bunuh. Kepala Kepolisian Madiun mereka culik mereka sembelih (bunuh). Itu terjadi pada tanggal 10 September, 11, 12, 13, puncaknya tanggal 17 September ; Seorang Ulama Besar Nahdatul Ulama - Kyai Haji Sulaiman Zuhdi Affandi - ditangkap dengan 108 Santri dan Ustadz. Mereka diseret ke sebuah sumur di Desa Soco kabupaten Magetan. Disembelih satu persatu, dimasukkan ke dalam lubang sumur, dibunuh!


Dari situ mereka rebut satu persatu. 18 September 1948 mereka rebut Madiun, Ponorogo, Pacitan, Rembang, Cepu, Purwodadi, Sukerejo, Magetan, - semua kota-kota di Jawa tengah direbut oleh mereka. 


Pertanyaannya, mengapa mereka bisa merebut? 


Karena mereka punya senjata. Ada militer jadi PKI, ada Angkatan Darat jadi PKI. Ada Angkatan Laut jadi PKI. Ada Angkatan Udara jadi PKI. Ada Polisi jadi PKI. Mereka punya senjata, mereka tidak mau berhenti. Dengan senjata mereka rebut semua Kota yang ada di Jawa Tengah.


Sampai disitu, sepanjang 18 September sampai 21 September 1948, - mereka bikin dua ladang pembantaian : 1. Di pabrik Gula Gorang-Gareng di Magetan, 2. Di Pabrik Gula Alastua. Itu ratusan Masyarakat mereka tarik. Orang Nahdatul Ulama (NU), Banser, Masyumi, semua mereka tarik, mereka culik – dimasukkan dalam pabrik gula Gorang Gareng. Mereka sembelih satu persatu. Saking banyaknya yang mereka bunuh, saking banyaknya yang mereka potong, - itu banjir darah didalam pabrik gula Gorang gareng. Tinggi darah lewat mata kaki! Biadab!


Jangan bilang PKI pahlawan! 

Kita punya datanya! kita punya faktanya!

Dan masih ada saksi hidup yang mengalami peristiwa tersebut!

Kita punya foto-fotonya! 

Biadab!!!


Dan mereka bikin 7 sumur yang mereka sebut sebagai Sumur Neraka! Setiap sumur, ratusan mayat mereka ceburkan kesana! Mayat Bupati, mayat Camat, mayat Kepala Kepolisian, Mayat Kyai, mayat Santri, mayat Pimpinan Partai Islam, mayat Banser, semua mereka ceburkan kedalam 7 Sumur. Satu sumur ada 200 kerangka mayat, ada 300 kerangka mayat, Biadab! Ke 7 Sumur (tersebut) ada di kabupaten Magetan.


Tadinya itu tidak terungkap. Itu peristiwa terjadi tahun 1948, tidak ada yang tahu. Keluarga pada ‘nyari. Keluarga Bupati ‘nyari, mana suami saya? Suami saya jadi Bupati diculik oleh PKI, dimana dia? Santri-santri pada ‘nyari, termasuk (keluarga) K. H Sulaiman Zuhdi pimpinan Pondok Pesantren. Pesantrennya dibakar, Kyainya kemana? Semua santri ‘nyari. 


Baru pada tahun 1950, beberapa orang-orang PKI yang ditangkap, akhirnya mereka insyaf, dan mereka yang menunjukan itu tempat. Mereka tunjukkan disana sumurnya. Karena setelah sumur itu mereka masukkan mayat, sumur itu mereka tutup sehingga orang tidak tahu kalau ditempat tersebut ada sumur. Lalu bulan Januari tahun 1950 tersebut, ribuan masyarakat ; Magetan, Madiun, Pacitan, ramai-ramai turun ke sumur-sumur tersebut. Mereka gali. Mereka temukan ribuan mayat dari 7 kubur (sumur).  


Dan (saat) diidentifikasi ketemu bahwa : ini (dari mayat-mayat tersebut) adalah : Bupati Blora, Bupati Magetan, - ketemu satu-satu – ini yang kyai Sulaiman Zuhdi. Mereka sembelih semuanya (sebelum) mereka masukkan ke dalam sumur tersebut. Biadab!


Tapi Alhamdulillah, ketika itu Panglima Besar jendral Soedirman – Begitu Madiun dan semua Kota – di bulan September dikuasai PKI, Tentara Republik Indonesia turun ke Madiun. Dari Jawa Barat – Siliwangi, turun. Dari jawa Timur – turun. Untuk mengepung PKI di Jawa Tengah. Ketika itu Tentara-Tentara Nasional dari Siliwangi ribuan turun. Begitu juga dari Jawa Timur yang dipimpin oleh Kolonel Gatot Soebroto. Atas perintah Panglima Besar Jendral Soedirman, Perang terjadi 12 hari 12 malam di Kota Madiun. Akhirnya pada tanggal 30 September, seluruh Kota Madiun berhasil diambil alih oleh Pemerintah Pusat melalui TNI angkatan Darat yang Pro Pemerintah.  


Lalu PKI keluar dari madiun, Mereka marah. Dan mereka melakukan 30 September mereka keluar, tanggal 4 Oktobernya - seluruh tawanan mereka bunuh! Ribuan tawanan yang mereka tawan dari Madiun, Magetan, Ponorogo, Wonogiri, Sukerejo, Surakarta, - Semua yang mereka tawan mereka bunuh! Karena mereka kalah. Mereka (PKI) terus didesak. Baru akhir (bulan) November, seluruh jawa berhasil dikuasai, PKI berhasil dikalahkan.


Selesai bulan November 1948 PKI berhasil diatasi, masuk bulan Desember – Belanda datang, Agresi Militer Ke II. Jadi kita dirongrong oleh PKI. PKI bukan pejuang. PKI merongrong Republik. Hampir-hampir kita kalah dari Belanda, Hampir-hampir kita jatuh lagi ke Belanda. November PKI dikalahkan, Belanda datang lagi ke Indonesia untuk menjajah lagi republik ini.


Akhirnya bulan November Muso ditangkap, Amir Syarifuddin ditangkap dan dieksekusi. Tapi, Soekarno terlalu penuh belas kasih. Soekarno tetap tidak mau bubarkan PKI. Semua tokoh minta kepada Soekarno (agar) keluarkan Dekrit untuk membubarkan PKI. Dia (PKI) sudah membunuh ribuan orang, membunuh pejabat, membunuh Jendral, membunuh Tentara, membunuh Kyai, membunuh Santri. 


Tapi Soekarno tidak mau mmembubarkan. Apa kata Soekarno?


“Itu ‘kan kesalahan segelintir orang. Itu ‘kan yang salah Muso sama Alimin. Itu ‘kan yang salah Amir Syarifuddin, yang lain jangan disalahkan.”


Akhirnya PKI tidak dibubarkan.


Semenjak saat itu PKI diambil alih oleh D.N Aidit. Muso selesai, mati sudah. Sekarang masanya Dipo Nusantara Aidit. Dia dengan Nyoto mengambil alih PKI. 


KEBANGKITAN PKI


Lalu bagaimana cara dia (PKI) Bangkit?


Kali ini, karena Soekarno yang tidak membubarkan mereka (PKI), mereka rangkul (lagi) Bung Karno. Mereka dekati bung Karno. Mereka puji-puji Bung Karno. Bahkan, Seluruh Program bung Karno mereka dukung. Sampai-sampai Bung Karno sayang kepada mereka (PKI). 


Supaya anda tahu!


Akhirnya, tahun 1951 mereka mulai mengkonsolidasikan diri. Dan tahun 1955 PKI resmi ikut Pemilihan Umum (PEMILU) Pertama di Indonesia. Dan mengejutkannya, PKI menang 4 besar! Artinya PKI setelah berontak ternyata masih banyak yang memilih! Menjadi 4 besar, setelah TNI, Masyumi, NU, - PKI. 4 besar Partai menang, salah satunya PKI! 


Sudah Berontak!

Sudah Membunuh!

Dimaafkan, sampai boleh ikut PEMILU!

Jadi 4 Besar!


Lalu apa yang terjadi?


Begitu (PKI) menang PEMILU, dan Soekarno makin dekat dengan PKI. PKI makin disayang oleh Bung Karno. Walaupun - Bung Karno bukan PKI, Tapi Bung Karno disayang oleh PKI dan sayang kepada PKI! Akhirnya Ualama-Ulama marah. Di bulan September 1957, digelar Kongres Ulama Se-Indonesia di Palembang Sumatra – Sumatra Selatan. 


Utusan para Ulama se-Indonesia, dalam pertemuan Kongres di Palembang adalah ; Meminta kepada Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit, Pelarangan Paham Komunis dan Pembubaran Partai PKI. Ini Ulama sudah kompak, semuanya berkumpul. Ini bukan Organisasi yang kumpul, (tapi) segenap Ulama.


Lalu bagaimana sikap Bung Karno?


Bung Karno menolak. Bung Karno tidak mau membubarkan Partai Komunis Indonesia.


Lalu apa yang terjadi setelah itu?


Karena Bung karno tidak mau membubarkan PKI, akhirnya ada segelintir tokoh Islam bersama Tentara-tentara Nasionalis di Sumatra – Mereka marah kepada Bung Karno. Mereka koreksi Pemerintahan Soekarno. Mereka berontak. Mereka dirikan PRRI ( Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia). Sebetulnya PRRI itu sudah ada. Itu pun Pemberontakan sebenarnya untuk melawan PKI. Untuk menjauhkan Bung Karno dari PKI. Untuk menyelamatkan Indonesia dari PKI. Hanya saja, PRRI Konsolidasinya tidak kuat kebawah. Kalau PKI kuat ke bawah. Akhirnya pemberontakan PRRI berhasil dipadamkan oleh Bung Karno. 


Lalu apa yang terjadi setelah itu?


Itu tahun 1957-1958. Akhirnya tahun 1960, PKI memprovokasi Bung Karno. Bung Karno Punya ide ; 


“Kalau Indonesia mau damai. Kalau Indonesia mau Jaya. Nasional, Agama dan Komunis harus bersatu!”


Jadilah Politik NASAKOM.


Dia (Soekarno) keluarkan Nasakom. Ketika itu NU ikut mendukung Nasakom.TNI mendukung Nasakom. PKI nomor satu dukung Nasakom. Masyumi tidak mendukung. Karena Masyumi tidak mendukung, di tahun itu juga Masyumi dibubarkan oleh Bung Karno! Masyumi adalah Partai Islam terbesar saat itu. Partai Islam terbesar. Majlis Syuro Muslimin Indonesia dibubarkan! 


Kemudian di tahun 1963, PKI memprovokasi lagi Bung Karno. Supaya Ganyang Malaysia. 


Kenapa diprovokasi supaya ganyang Malaysia? Ada apa? 


Ada dua tujuan : 


Sebab PKI bekerjasama dengan Partai Komunis Malaysia untuk menyatukan Indonesia – Malaysia menjadi Negara Komunis Malindo (Malaysia – Indonesia). 


Bukan itu saja, PKI sudah hitung. Kalau Indonesia perang melawan Malaysia, tentaranya kurang. Kalau tentaranya kurang maka PKI minta Buruh dan Petani dipersenjatai. 


Licik PKI!


Ulama protes, tidak boleh ada Ganyang Malaysia. Tidak boleh Buruh dan Tani dipersenjatai. Berbahaya! Ormas Islam Yang bernama GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia) Demontrasi. Tolak Itu semua. Dibubarkan! GPII dibubarkan oleh Soekarno! HMI dibubarkan oleh Soekarno! Pokoknya yang tidak setuju dengan Politik bung Karno, - semua dibubarkan!


Bukan itu saja, Ulama-Ulama yang protes ditangkap, dipenjara! 


Siapa saja dipenjara?


1. KH Buya Hamka

2. KH Yunnan Helmi Nasution 

3. KH E Z Muttaqien (Tokoh Jawa Barat)

4. KH Soleh Iskandar


Ada belasan Kyai. Semuanya ditangkap, dijebloskan ke penjara karena Anti PKI. 


Jadi di sini, saya tidak mengatakan Soekarno PKI. Tidak.

Bung Karno Posisinya lemah, PKI-nya Kuat.


PKI minta Masyumi dibubarin. Dibubarin.

PKI minta GPII dibubarin. Dibubari.

PKI minta Bung Karno perang lawan Malaysia.Perang.

PKI minta kepada Bung Karno supaya Kyai-Kyai, Ulama-Ulama yang anti Politik Nasakom ditangkap. Ditangkap semua.


Berarti PKI Kuat. Dahsyat kekuatan PKI! Biar sodara tahu!


Akhirnya, bulan Juli tahun 1965, secara resmi - Bung Karno mengizinkan dibentuknya angkatan Kelima, Buruh dan Tani diberikan senjata!


Begitu diizinkan, maka PKI mendatangkan 2.000 Kadernya. Dibawa ke Jakarta. Dikumpulkan dilapangan Halim Perdana Kusuma - untuk dilatih perang!


Mereka diajarkan cara melempar Granat! 

Diajarkan cara menembak!

Resmi!

Legal!

Seizin Presiden!


Itu bulan Juli 1965. Mereka atur sebuah rencana. 


Partai Murba, itu dulu kawannya PKI, yang mendirikan Tan Malaka. Dulu Tan Malaka ikut PKI, tapi begitu tahu kekejaman PKI, dia keluar dari PKI. Dia dirikan partai baru, namanya Partai Murba. Partai Musyawarah Rakyat Banyak.


Partai Murba memberi tahu kepada Soekarnno : “Awas PKI mau Kudeta!”


PKI malah meminta kepada Bung Karno : “Bubarkan Partai Murba!” – Dibubarkan!


GERAKAN 30 SEPTEMBER PARTAI KOMINIS INDONESIA (G30S-PKI)


Tibalah bagian Akhir. 

Tanggal 30 September.


Tentara-tentara Angkatan darat sudah “gerah” dengan PKI. Jendral-Jendral gerah. Karena banyak Kolonel direkrut PKI. Karena banyak Prajurit direkrut PKI. Semua Jendral Gerah. PKI tahu kalau Jendral-Jendral ini gerah. Bagi PKI ini ancaman!


Akhirnya pada tanggal 30 September pagi. Gerwani (Gerakan Waniata Indonesia) milik PKI dan Pemuda Rakyat Milik PKI Demo besar-besaran di Jakarta. Puluhan ribu orang demontrasi 30 September pagi.


Malamnya, mereka (PKI) culik 7 Jendral kita! Mereka culik, mereka bawa ke Lubang Buaya. Semuanya mereka bunuh! Dan meraka masukkan ke dalam Lubang Buaya. 


Ada Jendral Ahmad Yani, Letjen MT.Haryono, kemudian masih banyak lagi : (Letjen R.Suprapto, Letjen S.Parman, Mayjen Panjaitan dan Mayjen Sutoyo Siswomiharjo). Yang selamat saat itu  - tidak terbunuh – adalah Jenderal Abdul Haris Nasution.Tapi sungguhpun Beliau tidak terbunuh, pengawalnya terbunuh – Kapten Pierre Tendean. Putinya, yang baru berusia 5 Tahun tetap ditembak oleh PKI!


Anak kecil!

Perempuan! 

Baru usia 5 tahun! 

Ditembak! 

Beberapa hari kemudian anak tersebut Meninggal!

Itulah Ade Irma Nasution.


Biadab!


Bukan sampai disitu! Di Yogyakarta Brigjen Katamso Darmokusumo, mereka tangkap dan mereka bunuh! Kolonel Sugiono di Yogyakarta juga mereka bunuh! Bahkan ada Polisi Ajudan Inspektur Polisi, Karel Sasuit Toeboen yang menjaga Rumah Wakil Perdana Menteri II Dr J Leimena – Bersebelahan dengan Rumah Jendral Abdul Haris Nasution – juga mereka tembak malam itu. Begitu selesai mereka bunuh. Besoknya, tanggal 1 Oktober Radio Republik Indonesia (RRI) mereka kuasai.


PKI mengumumkan ; 


“Hari ini, telah dibentuk Dewan Revolusi Baru mengambil alih kekuasaan!” 


Dan liciknya mereka –  Supaya Rakyat tidak marah, mereka bilang : 


“Soekarno tetap Presiden kita!”


Tapi ketika itu TNI angkatan Darat, Jendral-jendralnya terbunuh. Tinggal ada satu, yaitu Jendral Abdul Haris Nasution dalam keadaan Syok, luka, karena berusaha menyelamatkan diri dari sergapan PKI. 


Dan ketika itu ada Letnan Jendral Soeharto yang diminta oleh kawan-kawannya untuk segera memimpin TNI Angkatan Darat. 


Akhirnya Soeharto memimpin TNI Angkatan Darat. Dia serbu radio Republik Indonesia pada tanggal 2 Oktober. Dia rebut. Dia umumkan lagi ke seluruh Indonesia ; 


“Bahwa Kudeta PKI kacau balau! Negara tidak bisa diambil alih oleh PKI! Tentara mengambil alih dan Soekarno tetap sebagai Presiden.”


Jadi mereka (PKI) ini licik. Mereka mau mengadu domba. Sehingga Presiden Soekarno bingung harus bersikap apa. Yang sini bela Soekarno, yang sana bela Soekarno. Ya. Ketika itu posisi Soekarno lemah. 


Akhirnya Soeharto mengerahkan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) - Kalau sekarang disebut Kopasus – Dipimpin oleh Sarwo Edhi – (Mertua dari SBY). RPKAD dipimpin oleh Sarwo Edhi menyerbu halim Perdana Kusuma. Mereka bertempur (dengan PKI). Ternyata di sana ada Tentara Angkatan Darat yang jadi PKI, ada Angkatan Laut yang jadi PKI, ada Angkatan Udara yang jadi PKI, ada Polisi yang jadi PKI. Mereka semuanya ditangkap! Bahkan yang menggerebek rumah-rumah Jendral itu Cakrabirawa. Cakrabirawa itu tentara – itu Pengawal Presiden. Merekalah yang menculik para Jendral - mereka yang membunuh! Mereka bekerja buat PKI! Artinya pada masa itu tentara sekalipun telah disusupi oleh PKI.


Akhirnya setelah direbut halim Perdana Kusuma, tanggal 5 Oktober baru dikeluarkan itu Jenazah para Jendral yang ada di Lubang buaya.


Melihat kekejaman PKI seperti itu, Nahdatul Ulama (NU) pecah kongsi. Marah NU. Akhirnya NU dan Ansor turun demo di kota-kota di Pulau Jawa. Menolak kekejaman PKI. PKI tersinggung. 13 Oktober NU – Banser turun ke jalan diseluruh Kota di Pulau Jawa. PKI tersinggung. 


Lalu apa yang mereka (PKI) lakukan?


Di basis-basis PKI : Kyai NU disembelih! Banser disembelih! Bahkan di Banyuwangi – tidak kurang dari 66 Orang anggota Banser mereka culik, mereka racuni, mereka sembelih dan dimasukkan ke sumur. 


Akhirnya di bulan Oktober tersebut terjadi bentrok besar-besaran antara NU dan PKI. Di setiap Kampung, setiap desa, tiap Kecamatan. 

Jangan anda bilang NU yang bunuh PKI! (sebab) PKI yang lebih dulu membunuh NU!

Dikampung-kampung basis PKI, NU dibunuhi!

NU disembelih! Banser disembelih!


Makanya NU tidak diam! Banser tidak diam! 

Mereka turun – Di basis-basis NU, di basis-basis Banser semua orang PKI ditangkapi!

Saling bunuh! Saling hantam!

Dan akhirnya - PKI Kalah!

NU yang diberikan kemenangan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.


Sodara, kami di FPI mengumpulkan berbundal-bundal. Semua foto-foto dan nama-nama korban. Ulama-Ulama NU yang menjadi korban, kawan-kawan Banser yang dibunuh oleh PKI. 


Makanya anak-anak muda hati-hati. Kalau anda buka/ngajinya sama Syeh Google. Banyak sekarang ngaji sama Syeh Google. 


Tulis PKI, langsung dijawab sama Syeh Google - Banyak tulisan-tulisan yang dibuat oleh PKI. Yang PKI ceritakan ; 


Kami dibunuh NU. 

Kami disembelih Banser. 

Ketika itu NU jahat, Banser jahat. 

Masa kami disembelih, masa kami dibunuh. 


Tapi, mereka bunuh Kyai, mereka tidak cerita. 


Sekarang, mereka balik cerita. Mereka bilang NU yang jahat. Ulama yang jahat. Kami Korban. Kami Pejuang. 


Mereka putar balik! Mereka bilang yang jahat Soeharto. Yang jahat Orde Baru. Kami Cuma korban. 


Jangan mau diputar balikkan fakta!!!


*****


Tulisan ini diangkat dari video YouTube Amil Islam Channel dengan Pembicara : Habib Rizieq Shihab 

---------

Friday, September 11, 2020

THARIQAH, USLUB, WASILAH, DAN GHAYAH

Monggo yg kemarin minta artikel ttg ini bisa dikopas


THARIQAH, USLUB, WASILAH, DAN GHAYAH


[Agus Trisa]


Secara mendasar, manusia hidup di dunia ini adalah dalam rangka memenuhi dua hal yang melekat pada dirinya, yaitu kebutuhan jasmani (fisik) dan dorongan naluri. Untuk memenuhinya, manusia memerlukan dua hal, yaitu “alat” untuk memenuhinya kebutuhan dan “aktivitas” yang digunakan untuk memenuhinya. Alat dan aktivitas manusia itu banyak jenisnya. Ada yang sifatnya baku (tetap, tidak bisa digantikan yang lain), ada yang sifatnya tidak baku (fleksibel, bisa digantikan yang lain). Maka, manusia harus bisa mengidentifikasi berbagai “alat” dan “aktivitas” yang beragam ini, agar dalam menjalani kehidupan, hidup manusia terarah, terukur, dan tidak berakhir menjadi hal-hal yang kurang bermanfaat atau sia-sia.


Contohnya adalah lapar. Lapar adalah salah satu indikasi keberadaan kebutuhan jasmani (fisik). Setiap manusia, selama dia hidup, dia akan merasakan lapar. Maka manusia harus mencari alat dan aktivitas yang bisa membuatnya tidak lagi lapar. Untuk alatnya, tentu bisa berbagai macam alat. Alat di sini tentu maknanya adalah berupa makanan. Bisa dengan ubi (singkong), nasi, roti, ketela, jagung, sereal, atau yang lainnya.


Sedangkan untuk aktivitasnya, hanya satu yang bisa digunakan untuk memenuhinya, yaitu makan. Maka, makan ini menjadi aktivitas yang bersifat tetap atau baku. Sebab, aktivitas makan tidak bisa diganti dengan minum atau tidur. Sekalipun orang minum seember air atau tidur 10 jam, tetap itu tidak akan bisa menjadi “obat” lapar. Jadi, aktivitas makan ini menjadi aktivitas baku manusia yang tidak bisa diganti dengan aktivitas lain.


Adapun cara makannya seperti apa; apakah harus tiga kali sehari (makan pagi, makan siang, dan makan malam), atau dua kali sehari (sahur dan berbuka), atau selalu makan setiap kali merasa lapar, ini adalah cara-cara makan yang sifatnya fleksibel, beragam cara bisa ditempuh. Maka, aktivitas makan, mau tidak mau tetap harus ditempuh manusia. Tetapi makan bukanlah sesuatu yang hendak dituju manusia. Sebab, akhir atau ending dari aktivitas makan, adalah hilangnya rasa lapar, dan bukan aktivitas makan itu sendiri. 


Dengan kata lain, tujuan orang makan adalah menghilangkan lapar, bukan “memenuhi aktivitas makan”. Misalnya, kita makan siang. Kita makan siang semata-mata karena saat itu kita lapar. Bukan karena “jam makan siang”. Seandainya saja, kita makan pagi (sarapan) terlalu banyak sehingga pada siang hari kita tidak merasa lapar, namun kita tetap memaksakan diri untuk makan (karena sudah jam makan siang), maka aktivitas makan siang ini tujuannya bukanlah menghilangkan rasa lapar, tetapi tujuannya adalah “terwujudnya aktivitas makan”, dalam hal ini aktivitas makan siang adalah bagian dari cara makan tiga kali sehari (makan pagi, makan siang, makan malam). 


Tetapi jika kita makan siang, padahal kita masih kenyang karena makan pagi terlalu banyak, itu artinya kita makan siang bukan dalam rangka memenuhi tujuan makan yaitu “hilangnya rasa lapar”, tetapi dalam rangka memenuhi yang lainnya. Bisa saja tujuannya adalah “mewujudkan prinsip makan tiga kali sehari (makan pagi, siang, malam)”, atau bisa juga karena “ingin memenuhi selera makan karena ada menu baru”, dan sebagainya. Padahal, hukum asal makan adalah untuk “menghilangkan rasa lapar”. Ini contoh yang pertama.


Contoh lain adalah berkelompok. Berkelompok adalah indikasi yang menunjukkan adanya naluri manusia untuk mempertahankan eksistensi dirinya (bersama kelompoknya). Dari sisi dasar pendiriannya, ada begitu banyak jenis kelompok dalam kehidupan manusia. Ada kelompok yang didirikan atas dasar kepentingan materi, dan ada kelompok atas dasar kepentingan non-materi (atas dasar kepentingan kesamaan ide atau ideologi, kepentingan kesamaan nasib, kesamaan kepentingan perasaan, kepentingan kesamaan nasab, dan sebagainya). Sebuah kelompok didirikan karena manusia merasa nyaman dengan adanya kesatuan atau berbagai kesamaan tadi. Sedangkan dari sisi bentuknya, kelompok juga memiliki beberapa jenis. 


Ada keluarga, ada ormas, ada partai politik, ada majelis taklim, ada pula negara. Berbagai kelompok tadi didirikan dengan tujuan-tujuan tertentu. Apa tujuannya? Itu sangat bergantung pada jenis kelompoknya. Jika sebuah negara didirikan, maka tujuan-tujuannya meliputi kesejahteraan (ketercukupan) kebutuhan mansyarakat (warga negara), mencerdaskan kehidupan masyarakat, menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat. 


Dengan kata lain, tujuannya adalah menjaga jiwa, akal, dan kehormatan masyarakat. Inilah tujuan dari orang-orang yang mendirikan negara. Tanpa adanya negara (kekuasaan), maka berbagai tujuan tadi akan susah terwujud. Maka negara merupakan "alat baku" untuk tercapainya tujuan-tujuan tadi. Mengapa negara disebut sebagai alat baku? Sebab, tidak ada jalan lain untuk mewujudkan berbagai tujuan tadi, kecuali dengan adanya negara (kekuasaan, politik). Tidak bisa dengan model pendirian ormas, partai politik, majelis taklim, dan sejenisnya. Kalau pun ada ormas, partai politik, dan majelis taklim yang ingin berbuat sesuatu untuk masyarakat, aktivitasnya juga pasti sangat terbatas, tidak bisa menjangkau seluruh warga masyarakat. Bisa jadi karena sumber daya yang dimiliki juga terbatas.


Misalnya dengan menggalang bantuan sosial atau kemanusiaan atau pendidikan atau kesehatan, kemudian mendirikan sekolah-sekolah atau rumah sakit. Hal-hal semacam ini hanya berlaku terbatas, tidak seluruh warga negara bisa dijangkau. Mengapa terbatas? Ya karena tidak memiliki kekuasaan, karena itu tidak kuasa (terbatas) dalam memenuhi seluruh kepentingan warga masyarakat. Berbeda jika hal-hal semacam itu dilakukan oleh negara (kekuasaan). Jika negara sudah berdiri, maka berbagai cara akan ditempuh oleh negara untuk mewujudkan tujuan-tujuannya di atas tadi, bukan hanya yang bisa dijangkau ormas, parpol, atau lembaga sosial. 


Caranya bisa bermacam-macam, bisa mendirikan berbagai macam sekolah, rumah sakit, bandara, membangun berbagai BUMN untuk mengelola sumber daya alam, memberikan permodalan untuk masyarakat, mendirikan lembaga-lembaga penjaga keamanan (baik keamanan dalam/polisi dan keamanan luar negeri/

tentara), mendirikan lembaga peradilan, mendirikan lembaga-lembaga administrasi negara, dan sebagainya. Ini semua adalah cara untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendirian negara. 


Karena itu bisa diambil kesimpulan, keberadaan negara, sebenarnya bukanlah tujuan. Karena tujuannya didirikannya negara adalah dalam rangka mencapai kesejahteraan (ketercukupan) kebutuhan mansyarakat (warga negara), mencerdaskan kehidupan masyarakat, menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat. Jika negara bukan tujuan, lalu negara itu sebagai apa? Jawabannya sebagaimana disinggung di atas, negara merupakan “alat baku" untuk mewujudkan tujuan-tujuan tadi. Mengapa disebut alat baku? Sebab, tidak ada jalan lain untuk mewujudkan tujuan-tujuan tadi selain dengan adanya negara.


Buruknya kondisi suatu negara, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya, bisa jadi juga merupakan akibat dari tidak dipahaminya konsep ini secara benar. Misalnya, munculnya jargon NKRI harga mati. Jargon ini bisa jadi muncul karena menganggap bahwa NKRI (negara) adalah tujuan. Pernyataan ‘harga mati’ inilah yang mengindikasikan bahwa negara adalah tujuan. Sebab, istilah harga mati merupakan ungkapan untuk menunjukkan kerasnya usaha dalam hal mempertahankannya, sedangkan tidak ada suatu usaha keras ditempuh selain untuk meraih tujuan. Sehingga diambil kesimpulan bahwa dari pernyataan tersebut, bisa jadi muncul anggapan (artinya bisa jadi ya, bisa jadi tidak) bahwa keberadaan NKRI adalah tujuan. Dan apa yang bisa dilakukan seseorang ketika tujuannya sudah tercapai? 


Jawabannya, tidak akan ada lagi usaha keras yang dia tempuh, kecuali hanyalah aktivitas-aktivitas kecil saja. Maka dengan asumsi NKRI adalah tujuan, wajar jika setelah NKRI tegak, maka usaha untuk mewujudkan kesejahteraan (ketercukupan) kebutuhan mansyarakat (warga negara), mencerdaskan kehidupan masyarakat, menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat, hanya dilakukan dengan sekedarnya. Mengapa? Ya, karena tujuan sudah tercapai. Akibatnya, rakyat akan merasakan kerugian yang luar biasa, baik rugi sumber daya alam (sumber daya alam dirampok asing) maupun rugi sumber daya manusianya (akhlak atau moralitas rakyat rusak karena pengaruh paham asing). Ini sebagai akibat dari salah memahami, bahwa keberadaan negara disangka tujuan. Padahal, tidak tepat jika menjadikan negara sebagai tujuan. Ini kalau dilihat dari anggapan bahwa NKRI adalah tujuan.


Sama halnya juga dengan memahami kekuasaan. Ketika menjelang pemilu, suasana di negara demokrasi begitu semarak, ramai. Partai politik, calon anggota legislatif, calon presiden, atau calon kepala daerah yang akan tampil “bertarung” dalam panggung demokrasi, akan mengeluarkan segala daya dan upaya untuk bisa meraih kekuasaan, memenangkan pertarungan. Biaya miliyaran mereka keluarkan, hanya untuk tercapainya tujuan. Apa tujuannya? Yaitu kekuasaan. Sampai di sini, siapa pun memahami, bahwa kekuasaan memang tujuan dari para peserta pertarungan demokrasi.


Padahal, jika kita memahami konsep normal suatu pemikiran asal, kekuasaan seharusnya tidak dianggap sebagai tujuan. Sebab, tujuannya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan (ketercukupan) kebutuhan mansyarakat (warga negara), mencerdaskan kehidupan masyarakat, menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat. Ini tujuan asalnya, dan bukan meraih kekuasaan. Kekuasaan, hanyalah jalan baku untuk bisa mewujudkan tujuan-tujuan tersebut. Kenapa jalan baku? Ya, seperti dijelaskan di atas, karena hanya dengan kekuasaanlah berbagai tujuan bisa terwujud, bukan dengan jalan yang lain. 


Kesalahan dalam memahami mana tujuan dan mana jalan baku dalam bernegara, akan berakibat pada terbengkalainya kepentingan rakyat. Kita bisa melihat, setelah seseorang jadi penguasa (memenangkan pertarungan demokrasi), apakah kebijakan mereka benar-benar akan berpihak kepada rakyat? Tentu kita bisa melihatnya sendiri. Utang negara yang semakin menggunung. Siapa yang harus membayar? Tentu rakyat. Subsidi energi (listrik dan BBM) dicabut. Siapa yang harus menanggung? Tentu rakyat. Sumber daya alam mengeluarkan hasil yang melimpah. Siapa yang menikmati? Tentu bukan rakyat. Ini terjadi, sebagai akibat dari memahami kekuasaan sebagai tujuan. Padahal, sebagaimana layaknya memahami negara, kekuasaan hanyalah jalan baku untuk mencapai tujuan-tujuan.


Berdasarkan penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani dan dorongan naluri, manusia harus betul-betul memperhatikan aktivitas dan alat yang akan digunakan untuk memenuhinya; mana yang merupakan cara baku, cara tidak baku, alat yang tepat untuk memenuhi, alat yang tidak tepat untuk memenuhi; serta tujuan dari dilakukannya aktivitas tersebut. Jika hal tersebut tidak dipahami dengan baik, maka niscaya kehidupan manusia tidak akan berjalan efektif, efisien, terukur, dan terarah. 


Bisa dibayangkan, antara yang baku dengan yang tidak baku kebolak balik; mengira alat adalah tujuan padahal alat hanyalah sarana meraih tujuan; aktivitas baku tertukar dengan aktivitas tidak baku dan mengira memenuhi aktivitas baku sebagai tujuan. Ini semua adalah kekacauan hidup sebagai akibat dari tidak dipahaminya “cara-cara menjalani kehidupan”. Akhirnya, tujuan hidup manusia menjadi semakin kabur, tidak jelas mau seperti apa, tidak jelas mau dibawa kemana. Jika ketidakjelasan hidup ini dianut individu, maka hal itu hanya akan berdampak pada dirinya sendiri. Tetapi jika hal semacam ini dianut oleh suatu bangsa, atau pemimpin masyarakat, maka dampaknya akan sangat luas.


KHILAFAH, BUKANLAH TUJUAN


Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani memberikan penjelasan tentang hal ini. Beliau membedakan mana yang termasuk tujuan, sarana, cara, dan jalan. Tujuan adalah apa-apa yang ingin dicapai. Tujuan adalah ending dari segala usaha. Tujuan disebut dengan ghayah. Aktivitas atau “alat” yang bersifat baku dan tidak bisa digantikan yang lain dalam rangka memenuhi tujuan (ghayah), oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani disebut dengan istilah metode (thariqah/jalan). Pemakaian kata ‘alat’ dalam tanda kutip di sini hanya untuk memudahkan memahami, bukan alat yang dimaksud dalam konteks sarana (wasilah).


Dengan memahami ini, maka thariqah merupakan hukum syara’ tertentu yang harus (wajib) dilakukan. Sedangkan aktivitas yang bersifat fleksibel atau tidak baku dalam rangka meraih tujuan, disebut dengan cara/gaya (uslub). Sementara berbagai sarana prasarana atau “alat-alat” yang digunakan untuk meraih tujuan disebut dengan sarana (wasilah). Wasilah dan uslub ini sangat berkaitan erat. Sebab, membahas tentang wasilah, tidak akan bisa dilepaskan dari membahas tentang uslub.


Contohnya adalah Khilafah. Khilafah adalah jalan baku untuk mencapai tujuan perjuangan Islam. Disebut jalan baku, karena tidak ada jalan lain untuk mencapai tujuan, selain dengan Khilafah. Maka, khilafah adalah sebuah thariqah atau metode atau jalan baku untuk tercapainya tujuan. Lantas, apa tujuan yang hendak dicapai? Tujuan yang hendak dicapai adalah diterapkannya syariat Islam secara keseluruhan atau menjalankan kehidupan Islam. Disebut “menjalankan kehidupan Islam” sebab, kehidupan yang Islami tidak akan berjalan (terwujud) tanpa penerapan syariat Islam secara keseluruhan. Inilah tujuan yang (seharusnya) hendak dicapai oleh banyak organisai pergerakan Islam.


Jadi, Khilafah bukanlah tujuan. Khilafah adalah sebuah metode (thariqah) atau jalan baku untuk mencapai tujuan. Sedangkan tujuannya (ghayah), tidak lain adalah menerapkan syariat Islam. Mengapa penerapan syariat Islam dijadikan tujuan? Sebab, menerapkan syariat Islam adalah suatu kewajiban dan penerapan syariat Islam akan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Allah berfirman:


ﻓَﺎﺣْﻜُﻢْ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﺑِﻤَﺎ ﺃَﻧْﺰَﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﻻ ﺗَﺘَّﺒِﻊْ ﺃَﻫْﻮَﺍﺀَﻫُﻢْ ﻋَﻤَّﺎ ﺟَﺎﺀَﻙَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤَﻖِّ


“…maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu…” (QS. al-Maidah: 48)


ﻭَﺃَﻥِ ﺍﺣْﻜُﻢْ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﺑِﻤَﺎ ﺃَﻧْﺰَﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﻻ ﺗَﺘَّﺒِﻊْ ﺃَﻫْﻮَﺍﺀَﻫُﻢْ ﻭَﺍﺣْﺬَﺭْﻫُﻢْ ﺃَﻥْ ﻳَﻔْﺘِﻨُﻮﻙَ ﻋَﻦْ ﺑَﻌْﺾِ ﻣَﺎ ﺃَﻧْﺰَﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺇِﻟَﻴْﻚَ


“Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan kamu terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu….” (QS. al-Maidah: 49)


Apa yang diturunkan Allah? Tidak lain adalah wahyu yang terdapat dalam al-Quran dan as-Sunah, dan apa yang ditunjukkan keduanya, yaitu ijma’ sahabat dan qiyas. Wahyu Allah ini meliputi akidah (keyakinan), dan syariah (tata aturan hidup bagi manusia). Syariah meliputi tiga aspek : (1) aspek yang mengatur interaksi manusia dengan Allah, yang tercakup dalam aturan berakidah dan aturan beribadah; (2) aspek yang mengatur interaksi manusia dengan dirinya sendiri yang meliputi aturan-aturan tentang makanan-minuman, pakaian, dan akhlak; dan (3) aspek yang mengatur interaksi manusia dengan sesama manusia, yang meliputi muamalat dan uqubat (sistem sanksi). Muamalat dalam Islam meliputi fiqh muamalah (fikih ekonomi), fiqh munakahah (fikih sosial/pergaulan pria dan wanita), dan fiqh siyasah (fikih berpolitik, bagaimana mengatur tatanan masyarakat). Sedangkan keberadaan uqubat (sistem sanksi) adalah dalam rangka menjaga agar penerapan muamalat Islam berjalan baik. Inilah ruang lingkup dari syariat Islam yang wajib untuk diterapkan.


Karena menerapkan syariat Islam adalah kewajiban, dan kaum muslimlah yang akan menerapkannya, maka kaum muslim harus terbangun kesadarannya (sadar bahwa syariat Islam wajib diterapkan oleh mereka). Jika terbangunnya kesadaran kaum muslim untuk menerapkan syariat Islam merupakan tujuan yang ingin dicapai, maka berdakwah di tengah-tengah kaum muslim agar terikat dengan syariat Islam, merupakan jalan baku (thariqah) untuk membangun kesadaran kaum muslim. Jadi, dakwah adalah thariqah atau jalan baku untuk meraih tujuan, yaitu tumbuhnya kesadaran kaum muslim untuk menerapkan syariat Islam.


Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami, jika Khilafah atau mendirikan Khilafah dijadikan tujuan (sesuatu yang ingin dicapai dan ending dari segala usaha), maka jamaah (ormas, kelompok) dalam Islam tidak perlu melakukan aktivitas dakwah. Organisasi tersebut cukup membentuk laskar-laskar kemiliteran. Jika dirasa sudah cukup kuat, maka tibalah saatnya melakukan kudeta, kepung istana negara, sandera kepala negara, lalu deklarasikan berdirinya Khilafah. Tercapailah tujuan. Tidak perduli, apakah umat Islam siap atau tidak dengan diterapkan syariat Islam. Tidak perduli dalam perjalanan Khilafah apakah terjadi pelanggaran terhadap syariat Islam atau tidak. Sebab, itu bukanlah tujuan. Karena yang menjadi tujuannya adalah Khilafah. Inilah yang akan terjadi, jika Khilafah dijadikan tujuan (ghayah). Dan dalam pandangan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, pemahaman seperti ini adalah salah.


Tetapi jika “menerapkan syariat Islam” atau “menjalankan kehidupan Islam” adalah yang dijadikan tujuan dari perjuangan jamaah (ormas, kelompok) dalam Islam, maka metode (thariqah) yang harus ditempuh tidak lain adalah dengan dakwah untuk membangun kesadaran masyarakat tentang wajib dan pentingnya syariat Islam. Justru penerapan syariat Islam inilah yang merupakan inti dari aktivitas setelah Khilafah berdiri. Maka, tujuan belum dikatakan tercapai (berhasil), jika setelah Khilafah berdiri, justru terjadi banyak pelanggaran syariat Islam. Jadi, bisa diambil kesimpulan, bahwa Khilafah tidak boleh dijadikan tujuan perjuangan jamaah (ormas, kelompok) dalam Islam, tetapi yang harus menjadi tujuannya adalah agar umat menerapkan syariat Islam.


Dari pemahaman tersebut, maka kelompok atau jamaah dakwah Islam seperti HTI yang berjuang ingin menegakkan Khilafah, tidak akan menjadikan Khilafah menjadi tujuan perjuangan. Tetapi bagi ormas HTI, Khilafah “sekedar” metode atau thariqah atau jalan untuk mencapai tujuan yang sebenarnya, yaitu menerapkan syariat Islam secara kaaffah (menyeluruh). Karena itulah, HTI tidak akan dan tidak akan pernah memiliki atau membentuk laskar atau sayap militer dalam bentuk apa pun. 


Jika sampai ada aktivitas semacam ini (pembentukan kelaskaran), itu artinya HTI telah keluar (melanggar) prinsip-prinsip dalam seluruh aktivitasnya, dan tentulah akan bertentangan dengan konsep thariqah, uslub, wasilah, dan ghayah yang digagas pendirinya, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Maka, pernyataan mantan Kepala BNPT, Ansyaad Mbai dalam sidang PTUN yang menyatakan bahwa HTI memiliki sayap milter yang disembunyikan, jelas adalah pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta alias dusta. Dia kurang belajar atau kurang dalam memahami HTI itu seperti apa. Allah berfirman :


ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳُﺆْﺫُﻭﻥَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻣَﺎ ﺍﻛْﺘَﺴَﺒُﻮﺍ ﻓَﻘَﺪِ ﺍﺣْﺘَﻤَﻠُﻮﺍ ﺑُﻬْﺘَﺎﻧًﺎ ﻭَﺇِﺛْﻤًﺎ ﻣُﺒِﻴﻨًﺎ


“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS al-Ahzab: 58)


Agar umat terbangun kesadaran akan penting dan wajibnya menerapkan syariat Islam, maka harus ada dakwah. Pembahasan tentang dakwah ini begitu luas, baik dari sisi objek (sasaran), materi dakwah, maupun cara/gaya berdakwah. Dalam konteks objek atau sasarannya, maka sasaran dakwah itu ada dua, yaitu kaum muslim dan nonmuslim. Dakwah untuk orang nonmuslim adalah dakwah untuk mengajak mereka masuk ke dalam agama Islam. Sedangkan dakwah kepada sesama orang Islam adalah dakwah untuk mengajak mereka agar lebih baik lagi dalam menjalani hidup dengan aturan agama Islam. 


Sementara itu dari sisi materi dakwahnya, ini sangat bergantung pada pemahaman da’i terhadap kondisi realitas yang ada. Jika seorang da’i menganggap bahwa permasalahan mendasar umat adalah masalah akidah maka materi dakwahnya berfokus pada pembinaan akidah. Jika seorang da’i menganggap bahwa permasalahan mendasar umat adalah kerusakan akhlak, maka dakwahnya berfokus pada pembinaan akhlak. Jika seorang da’i menganggap bahwa akar permasalahan umat adalah politik (ketiadaan Khilafah), maka fokus dakwahnya adalah pada bidang politik Islam. Begitu seterusnya. Semua materi dakwah memang sangat bergantung dari pemahaman seorang da’i tentang realitas kondisi umat.


Sedangkan untuk cara atau gaya dakwah, ini sangat berkaitan dengan cara penyampaiaan materi-materi dakwah. Cara atau gaya dakwah merupakan bentuk dari uslub dalam dakwah. Ada dakwah yang dilakukan dengan cara tatsqif jama’i (pembinaan secara umum) seperti mengadakan pengajian umum di masjid atau aula, seminar di gedung pertemuan, muktamar di lapangan besar; ada pula yang dilakukan dengan cara membentuk kelompok-kelompok kajian (halqah). Ada dakwah yang dilakukan dengan penyiaran di media massa (televisi, koran, majalah, radio), ada dakwah yang dilakukan melalui penyampaian syair-syair (nasyid). Ada yang dilakukan di indoor (di dalam ruangan), ada juga yang outdoor (di ruang terbuka). Ada yang sembunyi-sembunyi, ada yang dengan model terbuka. Dan sebagainya. Semua ini masuk dalam ranah (uslub) dalam berdakwah. Tetapi tanpa dibedakan mana thariqah, uslub, wasilah, dan ghayah; maka akan muncul keruwetan pemahaman sebagaimana dijelaskan di atas. 


Karena itu, dalam berdakwah, setiap da’i hendaknya tetap memandang mana thariqah, mana uslub, mana wasilah, dan mana ghayah. Ini penting untuk dipahami, sebagaimana pentingnya memahami bahwa persoalan lapar itu hanya bisa diselesaikan dengan makan, dan bukan minum. Makan pun tidak harus dengan nasi, tetapi bisa juga dengan singkong atau roti. Makan pun tidak harus tiga kali sehari (makan pagi, makan siang, makan malam), karena bisa juga dengan dua kali sehari (sahur dan berbuka), empat kali sehari (makan pagi, makan siang, makan sore, makan malam), atau seperlunya saja (makan hanya pada saat lapar). Jangan sampai seorang da’i terjebak dalam aktivitas, namun tanpa memahami realitas atau hakikat dari aktivitas tersebut; apakah termasuk thariqah, uslub, wasilah, dan ghayah.


‘DAKWAH BISA TERSELENGGARA DI RUANG PUBLIK’ BUKANLAH TUJUAN


Dakwah secara terbuka di tempat umum, misalnya dengan mengadakan pengajian akbar di lapangan besar dengan alasan bisa menampung banyak orang. Dilihat dari sisi aktivitasnya, ini termasuk uslub berdakwah. Bukan thariqah dakwah yang bersifat baku. Dakwah seperti ini memang menguntungkan, karena bisa mendatangkan banyak peserta dan pesan dakwah bisa tersebar secara meluas. Tetapi tetap harus diperhatikan bahwa tujuan (ghayah) dari aktivitas dakwah, adalah untuk membangun kesadaran umat akan Islam, baik akidah maupun syariahnya. Tujuan (ghayah) dari dakwah, bukanlah “terselenggaranya acara dakwah”. 


Sehingga seandainya saja ada penguasa kafir yang melarang penggunaan ruang publik untuk aktivitas dakwah seperti Lapangan Monas atau Gelora Bung Karno, sesungguhnya itu bukanlah akhir dari dakwah. Kejadian seperti ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa dakwah ini telah berakhir, atau merupakan bencana bagi Islam. Kurang pas lagi, jika kemudian diikuti dengan pandangan, misalnya, “Berarti kelak kita harus mendukung calon kepala daerah muslim agar dakwah di ruang publik bisa dilegalkan.” Sikap seperti ini seringkali muncul sebagai ikutan dari adanya kejadian yang menghalangi dakwah. 


Padahal, jika dipikir lebih mendalam, sikap seperti ini sama artinya dengan menganggap bahwa “dakwah di ruang publik” (misalnya Lapangan Monas atau Gelora Bung Karno), adalah thariqah (hal yang baku) yang tidak bisa tidak, harus terlaksana. Atau, menganggap bahwa “dakwah di ruang publik” adalah ghayah (tujuan, akhir dari segala sesuatu), yang ketika gagal terlaksana maka berakhir sudah segala-galanya. Padahal, ini (dakwah di ruang publik) bukanlah thariqah melainkan ‘sekedar’ uslub dalam berdakwah, yang jika kurang berhasil dalam uslub ini maka harus dipikirkan uslub lain, agar tujuan (ghayah) dari dakwah bisa tercapai. Apa itu? Yaitu tercapainya kesadaran umat akan Islam. 


Lebih jauh lagi, secara politik, sikap seperti di atas justru akan bisa menyebabkan kekalahan politik umat. Umat akan menjadi mudah dibelokkan dari satu sikap ke sikap lain, umat akan menjadi lebih mudah untuk dibeli kepentingan-kepentingannya hanya karena kondisi-kondisi seperti di atas. Umat akan bisa dimanfaatkan oleh partai-partai politik tertentu untuk meraup suara sebanyak-banyaknya, karena memang jumlah suaralah yang menjadi tolok ukur kemenangan di dalam sistem demokrasi. Oleh karena itu, jamaah-jamaah dakwah Islam diharapkan dapat membimbing umat menuju sikap berpegang pada prinsip, agar perjuangan umat tidak kehilangan arah, sebagai akibat dari tidak bisa membedakan mana thariqah, uslub, wasilah, dan ghayah.


Keberadaan jamaah dakwah dalam rangka mewujudkan tujuan dakwah merupakan hal yang sangat penting. Bahkan, hal ini merupakan perintah dari Allah:


ﻭَﻟْﺘَﻜُﻦْ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﺃُﻣَّﺔٌ ﻳَﺪْﻋُﻮﻥَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻭَﻳَﺄْﻣُﺮُﻭﻥَ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ ﻭَﻳَﻨْﻬَﻮْﻥَ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِ ۚ ﻭَﺃُﻭﻟَٰﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ


“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)


MASUK JAMAAH DAKWAH, BUKANLAH TUJUAN


Karena itulah, di dunia ini ada begitu banyak jamaah dakwah, entah berbentuk organisasi massa atau yayasan yang bergerak di bidang sosial dan dakwah, atau juga berbentuk partai politik. Di Indonesia sendiri, jamaah dakwah itu ada NU, Muhammadiyah, Persis, MTA, HTI, FPI, Dewan Dakwah, Syarikat Islam, al-Washliyah, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan aktivitas dakwah, keberadaan jamaah-jamaah dakwah tersebut merupakan wasilah dalam rangka mewujudkan ghayah, yaitu kesadaran umat akan pentingnya menjadikan Islam (baik akidah maupun syariahnya) sebagai jalan hidup. Maka, orang boleh-boleh saja mau ngaji di mana pun dia mau jika memang ingin turut berperan dalam rangka aktivitas penyadaran umat. Bisa masuk NU (Nahdhatul Ulama), Muhammadiyah, MTA (Majelis Tafsir Al-Quran), FPI (Front Pembela Islam), HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), Persis (Persatuan Islam), Dewan Dakwah, atau yang lainnya. Jadi, kalau ada orang yang mengira bahwa orang diajak masuk jamaah dakwah tertentu adalah untuk dicuci otaknya, atau masuk jamaah dakwah tertentu adalah semata-mata demi kepentingan jamaah tersebut, ini menunjukkan bahwa orang tersebut sudah mengira bahwa jamaah dakwah adalah ghayah (tujuan). Padahal tidak. Orang yang menganggap semacam ini sesungguhnya sedang berhalusinasi.


Orang tersebut mengira, orang diajak ngaji di NU semata-mata untuk kepentingan NU, orang ngaji di Muhammadiyah semata-mata untuk kepentingan Muhammadiyah, orang ngaji bersama FPI semata-mata untuk kepentingan FPI, orang ngaji bersama HTI semata-mata untuk kepentingan HTI, orang ngaji bersama MTA semata-mata untuk kepentingan MTA. Sampai-sampai ditambahi pernyataan “Kelompok-kelompok dakwah itu adalah bid’ah, mereka berpecah belah, tidak usah ikut firqah-firqah tersebut.” Dikiranya, ngaji dengan jamaah-jamaah dakwah tersebut tujuannya semata-mata demi besarnya tubuh jamaah tersebut (semoga Allah menghilangkan pikiran-pikiran seperti ini). Ini pemahaman yang salah atau keliru dalam memahami jamaah dakwah. Bahkan, keliru atau salah kaprah pemahamannya, sebagai akibat dari tidak bisa membedakan mana thariqah, uslub, wasilah, dan ghayah. Ruwet. 


Padahal, keberadaan jamaah-jamaah dakwah tersebut di atas, bukanlah ghayah atau tujuan orang ngaji (semoga setiap jamaah tidak menjadikan besarnya jamaah sebagai tujuan). Jamaah dakwah hanyalah wasilah (sarana) untuk tujuan yang sebenarnya. Apa itu? Yaitu agar orang yang ngaji semakin memahami Islam, baik akidah maupun syariahnya. Adapun adanya perbedaan atau keragaman jamaah dakwah (ada banyak jamaah dakwah), itu dikarenakan adanya perbedaan dalam memahami realitas persoalan-persoalan umat. Perbedaan cara pandang terhadap persoalan umat inilah yang berimbas pada perbedaan fokus aktivitasnya, sebagaimana sudah disinggung di atas. Jadi, kalau mau ngaji bersama jamaah-jamaah dakwah, ya dipersilakan saja. Asal tetap memahami, bahwa masuk ke dalam jamaah tersebut bukanlah tujuan, tetapi jamaah dakwah hanyalah sebagai wasilah (sarana) untuk meraih tujuan yang sebenarnya. Mau memilih yang mana? Ya, itu tergantung pada masing-masing orang, sesuai dengan pemahamannya sendiri-sendiri terhadap permasalahan umat dan jalan apa yang akan ditempuh oleh masing-masing jamaah dakwah.


Wallahu a’lam.

Sunday, September 6, 2020

Ribut ribut soal "Islam Radikal" masuk lewat pemuda Good Looking... Baca ini biar paham apa yang sebenarnya sedang terjadi.*

 *Ribut ribut soal "Islam Radikal" masuk lewat pemuda Good Looking... Baca ini biar paham apa yang sebenarnya sedang terjadi.*


Oleh: Saifullah Al-Maslul

“Tujuan jangka pendek dari perang ini haruslah untuk menghancurkan Islam militan, namun tujuan jangka panjang dari perang ini adalah modernisasi Islam.” —Daniel Pipes


Pada tahun 2004, Daniel Pipes, pendiri Middle East Forum yang juga dikenal sebagai dalang gerakan Islamophobia menulis sebuah artikel berjudul “Rand Corporation and Fixing Islam”. Dalam tulisannya tersebut, Pipes mengaku senang. Harapannya untuk memodifikasi Islam berhasil diterjemahkan dalam sebuah strategi oleh peneliti Rand Corporation, Cheryl Benard.

Oleh Benard, misi ini ia sebut dengan istilah religious building, upaya untuk membangun agama Islam alternatif. Benard mengakui bahwa misi ini sangat berbahaya dan kompleks, jauh lebih menakutkan dibanding misi nation building. Sedangkan Pipes, menganalogikan misi ini sebagai upaya untuk masuk ke dalam wilayah yang belum terpetakan. “Ini adalah sesuatu yang belum pernah dicoba sebelumnya,” tulisnya.

Sebelumnya, Cheryl Benard, yang berdarah Yahudi ini pernah mencetuskan ide untuk mengubah Islam menjadi agama yang pasif dan tunduk kepada Pemerintah AS. Serangkaian strategi pun dirancang dan dituliskan. Ia memaparkan konsepnya itu dalam buku berjudul “Civil Democratic Islam: Partners, Resources, and Strategies.”

Mereka ingin mengubah Islam, karena ajarannya yang murni tidak akan mengizinkan non-Muslim mengendalikan umat Islam, sumber daya mereka, tanah mereka, atau kekayaan mereka. Bagi mereka ini adalah masalah besar.

Gayung beraambut. Presiden George W. Bush Jr menyambut strategi tersebut. Khilafah menjadi salah satu ajaran dalam Islam yang mereka hantam. Dalam sebuah pidatonya pada bulan September 2006, Bush mengungkapkan:

“Mereka berharap untuk membangun utopia politik kekerasan di Timur Tengah, yang mereka sebut Khilafah.. Khilafah ini akan menjadi kekaisaran Islam totaliter yang mencakup semua wilayah Muslim, baik saat ini maupun di masa lalu, membentang dari Eropa ke Afrika Utara, Timur Tengah, hingga Asia Tenggara…”


Tak hanya itu, dalam pidato yang sama, Bush pun bersumpah, tak akan membiarkan khilafah tegak. “Saya tidak akan membiarkan hal ini terjadi. Dan tidak ada seorangpun Presiden Amerika di masa depan yang akan membiarkannya juga.”


Jika AS mampu mencegah pembentukan kekhalifahan, mengontrol minyak dan sumber daya energi lainnya di dunia Islam, maka, akibatnya, mereka akan memiliki kekuatan untuk memaksakan kebijakannya di seluruh dunia yang bergantung pada minyak tersebut.


Misi yang dicanangkan oleh Benard adalah bagian dari program perang melawan teror, sebuah perang yang menurut Presiden George W. Bush dan Menteri Luar Negeri saat itu, Colin Powell, identik dengan Perang Salib.

“Perang salib ini, perang melawan terorisme ini akan memakan waktu cukup lama. Dan rakyat Amerika harus bersabar. Saya akan bersabar,” kata Bush dalam pidatonya tahun 2001.

Pada tahun 2004, dalam percakapannya dengan presiden Pakistan saat itu, Pervez Musharraf, Powell mengatakan, “Saya memanggil Presiden Musharraf dan berkata: ‘Kami butuh jawaban Anda sekarang. Kami membutuhkan Anda sebagai bagian dari kampanye ini, perang salib ini.’”

Islam ala Rand Corp

Prtanyaannya, bisakah Amerika meyakinkan kaum Muslimin di seluruh dunia untuk menerima “Islam ala Rand” ini? Tidak. Rand  Corporation pun telah mengakui hal ini. Mereka meyakini bahwa umat Islam telah kehilangan kepercayaan kepada Amerika. AS kalah dalam perang gagasan di dunia Islam, gagal mempromosikan kebijakannya kepada umat Islam yang waspada terhadap niat dan kemunafikan Amerika, menurut penasehat Pentagon.


Maka dari itu, Rand Corp menyatakan bahwa dalam program ini tangan Amerika harus disembunyikan. Sementara, boneka Muslim yang dipilih dengan hati-hati harus berada di garis depan untuk mengantarkan Islam versi baru ini.

Lantas siapa yang akan menjadi boneka dalam Islam ala Rand Corp?

Bagi mereka, mitra ideal untuk menjalankan pekerjaan ini adalah Muslim dari ‘dalam’ komunitas umat Islam yang akan bekerja untuk kepentingan Amerika. Rand melabeli mereka sebagai kaum ‘modernis/moderat’. Ciri dari kelompok modernis ini, menurut Benard, adalah keinginan untuk “memodernkan dan mereformasi Islam, agar sejalan dengan zaman.”

Lalu, bagaimana mereka mampu menjalankan misi dari pemerintah AS tersebut?

Pertama, Rand merekomendasikan agar Muslim yang memahami Islam sejati dan ingin menerapkan Syariat Islam disingkirkan, dengan melabelinya sebagai fundamentalis dan ekstremis, pengecut dan pengacau. Rand memberi saran kepada Amerika untuk mendiskreditkan dan menghina para pengikut Islam sejati.


Setelah menyingkirkan kelompok “fundamentalis”, AS akan mengangkat kaum modernis sebagai role model dan pemimpin Islam. Mereka memberikan dukungan kepada kaum modernis, apapun yang mereka minta, antara lain dengan mengontrol sistem pendidikan, pendanaan, liputan media, sehingga kaum modernis bisa menyingkirkan halangan yang menghambat dominasi Amerika. RAND menyarankan:

*“Buat role model dan para pemimpin (dari kalangan modernis) … Mereka harus dipelihara dan ditampilkan secara publik sebagai wajah Islam kontemporer … Modernis yang berisiko menghadapi persekusi (karena penodaan dan pengkhianatan mereka) harus dibangun (citranya) sebagai pemimpin hak-hak sipil yang pemberani. Publikasikan dan distribusikan karya mereka dengan dukungan biaya. Dorong mereka menulis untuk masyarakat dan para pemuda. Perkenalkan pandangan mereka ke dalam kurikulum pendidikan Islam. Beri mereka panggung di publik. Buat pendapat dan penilaian mereka tentang pertanyaan mendasar dari penafsiran agama tersedia bagi masyarakat, dalam persaingan dengan para fundamentalis dan tradisionalis, yang memiliki website, penerbitan, sekolah, institut, dan banyak kendaraan lain untuk menyebarkan pandangan mereka.”*


Untuk strategi jangka panjang, Rand menyarankan agar para boneka modernis ini mampu membuat para pemuda Islam memeluk sekularisme, bangga dengan sejarah non-Islam dan pra-Islam, melalui kurikulum sekolah dan media lainnya. Dengan demikian, konsep mengenai Syariat, jihad, dan khilafah yang benar akan rusak dalam pikiran para pemuda Islam, bahkan membuat mereka benci dan menjauhinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Rand juga menyarankan agar pemerintah AS mendukung pengembangan ormas yang bisa dimanfaatkan.


*“Generasi Muslim berikutnya dapat dipengaruhi jika pesan Islam demokratis bisa dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dan media publik di negara-negara yang bersangkutan … Posisikan sekularisme dan modernisme sebagai pilihan “tandingan” untuk para pemuda Islam yang tidak puas. Fasilitasi dan dorong kesadaran akan sejarah dan budaya pra-Islam dan non-Islam mereka, di media dan kurikulum negara-negara terkait. Bantu pengembangan organisasi kemasyarakatan yang independen, untuk mempromosikan budaya sipil.*


*Islam Nusantara?*

Jika kita lihat di Indonesia, semua strategi tersebut sudah dan sedang diterapkan. Tapi, apakah masih ada strategi lain? Ya, tentu ada. Rand juga merekomendasikan perpecahan di dunia Islam dengan menciptakan Islam versi nasionalistik negara tertentu.


*“Kembangkan Islam Barat, Islam Jerman, Islam AS, dan lainnya*. Hal ini membutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang komposisi, praktek dan pemikiran yang berkembang di dalam komunitas-komunitas ini. Bantu dalam memunculkan, mengekspresikan, dan “mengkodifikasi” pandangan mereka.”


Tiga belas tahun berikutnya, tepatnya bulan Maret 2016, strategi penerapannya di Asia Tenggara kembali digodok di Semarang. Beberapa pakar diundang untuk merumuskannya. Pesertanya dari Indonesia, Australia, Singapura, Vietnam, Malaysia, Thailand, hingga Filipina. Dari Indonesia, hadir Wahid Institute dan Ma’arif Institute.


Rekomendasi dari forum tersebut dituangkan dalam sebuah laporan berjudul *“Counter-Narratives for Countering Violent Extremism (CVE) in South East Asia”yang dirilis oleh Hedayah Center, lembaga think tank yang berbasis di Uni Emirat Arab yang lahir atas inisiatif sebuah forum global pimpinan Inggris*. Laporan tersebut merekomendasikan tiga ajaran dalam Islam yang harus dimodifikasi, yaitu khilafah, jihad, dan al-wala’ wal-bara’.

Modifikasi ajaran Islam tidak hanya dilakukan dengan mengubah definisi. AS juga menyarankan agar penggunaan beberapa istilah-istilah Islami mulai dihindari, seperti *jihad*, *syariah*, dan *ummah*, sebagaimana yang ditulis dalam laporan yang dirilis Dewan Penasihat Keamanan Dalam Negeri AS pada tahun 2016.


Selain itu, rekomendasi lainnya adalah dengan mengembangkan Islam dalam konteks lokal. Islam Indonesia, bukan Islam di Indonesia. Narasi yang lebih dikedepankan adalah narasi toleransi dan pluralisme, dan bahwa Islam juga sama dengan agama-agama yang lain. Untuk membangun identitas Islam lokal tersebut, antara lain dengan mengembangkan materi khutbah dengan konteks lokal yang mengedepankan tema-tema toleransi, perdamaian, hak perempuan, dan seterusnya.

Rekomendasi lebih detail dirilis pada bulan Agustus 2016 dengan judul “Undermining Violent Extremist Narratives in South East Asia: A How To Guide”.  Laporan tersebut berisi panduan yang lebih praktis dalam mengimplementasikan strategi di atas. Sasaran utama dari proyek ini adalah pemuda dan wanita.

Agar pesan-pesan dan narasi tersebar lebih efektif, mereka menyarankan penggunaan tokoh agama yang bisa digalang untuk menyebarkan Islam alternatif ini. Untuk medianya penyebarannya, dilakukan mulai dengan menggunakan media sosial, televisi, film, radio, media cetak, komik, buku, hingga kegiatan-kegiatan diskusi.

Skenario Islamofobia

Terakhir, sebagai tambahan informasi, dalam bukunya yang berjudul “Islamophobia and the Politics of Empire”, Prof. Deepa Kumar menjelaskan tentang dua skenario Islamofobia yang, menurutnya, berakar dari narasi Paus Urbanus pada saat Perang Salib. Saat itu, Paus membangun narasi yang menggambarkan Islam dan Nabi Muhammad SAW dengan begitu buruk. Hal ini dilakukan untuk memobilisir warga Eropa agar mau melakukan perang Salib dan untuk mencegah  mereka dari masuk Islam.


Kumar menjelaskannya dengan istilah Islamophobia konservatif dan Islamophobia liberal. Istilah Islamophobia konservatif mungkin cukup familiar bagi kita. Ialah mereka yang memandang bahwa Islam secara instrinsik adalah agama yang buruk, musuh bagi kemodernan, kebebasan, dan semacamnya.

Sementara Islamophobia liberal, jelas Kumar, dilabelkan kepada mereka yang muncul dalam retorika lebih lembut. Meski sebenarnya tidak kalah jahat. Mereka membagi adanya “Good Muslims” dan “Bad Muslims”. “Good Muslims” adalah umat Islam yang mau bekerja untuk Barat. Kumar menganalogikan pendekatan Islamofobia liberal sebagai “penjajahan berbulu domba”.

Jadi, jika hari ini kita mendapati begitu banyak fenomena industri kebencian pada Islam dan ajarannya, dengan berbagai tingkatannya, tidak perlu heran. Ada sebuah skenario global yang sangat besar dengan dana milyaran dollar yang saat ini sedang dijalankan, sebagai tindak lanjut dari kebencian ratusan tahun yang bermula dari Perang Salib di masa lalu. *Pertanyaannya, di posisi mana kita berada?*

Thursday, September 3, 2020

Murabahah yang Disebut oleh Bank Islami dan Hukum Syara’ Tentangnya

 Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim ‘Atha` bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir Atas Pertanyaan di Laman Facebook Beliau “Fiqhiyun”


Jawaban Pertanyaan: 


Murabahah yang Disebut oleh Bank Islami dan Hukum Syara’ Tentangnya

Kepada Asyraf Abdul Halil Thaithiy


Soal:


Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Kami tahu bahwa murabahah sebagai konsep adalah boleh secara syariy. Tetapi saya yakin bahwa fakta murabahah saat ini di bank-bank islami -bank syariah- menyalahi syara khususnya di kalangan warga kita di Palestina. Yang mana nasabah menentukan barang pada pedagang dan menyepakati harga tertentu dengan pedagang itu, dan nasabah itu mengakadkan kesepakatan dengan bank dan bank melakukan pembelian barang tersebut dan menyerahkannya kepada nasabah itu dan bank mengagunkan barang tersebut baik berupa properti, mobil atau lainnya. Kemudian kepemilikannya berpindah kepada nasabah setelah pembayaran jumlah yang sama dengan harga barang ditambah jumlah atau prosentase yang ditetapkan sesuai jangka waktu pembayaran dan bank menganggap jumlah tambahan sebagai kompensasi proses transaksi ... Apakah Anda berkenan menjelaskan hukum syara pada transaksi semisal ini? Semoga Allah melimpahkan keberkahan kepada Anda.


Jawab:


Waalaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Pertanyaan Anda mencakup tiga perkara:

Pertama: murabahah dan hukumnya ...

Kedua: Apa yang disebut oleh bank islami -bank syariah- bahwa itu merubahah ...

Ketiga; topik mengagunkan barang yang dibeli ...

Berikut penjelasannya kepada Anda:

Terkait fakta murabahah dan hukumnya, kami telah menjelaskan hal itu dalam Jawab Soal tertanggal 19 Rajab 1434 H-29 Mei 2013 M. Di antara yang ada di dalam Jawab Soal tersebut sebagai berikut:

[... murabahah itu secara bahasa berarti meraih laba.  Dikatakan: bitu al-mutâ murâbahatan, yaitu saya menjualnya secara murabahah.

Sedangkan menurut istilah, murabahah adalah seorang penjual menawarkan barang dagangannya untuk dijual dengan kadar modalnya dan laba yang jelas (disepakati).  Dan murabahah itu termasuk jual beli amanah (bay al-amânah), sebab bersandar pada keamanahan penjual dalam memberitahukan modal barang dagangannya.

Murabahah itu secara syariy adalah boleh sebab murabahah itu adalah menjual dengan laba atas harga pembelian awal si penjual.  Jika penjual berkata, saya jual kepada Anda barang ini dengan laba sekian atas harga pembelian saya, dan ia memberi tahu pembeli harga pembelian awalnya itu, dan pembeli menerima, maka ini boleh sebab itu adalah jual beli yang diketahui dengan jelas (malûm).] selesai.

Adapun apa yang ada di pertanyaan Anda seputar apa yang disebut jula beli murabahah di bank-bank islami -bank syariah- maka kami telah menjawab masalah ini secara rinci pada 24 Rajab 1434 H-03 Juni 2013 M. dan saya ulangi kepada Anda apa yang ada di Jawab Soal tersebut:

[... معاملة البنوك الإسلامية التي تسمى بيع المرابحة هي معاملات مخالفة للشرع، وذلك من وجوه أبرزها:

[ ... Muamalah bank islami yang disebut jual beli murabahah adalah muamalah yang menyalahi syara’.  Hal itu karena beberapa aspek, yang paling menonjol:

Pertama, bank melangsungkan akad jual beli dengan pembeli sebelum bank membeli mobil atau kulkas … Padahal Rasul saw melarang jual beli sesuatu yang belum Anda miliki.  Dari Hakim bin Hizam ia berkata, aku katakan: 

يَا رَسُولَ اللَّهِ، يَأْتِينِي الرَّجُلُ يَسْأَلُنِي الْبَيْعَ، لَيْسَ عِنْدِي مَا أَبِيعُهُ، ثُمَّ أَبِيعُهُ مِنَ السُّوقِ فَقَالَ: «لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ»

Ya Rasulullah saw, ada orang yang datang padaku menanyakan jual beli, saya tidak punya apa yang saya jual, kemudian aku beli dari pasar.  Maka Rasulullah saw bersabda:jangan kamu jual apa yang bukan milikmu (HR Ahmad).


Ini Hakim bin Hizam bertanya kepada Rasul saw tentang pembeli yang datang kepadanya untuk membeli barang darinya yang belum ia miliki, lalu ia pergi ke pasar dan membelinya kemudian ia jual kepada pembeli itu, maka Rasul saw melarang hal itu kecuali barang itu sudah dia miliki kemudian ia tawarkan kepada pembeli jika suka silahkan membeli dan jika tidak silahkan tidak membeli.

Untuk menjelaskan hal itu kami katakan: orang pergi ke bank meminta utang finansial  Bank bertanya kepadanya kenapa ia ingin utang atau uang?  Orang tadi berkata untuk saya belikan kulkas, mobil, mesin cuci  lalu bank melangsungkan kesepakatan dengan orang tadi bahwa bank akan membelikan orang tadi kulkas dan bank menjualnya kepada orang tadi secara kredit dengan angsuran dengan harga sekian. Kesepakatan itu menjadi mengikat sebelum bank membeli kulkas, kemudian bank pergi dan membeli kulkas untuk orang tadi.  Orang tadi tidak bisa untuk tidak membeli kulkas itu dari bank, sebab kesepakatan dengan bank telah terjadi sebelum kulkas itu menjadi milik bank.  Jadi akad tersebut telah sempurna sebelum bank memiliki kulkas tersebut.

Tidak dikatakan bahwa bank menjualnya ke pembeli setelah bank membelinya.  Tidak dikatakan demikian sebab kesepakatan bank dengan pembeli telah sempurna dalam bentuk yang mengikat sebelum bank membeli barang itu dengan bukti bahwa pembeli tidak bisa menolak pembeliannya setelah bank membeli barang itu untuknya.  Jadi akad itu sudah sempurna dalam bentuk mengikat sebelum bank membelinya.

Seandainya bank memiliki gudang, di situ ada beberapa kulkas dan bank tawarkan kepada orang tadi, jika ia suka silahkan membeli dan jika tidak silahkan tidak membeli, seperti halnya penjual kulkas lainnya, maka pada saat itu jual beli tersebut sah baik kontan ataupun dengan angsuran.

Kedua, tidak boleh jika pembeli terlambat membayar angsuran lalu utangnya atas pembelian tersebut ditambah, sebab ini adalah riba dan itu yang disebut riba nasiah.  Riba jahiliyah itu diberlakukan pada masa jahiliyah.  Dahulu jika telah jatuh tempo dan debitor tidak mampu membayar maka temponya ditambah dan utang itu bertambah.  Islam datang dan mengharamkannya secara final, dan debitor yang musir (kesulitan membayar utang) diberi tangguh tanpa ada penambahan utang.

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (TQS al-Baqarah [2]: 280) 


Oleh karena itu tidak boleh bermuamalah dengan bank sesuai yang telah disebutkan di atas] selesai.

Adapun topik mengagunkan barang yang dibeli sampai angsurannya lunas seluruhnya maka kami telah menjawab hal itu pada 06 Syaban 1436 H-24 Mei 2015 M dengan jawaban rinci. Di situ dinyatakan:

[ ... Masalah ini dikenal di dalam fikih dengan disebut rahnu al-mabî alâ tsamanihi mengagunkan barang atas harganya-. Artinya, barang tersebut tetap tergadai pada penjual samai pembeli membayar harga. Masalah ini tidak muncul jika penjual dan pembeli itu keduanya seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw dalam hadits yang dikeluarkan oleh imam al-Bukhari dari Jabir bin Abdullah ra:

«رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ، وَإِذَا اشْتَرَى، وَإِذَا ‏اقْتَضَى»

“Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang mudah dan toleran jika menjual, jika membeli dan jika menuntut haknya pada orang lain.” 


Akan tetapi, kadang-kadang penjual dan pembeli berselisih seputar serah terima barang atau pembayaran harga. Kadang kala penjual setelah akad jual beli ia sengaja menahan barang yakni menjadikan barang itu agunan yang dia kuasai sampai harganya dibayar dan berikutnya muncullah masalah ini. Masalah ini diperselisihkan diantara para fukaha. Diantara mereka ada yang memperbolehkannya dengan syarat-syarat. Diantara mereka ada yang tidak memperbolehkannya. Ada juga yang memperbolehkannya pada kondisi tertentu dan tidak memperbolehkannya pada kondisi lainnya dan selain itu.

Yang saya rajihkan setelah mengkaji masalah ini adalah sebagai berikut:

Pertama, jenis jual beli:

Barang yang dijual adalah barang yang ditakar, ditimbang atau dihitung seperti jual beli beras, kapas atau jual beli tekstil (kain) dan lainnya.

Barang yang dijual bukan barang yang ditakar, ditimbang atau dihitung seperti jual beli mobil, jual beli rumah, jual beli hewan . dan lainnya.

Kedua, harga barang:

Harganya tunai kontan, seperti Anda membeli barang dengan harga sepuluh ribu tunai dibayar sekaligus kontan.

Harganya ditangguhnya untuk tempo tertentu, seperti Anda membeli barang dengan harga sepuluh ribu dan Anda bayar setahun kemudian (kredit satu tahun).

Harganya sebagian kontan dan sebagian lagi ditangguhkan, seperti Anda membeli barang lalu Anda bayar pertama lima ribu (tunai) dan lima ribu lagi Anda bayar setahun kemudian (kredit satu tahun) atau Anda angsur bulanan 

Ketiga: hukum syaranya berbeda sesuai perbedaan apa yang disebutkan di atas:

Kondisi pertama: barangnya adalah bukan barang yang ditakar, ditimbang atau dihitung yakni semisal menjual rumah, mobil atau hewan 

Harganya kontan, yakni Anda membeli mobil seharga sepuluh ribu kontan dan hal itu ditetapkan di dalam akad.

Pada kondisi ini, penjual boleh menahan barang tersebut, yakni barang itu tetap tergadai padanya sampai harganya yang tunai itu dibayar kontan sesuai akad.  Dalil atas yang demikian adalah hadits yang mulia yang dikeluarkan oleh at-Tirmidzi, dan at-Tirmidzi berkata hadits hasan dari Abu Umamah, ia menuturkan: “aku pernah mendengar Nabi saw bersabda pada kutbah Haji Wada’:

«العَارِيَةُ مُؤَدَّاةٌ، وَالزَّعِيمُ غَارِمٌ، وَالدَّيْنُ مَقْضِيٌّ» 

“Pinjaman itu ditunaikan (dikembalikan), dan az-za’im adalah gharim dan utang dibayar”

Az-za’îm adalah al-kafîl (orang yang menanggung). Ghârim adalah dhâmin (orang yang menjamin). Aspek penarikan argumentasi dalam hadits tersebut adalah pada sabda Nabi saw wa ad-dayn maqdhiyun utang (harus) dibayar-.  Maka pembeli jika menerima barang sebelum ia membayar harga maka berarti ia telah membelinya secara utang, dan ad-dayn maqdhiyun utang itu harus dibayar-. Yakni yang prioritas (pertama-tama) untuk membayar utang selama pembeliannya secara kontan.  Dan dengan ungkapan yang lain, ia harus membayar harga pertama-tama selama harga dalam akad tersebut adalah tunai kontan  Al-Kasani berkata di dalam Badâ`iu ash-Shanâ`I mengomentari hadits tersebut (sabda Nabi saw ad-dayn maqdhiyun utang harus dibayar-, Nabi saw mendeskripsikan utang itu harus dibayar secara umum atau mutlak, maka seandainya penyerahan harga itu lebih belakangan dari penyerahan barang maka berarti utang tersebut belum dibayar, dan ini menyalahi nash.)

Atas dasar itu maka penjual boleh menahan barang padanya sampai pembeli membayar harganya.  Dan dengan begitu maka disitu tidak ada utang. Dan ini sesuai dengan akad sebab jual beli tersebut tidak secara utang (kredit) akan tetapi dengan harga tunai.

Harga ditangguhkan (kredit), seperti Anda membeli mobil dengan harga sepuluh ribu yang Anda bayar setahun kemudian (kredit satu tahun). Pada kondisi ini, tidak boleh barang ditahan sampai harga lunas sebab harga tersebut sesuai akad ditangguhkan dengan persetujuan penjual. Jadi penjual tidak boleh menahan barang untuk menjamin harganya selama ia telah menjualnya dengan harga yang ditangguhkan. Sebab ia menggugurkan hak dirinya untuk menahan barang. Dan oleh karena itu maka ia tidak boleh menahan barang tersebut, akan tetapi ia harus menyerahkan barang itu kepada pembeli.

Harganya sebagian tunai dan sebagian lagi ditangguhkan. Seperti Anda membeli mobil dengan pembayaran pertama lima ribu yang Anda bayarkan tunai dan lima ribu lagi Anda bayar setahun lagi sekaligus (kredit satu tahun dibayar sekaligus) atau Anda membayarnya secara angsuran selama tempo-tempo itu.

Pada kondisi ini, penjual boleh menahan barang sampai harga tunainya dibayar, dan setelah itu ia tidak boleh menahan barang untuk terlunasinya pembayaran harga tangguhnya. Hal itu karena apa yang telah kami sebutkan pada point 1 dan 2. 

Ringkasnya, bahwa penjual boleh menahan barang atas harganya yang tunai. Yakni jika akad jual beli tersebut dengan harga tunai yang dibayar kontan, maka penjual boleh menahan barang padanya sampai pembeli membayar harga tunai itu sesuai akad.

Demikian juga penjual boleh menahan barang padanya sampai pembeli membayar pembayaran yang disegerakan (tunai) sesuai akad jual beli.

Tidak dikatakan di sini, bagaimana pembeli mengagunkan barang sebelum ia menerimanya, yakni sebelum ia memilikinya? Hal itu karena agunan (rahn) itu tidak boleh kecuali pada apa yang boleh dijual, dan karena barang yang dibeli tidak boleh dijual kecuali setelah diserahterimakan bersandar pada hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi, dari Ibn Abbas, ia berkata: Rasulullah saw bersabda kepada Utab bin Usayd:

«إِنِّيْ قَدْ بَعَثْتُكَ إِلَى أَهْلِ اللهِ، وَأَهْلِ مَكَّةَ، ‏فَانْهَهُمْ عَنْ بَيْعٍ مَا لَمْ يَقْبِضُوْا»

“Sungguh aku telah mengutusmu kepada Ahlillah dan penduduk Mekah, maka laranglah mereka dari menjual apa yang belum mereka terima.”


Dan hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thabarani dari Hakim bin Hizam, ia berkata: “ya Rasulullah, aku menjual dagangan yang banyak, lalu apa yang halal untukku dan apa yang diharamkan atasku?” Maka Rasulullah saw bersabda:

«لَا تَبِيعَنَّ مَا لَمْ تَقْبِضْ»

“Jangan engkau jual apa yang belum engkau terima.”


Hadits-hadits ini gamblang dalam melarang dari menjual apa yang belum diterima, lalu bagaimana bisa barang yang dibeli diagunkan sebelum diterima?

Tidak dikatakan demikian sebab kedua hadits ini adalah berkaitan dengan barang yang ditakar dan ditimbang Adapun jika barang itu bukan yang demikian (bukan barang yang ditakar, ditimbang) seperti rumah, mobil, hewan dan sebagainya maka boleh menjualnya sebelum diterima. Hal itu bersandar kepada hadits Rasul saw yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Umar ra, ia berkata: 

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ ‏ﷺ‏ فِي سَفَرٍ، فَكُنْتُ عَلَى بَكْرٍ صَعْبٍ لِعُمَرَ، فَكَانَ يَغْلِبُنِي، فَيَتَقَدَّمُ أَمَامَ ‏القَوْمِ، فَيَزْجُرُهُ عُمَرُ وَيَرُدُّهُ، ثُمَّ يَتَقَدَّمُ، فَيَزْجُرُهُ عُمَرُ وَيَرُدُّهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ ‏ﷺ‏ لِعُمَرَ: «بِعْنِيهِ»، قَالَ: هُوَ لَكَ يَا رَسُولَ ‏اللَّهِ، قَالَ: «بِعْنِيهِ» فَبَاعَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ‏ﷺ، فَقَالَ النَّبِيُّ ‏ﷺ‏: «هُوَ لَكَ يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، تَصْنَعُ بِهِ مَا شِئْتَ» 

“Kami bersama Nabi saw dalam sebuah perjalanan. Aku naik onta remaja milik Umar yang jalannya cepat. Onta itu membuatku menang. Aku pun mendahului di depan kaum itu, maka Umar melarangnya dan mengembalikannya (ke belakang). Kemudian ia mendahului lagi. Umar pun melarangnya dan mengembalikannya (ke belakang lagi). Lalu Nabi saw bersabda kepada Umar ra: juallah kepadaku!  Umar pun berkata: itu untukmu ya Rasulullah. Nabi saw bersabda: juallah kepadaku! Maka Umar pun menjualnya kepada Rasulullah saw. Lalu Nabi saw bersabda: itu untukmu ya Abdullah bin Umar, perbuatkah dengannya apa yang engkau mau!


Tasharruf pada barang yang dibeli, dalam bentuk tasharruf hibah sebelum diterima ini menunjukkan atas sempurnanya kepemilikan barang sebelum diterima. Dan menunjukkan bolehnya menjual barang tersebut sebab barang itu telah sempurna kepemilikan penjual terhadapnya.

Atas dasar itu maka boleh mengagunkan barang sebelum diterima selama boleh menjualnya sebelum barang itu diterima. Akan tetapi ini hanya pada kondisi jika barang itu bukan barang yang ditakar, ditimbang atau dihitung seperti rumah, hewan dan semisalnya, dan pada kondisi terakadkannya jual beli dengan harga tunai, atau pada kondisi adanya pembayaran yang tunai pada akad jual beli. Maka boleh mengagunkan barang yang dibeli itu sebelum diterima sampai dibayarkan harga yang disegerakan (harga tunai) atau pembayaran yang disegerakan (pembayaran kontannya).

Kondisi kedua: barang yang dijual termasuk barang yang ditakar, ditimbang seperti membeli sejumlah beras, kapas, atau kain Pada kondisi tersebut maka tidak boleh menahan barang yang dijual itu atas harganya apapun fakta harganya: tunai kontan, kredit sekali bayar atau kredit dengan beberapa angsuran:

Jika harganya tunai kontan maka tidak boleh menahan barang tersebut seperti yang kami jelaskan di atas.

Jika harga kredit maka tidak boleh menahan barang yang dijual, yakni tidak boleh mengagunkannya. Sebab tidak boleh mengagunkan barang yang ditakar, dan ditimbang sebelum diserahterimakan, sesuai hadits Rasul saw yang telah disebutkan di atas. Dan penjual disini dalam kondisi jual beli dengan harga yang tunai kontan itu (berhak memilih) diantara dua perkara:

Antara ia menjual barang tersebut dengan harga tunai kontan dan ia serahkan barang itu kepada pembeli serta ia bersabar atasnya baik harga itu diberikan kepada secara tunai kontan atau setelah beberapa waktu, tanpa menjadikan barang tersebut sebagai agunan 

Atau ia tidak menjual barang tersebut yakni tanpa menahan barang sebagai agunan sama sekali.

Atas dasar itu maka jika sudah terakadkan jual beli dengan harga tunai atau secara kredit (dengan tempo) pada kondisi barang yang ditakar atau ditimbang maka penjual tidak boleh menahan barang tersebut sebagai agunan padanya sampai harganya dibayar.

Ini yang saya rajihkan. Wallâh alam wa ahkam] selesai.

Dengan semua ini, telah sempurna jawaban atas pertanyaan Anda, wallâh waliyyu at-tawfîq.


Saudaramu Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah


12 Muharam 1442 H

31 Agustus 2020 M


http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/70264.html

https://www.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/posts/2725425754370098?__tn__=K-R-R