Friday, August 2, 2019

BERAPA RIBU KALI LAGI KAMI HARUS MENGULANGI?

BERAPA RIBU KALI LAGI KAMI HARUS MENGULANGI?

Oleh : Ust.Choirul Anam


Sudah beribu-ribu kali kami bilang, bahwa siapapun yang memimpin negeri ini, selama SISTEM yang diterapkan adalah kapitalisme dan demokrasi, maka kebijakan pasti tidak akan pernah berubah. Semua subsidi, termasuk BBM, pasti akan dikurangi sampai mengikuti harga internasional, layanan kesehatan dan pendidikan juga akan diserahkan ke mekanisme pasar, privatisasi akan terus dilakukan sampai negara tidak punya apa-apa lagi, sumber daya alam akan diberikan kepada para pemilik modal besar (kapitalis), baik lokal maupun asing, dan lain sebagainya. Itulah kapitalisme.


Siapapun yang memimpin, kapitalisme tidak akan pernah berubah, ia akan tetap kapitalisme. Meskipun yang memimpin orang bergelar KH, Profesor Doktor, Insinyur, Jendral, Pengusaha, Ibu Rumah Tangga, Wong Ndeso, atau siapapun, kapitalisme tidak akan pernah berubah. Kalaupun ada yang tampak berubah, itu hanya kulitnya saja. Permukaannya saja. Namun, substansinya tidak akan berubah. Gaya para pemimpin memang berbeda-beda dan berubah-ubah. Ada yang pidatonya berapi-api, kalem dan santun, teratur dan berirama, membaca teks, ceplas-ceplos dan lain-lain. Tetapi kebijakan yang diambil sama saja, yakni mengikuti mekanisme pasar bebas, tanpa peduli nasib rakyat yang dipimpinnya. Penampilan para pemimpin memang berubah, ada yang gagah perkasa, ada yang seperti orang sholeh, ada yang feminim, ada yang lugu dan berwajah ndeso, dan lain-lain, tetapi pikiran mereka sama, yakni sama-sama menghamba pada kapitalisme. Akibatnya, kebijakan mereka selalu sama, yaitu menyengsarakan rakyat dan menolak syariah.


Namun, sayangnya kejadian selalu berulang dan berulang. Kita tak pernah dapat mengambil pelajaran. Kita selalu mengelu-elukan pemimpin baru, setelah itu kita kecewa berat. Namun, setelah lima tahun, kita kembali mengelu-elukan pemimpin yang baru lagi, setelah itu kecewa lagi, dan seterusnya. Kita selalu mengatakan bahwa “harapan kita tinggal satu, yaitu pemimpin yang baru ini”, namun pernyataan tersebut kita ulangi lagi lima tahun berikutnya, sepuluh tahun berikutnya, dan seterusnya. Kita selalu mengawali dengan salam satu jari, dua jari, dan seterusnya dengan penuh optimisme, setelah itu selalu gigit jari. Kita tidak pernah melihat dengan jeli inti masalah yang dihadapi oleh umat dan masyarakat, kita begitu mudah dibuai oleh retorika dan pencitraan. Kita tak pernah berani dengan jujur, bahwa masalah kita adalah “sistem yang diterapkan atau aturan main yang berlaku”, tetapi kita terlalu menyederhanakan bahwa masalah kita hanya masalah “orang”.


Kami mengatakan itu, entah sudah beribu kali. Ibaratnya, suara kami nyaris habis, tak ada bunyinya lagi. Entahlah, apakah lelah itu masih ada atau tidak, karena lelah itu telah kami rasakan semenjak puluhan tahun yang lalu. Entahlah, air mata itu masih akan bisa menetes lagi atau tidak, karena ia telah menetes semenjak puluhan tahun lalu mengiringi penderitaan rakyat yang tak kunjung berhenti karena dipermainkan oleh para pemimpin pilihan rakyat sendiri.

Entahlah, rasa geram itu masih ada atau tidak, karena melihat “kebodohan kita” yang tak kunjung berakhir. Kami tak tahu, masih harus mengatakan berapa ribu kali lagi.


Kami tidak tahu lagi, apa sebutan yang layak untuk kita, yang mengulangi kesalahan terus menerus. Rasulullah pernah bersabda: “Tak layak seorang mukmin digigit ular dua kali dari lubang yang sama”. Padahal, sudah berapa ratus atau bahkan berapa ribu kali, kita “digigit ular” dari lubang yang sama?
Kami tak tahu lagi, harus mengatakan apa lagi? Berbagai bahasa telah kami pilih, mulai dari yang paling lembut sampai yang paling kasar, dari yang guyonan sampai yang paling serius, dari yang ringan sampai yang argumentatif, dari yang paling sederhana sampai yang dipenuhi dengan dalil-dalil, tetapi semua itu hanya masuk telinga kanan dan keluar lagi melalui telinga kiri.


Ya Allah, berilah petunjuk kepada Umat Muhammad, ya Allah... Karena hanya Engkaulah yang dapat membuka hati dan pikiran mereka. Sadarkan mereka ya Allah, bahwa mereka akan selalu menjadi korban pengkhianatan dan kedzaliman oleh sistem yang tidak berasal dari-Mu, ya Allah.


Sadarkan mereka ya Allah, bahwa siapapun yang memimpin mereka, selama tidak menerapkan syariah-Mu melalui sistem Khilafah yang telah Engkau turunkan, mereka pasti hanya akan jadi korban.


Ya Allah, kami memohon kepada-Mu, agar masyarakat terbuka hati dan pikirannya, agar mereka mencampakan sistem yang telah mendzaliminya, baik kapitalisme-demokrasi atau sosialisme-komunisme, lalu mereka tergerak dengan penuh semangat untuk memperjuangkan syariah-Mu yang agung. Ya Allah, Ya Mujibas Saa-iliin...

No comments: