Saturday, August 24, 2019

DI ERA FOUNDING FATHERS, PANCASILA TERNYATA BUKAN HARGA MATI

Propaganda “kefinalan dan kehargamatian Pancasila dan NKRI” adalah propaganda a historis, sarat dengan nuansa politis, serta sikap berlebih-lebihan terhadap Pancasila dan NKRI.
+++
.
DI ERA FOUNDING FATHERS, PANCASILA TERNYATA BUKAN HARGA MATI
.
.
Siapa saja yang menelusuri sejarah Pancasila dan NKRI di kala para founding fathers-nya masih berkuasa, niscaya ia akan berkesimpulan bahwasanya keduanya bukanlah harga mati.
.
Sejarah ini berawal tatkala pemerintah Jepang meminta tokoh-tokoh nasional membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zumbiy Tioosakai). Dalam waktu yang singkat, dibentuklah BPUPKI yang diketuai oleh Dr. KRT Rajiman Widyodiningrat.
.
BPUPKI segera bersidang dengan agenda merumuskan dasar negara. Pada Sidang BPUPKI I, 29 Mei 1945, diketengahkan rumusan dasar negara versi Mr Mohammad Yamin. Pada 31 Mei dibacakan rumusan dasar negara oleh Mr Soepomo. Baru pada 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan pandangan-pandangannya mengenai dasar negara yang ia namakan dengan Pancasila.
.
Pada 22 Juni disusunlah Piagam Jakarta oleh Panitia Kecil yang beranggotakan 9 orang, yakni Mohammad Hatta, A Soebardjo, AA Maramis, Soekarno, Abdul Kahar Muzakir, Wachid Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, A Salim, dan M Yamin.
.
Di dalam Piagam Jakarta terdapat rumusan Pancasila sebagai berikut; (1) Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya; (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
.
Piagam ini menyiratkan adanya upaya untuk memasukkan syariat Islam dalam konstitusi negara Indonesia. Sayangnya, frase “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya” dihapus karena alasan politis. Penghapusan frase ini tidak hanya menunjukkan kekalahan umat Islam, namun juga cermin kegagalan tokoh-tokoh Islam dalam mengganjal manuver politik kaum nasionalis-seku
ler dan non Muslim.
.
Pada 10-16 Juni dibentuk Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Soekarno dan beranggotakan 19 orang, yakni Soekarno, AA Maramis, Otto Iskandardinata, Purbojo, A Salim, A Soebardjo, Soepomo, Maria Ulfah Santoso, Wachid Hasyim, Parada Harahap, J. Latuharariy, Susanto Tirtoprodjo, Sartono, Wongsonegoro, Wuryaningrat, RP Singgih, Tan Eng Hoat, Hoesein Djajadiningrat, dan Sukiman.
.
Panitia ini selanjutnya membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-undang Dasar yang beranggotakan 7 orang; Soepomo, Wongsonegoro, Soebardjo, AA Maramis, RP Singgih, A Salim, dan Sukiman.
.
Panitia akhirnya mengesahkan Piagam Jakarta sebagai Mukadimah (pembukaan) Rancangan UUD 1945, dan batang tubuh UUD 1945 yang memuat dua ketentuan penting; yaitu; (1) Negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya; (2) Presiden adalah orang Indonesia asli yang beragama Islam. Namun, butir-butir krusial bagi umat Islam yang tertuang dalam Piagam Jakarta dihapus begitu saja, tanpa mempedulikan lagi aspirasi umat Islam.
.
Pada 16 Agustus 1945 dibentuk Panitia Penghalus Bahasa yang beranggotakan Soepomo dan Hoesein Djajadiningrat, sekaligus disahkannya rumusan terakhir Pancasila dan ditetapkannya Pancasila sebagai bagian dari Undang-undang Dasar negara oleh PPKI.
.
Setelah terjadi intrik politik yang mendebarkan, akhirnya bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Didampingi tokoh-tokoh Nasional, Soekarno membacakan teks proklamasi di Jl. Pegangsaan No. 56 Jakarta.
.
Pada Sidang I PPKI, menghasilkan keputusan; (1) disahkannya UUD 1945, (2) memilih presiden dan wakil presiden, dan (3) menetapkan berdirinya Kabinet Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai badan musyawarah darurat.
.
.
DEMOKRASI LIBERAL
.
Setelah kemerdekaan, Pancasila dan NKRI tidak pernah sepi dari perubahan. Pada 16 Oktober 1945 keluar Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang menghentikan kekuasaan luar biasa dari Presiden sebelum masa waktunya (seharusnya selama 6 bulan). Selanjutnya, maklumat tersebut memberi kekuasaan MPR dan DPR yang semula dipegang oleh Presiden kepada KNIP.
.
Pada 3 Nopember 1945, keluar Maklumat Pemerintah tentang pembentukan partai politik sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Maklumat ini didasarkan pada anggapan bahwa salah satu ciri demokrasi adalah multi partai. Maklumat ini juga ditujukan untuk membangun opini internasional, bahwa Indonesia adalah negara demokratis.
.
Pada 14 Nopember 1945, keluar Maklumat Pemerintah yang mengubah sistem kabinet Presidensial menjadi sistem kabinet Parlementer berdasarkan asas demokrasi liberal.
.
Keluarnya tiga maklumat ini membawa pemerintah Indonesia menuju demokrasi liberal dan sistem parlementer yang sejatinya tidak sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945. Realitas ini menunjukkan bahwasanya Pancasila dan NKRI bukanlah harga mati, atau sesuatu yang tabu jika diubah, tetapi ia bisa diubah dan absah diubah.
.
.
NEGARA FEDERAL
.
Pada 27 Desember 1949, pada saat diselenggarakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag antara pemerintah Indonesia dengan Belanda, disepakati butir-butir kesepakatan yang telah mengubah secara fundamental konstitusi negara dan bentuk negara Indonesia. Butir-butir kesepakatan itu adalah:
.
Pertama, Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) menentukan bentuk negara serikat (federal) yang membagi Indonesia menjadi 16 negara bagian.
.
Kedua, Konstitusi RIS juga menentukan sifat pemerintahan berdasarkan demokrasi liberal, dan para menteri bertanggungjawab kepada parlemen.
.
Ketiga, Muqaddimah Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) menghapus jiwa dan isi pembukaan UUD 1945.
.
Berdasarkan poin-poin di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem ketatanegaan Indonesia berubah dari negara kesatuan menjadi negara serikat (federal), dan secara otomatis UUD 1945 dan rumusan Pancasila yang terdapat di dalam Muqaddimah UUD 1945 dinyatakan tidak berlaku.
.
Rumusan dan sistematika Pancasila di dalam Mukadimah Konsitusi RIS adalah sebagai berikut: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Peri Kemanusiaan, (3) Kebangsaan, (4) Kerakyatan, (5) Keadilan Sosial.
.
Hanya saja, Konstitusi RIS tidak berumur panjang. Pada 19 Mei 1950, disepakatilah untuk menegakkan kembali NKRI, dan dibuatlah rancangan UUD oleh BPKNP, DPR, dan Senat RIS dan diberlakukan mulai 17 Agustus 1950.
.
Undang-undang itu diberi nama Undang-undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. Di dalam UUDS tersebut terdapat rumusan dan sistematika Pancasila sebagai berikut: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Peri Kemanusiaan, (3) Kebangsaan, (4) Kerakyatan, (5) Keadilan Sosial.
.
Adapun sistem pemerintahan yang terbentuk saat itu adalah sistem parlementer dan kepala negara memiliki kekuasaan tertinggi yang tidak bisa diganggu gugat.
.
Realitas ini juga membuktikan bahwa Pancasila dan NKRI bukanlah harga mati dan konsesnsus perennial. Ia dinamis dan terbuka terhadap perubahan dan penggantian.
.
Realitas di atas menjadi bukti tak terbantahkan, bahwasanya orang yang dinobatkan sebagai the founding fathers tidak pernah menetapkan Pancasila dan NKRI sebagai sesuatu yang bersifat final dan harga mati.
.
Lantas, mengapa pada orde reformasi --yang dalam banyak hal penguasanya telah mencampakkan Pancasila--, ada sebagian pihak yang menyerukan propaganda-propaganda ”kefinalan dan kehargamatian Pancasila dan NKRI”, sedangkan the founding fathers tidak pernah bersikap seperti itu. Apakah mereka buta sejarah, bodoh, atau pura-pura?
.
Yang jelas, propaganda “kefinalan dan kehargamatian Pancasila dan NKRI” adalah propaganda a historis, sarat dengan nuansa politis, serta sikap berlebih-lebihan terhadap Pancasila dan NKRI. Propaganda ini harus diwaspadai sebagai bentuk politisasi Pancasila dan NKRI untuk kepentingan politis-ideologis, di antaranya adalah mencegah terbentuknya negara Khilafah dan penerapan syariat Islam secara menyeluruh.[]
.
Penulis:
Syamsuddin Ramadhan An Nawiy | Penulis Buku “Koreksi Total Sosialisme, Komunisme, Marhaenisme
.
Editor:
Joko Prasetyo
.
Dimuat pada rubrik KISAH Tabloid Media Umat Edisi 248: Yuk Hijrah!
22 Djulhijjah – 5 Muharram 1440 H | 23 Agustus – 5 September 2019

No comments: