Friday, August 2, 2019

BERJUANG DI ANTARA PARA MANTAN

BERJUANG DI ANTARA PARA MANTAN
Oleh: Irkham Fahmi al-Anjatani

Sudah cukup lama saya bergabung dengan Hizbut Tahrir Indonesia, dari awal Tahun 2011. Sudah lama pula saya menaruh perhatian terhadap orang-orang yang dahulu pernah bergabung dengannya, alias Mantannya. Di antara mereka ada yang masih bergaul dengan baik dan ada juga yang kini menjadi pembencinya.

Yang saya tidak habis pikir adalah kelompok yang kedua ini, yang terus melancarkan provokasi terhadap gerakan yang dahulu pernah menaunginya. Seolah menjadi orang yang paling paham dengan semua yang ada di dalam Hizbut Tahrir. Ia kritik ide-ide penegakkan Syariah dan Khilafahnya dengan cara liar.

Tampak sekali tidak mengedepankan akhlak dalam menyikapinya. Dengan jumawa ia salahkan ide-ide yang diperjuangkannya dan hasil dari itu ia ekspos seluas-luasnya. Walaupun seringkali pendapatnya dijawab secara lugas oleh banyak syabab, tetap saja ia pongah untuk mengakui kekeliruannya.
Saya melihat mereka yang mengaku sebagai mantan Hizb sedang menikmati posisinya, yang saat ini banyak dielu-elukan oleh orang-orang sekuler dan liberal. Gerombolan anak keturunan PKI, pasukan eljibiti dan peminum khomer sangat suka kepadanya, karena merasa satu selera, yakni sama-sama benci HTI.

Sebenarnya saya tidak melarang sikap kritis seseorang terhadap segala apa yang dilihatnya. Itu adalah hak asasi bagi setiap muslim. Hanya saja jika itu dilakukan dengan tujuan destruktif, merendahkan Keilmuan saudaranya, maka ini adalah sikap yang tidak pantas dilakukan oleh seorang muslim. Sebab di atas ilmu harus ada adab.
Kita ambil pelajaran dari para ulama senior di negeri ini. Mantan Ketum Muhammadiyah, Prof. Din Syamsuddin, misalnya, beliau adalah mantan aktifis NU. Lalu kenapa beliau kini nyeberang ke Muhammadiyah?
Saya yakin ada ketidakcocokan beliau dengan pemikiran-pemikiran di dalam Nahdlatul Ulama hingga beliau pindah jalur perjuangan. Elegannya, beliau tidak membabi buta menyerang ormas yang dahulu ia ada di dalamnya. Beliau tidak jumawa, merasa menjadi orang yang paling ampuh mengkritik pemikiran-pemikiran NU, karena beliau termasuk mantannya, yang sudah pasti tau isi dapur Nahdlatul Ulama.
Seperti itulah sikap ulama yang beradab. Ketidaksepakatannya tidak menjadikan ia dendam kesumat dengan mantannya, hingga bernafsu ingin memporak-porandakannya. Karena beliau tau, di atas ilmu harus ada kemuliaan akhlak. Padahal, tanpa itu, mudah saja Pak Din membid’ahkan, mensyirikkan, bahkan menyesatkan mereka.

Sejatinya, beberapa orang yang kini mengaku mantan Hizb, dahulu mereka adalah orang-orang yang dikeluarkan oleh Hizb. Banyak faktor yang menyebabkan mereka dikeluarkan, dari mulai terlibat pacaran, terlilit riba, terindikasi Syiah (seperti orang Jatim yang kini getol menulis syubhat tentang HTI), tidak patuh dengan aturan organisasi (merasa sudah pintar, sehingga tidak mau halaqoh, baru gabung mau langsung punya posisi), hingga berlaku sangat kasar kepada mertuanya (seperti yang kini menjadi pengurus LD.. di Jabar).
Umumnya mereka terlebih dahulu dinasehati secara baik-baik, tetapi malah justru tidak terima ketika diingatkan. Mereka justru balik menyerang dan mencerca syarikah. Hingga kebencian mendalamlah yang hingga kini ada di hatinya.

Padahal wajar saja apabila seseorang mau tetap berada di dalam gerbong Nahdlatul Ulama, misalnya, maka ia harus mematuhi segala apa yang ada di dalamnya. Setiap sholat shubuh harus qunut, setiap ada yang meninggal dunia harus tahlilan, dsb. Jika ia melanggar dan menentangnya, meskipun dengan berbagai argumentasi dan dalil, maka ia akan otomatis dikeluarkan darinya. Begitulah hukum alam organisasi dalam menjaga kesehatan harokahnya.

Begitupun dengan Hizbut Tahrir, ia akan mengeluarkan siapa saja yang tidak patuh dengan aturannya. Bukan karena anti-kritik, tetapi untuk menjaga, agar gerakan ini tetap sehat. Sehingga ia tetap berjalan ajeg sebagaimana tujuan awal perjuangannya.
Untuk para mantan, saya tidak berkecil hati dengan keberadaan kalian, karena saya tau bukan hanya HTI yang ada mantannya, tetapi juga hampir di semua ormas Islam yang ada. Bahkan diduga kuat, Pencetus nama NU sendiri, KH. Mas Alwi Abdul Aziz di akhir hayatnya keluar dari Nahdlatul Ulamanya.

Untuk para mantan, belajarlah dari Ustadz Arifin Ilham, perhatikanlah sikap Ustadz Abdul Shomad. Mereka memang bukan tokoh Hizbut Tahrir, tetapi mereka masih mau berjuang bersama Hizb untuk menegakkan agama Allah Yang Maha Kuasa. Tidak ada ujaran kebencian dari lisan-lisan mereka terhadap Hizbut Tahrir Indonesia.

Untuk para mantan, tulisan ini adalah nasehat bagi kalian. Apabila ini masih belum bisa menyadarkan, maka berbuatlah sesuka hatimu. Silahkan bergabung dengan gerombolan partai penista agama, agar kau tidak sendirian. Saya akan tetap setia di sini, di jalur perjuangan penegakkan Syariah dan Khilafah walaupun kalian terus mengumbar propaganda, caci maki dan fitnah.

Kami sadar, yang Allah wajibkan atas hambanya hanyalah berjuang, bukan berhasil. Walaupun kami tidak pernah tau kapan Syariat Allah benar-benar tegak di negeri ini, tetapi kami yakin itu sudah cukup menjadi bukti di hari akhir nanti, bahwa dahulu kami pernah berusaha berjuang untuk menolong AgamaNya. Dan kalian adalah para penghalangnya.

ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺴْﺘَﺤِﺒُّﻮﻥَ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓَ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻭَﻳَﺼُﺪُّﻭﻥَ ﻋَﻦْ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻳَﺒْﻐُﻮﻧَﻬَﺎ ﻋِﻮَﺟًﺎ ۚ ﺃُﻭﻟَٰﺌِﻚَ ﻓِﻲ ﺿَﻠَﺎﻝٍ ﺑَﻌِﻴﺪٍ
"Orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh," (Qs. Ibrahim: 3).

# Alumni212
# ReturnTheKhilafah
Cirebon, 6 Februari 2019

No comments: