Saturday, February 24, 2024

Menyatakan Ketidaklayakan Syariat Islam Untuk Diterapkan Dianggap Kafir dan Murtad Dari Islam;

 Gus Syams


Menyatakan Ketidaklayakan Syariat Islam Untuk Diterapkan Dianggap Kafir dan Murtad Dari Islam; & Bukan Dianggap Ahlul Bait Siapa Saja Yang Rela Menjadi Gedibalnya Penguasa Anti Syariat & Khilafah


Prof Dr Asy Syaikh Wahbah al-Zuhailiy menyatakan:


وإنكار حكم من أحكام الشريعة التي ثبتت بدليل قطعي، أو زعم قسوة حكم ما كالحدود مثلاً، أو ادعاء عدم صلاحية الشريعة للتطبيق، يعتبر كفراً وردة عن الإسلام. أما إنكار الأحكام الثابتة بالاجتهاد المبني على غلبة الظن فهو معصية وفسق وظلم

”Mengingkari salah satu hukum dari hukum-hukum syariat yang ditetapkan berdasarkan dalil qath’iy, atau menuduh kebengisan hukum syariat apapun itu, hudud misalnya; atau menyerukan ketidaklayakan hukum syari’ah untuk diterapkan, dianggap kekufuran dan murtad dari Islam.  Adapun pengingkaran terhadap hukum yang ditetapkan dengan ijtihad yang dibangun di atas dugaan kuat (ghalabat al-dhann), adalah kemaksiyatan, kefasikan, dan kedhaliman”.[ Prof Dr. Syaikh Wahbah Zuhailiy, al-Fiqh al-Islaamiy wa Adillatuhu, Juz 1/25]


Habaaib (dzurriyat Nabi saw) yang rela mengabdikan dirinya pada penguasa dhalim, mendapatkan harta dari mereka, seraya berkhianat terhadap ajaran leluhur mereka --Nabi mereka, Mohammad saw--, menolak ajaran Nabi saw, di antaranya adalah Khilafah dan syariat Islam, mestinya mereka harus malu mengaku sebagai keturunan Nabi saw. Imam al-Thabaraniy di dalam al-Mu’jam al-Ausath meriwayatkan sebuah riwayat yang perawi-perawinya tsiqah dari Tsauban ra, maulanya Rasulullah saw, bahwasanya Tsauban berkata:


يا رسول الله أ من أهل البيت أنا؟ فسكت ثم قال : في الثالثة: نعم, مالم تقف على باب سدة أو تأتي أميرا تسأله

“Ya Rasulallah, apakah aku termasuk ahlul bait?  Nabi saw diam, kemudian berkata pada ketiga, “Iya, selama kamu tidak berdiam di pintu gerbang (penguasa), atau kamu mendatangi pemimpin untuk meminta (sesuatu) darinya”.[HR. Imam Thabaraniy].[Dikutip dari Kitab Maa Rawaahu al-Asaathiin fiy ‘Adam al-Maji` ila al-Salaathiin ((Riwayat-riwayat Yang Dituturkan Para Pengabdi Ilmu Untuk Tidak Mendatangi Para Penguasa), Karya Al-Hafidh Jalaal al-Diin As Suyuthiy Asy Syafi’iy]

Wednesday, February 21, 2024

KHILAFAH RUKUN IMAN KEBERAPA ?

 *KHILAFAH RUKUN IMAN KEBERAPA ?*


Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik


Saat pengemban dakwah meyakinkan bahwa Khilafah adalah ajaran Islam, Khilafah adalah janji Allah SWT dan kabar gembira dari Rasulullah Saw, ada sebagian kecil orang yang ada penyakit di hatinya mempersoalkannya. Dengan nada mengejek, mereka berkata : Khilafah rukun iman ke berapa ?


Mereka, seolah mengolok-olok keyakinan dan iman kaum muslimin yang meyakini kembalinya Khilafah al Minhajin Nubuwah. Mereka, menganggap remeh persoalan Khilafah karena menduga bukan bagian dari rukun iman. Padahal, pertanyaan yang mempertanyakan Khilafah rukun iman yang keberapa, adalah konfirmasi kebodohan pada tingkat yang menghawatirkan.


Sejak Rasulullah Saw diutus hingga hari kiamat, rukun Iman hanya ada 6 (enam). Pertama, iman kepada Allah SWT, kedua, iman kepada malaikat, ketiga, iman kepada kitab-kitab, kempat, iman kepada para Rasul, kelima, iman pada hari kiamat, ke-enam, iman kepada Qadla dan Qadar. Tidak ada tambahan iman kepada Khilafah.


Lantas, darimana dasar meyakini khilafah dan iman (percaya) bahwa Khilafah ala minhajin nubuwah akan tegak kembali ?


Jawabnya demikian,


Surga dan Neraka, itu bukan rukun iman, tetapi wajib di imani. Siapa saja yang tak percaya surga dan neraka maka dia kafir. Meskipun Surga Dan Neraka tidak disebutkan dalam rukun iman.


Dasarnya, informasi tentang adanya surga dan neraka terdapat dalam al Qur'an. Sementara, al Qur'an adalah kitab Allah SWT. Mengimani surga dan neraka, berarti beriman kepada kitab Allah SWT, yang merupakan rukun iman yang ketiga.


Meyakini adanya pembantaian pada orang yang beriman dalam kisah Ashhabul Ukhdud, tidak terdapat dalam rukun iman. Tetapi kisah ini wajib diyakini (diimani) kebenarannya, bukan Khurofat seperti kisah si lidah pahit, Sangkuriang, Nyi Roro Kidul, dll. Karena kisah Ashhabul Ukhdud diceritakan oleh Rasulullah Saw, manusia suci yang tidak pernah berdusta.


Karena itu, meyakini keberadaan kisah Ashhabul Ukhdud, adalah bagian dari iman kepada para Rasul yakni iman kepada Rasulullah Muhammad Saw. Sebab, bagi yang beriman kepada Rasulullah tentu percaya apapun yang dikisahkan Rasulullah Saw.


Kalau tidak iman kepada kitab-kitab, tidak iman kepada para rasul, maka manusia akan seperti tokoh nasional yang mempertanyakan kampung akhirat hanya dengan dalih notabene belum pernah ke sana. Padahal, dasar iman kepada yang gaib termasuk surga, neraka, hari kiamat, bahkan adanya pahala dan dosa, itu adalah dengan menukil informasi. Dalam hal ini, keimanan pada yang ghaib tersebut didasari dari menukil informasi yang dikabarkan oleh Wahyu, baik dari al Qur'an maupun as Sunnah.


Nah, sampai pada bahasan kenapa umat Islam meyakini Khilafah janji Allah SWT ? karena, Allah SWT telah mengabarkannya dalam kitab sucinya :


وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا


_"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam); dan akan mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa"_


*(TQS an-Nur [24]: 55).*


Meyakini kembalinya Khilafah berdasarkan ayat ini, berarti beriman kepada al Qur'an. Sebab, janji Allah SWT atas khilafah terdapat dalam kitab suci al Qur'an.


Kemudian, Rasulullah Saw bersabda :


ثُمَّ تَكُوْنُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ …


_"…Kemudian akan ada kembali Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwah"_ 


*(HR Ahmad).*


Meyakini kembalinya Khilafah sebagaimana dikabarkan Rasulullah Saw dalam haditsnya adalah bagian dari keimanan kepada Rasulullah Muhammad Saw. Sebab, siapapun yang beriman kepada Rasulullah wajib percaya apapun yang beliau kabarkan.


Khilafah itu rukun iman keberapa ? pertanyaan model ini adalah pertanyaan keliru yang mengkonfirmasi kebodohan sekaligus adanya penyakit hati dari penuturnya. Sejak Rasulullah diutus hingga hari kiamat, rukun iman ya hanya ada enam.


Apakah Khilafah bagian dari rukun iman ? jawabnya jelas iya, sebab janji Khilafah berasal dari Allah SWT dalam kitab al Qur'an. Meyakini janji Allah, adalah bagian dari beriman kepada Allah SWT dan kitab Al Qur'an, rukun iman pertama dan ketiga. 


Sementara, meyakini kabar gembira akan kembalinya Khilafah termasuk bagian dari beriman kepada Muhammad Saw, sebab kabar itu berasal dari lisan yang mulia, kabar dari Rasulullah Muhammad Saw. Beriman kepada Rasulullah Saw termasuk rukun iman keempat, yakni iman kepada para Rasul. 


Jadi, bukankah orang yang mempertanyakan Khilafah rukun iman keberapa, termasuk orang-orang yang bodoh ? [].

Monday, February 12, 2024

Golput memang bukan solusi.

 GOLPUT MEMANG BUKAN SOLUSI


Oleh: Prof. Fahmi Amhar.


Golput memang bukan solusi. 

Tetapi Memilih kandidat yang tidak jelas mau memperjuangkan islam atau tidak, apalagi.. (bukan solusi jg)


Solusi yg sebenarnya saat ini adalah berjuang tidak hanya di saat jelang pemilu, tetapi seharusnya berjuang bertahun-tahun tanpa henti menyebarkan pemikiran (aqidah & tsaqafah Islam), mengubah perasaan ummat (dengan nafsiyah Islam), menanamkan kebiasaan (amal syar'iyah & ahlaqul karimah) dan menumbuhkan kebersamaan (ukhuwah & jama'ah). Maka nanti pada saatnya, dengan pertolongan Allah, tanpa kudeta, juga tanpa pemilu, sistem akan diubah oleh para pemegang kekuasaan yang telah berubah pola pikirnya. Dan rakyat yang akan membelanya, yg juga telah berubah pola pikirnya. Itulah dakwah yang dilakukan Rasulullah, _uswah hasanah_ kita. (Ini yg dimaksud "Thoriqoh Ummah")


*Ingat:* Afrika Selatan meninggalkan sistem apartheid, itu tanpa pemilu. Uni Soviet meninggalkan sistem komunisme, itu tanpa pemilu. Dan Soeharto tahun 1998 mundur juga bukan karena pemilu. 


Sebaliknya, Aljazair atau Mesir ternyata juga gagal berubah, meski pemilu dimenangkan.


Jangan memberhalakan pemilu, apalagi demokrasi...

Friday, February 9, 2024

Ushul Fikih Kaum Liberal, Memangnya Ada ?

 Ushul Fikih Kaum Liberal, Memangnya Ada ?


Oleh : M. Shiddiq al-Jawi


Apakah kaum liberal, seperti Jaringan Islam Liberal (JIL) mempunyai ushul fiqih ? 

Pertanyaan ini harus dijawab dulu, jangan-jangan setelah capek-capek mengkritik secara serius, ternyata mereka tidak memilikinya. 

Ini sama saja dengan memasak pepesan kosong.


Untuk itu patut diketahui dulu pengertian ushul fikih serta apa saja yang menjadi cakupan studi ushul fikih. 

Menurut ulama ushul fikih mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali, ushul fikih adalah kaidah-kaidah (qawâ’id) yang dapat mengantarkan pada penggalian (istinbâth) hukum syariat dari dalil-dalilnya yang terperinci. 

(asy-Syaukani, Irsyâd al-Fuhûl, hlm. 3, Wahbah az-Zuhaili, Ushûl al-Fiqh al-Islâmî, jld. I, hlm. 23-24) 


Sedangkan menurut ulama mazhab Syafi'i, ushul fikih adalah pengetahuan mengenai dalil-dalil fikih yang bersifat global, tata cara pengambilan hukum dari dalil-dalil itu, serta keadaan orang yang mengambil hukum. 

(al-Amidi, Al-Ihkâm fî Ushûl al-Ahkâm, jld. I, hlm. 10)


Dari berbagai definisi itu, topik (mawdhû’) ushul fikih menurut Muhammad Husain Abdullah (Abdullah, Al-Wadhîh fî Ushûl al-Fiqh, hlm. 29), meliputi 4 (empat) kajian, yaitu :

(1) Kajian tentang dalil-dalil hukum yang bersifat global (al-adillah al-ijmâliyyah), misalnya al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma, Qiyas dan seterusnya.


(2) Kajian tentang hukum syariat (al-hukm asy-syar’î) dan hal-hal yang terkait dengannya, seperti definisi hukum syariat dan macam-macamnya.


(3) Kajian tentang cara memahami dalil (fahm al-dalîl) atau pengertian kata (dalâlah al-alfâzh), misalnya tentang manthûq (makna eksplisit) dan mafhûm (makna implisit).


(4) Kajian tentang ijtihad dan taklid, termasuk tata cara melakukan tarjîh (analisis) untuk memilih yang terkuat dari sekian dalil yang tampak bertentangan (ta’ârudh).


Nah, kalau definisi ushul fikih dan cakupan kajiannya itu diterapkan pada ide-ide ushul fikih kaum liberal, apakah mereka mempunyai ushul fikih sendiri ?


Seorang pakar dan kritikus ide liberal, Dr. Busthami Muhammad Said, menyimpulkan bahwa ijtihad dalam ushul fikih di kalangan kaum liberal (mulai dari Sayyid Ahmad Khan, Muhammad Abduh, Qasim Amin, Ali Abdur Raziq, Thaha Husain dan yang lainnya) tidak lebih dari sekadar teori belaka, tanpa kenyataan. 

(Said, Mafhûm Tajdîd ad-Dîn, hlm. 268) 


Jadi, kaum liberal sebenarnya tidak mempunyai ushul fikih dalam definisi yang sesungguhnya.


Karya mereka tidak pernah menerangkan dengan jelas, apa sebenarnya dalil syariat (sumber hukum) itu. Buktinya, perilaku pejabat yang suka menghadiri perayaan hari raya non-Islam dijadikan dalil bagi bolehnya merayakan hari raya agama selain Islam (Madjid dan kawan kawan, 2004 : 85-88). 

Mereka juga tidak pernah menerangkan dengan tuntas, bagaimana metode penggalian hukum dari dalilnya, selain mengklaim bahwa metodenya adalah hermeneutika (Adnin Armas, Pengaruh Kristen-Orientalis Terhadap Islam Liberal, hlm. 35). 

Padahal metode ini aslinya adalah untuk menafsirkan Bible (Perjanjian Lama dan Baru), tentu tidak cocok untuk menafsirkan al-Qur’an, karena Bible dan al-Qur’an sangat jauh berbeda, seperti langit dan bumi. 

Tidak aneh jika Norman Daniel (Daniel, Islam and The West : The Making of an Image, hlm. 53) yang menegaskan, 

“The Quran has no parallel outside Islam (Al-Qur’an tidak mempunyai kesejajaran dengan [kitab lainnya] di luar Islam).” 

(Adian Husaini, “Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal”, http://www.insistnet.com)


Walhasil ushul fikih kaum liberal sangat diragukan eksistensinya, akan tetapi barang kali ada yang bertanya, bukankah mereka kadang menyampaikan gagasan seputar ushul fikih ? 

Hasan at-Turabi misalnya, dikenal menyerukan pembaruan (tajdîd) di bidang ushul fikih (At-Turabi, Fiqih Demokratis, Bandung : Mizan, 2003). 

Jauh sebelum itu, pada 70-an Jamaluddin Athiyah dalam Majalah Al-Muslim al-Mu’âshir edisi Nopember 1974 juga Ahmad Kamal Abul Majid dan tokoh liberal lainnya dalam majalah Al-‘Arabi edisi Mei 1977 telah mengajak umat Islam untuk berijtihad dalam ushul fikih, bukan hanya dalam fikh (Said, 1995 : 266).


Kaum liberal Indonesia pun kadang menggembar-gemborkan ushul fikih baru, Nurcholish Madjid dan kawan kawan misalnya, pernah mengklaim mengikuti metode ushul fiqih Imam asy-Syatibi dalam kitabnya, Al-Muwâfaqât fî Ushûl al-Ahkâm, ketika menggagas bukunya yang gagal, Fiqih Lintas Agama (2004). 

Abdul Moqsith Ghazali (aktivis JIL) mencetuskan beberapa kaidah ushul fikih ‘baru’, semisal :

(1) Al-‘Ibrah bi al-maqâshid lâ bi al-alfâzh (Yang menjadi patokan hukum adalah maksud/tujuan syariat, bukan ungkapannya [dalam teks]).


(2) Jawâz naskh nushûsh bi al-mashlahah (Boleh menghapus nash dengan maslahat).


(3) Tanqîh nushûsh bi ‘aql al-mujtama’ (Boleh mengoreksi teks dengan akal [pendapat] publik). 

(www.islamlib.com, publikasi 24/12/2003)


Bukankah ini adalah ushul fikih karya kaum liberal ?

Jawabnya tegas : tidak ! 

Sebab, meskipun dalam beberapa hal mereka seolah-olah membahas ushul fikih (seperti kaidah-kaidah ushul di atas) sebenarnya tujuannya sangat tendensius, yaitu menundukkan fikih Islam pada nilai-nilai peradaban Barat yang kufur, bukan untuk melahirkan fikih yang sahih agar bisa menjadi pedoman hidup masyarakat Islam, sebagaimana tujuan para ahli ushul fikih yang sesungguhnya. 

Jadi, kalau pun bisa disebut ushul fikih, karya kaum liberal itu bukanlah ushul fikih sejati, melainkan pseudo ushul fikih, alias ushul fikih palsu.


Paradigma Ushul Fikih Liberal


Mengapa ushul fikih mereka palsu ? 

Sebab paradigmanya bukan Islam, melainkan sekularisme yang menjadi pangkal peradaban Barat, peradaban kaum penjajah. 

Ini tampak dalam upaya mereka menjadikan ushul fikih tunduk di bawah nilai-nilai peradaban Barat. Jadi, secara sengaja ushul fikih diletakkan sebagai subordinat dari peradaban Barat yang sekular.


Karenanya tidak aneh jika Hasan at-Turabi menyerukan fikih demokratis sebagai hasil dari adaptasi ushul fikih dengan nilai-nilai demokrasi. 

Abdul Moqsith Ghazali juga begitu, kaidah baru yang diusulkannya seperti tanqîh nushûsh bi ‘aql al-mujtama’ (Boleh mengoreksi nash dengan akal [pendapat] publik), tidak lain berarti bahwa demokrasi (suara publik) harus menjadi standar bagi teks-teks ajaran Islam. Kalau suatu ayat atau hadits cocok dengan selera publik (baca : demokrasi), bolehlah diamalkan, tetapi kalau tidak cocok, bisa dibuang ke selokan.


Paradigma sekular ini memiliki akar sejarah yang panjang, bermula dari kondisi umat Islam yang memuncak kemundurannya pada abad ke-18 M lalu. Karena sangat mundur, Khilafah Utsmaniyah dan umat Islam saat itu mendapat julukan The Sick Man of Europe. Di sisi lain, Barat mengalami kebangkitan dengan sekularismenya.


Nah, untuk mengobati ‘si sakit’ itu, lalu muncul 2 (dua) macam upaya ‘penyembuhan’ dengan dua paradigma yang sangat berbeda :

Pertama, paradigma sekular, yaitu mengambil ‘obat’ dari peradaban Barat yang sekular, itulah yang dilakukan oleh mereka yang disebut dengan kaum modernis atau kaum liberal, seperti Sayyid Ahmad Khan, Ameer Ali, Muhammad Abduh, Qasim Amin, Ali Abdur Raziq dan sebagainya. (Busthami M. Said, 1995 : 127-161) 

Mereka berpendapat bahwa umat Islam akan bangkit dan sehat kembali jika meminum ‘obat’ peradaban Barat dan mengikuti nilai-nilainya, seperti sekularisme, liberalisme, demokrasi dan nasionalisme. 

(Ian Adams, Ideologi Politik Mutakhir, 2004 : 19-dan seterusnya). 

Ajaran-ajaran Islam harus ditundukkan dan disesuaikan dengan nilai-nilai peradaban Barat. 

(William Montgomery Watt, 1997 : 147-256).


Kedua, paradigma Islam, yaitu mengambil ‘obat’ dari peradaban Islam. Itulah yang dilakukan oleh para aktivis kebangkitan dan revivalis Islam, seperti Hasan al-Banna, Abul A’la al-Maududi, Taqiyuddin an-Nabhani, Sayyid Quthb, Baqir ash-Shadr dan sebagainya. 

(Hafizh M. al-Jabari, Gerakan Kebangkitan Islam, 1996 : 115-dan seterusnya). 

Menurut mereka kebangkitan umat Islam berarti kembali secara murni pada ideologi Islam, serta lepas dari ideologi Barat yang kufur. Dari pemetaan inilah tampak bahwa paradigma kaum liberal adalah paradigma sekular tersebut. Tujuannya sangat jelas, yaitu bagaimana agar Islam dapat diubah, diedit, dikoreksi dan diadaptasikan agar tunduk di bawah hegemoni peradaban Barat sekular. 

Sekularisme dan ide-ide Barat lainnya seperti demokrasi, HAM, pluralisme dan gender dianggap mutlak benar dan dijadikan standar, tidak boleh diubah. Justru Islamlah yang harus diubah dan dihancurkan.


Sebenarnya ini modus yang sangat jahat, akan tetapi kaum liberal sangat lihai menutupinya dan tidak menyampaikan dengan terus terang kepada umat bahwa mereka ingin menghancurkan Islam. Agar umat terkelabui, modus mereka dikemas dengan berbagai istilah yang keren dan terkesan hebat, seperti reinterpretasi, dekonstruksi, reaktualisasi dan bahkan ijtihad. 

Ketua Tim Pengarus utamaan Gender Depag, Siti Musdah Mulia tanpa malu berani mengklaim bahwa draft CLD KHI (Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam) adalah hasil ijtihad (Tempo, 7/11/ 2004, hlm. 47).


Padahal draft tersebut (yang konon menggunakan ushul fikih alternatif) telah melahirkan sejumlah pasal yang justru bertentangan dengan Islam, misalnya mengharamkan poligami (pasal 3 ayat 2), menyamakan bagian waris pria dan wanita (pasal 8 ayat 3), menghalalkan perkawinan dalam jangka waktu tertentu (pasal 28), menghalalkan perkawinan antar agama secara bebas (pasal 54) dan sebagainya. Ini semua terjadi karena para penyusun CLD KHI telah menundukkan ushul fikih di bawah nilai-nilai peradaban Barat, yaitu konsep gender, pluralisme, HAM dan demokrasi. 

Mengapa semua itu terjadi ? 

Karena ushul fikih kaum liberal adalah ushul fikih palsu yang didasarkan pada paradigma sekular, mengikuti kaum penjajah yang kafir. Mungkin niatnya baik, tetapi mereka pada dasarnya telah melakukan kejahatan intelektual dan penyesatan opini yang luar biasa. Maksudnya memberi ‘obat’, tetapi sebenarnya memberikan racun. Akibatnya ‘si sakit’ jelas tidak akan sembuh, tetapi malah akan segera masuk ke lubang kubur. 

Itulah perilaku kaum liberal yang sangat jahat.


Penutup


Secara intelektual perilaku itu jelas menunjukkan betapa miskinnya pemikiran kaum liberal, sebab mereka tak percaya diri dengan warisan intelektual ulama salaf yang sangat kaya sehingga mereka lalu mengemis-ngemis pemikiran secara hina kepada Barat. 

Kalau Amien Rais menyebut bangsa ini sebagai beggar nation (bangsa pengemis) karena gemar ngutang ke luar negeri, bolehlah kaum liberal (seperti JIL) kita sebut beggar intelectual (intelektual pengemis). [Majalah al-wa’ie, Edisi 56]


Daftar Pustaka


1. Abdullah, Muhammad Husain. 1995. Al-Wadhîh fî Ushûl al-Fiqh. Beirut : Darul Bayariq.


2. Adams, Ian. 2004. Ideologi Politik Mutakhir : Konsep, Ragam, Kritik dan Masa Depannya (Political Ideology Today). Terjemahan oleh Ali Noerzaman. Yogyakarta : Qalam.


3. Al-Amidi, Saifuddin. 1996. Al-Ihkâm fî Ushûl al-Ahkâm. Juz I. Beirut : Darul Fikr.


4. Al-Ja’bary, Hafizh M. 1996. Gerakan Kebangkitan Islam (Harakah Al-Ba’ts Al-Islami). Terjemahan oleh Abu Ayyub Al-Anshari. Solo : Duta Rohmah.


5. Al-Turabi, Hasan. 2003. Fiqih Demokratis. Bandung : Mizan


6. Armas, Adnin. 2003. Pengaruh Kristen-Orientalis Terhadap Islam Liberal. Jakarta : Gema Insani Press.


7. Asy-Syaukani. Tanpa Tahun. Irsyâd al-Fuhûl ilâ Tahqîq al-Haqq min ‘Ilm al-Ushûl. Beirut : Darul Fikr.


8. Az-Zuhaili, Wahbah. 1998. Ushûl al-Fiqh al-Islâmî. Juz I. Damaskus : Darul Fikr.


9. Ghazali, Abdul Moqsith. 2003. “Membangun Ushul Fiqih Alternatif.” http://www.islamlib.com


10. Husaini, Adian. 2004. “Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal.” http://www.insistnet.com


11. Madjid, Nurcholish dan kawan kawan. 2004. Fiqih Lintas Agama. Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina dan The Asia Foundation.


12. Said, Busthami M. 1995. Gerakan Pembaruan Agama Antara Modernisme dan Tajdiduddin (Mafhûm Tajdîduddîn). Terjemahan oleh Ibn Marjan dan Ibadurrahman. Bekasi : Wacanalazuardi Amanah.


13. Watt, William Montgomery.1997. Fundamentalisme Islam dan Modernitas (Islamic Fundamentalism and Modernity). Terjemahan oleh Taufik Adnan Amal. Jakarta : Rajagrafindo Persada.


Source :

Ushul Fikih Palsu Kaum Liberal

Wednesday, February 7, 2024

Pemikiran

 Judulnya BACA PELAN-PELAN yah....


"Pemikiran"


Dulu waktu Anda belum bergabung dengan Hizbut Tahrir, anda selalu disinggung karena masih bersikap apatis terhadap dakwah, membuka aurat dan lainnya. Kini, setelah masuk dalam jamaah, Anda juga tidak berhenti diuji. Bahkan, kini lebih berat lagi.


Apakah yang mereka katakan bahwa Dakwah Pemikiran / Ideologi tidak akan menegakkan Khilafah? Tunggu, jangan terburu-buru menyimpulkan, menyalahkan bahkan mencaci dan menghina, karena semuanya adalah tanda dari kemalasan berpikir.


Mari kita simak FAKTANYA!


----------


1. Syeikh Taqiyyudin sudah menjelaskan dalam Kitab Takatul Hizby, bahwa yang meruntuhkan Khilafah tahun 1924 adalah karena lemahnya pemahaman kaum Muslim. Dan itu …. | Pemikiran.


2. Banyak gerakan dakwah dari gerakan bersenjata, sosial, pendidikan, ahlak, dan lainnya yang sudah mencoba menegakkan Khilafah namun gagal. Itu karena lemahnya … | Pemikiran.


3. Khilafah Utsmaniy, dikalahkan bukan karena lemahnya tentara atau kurangnya persenjataan. Tapi, karena … | Pemikiran.


4. Tentara Khilafah Utsmaniy sangat kuat dan disegani, bahkan dikatakan takkan terkalahkan, namun Khilafah jatuh karena lemahnya bahasa Arab, berhentinya kaum muslim dari aktifitas ijtihad. Dan itu … | Pemikiran.


5. Ratusan tahun Barat mencari kelemahan kaum Muslim, perang demi perang, puluhan kali perang salib, Khilafah tidak bisa dikalahkan. Namun akhirnya jatuh karena lemahnya kaum Muslim akan …. | Pemikiran.


6. Barat mengetahui bahwa cara terbaik mengalahkan Khilafah bukan dengan peperangan fisik, tapi dengan …. | Pemikiran.


7. Mereka berpikir keras untuk meruntuhkan Khilafah, ratusan tahun akhirnya ditemukan bahwa cara yang paling ampuh adalah dengan menjauhkan Alquran dari dada kaum Muslim. Dan itu … | Pemikiran.


8. Kaum Muslim dilemahkan dari sisi pemahaman tentang Islam, diberikan pemahaman Asing. Itu … | Pemikiran.


9. Oleh sebab itu, kaum Muslim sebelum dipecah-belah menjadi beberapa bagian Negara kecil seperti sekarang, mereka dicekoki pemahaman asing seperti nasionalisme. Dan itu … | Pemikiran.


10. Arab meminta lepas dari Turki Utsmaniy, Turki memerdekakan diri oleh Kamal At-Tarturk dan menjadi Negara sekuler. Itu karena … | Pemikiran.


11. Sebelumnya, didirikan sekolah Orientalis, kaum orientalis disebar ke seluruh penjuru dunia Islam dan bertujuan untuk melemahkan Kaum muslim dari segi … | Pemikiran.


12. Dari pemahaman yang rancu tentang Islam, lemahnya pemikiran akhirnya mereka mengadopsi hukum-hukum Barat. Dan itu karena lemahnya … | Pemikiran.


13. Kaum Muslim dinistakan seperti sekarang karena mereka lemah akan pemahaman yang benar tentang Islam. Dan itu juga disebabkan oleh … | Pemikiran.


14. Sulitnya (bukan mustahil) perjuangan mengembalikan Daulah Islam juga karena banyak kaum muslim yang tidak paham bahwa Khilafah / Daulah itu wajib ditegakkan dan meninggalkan hukum-hukum sekarang. Itu juga karena … | Pemikiran.


15. Kaum muslim dicekoki pemahaman asing dari mulai sekolah dasar dengan kurikulum liberal dan sekuler hingga mereka dibentuk menjadi apatis terhadap islam. Itu juga masalah … | Pemikiran.


16. Banyak orang Islam tapi tidak mau menerapkan hukum Islam, tidak sholat, tidak menutup aurat dan lainnya. Juga akibat dari lemahnya … | Pemikiran.


17. Barat merencanakan ini ratusan tahun dan kini bisa terlihat hasilnya. Kaum muslim terbagi 42 negara dan seakan tidak pernah bersatu dahulunya, karena mereka tidak memahami sejarah yang memang sudah diputarbalikkan oleh Barat dan antek. Itu masalah … | Pemikiran.


18. Jika Barat menghancurkan Khilafah, melemahkan pemahaman kaum Muslim, dan men-sekulerkan dan meliberlakan Kaum Muslim dengan pemikiran, bukankah solusinya juga … | Pemikiran.


19. Barat mengetahui senjata tidak akan mempan terhadap Khilafah, begitu juga senjata tidak akan mempan untuk menegakkan Khilafah. Namun yang akan menegakkan adalah … | Pemikiran.


20. Kita lihat sejarah, waktu Rosul dakwah di Makkah, saat belum menjumpai Nushroh. Apa yang beliau dakwahkan? … | Pemikiran.


21. Apa yang ditakutkan oleh kaum Quraisy terhadap Rosul dan Sahabat? Mereka tidak memiliki senjata. Tapi karena mereka membawa … | Pemikiran.


22. Quraisy memahami betul bahwa apa yang dibawa oleh Rosul dan Sahabat akan membuat mereka kalah baik dari sisi jumlah, pengaruh dan … | Pemikiran.


23. Oleh sebab itu, kaum muslim disiksa, dicaci, dihina, diburu, dibunuh oleh Quraisy. Itu bukan karena mereka membawa senjata atau melakukan perlawanan. Tapi karena … | Pemikiran.


24. Kemudian, apa yang dilakukan Mus’ab di Madinah hingga suku Aus dan Khazraj masuk Islam dan siap menjadi Nushroh untuk menyebarkan Islam, dimana ini sebelum Khilafah tegak. Apakah Mus’ab datang dengan senjata? atau… | Pemikiran.


25. Sekarang, Barat juga mengetahui, seberapapun kuatnya kelompok bersenjata, selama pemahaman tentang Islam masih lemah, maka itu sama saja. Dan itu disebabkan … | Pemikiran.


26. Berkaca dari runtuhnya Khilafah Utsmaniy, kurang apa mereka coba? Mereka memiliki tentara superpower, menjadi adidaya. Namun kalah akibat lemahnya … | Pemikiran.


27. Maka, bagi Barat, seberapapun banyak dan kuat kelompok bersenjata mengancam mereka, jika itu bukan oleh Khilafah, maka akan tetap melanggengkan hegemoni Barat di Negara-negara Islam. Afghanistan banyak klan Mujahidin namun Demokrasi masih berjalan. Itu karena masyarakat lemah akan … | Pemikiran.


28. ISIS sudah berjuang keras, namun hanya sebatas beberapa wilayah dari Iraq dan Suriah saja yang dikuasai, sistem Demokrasi masih berjalan disebagian besar wilayah Iraq dan Suriah. Ini karena … | Pemikiran.


29. Dan, yang dimaksud Amerika, Eropa dan Rusia takut dengan Hizbut Tahrir bukanlah takut dalam arti Hizb sebagai gerakan tanpa senjata. Tapi kareana … | Pemikiran.


30. Oleh sebab itu, di Amerika, Eropa dan Rusia banyak syabab yang ditangkap dan dipenjara bukan karena membawa senjata. Mereka takut dengan apa yang dibawa Hizb, yaitu … | Pemikiran.


31. Mereka sadar betul dengan apa yang dibawa Hizb akan menyatukan seluruh negeri-negeri Muslim dan Khilafah akan tegak. Ini yang mereka takutkan. Bukan Hizb sendiri tapi apa yang diemban. Itu … | Pemikiran.


32. Mereka mengetahui bahwa ideology Islam yang menyadarkan seluruh muslim bersatu. Ketika bersatu, sudah pasti Khilafah tegak. Itu … | Pemikiran.


33. Mereka mengetahui jika umat Islam sadar akan kekuatan agama dan ideology Islam akan bisa menyatukan kaum Muslim dan mampu menegakkan Khilafah. Dan itu juga … | Pemikiran.


34. Jadi, umat Islam dipecah belah oleh pemikiran maka disatukan kembali juga dengan … | Pemikiran.


35. Oleh sebab itu, jika ingin memahami fakta tentang konstalasi politik dalam dan luar negeri, harus dengan jeli dan harus dengan kecermelangan dan kejernihan … | Pemikiran.


36. Bukan dengan semangat saja, melihat darah dan senjata menjadi wah. Dan bukan begitu cara memahami alur peta politik luar negeri. Harus dengan mendalamnya pemahaman tentang fakta. Itu juga … | Pemikiran.


37. Itulah yang dikatakan sebagai politikus muslim yang ulung dan negarawan yang handal. Sebab dengan … | Pemikiran.


38. Itupula yang menyebabkan Hizbut Tahrir tidak bisa dipidanakan dengan alasan kekerasan atau sabotase dan teroris. Karena apa yang dibawah Hizb adalah … | Pemikiran.


39. Ingat, satu peluru menembus paling banyak dua kepala dengan Magnum Sniper Rifle Kaliber 7.62×51 mm NATO. Namun, dengan Dakwah memahamkan kaum muslim, satu ide, jutaan kepala bisa dirubah, itu terbukti dengan jumlah Hizb yang berkembang pesat. Itu juga … | Pemikiran.


40. Apa yang dibawa Rosul tentang Islam juga … | Pemikiran.


41. Bahkan, Dakwah adalah … | Pemikiran.


42. Jihad juga untuk menyebarkan … | Pemikiran.


43. Semua bersimpul dari … | Pemikiran.


44. Jadi, jangan hina dakwah yang mengedepankan persatuan kaum Muslim dengan tegakknya Khilafah melalui … | Pemikiran.


45. Maka, Khilafah akan tegak sebagaimana janji Rosul bahwa Khilafah yang kedua adalah sama persis seperti Khilafah yang pertama, dari mulai permulaan, perjuangan, penyebaran dan penerapan. Itu semua adalah … | Pemikiran.