Tuesday, December 27, 2022

Mengapa 'Barat' terhadap Islam

*Mengapa 'Barat' terhadap Islam?*


Saat World Cup Qatar 2022, ada seseorang, namanya Ranjit Lal Mad-hafan, menulis di medsos dalam bahasa Malayalamiyah, kemudian karena tertarik dgn isinya ada orang yg menerjemahkannya ke bhs Arab. Saya juga tertarik lalu saya tulis ke dlm bhs Indonesia.


Simaklah apa yang ditulis oleh Ranjit Lal Mad-hafan sbb:


Nilai bisnis narkotika dunia berkisar 321 Milyard Usd/tahun.


Nilai bisnis minuman beralkohol dunia berkisar 1600 Milyard /tahun.


Nilai bisnis senjata dunia berkisar 100 Milyard Usd/tahun.


Nilai bisnis pornografi dunia berkisar 400 Milyard Usd/tahun.


Bisnis perjudian dunia berkisar 110 Milyard Usd/tahun.


Sedangkan nilai perdagangan emas berkisar 100 Milyard Usd/tahun.


Bisnis games computer sedunia sekitar 54 Milyar Usd/tahun.


Islam itu menghadapi dunia 'bisnis yang haram' senilai 2380 Milyar Usd setiap tahun.

Th 2017, Arun Jaitley, menaksir jenis bisnis tsb hanya 336 Milyar Usd. Itulah bisnis yang dijalankan yg dikelola oleh jaringan tertentu di dunia.


Artinya apa? Bila dunia menerima politik Islam yang mengharamkan bisnis narkotika, minuman keras dan minuman beralkohol, maka akan kehilangan prospek 'bisnis' sebesar 2000 milyar Usd.


Syariah Islam tentu akan menyetop bisnis mafia senjata yg berkisar 100 Milyar Usd, bila digunakan untuk agresi negara lain demi BBM yg menyebabkan kerusakan di muka bumi, menewaskan dan mengalirkan darah orang tak bersalah.


Bila politik Islam telah exist,  sebagai tonggak yang menentang dekadensi pornografi, maka bisnis mafia pornografi yg mencapai 400 Milyar Usd akan lenyap. Hal ini akan mebyebabkan surutnya situs situs internet yang berbasis pornografi.


Perjudian juga terkena dampaknya. Karena syariah Islam melarang judi dan sejenisnya, sehingga lenyap pula bisnis judi yang beromzet 110 Milyar Usd per tahun. 


Bila dunia menerima asas Islam yang berpegang bahwa kecantikan perempuan adalah hak pribadi perempuan yg tdk boleh dipamerkan, maka mafia bisnis pornografi selanjutnya akan kehilangan 100 Milyar Usd juga.


Kaum mafia di pihak lain telah membeli media massa internasional agar terus menyebarkan tuduhan bahwa orang muslim adalah teroris. Maka tumbuh berkembanglah mafia bisnis media massa dengan curahan dana dari jaringan mafia tsb.


Mereka telah bergerak di berbagai belahan dunia terus melemparkan tuduhan keji bahwa Islam adalah teror. Mereka, sejalan dengan itu, terus menerus memelihara kegiatan teror. Dan teror yg mereka ciptakan, mereka beri label 'teror Islam'.


Semua lalu berkata dengan satu slogan bahwa Islam itu extrimist. Dengan tujuan ini mereka terus mempengaruhi sebagian ummat Islam dengan kucuran dana berlimpah untuk mendukung mereka.


Padahal Islamlah yang berkata: *_siapa yang membunuh satu orang tanpa dosa maka ia telah membunuh seluruh ummat manusia._* Bagaimana mungkin agama yang cinta damai  menjadi agama yang extrim?


Wahai manusia. Hindarilah fanatik buta dengan tuduhan keji kepada Islam. *_Bukalah mata kalian, bukalah relung hati kalian, bukalah telinga kalian… Apakah gerangan yg membawa kalian menjauh dari Kalam Allah Yang Maha Perkasa?_*

TAKUTLAH MEMIKUL DOSA PARA SANTRI DAN PENGIKUT

 MR Abulwafa:

TAKUTLAH MEMIKUL DOSA PARA SANTRI DAN PENGIKUT

(Nasehat kepada Masyayikh, Asatidz dan para tokoh panutan)


Oleh : Abulwafa Romli

https://abulwafaromli.blogspot.com/2022/12/takutlah-memikul-dosa-para-santri-dan.html?m=1


Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

SUDAH biasa para alumni pondok pesantren berkata ; "Ikut dawuh masyayikh" atau "Ikut dawuh asatidz" atau "Ikut dawuh tokoh panutan".

Karenanya, masyayikh, asatidz juga para tokoh panutan itu harus berhati-hati, karena mereka diikuti oleh para santri dan pengikutnya. Terutama di era kebangkitan Islam dan kaum muslimin seperti saat ini dimana dakwah penegakan khilafah sangat massif. Sehingga masyayikh, asatidz dan para tokoh panutan harus waskita dan waspada terhadap perkembangan dan tantangan zamannya. Dan harus memiliki empat makrifat (pengetahuan) sekaligus; 1) makrifat terhadap dirinya, 2) makrifat terhadap Robbnya, 3) makrifat terhadap zamannya dan 4) makrifat terhadap tantangan dari musuhnya. 


Kalau dulu kaidahnya berbunyi;

مَنْ عرفَ نَفسَهُ عرفَ ربَّهُ

Man 'arofa nafsahuu 'arofa robbahuu

"Barang siapa yang telah makrifat terhadap dirinya, maka ia bisa makrifat terhadap Robbnya".

Maka sekarang kaidahnya ditambah;

من عرفَ زمانه عرفَ عدوَّهُ

Man 'arofa zamaanahuu 'arofa 'aduwwahuu

"Barang siapa yang makrifat terhadap (perkembangan) zamannya, maka ia bisa makrifat terhadap (tantangan dari) musuhnya". 


Makrifat terhadap diri dan Robbnya dari dulu hingga sekarang sudah jamak dikenal dan jamak dimengerti dan tidak berubah. Akan tetapi makrifat terhadap zaman dan musuhnya, maka zaman sekarang musuh setiap muslim itu datang dari kekuatan kafirun, musyrikun dan munafikun penganut dan penyebar akidah sekularisme, ideologi kapitalisme, sistem pemerintahan demokrasi, pluralisme, sinkretisme dan seterusnya. Dan pengatut akidah materialisme, idiologi komunisme - sosialisme, sistem pemerintahan komunis dan seterusnya.


Setelah mereka makrifat terhadap zaman dan tantangan akidah, idiolog dan pemikiran dari musuh-musuhnya, maka mereka juga harus makrifat terhadap solusi untuk menangkal dan menghancurkan tantangan dari musuh-musuhnya itu. Yaitu solusi akidah Islam, idiologi Islam, sistem pemerintahan Islam khilafah, dan afkaar serta mafaahim Islam terkait semuanya itu. 


Juga harus makrifat terhadap mana khilafah yang asli dan mana khilafah yang palsu dan firqoh. Karena dewasa ini sudah ada empat khilafah palsu; 1) khilafah kaum sekuler - liberal - moderat, yaitu republik - demokrasi dimana kata mereka sudah khilafah sehingga presiden nya sudah khalifah, 2) khilafah Islam Jama'ah / LDII yang berpusat di Kediri Jatim, 3) khilafah Khilmus yang berpusat di Bandar Lampung, dan 4) khilafah ISIS/IS di Iraq - Suriah. Semuanya adalah problem. Sedang solusinya adalah khilafah Islamiyah yang sedang didakwahkan oleh Hizbut Tahrir.


• Inilah dalil empat makrifat serta solusinya. Rasulullah SAW bersabda :


اتق الله حيثما كنت، وأتبع السيئة الحسنة تمحها، وخالق الناس بخلق حسن


Ittaqillâha haitsumâ kunta, wa atbi'is sayyiatal hasanata tamhuhâ, wa khôliqin nâsa bi khuluqin hasanin

"Bartaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada, ikutilah keburukan dengan kebaikan sehingga menghapusnya, dan perlakukan manusia dengan khuluq (akhlak) yang baik". (HR Tirmidzi dan Ia berkata; Hadits Hasan. Dalam naskah lain; Hadits Hasan Shahih).


Maksud hadits :


1- Bertaqwalah, di zaman manapun kamu berada, di tempat manapun kamu berada, dan dalam kondisi apapun kamu berada.


2- Di zaman manapun ada keburukan, segera gantilah dengan kebaikan. Di tempat manapun ada keburukan, segera gantilah dengan kebaikan. Dan dalam kondisi apapun ada keburukan, segera gantilah dengan kebaikan.


3- Di zaman manapun, di tempat manapun, dan dalam kondisi apapun, perlakukan manusia dengan khuluq (akhlak) yang baik.

Sedang khuluq yang baik adalah Alqur'an. Aisyah ra berkata :


كان خلق رسول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ القرآن


Kâna khuluqu rosûlillahi shollallôhu 'alaihi wasallama alqur'ana

"Khuluq Rasulullah SAW adalah Alqur'an".


Jadi Rasulullah SAW telah menyuruh agar manusia di zaman manapun, di tempat manapun dan dalam kondisi apapun diperlakukan dengan Alqur'an. Itulah hakekat taqwa harus menjadikan Alqur'an sebagai pedoman dan aturan dalam kehidupan, masyarakat dan negara.


• DAN kini pengemban dakwah solusi tersebut telah menyebar ke seluruh penjuru dunia dari perkotaan hingga pedesaan. Mereka bernaung dan bergerak di bawah komando partai politik Islam ideologis Hizbut Tahrir. Sehingga masyayikh, asatidz dan para tokoh panutan harus segera menyambut, mendukung dan bergabung bersama Hizbut Tahrir kemudian mengajak santrinya berdakwah kepada penegakkan khilafah. Sehingga tidak ada alasan bagi santri-santrinya untuk menolak bergabung hanya karena masyayikh, asatidz dan tokoh panutannya tidak bergabung atau menghalangi mereka bergabung. Sehingga masyayikh, asatidz dan para tokoh panutan tidak memikul dosa santri dan pengikutnya. Karena menegakkan khilafah dan mengangkat serta membai'at khalifah adalah fardhu kifayah dimana selama khilafah belum bisa tegak dan khalifah belum bisa diangkat serta dibai'at, maka hal itu menjadi fardhu 'ain bagi setiap muslim mukallaf.


• DOSA para santri dan pengikut itu disamakan dengan dosa para petani pengikut dan rakyatnya Herakkius kaisar Romawi.

Rasulullah SAW pernah mengirim surat kepada Heraklius kaisar Romawi :


 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ . مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ . سَلَامٌ عَلَى مَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى . أَمَّا بَعْدُ ؛ فَإِنِّي أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ الإِسْلامِ ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ ، فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَإِنَّ عَلَيْكَ إِثْمَ الأَرِيسِيِّينَ (أي أتباعه ورعاياه الذين يتابعونه على الكفر) . وَ [ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَنْ لا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ ] ) . 


"Bismillaahir Rohmaanir Rohiim. Dari Muhammad hamba dan utusan Allah kepada Heraklius pembesar Romawi. Keselamatan atas orang yang mengikuti petunjuk. Ammaa ba'du; Maka sesungguhnya Aku mengajakmu untuk memeluk Islam. Masuklah Islam, maka kamu selamat. Allah memberimu pahalamu dua kali. Apabila kamu berpaling, maka kamu memikul dosa kaum petani (pengikut dan rakyatnya yang mengikutinya atas kekafiran). "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)," (QS Ali Imran: 64). (HR Bukhari [7] dan Muslim [1773]).


• HENDAKNYA masyayikh, asatidz dan para tokoh panutan menjadi kunci pembuka kebaikan dan penutup keburukan sehingga memikul pahala santri dan pengikutnya. Dan tidak menjadi kunci pembuka keburukan dan penutup kebaikan sehingga memikul dosa santri dan pengikutnya.


Dari Anas bin Malik dan Sahal bin Sa'ad, bahwa Rasulullah SAW bersabda :


عندَ اللهِ خزائنُ الخيرِ والشرِّ، مفاتيحُها الرجالُ، فطوبَى لمنْ جعلهُ اللهُ مِفْتَاحًا للخيرِ، مِغْلَاقًا للشرِّ، وويلٌ لمنْ جعلَهُ اللهُ مِفتاحًا للشرِّ مغلاقًا للخيرِ


"Di sisi Allah ada perbendaharaan kebaikan dan keburukan dimana kunci-kunci pembukanya adalah laki-laki. Maka bahagia sekali bagi orang yang dijadikan oleh Allah sebagai kunci pembuka kebaikan dan kunci penutup keburukan. Dan celaka sekali bagi orang yang dijadikan oleh Allah sebagai kunci pembuka keburukan dan kunci penutup kebaikan". (HR Suyuthi, Aljaami' Asshoghir, Ia berkata; Hadits Shahih).


Dan dari Anas bin Malik ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda :


إنَّ من الناس ناسًا مَفاتيح للخير مَغاليق للشَّرِّ، وإنَّ من الناس ناسًا مَفاتيح للشَّرِّ مَغاليق للخير، فطُوبَى لِمَن جعَل الله مَفاتيح الخير على يدَيْه، ووَيْلٌ لِمَن جعَل الله مفاتيح الشَّرِّ على يدَيْه


"Sesungguhnya diantara manusia ada manusia yang menjadi kunci-kunci pembuka kebaikan dan penutup keburukan. Dan diantara manusia ada manusia yang menjadi kunci-kunci penutup kebaikan dan pembuka keburukan. Maka sungguh bahagia bagi orang yang Allah menjadikan kunci-kunci pembuka kebaikan berada di kedua tangannya. Dan sungguh celaka bagi orang yang Allah menjadikan kunci-kunci pembuka keburukan berada di kedua tangannya". (HR Ibnu Majah [195], Assilsilah Asshahihah [1332]).


Wallahu A'lam bish shawab 

Semoga bermanfaat. Aamiin

 

#istiqomahdijalandakwah

#janganpalsukankhilafah

#KhilafahAjaranIslam

#janganpalsukanajaranislam

#IslamRahmatanLilAlamin

#DemokrasiSistemKufur

#DemokrasiWarisanPenjajah

Sunday, December 25, 2022

Jawaban cerdas ustadz Irfan Abu Naveed atas cuitan Makmun Rasyid

 Jawaban cerdas ustadz Irfan Abu Naveed atas cuitan Makmun Rasyid.


Itu asumsi prematur, sama prematurnya dengan kegagalan anak muda ini dalam memahami maqalah ulama soal definisi Khilafah.


Qultu :


Orang yang selama ini membanggakan hermeneutika kok mendadak menjadi penganut tekstualis fatalistis ya ?


Yuk ngaji : Kalau paham bahasa Arab, seharusnya mudah memahami alur sederhana ini :


Nabi ﷺ memang tidak menyebut negara yang pertama di bangun, al-Daulah al-Islamiyyah al-Ula sebagai KHILAFAH, kenapa ?


Karena lafal Khilafah secara bahasa bermakna PENGGANTI, dari kata khalafa, bisa dirujuk dalam kamus arabiyyah, sebagaimana ia pun disifati oleh al-Qadhi al-Mawardi al-Syafi'i sebagai pengganti kenabian dalam mengatur urusan umat :


الْإِمَامَةُ: مَوْضُوعَةٌ لِخِلَافَةِ النُّبُوَّةِ فِي حِرَاسَةِ الدِّينِ وَسِيَاسَةِ الدُّنْيَا

"Al-Imâmah : pembahasan terkait khilâfat al-nubuwwah (pengganti kenabian) dalam memelihara urusan Din ini dan mengatur urusan dunia (dengannya)."


Kata kuncinya adalah PENGGANTI KENABIAN, lah, kalau posisi negara tersebut adalah negara pertama, logika sederhananya begini, terus negara tersebut menggantikan yang mana ? 


Pada saat yang sama, kalau kajiannya lebih mendalam, tidak prematur dan sepotong-sepotong, niscaya sampai pada hadits-hadits ini :


Dari Abu Hurairah r.a., Nabi Muhammad ﷺ bersabda :


«كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ»


“Adalah bani Israil, urusan mereka diatur oleh para Nabi. Setiap seorang Nabi wafat, digantikan oleh Nabi yang lain, sesungguhnya tidak ada Nabi setelah-Ku dan akan ada para Khalîfah yang banyak.” 

(HR. Al-Bukhari dan Muslim. Lafal al-Bukhârî)


Logika bahasa : 


Khulafa' adalah jamak dari Khalifah, para Khalifah dalam hadits ini adalah pengganti kenabian dari sisi apa ?, pengganti Nabi ﷺ sebagai Nabi atau pengganti Nabi ﷺ sebagai pemimpin politik umat ? 

Jelas terjawab dalam kalimat "لَا نَبِيَّ بَعْدِي", artinya pengganti Nabi ﷺ sebagai pemimpin umat.


Memimpin umat itu tentu membutuhkan sistem kepemimpinan, kalau setingkat RT namanya sistem ke-RT-an, kalau setingkat negara namanya SISTEM PEMERINTAHAN, betul tidak ? 

Mudah dipahami bukan ?


Nah, Sistem Pemerintahan warisan Nabi ﷺ ini dinamakan KHILAFAH, siapa yang bilang begitu? Bukan saya, melainkan Nabi ﷺ dalam haditsnya yang mulia :


«ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»


“Kemudian akan tegak Khilafah di atas manhaj kenabian.” 

(HR. Ahmad, Al-Bazzar)


Kalimat Khilafatan 'ala Minhaj al-Nubuwwah itu artinya apa ? 

Apakah Demokrasi manhaj warisan Montesque ? 

Kejauhan, jelas manhaj yang berdiri tegak di atas manhaj Nabi ﷺ dalam mengelola pemerintahan yang mengatur urusan umat. 

Nah, kalimat "'ala minhaj al-nubuwwah" dalam hadits di atas itu merupakan syibh al-jumlah yang jelasnya menjadi sifat dari Khilafah, apa dalilnya ? 

Kaidah bahasa Arab : "الجمل بعد النكرات صفات". 


Kata siapa ? 

Siapa yang menyifati ? 

Ya jelas Rasulullah ﷺ, kalau Khilafah artinya "pengganti kenabian dalam urusan pemerintahan, pengaturan umat", sedangkan "manhaj al-nubuwwah" artinya manhaj Rasulullah ﷺ, artinya ada dong yang namanya Khilafah warisan Rasulullah ﷺ ? 

Sistem pemerintahan warisan Rasulullah ﷺ ?


Masih kurang ?


Dari Safinah r.a. ia berkata : 

Rasulullah ﷺ bersabda :


«خِلاَفَةُ النُّبُوَّةِ ثَلاَثُونَ سَنَةً»


“Khilafah Nubuwwah itu tiga puluh tahun.” 

(HR. Abu Dawud, Al-Thabarani) 


Terus kalau ada yang bilang hadits-hadits di atas cuma hadits-hadits khabar, bagaimana ?


Qultu : Itu potret orang yang ngaji balaghah dan ushul-nya sepotong-sepotong, khabar di atas jelas mengandung pujian (madh) pada kedudukan Khilafah dalam Islam, makanya dibedakan dengan istilah mulkan dan digambarkan dalam hadits 'ala minhaj al-nubuwwah dengan penyifatan al-nubuwwah dan dalam hadits "Khilafat al-nubuwwah" lafal Khilafah bahkan diatutkan secara tegas (bi al-idhafah) pada lafal al-nubuwwah. 


Makanya heran saja kalau masih ada oknum yang mencitra burukkan Khilafah sedemikian rupa, padahal Nabi ﷺ menempatkan istilah Khilafah pada tempat yang mulia, apa tak takut azab neraka ?


Khilafah nubuwwah era pertama itu era Khilafah nya siapa ? 

Era Khilafah nya al-Khulafa' al-Rasyidun yang empat, baca kitab para ulama dan perhatikan perintah (amr) dari Al-’Irbadh bin Sariyah r.a ia berkata : 

Rasulullah ﷺ bersabda :


«عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ ، عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ»


“Hendaklah kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para khalifah al-rasyidin al-mahdiyyin (khalifah empat yang mendapatkan petunjuk), gigitlah oleh kalian (hal tersebut) dengan geraham yang kuat.” 

(HR. Ahmad, Ibn Majah, Al-Hakim, Al-Baihaqi)


Kata siapa hadits di atas hadits perintah ? 

Yuk ngaji : lafal 'alaykum itu dalam bahasa Arab (ilmu sharf) termasuk ism fi'l al-amr, artinya kata benda yang berkonotasi kata kerja perintah, nah, dalam ilmu ushul fiqh, jelas termasuk shiyagh al-amr, yang mengandung tuntutan (thalab), thalab dari siapa ? 

Baginda Rasulullah ﷺ, artinya jelas ya, ADA KHILAFAH WARISAN RASULULLAH ﷺ.

Monday, December 19, 2022

Sosok Intelijen Anti Islam

 Mengenal 

Sosok Intelijen 

Anti Islam

 

Oleh : Mas Ruhi


(Dari Sejak Dulu Islam Sangat Ditakuti Oleh Penguasa)


Ali Moertopo, 

Arsitek Pemberangus Gerakan Islam Masa Orde Baru


Sosoknya dikenal sebagai tangan kanan Soeharto. Ia menggunakan siasat ‘Pancing dan Jaring’ untuk memberangus gerakan Islam. Umat Islam disusupi dan dipancing untuk bertindak ekstrem, setelah itu dijaring untuk diberangus atau dikendalikan!


Namanya Ali Moertopo. Meski Muslim, dalam karir intelijen dan militernya ia dikenal sebagai arsitek pemberangus gerakan Islam pada masa Orde Baru.


Ia menjadikan umat Islam sebagai lawan, bukan kawan. Untuk memuluskan misinya, ia berkolaborasi dengan kelompok anti-Islam, di antaranya kelompok Serikat Jesuit, Kebatinan, dan para pengusaha naga yang menjadi pilar kekuatan Orde Baru.


Mengebiri dan 

Memarjinal Perekonomian


Mereka tak hanya mengebiri kekuatan Islam secara politik, tetapi juga memarjinalkan perekonomian umat Islam. 


Ali Moertopo yang dilahirkan di Blora, Jawa Tengah, 23 September 1924. Sebagai tangan kanan penguasa Orede Baru, Soeharto, beberapa jabatan mentereng di dunia militer, intelijen, dan pemerintahan pernah dipegangnya, yaitu; 

- Deputi Kepala Operasi Khusus (1969-1974), 

- Wakil Kepala Bidang Intelijen Negara (1974-1978), 

- Penasihat Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Golkar, dan 

- Menteri Penerangan RI (1978-1983). 


Hampir semua posisi dan karir yang didudukinya, berkaitan dengan upaya menyingkirkan peranan umat Islam dan memberangus gerakan Islam.


Pada pemilu tahun 1971, Moertopo memobilisasi kekuatan militer untuk menekan para mantan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk memilih Golkar. Sedangkan saat menjabat sebagai Kepala Operasi Khusus (Opsus), lembaga yang dikenal angker pada saat itu, Ali Moertopo banyak melakukan upaya-upaya penyusupan (desepsi, penggalangan dan pemberangusan gerakan Islam).


Siasat Pancing Jaring


Siasat ‘Pancing dan Jaring’ digunakan oleh Moertopo untuk menyusup ke kalangan Islam, melakukan pembusukan dengan berbagai upaya provokasi, kemudian memberangusnya. Operasi intelijen tersebut pada saat ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Densus 88, sebuah detasemen yang juga dikendalikan oleh musuh-musuh Islam, dengan tujuan yang sama.


Beberapa peristiwa seperti 

Komando Jihad, 

tragedi Haur Koneng, 

penyerangan Polsekta Cicendo, 

Jama’ah Imran, dan 

Tragedi pembajakan pesawat Woyla, tak lepas dari siasat licik Moertopo.


Stigma ‘ekstrem kanan’ yang ditujukan kepada umat Islam dan ‘ekstrem kiri’ yang ditujukan kepada anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI), juga hasil dari kerja intelijen Moertopo.


Umat Islam dipancing, kemudian dijaring dan diberangus. Sebagian yang tak kuat iman, dikendalikan kemudian digalang untuk bekerjasama dengan penguasa.


Peristiwa Komando Jihad


Pada peristiwa Komando Jihad misalnya, simpatisan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII), dipropaganda dan dimobilisasi oleh Ali Moertopo untuk melakukan perlawanan terhadap ancaman Komunis dari Utara (Vietnam).


Ali Moertopo kemudian mendekati beberapa orang tokoh DI, yaitu Haji Ismail Pranoto, Haji Danu Muhammad Hassan, Adah Djaelani, dan Warman untuk menggalang kekuatan umat Islam, yang memang sangat memendam luka sejarah terhadap komunisme.


Setelah ribuan umat Islam termobilisasi di Jawa dan Sumatera, dengan siasat liciknya, Moertopo kemudian menuduh umat Islam akan melakukan tindakan subversif dengan mendirikan Dewan Revolusi Islam lewat sebuah organisasi ‘Komando Jihad’ (KOMJI).


Mereka kemudian digulung dan dicap sebagai ‘ekstrem kanan’. Istilah ‘Komando Jihad’ muncul pada tahun 1976 sampai 1982. Selain KOMJI, rekayasa intelijen juga terlihat jelas dalam kasus Jamaah Imran, Cicendo, dan pembajakan pesawat DC-9 Woyla.


Jamaah Imran


Jamaah Imran adalah kumpulan anak-anak muda yang dipimpin oleh Imran bin Muhammad Zein, pria asal Medan. Aktivitas kelompok yang didirikan pada 7 Desember 1975 ini berpusat di Bandung, Jawa Barat.


Kelompok ini berobsesi ingin membangun sebuah komunitas Muslim yang melaksanakan syariat Islam secara murni. Untuk menjalankan misinya, menurut laporan intelijen, mereka mendirikan Dewan Revolusi Islam Indonesia (DRII).


Istilah Jama’ah Imran juga diberikan oleh aparat, bukan penamaan yang dibuat kelompok anak muda tersebut. Kasus Jamaah Imran mencuat ke publik saat terjadi penyerangan Polsek Cicendo, Bandung, pada 11 Maret 1981.


Peristiwa itu bermula ketika polisi menahan anggota jamaah tersebut karena kasus kecelakaan. Kemudian mereka berusaha membebaskan anggotanya dengan melakukan penyerangan bersenjata. Peristiwa berdarah itu menjadi legitimasi aparat untuk melakukan penangkapan anggota Jamaah tersebut.


Pembajakan Pesawat Woyla


Peristiwa Cicendo berlanjut dengan aksi pembajakan pesawat terbang DC 9 Woyla GA 208 dengan rute Jakarta-Palembang pada Sabtu, 28 Maret 1981. Pembajakan tersebut dilakukan oleh lima orang anggota Jamaah Imran dengan membelokkan pesawat menuju Bandara Don Muang, Thailand.


Drama pembajakan ini berhasil ditumpas oleh Pasukan Khusus TNI di bawah pimpinan LB Moerdani dan Sintong Pandjaitan. Mengapa sekelompok anak muda itu begitu radikal dan berani melakukan perlawanan terhadap pemerintah? 


Setelah diusut, sikap radikal kelompok itu ternyata diciptakan oleh seorang intel ABRI yang bernama Johny alias Najamuddin yang menyusup dalam Jamaah Imran.


Johny yang sudah diterima oleh jamaah tersebut kemudian melakukan beragam provokasi dengan menebar kebencian kepada ABRI. Johny kemudian ‘membeberkan rahasia’ ABRI yang dikatakan akan melakukan de-islamisasi di Indonesia.


Untuk itu, Johny merencanakan agenda besar: melakukan perlawanan terhadap ABRI. Di tengah sikap ABRI yang memang telah membuka “front” terhadap umat Islam, para anggota Jamaah Imran kemudian terbujuk dengan gagasan Johny.


Tanpa sepengetahuan para anggota jamaah lainnya, Johny membuat dokumentasi setiap aktivitas yang dilakukan jamaah tersebut. Dengan skenario licik, Johny kemudian membuat rencana untuk melakukan operasi pencurian senjata api di Pusat Pendidikan Perhubungan TNI AD pada 18 November 1980.


Senjata curian itulah yang kemudian dilakukan untuk menyerang Polsek Cicendo. Anehnya, Johny yang telah menghasut anggota Jamaah Imran untuk menyerang markas polisi tersebut, ternyata tak menampakkan batang hidungnya saat peristiwa terjadi. Bahkan saat polisi melakukan aksi besar-besaran untuk menangkap Jamaah Imran, Johny ‘lolos’ dari penangkapan.


Johny akhirnya tewas dieksekusi anggota Jamaah ini di suatu tempat. Saat persidangan kasus ini digelar di pengadilan, majelis hakim menolak untuk membuka identitas Johny. Selain itu, Jaksa penuntut umum juga selalu mementahkan usaha untuk mengorek identitas pria itu lebih dalam.


Jenderal Soemitro, seniornya Ali Moertopo di lingkungan militer, dalam biografinya menyebut kasus Jamaah Imran, peristiwa penyerangan terhadap Golkar di Lapangan Banteng, dan pembajakan Pesawat Woyla sebagai rekayasa Opsus (Operasi Khusus) Ali Moertopo yang menerapkan teori ‘Pancing dan Jaring’.


Dalam kasus Jamaah Imran, kata Seomitro, Opsus memakai tokoh Imran yang bernama asli Amran. Selama lima tahun Imran dibiayai oleh Ali Moertopo belajar di Libya untuk mempelajari Islam dan ilmu terorisme. Imran Kemudian dimunculkan sebagai sosok yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia kembali.


Soemitro juga menceritakan, laporan intelijen menyebut tujuan operasi Woyla untuk menggulingkan pemerintahan Soeharto dan mendiskreditkan umat Islam. Operasi ini ingin memunculkan kesan bahwa kelompok Islam cenderung radikal dan masih memiliki keinginan untuk mendirikan negara Islam seperti halnya DI/TII.


Inilah yang kata Soemitro disebut sebagai teori ‘Pancing dan Jaring’, di mana umat Islam dirangkul (dibina, pen) terlebih dahulu, lalu dikipasi untuk memberontak, baru kemudian ditumpas sendiri oleh Opsus.


Jenderal Soemitro menceritakan, “Kecurigaan saya terhadap kasus Woyla, mulai muncul, ketika ada laporan bahwa sebetulnya Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) Jenderal TNI M Jusuf akan membawa Awaloedin Djamin—yang notabene memiliki pasukan anti-teror untuk menyelasaikan kasus pembajakan tersebut.


Namun, rencana itu tiba-tiba berubah tanpa sepengetahuan Jusuf, tidak tahu siapa yang mengubahnya. Akhirnya yang berangkat bukan lagi pasukan Awaloedin Djamin, melainkan pasukan RPKAD yang dipimpin Sintong Panjaitan.


Ini yang menjadi pertanyaan sampai sekarang, mengapa RPKAD yang berangkat, bukannya polisi. Dari situ saya bisa menganalisis bahwa ada dua komando, yakni yang langsung ke jalur Pangab, dan satunya lagi: Jalur invisible hand!” 

(Lihat, biografi Jenderal Soemitro yang ditulis oleh Ramadhan KH, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994 dan buku Heru Cahyono, Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari ’74, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998, Cetakan Ketiga).


Politik Islamphobia


Untuk memuluskan langkah-langkah politik Islamophobia, kelompok militer anti-Islam yang dikomandoi oleh Ali Moertopo, oknum pengusaha etnik Cina, Serikat Jesuit, dan pejabat sekular-kejawen, mendirikan sebuah lembaga think tank bernama Centre for Strategic and International Studies(CSIS Indonesia) pada 1 September 1971, bermarkas di Tanah Abang III, Jakarta Pusat.


Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani (penasihat kebatinan Soeharto) menjadi sosok yang berada di belakang CSIS. Lembaga ini kemudian membuat masterplan pembangunan Orde Baru yang sangat menguntungkan pemerintah, pengusaha etnik Cina dan kelompok Kristen.


Sementara umat Islam dianggap sebagai bahaya yang mengancam, yang bercita-cita mendirikan negara Islam. Mereka masih menjadikan isu ‘Darul Islam’ sebagai jualan untuk memberangus gerakan Islam. Selain pula mewaspadai kebangkitan Islam politik yang pada masa lalu direpresentasikan melalui kekuatan Partai Masyumi.


Kelompok Kristen dan oknum pengusaha etnik Cina yang merapat ke militer, meyakinkan pemerintah dan tentara, bahwa jika umat Islam berkuasa, maka akan terjadi diktator mayoritas, dimana penegakan syariat Islam akan diberlakukan.


Pemerintah yang ketika itu mabuk kekuasaan dan tentara yang di indoktrinasi untuk mewaspadai ancaman terhadap kebhinekaan Pancasila, kemudian termakan isu tersebut, sehingga memposisikan umat Islam sebagai bahaya.


Konglomerasi dan Gurita Bisnis

Agenda politik kelompok anti Islam ini berhasil menciptakan konglomerasi dan gurita bisnis antara penguasa dan pengusaha. Di antara jaringan bisnis tersebut adalah Pan Group milik Panlaykim dan Mochtar Riady, PT Tri Usaha Bakti milik Soedjono Hoemardani, Pakarti Grup milik Jusuf Wanandi dan Panlaykim, dan Berkat Grup milik Yap Swie Kie.


Masuknya kekuatan konglomerat dalam lingkaran Orde Baru membuat rezim tersebut semakin kuat. Karena itu, ada yang mengatakan bahwa Orde Baru dibangun oleh empat pilar kekuatan, yaitu ABRI, Birokrat, Golkar dan konglomerat.


Memotong Urat Nadi Muslim


Keempat pilar tersebut memainkan peran penting dalam memarjinalkan peran politik umat Islam saat itu. Kolaborasi rezim Orba dengan pengusaha Cina/ Katolik Indonesia di antaranya dengan membuat kebijakan yang memotong urat nadi ekonomi umat Islam dan menghidupkan kelompok kecil Cina keturunan.


Sentra-sentra ekonomi umat Islam seperti di Pekalongan, Solo, Pekajangan, Majalaya, dan lain-lain, dengan aneka kebijakan pemerintah dapat dikerdilkan.


Jaringan perbankan dan sektor keuangan lainnya juga berhasil mereka kuasai. Karena itu, ketika Orba berkuasa, gurita bisnis kelompok ini begitu perkasa dan dapat memengaruhi kebijakan pemerintah.


Siapa Ali Moertopo sesungguhnya?


Mantan Pangkopkamtib Jenderal Soemitro mengatakan asal usul Ali Moertopo sangat gelap, sehingga banyak rumor yang beredar tentang sosoknya.


Kasman Singodimedjo, tokoh Islam yang pada zaman Soekarno aktif di militer mengatakan, Ali Moertopo adalah bekas intel tentara Angkatan Laut Belanda (Netherland Information Service) yang ditangkap Hizbullah di daerah Tegal, Jawa Tengah. Saat ditangkap, Ali Moertopo nyaris dibunuh. Ia kemudian dijadikan double agent oleh Hizbullah.


Versi lain, seperti diceritakan Adam Malik, Ali Moertopo adalah pendiri AKOMA (Angkatan Komunis Muda) yang berafiliasi pada partai Murba Alimin, yang berhaluan Sneevliet. Meski tidak percaya bahwa Moertopo bekas pentolan salah satu organisasi Komunis, Soemitro menceritakan kisah yang dikait-kaitkan dengan sosok Komunis Moertopo.


Saat ada seorang staf Moertopo ingin membuat tulisan tentang “Peristiwa Tiga Daerah” yang menyebutkan Komunis sebagai dalang dari peristwa itu, Moertopo membentaknya. “Mau Apa? Mau mendiskreditkan saya?”


Moertopo juga dikenal dekat dengan Kolonel Marsudi, salah seorang anggota PKI yang pernah menjadi Direktur Opsus. Selama di Opsus, Marsudi selalu berada di belakang layar dan sangat tertutup.


Marsudi pun disebut-sebut sebagai pendiri Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), organisasi mahasiswa underbouw PKI. Cerita mengenai ini diungkap dalam buku biografi Jenderal Soemitro, senior Ali Moertopo di lingkungan militer, yang ditulis oleh Ramadhan KH.


CSIS Dan Opsus


Dalam catatan Jenderal Soemitro, jauh-jauh hari Ali Moertopo sudah merencanakan CSIS dan Opsus sebagai alat untuk memperkuat dan mengamankan rezim Orba.


Ali Moertopo yang melihat kekuatan Islam sebagai gerakan yang bisa mengancam ‘gerak laju pembangunan’, mencari partner yang bisa diajak untuk sama-sama menjegal gerakan Islam. Dan partner tersebut adalah kelompok Katolik yang tergabung dalam Ordo Jesuit.


Ali Moertopo didekati kelompok ini karena posisinya sebagai orang dekat Soeharto dan mempunyai pengaruh di ABRI. Kabarnya, Ali Moertopo sudah didekati kelompok ini sejak tahun 1960-an.


Ali Moertopo sendiri sudah mengetahui bahaya dari kelompok Orde Jesuit ini, yang ia sebut lebih berbahaya dari komunisme karena terdiri dari para intelektual adventurir. Namun, kata Ali, kedekatannya dengan kelompok itu adalah untuk meredam gerakan mereka, atau dalam bahasanya ‘untuk mengandangkannya ketimbang bergerak liar’.


Apakah dalam rangka ‘mengandangkan’ Orde Jesuit ini juga, kemudian Ali Moertopo menjadikan rumah Pater Joop Beek (tokoh Jesuit Indonesia) di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, sebagai markas Opsus?


Manuver Politik


Saat peristiwa 15 Januari 1974, Ali Moertopo diduga terlibat penunggangan aksi apel mahasiswa yang menolak kedatangan PM Jepang yang berujung pada kerusuhan di Jakarta.


Tujuan manuver politik Moertopo adalah untuk menyingkirkan orang-orang yang mencoba mendekati Soeharto dan menjadi rival politiknya. Untuk menggambarkan bahwa dia orang yang bisa mengendalikan kebijakan politik Orde Baru, Leonardus Benjamin Moerdani, kadernya Moertopo, pernah mengatakan, ”Kuda boleh berganti, tapi saisnya tetap satu”.


Artinya, siapapun bisa menggantikan Soeharto, asalkan tetap bisa dikendalikan oleh Moertopo dan kelompoknya.


Setelah peristiwa 15 Januari 1974, Ali Moertopo melakukan lobi politik kepada Presiden Soeharto untuk memanggil Benny ke Jakarta agar ditempatkan dalam jajaran penting di militer.


Keseriusan Ali Moertopo untuk menempatkan kadernya dalam posisi strategis di elit militer terlihat dengan menelepon langsung Benny yang saat itu berada di Korea Selatan.


Kemudian, dengan diantar sendiri oleh Ali Moertopo, Benny menghadap langsung ke Soeharto. Oleh penguasa Orde Baru itu Benny diserahi jabatan sebagai Ketua G-I Asisten Intelijen Hankam yang bertugas mengendalikan seluruh intelijen di Angkatan Darat dan Polri.


Selain itu, Benny juga ditugaskan untuk membantu Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN).


Sebagai kader Ali Moertopo, beberapa posisi penting itu tentu saja sudah direncanakan dengan matang. Apalagi kemudian Benny ikut pula menangani intelijen Kopkamtib dan menjadi Ketua Satuan Tugas Intelijen, serta kemudian menjabat sebagai Kepala Pusat Intelijen Strategis Hankam.


Karir intelijen Benny Moerdani terus melejit dan menjadi sorotan penting dalam hubungannya dengan umat Islam saat ia menggantikan Jenderal M Yusuf sebagaiPanglima ABRI pada tahun 1983.


Setelah Ali Moertopo, tongkat estafet permusuhan militer terhadap umat Islam dilanjutkan oleh Benny Moerdani, kader Jesuit yang juga kader Moertopo. Bagaimana kiprah Benny Moerdani dalam memberangus gerakan Islam?


LB Moerdani, 

Kader Jesuit yang Memusuhi Islam


Jika ‘Mengenal Sosok Intelijen Anti Islam di bagian sebelumnya mengungkap sosok Ali Moertopo, di bagian ketiga ini menyingkap kader atau penerusnya Ali Moertopo, yaitu Benny Moerdani yang juga dikenal sangat memusuhi umat Islam.


Benny diduga berada di balik tragedi berdarah Tanjung Priok, 1984. Pada masanya, militer Indonesia pernah dilatih di Israel.


Raut wajahnya keras dan kaku. Terkesan angker dan tak bersahabat. Itulah Benny Moerdani, sosok jenderal militer pada masa Orde Baru yang dikenal sangat benci Islam dan kaum Muslimin.


Benny Moerdani adalah orang kepercayaan Ali Moertopo. Benny sudah dipersiapkan jauh-jauh hari oleh Moertopo untuk menggantikannya dalam menjalankan tugas mengawasi bahaya ‘ekstrem kanan’, yang tak lain adalah gerakan Islam.


Benny Moerdani

Benny Moerdani lahir di Cepu, 2 Oktober 1932. Di kalangan Katolik, jenderal yang dikenal ahli intelijen ini sangat dibangga-banggakan. Benny bisa dibilang sebagai representasi kelompok Katolik yang mempunyai posisi penting dalam lingkaran militer dan kekuasaan Orde Baru pada masa lalu.


Sebagai kader Moertopo, Benny pernah diangkat menjadi wakilnya ketika terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia.


Ia juga termasuk sosok yang terlibat dalam pembentukan CSIS, sebuah lembaga think-tank yang sangat dekat dengan Orde Baru, didukung oleh para birokrat Kejawen dan pengusaha etnik Cina yang saat itu membangun gurita dalam lingkar elit kekuasaan Orde Baru.


Di kalangan tentara Muslim, Benny Moerdani dikenal sangat tidak aspiratif terhadap kelompok Islam. Almarhum mantan Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Ka-BAKIN), Letjend TNI ZA Maulani pernah mengatakan, pada masa Benny Moerdani menjadi panglima ABRI, sangat sulit mendapatkan masjid atau mushalla di komplek dan barak-barak militer.


Keberadaan tempat ibadah umat Islam tersebut dikontrol begitu ketat. Bahkan, pada masa itu banyak tentara Muslim yang tidak berani mengucapkan “Asssalamu’alaikum” ketika berada di lingkungan militer.


Benny pernah melontarkan pernyataan kontroversial yang melarang umat Islam mengucapkan salam. Dalam sebuah rapat kabinet bidang Polkam, Jaksa Agung Ali Said pernah dibentak oleh Benny karena mengucapkan ‘salam’ dalam rapat tersebut. “Indonesia bukan negara Islam, tak perlu ucapkan salam,” bentaknya saat itu.


Peristiwa pembajakan pesawat yang disebut-sebut sebagai bagian dari operasi kelompok jihad, juga digagalkan atas peran Moerdani. Ia terlibat dalam aksi pembebasan para sandera dan penangkapan orang-orang yang dianggap sebagai “teroris” atau “ekstrem kanan” ketika itu.


Pasca Peristiwa 15 Januari 1974 (Malari) yang diduga kuat melibatkan operasi intelijen Ali Moertopo, Presiden Soeharto memanggil Moerdani yang ketika itu sedang bertugas sebagai konsulat di KBRI Korea Selatan untuk datang menghadap.


Belakangan diketahui, pemanggilan Moerdani ke Jakarta oleh Presiden Soeharto adalah hasil lobi-lobi Ali Moertopo untuk menempatkan kader pentingnya di lingkaran presiden.


Dengan diantar oleh Moertopo, Moerdani kemudian bertemu Pak Harto. Setelah pertemuan, Moerdani kemudian diangkat oleh Soeharto sebagai Ketua G-1 Intelijen Hankam yang bertugas mengendalikan seluruh intelijen di Angkatan Darat dan kepolisian. Selain itu Moerdani juga diperbantukan untuk BAKIN.


Karir militer Benny Moerdani terus melesat, meskipun ketika itu umat Islam mulai mencurigai sepak terjangnya yang sangat antipati terhadap aspirasi Islam.


Benny Moerdani dilibatkan dalam menangani intelijen Kopkambtib dan diangkat menjadi Ketua Satuan Tugas Intelijen, sebuah lembaga yang dikenal sangat angker dan ditakuti pada masa Orde Baru.


Para ulama, khatib, mubaligh dan aktivis Islam pernah merasakan bagaimana bengisnya lembaga ini dalam memosisikan Islam sebagai ancaman dan lawan. Moerdani bahkan diduga berada di balik perpecahan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), sehingga terbentuklah dua HMI: HMI Dipo dan HMI MPO.


Tahun 1983, ketika Benny Moerdani diangkat sebagai Panglima ABRI menggantikan Jenderal M. Yusuf, umat Islam makin khawatir dengan sepak terjangnya.


Moerdani kemudian melakukan berbagai upaya restrukturisasi secara drastis, dengan menempatkan tentara-tentara yang Nasrani dalam jajaran penting di militer.


Benny Moerdani juga dicurigai dalam menjegal karir para perwira ABRI Muslim. Tak heran, jika ada yang menyebut telah terjadi kristenisasi di tubuh ABRI di bawah kepemimpinan Benny Moerdani.


Dalam persepsi Benny Moerdani, semua gerakan Islam adalah ancaman, sebagaimana DI/TII pada masa lalu yang kemudian ditumpas.


Benny Moerdani yang pernah terlibat dalam operasi menumpas DI/TII dan PRRI/Permesta tidak bisa membuang persepsi negatif terhadap gerakan Islam, sehingga menjadikan Islam sebagai ancaman yang membahayakan keutuhan NKRI.


Berbeda dengan Ali Moertopo yang kerap pamer kekuasaan, Benny justru dikenal sebagai sosok yang misterius dan penuh rahasia. Meski sama-sama haus kekuasaan, Benny bermain ‘cantik’ untuk menjalankan obesesinya tersebut.


Sebagai orang yang malang melintang di dunia intelijen, segala tindakan ia perhitungkan dengan matang dan sangat tertutup. Bahkan ihwal tentara yang sering kali di latih di Israel pun, pada masa Benny Moerdani tidak terungkap, tertutup rapat.


Di kalangan tentara Muslim, isu tentang militer yang dilatih di Israel pada masa Benny Moerdani sudah santer terdengar.


Benny menyadari posisinya sebagai bagian dari kelompok minoritas di Indonesia. Itu membuanya sulit untuk menggapai puncak kekuasaan di republik ini.


Karena itu, dengan kelihaiannya ia berperan sebagai king maker, orang yang mempengaruhi pihak yang berkuasa. Kepada perwira kopassus di akhir tahun 1980-an Benny pernah berseloroh, “Buat apa jadi orang yang berkuasa, jika bisa dengan tanpa risiko kita mengontrol orang yang berkuasa.”


Karena itu, Benny membuat strategi agar orang yang berkuasa nanti, meskipun berasal dari kalangan Islam, namun bisa dengan leluasa ia atur.


Itulah yang menyebabkan ia menjegal habis-habisan langkah Soedharmono untuk menjadi wakil presiden, karena Sudharmono bukan sosok yang bisa ia atur, di samping, menurutnya, Soedharmono dekat dengan kalangan santri. Benny kemudian menjadikan Naro sebagai calon wakil presiden yang ia gadang.


Benny juga dikenal lihai dalam mendekati kelompok Islam yang pernah memendam kekecewaan dengan Masyumi. Ia melakukan politik belah bambu dengan mendekati kiai dari kelompok Nahdlatul Ulama (NU), dan menginjak kelompok lain yang berseberangan dengan NU.


Pertentangan antara NU sebagai kelompok tradisionalis Islam dengan kelompok Masyumi sebagai santri modernis ia pertajam. Karenanya, Benny kerap bersafari dari pesantren ke pesantren NU dengan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur untuk melakukan politik pecah belah tersebut.


Safari bersama dilakukan Benny dan Gus Dur di tengah kecaman umat Islam yang menuntut Benny bertanggung jawab dalam tragedy pembantaian umat Islam Tanjung Priok, di Jakarta pada 12 September 1984.


Saat peristiwa Priok, Benny sedang berada di Jakarta. Bahkan pada tengah malam usai tragedi pembantantaian, Benny sudah berada di lokasi kejadian.


Pada dini harinya ia langsung meluncur ke rumah sakit dan sempat menghitung jumlah mayat yang tergeletak di rumah sakit. Anehnya, sampai akhir hayatnya, Benny Moerdani sama sekali tidak tersentuh hukum dalam tragedi berdarah ini.


Leonardus Benny Moerdani meninggal di Jakarta, pada 29 Agustus 2004 dalam usia 72 tahun, karena menderita stroke. Kepergiannya mendapatkan penghormatan yang luar biasa di kalangan militer. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Bendera setengah tiang selama tujuh hari dikibarkan di lingkungan militer.


Setelah Moerdani tiada, siapakah sosok intelijen anti Islam yang menggantikannya?


hajinews.id

Sunday, December 11, 2022

Apa hukum menjadi anggota legislatif dalam sistem demokrasi?

 Hukum Menjadi Caleg dalam Sistem Demokrasi Menurut Islam


Bismillahirrahmanirrahim..


Pertanyaan :

Apa hukum menjadi anggota legislatif dalam sistem demokrasi?


Jawaban :


Pendahuluan


Sistem demokrasi dirumuskan sebagai reaksi terhadap kekuasaan tunggal yang memusat pada raja atau kaesar, yang diklaim sebagai wakil tuhan. Kekuasaan yang akhirnya menjadi korup. Karena itu, muncullah pandangan tentangsparating of power (pemisahan kekuasaan). Dari sinilah, maka konsep trias politica Montesque itu lahir.


Legislatif, eksekutif dan yudikatif sebagai representasi kekuasaan dipisahkan satu sama lain, sehingga masing-masing bersifat independen. Dengan klaim, bahwa semuanya merupakan kekuasaan rakyat. Sehingga memunculkan klaim, bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun, ternyata semuanya itu hanyalah klaim kosong. Karena terbukti, rakyat tidak pernah memerintah. Demikian juga kebijakan pemerintah senyatanya juga tidak berpihak kepada rakyat.


Akibatnya, tingkat partisipasi rakyat dalam pemilu pun terjun bebas. Padahal, pemilu diklaim sebagai medium rakyat dalam menentukan nasib mereka, melalui representasi pemerintahan yang mereka pilih. Menurunnya tingkat kepercayaan publik, dan minimnya partisipasi mereka dalam pemilu, ini selain karena tidak adanya bukti yang sahih, bahwa pemilu ini bisa mengubah nasib mereka. Juga, karena baik partai maupun calon-calon pemimpin yang tampil sebagai representasi rakyat itu sudah jatuh di mata mereka, baik karena korupsi dan moral hazard yang lainnya.


Tak terkecuali dengan partai Islam, partai yang mengklaim Islam, atau berbasis massa Islam. Termasuk barisan politikus berlabel kyai, ustadz dan sebagainya. Meski demikian, dalam situasi dan kondisi seperti ini, masih saja ada yang mencoba peruntungan. Siapa tahu, bernasib baik. Namun, disadari atau tidak, sistem demokrasi, parlemen dan habitatnya bukanlah tempat yang baik, bahkan berlumuran noda dan najis.


 Demokrasi dan Pemilu


Tidak ada demokrasi tanpa pemilu. Karena pemilu merupakan stempel demokrasi.


Sementara itu, sikap ideologis terhadap pemilu mengharuskan kita, pertama-tama harus memahami fakta pemilu itu sendiri, agar kita tahu hukum syara’ yang terkait dengan pemilu ini.


Sistem demokrasi berdiri di atas dua pilar, yaitu: kedaulatan di tangan rakyat dan rakyat sebagai sumber kekuasaan. Pilar pertama, dan ini yang terpenting, bahwa yang berhak dalam membuat hukum dan perundang-undangan yang digunakan negara mengurus urusan rakyat adalah rakyat itu sendiri. Pilar kedua, rakyat juga dijadikan sebagai pemilik hak dalam memilih penguasa, memonitor dan mengoreksinya bahkan mencopotnya dalam sebagian sistemasi.


Karena rakyat tidak mungkin melakukan peran ini secara langsung, kecuali pemilu kepala negara dalam banyak sistem, maka sistem ini menetapkan, bahwa rakyat mewakilkan kepada wakil-wakil yang mereka pilih untuk melaksanakan wewenang tersebut. Jadilah, parlemen sebagai wakil rakyat dalam hal legislasi  dan penetapan perundang-undangan yang disebut sebagai kekuasaan legislatif. Demikian pula parlemen mewakili rakyat dalam memonitor dan mengoreksi kekuasaan eksekutif. Dalam sebagian sistem, parlemen mewakili rakyat dalam memilih kepala negara.


Inilah sistem yang oleh sebagian pihak dinilai sebagai sistem modern yang dijalankan oleh banyak bangsa dan umat sebagai metode termodern yang berhasil dicapai umat manusia untuk melangsungan kehidupan politik, yaitu kehidupan masyarakat, negara dan pembuatan hukum. Berkembang dan diterapkannya sistem ini di seluruh negara di dunia, baik secara formalis maupun riil, tidak lebih karena dominasi peradaban Barat yang telah menyerang umat Islam sejak dua abad lalu. Mereka yang diserang peradaban tersebut dengan berbagai pemikiran dan sistemnya adalah dunia Islam, termasuk negeri Indonesia.


Islam dan Pemilu


Adapun sistem yang dijadikan pedoman umat Islam karena telah diwajibkan kepada mereka oleh keimanan mereka kepada akidah Islam, sesungguhnya sistem tersebut berbeda dengan sistem demokrasi di atas,  baik dari aspek akidah Islam, maupun pilar yang menjadi pondasi tegaknya sistem dan rinciannya.


Pilar terpenting yang menjadi pondasi sistem pemerintahan Islam adalah kedaulatan di tangan syara’. Pilar ini dinyatakan oleh ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat qath’i ad-dalâlah.  Sebagaimana firman Allah:


إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ


“Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah.” (Q.s. Yûsuf [12]: 40)


Keputusan di sini maknanya adalah tasyrî’ (legislasi), yaitu perintah, larangan dan kemubahan. Bukan dalam konteks kekuasaan dan pelaksanaan politik.


Allah juga berfirman:


وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْكَافِرُوْنَ


 “Siapa saja yang tidak menghukumi dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah maka ia termasuk orang-orang yang kafir.” (Q.s. al-Mâidah [5]: 44)


وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لا يُفْلِحُونَ


“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (Q.s. an-Nahl [16]: 116)


Masih banyak ayat yang lain. Semuanya menunjukkan makna yang sama. Dengan begitu di dalam sistem Islam tidak ada yang namanya kekuasaan legislatif, sebagaimana dalam sistem demokrasi yang sedang diterapkan (secara formal) di sebagian besar dunia Islam.  Tetapi sumber legislasi dalam sistem Islam adalah nash-nash al-Quran dan as-Sunnah, dan penggalian (istinbath)-nya yang dilakukan oleh para mujtahid.


Hak mengadopsi hukum yang bersifat ijtihadi yang di dalamnya para mujtahid berbeda pendapat adalah wewenang kepala negara yang dipilih oleh umat sebagai wakil mereka dalam menerapkan sistem Islam dan mengurusi urusan mereka. Kepala negara berpijak kepada ijtihad yang dipandang paling kuat dalilnya, yang dituntut oleh kewajiban mengurus urusan umat.


Ini berdasarkan firman Allah:


أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ


“Taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri dari kalian.” (Q.s. an-Nisâ [4]: 59)


Berdasarkan hal itu, dalam sistem Islam, majelis umat yang mewakili rakyat, tidak memiliki apa yang disebut kekuasaan legislatif. Karena kedaulatan dalam Negara Khilafah ada di tangan syara’. Kepala negara, Khalifah, adalah pihak yang diberi wewenang untuk mengadopsi hukum syara’ dan undang-undang yang bersifat administratif yang menjadi tuntutan dalam mengurus urusan rakyat.


Hanya saja tidak berarti, bahwa dalam sistem Islam tidak ada pemilu. Pilar kedua yang menjadi pondasi tegaknya sistem pemerintahan Islam adalah kekuasaan milik umat. Pilar ini menegaskan, bahwa umat merupakan pemilik hak dalam memilih kepala negara yang akan mengurusi urusan mereka. Tidak boleh seorang pun menjadi kepala negara, kecuali dengan mendapatkan mandat dari umat melalui baiat yang sah secara syar’i.


Meski begitu, umat tetap bertanggung jawab menjalankan haknya dengan monitor, menasehati dan mengoreksi penguasa, setelah dia dibai’at, jika lalai atau bertindak buruk atau zalim. Wewenang yang dimiliki umat ini membutuhkan sarana, agar bisa diaktualisasikan. Ini tidak bisa diwujudkan, terlebih ketika umat sudah sedemikian tersebar luas dan jumlahnya terus bertambah, kecuali dengan pemilu.


Karena itu, pemilu ini sesungguhnya merupakan sarana praktis untuk memilih seseorang yang layak mendapatkan bai’at dari umat. Begitu pula pemilu ini merupakan sarana praktis untuk memilih para wakil umat yang mewakili mereka dalam mengoreksi penguasa, memonitor negara dan mengungkapkan tuntutan dan pengaduan umat. Para wakil umat itu adalah anggota Majelis Ummat (ahlul halli wal ‘aqdi). Mereka juga mungkin diberi wewenang untuk membatasi calon kepala negara, atau bahkan memilih kepala negara sendiri itu.


Atas dasar itu, maka perbedaan mendasar pemilu dalam sistem demokrasi dan pemilu dalam sistem Islam adalah, bahwa pemilu dalam sistem demokrasi bertujuan untuk melaksanakan legislasi dan itu merupakan perkara yang diharamkan oleh Allah SWT terhadap manusia. Sedangkan pemilu dalam sistem Islam adalah sebagai representasi, dimana umat memberikan kekuasaan (kepala negara) kepada orang yang mereka pilih untuk mengurusi urusan mereka, atau dengan pemilu itu umat mewakilkan kepada orang yang akan mewakilinya dalam mengoreksi dan menyampaikan pendapat.


Sedangkan pemilu legislatif di Indonesia, jauh dari keberadaannya sebagai pemilu legislatif sebagaimana dalam sistem demokrasi, meski secara teoritis sekalipun. Pemilu di Indonesia juga berjalan sesuai dengan konvensi dan perundang-undangan yang keberadaannya sangat jauh dari melaksanakan politik dalam pengertian yang sesungguhnya. Tidak ada program politik riil pada diri orang-orang yang bersaing untuk menduduki kursi parlemen. Setiap program politik yang ditawarkan oleh mereka yang saling bersaing hanyalah sketsa di atas kertas.


Watak mendasar di dalam pemilu Indonesia ini adalah persaingan antara berbagai kelompok yang membagi negeri di antara mereka dalam konteks pertarungan lokal, yang terkait dengan perannya dalam konstalasi politik global. Jika satu kelompok memperoleh mayoritas kursi, maka kutub lokal yang ada di belakangnya juga menjadi pemenang.  Sebaliknya jika kelompok lain yang menang, maka yang menang secara lokal adalah kutub-kutub yang ada di belakang kelompok lain itu. Pada dua kondisi tersebut, keputusan politik di Indonesia tetap tergadaikan pada kepentingan global tertentu.


Tidak ada kebijakan politik riil di dalam negeri Indonesia. Keputusan-keputusan politik yang ada sesungguhnya datang dari kekuatan transnasional. Dengan demikian pemilih yang pergi ke tempat pemungutan suara perannya tidak lebih hanya mengokohkan penguasaan salah satu keputusan politik yang datang dari luar tapal batas negerinya. Masing-masing dari dua kepentingan politik yang datang dari asing itu tidak peduli kepada pemilih, kemaslahatan, masalah utamanya atau masalah skundernya.


Pencalegan dan Pemilihan Caleg dalam Pandangan Syara’


Jika kita ingin menjelaskan hukum syara’ di dalam pemilu ini, baik pencalonan maupun pemilihan, bisa dijelaskan:


Karena pemilu adalah representasi dari pemilih kepada calon, sementara representasi dalam Islam adalah hal yang mubah, selama merupakan wakalah (representasi) dalam aktivitas yang disyariatkan. Karena wakil yang terpilih adalah wakil rakyat dalam mengekspresikan pendapat mereka dalam urusan politik, yaitu mengatur urusan rakyat.  Berdasarkan semuanya itu, maka pecalonan dan pemilihannya adalah mubah. Dengan syarat, calon-calon yang akan dipilih itu mempunyai program-program baku yang sesuai dengan syara’, dimana calon tersebut dipilih berdasarkan programnya, dan dia pun terikat dengannya setelah terpilih. Hal-hal baku itu adalah:


1. Tidak menyetujui konstitusi dan perundang-undangan buatan manusia yang sedang diterapkan di Indonesia, kemudian berjuang untuk menggantinya dengan sistem Islam.


2. Tidak ikut serta dalam proses legislasi, karena menetapkan hukum bukanlah hak manusia. Karena kedaulatan dalam kehidupan kaum Muslim wajib dikembalikan kepada syara’.


3. Tidak ikut serta dalam memilih presiden, jika parlemen mempunyai hak memilih presiden, karena presiden yang terpilih memerintah dengan hukum yang tidak diturunkan oleh Allah.


4. Hendaknya tidak memberikan kepercayaan kepada pemerintahan manapun karena kekuasaan eksekutif mengimplementasikan konstitusi dan perundang-undangan buatan manusia. Karena presiden juga memerintah dengan selain apa yang telah diturunkan oleh Allah.


5. Tidak terlibat dalam menyetujui APBN, karena APBN ini disusun berdasarkan asas yang lain, selain Islam, yaitu sistem Kapitalisme yang berlumuran riba dan transaksi finansial yang diharamkan oleh syara’. Lebih dari itu, APBN tersebut menjadikan negara tunduk pada organisasi ekonomi global, dan perusahaan Kapitalisme yang merampok kekayaan umat manusia.


6. Hendaknya tidak berpartisipasi dalam menyetujui perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat oleh penguasa. Karena perjanjian-perjanjian itu ditetapkan berdasarkan konstitusional dan perundang-undangan yang menyalahi syariah. Disamping perjanjian-perjanjian itu pada kebanyakan kondisi memberikan jalan kepada negara-negara besar untuk menguasai umat. Padahal Allah berfirman:


وَلَنْ يَجْعَلَ اللهُ لِلْكَافِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلاً


“Dan Allah sekali-kali tidak akan menjadikan jalan bagi kaum kafir untuk menguasai kaum mukmin.” (Q.s. an-Nisâ’ [4]: 141)


7. Hendaknya calon terpilih mengoreksi kekuasaan eksekutif berdasarkan hukum-hukum syariah Islam, bukan berdasarkan konstitusi dan perundang-undangan buatan manusia.  Karena Allah berfirman:


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ


“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri dari kalian. Kemudian jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (QS. an-Nisâ’ [4]: 59)


8. Hendaknya tidak berkoalisi dalam aksi pemilihannya dengan calon-calon yang tidak berpegang kepada hukum-hukum Islam dalam program dan sikap politik mereka. Karena dengan koalisi itu artinya dia menyetujui jalan mereka dan menyeru pemilih untuk memilih mereka padahal Allah SWT berfirman:


وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ


“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS. al-Mâidah [5]: 2)


Catatan kaki:


Jawaban diambil dari tulisan karya Hafidz Abdurrahman yang berjudul Menjadi Caleg dalam Sistem Demokrasi


#Tsaqofah    #Dakwah     #Syariah    #Tafsir    #Hadits    #Khilafah     #TanyaJawab    #Analisis #Ekonomi    #Nafsiyyah    #Muslimah    #KitabMutabannat    #Video    #PowerPoint     #Ramadhan #minang #minangtaatsyariah #minangbertauhid #bukittinggibertauhid #kotapadang #padang #sumbar #sumaterabarat #solok #kotasolok #solokselatan #padangpanjang #bukittinggi #pariaman #kotapariaman #payakumbuh #maninjau #agam #sawahlunto #dharmasraya #batusangkar #lubukbasung #lubukalung #minangkabau #Lenteraminang #Lenteraminang #adatbasandisyaraksyarakbasandikitabullah #katamutiara #muhammadsaw #islam #hijrah # #syarakid

Monday, December 5, 2022

BAGAIMANA MERUBAH NEGERI INI MENJADI KHILAFAH?

 *BAGAIMANA MERUBAH NEGERI INI MENJADI KHILAFAH?*


Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik


Saat penulis menulis artikel dengan judul 'BUKAN SIBUK COPRAS CAPRES, TAPI SIBUKLAH DENGAN DAKWAH ISLAM', ada seorang pembaca merespons, dengan mengajukan 4 (empat) pertanyaan, sebagai berikut:


*Pertama,* Bagaimana untuk merubah Negerii ini dengan Sistem Khilafah (maksudnya mengubah sistem sekuler menjadi sistem Islam)?


*Kedua,* Kalau pakai Sistem Khilafah...berarti Tidak ada Legislatif, Yudikatif, maupun Eksekutif. Berarti tidak ada Pemilihan PRESIDEN ..maupun Anggota DPR maupun MPR. Lalu..bagaimana mengatur Sendi sendi Segala Aturan Prikehidupan Rakyat Berbangsa dan Bernegara?


*Ketiga,* Dan Siapa yang akan menjadi KHOLIFAH nya..?


*Keempat,* Apakah Setiap Negara Punya Kholifah..? atau Seluruh Dunia hanya punya 1 Kholifah....?


Untuk menjawabnya, baiklah penulis akan merincinya satu per satu, dengan penjelasan sebagai berikut:


1. Realitas negeri ini dan negeri kaum muslimin lainnya, sama dengan Mekah saat Rasulullah SAW berdakwah untuk pertama kalinya. Yakni negeri yang menerapkan sistem kufur, yaitu sistem  yang bertentangan dengan Islam.


Negeri ini menerapkan Demokrasi, yang meletakkan kedaulatan ditangan rakyat. Halal dan haram, terpuji dan tercela, baik dan buruk, semua dikembalikan pada suara rakyat. Kalau mayoritas rakyat menghendaki judi, riba, zina, miras, maka Negara mengikuti kehendak rakyat dengan menghalalkan judi, riba, zina dan miras.


Sementara, Allah SWT telah menetapkan standar halal dan haram berdasarkan wahyu, yakni berdasarkan al Qur'an dan as Sunnah. Saat al Qur'an dan as Sunnah mengharamkan judi, riba, zina dan miras, maka Negara juga wajib mengharamkannya.


Islam adalah pemikiran (al-fikrah) dan metode (ath-tharîqah). Pemikiran dan metode semuanya dari Allah SWT. Kita wajib terikat dan mengikuti apa saja yang dituntut oleh syariah. Karena itu kita tidak boleh mengubah bentuk sistem pemerintahan dalam Islam, yaitu Khilafah, sebagai tharîqah (metode) dalam menegakkan syariah Islam secara kâffah. 


Sebabnya, banyak ayat dan hadis yang menjelaskan kewajiban menegakkan Khilafah. Kita wajib mengambil semuanya. Jika ada yang tidak diambil, kita akan diazab secara keras oleh Allah SWT di akhirat kelak  (Lihat: QS al-Baqarah [2] : 85).


Mendirikan Negara Islam atau Khilafah Islam merupakan kewajiban syariah. Upaya mengubah negeri ini -dan negeri kaum muslimin lainnya yang saat ini juga menerapkan sekulerisme, tidak lagi menerapkan Islam pasca Khilafah kaum muslimin terakhir diruntuhkan di Turki pada tahun 1924- Tentu harus diambil metode dari dalil yaitu yang diambil dari sunnah Nabi saw. 


Dalam mendirikan Negara Islam. Metode tersebut tercermin dalam tiga tahapan: 


(1) pengkaderan (at-tatsqîf); 

(2) interaksi dengan umat (at-tafâ’ul), termasuk di dalamnya adalah pencarian dukungan dan pertolongan (thalab an-nushrah); 

(3) penerimaan kekuasaan dari pemilik kekuasaan (istilâm al-hukmi). 


Sunnah Nabi saw menunjukkan atas tiga tahapan tersebut dalam mendirikan Negara Islam di Madinah. Dengan demikian kita wajib mengikuti metode yang tercermin dalam tiga tahapan.


Secara umum ada persamaan antara masyarakat kita dan masyarakat Makkah atau pra-Madinah dalam hal pemikiran, perasaan dan sistem kufur yang mendominasinya. Yang berbeda hanyalah keyakinan mayoritas individunya. Di masyarakat Makkah kebanyakan kaum musyrik. 


Adapun di masyarakat kita saat ini kebanyakan kaum Muslim. Karena itu yang kita lakukan adalah menyeru mereka untuk melanjutkan kehidupan Islam di dalam institusi Khilafah Islam sebagaimana dulu.


Dengan demikian kita wajib terikat dan konsisten dengan tiga tahapan di atas sebagaimana dicontohkan Nabi saw. saat berdakwah di Makkah. Karena itu, tidak boleh ada kekerasan fisik/bersenjata, misalnya, untuk menegakkan Khilafah. 


Ada yang mengatakan bahwa metode ini adalah hasil ijtihad, sama dengan hasil ijtihad lainnya. Setiap hasil ijtihad ada kemungkinan benar dan salah.


Karena itu mereka berpendapat kita harus membantu kelompok lain yang memiliki pengaruh politik seperti parpol yang saat ini ikut kontestasi Pemilu, dalam menerapkan hasil ijtihadnya agar kelompok-kelompok tersebut dapat berkuasa dan kemudian mendirikan Khilafah.


Untuk memperjelas sikap dan pilihan ijtihad di depan pernyataan dan harapan ini, penulis ingin menyampaikan hal-hal berikut ini:


Benar, metode ini adalah hasil ijtihad dan diambil dari Sunnah Nabi saw. Benar, setiap hasil ijtihad ada kemungkinan benar dan salah, tidak terkecuali metode dalam mendirikan Khilafah. Namun, harus disadari bahwa hukum syariah bagi setiap individu dan jamaah tidak berubah dan tidak berbilang. 


Karena itu kita harus berpegang teguh pada pemahamannya tentang metode mendirikan Negara Islam. Tidak boleh bagi kita untuk mengambil metode lain sekalipun metode itu hasil dari istinbâth (penggalian hukum) yang shahih. 


Meninggalkan metodenya meski kemudian kembali lagi, adalah sama dengan meninggalkan hukum syariah. Ini tidak boleh.


Di sini penulis harus menyebutkan bahwa setiap metode harus dikaitkan dengan metode hasil ijtihad yang digali dari dalil-dalil yang rinci. Sungguh jelas bagi kami selama pengkajian kami atas beberapa kelompok dan partai Islam bahwa mereka salah dalam memahami arti metode. 


Inilah sebabnya mengapa mereka mengubah metode sepenuhnya begitu mereka menghadapi masalah kecil, lalu beralih ke metode dan pendekatan lain. Mereka selalu mengalami kegagalan demi kegagalan, dan akhirnya meninggalkan Islam dan beralih semata untuk orientasi kekuasaan.


Masalah metode yang merupakan bagian dari hukum syariah sudah menjadi masalah yang tidak ada dalam pikiran dan pemahaman mereka. Akibatnya, mereka dengan mudah mengubah metodenya. 


Alasannya, mereka melakukan itu sesuai kemaslahatan umum, apalagi maslahat merupakan salah satu di antara hukum syariah. Padahal menjadikan maslahat sebagai dalil adalah cara berdalil yang salah. Ini bisa menjadi alasan untuk memberi topeng syariah atas perkara-perkara haram. Sungguh ini tidak boleh.


Sungguh, tidak ada maslahat yang lebih besar dan lebih agung daripada penerapan hukum-hukum Allah SWT di tengah-tengah masyarakat. Sebabnya, hanya ini yang menyelamatkan kaum Muslim dari kekufuran, kezaliman dan kefasikan.


Oleh karena itu, metode yang tidak berasal dari dalil-dalil yang rinci dan tidak melalui ijtihad yang sahih, juga yang berdasarkan pada cara pengambilan dalil yang salah, tidak dianggap sebagai metode Islam menurut kami, juga bukan metode hasil ijtihad. Itu merupakan metode yang didasarkan pada hawa nafsu, yang tidak ada kebenaran dan keabsahan di dalamnya


Kami percaya soal penerapan dan realitanya bahwa metode yang diadopsi  dari Sunnah Nabi saw. Ketiga tahapan tersebut adalah satu-satunya metode yang digali dari Sunnah Nabi saw. dalam mendirikan negara. 


Dengan demikian tidak mungkin ada ijtihad terkait metode yang tidak sejalan dengan metode yang sudah kami jelaskan. Akan tetapi, harus kami katakan bahwa ketika kami menolak pandangan kelompok dan partai Islam lainnya terkait metode mereka dalam mendirikan Negara Islam, tidak berarti—seperti yang diduga oleh mereka yang berpikiran cekak—bahwa kami sama sekali menolak kelompok-kelompok ini. 


Yang jelas kami menganggap para anggotanya sebagai saudara kami dalam Islam. Namun, kami melihat mereka telah melakukan kesalahan besar, yang menjauhkan mereka dari pemahaman syariah yang sahih terkait metode perjuangannya. 


Oleh karena itu, kami mengharuskan diri kami, sebagai saudaranya dalam Islam, untuk beramar makruf kepada mereka sebagai kewajiban syar’i. Pasalnya, Allah SWT telah menjadikan amar makruf sebagai kewajiban yang harus dijalankan semua kaum Muslim (Lihat: QS Ali Imran [3]: 104). 


Oleh karena itu, amar makruf nahi mungkar merupakan kewajiban atas kaum Muslim. Kami sebagai bagian dari umat Islam, memerintahkan para penguasa, kelompok Islam dan kaum Muslim secara umum untuk berbuat kebaikan sebagai kewajiban di antara kewajiban-kewajiban syariah Islam.


Jika Khilafah Islam telah didirikan oleh salah satu kelompok Islam yang manapun, semua kaum Muslim harus berbaiat kepada Khalifah. Kami sebagai salah satu bagian dari umat Islam melihat bahwa baiat kepada Khalifah dan membela Khalifah merupakan kewajiban syariah. 


*Metode Mengubah Masyarakat*


Tidak mungkin mendirikan Negara Islam yang tahan lama dan berkelanjutan tanpa adanya perubahan radikal dan mengakar dalam masyarakat. Satu hal yang harus diperhatikan, metode mendirikan Negara Islam itu harus sejalan dengan metode mengubah masyarakat. Pasalnya, masyarakat itu akan menjadi masyarakat Islam saat pemikiran (al-afkâr) dan perasaan (al-masyâ’ir) mayoritas kaum Muslim bersifat islami serta di tengah-tengah mereka diterapkan sistem (an-nizhâm) Islam. 


Dalil dalam hal ini adalah dalil ‘aqli (rasional) karena ini menghukumi sebuah realita. Masyarakat dihukumi berdasarkan warna pemikiran dan perasaan yang dominan, serta sistem yang diterapkan. Jika Kapitalisme, yang terbentuk adalah masyarakat kapitalis. 


Jika Sosialisme, yang terbentuk adalah masyarakat sosialis. Jika Islam, yang terbentuk adalah masyarakat Islam. Dengan demikian ini sama persis dengan aktivitas-aktivitas yang dituntut dalam mendirikan Negara Islam.


Aktivitas mendirikan Negara Islam yang sesuai dengan metode Nabi saw. menuntut: pembentukan opini umum (ar-ra’yu al-‘âm) tentang pemerintahan Islam yang berasal dari kesadaran umum (ar-wa’yu al-‘âm) akan penting dan wajibnya mendirikan Pemerintahan Islam serta pendirian pemerintahan Islam melalui an-nushrah, yaitu dukungan dan pertolongan. 


Semua ini sesuai dengan aktivitas mengubah masyarakat. Ini adalah rasional.


Aktivitas mendirikan Negara Islam adalah syar’i (bersumber dari dalil syariah). Ini memberikan kekuatan untuk perubahan karena adanya kesesuaian antara apa yang syar’i dan yang ‘aqli (rasional). 


Hal ini akan menghantarkan pada perubahan yang hakiki serta memberikan kepercayaan lebih besar pada perubahan Islam.


Sungguh, kesesuaian ini semakin menguat ketika Negara Islam memperluas wilayahnya hingga mencakup berbagai masyarakat yang berbeda pada saat suatu masyarakat memeluk Islam dan berada dalam kekuasaannya. 


Lalu Negara Islam menjadikan masyarakat itu menerima pemikiran Islam dan tunduk pada sistem Islam karena pemikiran dan sistem ini bersifat global.


2. Adanya lembaga DPR, PRESIDEN dan PERADILAN yang harus dipisahkan adalah paham atau ajaran kekuasaan yang berasal dari Montesqueue, yang berpandangan kekuasaan harus dipisahkan (Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif). Ajaran ini tidak pernah dikenal dalam Islam.


Dalam Islam, Khilafah adalah lembaga kekuasaan yang meliputi kekuasaan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif sekaligus. Hanya Khalifah yang punya wewenang mengadopsi hukum dan perundangan. Adapun peradilan, nantinya didelegasikan melalui lembaga al Qadla (peradilan), baik Qadly Hisbah, Qadly Madzalim maupuj Qadly Khushumat.


Lembaga seperti DPR dan MPR tidak dibutuhkan dalam Islam, namun nanti dibentuk lembaga Majelis Umat yang fungsinya untuk mengontrol atau memberikan masukan kepada Khalifah. Anggota Lembaga Majelis Umat ini dipilih oleh rakyat.


Untuk mengatur sendi-sendi prikehidupan bernegara, maka Khalifah akan menggunakan al Qur'an dan as Sunnah sebagai sumber hukum, lalu berijtihad untuk mengadopsi hukum dan perundangan berdasarkan al Qur'an dan as Sunnah untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Khalifah akan dibantu para Ulama untuk mengadopsi hukum dan perundangan, tidak lagi dibutuhkan lembaga DPR untuk membuat UU.


3. Yang akan menjadi Khalifah adalah orang yang dipilih dan diridloi oleh Umat Islam, dan yang memenuhi syarat, yaitu : Muslim, laki laki, berakal, adil, dewasa (baligh), merdeka, dan memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas kekhilafahan. Inilah, 7 syarat akad untuk menjadi seorang Khalifah.


Mengenai siapa orangnya, penulis menyampaikan nama Syaikh Atho' Abu Rusytoh sebagai calon Khalifah. Beliau menuhi 7 syarat dimaksud, dan beliau adalah amir (pimpinan) dari jama'ah Hizbut Tahrir.


4. Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin. Hanya ada satu Khilafah dan seorang Khalifah bagi seluruh kaum muslimin. Khilafah adalah global state, bukan nation state.


Saat Khilafah tegak di suatu negeri (misalnya di Indonesia), maka Khilafah akan menyatukan seluruh negeri kaum muslimin dibawah satu panji kekhilafahan Islam. Jadi, kelak kaum muslimin bersatu dibawah panji Khilafah dan dipimpin oleh seorang Khalifah. [].


https://abulwafaromli.blogspot.com/2022/12/bagaimana-merubah-negeri-ini-menjadi.html?m=1


#istiqomahdijalandakwah

#janganpalsukankhikafah

#khilafahajaranislam

Sunday, December 4, 2022

Politik artinya

 Di dalam bahasa Arab, Politik dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa – yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur perkara). Jadi, asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun). Dalam realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri (Khalifah) mengurusi (yasûsu) rakyatnya, mengaturnya, dan menjaganya. Dengan demikian, politik merupakan pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib). Dengan kata lain politik Islam adalah ri'ayah syu'un al-ummah dakhiliy[an] wa kharijiy[an] bi al-ahkam al-islamiyyah (mengurusi urusan ummat di dalam negeri dan luar negeri dengan hukum-hukum Islam. 


Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya : “Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah”.[3] Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin, mengingkari keburukannya dan menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Berkaitan dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda : “Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka ia bukan dari golongan mereka.” (HR. Al Hakim).


Dari definisi ini jelaslah bahwa politik (siyasah) dalam Islam adalah ri'ayah syu'un al-ummah (mengurusi urusan umat), bukan seperti :  "Politik dalam DEMOKRASI yang BERORIENTASI pada KEKUASAAN dengan MENGABAIKAN aturan-aturan AL-KHALIQ." 


Aktivitas politik dalam DEMOKRASI yang MENGHALALKAN segala CARA, menerapkan dan membuat hukum-hukum buatan MANUSIA serta mengeliminasi hukum-hukum ALLAH, merupakan kemaksiatan. Sebaliknya, aktivitas POLITIK dalam ISLAM yang bertujuan untuk menegakkan hukum-hukum ALLAH dan menjadikan ISLAM sebagai RAHMATAN LIL 'ALAMIN merupakan KEWAJIBAN.

JANGAN KAU TELAN MENTAH-MENTAH DAWUH MASYAYIKH

 *JANGAN KAU TELAN MENTAH-MENTAH DAWUH MASYAYIKH*


Oleh : Abulwafa Romli

https://abulwafaromli.blogspot.com/2022/04/jangan-kau-telan-mentah-mentah-dawuh.html?m=1


*Tidak Ada Masyayikh Yang Saya Lecehkan Atau Saya Bullying. Ambil Saja Ibrohnya Dengan Barbaik Sangka*


*Bismillaahir Rohmaanir Rohiim*


Betapa sayangnya masyayikh kepada santrinya. Tetapi ada saja oknum masyayikh yang tega menjual dan mengorbankan santrinya dengan receh dunia yang rendah dari rempah-rempah demokrasi, yaitu ketika musim pemilu tiba atau ketika dana datang dari lembaga berkepentingan. Karenanya, jangan telan mentah-mentah dawuh masyayikh. Timbang dulu dengan timbangan syariah Islam kaffah yang telah kita kaji dan pahami dari kitab-kitab kurikulum pesantren, dari Fathul Qarib, Fathul Mu'in sampai Fathul Wahhab dan lainnya. 


Apalagi ketika dawuh (perkataan) masyayikh itu memiliki makna manthuq (tekstual) dan makna mafhum (kontektual) yang ketika diambil lalu dilakukan tidak termasuk maksiat kepada Allah dan RasulNya, maka siapapun dari santrinya boleh beraktifitas sesuai makna yang dipahaminya, baik secara mafhum maupun manthuqnya, tentu ketika tidak ada maksiat kepada Allah dan RasulNya SAW. Dan diantara dua golongan santri yang berbeda aktifitasnya karena berbeda pemahamannya, tidak boleh saling menyalahkan dan menstigma yang lainnya "tidak nurut dawuh masyayikh". Karena di masa Nabi SAW, para sahabat pun pernah mengalami kondisi seperti ini. 


عن عائشةَ رَضيَ اللهُ عنها, قالت : «لمَّا رجَعَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ مِن الخَنْدقِ وضَعَ السِّلاحَ، فاغتَسَلَ، فأتاهُ جِبريلُ وهو يَنفُضُ رَأسَه مِن الغُبارِ، فقال: وضَعْتَ السِّلاحَ؟ واللهِ ما وضَعْناهُ، اخْرُجْ إليهم، فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: فأينَ؟ فأشار إلى بَني قُرَيظةَ» رواه البخاري و مسلم


Dari Aisyah ra berkata; "Ketika Rasulullah SAW baru datang dari perang Khondaq, beliau meletakkan senjata, lalu mandi. Tiba-tiba Jibril datang dengan mengibaskan rambut kepalanya dari debu seraya berkata; "Engkau meletakkan senjata? Demi Allah, kami belum meletakkan senjata. Keluarlah kepada mereka!". Rasulullah saw bersabda; "Kemana?". Lalu Jibril menunjuk ke arah Bani Quraidhah". (HR. Bukhari dan Muslim). 


عن عبدالله بن عمر رضي الله عنهما قال; 

 قَالَ النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَومَ الأحْزَابِ: لا يُصَلِّيَنَّ أحَدٌ العَصْرَ إلَّا في بَنِي قُرَيْظَةَ. فأدْرَكَ بَعْضُهُمُ العَصْرَ في الطَّرِيقِ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لا نُصَلِّي حتَّى نَأْتِيَهَا، وقَالَ بَعْضُهُمْ: بَلْ نُصَلِّي، لَمْ يُرِدْ مِنَّا ذلكَ، فَذُكِرَ ذلكَ للنَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَلَمْ يُعَنِّفْ واحِدًا منهمْ. رواه البخاري و مسلم 


Dari Abdullah bin Umar ra, ia berkata; "Pada perang Ahzab Rasulullah saw bersabda; "Janganlah seseorang menunaikan shalat ashar, kecuali di Bani Quraidhah". Lalu sebagian sahabat bertemu waktu ashar di jalan dan berkata; "Kami tidak akan shalat (ashar) sampai datang ke Bani Quraidhah". Sebagian sahabat lainnya berkata; "Tetapi kami akan shalat. Nabi tidak menghendaki itu (shalat di Bani Quraidhah). Lalu hal tersebut disampaikan kepada Nabi saw. Lalu beliau Nabi tidak mencerce seorangpun dari sahabat". (HR. Bukhari dan Muslim). 


Pada hadits di atas, Nabi saw menyuruh sahabat berjalan cepat menuju Bani Quraizhoh dan melarang menunaikan shalat ashar kecuali di Bani Quraidhah. Setelah mereka berjalan dan sebelum sampai ke Bani Quraizhoh, masuklah waktu shalat ashar. Sebagian mereka berkata, bahwa mereka tidak akan menunaikan shalat ashar meskipun sudah masuk waktunya kecuali di Bani Quraizhoh, karena mengamalkan zhahir (teks) lafafz sabda Nabi saw. Sebab bagi mereka berhenti untuk shalat itu melanggar perintah berjalan cepat. Mereka mentakhshish keumuman perintah shalat di awal waktu itu ketika tidak ada uzur. Sedang perintah Rasulullah saw harus dilaksanakan meskipun mereka tidak mendapat fadilah shalat di awal waktu, karena berpegang pada manthuq (tekstual) sabda Rasulullah saw. 


Sedang sebagian sahabat justru menunaikan shalat ashar di jalan karena memandang makna mafhum (konteks) perintah Nabi saw, bukan zhahir (teks) lafadznya. Mereka berkata, "Nabi tidak menghendaki itu (shalat di Bani Quraizhoh) dari kami". Yakni bahwa wasiat Nabi dengannya, hanya supaya mereka berjalan lebih cepat. Maka ketika masuk waktu ashar dan mereka mengerti dengan yang dikehendaki Rasulullah SAW, maka mereka ingin meraih fadhilah shalat di awal waktu, lalu berjalan cepat menuju Bani Quraidhah melaksanakan perintah Rasulullah saw agar segera sampai di sana. 


Kemudian peristiwa yang telah terjadi diantara dua kelompok sahabat itu dilaporkan kepada Rasulullah saw. Dan beliau tidak ingkar terhadap seorangpun dari mereka. Tidak ingkar kepada mereka yang meninggalkan shalat di jalan di awal waktu, juga tidak ingkar kepada mereka yang shalat di jalan karena memahami bahwa perintah itu hanyalah kinayah dari berjalan cepat. Ini adalah iqrar (ketetapan) dari Nabi SAW atas perbuatan sahabat, dan iqrarnya adalah sunnah. 


***


Juga saya menemukan kisah menarik beredar di dunia maya begini ;


"Ketika sakit menjelang wafatnya, seorang ayah berpesan pada kedua anaknya ; Ingat dua hal ini ya; 


Pertama, *jangan pernah kamu menagih piutang.* 

Kedua,  *jangan pernah tubuhmu terkena terik matahari secara langsung.* 


Lima tahun berlalu setelah sang ayah wafat, sang ibu datang menengok anak sulungnya yang menyedihkan seraya berkata :


“Wahai anak sulungku kenapa kondisi bisnismu demikian?”


Si Sulung menjawab : 

“Saya mengikuti pesan ayah bu…

Ayah bilang, saya dilarang menagih piutang kepada siapapun sehingga banyak piutang yang tidak dibayar dan lama-lama habislah modal saya..

Terus ayah melarang saya terkena sinar matahari secara langsung dan saya hanya punya sepeda motor. Itulah sebabnya pergi dan pulang kantor saya selalu naik taxi, beginilah akhirnya".


Sang ibu merenung... 

Kemudian sang ibu pergi ke tempat si bungsu. Ternyata si bungsu sekarang menjadi orang sukses. 


Sang ibu pun bertanya : “Wahai anak bungsuku, hidupmu sedemikian beruntung, apa rahasianya?”.


Si bungsu menjawab : 

“Ini karena saya mengikuti pesan ayah bu..

Pesan yang pertama saya dilarang menagih piutang kepada siapapun. Oleh karena itu saya tidak pernah memberikan hutang kepada siapapun, tetapi saya beri sedekah sehingga modal saya menjadi berkah”.


Pesan kedua saya dilarang terkena sinar matahari secara langsung. Karena saya hanya punya motor, maka saya selalu berangkat sebelum matahari terbit dan pulang setelah matahari terbenam, sehingga para pelanggan tahu toko saya buka lebih pagi dan tutup lebih sore”. s e l e s a i


***


*Mengambil Pelajaran dari hadits dan kisah di atas :*


Demikian juga ketika Masyayikh NU berpesan kepada santrinya terkait banyaknya santri yang ganung dengan harokah dakwah syariah kaffah dan khilafah, Hizbut Tahrir ; "Kamu Jangan keluar dari NU", maka bisa diartikan begini, kamu jangan keluar dari syariah Islam yang menjadi pedoman NU dan karenanya NU berdiri, yaitu syariah yang telah digali dan ditabanni oleh empat Imam Madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad). Dan ternyata kewajiban berislam kaffah dan menegakkan khilafah itu telah disepakati oleh Empat Imam madzhab. Berarti ikut gabung dengan keharokah yang mendakwahkan syariah Islam kaffah dan khilafah itu tidak keluar dari madzhab empat imam, berarti juga tidak keluar dari NU. Dengan konteks ini, santri juga tidak bermaksiat kepada Allah SWT. Karena berislam kaffah dan menegakkan khilafah adalah kewajiban dari Allah SWT. 


Juga ketika Masyayikh berkata, "Kamu jangan keluar dari akidah NU", yakni akidah yang merujuk kepada rumusan akidah yang telah digali dan ditabanni oleh Syaikh Abul Hasan Al Asy'ari dan Syaikh Abu Manshur Al Maturidi, yang diklaim sebagai akidah Ahlussunnah Waljamaah (ASWAJA). Bukan akidah Asy'ariyyahnya dan bukan pula akidah Maturidiyyahnya. Khusus Akidah Ahlussunnah Waljamaah Imam Abul Hasan Asy'ari itu tertuang dalam tiga kitabnya; Al Ibanah, Alwajiz dan Maqolatul Islamiyyin. Dan rumusan aqidah di tiga kitab tersebut ternyata sama dengan yang telah disinggung oleh Syaikh Taqiyuddin Annabhani terutama dalam kitab Syakhshiyyahnya, yaitu menjalankan ayat-ayat Alqur'an dan hadits terkait shifat dan nama Allah apa adanya, tanpa takwil dan tanpa falsafah,  tanpa tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk) dan tanpa ta'thil (meniadakan sifat Allah, padahal Allah sendiri yang telah menyebutnya, seperti Allah punya wajah dan tangan). Meskipun ada perbedaan, tapi hanya dalam ungkapan saja, atau hanya jalannya yang berbeda, tapi makna dan tujuannya sama.  Yakni hanya perbedaan redaksional saja.


Jadi mengimani akidah Islam yang telah digali dan ditabanni oleh Syaikh Taqiyuddin Annabhani dab Hizbut Tahrir yang didirikannya itu tidak keluar dari akidah Imam Abul Hasan As'ari, bukan As'ariyyahnya. Berarti tidak keluar dari akidah NU.


Apalagi Hizbut Tahrir itu hanya mentabanni akidah Islam saja untuk menjadi asasnya dan untuk menjadi ikatan yang kokoh diantara anggota-anggotanya. Sedang selain akidah Islam, Hizbut Tahrir tidak membuat rumusannya dan tidak mentabanninya, semuanya diserahkan kepada masing-masing anggota yang datang dari berbagai organisasi dan berbagai jama'ah. Hanya saja Hizbut Tahrir telah membuat standar / patokannya, seperti dalil akidah itu harus qoth'i tsubut dan qoth'i dalalah dan seterusnya. Dan patokan akidah Hizbut Tahrir ternyata cocok dengan akidah Imam Abul Hasan Asy'ari dalam tiga kitabnya di atas. Siapapun bisa membaca dan menelitinya sendiri untuk membuktikan kebenaran bahkan kesalahan dari apa yang telah saya sampaikan. 


Dan apalagi Hizbut Tahrir juga tidak mentabanni rumusan fiqih ibadah. Ini bukan berarti menolak atau mengingkarinya, tapi terkait ibadah mahdhoh seperti fiqih shalat dan puasa dan seterusnya, Hizbut Tahrir menyerahkan sepenuhnya kepada semua anggotanya masing-masing yang berangkat dari berbagai organisasi islam yang ada, terserah mau pakai madzhab siapa dan kitab apa. Kecuali dalam mengawali dan mengakhiri puasa Ramadhan dan terkait muamalah dengan unsur riba, maka Hizbut Tahrir telah mentabanni rukyat global dan pendapat terkuat. 


Ini adalah nasehat kepada para alumni pondok pesantren manapun, supaya mereka tidak menelan mentah-mentah dawuh (perkataan) masyayikhnya, supaya mereka tidak menjadi penghalang dakwah kepada penerapan syariah Islam kaffah melalui penegakkan khilafah. Dan supaya mereka tidak terjerumus menolak dan melecehkan ajaran dan hukum Islam yang mujmak 'alaih dimana bisa menyebabkan riddah / murtad. Na'udzu billahi min dzalik. 


Apalagi ketika dawuh masyayikhnya jelas-jelas mengajak kepada maksiat kepada Allah, seperti menolak dakwah berislam kaffah dan menegakkan khilafah, baik disadari atau tidak disadari, maka jelas pula, santri tidak boleh mengikutinya. Karena tidak ada ta'at kepada almakhluq dalam maksiat kepada Alkholiq. Ketika santri masih mengikutinya, maka kebangkrutan di akherat telah menanti, tanpa bisa ditolong oleh masyayikh, karena sudah sama-sama bangkrutnya. Karena masyayikh yang bisa menolong santrinya adalah masyayikh yang tida bangkrut. 


*Sekarang baca dan tadabburi ayat dan hadits berikut* :


1. Terkait kewajiban berislam kaffah. Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kalian".


2. Terkait mengikuti sunnah Alkhulafa Arrosyidin, yaitu sistem khilafah warisan Rasulullah SAW. Beliau bersabda :


أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى إِخْتِلَافًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسَنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِى النَّارِ. رواه أحمد وأبو داود والترميذي وابن ماجه عن العرباض بن سارية رضي الله عنه


"Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah SWT, mendengar dan taat (kepada khalifah / amirul mukminin), meskipun kalian dipimpin oleh seorang hamba sahaya. Karena sesungguhnya siapa saja di antara kalian yang masih diberi hidup, maka ia akan melihat banyak perselisihan. Karena itu, hendaklah kalian berpegang teguh (meyakini, mempraktekkan dan memperjuangkan) terhadap sunnahku dan sunnah Alkhulafa Arrosyidin Almahdiyyin (para khalifah yang cerdas dan mendapat petunjuk), gigitlah sunnah itu dengan gigi-gigi geraham. Dan jauhilah segala perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru adalah bid'ah, setiap bid'ah adalah sesat dan setiap sesat itu di neraka". 

(HR Imam Ahmad, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Majah dari Irbadl bin Sariyah ra.).


3. Terkait ta'at. Rasulullah SAW bersabda :


 إِنَّمَا الطَّاعَةَ فِي الْمَعْرُوْفِ


“Sesungguhnya ketaatan itu hanya pada kebaikan saja”. 

(HR Muslim, Bukhari, dan Abu Dawud).


Dan bersabda :


لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ


 “Tidak ada ketaatan kepada makhluq dalam berbuat maksiat kepada Al Khaliq (Allah)”. (HR Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf VI/545 nomor 33717; Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf II/383 nomor 3788).


4. Terkait masyayikh yang bangkrut tidak bisa menolong santrinya. Allah SWT berfirman :


اِذْ تَبَرَّاَ الَّذِيْنَ اتُّبِعُوْا مِنَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا وَرَاَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْاَسْبَابُ 


"(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti berlepas tangan dari orang-orang yang mengikuti, dan mereka melihat azab, dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus. (QS. Al-Baqarah: 166).


وَقَالَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا لَوْ اَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّاَ مِنْهُمْ ۗ كَمَا تَبَرَّءُوْا مِنَّا ۗ كَذٰلِكَ يُرِيْهِمُ اللّٰهُ اَعْمَالَهُمْ حَسَرٰتٍ عَلَيْهِمْ ۗ وَمَا هُمْ بِخٰرِجِيْنَ مِنَ النَّارِ ࣖ ﴿البقرة : ۱۶۷﴾


"Dan orang-orang yang mengikuti berkata, “Sekiranya kami mendapat kesempatan (kembali ke dunia), tentu kami akan berlepas tangan dari mereka, sebagaimana mereka berlepas tangan dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal per-buatan mereka yang menjadi penyesalan mereka. Dan mereka tidak akan keluar dari api neraka. (QS. Al-Baqarah: 167).


Bisa saja seorang santri berkata, sebab turunnya ayat itu kan untuk orang-orang kafir. Karena pada akhir ayat Allah juga berfirman, "Dan mereka tidak akan keluar dari api neraka". 

Maka jawabnya, 


العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب


"Pelajaran itu dengan keumuman katanya, bukan dengan kekhususan sebabnya".


Pelajarannya juga para pengikut yang bangkrut sangat kecewa dan menuntut kepada para pemuka yang diikutinya. Tapi apa daya para pemukanya juga sedang mengalami hal yang sama. Jangankan bisa menolong para pengikutnya, menolong dirinya sendiri saja tidak bisa. Kondisi dan pelajaran ini umum. Sedang terkait bisa keluar dari neraka atau tidak bisa keluar itu masalah lain. Tertanggung kondisi matinya, membawa iman atau tidak. 


5. Terkait kewajiban menegakkan khilafah, cukup satu pernyataan saja; 


Dr. Mahmud al-Khalidi rh berkata:


اتفق المسلمون جميعا على وجوب الإمامة. وأن نصب خليفة يتولى رعاية شؤون المسلمين فرض، ليقيم الحدود، ويرفع راية الجهاد، ويحمل الدعوة الإسلامية إلى العالم، وأن يقوم بتطبيق الأحكام، ويصدر القوانين والدستور، ولم يخالف في ذلك أحد يعتد برأيه. فجميع أهل السنة، وجميع الشيعة، والخوارج ما عدا النجدات، والمعتزلة ما عدا الأصم وهشام القوطي، يرون أنه لا بد للناس من إمام، وأن نصبه واجب. {قواعد نظام الحكم في الإسلام، ص 237.}


“Semua kaum muslim telah sepakat atas kewajiban imamah (khilafah), dan bahwa mengangkat seorang khalifah yang mengatur urusan kaum muslim adalah fardhu, untuk menegakkan hudud, mengangkat bendera jihad, mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia, melaksanakan penerapan hukum-hukum syariat, dan membuat UUD dan undang-undang yang lain, dan tidak ada seorangpun yang pendapatnya diperhitungkan yang manyalahi hal itu. Maka semua Ahlussunnah, semua Syiah, Khawarij selain sekte Najdah, Muktazilah selain al-’Asham dan Hisyam al-Quthi, mereka semua berpendapat bahwa manusia harus memiliki seorang imam, dan bahwa mengangkat imam adalah wajib”.


*Terakhir* :


Sealim-alimnya, semakrifat-makrifatnya, masyayikh itu manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan, kekeliruan dan dosa, bukan nabi dan rosul yang makshum, apalagi malaikat yang ketaatannya mutlak. Ketika masyayikh benar, maka kita ikuti dan taati. Tetapi ketika masyayikh salah, keliru dan dosa, maka kita ingatkan dan kita tolong. Sedang tidak taat dan tidak mengikuti ketika mereka salah, keliru dan dosa, adalah bagian dari menolongnya, bukan meremehkannya apalagi menghinanya. Pepatah juga mengatakan, "bahwa setannya orang alim itu lebih alim". Bisa saja masyayikh itu sedang berada dalam jaring jebakan orang-orang jahat yang berkepentingan merusak Islam dan kaum muslimin dan sangat membutuhkan bantuan dari para santrinya. Namun demikian, tetap kita ihtirom dan ta'zhim kepada masyayikh. Sekian. Semoga manfaat. Aamiin.

Saturday, December 3, 2022

TAK KENAL LELAH MENCARI “NUSHRAH”

 TAK KENAL LELAH MENCARI “NUSHRAH”

Oleh: KH Hafidz Abdurrahman


Setelah Rasulullah saw. mengalami ujian yang luar biasa beratnya di Thaif, sebagaimana yang disampaikan Nabi kepada ‘Aisyah, ketika dakwahnya mendapatkan kemenangan, dan telah memiliki negara. 


Tanya ‘Aisyah, “Apakah ada suatu yang lebih berat bagimu, ya Rasulullah, melebihi peristiwa Perang Uhud?” Nabi saw. pun menjawab, “Aku benar-benar telah mendapatkan dari kaummu, apa yang telah aku alami. Itu lebih berat, ketimbang apa yang pernah aku alami.. Ketika aku menawarkan diriku kepada putra Abdi Yalil bin ‘Abdi Kulal, salah seorang pemuka Thaif, namun tidak mau memenuhi apa yang aku inginkan. Aku pun pergi meninggalkannya dengan raut wajah penuh kesedihan. Aku pun merasakan kesedihan hingga sampai di Qarn at-Ta’alib [Qarnu al-Manazil].” [Lihat, Ibn Hajar, Fath al-Bari, Juz VI/312-315]


Setelah mendapatkan bisyarah dari langit, saat di Wadi Nakhlah, ketika Allah mengirim Malaikat Jibril dan Malaikat penunggu gunung untuk membalas perlakuan Bani Tsaqif di Thaif, dan jin-jin yang berdatangan mendengarkan bacaan Nabi saw. saat di lembah itu, Nabi saw. akhirnya kembali ke Makkah dengan perlindungan dari Muth’im bin ‘Adi. Peristiwa Thaif tidak menyurutkan nyali Nabi saw. untuk terus berusaha mencari dukungan [nushrah] dari suku dan kabilah lain. 


Imam az-Zuhri, menuturkan, bahwa kabilah dan suku yang pernah didatangi oleh Rasulullah saw. untuk didakwahi, diajak memeluk Islam dan memberikan “nushrah” untuk menolong dakwahnya adalah Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah, Bani Muharib bin Khashfah, Bani Fazarah, Bani Ghassan, Bani Murrah, Bani Hanifah, Bani Sulaim, Bani ‘Abas, Bani Nashr, Bani Buka’, Bani Kindah, Bani Kalb, Bani al-Harits bin Ka’ab, Bani ‘Udzrah, Bani Hadharimah, namun tak seorang pun dari mereka yang bersedia memenuhi seruannya [Lihat, Syaikh ‘Abdullah an-Najadi, Mukhtashar Sirah ar-Rasul, hal. 149]. 


Hanya saja, kabilah dan suku yang disebutkan oleh az-Zuhri ini tidak semuanya didatangi oleh Nabi saw. pada satu tahun yang sama. Juga tidak pada satu musim haji yang sama, melainkan sudah didatangi sejak tahun 4 kenabian, hingga akhir musim haji, sebelum hijrah ke Madinah. Memang, ada kabilah-kabilah tersebut yang bisa dipastikan telah didatangi oleh Nabi saw. pada tahun 10 kenabian, sebagaimana yang disebutkan oleh al-‘Allamah al-Manshur Fauri [Lihat, Rahmatu li al-‘Alamin, Juz I/74; an-Najib Abadi, Tarikh Islam, Juz I/125].


Mengenai respon berbagai suku dan kabilah yang pernah didatangi oleh Nabi saw. itu telah diuraikan oleh Ibn Ishaq, secara singkat, sebagai berikut: 


1- Bani Kalb, misalnya, telah didatangi Nabi saw. Salah satu suku yang didatangi adalah Bani ‘Abdullah. Mereka diajak Nabi saw. agar mengimani Allah, dan baginda saw. menawarkan dirinya kepada mereka. Sampai Nabi saw. harus menyampaikan kepada mereka, “Wahai Bani ‘Abdullah, sesungguhnya Allah SWT telah memilih nama terbaik untuk orang tua kalian. Namun, mereka tetap tidak menerima apa yang baginda saw. sampaikan kepada mereka.”


2- Bani Hanifah telah didatangi oleh Nabi saw. di rumah-rumah mereka. Mereka telah diajak oleh Nabi saw. untuk mengimani Allah, Nabi saw. juga menawarkan dirinya kepada mereka, tetapi mereka tidak memenuhi seruannya. Bahkan, tak ada satu pun bangsa Arab yang lebih buruk penolakannya kepada Nabi saw. melebihi penolakan mereka. 


3- Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah juga telah didatangi oleh Nabi saw. Mereka telah diajak oleh Nabi saw. untuk mengimani Allah, Nabi saw. juga menawarkan dirinya kepada mereka. Buhairah bin Firas, salah seorang tokoh  mereka, menyatakan kepada Nabi saw, “Demi Allah, kalau sampai aku mengambil pemuda Quraisy ini, maka dengannya, aku akan menguasai bangsa Arab.” Lalu, dia bertanya, “Bagaimana menurutmu, jika kami membai’at kamu dalam urusanmu, kemudian Allah memenangkan kamu terhadap siapa saja yang menentangmu, apakah kami berhak untuk mendapatkan urusan ini setelahmu?” Nabi saw. menjawab, “Urusan ini urusan Allah. Dia akan memberikannya kepada siapa saja yang Dia kehendaki."


Buhairah kemudian menimpalinya, "Bagaimana nalarnya, kami menyerahkan leher kami untuk disembelih bangsa Arab dalam rangka membelamu, lalu ketika Allah memenangkan kamu, kemudian urusan ini tidak menjadi milik kami? Kalau begitu, kami tidak membutuhkan urusanmu.” Mereka pun menolaknya, dan mengusir baginda saw.  


4- Bani Kindah, didatangi oleh Nabi saw. di rumah-rumah mereka. Di antara mereka ada pemuka suku, yang bernama Malih. Mereka diajak oleh Nabi saw. untuk mengimani Allah, Nabi saw. juga menawarkan dirinya kepada mereka. Namun, sayang mereka tidak mau menerima ajakan Nabi saw. Dalam riwayat lain, Nabi bertanya, “Dari manakah kaum itu?” Mereka menjawab, “Dari penduduk Yaman.” Nabi saw. bertanya, “Yaman mana?” Mereka menjawab, “Dari Kindah.” Nabi saw. bertanya lagi, “Dari Kindah yang mana?” Mereka menjawab, “Dari Bani ‘Amir bin Mu’awiyah.” Nabi saw. bertanya, “Apakah kalian memiliki sesuatu [untuk mewujudkan] kebaikan?” Mereka bertanya, “Apa itu?” Nabi saw. menjawab, “Kalian bersaksi, bahwa tidak ada Dzat yang berhak disembah, kecuali Allah. Mendirikan shalat, dan mengimani apa yang dibawa dari Allah SWT.” 


Ada juga para syaikh kaumnya, yang bertanya kepada Nabi saw, “Jika kamu menang, apakah Engkau akan menjadikan kekuasaan itu menjadi milik kami?” Nabi saw. menjawab, “Sesungguhnya kekuasaan itu milik Allah, Dia akan berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki.” Mereka mengatakan, “Kalau begitu, kami tidak membutuhkan apa yang Engkau bawa kepada kami.” 


Nabi saw. juga mendatangi Bani Hamdan, saat musim haji, ketika mereka di Arafah, tempat wukuf. Nabi saw. sampaikan kepada mereka, “Apakah ada di antara kalian yang bisa membawaku kepada kaumnya? Karena kaum Quraisy telah menghalangiku untuk menyampaikan firman Tuhanku ‘Azza wa Jalla.” Maka, seseorang dari Bani Hamdan mendatangi baginda saw. Baginda saw. bertanya, “Dari manakah kamu?” Orang itu menjawab, “Dari Hamdan.” Nabi saw. bertanya, “Apakah kaummu mempunyai kekuatan [untuk melindungi dakwah]?” Dia menjawab, “Tentu.” Tapi, orang ini khawatir, baginda saw. akan disepelekan oleh kaumnya. Nabi saw. pun bersabda kepadanya, “Aku akan mendatangi mereka tahun depan. Aku akan mendatangimu tahun depan.” Dia menjawab, “Baik.” 


Dia pun meninggalkan Nabi saw. Pada bulan Rajab, delegasi kaum Anshar pun tiba. Ini telah diriwayatkan oleh empat pemilik kitab Sunan, dari berbagai jalur. At-Tirmidzi berkomentar, “Hadits ini statusnya hasan shahih.” [Lihat, Ibn Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz I/430]


Pendek kata, nushrah yang diharapkan oleh Nabi saw. saat itu belum kunjung tiba. Justru sebaliknya, apa yang dialami oleh Nabi saw. menggambarkan sebaliknya. Tetapi, Nabi saw. tidak pernah putus asa. Bahkan, ketika Nabi saw. mendatangi suku dan kabilah yang datang haji, di Arafah, saat mereka wukuf, selalu dikuntit oleh Abu Lahab. Apa yang disampaikan oleh Nabi kepada mereka selalu dimentahkan dan diserang balik. 


Semua peristiwa itu disaksikan oleh ‘Ali dan Abu Bakar yang menemani Nabi saw. saat mengontak mereka di Arafah. Begitulah perjuangan Nabi saw. dalam mendapatkan nushrah, penuh berliku, tidak mudah, dan melelahkan.


#PerjuanganMenujuKebangkitan