Saturday, July 20, 2019

# Respon Muslim Hindia Belanda Atas Runtuhnya Khilafah*

# Respon Muslim Hindia Belanda Atas Runtuhnya Khilafah*
.
Pada 3 Maret 1924 Khilafah Utsmani diruntuhkan oleh antek penjajah Inggris Mustafa Kamal Pasha Attaturk _laknatullah!_ Sehari kemudian koran berbahasa Belanda memberitakannya. Gemparlah Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Selang beberapa waktu, berita serupa dalam bahasa Melayu pun bermunculan. Sikap pemberitaan maupun respon dari Indonesia bisa datang secara segera, meskipun teknologi transportasi dan komunkasi-informasi saat itu belum secanggih saat ini.
.
Tak menyia-nyiakan kesempatan, Syarif Husein mantan Amir Makkah (mantan Gubernur Makkah) langsung mendeklarasikan diri sebagai khalifah. Tentu saja mendapatkan penolakan keras dari dunia Islam karena semasa Khilafah Utsmani masih berdiri saja, dia _bughat_, melepaskan Hijaz (Makkah, Madinah dan sekitarnya) dari pangkuan Khilafah Utsmani.
.
Umat Islam di Indonesia pun menggelar Kongres Al-Islam II yang diadakan pasa 19-21 Mei 1924. Dalam pidato pembukaan kongres, KH Agus Salim menegaskan, Kongres Al-Islam ini perlu mencari solusi atas permasalahan khilafah. Bagi Agus Salim keberadaan sebuah pemerintahan Islam yang merdeka adalah suatu hal yang penting.
.
*Komite Khilafah*
.
Pucuk dicinta, ulam tiba. Sekitar pertengahan 1924, beberapa tokoh umat Islam di Surabaya menerima surat undangan dari ulama Al Azhar Mesir untuk kongres khilafah pada Maret 1925. Surat juga berisi tujuh belas poin penjelasan soal kekisruhan pasca runtuhnya Khilafah Turki Usmani.
.
“Secara garis besar ada dua hal yang ditekankan. Salah satunya adalah persoalan khilafah merupakan bagian dari syariat dan wajib untuk ditegakkan kembali,” ungkap sejarawan Septian AW kepada _Media Umat_, Senin (18/9/2017).
Maka pada 4 dan 5 Oktober para tokoh Islam mengadakan pertemuan di Madrasah Tarbiatoel Aitam, Genteng, Surabaya untuk membahasnya. Dihadiri oleh Sarekat Islam, Muhammadiyah, Al-Irsyad, At-Tadibiyah, Tasfirul Afkar, Ta’mrul Masyajid, dll.
Tokoh Syarikat Islam (SI) Oemar Said Tjokroaminoto dalam pidatonya menyampaikan tentang perlunya umat Islam memiliki seorang khalifah dan perlunya peran aktif umat Islam di Indonesia untuk kepentingan khilafah.
.
Namun forum nampak kurang PD karena kuatir Mesir menganggap Nusantara hanya seperti lalat saja. Kemudian Haji Fakhruddin, seorang tokoh Muhammadiyah, memberi kepercayaan diri bagi umat Islam Indonesia. Jika memang benar orang Mesir memandang rendah orang Indonesia sebagai lalat, biarkan mereka tahu seperti apa lalat ini. Dia menegaskan, Islam tidak membuat perbedaan ras, orang Indonesia tidak kalah dari orang Mesir.
.
Lalu Tjokroaminoto pun mengingatkan forum akan pentingnya kongres di Mesir. “Belum pernah dalam sejarahnya diadakan sebuah kongres agama Islam sedunia, kongres ini akan menjadi yang pertama. Oleh karena hal ini menjadi suatu kewajiban umat Islam maka utusan sangat perlu dikirim ke Kairo. Ada banyak orang Indonesia yang cakap menjadi utusan dan tidak akan dihina,” tegasnya.
.
Forum setuju. Maka Fakhruddin mengusulkan agar mendirikan Komite Khilafah (Comite Chilafat). Terpilihlah Wondo Soedirdjo sebagai ketua komite dan KH Abdul Wahab Hasbullah [yang kelak pada 1926 mendirikan Nahdlatul Ulama] sebagai wakilnya.
.
Komite ini bertugas untuk menetapkan delegasi dan mandat yang dibawa, serta biaya delegasi. Dan juga menyiarkan pergerakan ini ke suluruh Hindia Belanda.
.
Lalu muncul cabang Komite Khilafah di berbagai daerah seperti: Yogyakarta, Babat, Cirebon, Pasuruan, Menes, Buitenzorg, Jampangkulon, Cianjur, Banjarmasin dan lainnya.
.
Kemudian pada 25-27 Desember 1924 digelarlah Kongres Al-Islam Luar Biasa di Surabaya. Dihadiri oleh utusan dan wakil dari 68 organisasi pada masa itu: Muhamadiyah dan cabangnya; Sarekat Islam dan SI lokal; Al-Irsjad dan cabangnya. Serta berbagai sub-Comite Chilafaat. Organisasi lokal Surabaya juga hadir seperti: Watonniyah, Attahdibiyah, Khoerriyah, Tarbiatul Aitam, Taswirul Afkar, Ta'mirul Masajid.
.
Dalam kongres yang berlangsung selama tiga hari tersebut didapat tiga kesepakatan. _Pertama_, wajib hukumnya terlibat dalam perjuangan khilafah. _Kedua_, aka
n terus didirikan Komite Khilafah di seluruh Indonesia. _Ketiga_, akan mengirimkan tiga orang utusan sebagai wakil umat Islam di Indonesia ke Kongres Kairo dengan enam butir mandat yang telah disepakati. Tiga orang utusan tersebut adalah Surjopranoto dari Sarekat Islam, Haji Fachruddin dari Muhammadiyah dan KH Abdul Wahab Hasbullah.
.
Namun dengan berbagai tekanan dan intrik dari penjajah, pada hari H ternyata Kongres Khilafah di Mesir diundur ---Dan hingga hari ini tak pernah terlaksana. Kaum Muslimin Hindia Belanda pun sedih.
.
*Terpalingkan dari Perjuangan*
.
Awal tahun 1925 Ibnu Saud (kelak mendirikan Kerajaan Arab Saudi ketiga) berhasil mengalahkan Syarif Husein dan menguasi Makkah. Ibnu Saud mengundang segenap perwakilan Muslim sedunia untuk hadiri Kongres Makkah.

“Tentu saja ini membuat senang kaum Muslimin di Nusantara, karena harapan punya khalifah baru akan segera terlaksana,” beber Septian.

Maka digelarlah Kongres Al Islam IV. Namun sangat disayangkan dalam kongres terjadi friksi ketika membahas mazhab yang dianut Ibnu Saud. Tarbiatul Aitam, Taswirul Afkar dan Ta'mirul Masajid merasa mazhab di Makkah tersebut sangat tidak toleran dengan perbedaan masalah cabang _(furu’iyah)_.

Friksi memanas berujung pada keluarnya ketiga organisasi itu dari kongres kemudian membentuk Komite Hijaz untuk membahas persoalan keberlangsungan mazhab di Makkah. Januari 1926 Komite Hijaz berubah menjadi Nahdhatul Ulama.
.
Jelang keberangkatan ke Makkah, digelarlah Kongres Al Islam V. Kongres tidak dihadiri utusan NU. Antusiasme terhadap Ibnu Saud semakin tinggi. Kongres memutuskan mengirim Tjokroaminoto (SI) dan KH Mas Mansur (Muhammadiyah) menjadi delegasi Hindia Belanda ke Kongres Makkah.
.
Namun sangat ironis, dalam Kongres Makkah, Ibnu Saud menolak dengan tegas ketika para utusan siap membaiatnya menjadi khalifah. “Ibnu Saud lebih menekankan pada pembahasan _bid’ah_, _khurafat_ dan tahayul dan sangat menyudutkan kaum Muslimin yang memiliki perbedaan tata cara ibadah yang sifatnya cabang,” ungkap Septian.
.
Alih-alih pulang membawa kabar akan persatuan dan kesatuan kaum Muslimin dengan terpilihnya seorang khalifah, para delegasi pulang dengan membawa semangat ‘perpecahan’ dengan memperuncing perbedaan dalam masalah cabang.
Sejak saat itu, tidak ada lagi opini di ruang publik akan kewajiban menegakkan kembali khilafah. Hingga pada tahun 2000 Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berhasil menggalang 5000 kaum Muslimin dari berbagai Ormas untuk mengikuti Konferensi Khilafah Internasional di Istora Senayan Jakarta.
.
Kesadaran akan kewajiban bersatunya kaum Muslimin dalam naungan khilafah terus menggelinding bak bola salju. Untuk menahannya, pada 2017 rezim Jokowi pun mengkriminalisasi perjuangan mulia ini dengan mencabut SK Badan Perkumpulan HTI dengan semena-mena pakai Perppu Ormas. Serta mengancam menghukum 5-20 tahun penjara bagi anggota dan simpatisan yang masih mencoba mendakwahkan wajibnya khilafah.[] *joko prasetyo*

Sumber: _Tabloid Media Umat Edisi 204: Oh Ganjilnya Negeri Ini..._

2-15 Muharram 1439 H/22 September-5 Oktober 2017
https://www.facebook.com/joko.prasetyo.357/posts/1470052273112005

No comments: