Sunday, July 28, 2019

DIALOG HIZBUT TAHRIR INDONESIA DENGAN KEDUBES JERMAN

DIALOG HIZBUT TAHRIR INDONESIA
DENGAN KEDUBES JERMAN

(Sebuah diskusi yang menarik dan sangat inspiratif antara Ust Ismail Yusanto dengan Kedubes Jerman. Pernah dimuat di majalah Al-waie).

Kedutaan Besar Jerman baru-baru mengundang Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia untuk sebuah dialog. Hadir dalam acara yang diadakan pada hari Rabu, 4 Juni 2003 jam 16.30 sampai 18.00 di Hotel Mandarin Jakarta itu Duta Besar Jerman untuk RI, Dr. Gerhard Fulda, Dr. Gunter Mulack (Botschafter Beauftragter fur Islam – Dialog, Dialog der Kulturen), Irja Berg (First Secretary Political Affair,) dan Lantip Prakoso Kusmanhadji yang menjabat sebagai Seksi Politik dan Protokoler Kedubes Jerman. Sementara itu, dalam dialog tersebut Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) diwakili oleh juru bicaranya, Islamil Yusanto, yang didampingi oleh Farid Wajdi. Berikut petikan dialog kedua belah pihak.
Gerhard Fulda: Apa arti dari Hizbut Tahrir? Mengapa Anda menamakan ini?
Jubir HTI: Tahrîr artinya pembebasan. Jadi, Hizbut Tahrir artinya Partai Pembebasan. Dalam pandangan Hizbut Tahrir, Dunia Islam dewasa ini dalam keadaan terjajah baik secara langsung seperti yang tengah dialami oleh Irak saat ini maupun secara tidak langsung oleh negara-negara besar Barat. Hizbut Tahrir datang untuk membebaskan umat Islam dari penjajahan itu dengan cara menegakkan kehidupan Islam melalui Khilafah Islamiyah.
(Dialog selanjutnya lebih banyak terjadi antara Dr. Gunter Mulack yang ternyata sangat fasih berbahasa Arab dengan Jubir HTI. Gunter Mulack diperkenalkan sebagai ahli Islam yang diutus secara khusus untuk melakukan dialog dengan sejumlah tokoh dan kelompok Islam di Indonesia. Sebelumnya, Lantip Prakoso menjelaskan bahwa pertemuan yang sama akan dilakukan dengan beberapa kelompok lainnya. Sebelum ini mereka sudah bertemu dengan Muhammadiyah, NU, dan juga kelompok Ulil [Jaringan Islam Liberal]. Selanjutnya mereka berencana akan bertemu dengan Majelis Mujahidin di Solo. Berikut ini transkrip dialog yang terjadi, terutama antara Jubir HTI dan Gunter Mulack, ditambah dengan penjelasan Pak Lantip).
Gunter Mulack: Saya tahu, Hizbut Tahrir bersifat internasional; selain di Timur Tengah juga terdapat di Eropa, terutama London. Kami melarang Hizbut Tahrir (langsung ditukas oleh Jubir untuk minta penjelasan) karena mereka melanggar hukum. Hizbut Tahrir diketahui telah menyerukan peperangan terhadap Israel dan pembunuhan terhadap orang-orang Yahudi. Menurut konstitusi Jerman, tindakan ini termasuk melanggar hukum.
Jubir HTI: Tapi itu yang dimaksud kan di Palestina, bukan Jerman; untuk konteks Palestina dimana di sana Israel memang terus membunuhi rakyat Paletina. Lagi pula, katakanlah Hizbut Tahrir Jerman benar menyerukan seperti itu, itu kan hanya seruan, ucapan; sementara Anda lihat sendiri, di Palestina, Israel bukan hanya ngomong tapi benar-benar secara nyata membunuhi rakyat Palestina.
Gunter Mulack: Ya, tetap saja di negara kami ucapan itu melanggar hukum.
Jubir: Apakah itu sifatnya sementara atau permanen?
(Gunter Mulack tidak menjawab. Gunter Mulack hanya memaparakan pengetahuannya tentang Hizbut Tahrir yang bertujuan menegakkan kembali Daulah Khilafah Islam. Gunter Mulack mengkritik gagasan ini).
Gunter Mulack: Dengan ide itu Anda berarti ingin mengajak masyarakat mundur ke belakang. Bukankah seharusnya Anda mengajak ke depan? Juga, apakah sistem ini, di tengah arus globalisasi, tetap relevan?
Jubir HTI: Gagasan penerapan syariah dan penegakan Khilafah berlandaskan al-Quran dan al-Hadits. Keduanya memang berasal dari masa lampau. Tapi tidak berarti kita hendak mengajak masyarakat kembali hidup seperti di masa lalu. Yang kami serukan adalah ide yang landasannya berupa wahyu yang diturunkan kepada Nabi di masa lalu. Kami yakin ide ini tetap relevan di sepanjang masa. Lagi pula, ide ini sesungguhnya tidaklah baru, karena pernah ada di masa lalu. Apalagi dengan adanya kecenderungan globalisasi. Ke depan, negara-bangsa, sebagaimana dirasakan oleh negara-negara Eropa yang kemudian membentuk Uni Eropa, makin tidak mampu menghadapi tantangan perkembangan. Justru Khilafahlah yang akan mampu menjawab tantangan global. Jadi, ide ini juga relevan secara empirik.
(Ditambahkan oleh Farid Wajdi): Lagi pula, menurut kami, baik buruknya sebuah gagasan bukanlah dilihat dari apakah itu berasal di masa lalu atau tidak, tapi dari kemampuannya menyelesaikan problematika kehidupan. Demokrasi yang Anda anut, sebagai contoh, bahkan berasal dari pemikiran yang lebih lampau di banding Islam. Mengapa Anda anut?
(Dijelaskan pula bahwa Islam membedakan antara sains teknologi dengan pem ikiran [tsaqaâfah]. Berkaitan dengan sains/teknologi Islam tidak melarang kaum Muslim untuk mengambilnya dari manapun, bahkan Islam menekankan kepada umatnya untuk menguasai ilmu dan teknologi semaksimal mungkin. Kembali ke Islam bukan berarti kembali menggunakan unta. Boleh saja menggunakan pesawat canggih. Beda dengan tsaqâfah, karena memuat pandangan hidup tertentu; Islam hanya membolehkan tsaqofah Islam. Penjelasan terakhir ini kelihatannya benar-benar jitu, sehingga mereka tidak lagi memasalahkan tentang “masa lampau”- nya Islam).
(Mr. Fulda ikut nimbrung): Sekarang tentang syariah. Apakah dalam syariah yang Anda maksud, orang-orang non-Muslim juga harus tunduk?
Jubir HTI: Syariah bisa dibagi menjadi dua, privat dan publik. Untuk masalah privat, non-Muslim tidak wajib mengikuti syariah. Mereka tidak dipaksa masuk Islam. Mereka bebas makan, minum, beribadah, dan berpakaian yang menurut mereka baik. Sementara dalam masalah publik; menyangkut ekonomi, politik pemerintahan, sosial budaya, pendidikan, dan hukuman, mereka harus tunduk pada syariah.
(Ditambahkan Farid): Sudah merupakan sifat alami dari sebuah negara untuk menerapkan hukum yang satu (sama) bagi setiap warganya dalam sektor publik.
Gunter Mulack: Kalau mereka berzina, apakah akan dihukum rajam?
Jubir HTI: Ya. Di masa lampau, Nabi juga pernah merajam orang Yahudi.
Gunter Mulack: Ya, tapi itu kan hanya sekali. Cukupkah itu menjadi dasar? Kalau Anda ingin menerapkan syariah, syariah yang mana; mengingat Islam itu banyak versi, banyak mazhab dan sebagainya.
Jubir HTI: Itu tidak menjadi soal. Yang penting Islam. Betul, memang ada banyak versi pemahaman mengenai hukum syariah dalam Islam. Oleh karena itu, Hizbut Tahrir menetapkan bahwa kesatuan hukum itu hanya untuk masalah publik dan yang menyangkut kemaslahatan bersama. Ketika di tengah masyarakat terdapat banyak pendapat tentang hukum, Khalifah, sesuai kaidah amr al-imâm yarfa‘u al-khilâf, akan menetapkan hukum mana yang akan ditetapkan sebagai hukum negara. Sementara, dalam masalah privat, misalnya dalam masalah shalat, Hizbut Tahrir tidak mewajibkan umat harus satu cara. Umat boleh berbeda-beda, yang penting shalat.
Gunter Mulack: Bagaimana syariat Islam bisa diterapkan di Indonesia yang plural, heterogen, terdiri dari berbagai agama dan suku?
Jubir HTI: Secara statistik, Indonesia dengan sekitar 85% Muslim adalah homogen, bukan heterogen. Jadi, tidak ada alasan menolak syariah dengan alasan pluralitas. Bahkan sebaliknya, syariah itu sesuai dengan agama mayoritas penduduk negeri ini.
Gunter Mulack: Ya, tapi kan tidak semua mereka beragama, maksudnya pemahaman Islamnya seperti Anda?
Jubir HTI: Ya, justru itulah, menjadi tugas kami untuk meningkatkan pemahaman Islam mereka, termasuk meningkatkan pengertiannya tentang syariah. Lebih dari 30 tahun, kami di sini tidak boleh berbicara tentang syariah. Baru sekaranglah, setelah era reformasi, peluang itu terbuka. Sejauh saya berbicara di berbagi forum di berbagai tempat, mereka bisa menerima, tuh?
Gunter Mulack: Apakah Anda akan melarang wanita bekerja, belajar, dan mengendarai mobil?
Jubir HTI: Kami tidak melarang wanita bekerja, meski kami mengingatkan bahwa tugas utama mereka adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Kami juga tidak melarang wanita belajar, karena itu kewajiban setiap Muslim. Secara syar‘î, wanita juga boleh menyetir mobil sendiri.
(Terhadap jawaban terakhir, mereka semua tampak terperanjat, kaget, lalu berseru): Wah, Anda berpandangan lebih maju dari Saudi dan Taliban.
(Selanjutnya mereka bertanya tentang pandangan Hizbut Tahrir di seputar demokrasi, pemilu, dan sistem sekulr. Berkaitan dengan pemilu, Gunter Mulack menanyakan apakah benar Hizbut Tahrir tidak ikut pemilu karena sistem sekarang adalah sekular?)
Gunter Mulack: Jadi, Anda hanya ikut pemilu dalam sistem ideal Anda?
Jubir HTI (menjawab dengan diplomatis): Bukan Hizbut Tahrir yang mencegah ikut pemilu, tapi sistem sekular itu sendiri. Seandainya sistem sekular itu membolehkan secara bebas Hizbut Tahrir mengkritik sistem sekular dan bebas untuk mengganti sistem sekular lewat pemilu, Hizbut Tahrir boleh saja mengikuti pemilu. Tapi, apakah demokrasi membolehkan hal tersebut.
(Jubir HTI juga secara retoris mempertanyakan kejujuran dan ke-‘fair’-an sistem demokrasi yang diterapkan Barat sekarang. Jubir HTI mengatakan, kalau jujur dan fair, dalam demokrasi yang katanya mengikuti suara mayoritas seharusnya tidak ada larangan-larangan bagi kelompok Islam yang secara damai menyampaikan pendapatnya dan mengajak masyarakat secara terbuka kepada Islam. Jubir HTI bertanya, “Mengapa yang terjadi tidak seperti itu?” “Terbukti di beberapa negara seperti di Turki dan Aljazair, gerakan Islam dilarang. FIS yang menang dalam pemilu, diberangus secara tidak fair,” lanjut Jubir HTI. Jubir HTI juga menjelaskan apa yang diderita Hizbut Tahrir di beberapa negara: Di Timur Tengah, Asia Tengah, dan di sejumlah negara lain, Hizbut Tahrir dilarang berjuang dengan damai, tanpa kekerasaan. Bila ketidakjujuran dan ketidakfairan terus berlanjut, maka jangan salahkan bila dunia Islam semakin tidak menyukai Barat. Jubir HTI meminta Mulack untuk menyampaikan soal ini kepada pemimpin negara Barat.
Sementara itu, Farid menambahkan, mengapa di Jerman dilarang, bukankah Hizbut Tahrir telah menjelaskan bahwa perjuangannya tanpa kekerasaan. Hizbut Tahrir tidak pernah menyerukan pembunuhan terhadap orang Yahudi. Hizbut Tahrir juga bukan rasialis [anti semit]. Hizbut Tahrir hanya menyerukan perlawanan terhadap penjajahan Israel di Palestina yang memang harus dilawan dengan senjata. Sebab, Israel juga menggunakan senjata untuk menghancurkan rakyat Palestina.
Pembicaraan juga menyinggung tentang sikap Hizbut Tahrir terhadap investasi asing. Mereka juga mengkhawatirkan, investor asing bakal keluar bila syariat Islam diterapkan).
Gunter Mulack: Apakah Anda akan mengusir investasi asing?
Jubir HTI: Mengapa Anda mengatakan bahwa kami akan mengusir investasi asing? Sepanjang sesuai dengan syariah, kami tidak keberatan dengan investasi asing. Ingat, investasi asing sangat ditentukan oleh penegakan hukum yang baik, minimnya korupsi, ketersediaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia yang mencukupi, keamanan dan regulasi yang bagus, serta iklim yang kondusif. Dengan syariah, kami yakin semua itu bisa dipenuhi. Oleh karena itu, tidak ada sama sekali yang perlu dikhawatirkan dari penerapan syariah karena justru dengan syariah korupsi bisa dihapuskan, keamanan terjamin, regulasi terjaga, sumberdaya manusia bagus, dan iklim juga akhirnya kondusif untuk investasi termasuk investasi asing.
(Pembicaraan kembali ke topik di dalam negeri Indonesia. Menurut Gunter Mulack, kondisi Indonesia dengan sistem yang ada adalah yang terbaik. Masyarakat di sini dari berbagai agama bisa hidup dengan penuh toleransi. Ia mempertanyakan, apa perlunya Hizbut Tahrir berjuang untuk penerapan syariah?)
(Dijawab oleh Jubir HTI): Itu kan menurut Anda, bahwa sistem yang ada di Indonesia sudah baik. Kalau benar sudah baik, pasti kami di sini tidak akan mengalami krisis dan berbagai persoalan yang ada. Dalam pandangan Islam, banyak sekali hal di sini yang tidak sesuai dengan syariah. Misalnya, terakhir kita menghadapi kontroversi menyangkut pornografi. Tidak bisa diselesaikan karena tidak ditemukan definisi yang definit tentang apa itu pornografi. Bila kembali pada syariah, dengan mudah pornografi itu didefinisikan, yakni bahwa setiap penampakan aurat adalah pornografi. Kalau hanya toleransi, Islam juga bisa memberikan. Dalam sejarah, ketika Islam berkuasa, misalnya di Spanyol hidup damai pemeluk agama selain Islam hingga Spanyol disebut Espanol in Three Religions.
Gunter Mulack: Tapi, dengan begitu kan Anda akan memaksa orang non-Muslim mengikuti syariah?
Jubir HTI: Ya, mengapa tidak. Dalam sektor publik, negara manapun pasti akan memaksa masyarakat yang hidup di dalamnya mengikuti sistem yang ada. Tadi Anda bilang, bahwa sistem yang ada sekarang sudah cukup toleran. Toleran bagaimana? Sekarang ini, kami dipaksa mengikuti sistem sekular yang bertentangan dengan Islam dan kami dipaksa pula untuk meninggalkan syariah. Bagaimana disebut toleran? Kami juga tidak pernah ditanya, apakah setuju dengan sistem ini atau tidak.
(Pembicaraan lantas melompat ke persoalan mungkin tidaknya sistem Khilafah kembali ditegakkan. Gunter Mulack mengatakan bahwa sistem itu utopis).
Jubir HTI: Utopis tidak, sulit iya. Kami menyadari bahwa perlu waktu, tenaga, dan upaya yang sangat besar untuk menegakkan kembalil Khilafah. Sulit, tapi bukan utopis, karena utopis itu artinya impossible (mustahil).
(Jubir kemudian menceritakan bagaimana dulu orang mengira tidak mungkin Uni Soviet jatuh atau Jerman akan bersatu kembali. Tapi ternyata, Soviet bisa jatuh dan Jerman bisa bersatu).
Jubir HTI: Pernahkan Anda membayangkan dua Jerman bakal bersatu?
Gunter Mulack: Ya, dan sejak dulu saya percaya dan yakin bahwa Jerman akan bersatu kembali.
Jubir HTI: Ya, apa bedanya dengan kami? Kami juga yakin dan percaya, Khilafah Islam akan tegak kembali.
Gunter Mulack (sambil tertawa): Yes, yes, yes….

(Dialog diakhiri. Mereka menyatakan senang bisa berdialog dengan Hizbut Tahrir Indonesia).

No comments: