Saturday, July 20, 2019

PENGULANGAN KEJADIAN TERBENTUKNYA 2 KUBU PADA MASA TRANSISI REVOLUSI SISTEM NEGARA

PENGULANGAN KEJADIAN TERBENTUKNYA 2 KUBU PADA MASA TRANSISI REVOLUSI SISTEM NEGARA

Oleh : Nazril Firaz Al-Farizi

Kami sengaja mengangkat tema tentang ini karena menurut pengamatan kami terhadap berbagai peristiwa politik yang terjadi saat ini bahwa telah dimulainya awal mula pemicu terbentuknya kaum muslim yang akan mengkerucut kepada 2 kubu besar, yaitu kubu Islam dan kubu Nasionalis dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun dari sekarang atau mungkin beberapa tahun kedepan.

Kejadian pengkerucutan kepada 2 kubu besar ini merupakan babak final dimana sebuah sistem negara akan ditentukan berbentuk seperti apa, dimana salah satunya kubu Islam ini berasal dari banyak kelompok Islam yang tidak sejalan dengan rezim yang kemudian bersatu menjadi satu kekuatan besar. Lalu kubu Nasionalis ini berasal dari kaum muslim juga yang memang masih loyal terhadap rezim dimana kaum muslim bagian ini tergolong muslim munafik karena terus mempertahankan ide-ide, gagasan-gagasan dan konsep-konsep Barat serta loyal kepada rezim.
Kami akan ambil 3 peristiwa penting dimana pada peristiwa itu terdapat pertarungan antara kubu Islam dan kubu Nasionalis dalam menentukan arah sistem negara pada masa transisi, kemudian akan kami uraikan peristiwa politik saat ini yang sesungguhnya sesaat lagi peristiwa pembentukan kubu Islam dan kubu Nasionalis itu akan terulang kembali dalam waktu jangka pendek atau menengah kedepan.

Kejadian Pertama :
Kejadian pertama ini bisa kita lihat pada sejarah detik-detik runtuhnya Khilafah Ustmaniyyah pada 3 Maret 1924.

Hal ini diawali dengan munculnya para misionaris dari Inggris, Prancis dan Amerika sejak tahun 1600an dengan mendirikan berbagai organisasi, sekolah dan media cetak (buku dan berita) serta kedutaan di Malta, Beirut, Istanbul, Baghdad, Damaskus, Kairo dan Jeddah untuk menyebarkan pemahaman nasionalisme dan separatisme kepada pemikiran kaum muslim saat itu sehingga kaum muslim akan tersulut untuk memisahkan diri dari Khilafah karena merasa diri harus "merdeka" dari pemerintahan Khilafah.

Berbagai organisasi missionaris sudah banyak didirikan diantaranya anak organisasi Jesuit (1600an-1773), The American Mission (1842), The Science and Arts Association (1847), Eastern Association (1950), The Secret Association (1875), dan lainnya.

Di sisi lain missionaris, pihak pemerintah Inggris dan Prancis mendesak Khilafah agar mereformasi konstitusi Islam menjadi konstitusi Barat baik secara langsung maupun lewat kaki tangan boneka mereka yang ada di dalam lingkaran pemerintah pusat Khilafah. Upaya ini telah dimulai sejak 3 November 1839 dengan menawarkan sebuah naskah dokumen bernama "Khalkanah". Desakan itu semakin kuat pada 1 Februari 1855 hingga Sultan Abdul Majid I pun mengeluarkan rancangan konstitusi hasil reformasi bernama "Dokumen Hemayun".

Kaki tangan Inggris-Prancis di dalam pemerintahan Khilafah salah satunya adalah Midhat Pasha sebagai Menteri Kehakiman dalam Kabinet Muhammad Rushdie Pasha pada masa Kekhalifahan Abdul Aziz, dimana Midhat Pasha ini telah berhasil memberhentikan Khalifah Abdul Aziz yang menolak untuk mengadopsi konstitusi Barat. Akhirnya usaha Midhat Pasha ini berhasil ketika Khalifah Abdul Hamid naik tahta pada 1 September 1876 dimana Midhat Pasha membentuk komite beranggotakan 16 orang pegawai sipil, 10 orang ulama dan 2 perwira tinggi militer untuk menyusun rancangan konstitusi negara yang baru, hingga akhirnya pada 23 Desember 1876 telah disahkan secara resmi dengan nama Qanun Asasi (Undang-Undang Dasar) yang diinspirasi oleh konstitusi Belgia.

Tetapi usaha Midhat Pasha ini ditentang Khalifah Abdul Hamid karena jelas konstitusi itu disusun berdasarkan konsep sistem Demokrasi yang merupakan sistem kufur. Akhirnya pada 5 Februari 1877 sang Khalifah memecat Midhat Pasha sebagai Mu'awin (pembantu khalifah). Khalifah pun mengupayakan konsolidasi institusi Khilafah kepada kaum muslim agar bisa berhadapan dengan pemikiran-pemikiran Barat, namun perlawanan terhadap Sultan Abdul Hamid semakin luas juga, dimana Partai Turki Muda memberontak Sultan pada 1908 hingga berhasil mendirikan parlemen baru tepatnya pada 17 November 1908.
Perlawanan pihak yang menentang Khilafah ini akhirnya menjadi satu kekuatan besar sebagai kekuatan Nasionalis setelah munculnya Musthafa Kemal pada tahun 1915 dimana ia mulai dikenal setelah mengikuti pertempuran Ana Forta saat Khilafah ikut masuk menjadi sekutu Jerman pada Perang Dunia 1 melawan Inggris. Berbagai upaya Musthafa Kemal untuk mengkudeta Khilafah pun dilakukan berkali-kali sembari mendesak Khilafah mundur dari PD 1, dimana disisi lain Musthafa Kemal malah dikenal sebagai pahlawan karena mengusir Inggris dari Khilafah sebagai lawan di PD 1.

Pada tahun 1920 Musthafa Kemal mendirikan struktur pemerintahan di Ankara sebagai tandingan ibukota Khilafah di Istanbul, ditambah di dalam tubuh kaum muslim pun melihat Khilafah sudah semakin menghilang eksistensinya, pun keberadaan Sultan pun hanya sekedar simbol semata yang seolah tidak mempunyai kekuatan lagi, hingga akhirnya pertarungan antara kubu Islam yang ada di bawah Khalifah terakhir yaitu Abdul Majid II telah kalah oleh kubu Nasionalis yang ada di bawah Musthafa Kemal hingga lenyaplah Khilafah pada 3 Maret 1924 berganti menjadi sistem Republik Turki dengan Kapitalisme Demokrasinya serta paham Nasionalismenya.

Kejadian Kedua :
Kejadian kedua ini bisa kita lihat pada detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Kubu Nasionalis dan kubu Islam pada awalnya telah sepakat terhadap isi dari Piagam Jakarta pada sila ke-1 yang berbunyi "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya" yang telah ditandatangi pada 22 Juni 1945 oleh anggota panitia sembilan yang tergabung di dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) diantaranya Soekarno, Achmad Soebardjo, Abdul Kahar Muzakki, Alex Andries Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Mohammad Hatta, Abdul Wahid Hasyim, Agus Salim dan Mohammad Yamin.
Tetapi pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah pembacaan proklamasi kemerdekaan, pihak nasionalis telah diam-diam menghapus kata-kata pada poin pertama piagam Jakarta dalam waktu kurang dari 15 menit dari kata "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Maka pupuslah sudah tujuan para ulama se-Indonesia yang telah mengirim 52.000 surat yang menginginkan penerapan syari'at Islam menjadi dasar negara.

Kejadian Ketiga :

Kejadian ketiga ini bisa kita lihat pada detik-detik dibubarkannya Konstituante oleh Soekarno pada 5 Juli 1959.
Pertarungan kubu Islam yang terdiri dari para ulama dan organisasi Islam dengan kubu Nasionalis dilanjut kembali ketika negara memasuki masa transisi kembali dimana saat itu negara telah dua kali berganti undang-undang dasar dari UUD 1945 menjadi UUD RIS 1949 lalu berubah lagi menjadi UUDS 1950. Maka pada tanggal 9 November 1956 dibentuklah Konstiuante yang terdiri dari 514 kursi yang mana terdapat 2 kekuatan besar yaitu kubu Islam dan kubu Nasionalis, dimana dari 514 kursi ini 230 kursinya adalah kubu Islam dan 284 kursinya adalah kubu Nasionalis.
Konstituante ini ditugaskan untuk membentuk dasar negara yang baru pengganti UUDS 1950. Selama persidangan Konstituante, kesepakatan selalu tidak tercapai karena kubu Islam menginginkan penerapan syari'at Islam dari piagam Jakarta dikembalikan menjadi dasar negara dan menolak Pancasila sebagai dasar negara, sementara kubu Nasionalis sebaliknya. Hingga akhirnya konstituante ini dibubarkan oleh Soekarno pada 5 Juli 1959 sekaligus Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang mana menyatakan kembali kepada UUD 1945 sembari menganggap bahwa tafsiran kata "Ketuhanan" yang ada di Pancasila itu bisa berarti "Ketuhanan dengan kewajiban bagi umat Islam untuk menjalankan syariatnya".
Maka kubu Islam kembali telah kalah kedua kalinya oleh kubu Nasionalis pada kesempatan masa transisi kedua ini.
Prediksi Kejadian Keempat :
Pada prediksi kejadian keempat ini kami telah mengamati bahwa potensi pengkerucutan umat menjadi 2 kubu kembali akan segera terbentuk dalam beberapa bulan atau entah beberapa tahun kedepan.

Hal ini dimulai sejak tahun 2016, dimana hal ini diawali oleh kasus Ahok yang menista Al-Maidah 51, maka disanalah awal mula umat Islam bersatu dimana dapat diakui bahwa pemantik awalnya adalah Hizbut Tahrir yang melakukan aksi di Patung Kuda yang menolak pemimpin kafir dan penyeruan penegakan Syariah dan Khilafah. Akhirnya setelah umat terpicu, maka lahirlah aksi 411 dengan kisaran massa berjumlah 2,5 juta orang dan aksi fenomenal lainnya yaitu aksi 212 dengan kisaran massa 5 - 7,4 juta orang dan aksi-aksi serupa seterusnya di sepanjang 2017.

Di awal tahun 2017 mulai muncul desakan dari muslim munafik untuk membubarkan Hizbut Tahrir, terlebih menjelang dan pada saat acara Mashirah Panji Rasulullah pada sepanjang April 2017 kaum muslim munafik yang telah menjadi kaki tangan penguasa melakukan persekusi dengan menggagalkan acara Mapara HTI 2017. Lalu akhirnya pada tanggal 19 Juli 2017 Menkumham telah menyatakan mencabut badan hukum Hizbut Tahrir bernomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM atas Surat Keputusan Nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.

Selepas "dibubarkan" itu, tingkat persekusi semakin meningkat dilakukan oleh Banser dan Ansor dari NU yang memang telah menandatangani kesepakatan dengan rezim soal program Deradikalisasi. Kedua sayap artifisial militer NU ini terus mempersekusi kegiatan para aktifis Hizbut Tahrir, termasuk Ust.Felix Siauw yang mana pengajiannya pun turut dihalangi dan dibubarkan. Tetapi pada 2018 ini Banser dan Ansor telah melebarkan sayap persekusinya tidak hanya kepada Hizbut Tahrir, tetapi kepada tokoh dan ulama vital yang tidak loyal kepada rezim.

Hal lainnya yang sudah menyebar di tubuh umat Islam adalah menyebarnya opini bendera Al-Liwa dan Ar-Rayah sejak 2016 hingga saat ini, bahkan terlebih lagi di 2018 ini jauh lebih canggih. Mungkin di 2016 masih Hizbut Tahrir yang membawa bendera Al-Liwa dan Ar-Rayah, lalu di 2017 ormas-ormas Islam lain pun sudah turut mengibarkannya, dan di 2018 ini sudah dikibarkan oleh kaum muslim umum yang bukan merupakan aktivis gerakan ormas Islam tertentu.

Di satu sisi lainnya, tindakan persekusi Banser dan Ansor sebagai kaki tangan rezim ini semakin tidak disukai oleh kaum muslim, terlebih tindakan mereka selalu menyuarakan Pancasila-NKRI sembari mengkriminalkan Khilafah dan bendera Al-Liwa & Ar-Rayah. Maka titik baliknya adalah perasaan kaum muslim terhadap Islam telah tersulut keluar untuk melakukan pembelaan kepada Islam, khususnya kepada ulama dan bendera Al-Liwa & Ar-Rayah.

Hasilnya, kaum muslim melawan balik kaum munafik dengan melakukan pengusiran terhadap acara Banser-Ansor yang akan mempromosikan nilai nasionalisme dan simbol-simbolnya di daerah-daerah mereka, dan yang paling terkenal adalah pengusiran para munafik di Riau.

Sebelum itu, perlawanan kaum muslim terhadap munafik lainnya adalah penolakan terhadap ide Islam Nusantara oleh MUI Sumbar dan MUI Sumut yang tetap membela dan menginginkan Islam secara benar.

Peristiwa lainnya adalah terjadinya pawai dan tarhib di berbagai daerah dengan pengibaran bendera Al-Liwa dan Ar-Rayah oleh kaum muslim, bahkan yang terbaru dan cukup menggemparkan adalah acara tarhib Muharram 1440 H di kota Tasikmalaya, Jawa Barat yang bahkan diselenggarakan di depan gedung DPRD Kota Tasikmalaya yang dilakukan oleh kaum muslim umum dan para pejabat pemerintah daerah serta aparat TNI dan polisi dengan begitu ramai dan disambut meriah oleh kaum muslim disana.
Maka prediksi yang kami lihat kedepan adalah akan terbentuk kembali kubu Islam dan kubu Nasionalis dalam beberapa bulan atau tahun kedepan. Dasarnya adalah :

1. Kubu Jokowi telah melakukan persekusi terhadap Hizbut Tahrir dan kaum muslim lainnya yang tidak pro rezim, sehingga memunculkan simpati terhadap objek yang dipersekusi, maka kaum muslim malah balik melawan dengan mengopinikan sendiri kebenaran, termasuk membela serta mengibarkan Al-Liwa dan Ar-Rayah.

2. Kubu Jokowi telah terjebak dalam jebakan yang dibuatnya sendiri. Jebakan Dua Arah. Dimana dia telah melakukan strategi pelabelan "Ganti Presiden adalah Ganti Sistem" terhadap kubu Prabowo agar Prabowo difitnah akan mengganti sistem negara menjadi Khilafah.

3. Prabowo pun telah terpancing masuk Jebakan Dua Arah tadi dengan membantah fitnah tersebut dan menyebutkan bahwa Khilafah adalah sebuah propaganda sesat dan picik untuk mempengaruhi rakyat. Maka disanalah telah diketahui jelas bahwa Prabowo pun serupa dengan Jokowi, yaitu menolak Khilafah dan membencinya.

4. Kami tidak dapat memprediksi siapa yang akan menang di Pemilu 2019, karena Jokowi pun mempunyai kekuatan modal dari 9 naga untuk memanipulasi elektabilitas pada lembaga survey dan perhitungan suara di KPU. Lalu Prabowo pun bisa memang karena ada kekuatan umat Islam, tetapi dalam dilema karena pada 14 September 2018 menyatakan Khilafah adalah propaganda sesat dan picik.

5. Saat ini umat Islam mulai mengkerucut meski masih kepada 3 kekuatan, yaitu kubu munafik, kubu ganti presiden dan kubu ganti sistem. Tetapi dengan melihat kejadian umat saat ini, melihat kubu ganti presiden begitu membela Islam, mengoponikan Al-Liwa dan Ar-Rayah, menolak Islam Nusantara, menolak Banser-Ansor, maka kubu ganti presiden ini akan beralih ke kubu ganti sistem menjadi kubu Islam yang akan melawan kubu munafik menjadi kubu Nasionalis.

6. Tindakan inisiatif umat dalam mengopinikan Al-Liwa dan Ar-Rayah akan kembali dilakukan dalam tindakan inisiatif mengopinikan ganti sistem. Hal ini pemicu awalnya adalah tindakan Lembaga Bantuan Hukum Aliansi Masyarakat sipil Untuk Indonesia Hebat (LBH Almisbat) yang sebetulnya kaki tangan rezim telah melakukan pelaporan kepada polisi atas video Ust. Mardani Ali Sera yang berkata ganti presiden dan Ust.Ismail Yusanto yang berkata ganti sistem. Dimana Al-Liwa dan Ar-Rayah pun setelah dipersekusi, malah diopinikan balik secara inisiatif oleh kaum muslim. Hal sama pun akan terjadi ketika kata "ganti sistem" yang sebetulnya itu adalah Khilafah telah dipolisikan, ditambah 2019 nanti keadaan akan semakin berbeda lagi, maka Khilafah ini justru akan semakin kuat diopinikan dengan inisiatif oleh kaum muslim.

7. Atas tindakan persekusi rezim lewat Banser-Ansor sayap artifisial militer NU yang selama ini selalu menggaungkan Pancasila-NKRI, justru itu adalah pemicu kaum muslim akan semakin benci terhadap Pancasila dan NKRI itu sendiri sebagai nilai-nilai ashabiyyah yang bukan berasal dari Islam. Umat secara alami saat ini telah menampakkan pembelaan terhadap Islam dan tidak suka terhadap rezim, Banser-Ansor. Maka secara alami dengan sendirinya nilai-nilai ashabiyyah itu akan kaum muslim tinggalkan dan umat menyadari bahwa Islamlah yang harus dipegang.

8. Pembentukan 2 kubu ini diprediksi akan terjadi ketika pasca Pemilu 2019 menuai hasil yang mengecewakan. Kami tidak tau apakah mengecewakan disini ada 2 kemungkinan: Pertama, kecewa bagi pendukung Prabowo, karena Jokowi terpilih kembali. Kedua, kecewa terhadap Prabowo sendiri karena pada saat terpilih berkhianat kepada kaum Muslim. Maka kami menyakini entah di kurun waktu 2019 atau 2020 kedua kubu ini akan terbentuk untuk menentukan sistem negara karena pada situasi nanti, negara sedang chaos. Bukan chaos senjata, tapi kaum muslim akan banyak turun ke jalan melakukan aksi untuk menuntut perubahan. Perubahan total.

9. Kubu Islam yang akan terbentuk nanti akan berbeda jauh dengan kubu Islam masa jelang runtuhnya Khilafah, jelang kemerdekaan, dan masa Konstituante.
Perbedaannya adalah ada pada pemahaman tentang Islam dan pemahaman akan kerusakan sistem Kapitalisme, Demokrasi, Nasionalisme dan simbol-simbol ashabiyyah serta ide kufur lainnya. Pemahaman kuat dan mendasar tentang Islam secara menyeluruh, mulai dari kerangka berpikir, pemikiran mendasar, kerusakan pemikiran barat, ideologi Islam hingga detail konsep tata negara Khilafah sudah dirumuskan oleh seorang Mujtahid Mutlak (Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani) yang mana umat Islam tidak akan kebingungan seperti menjelang runtuhnya Khilafah dulu saat menghadapi pemikiran Barat. Dan saat ini sebagian umat Islam telah mempunyai pondasi kuat untuk menggiring kaum muslim seluruhnya dan calon kafir dzimmi untuk memasuki Fase ke 5.

Itulah pengamatan dari kami, dimana kejadian saat ini sebagai pemicu akan kembali terbentuknya 2 kubu besar sebagaimana peristiwa menjelang runtuhnya Khilafah, menjelang kemerdekaan Indonesia dan peristiwa Konstituante.

 Hanya saja kejadian yang akan datang ini berbeda. Kejadian keempat ini kebalikan dari kejadian keruntuhan Khilafah 3 Maret 1924, yaitu bergantinya sistem Kapitalisme Demokrasi Nasioanalisme menjadi Khilafah Islamiyah Ala Minhajin Nubuwwah Jilid 2.
Masa transisi itu akan segera tiba dalam beberapa bulan entah tahun kedepan dan mungkin memakan waktu pula. Hanya Allah yang tahu, dan hanya Dia yang menentukan Nasrullah itu turun.
Wallahu alam bishowab.
(prediksi)

No comments: