Thursday, August 22, 2019

NESTAPA PAPUA KARENA KAPITALISME

NESTAPA PAPUA KARENA KAPITALISME
.
Oleh : Agung Wisnuwardana
.
Benny Wenda (Tokoh Papua Merdeka) mengatakan kepada The Guardian, Senin (12/8/2019), bahwa pelanggaran HAM dan penindasan sipil yang saat ini merusak provinsi Papua Barat adalah "kanker di kanker di dalam hati orang-orang Pasifik"
.
Ungkapan Wenda disampaikan menjelang pertemuan Forum Kepulauan Pasifik yang akan mengangkat isu HAM dan Papua Merdeka
.
Tak berselang lama kemudian muncul kerusuhan di asrama mahasiswa Papua, Jalan Kalasan No.10, Surabaya, Jawa Timur pada Jumat (16/8/2019) sore
.
Isu yang mencuat di publik adalah rusuh di Surabaya bernuansa rasis karena adanya teruakan "mahasiswa Papua monyet"
.
Dan kemudian hari senin (19/8/2019) terjadi kerusuhan di Manokwari yang berujung pada pembakaran kantor DPRD dan bendera merah putih
.
Kejadian-kejadian tersebut seperti berurut dan ada nuansa pengkondisian
.
Dan ini sangat terkait dengan proses internasionalisasi isu HAM dan Papua Merdeka
.
Dengan bungkus ketidakadilan pada rakyat Papua akhirnya beberapa kalangan yang diback up oleh kekuatan asing mendorong kemerdekaan papua
.
Dibumbui dengan semangat melanesian yang rasnya berbeda dengan kebanyakan rakyat Indonesia
.
Dalan konteks hukum internasional juga berat karena menurut Perjanjian Westphalia memang diberikan peluang untuk bangsa dengan identitas sejenis menentukan nasib sendiri (merdeka). Dalam konteks Papua adalah ras melanesia
.
Hal inilah yang menjadi bahaya tersembunyi dari nation state (negara bangsa)
.
Artinya kalo negeri ini masih mempertahankan konsep negara bangsa akan sangat berpeluang pecah belah karena di Indonesia banyak suku bangsa yang menurut Perjanjian Westphalia sebagai basis hukum internasional memang memiliki hak untuk merdeka
.
Di sisi lain, asing (negara kapitalis dengan multi national corporation nya) sangat senang bila Papua merdeka karena akan lebih leluasa menguras kekayaan Papua
.
Sementara itu dari sisi narasi ada keanehan, bagi para perusuh dan aktivis kemerdekaan Papua tidak pernah mendapatkan stigma "radikal" apalagi "teroris", walaupun mereka membuat kerusakan dan kekerasan
.
Stigma radikal dan teroris selama ini malah diarahkan pada umat Islam yang mencita-citakan penerapan syariah Islam dan juga khilafah
.
Double standard memang sering dilakukan oleh asing kapitalis dan para pendukungnya
.
Hal ini semakin menguatkan bahwa memang ada asing kapitalis yang menginginkan Papua Merdeka
.
Papua membutuhkan kebijakan yang serius agar keadilan terwujud dan sekaligus ketegasan terbentuk
.
Solusi keadilan bukan dengan Papua Merdeka tetapi dengan mengenyahkan asing kapitalis dari negeri Papua dengan ketegasan agar Papua tak terjajah
.
Solusi berikutnya adalah menerapkan kebijakan yang benar-benar membawa pada adil sejahtera tanpa memandang suku, ras maupun agama
.
Dan hal itu dapat terwujud dengan penerapan kebijakan sesuai syariah Islam dalam naungan Khilafah

ISLAM SEBAGAI MABDA’ (IDEOLOGI

ISLAM SEBAGAI MABDA’ (IDEOLOGI)

Pendahuluan

Disadari atau tidak, pengertian “agama” yang dipahami masyarakat luas saat ini adalah “agama” dalam pengertian Barat yang sekularistik. Agama dalam kamus Barat, hanya menyangkut hubungan privat antara manusia dengan Tuhan, dan tidak berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan manusia. Kalaupun mengatur hubungan antar manusia, agama hanya mengatur pada aspek yang terbatas, misalnya ibadah ritual (worship) dan akhlak (moral), tidak mengatur seluruh aspek kehidupan secara total dan menyeluruh (Abdul Aziz Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru, Jakarta : GIP, hal. 33).

Para intelektual Barat, dalam mendefinisikan agama, kadang dipengaruhi oleh latar belakang mereka yang beragama Kristen, di samping tentunya terpengaruh paham sekularisme. Misalnya, Emile Durkheim dalam bukunya Les Formes Elementaries de La Vie Religiese [Bentuk-Bentuk Elementer dalam Kehidupan Beragama], mengatakan :

“Religion is an interdependant whole composed of belief and rites (faith and practices) related to sacred thing, unites adherents in a single community known as Church.”

(Agama adalah suatu keseluruhan yang bagian-bagiannya saling bersandar yang satu pada yang lain, terdiri dari kepercayaan dan ritus-ritus (keimanan dan ibadat) yang dihubungkan dengan hal yang suci, dan mengikat pengikutnya dalam suatu masyarakat yang disebut gereja) (Lihat HM. Rasjidi, Empat Kuliah Agama Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1977, hal. 49)

Definisi Durkheim ini di samping mengartikan unsur agama secara sempit dan sekularistik, yakni hanya terdiri dari aqidah dan ibadah, juga ternyata sangat dipengaruhi oleh tempat di mana dia hidup, yaitu masyarakat Kristen.

Ketika umat Islam lalu mengambil makna “agama” yang sekularistik itu, lalu diterapkan pada Islam, yang terjadi adalah reduksi dan distorsi yang luar biasa menyimpang dari Islam. Akhirnya Islam dipahami seperti agama-agama lainnya yang a-politis dan impoten dalam mengatur kehidupan manusia. Padahal, sebagai agama sempurna, sesungguhnya Islam telah mengatur seluruh perikehidupan manusia tanpa kecuali. Tak ada satupun persoalan hidup yang terjadi pada manusia, kecuali Islam telah menjelaskan tata aturannya. Allah SWT berfirman :

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian...” (QS Al-Maa`idah : 3)

“Dan telah Kami turunkan kepadamu (Muhammad) Al-Kitab (Al Qur`an) menjelaskan segala sesuatu.” (QS An Nahl : 89)

Karenanya, jika kita membuka Al-Qur`an, akan kita dapati banyak ayat Al Qur`an menerangkan tentang berbagai aspek kehidupan manusia, tidak hanya ibadah dan akhlaq. Dalam bidang ekonomi, misalnya terdapat ayat :

"Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS Al Baqarah : 275).

Dalam aspek politik/pemerintahan, misalnya terdapat ayat berikut :

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur`an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya" (QS An Nisa : 59).

Dalam masalah sosial kemasyarakatan, misalnya terdapat ayat berikut :

"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak..." (QS An Nisa : 11).

Tentang strategi militer, misalnya ada ayat :

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan (untuk berperang) yang dengan persiapan itu kamu menngentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengenalnya; sedang Allah mengetahuinya" (QS Al Anfal : 60)

Mengenai masalah pendidikan/ilmu pengetahuan, misalnya ada ayat berbunyi :

"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS Al-Mujaadilah : 11).

Mengenai sanksi dan hukuman pidana, misalnya ada ayat :

"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (QS Al Maidah : 38).

Itulah sebagian ayat-ayat Al Qur`an yang membuktikan bahwa Islam membahas dan mengatur segala aspek kehidupan manusia.

Walhasil, menganggap Islam sebagai “agama” dalam pengertian sekuler, akan menjadikan Islam tereduksi dan terdistorsi itu sendiri. Di sinilah, maka diperlukan upaya untuk mengembalikan Islam pada posisinya yang sebenarnya sebagai pengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Digunakanlah kemudian istilah “ideologi” yang memiliki makna yang lebih luas daripada istilah “agama” menurut versi kaum sekuler yang kafir.

Oleh sebab itu, kata “ideologi” yang dirangkaikan dengan “Islam” ¾sehingga menjadi istilah “ideologi Islam”¾ sungguh bukanlah sekedar menarik secara leksikal dan gramatikal, namun memiliki substansi makna yang dalam dan fundamental. Dengan kata “ideologi Islam”, sebenarnya telah terjadi proses penghancuran (dekonstruksi) terhadap paham sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang telah membelenggu otak umat, sekaligus proses purifikasi dan revitalisasi terhadap Islam, yang dimaksudkan agar Islam kembali menempati posisinya yang layak yang telah ditetapkan Allah baginya. Yaitu sebagai penuntun dan pengatur segala urusan hidup manusia secara utuh dan menyeluruh (kaaffah). Allah SWT berfirman :

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh.” (QS Al Baqarah : 208)

“Apakah kalian akan beriman dengan sebagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebagian (yang lainnya). Maka tidaklah balasan bagi orang yang mengerjakan yang demikian itu dari kalian, kecuali kehinaan dalam kehidupan dunia. Dan pada Hari Kiamat nanti mereka akan dikembalikan kepada azab yang sangat berat.” (QS Al Baqarah : 85)

Definisi Ideologi

a. Berbagai Definisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:366), ideologi ialah : (1) kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup, (2) cara berpikir seseorang atau suatu golongan, (3) paham, teori, dan tujuan yang berpadu merupakan suatu kesatuan program sosial politik. Menurut Steven Vago dalam Social Change (1989:90), ideologi ialah “a complex belief system that explains social arrangements and relationship.” (suatu sistem kepercayaan/keyakinans yang menerangkan pengaturan dan hubungan sosial). Dalam Collins Dictionary of Sociology (Jary, 1991:295), ideologi ialah “any system of ideas underlying and informing social and political action.” (suatu sistem pemikiran yang mengatur dan menginformasikan aksi sosial dan politik) (Haedar Nashir, 2001:30). Definisi-definisi ini menjelaskan pengertian umum ideologi.

Secara agak lebih jelas dan dalam, J. Riberu dkk dalam Menguak Mitos-Mitos Pembangunan : Telaah Kritis dan Etis (1986:4) menyatakan, ideologi adalah sistem paham atau seperangkat pemikiran yang menyeluruh, yang bercita-cita menjelaskan dunia dan sekaligus mengubahnya. J. Riberu dkk (1986:5) lalu menjelaskan lebih jauh unsur-unsur ideologi : (1) pandangan yang komprehensif tentang manusia, dunia, dan alam semesta dalam kehidupan, (2) rencana penataan sosial politik berdasarkan paham tersebut, (3) kesadaran dan pencanangan dalam bentuk perjuangan melakukan perubahan-perubahan berdasarkan paham dan rencana dari ideologi tersebut, (4) usaha mengarahkan masyarakat untuk menerima ideologi tersebut yang menuntut loyalitas dan keterlibatan para pengikutnya, dan (5) usaha memobilisasi seluas mungkin kader dan massa yang akan menjadi pendukung ideologi tersebut (Haedar Nashir, 2001:31).

b. Definisi Terpilih

Sebenarnya berbagai definisi di atas saling melengkapi. Dalam pengertian umumnya, akan ditemukan 2 (dua) unsur dasar sebuah ideologi, yaitu : (1) gagasan dasar, dan (2) gagasan cabang. Misalnya dalam definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada “kumpulan konsep bersistem”, yang menjadikan gagasan dasar. Sedang gagasan cabangnya, adalah pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Dalam definisi Steven Vago, ada system of belief (sistem keyakinan) sebagai gagasan dasar, dan social arrangements and relationship” (pengaturan dan hubungan sosial), sebagai gagasan cabangnya. Dalam definisi J. Riberu dkk, ada gagasan dasarnya, yaitu “pandangan yang komprehensif tentang manusia, dunia, dan alam semesta dalam kehidupan”, sedang unusr-unsur lainnya, merupakan gagasan-gagasan cabang yang berasal dari gagasan dasar tadi.

Dua unsur dasar ideologi itu sejalan dengan penjelasan M.M. Ismail dalam Al-Fikr Al-Islami (1958) tentang definisi ideologi. Menurutnya, ideologi (Arab : mabda`) adalah “al-fikru al-asasy tubna alaihi afkaar”, yakni pemikiran mendasar yang di atasnya dibangun pemikiran-pemikiran lain. Pemikiran mendasar ini disebutnya aqidah, yang merupakan pemikiran menyeluruh tentang manusia, alam semesta, dan kehidupan. Sedang pemikiran-pemikiran cabang yang dibangun atas dasar aqidah tadi, merupakan peraturan hidup manusia (nizham) dalam segala aspeknya : politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam, dan sebagainya. Gambar berikut menjelaskan pengertian ideologi secara umum menurut M.M. Ismail.

Gb. 1. Bagan Ideologi Dalam Pengertian Umum

Agar aqidah tersebut dapat melahirkan aneka peraturan hidup, ia haruslah bersifat aqliyah, atau dapat dikaji dan diperoleh berdasarkan suatu proses berpikir. Bukan diperoleh melalui jalan taklid tanpa melibatkan proses berpikir. Aqidah yang semacam ini, disebut aqidah aqliyah, yang darinya dapat dibangun pemikiran cabang tentang kehidupan.

Karena itu, dengan ungkapan yang lebih spesifik, Taqiyuddin An-Nabhani (2001) mendefinisikan ideologi sebagai “aqidah aqliyah yanbatsiqu ‘anha nizham”, atau aqidah aqliyah yang melahirkan nizham (peraturan hidup) bagi manusia.



Gb.2. Bagan Ideologi Dalam Pengertian Spesifik

Definisi ideologi sebagai “aqidah aqliyah yang melahirkan nizham” ini bersifat umum, dalam arti dapat dipakai dan berlaku untuk ideologi-ideologi dunia seperti kapitalisme dan sosialisme, dan dapat pula berlaku juga untuk Islam. Sebab Islam mempunyai sebuah aqidah aqliyah, yaitu Aqidah Islamiyah, dan mempunyai peraturan hidup (nizham) yang sempurna, yaitu Syariat Islam.

Taqiyuddin An-Nabhani (2001) menerangkan definisi ideologi ini dari sisi lain, yakni ideologi tersusun dari fikrah (ideas, thoughts) dan thariqah (method). Ideologi dari sisi ini ditinjau dari segi: Pertama, konsep/pemikiran murni --yang semata-mata merupakan penjelasan konseptual tanpa disertai penjelasan bagaimana metode menerapkan konsep itu dalam kenyataan— dan Kedua, metodologi yang menjelaskan bagaimana pemikiran/konsep itu diterapkan secara praktis. Tinjauan ideologi sebagai kesatuan fikrah-thariqah ini dimaksudkan untuk menerangkan bahwa thariqah adalah suatu keharusan agar fikrah dapat terwujud. Di samping itu, juga untuk menerangkan bahwa fikrah dan thariqah suatu ideologi adalah unik. Artinya, setiap ada fikrah dalam sebuah ideologi, pasti ada thariqah yang khas untuk menerapkan fikrah tersebut, yang berasal dari ideologi itu sendiri, bukan dari ideologi yang lain.

Menurut An-Nabhani, fikrah merupakan sekumpulan konsep/pemikiran yang terdiri dari dari dua unsur : (1) aqidah, yaitu pemikiran menyeluruh tentang alam semsta, manusia, dan kehidupan, dan (2) solusi terhadap masalah manusia. Sedang thariqah –yang merupakan metodologi penerapan ideologi secara operasional-praktis— terdiri dari : (1) penjelasan cara melaksanakan solusi terhadap masalah, (2) cara penyebarluasan ideologi, dan (3) cara pemeliharan aqidah. Jadi, ideologi ditinjau dari sisi ini adalah gabungan dari fikrah dan thariqah, sebagai satu kesatuan. (Taqiyyudin An Nabhani, 2001, Nizham Al Islam, hlm. 22-23). Bagan berikut menggambarkannya :



Gb. 3. Ideologi Tersusun Dari Fikrah dan Thariqah

Definisi ideologi yang telah diterangkan di atas bersifat umum, dalam arti dapat dipakai dan berlaku untuk ideologi-ideologi dunia seperti Kapitalisme dan Sosialisme. Dan tentu, dapat berlaku juga untuk Islam. Sebab Islam memang mempunyai sebuah aqidah aqliyah, yaitu Aqidah Islamiyah, dan mempunyai peraturan hidup (nizham) yang sempurna, yaitu Syariat Islam.

Dengan demikian, tatkala kita menyebutkan istilah “ideologi Islam” sesungguhnya kita telah memelihara substansi Islam itu sendiri –yaitu Aqidah dan Syariah— tanpa mengurangi atau menambahinya sedikitpun. Aqidah dan Syariah-nya tetap itu-itu juga. Hanya saja, kita meletakkan keduanya dalam kerangka berpikir ideologis, untuk menghadapi situasi kontekstual umat saat ini, yang menganggap Islam sebagai “agama” dalam pengertian Barat yang sekuler.

Ideologi Islam, Ancaman?

Mungkin ada yang khawatir ketika Islam dijadikan ideologi, sehingga muncul pertanyaan,”Apakah ideologi Islam adalah sebuah ancaman ?” Jawabannya sangat tergantung dari cara pandang ideologis yang digunakan. Cara pandang ideologis, adalah cara pandang terhadap suatu fakta berdasarkan keyakinan tertentu pada sebuah ideologi.

Menurut cara pandang ideologi kapitalisme, Islam ideologi jelas merupakan ancaman baginya. Sebab ideologi kapitalisme bertumpu pada ide dasar sekulerisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan (fashl al din ‘an al hayah). Maka bagi ideologi kapitalisme, agama adalah masalah pribadi antara individu dengan tuhannya. Agama tidak dibenarkan turut campur dalam pengaturan kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Karenanya, Islam dalam bentuk ideologi jelas merupakan ancaman terhadap eksistensi sekulerisme, dasar kapitalisme. Sebab Islam dalam bentuk ideologi berarti mengharuskan adanya peran agama (Islam) dalam seluruh tatanan aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara, tanpa kecuali.

Menghadapi ancaman ini, para penganut kapitalisme melakukan berbagai langkah, antara lain, melakukan manipulasi dengan menyebarkan opini bahwa Islam adalah agama, bukanlah ideologi. Islam diilusikan seperti agama Kristen atau Katolik yang harus terlepas dari kekuasaan dan pemerintahan. Memandang Islam sebagai ideologi, kata mereka, adalah suatu apologi yang muncul karena perasaan inferior di bawah dominasi dan imperialisme Barat. Dikatakan pula bahwa konsep kenegaraan dalam Islam itu sebenarnya tidak ada, karena dalam Al Qur`an tidak ada kata “dawlah” (negara). Jadi dalam persepsi para penganut kapitalisme, Islam ideologi itu mengada-ada dan hanya utopia.

Ancaman Islam ideologi juga dihadapi dengan penyebaran opini Islam “substantif” yang menyatakan bahwa Islam itu yang lebih penting adalah aspek substansinya (seperti keadilan, persamaan, persaudaraan, kesejahteraan) dan bukan aspek simbol atau legal-formalnya (penerapan hukum Islam apa adanya termasuk eksistensi negara Islam). Ide Islam “substantif” ini sebenarnya adalah pemerkosaan terhadap Islam, yakni menempatkan Islam secara paksa dalam kerangka ide pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme). Jelas ini sangat zalim dan tidak adil.

Mereka juga menyerang para aktivis harakah Islam yang menyerukan Islam ideologi sebagai “teroris”, “fundamentalis”, “ekstremis”, “radikalis”, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk menimbulkan kebencian masyarakat kepada para aktivis dakwah, sekaligus sebagai justifikasi atau landasan pengambilan tindakan penumpasan oleh para penguasa sekuler yang kejam. Penguasa

Para penganut kapitalisme juga berusaha berusaha membuktikan ancaman ideologi Islam dengan berbagai data dan bukti sejarah. Mereka sengaja menutupi prinsip bahwa Islam tidaklah bersumber dari peristiwa sejarah, melainkan bersumber dari nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah. Maka mereka mengeksploitir penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam sejarah Islam, untuk membuktikan betapa buruk akibat yang terjadi kalau Islam memegang kekuasaan. Misalnya terbunuhnya tiga khalifah (Umar, Utsman, dan Ali) dari empat Khulafa`ur Rasyidin. Atau perilaku sebagian khalifah yang menyimpang dari Islam, seperti perilaku Sultan Muhammad III (1595-1603 M), pengganti Murad III, seorang khalifah dalam masa Utsmaniyah, yang membunuh semua saudara laki-lakinya berjumlah 9 orang dan menenggalamkan janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang demi kepentingan pribadi. (Lihat Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal. 155)

Benarkah Islam ideologi adalah sebuah ancaman ? Menurut Islam itu sendiri, jelas tidak. Bahkan ia adalah sebuah harapan, ketika saat ini umat Islam berada dalam ketertindasan akibat kapitalisme. Lebih dari itu, ideologi kapitalisme yang diterapkan kini bukan sekedar ancaman, tapi sudah menjadi bahaya nyata yang menyengsarakan umat Islam.

Islam ideologi adalah sebuah penegasan identitas, dan revitalisasi Islam yang mutlak adanya, setelah sebelumnya Islam mengalami reduksi hanya sebagai “agama” dalam pengertian Barat.

Jadi, dengan kata "ideologi islam”, sebenarnya dimaksudkan agar Islam kembali menempati posisinya yang layak yang telah ditetapkan Allah baginya. Yaitu sebagai. penuntun dan pengatur segala urusan hidup manusia secara utuh dan menyeluruh (kaaffah). Jelaslah, Islam ideologi adalah penegasan identitas yang justru menjadi tuntutan saat ini. Islam ideologi bukan ancaman bagi umat Islam.

Di samping itu, Islam ideologi justru menjadi harapan tatkala keadaan umat manusia menjadi sangat brengsek akibat pengaruh dan penerapan ideologi kapitalisme. Ideologi inilah yang harus bertanggung jawab terhadap berlangsungnya imperialisme dan kolonialisme terhadap dunia, termasuk Dunia Islam. Perancis misalnya menduduki dan menjajah Aljazair (1830), Tunisia (1881), Maroko (1912), dan Syam (1920). Sementara Inggris menjajah India (1857), Mesir (1882), Irak (1914), dan Palestina (1918). Kapitalisme harus memikul tanggung jawab pula terhadap lahirnya ideologi sosialisme, karena sosialisme adalah by product (efek samping) penerapan kapitalisme yang eksploitatif dan kejam di Eropa pada abad XVIII dan XIX. Kapitalisme pula yang harus bertanggung jawab terhadap korban Perang Dunia I dan II. Perang Dunia I (1914-1918) telah menelan korban jiwa tak kurang dari 21.000.000 orang. Perang Dunia II (1939-1945) menelan korban 35.513.877, di antaranya yang mati terbunuh sebanyak 8.543.515 orang. Pada hari keenam setelah jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, korban yang tewas antara 210.000-240.000, belum terhitung yang luka atau cacat seumur hidup. (Lihat Abul Hasan Ali An Nadwi, Ma Dza Khasir Al ‘Alam bi Inhithat Al Muslimin)

Kapitalisme harus bertanggung jawab terhadap munculnya ketimpangan yang sangat parah antara negara-negara industri yang kapitalistik dengan negara-negara lain di dunia. Data menunjukkan bahwa negara-negara industri yang kaya (seperti AS, Inggris, Perancis, Jerman, dan Jepang) yang hanya mempunyai 26 % penduduk dunia, ternyata menguasai lebih dari 78 % produksi barang dan jasa, 81 % penggunaan energi, 70 % pupuk, dan 87 % persenjataan dunia. (Lihat Rudolf H. Strahm, Kemiskinan Dunia Ketiga, h. 8-9)

Ringkas kata, yang menjadi ancaman nyata bagi umat manusia adalah ideologi kapitalisme yang sekuleristik itu, bukan ideologi Islam.

Jelaslah, tidak relevan menganggap Islam ideologi sebagai ancaman. Sebab Islam ideologi adalah Islam itu sendiri. Bagaimana mungkin kita menganggap kita adalah ancaman bagi kita sendiri ? Yang lebih relevan adalah membicarakan bahaya-bahaya kapitalisme. Karena sifatnya nyata, dan bukan lagi sekedar ancaman.

Maka orang yang menolak Islam sebagai ideologi sesungguhnya telah melakukan dua hal sekaligus, Pertama, menolak Islam itu sendiri, yang berarti juga menipu diri sendiri dan menipu umat Islam. Kedua, memberikan justifikasi terhadap berlakunya ideologi kapitalisme sekarang, yang berarti juga turut serta dalam upaya melanggengkan penindasan dan penderitaan umat manusia.

Ideologi Islam dan Konstelasi Politik Internasional

Dari uraian sebelumnya, jelas bahwa penerapan ideologi Islam secara sempurna merupakan hal yang tak dapat ditawar-tawar lagi. Masalah yang ada demikian bertumpuk, berjibun, dan seolah tak pernah berhenti mendera umat Islam. Masalah-masalah di bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya telah membuat kita terpuruk dan tertindas. Kalaupun diselesaikan, pasti yang diterapkan adalah hukum-hukum yang jauh dari ketentuan wahyu Allah SWT, karena sistem kehidupan yang ada sekarang telah dicengkeram oleh sistem sekuler yang memisahkan agama dari arena kehidupan.

Dan penerapan ideologi Islam, mau tak mau membutuhkan negara sebagai institusi yang berdiri untuk menerapkan hukum-hukum syara’ sebagai solusi berbagai problematika umat. Sebab tanpa negara, sebuah ideologi pasti akan lumpuh dan tidak bermakna signifikan. Tanpa negara, sebuah ideologi hanya akan berupa mitos atau filsafat kosong yang menjadi penghuni otak belaka, tidak bisa diiimplementasikan secara konkret dalam realitas kehidupan manusia.

Dalam ideologi Islam, negara ini disebut dengan Khilafah atau Imamah, yang tak diragukan lagi kewajibannya dalam Islam. Syaikh Abdurrahman Al Jaziri menegaskan dalam kitabnya Al Fiqh ‘Ala Al Madzahib Al Arba’ah, jilid V, hal. 308 :

“Para imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi‘i, dan Ahmad) --rahimahumullah-- telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) itu wajib...”

Tak hanya kalangan Ahlus Sunnah saja yang mewajibkan Khilafah, bahkan seluruh kalangan Ahlus Sunnah dan Syiah ¾termasuk juga Khawarij dan Mu’tazilah¾ tanpa kecuali bersepakat tentang wajibnya mengangkat seorang Khalifah.

Ibnu Hazm dalam Al Fashl fil Milal Wal Ahwa' Wan Nihal juz 4 hal. 87 mengatakan :

“Telah sepakat seluruh Ahlus Sunnah, seluruh Murji'ah, seluruh Syi'ah, dan seluruh Khawarij, mengenai wajibnya Imamah (Khilafah)…”

Namun sayang, representasi ideologi Islam dalam bentuk sistem Khilafah ini telah musnah tahun 1924 di Turki. Apakah di tengah situasi kontemporer saat ini ideologi Islam masih punya peluang? Jika kita mencoba meneropong realitas kontemporer saat ini, ideologi Islam cukup berpeluang untuk tampil kembali dalam panggung politik tingkat dunia. Tengoklah, ideologi Sosialisme telah bangkrut pada awal dekade 90-an dengan runtuhnya Uni Soviet. Negara-negara yang mengklaim penganut Sosialisme, seperti RRC, akhirnya harus bertransformasi menjadi negara Kapitalis. Memang, saat ini masih ada segelintir pemuda/mahasiswa (muslim) yang bersemangat —tetapi bodoh terhadap Islam— yang getol dan keranjingan mempelajari Marxisme dan Komunisme, kemudian mempraktekkannya secara nyata dalam gerakan-gerakan yang tujuannya adalah menyulut kontradiksi dan konflik di antara komponen masyarakat, khususnya antara golongan borjuis dengan golongan proletar. Namun Insya Allah usaha mereka akan gagal. Dan kita tentu tidak boleh mendiamkan eksistensi Marxisme dan Komunisme ini, karena Marxisme dan Komunisme adalah suatu kekafiran yang wajib dihapuskan sampai ke akar-akarnya.

Adapun ideologi Kapitalisme, saat ini memang tengah berjaya dan terus berusaha melestarikan hegemoni dan dominasinya atas dunia. Amerika, Inggris, Perancis, dan negara-negara Barat yang kafir terus berusaha mengokohkannya cengkeramannya atas Dunia Islam untuk diinjak-injak, dieksploitir, dihisap kekayaan alamnya yang demikian kaya. Untuk itu mereka telah menyebarluaskan pemikiran-pemikiran kafir mereka seperti demokrasi, pluralisme, hak asasi manusia, dan politik pasar bebas (Lihat Abdul Qadim Zallum, Al Hamlah Al Amirikiyyah Lil Qadha` ‘Alal Islam). Mereka pun terus melancarkan fitnahan-fitnahan yang keji seperti tuduhan ekstrem dan fundamentalis terhadap kaum muslimin yang ingin secara tulus mengembalikan Islam ke dalam tahta kekuasaan. Sayang sekali, para penguasa di Dunia Islam telah memposisikan diri mereka sebagai bagian dari pihak Barat ini. Mereka menjadi budak-budak yang selalu tunduk, patuh, bertakbir, dan bersujud kepada majikan-majikan mereka, yakni kaum penjajah yang kafir itu. Lihatlah, alih-alih menentang dan melawan, mereka malah mendatangkan IMF, Bank Dunia, dan lembaga-lembaga internasional lainnya, lalu mengemis-ngemis, meratap, dan menghiba kepada mereka tanpa malu kepada rakyatnya, serta pasrah begitu saja terhadap instruksi-instruksi mereka untuk menjarah atau merampok harta kekayaan umat yang seharusnya dijaga dengan penuh amanah dan tanggung jawab.

Namun demikian, sebenarnya tanda-tanda kelapukan dan kehancuran Kapitalisme sudah mulai nampak. Protes-protes terhadap WTO di Seattle (AS), lalu protes terhadap IMF dan Bank Dunia di Davos (Swiss) dan Washington belakangan ini, menunjukkan bahwa Kapitalisme telah mulai diragukan dan dibenci bahkan oleh para penganutnya sendiri. Geliat Dunia Ketiga untuk menentang dominasi Barat pun nampak semakin mengental tatkala dalam forum negara-negara G-77 di Havana (Kuba) Fidel Castro menyerukan,”Bubarkan IMF !”

Karena itulah, jika Sosialisme telah gagal, demikian pula Kapitalisme ¾yang akan segera hancur, Insya Allah¾ maka kemana lagi umat manusia akan berharap kalau bukan kepada ideologi Islam? Bukankah sudah cukup lama umat manusia menderita dan tersiksa di bawah tindasan ideologi-ideologi kafir seperti Sosialisme dan Kapitalisme? Bukankah ideologi-ideologi kafir tak mampu memberikan apa-apa kepada umat manusia selain penderitaan, kemelaratan, kebejatan moral, dan segala kesulitan hidup yang sangat memprihatinkan dan menyedihkan ini?

Penutup

Sesungguhnya ideologi Islam harus segera tampil di panggung kehidupan manusia untuk menyelamatkan umat manusia dari jurang penderitaan dan gelimang kesengsaraan yang nyaris tanpa batas. Kemunculannya adalah suatu keniscayaan, karena kemenangan Islam telah menjadi janji Allah dan Rasul-Nya kepada para hamba-Nya yang beriman dan ikhlas beramal shaleh.

Namun demikian, umat Islam tidak berarti hanya bertopang dagu dan ongkang-ongkang kaki menunggu kemenangan Islam. Justru mereka wajib berjuang bahu membahu satu sama lain, dengan mengerahkan segala daya dan upaya, agar ideologi-ideologi kafir segera punah dari muka bumi dan agar ideologi Islam kembali meraih keunggulan dan kejayaan untuk tampil di tengah kehidupan umat manusia, walau pun orang-orang kafir membencinya.

Allah SWT berfirman :

“Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka. Dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.” (QS Ash Shaff : 8).

Tuesday, August 20, 2019

Kalau Syariah Sudah Ada Dalam Pancasila, Kok Menolak Islam Diterapkan

Kalau Syariah Sudah Ada Dalam Pancasila, Kok Menolak Islam Diterapkan ?

Oleh: Zainab Ghazali

Baru-baru ini Menhan Ryamizard Ryacudu mengatakan, nilai-nilai syariat Islam sudah tertuang dalam sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menurutnya, Pancasila merupakan kompromi yang sudah final antara kelompok Islam, kelompok nasionalis, dan kelompok kebangsaan. Bahkan katanya, para kyai dan ulama pejuang bangsa yang mengajukan penerapan syariah dalam Piagam Jakarta pun menyepakati bahwa sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa sudah sama dengan syariah Islam.

Dengan demikian menurut Menhan, umat Islam mempunyai hak menjalankan keyakinan agamanya tanpa perlu mendiskriminasi keyakinan agama lain. Di titik inilah katanya, menjalankan Pancasila sama dengan mempraktikan syariat Islam dalam konsep hidup berbangsa dan bernegara. Sehingga tidak ada sikap intoleransi dalam kehidupan berbangsa, atas nama suku, agama, dan lain-lain. Begitu katanya.

Nampaknya, Pak Menhan dan para tokoh lain yang masih berpikir serupa, perlu ngaji Islam intensif lagi deh. Agar arah dan cara berpikirnya tak tumpang tindih. Juga agar bisa secara riil membedakan Islam sebagai akidah ruhiyah dan sebagai akidah siyasiyah.

Lihat saja, bagaimana bisa mengatakan syariah sudah ada dalam pancasila, tapi kok menolak ide penerapan syariah?Bahkan baru muncul istilah “NKRI bersyariah” saja mereka crpat-cepat menolaknya. Padahal gagasan NKRI bersyariah belum tentu sesuai tuntutan syariah.

Jadi, menolak “NKRI bersyariah” dengan argumen NKRI sudah final karena syariah sudah termaktub dalam Pancasila sila pertama itu logikanya bagaimana? Jika memang benar sila pertama itu sudah mengandung syariah, maka mengapa NKRI yang jelas-jelas mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila-nya ternyata menolak penyematan kata “syariah”?
Dan jika benar pancasila sesuai syariah, mengapa rezim justru keras menolak penerapan islam kaffah? Bahkan saat kaum muslimin yang jumlahnya mayoritas ini ingin menerapkan syariah sebagai pengamalan Ketuhanan Yang Maha Esa, malah dilarang, dituduh radikal dan disuruh keluar dari Indonesia.

Apalagi ketika muncul gerakan dakwah yang mengusung khilafah, merekapun lebih ketar ketir lagi. Mereka memframingnya bukan sekedar radikal, tapi merupakan penjaja ide transnasional yang membahayakan persatuan dan keragaman. Padahal sejatinya khilafah adalah bagian dari syariah Islam, bahkan merupakan satu-satunya institusi penegak syariah Islam.

Namun anehnya, saat mereka menolak keras NKRI yang digandengkan dengan kata syariah, di saat sama, rezim justru sangat ambisius menyematkan kata “nusantara” pada Islam di Indonesia. Padahal konsepnya tak jelas, bahkan terkadang mensinkretis islam dengan gagasan-gagasan yang bertentangan dengan ajarannya.
Bahkan mereka sodorkan “Islam Nusantara” ini kepada umat Islam, sistemik dan terstruktur pula. Padahal jelas Islam itu satu untuk seluruh dunia. Tak terkotak-kotak oleh kesukuan dan kebangsaan.

Nampak rezim bersengaja ingin memecah belah Islam yang satu melalui istilah “Islam nusantara”, “Islam radikal” dan yang lainnya. Bahkan melanjutkannya dengan kebijakan yang membabi buta. Persekusi sana-sini kepada umat Islam, kriminalisasi kanan-kiri; yang semuanya merupakan wujud arogansi penguasa sekaligus membuktikan klaim, bahwa rezim ini adalah rezim yang anti islam.

Sungguh mereka makin berani menampakkan kebenciannya pada Islam. Dan menggunakan pancasila sebagai tameng. Sementara di saat sama, mereka justru menjadi pembela sistem sekuler demokrasi kapitalis neoliberal, yang lahir dari ide sesat sekularisme, pluralisme, dan liberalisme. Padahal jelas, sistem dan ide-ide tersebut adalah ide transnasional milik kaum kafir Barat yang terbukti telah membawa negeri ini pada berbagai kerusakan.

Mari renungkan ayat ini: “...Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (TQS Ali Imron [3]: 118).

THE INVISIBLE HANDS

THE INVISIBLE HANDS
Oleh : Agnes Marcellina Tjhin


Sebelum ada kasus penolakan dakwah Ustad Abdul Somad di Bali, saya sudah pernah mendengarkan beberapa ceramahnya yang beredar di medsos dan saya suka karena beliau orangnya kocak, lucu, pandai, selain menguasai ilmu agama beliau punya keahlian bagaimana menyampaikannya kepada orang lain agar bisa didengar dan dipahami. Dakwahnya penuh dengan humor tetapi isinya tetap menyentuh hati. Saya saja yang bukan muslim senang mendengarkannya apalagi orang beragama Islam.

Sewaktu Ustad Somad digeruduk di sebuah hotel di Bali saat akan memberi ceramah di masjid, saya terperangah sewaktu membaca beritanya karena memang sungguh sangat memalukan kejadian tersebut dan tidak bisa diterima dengan akal sehat manapun kalau kita Indonesia yang melindungi umat beragama yang berbeda tetapi perlakuan terhadap ulama seperti itu. Bukan saja menodai makna dari Bhineka Tunggal Ika tetapi juga sangat kasar apalagi pecalang pecalang di Bali masuk ke hotel sambil membawa benda tajam. Astaga…. Masa seorang ulama diperlakukan seperti itu? Penolakan tersebut katanya karena ustad Somad anti Pancasila.

Masyaallah….mereka yang bilang seperti itu apakah sudah pernah mendengar belum ceramah ceramahnya? Berikut adalah salah satu ceramah beliau yang mengatakan negara dan bangsa Indonesia sudah diikat dengan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika , jadi bagaimana mungkin dia dituduh anti Pancasila?

https://www.youtube.com/watch?v=3IRAxvZd
qxo&t=1006s

Tidak lama setelah kejadian tersebut, ceramah beliau juga dibatalkan di kantor PLN. Tidak lama kemudian lagi, kehadiran beliau di Hong Kong ditolak dengan alasan karena ustad berasal dari organisasi terlarang. Kalau sudah begini, saya berani berkesimpulan bahwa ada ‘THE INVISIBLE HANDS” yang sudah melakukan kriminilisasi dan persekusi terhadap ulama yang bernama Abdul Somad ini. Pola polanya mungkin tidak jauh berbeda dengan yang sudah dilakukan terhadap Habaib Riziek Shihab. Ada sekelompok orang orang yang begitu panik dengan munculnya ulama ulama yang berkharisma yang bisa menggiring dan mempersatukan umat sehingga mereka dianggap menjadi musuh yang harus dihabisi. Kriminilisasi terhadap HRS dilakukan melalui HOAX.

Rocky Gerung mengatakan: “pembuat hoax terbaik adalah pemerintah. Alasannya karena penguasa memiliki seluruh perangkat untuk berbohong. Intelijen, pemerintah punya, begitupun data statistik dan media. Itu faktanya. Hanya pemerintah yang mampu berbohong secara sempurna. Rezim itu kalau dia terus menerus mengendalikan kebenaran, artinya ada kebohongan yang hendak disembunyikan. Kita mencium ada semacam kepanikan di dalam rezim ini. Orang panik biasanya ingin cari pegangan apa saja. Kayak orang hanyut, dia mau raih apa saja. Entah itu kaleng bekas hanyut, batang pohon. Jadi kepanikan menunjukkan ada krisis, sebenarnya”.
Sepakat….saya sepenuhnya setuju dengan pendapat bang Rocky.

Ditengah kerinduan umat Islam terhadap Habaib Riziek dengan dakwah dakwahnya, tiba tiba muncul Ustad Abdul Somad yang dalam sekejap dikenal diseantero Nusantara ini. Tetapi lagi lagi THE INVISIBLE HANDS sedang berusaha mengusik ketenangan umat Islam. Lagi lagi hoax yang digoreng adalah anti Pancasila, anti kebhinekaan, teroris dan label label lainnya.

Sudah berminggu-minggu saya tidak menulis tetapi hari ini dakwah Ustad Abdul Somad yang saya terima melalui whatsapp, membuat saya berlinang air mata sambil mendengarkannya. Saya ingin menshare kepada anda semua video tersebut tetapi saya mencari linknya di youtube belum ditemukan dari sekian banyak video dakwah dakwahnya.

Isi dari dakwah beliau dalam video tersebut sangat menggugah hati . Saya ingin mengutipnya sebagai berikut :
“Hari ini, bulan ini , beberapa tahun belakangan ini, Kaum muslimin dikejutkan dengan pengeroyokan terhadap kebenaran dengan kata dan istilah lain, kriminilisasi, orang dikriminilkan, yang baik dikatakan sebagai perampok , pengkhianat dikatakan sebagai orang yang benar dan jujur. Ini bukanlah sesuatu hal yang baru, ini sudah lama terjadi, 1450 tahun SM, Nabi Musa mengalami hal yang sama. Firaun, Haman dan tentara tentaranya, 3 kelompok mengeroyok Musa. Dunia tidak berubah, isinya itu itu juga, Haman, orang cerdas tetapi kecerdasannya bukan untuk mengabdi kepada rakyat tetapi untuk menjilat Firaun. Haman , orang yang diberikan akal sempurna tapi akalnya bukan untuk mengabdikan diri kepada Allah tetapi untuk mengikutkan hawa nafsu mendapatkan segenggam dunia dari Firaun. Mereka semua mati, nama mereka dikenang abadi tetapi yang satu dikenal karena jahatnya, zolimnya, karena aniayanya tetapi yang satu dikenal karena baiknya, sholehnya.

Hari berganti, musim berubah, zaman berputar isi dunia tetap tetap itu itu juga. Setelah itu 1450 tahun lamanya datang zaman Nabi Isa. Hari itu juga dia dikeroyok, juga dibantai oleh 3 kelompok, Yehudi, Romawi dan yang menjadi pengikut Yehudi dan Romawi. Yehudi tidak suka karena kedatangan Isa akan membuka borok Yehudi. Romawi tidak suka karena kekuasaan akan hilang karena pengikut Isa bertambah banyak. Gelombangnya keras yang akan meluluhlantakan kekuasaan Yehudi dan Romawi. Orang orang awam yang bodoh hanya mengikut Yehudi dan Romawi. Ternyata diantara para muridnya, ada pengkhianat Yudas Iskariot , hanya disogok dengan beberapa keeping uang emas, imannya luntur sehingga Nabi Isa ditangkap.

Hari berganti, musim berubah, 571 Sesudah Masehi, lahir Nabi Muhammad. Apa yang terjadi pada Musa dan Isa, terjadi juga pada Muhammad. Perang antara partai partai. Mereka mengeroyok kebenaran.

Zaman nabi nabi sudah berakhir tetapi ada pelanjut para nabi, ulama yang mengamalkan ilmunya, ulama yang menyuarakan kebenaran. Ulama dikeroyok, ulama dihabisi, difitnah. Siapa yang menyinggung anggota kekuasaan,ditangkap, dihabisi, dipenjarakan.. Hari ini penerus penerus penyuara kebenaran difitnah juga.
Ketahuilah, mereka yang menolong dan memperjuangkan agama Allah, tidak pernah takut sedikitpun. Memilih antara hak dan batil. Allah berikan telinga, Allah kasih mata, Allah kasih tenaga, pakailah untuk memilih dan memilah. Semua akan disoal, semua akan ditanya, kemana engkau akan berpihak wahai saudara. Dulu orang bingung memilih mana hak dan mana batil, tetapi hari ini begitu nyata dan jelas. Kau akan ditanya dan disoal dihadapan Allah, kemana engkau berpihak? Kemana engkau memilih? Demi jiwa dan penciptaannya. Beruntunglah orang yang mensucikan diri tapi pemilihan yang benar perlu pengorbanan yang panjang .
Hari ini kita memilih dan setiap pilihan pasti ada resikonya. Orang beriman akan tahu kemana dia akan pulang. Dari tanah, tegak diatas tanah, berjalan diatas tanah, akan kembali masuk ke tanah menjadi santapan cacing cacing tanah Kalau pernah kau tolong kebenaran, itulah yang akan kau bawa bekal menghadap Allah. Memilih bersikap dalam suasana genting, beribu alasan terucapkan tetapi hatimu tak bisa kau dustai, nalurimu tak dapat kau bohongi, hatimu terasa sempit ketika kau khianati diri . Oleh sebab itu ,tanya kepada hatiku yang tak dapat kau dustai, bahwa kau memilih jalan yang benar”

Kalau ada seorang ustad yang sudah membuat saya meneteskan air mata saat mendengarkan ceramahnya , ya itulah dia USTAD ABDUL SOMAD.

Salam Indonesia Raya,
5 Januari 2018
https://youtu.be/P3ZUVbaBKdo

PEMILU LEGISLATIF, KONSILI NICEA GAYA BARU

PEMILU LEGISLATIF, KONSILI NICEA GAYA BARU
.
.
Apa yang ada di benak Anda saat membaca sejarah ternyata Nabi Isa alahissalam atau Yesus dinyatakan sebagai Tuhan berdasarkan hasil Pemilu? Ya, Pemilu tersebut terjadi pada 325 Masehi. Diselenggarakan oleh Kaisar Konstantin dalam konsili (muktamar) di Nicea (Turki).
.
Sekitar 1800 orang yang diundang untuk hadir dalam konsili ini. Seribu orang yang berasal dari Gereja Timur dan 800 dari Gereja Barat. Mereka hadir untuk memutuskan apakah Yesus adalah Tuhan atau bukan.
.
Sebelum pemungutan suara berlangsung, Arius, uskup dari Aleksandria, mengkampanyekan penolakan ketuhanan Yesus yang tentu saja menimbulkan kemarahan para pengikut Paulus.
.
Sebagian besar peserta konsili setuju pada Arius yang menganggap Yesus hanyalah seorang Nabi, ini menyebabkan sekitar 1482 orang diusir oleh Kaisar Konstanin dan hanya 318 orang yang diizinkan mengikuti Konsili hingga akhir. Dari 318 suara tersebut hanya 2 suara yang mendukung Arius.
.
Kita sebagai umat Islam tentu saja akan dengan tegas menolak Konsili Nicea karena konsili tersebut tak lebih dari sekedar forum kebodohan dan kelancangan manusia yang menuhankan hamba dan utusan Allah SWT.
.
Tidakkah kita sadar yang terjadi dalam Pemilu legislatif sebenarnya merupakan Konsili Nicea gaya baru? Pemilu legislatif merupakan pemungutan suara juga untuk memilih ---bukan satu--- tetapi ratusan tuhan baru dari kalangan manusia! Karena memberikan wewenang kepada anggota legislatif terpilih untuk menggantikan Allah SWT dalam menetapkan hukum.
.
Padahal Allah SWT menegaskan, yang artinya: Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik.” (TQS Al-An’am [6]: 57).
.
Namun Pemilu dalam sistem demokrasi jauh lebih bodoh dan lebih lancang dibanding dengan Konsili Nicea. Mengapa?
.
Alasan pertama, peserta Konsili Nicea adalah orang-orang pilihan, yaitu dari kalangan uskup dan pastur, sedangkan dalam pemilu legislatif, para pemilih boleh dari kalangan apa saja, tak ada penyaringan, semua orang mempunyai kesempatan yang sama. Seorang penjahat mempunyai hak yang sama dengan seorang kiai. Sehingga tak heran seorang waria, gay, atau dukun sekali pun bisa terpilih menjadi anggota legislatif.
.
Alasan kedua, Yesus tidak pernah mengangkat/
menyatakan dirinya untuk layak dituhankan. Tetapi pada pemilu legislatif, para caleg berlomba-lomba menarik simpati masyarakat, seakan-akan ingin mengatakan bahwa mereka layak dituhankan.
.
Bahkan tak jarang mereka menggunakan cara-cara yang sungguh memuakkan. Sebagai contoh, paska kecelakaan di Tol Jagorawi yang melibatkan anak dari Ahmad Dani (penyanyi), di salah satu rumah duka korban, muncul kiriman karangan bunga dari salah satu caleg lengkap dengan nama dan daerah tempat pemilihannya. Dalam kondisi berduka, bisa-bisanya dimanfaatkan untuk alat berkampanye.
.
Belum lagi para caleg yang datang ke tempat-tempat yang dianggap keramat, meminta pentunjuk dengan melakukan ritual-ritual syirik agar terpilih menjadi anggota legislatif.
.
Ada juga yang melakukan perampokkan untuk mengumpulkan dana kampanye.
.
Sungguh manusia telah terjun ke derajat yang terendah melalui sistem demokrasi ini. Bahkan lebih rendah dari binatang ternak. Naudzubillahi mind dzalik!
.
Menyadari hal itu, sangat mencengangkan dan memprihatinkan bila sebagian umat Islam mengulangi kembali apa yang telah terjadi di dalam sejarah kekristenan yang kelam seperti yang terjadi di Konsili Nicea 325 M.
.
Akankah kita terus terperosok ke lubang biawak yang terdalam? Ataukah kita mulai sadar dan bangkit, meraih setiap pijakan untuk keluar dari lubang biawak yang bernama demokrasi itu? Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.[]
.
Penulis:
Budi Kristyanto | mantan penganut Katholik
.
Editor:
J0k0 Pr4s3ty0
.
Dimuat pada rubrik OPINI I Tabloid Media Umat edisi 124
Akhir Maret 2014

Monday, August 19, 2019

Saat Nabi Ibrahim bertanya tentang patung

Saat Ibrahim Bertanya Tentang Patung
Ust Felix siauw

Kebayang nggak sih, gimana reaksinya bapaknya Nabi Ibrahim, pas lagi diskusi sama beliau? Ibrahim saat itu nyata-nyata mempertanyakan keyakinan mainstream
Dia nanya, ngapain sih kalian begitu manteng sama patung? Padahal patung itu nggak bisa denger, lihat, apalagi mencukupi manusia. Nggak akan bisa

Lebih lanjut lagi, Nabi Ibrahim bilang, bahwa dia sudah dikasi Allah ilmu yang nggak dikasi pada yang lain, karena itu dia bisa ngomong begitu. Karena dia tau
Nggak sampai situ, Nabi Ibrahim malah menegaskan, jangan sembah patung, sebab itu sama seperti menyembah setan, padahal setan kan harusnya dimusuhi

Kenapa sampai berani begitu? Karena Nabi Ibrahim sayang banget sama keluarga dan msyarakatnya, dia khawatir kalau azab Allah bakal turun pada semau manusia
Kira-kira kalau kita di zaman itu, kita termasuk yang mana? Bagian yang ikut nge-bully atas nama toleransi, atau bagian yang ikut Nabi Ibrahim yang diatas tauhid?

Lebih jauh lagi, kalau waktu itu Nabi Ibrahim ditanya, "Gimana hukum patung", kira-kira mungkin nggak dia jawab "Ya, itu tergantung keyakinan masing-masing", kayaknya nggak
Tugas yang punya ilmu itu ya menjelaskan ketika ditanya, perkara ada yang sakit hati, nggak berarti harus sembunyikan kebenaran. Hanya, penyampaiannya mesti sebaik-baiknya

Yang dilarang dalam Islam itu, mencaci, menghina, menjelekkan sesembahan yang lain, hingga mereka akhirnya balas mencaci Allah yang kita sembah

Ya kalo, menjelaskan hukum patung dan memandangnya jadi perkara, lalu gimana Rasulullah yang mengkritik banyak praktek yang salah di masa itu?

Saya rasa kita mesti dewasa, dan salah satu sikap dewasa, nggak marah ketika dikritik. Agama Islam dan keyakinannya, yang diajarkan di masjid, masak harus diverifikasi agama lain?

Begitu juga agama selain Islam dan keyakinannya, nggak perlu diverifikasi oleh Islam. Lakum diinukum wa liya diin. Jadi jangan atas nama toleransi, dakwah harus diatur

Tapi resikonya jadi dibully?! Ya nggak papa, ini resiko dakwah, lagian kita semua ini Abdusshomad, hamba Allah tempat bergantung segala sesuatu, jadi ya woles aja
Bahasan angle lain, menyusul yaa, semoga kita nggak salah mikir dan amal

JUSTRU AL-KITAB MEREKA SENDIRI YANG BICARA

JUSTRU AL-KITAB MEREKA SENDIRI YANG BICARA
______
Oleh: Irkham Fahmi al-Anjatani

Ustadz Abdul Shomad sedang menjalani proses dakwah yang berbadai. Sejatinya, memang seperti itulah dakwah. Menyampaikan Islam bukan semata untuk mendapat simpati manusia, tetapi untuk menyampaikan Pesan Allah Yang Maha Kuasa dan Rasul-Nya, bukan menyampaikan apa yang diinginkan manusia.

Tentu itu merupakan hal yang sangat beresiko, karena tidak semua orang mau menerimanya. Sebagaimana Para Nabi dahulu pun mereka mendapat banyak penentangan yang sangat dahsyat dari manusia, dari mulai caci maki, intimidasi bahkan hingga dipateni.

Tentu saja itu bukanlah tanda dari kegagalan dakwah mereka. Sebab, ketika dakwah menuai kriminalisasi itu berarti dakwah telah berjalan sabagaimana mestinya. Ibarat obat, pasti akan ada efek samping yang dirasakan. Itu adalah detoksifikasi. Ketika dakwah kita berhenti karena mendapat tekanan, maka berarti dakwah kita gagal. Ketika berobat kita berhenti karena adanya efek samping, maka berarti berobat kita gagal.

Tidak semua orang yang sakit mau menjalani pengobatan, ada di antara mereka yang menolak meminum obat, dirawat di rumah sakit, apalagi harus dioperasi, karena bagi mereka obat itu pahit, dirawat itu menjenuhkan, dan dioperasi itu mengerikan.
Di kalangan tertentu, ada orang yang sedang dalam keadaan tersesat tetapi ia tidak mau untuk diluruskan, tidak mau mendengarkan nasehat, menentang keberadaan dakwah. Jangankan dengan bahasa nasehat yang vulgar, dengan bahasa nasehat yang santun sekalipun masih ada saja orang yang menentangnya.

Ustadz Shomad sedang merasakan efek samping dari dakwah itu, yakni kriminalisasi dari orang-orang yang membencinya. Ia dilaporkan oleh beberapa komunitas Katholik dan Kristen Protestan yang merasa dihina simbol ajaran agamanya. Mereka tidak terima simbol salibnya dianggap menjadi tempat bersemayamnya bangsa setan di sana.

Padahal, jika kita cermati dari konten ceramah beliau, sesungguhnya yang dimaksud Ustadz Shomad bahwa di salib ada setannya adalah karena di salib itu ada patungnya. Jadi yang menjadi titik tekannya adalah patungnya, bukan semata salibnya. Dan yang mempermasalahkan patung ternyata bukan hanya Islam, tetapi ajaran Kristen sendiri juga melarang patung, bahkan menyuruh para pengikut Al-Masih untuk menghancurkannya.

”Jagalah dirimu terhadap berhala-berhala
," (1Yohanes 5:21).
”Tidak sepatutnya kita menyangka bahwa Wujud Ilahi itu seperti emas atau perak atau batu, seperti sesuatu yang dipahat dengan seni dan rancangan manusia,” (Kisah Para Rasul 17:29).

”Jangan membuat patung pahatan atau suatu bentuk yang mirip apa pun yang ada di langit di atas atau yang ada di bumi di bawah atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan membungkuk kepadanya,” (Keluaran 20:4-5).
"Semua orang yang beribadah kepada patung akan mendapat malu," (Mazmur 97: 7).
"Terkutuklah orang yang membuat patung pahatan atau patung tuangan," (Ulangan 27: 15).
"Haruslah engkau memusnahkan sama sekali patung-patung berhala buatan mereka, dan tugu-tugu berhala mereka haruslah kau remukkan," (Keluaran 23: 24).
Jelas sekali di sana, bahwa patung adalah simbol keburukan. Ia menjadi berhala yang sepatutnya dihancurkan. Bukan justru dipajang di dalam tempat peribadatan, disandarkan kepada salib, sebagaimana yang sering ada di gereja-gereja kaum Kristiani, dalam rupa Yesus dan Bunda Maria.

Jadi, memperkarakan Ustadz Abdul Shomad karena celaan terhadap salib-salib yang berpatung sebenarnya sama saja dengan memperkarakan ayat-ayat yang ada di dalam Al-Kitab mereka sendiri, yang bukan sekedar mencelanya, tetapi juga memerintahkan untuk menghancurkannya. Ini lebih keras lagi.

# Alumni212
# ReturnTheKhilafah
Cirebon, 19 Agustus 2019