NARASI ISLAM RADIKAL
Stigmatisasi dan Monsterisasi Barat untuk Menghalangi Kebangkitan Islam
Oleh : Dr Ahmad Sastra (Forum Doktor Islam Indonesia)
Islam bukanlah moderat sebagaimana diinginkan Barat. Islam juga bukan radikal sebagaimana dituduhkan Barat. Keduanya adalah narasi Barat untuk membungkam kebangkitan Islam.
Penyematan sifat stigmatis terhadap Islam sesungguhnya terjadi sejak zaman Rasulullah. Oleh gerombolan kafir Quraisy, Rasulullah selalu difitnah dan digelari dengan bermacam sebutan negatif.
Dikarenakan kebencian dalam dada, kafir Quraisy menfitnah Rasulullah sebagai orang gila, dukun dan bahkan penyihir (lihat QS AsShafat : 36, Ad Dukhan : 14, Ad Dzariyat : 39, 52 dan Al Qamar : 29). Bukan hanya sebatas kata-kata tuduhan, Rasulullah bahkan dikejar-kejar, dibaikot, dilempari batu, hingga mau dibunuh.
Bahkan disaat Rasulullah mulai melakukan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar secara terbuka yang dengan tegas mengkritik sistem jahiliah dan menawarkan Islam, Rasulullah dituduh akan memecah belah bangsa Arab. Sejak dahulu, oleh musuh-musuh Allah, Islam selalu menjadi sasaran tuduhan dan fitnah, dan ini akan terus berlangsung sampai akhir zaman.
Monsterisasi ajaran Islam melalui perang istilah (harb al Musthalahat) sebagai radikal, garis keras (hard line) dan membenturkan dengan Islam moderat adalah proyek barat untuk memecah belah umat Islam sekaligus melumpuhkan kebangkitan umat. Biasanya Barat akan menjadikan kaum munafik sebagai patner untuk membantu proyeknya.
Padahal Islam adalah memang agama dakwah amar ma’ruf nahi munkar kepada seluruh dunia untuk menebar kebaikan dengan cara damai dan rasional. Gerakan dakwah Islam adalah salah satu ciri kaum terbaik yang diberikan Allah. Islam adalah gerakan peradaban, bukan sekedar ritual belaka.
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS Ali Imran : 110)
Sejarah Islam, sebagaimana yang pernah ada, merupakan sejarah dakwah dan seruan, sistem dan pemerintahan. Tidak asumsi lain yang dapat diklaim sebagai Islam, atau diklaim sebagai agama ini, kecuali jika ketaatan kepada Rasul direalisasikan dalam satu keadaan dan sistem (Tafsir fi Dhilal al Qur’an, Juz II hlm. 696)
Islam merupakan agama yang realistik, yang membuktikan bahwa larangan dan nasehat saja tidak cukup. Juga membuktikan, bahwa agama ini tidak akan tegak tanpa negara dan kekuasaan. Agama Islam adalah manhaj atau sistem yang menjadi dasar kehidupan praktis manusia, bukan hanya perasaan emosional (wijdani) yang tersemat dalam hati, tanpa kekuasaan, perundang-undangan, manhaj yang spesifik dan konstitusi yang jelas. (Tafsir fi Dhilal al Qur’an, Juz I hlm. 601)
Islam memang agama dakwah dan anti terhadap kezoliman dan penjajahan, meski untuk itu justru dituduh sebagai radikal. Di zaman penjajahan belanda, para ulama pejuang kemerdekaan juga disebut sebagai kaum radikal. Istilah radikal dan moderat memang istilah yang dibuat oleh kaum penjajah untuk melumpuhkan kebangkitan Islam.
Para pejuang seperti Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Laksamana Malahayati, Cik Di Tiro, Panglima Polim, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Nanrenceh, Sultan Hasanuddin, Ranggong Daeng Romo, Kyai Abdullah Sajjad, Sunan Cendana, Pangeran Diponegoro, Jenderal Sudirman oleh penjajah belanda dijuluki sebagai kaum radikal. Kata radikal disematkan kepada mereka, sebab mereka tidak mau tunduk kepada penjajah, demi mempertahankan martabat dan kemerdekaan negeri ini. Bagi penjajah, mereka radikal, bagi rakyat mereka adalah pahlawan.
Meski demikian, tetap saja ada para antek penjajah yang berkhianat atas negeri ini. Banyak kaum pribumi saat itu yang justru berpihak kepada penjajah demi seonggok duniawi. Meminjam bahasa Cak Nun, banyak yang lebih memilih kenyang meskipun dijadikan budak, dari pada lapar tapi bertahan harga dirinya. Para pengkhianat negeri ini adalah mereka yang berjiwa munafik, mereka membudak kepada kaum kafir.
Allah telah mengingatkan dalam firmanNya : Dan janganlah kamu menuruti orang-orang kafir dan orang - orang munafik itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakkallah kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pelindung. (QS Al Ahzab : 48)
Istilah-istilah asing seperti Islam garis keras, radikal, moderat, liberal, fundamental, teroris adalah bagian dari proyek imperialisme epistemologis penjajah Barat di dunia Islam, melanjutkan nenek moyang mereka. Tujuannya adalah agar kaum muslimin terpecah belah dengan dan saling melontarkan tuduhan satu sama lain.
Target perang istilah adalah agar negeri-negeri muslim mudah dihegemoni dan dijajah. Perang istilah yang merupakan bagian dari ghozwul fikr ini sayangnya telah menjerat kaum intelektual muslim, entah karena tidak tahu atau karena menjadi bagian dari agen Barat. Maka, jika di zaman kolonial, ada pribumi yang berkhianat, maka di zaman neokolonialisme juga ada pengkhianat juga.
Allah justru menegaskan agar umat tidak terpecah belah dan tidak menuruti proyek orang kafir dan munafik. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, (QS Ali Imron : 103)
Bahkan Allah bertanya tentang hukum mana yang lebih baik, Islam atau jahiliyah.
”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (QS. Al Maidah : 50).
Islam tidak mengenal istilah radikal, moderat maupun liberal. Islam ya Islam. Islam adalah agama sempurna yang datang dari Allah, jika diterapkan secara kaffah akan memberikan rahmat bagi alam semesta dan jika ditinggalkan maka akan menjadikan dunia ini sempit penuh kerusakan.
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. (QS Al Baqarah : 208)
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta". (QS Thahaa : 124)
Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al A’raf : 96).
Nah oleh karena itu jika hari ini masih ada seorang muslim yang justru mempropagandakan istilah-istilah asing ini, maka selain karena gagal paham, propaganda ini justru berpotensi memecah belah umat. Sebab menyebut Islam garis keras sama dengan penyebutan para penjajah dahulu atas muslim yang tidak mau tunduk kepada penjajah. Logika kacaunya adalah jika ada Islam garis keras, maka ada juga Islam garis loyo dong.
Perang istilah menurut Dr. Ahmad Ibrahim Khidr dalam makalahnya, “ Al Islam wa Harb al Musthalahat”, perang istilah dilakukan dengan dua cara. Pertama, Taqbih al Hasan, yaitu mencitraburukkan perkara yang baik di dalam Islam. Sebagai contoh, istilah jihad yang merupakan ajaran mulia dicitraburukkan sebagai tindakan terorisme. Istilah khilafah yang merupakan ajaran Islam dicitraburukkan sebagai gerakan radikal, intoleran, anti pancasila, diskriminatif dan memecah belah bangsa.
Kedua, Tahsin al Qabih, yakni mencitrakan baik terhadap hal-hal buruk dalam Islam. Contoh kata riba yang dimurkai Allah dicitrakan sebagai fa’idah (manfaat) atau disebut dengan istilah bunga. Dengan istilah bunga, maka kaum muslimin tidak takut lagi bertransaksi ribawi. Bahkan ada kecenderungan tidak mau lepas dari riba, karena dianggap bermanfaat, indah, menguntungkan seperti bunga. Bahkan pezina yang dimurkai Allah dicitrakan sebagai pekerja seks komersial atau prostitusi.
Maka, umat Islam harus mewaspadai perang istilah yang hingga zaman modern ini terus dilancarkan oleh musuh-musuh Islam yang diwakili oleh ideologi kapitalisme sekuler dan komunisme ateis. Bagi Barat, perang istilah ini sangat penting dan strategis sebagai bagian dari perang ideologi, sebab mereka tahu bahwa senjata ampuh umat Islam adalah aqidah dan pemikirannya.
Dalam perang istilah ini, barat akan terus mereduksi dan mendistorsi ajaran Islam dengan tujuan westernisasi. Targetnya adalah umat Islam akan kehilangan ilmu dan tsaqafahnya. Maka, lahirlah muslim yang otaknya liberal yang justru berusaha meruntuhkan bangunan pemikiran Islam.
Maka, istilah garis keras atau garis loyo, radikal atau moderat, liberal atau fundamentalis adalah istilah-istilah barat yang harus ditolak oleh kaum muslimin. Umat Islam harus terus waspada dan peka ketika menjumpai istilah-istilah asing dan berusaha perpegang teguh atas istilah-istilah syar’i sebagaimana telah Allah tetapkan.
Umat Islam harus terus waspada terhadap racun istilah yang ditebarkan di media massa oleh Barat dan antek-anteknya. Khusu ulama dan kaum intelektual muslim yang paham, hendaknya melakukan gerakan jihad membongkar agenda Barat dan antek-anteknya melalui perang istilah ini.
Maka, janganlah pernah berhenti dalam memperjuangkan Islam, meskipun kaum kafir dan munafik akan terus menghadangnya dengan berbagai cara, dari yang paling halus hingga yang paling brutal. Teruslah melangkah maju sebagai pejuang Islam sampai mati, jangan pernah menjadi pecundang dan pengecut. Islam adalah kebenaran, kekafiran dan kemunafikan adalah kesesatan.
Imam Syafi’I berpesan, “ Ketika engkau sudah berada di jalan yang benar menuju Allah, maka berlarilah. Jika sulit bagimu, maka berlari kecillah. Jika kamu lelah berjalanlah. Jika itupun tidak mampu, merangkaklah. Namun, jangan pernah berbalik arah atau berhenti.[]