Sunday, September 15, 2019

MBAH HASYIM ASY'ARI PUN PERNAH DIPAKSA MENERIMA PANCASILA

MBAH HASYIM ASY'ARI PUN PERNAH DIPAKSA MENERIMA PANCASILA
_______
Oleh: Irkham Fahmi al-Anjatani

Sebenarnya saya tidak mau menulis materi ini. Karena memang saya sendiri tidak pernah mempermasalahkan Pancasila, apalagi mengkufurkan dan menthogutkannya. Saya membaca teks Pancasila dan saya tidak menemukan kejanggalan sedikitpun di dalamnya. Semuanya tidak ada yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Hanya saja karena akhir-akhir ini Pancasila sering sekali dijadikan alat politik untuk menolak Syariat Islam dan Khilafah, dengan alasan bahwa itu semua bertentangan dengan Pancasila, maka dengan ini saya merasa berkewajiban untuk meluruskannya.

Baik. Sebagian orang menganggap bahwa Pancasila adalah hasil kesepakatan dari Para pendiri bangsa, termasuk dalam hal ini adalah para ulama. Sehingga Pancasila seolah menjadi patung yang dikeramatkan, tidak boleh ada yang mengkritik dan menentang.

Padahal, seandainya kita mau jujur saja dengan sejarah, niscaya kita akan menemukan fakta bahwa sebenarnya Pancasila bukanlah hasil kesepakatan bersama, melainkan hasil pemaksaan.

Mari kita buka sejarah! Dahulu, menjelang hari kemerdekaan Indonesia, dibentuklah Tim BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 29 April 1945, untuk menegaskan jatidiri Indonesia, mau menjadi negara apa pasca kemerdekaannya. Tim ini terdiri dari 59 Anggota yang didominasi oleh orang asli Indonesia.

Singkat cerita, Tim BPUPKI dikerucutkan menjadi 9 orang, sebagian dari kalangan nasionalis dan sebagian lagi dari kalangan agamis, yang sering dikenal sebagai Panitia Sembilan. Terdiri dari Sukarno, Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo, M. Yamin, Wahid Hasjim, Abdoel Kahar Moezakir, Abikusno Tjokrosoejoso, Haji Agus Salim, dan A.A. Maramis.

Setelah melalui perdebatan panjang dalam perundingan yang alot pada sidang Panitia Sembilan, tanggal 22 Juni 1945, maka lahirlah rumusan dasar negara Indonesia yang dikenal sebagai Piagam Jakarta atau Jakarta Charter, yang terdiri dari:

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Sayangnya, setelah semua menyepakati 5 rumusan dasar negara tersebut, pasca kemerdekaan Soekarno merubah kalimat dalam sila yang pertama menjadi hanya "Ketuhanan Yang Maha Esa." Artinya, Soekarno menghapus kalimat tentang kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya. Ia mempersilahkan kalangan agamis untuk memperjuangkannya kembali di Pemilu (perdana), Tahun 1955.

Anggota Tim Sembilan dari kalangan Islam pun tidak terima. Mereka bersatu membentuk Partai Masyumi, yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari, untuk mengembalikan sila pertama yang dihilangkan secara semena-mena. NU, Muhammadiyah dan kelompok Islam lainnya pun bergabung dalam partai ini untuk memperjuangkan itu. Meskipun pada akhirnya NU membentuk partai sendiri, namun tetap saja NU pun berjuang untuk mengembalikan Piagam Jakarta, bukan Pancasila.

Ketika umat Islam hampir memenangkan suara di Pemilu yang pertama, dan tinggal selangkah lagi mereka menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam, dengan alasan yang dibuat-buat kemudian Soekarno membubarkan Masyumi. Syariat Islam yang diperjuangkan para ulama pun kembali kandas untuk ditegakkan. Sementara Pancasila tetap bertahan seperti halnya yang sekarang.

Jika kita mau jujur, sesungguhnya konsep Pancasila bukanlah hasil kesepakatan Para pendiri bangsa, melainkan hasil paksaan Soekarno dan Hatta. Para ulama di Tim Sembilan dipaksa untuk menerimanya. Padahal mereka hanya menghendaki Syariat Islam sebagaimana yang tertuang di dalam Piagam Jakarta.

Andai memang benar para ulama sepakat dengan Pancasila, niscaya para ulama tidak akan bersusah payah memperjuangkan Piagam Jakarta di Parlemen negara. Tetapi faktanya mereka tetap memperjuangkan kembalinya Piagam Jakarta, yang mengharuskan Hukum Islam ditegakan, meskipun Pancasila sudah ditetapkan oleh pihak istana.

Nahdlatul Ulama sendiri baru menerima Pancasila pada Tahun 1983, ketika Gusdur menjadi pimpinannya. Berarti puluhan tahun kebelakang sebelum itu NU masih anti Pancasila. Mereka masih menghendaki Piagam Jakarta. Ini pula yang pernah disampaikan Gus Sholah pada Tahun 2013 di pesantrennya. Silahkan baca sejarahnya!

Jika memang Para ulama sudah bersepakat dengan Pancasila, lalu mengapa mereka berinisiatif untuk memperjuangkan kembali Piagam Jakarta, dengan membentuk Partai Masyumi (yang di antaranya dibidani oleh Hadrotus Syaikh Hasyim Asy'ari) guna memperjuangkan tegaknya Hukum Islam di negeri ini? Beliau pernah menggelorakan resolusi jihad, tetapi beliau akhirnya dikhianati.

Sekali lagi, Pertanyaan intinya adalah: Jika Mbah Hasyim memang sepakat dengan Pancasila, lalu mengapa pasca kemerdekaan beliau membentuk Partai Masyumi yang jelas-jelas memperjuangkan kembalinya Piagam Jakarta ?

Maka, buka mata buka telinga! Stop mempolitisasi Pancasila untuk menolak Syariah dan Khilafah. Apalagi para pendiri bangsa sendiri pun belum pernah menyatakan kata sepakat atas keabsahannya.

Apabila dikatakan bahwa Pancasila sesuai dengan ajaran Islam, maka jangan halang-halangi mereka yang memperjuangkan tegaknya Syariat Islam. Jika masih saja tetap menghalangi dengan mengatasnamakan Pancasila, maka wajar apabila kalangan agamis di Tim Sembilan dahulu begitu semangat untuk menggantinya.

# KhilafahAjaranIslam
# ReturnTheKhilafah

No comments: