Friday, November 1, 2019

Paterbeek

■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■
🌏🇮🇩  _Apa hubungan dari Katolik masa kini (topeng dari Fremason, Illuminati untuk "The New World Order"), CIA Amerika, Neo Komunis RRC, Laskar Kristus, Densus 88, Pebisnis Hoaqiau (keturunan Tionghoa) papan atas Indonesia, CSIS, rezim PDIP Jokowi-Luhut Panjaitan, dsb.;_ dalam usaha peminggiran peranan umat Islaam di Indonesia?

Simak tulisan di bawah baik-baik. Sebagai pengetahuan, setidaknya.

Dan waspadalah kalian, kaum beriman pewaris ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa (Islaam, Tawhiid) pesan 124.000 nabi sejak awal jaman!

Ingatlah, _dasar negara RI ini adalah *Tawhiid, Ketuhanan Yang Maha Esa (Tunggal)*_ (simak pasal 29 ayat 1 UUD 1945). Bukan tuhan yang maha tiga, maha banyak, maha dewa, dsb.

Dan _*Allah* diakui memberikan berkat dan rahmat kemerdekaan RI di Pembukaan UID 1945._ Bukan yang lain.

Ingatlah, NKRI ini utamanya dibangun oleh darah dan air mata para ulama, muslimiin!

_Mereka tidak pernah benar-benar pergi, hendak menjajah halus atau langsung, Indonesia! Yang kaya-raya sumber daya alamnya, strategis letaknya, tetapi rakyatnya banyak yang bodoh dan diperbodohi._

Mereka jaringan Kapitalis-Yahudi Zionis Fremason (bertabirkan Katolik atau Protestan) dan pebisnisnya, untuk New World Order.

Juga Neo Komunis RRC yang sudah setengah Kapitalis, setengah Komunis, tetapi tetap anti agama. Dengan One Belt One Road (OBOR) untuk menguasai dunia dan mempersatukan keturunan Cina. Dan jaringan pebisnisnya.

Plus bahaya Syi'ah yang sudah bersumpah menguasai dunia dan membunuhi Muslimiin (Ahlus Sunnah)! Dan sedang dibuktikan mereka di Suriah, Iraq, Yaman, Libanon.

Dan jaringan kaum kafiruun, munafiquun anti Islaam manapun. Termasuk pelaku pemurtadan, Sekuleris, Pluralis, Liberalis, hingga Kejawen, Dukun, Ahmadiyah, LGBT, dsb.

Yang kesemuanya pada akhirnya akan bersatu di bawah Dajjal (*), bersama Jin Kafir (Setan), dan Iblis.

(*) Dajjal berciri-ciri sama dengan Mossiach (Messiah) bagi Yahudi, Imam Kedua Belas bagi Syi'ah, Anti Kristus bagi Kristen. 🌍

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

*Jaringan Pemusnah Pater Beek Untuk Hancurkan Islam di Rezim 2 Jokowi Menguat*

https://www.nahimunkar.org/jaringan-pater-beek-untuk-hancurkan-islam-indonesia-menguat-di-rezim-2-jokowi/

By Djoko Edhi Abdurrahman, Anggota Komisi III DPR (2004 – 2009), Advokat, Wasek Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum PBNU.


_Pater Beek sudah meninggal 1983. Tapi jaringannya, yang terdiri dari CIA, Katolik Roma, PMKRI Radikal, Kasebul, Tentara Jesuit, dan CSIS sendiri sedang dalam masa puncak kemampuan penghancuran, seiring periode kedua Presiden Jokowi._

Setelah menghancurkan Komunis Indonesia, target jaringan itu adalah penghancuran Islam Indonesia.

Maka ketika Jokowi naik jadi presiden kedua kalinya, perhatian saya tercurah ke jaringan pemusnah Pater Beek yang makin massif. Tadinya dibahas di PN1.

Jaringan ini menguasai Densus 88, penyidik KPK, Katolik PDIP, dan kelompok bisnis papan atas Hoaqiau.

Dalam sejumlah diskusi, tak ada perbedaan pendapat bahwa jaringan pemusnah Pater Beek itu, adalah ancaman bagi aktivis Islam.

Setelah komunis dipunahkan, sesuai target Pater Beek, adalah penghancuran Islam.

Penghancuran Islam sudah dimulai sejak Orba, dan successfull. PPP dihabisi oleh Golkarnya Pater Beek, kini tinggal parpol marginal yang tak punya makna bagi Komunitas Islam.

_Periode Kedua Jokowi, adalah kemenangan jaringan Pater Beek melawan gerakan Islam dengan PDIP sebagai ruling party yang sukses menundukkan semua parpol koalisi._

Bahkan berhasil menarik Prabowo Subianto, panglima perang yang kabur dari medan perang 02 itu ke koalisi 01.  Memalukan!

Saya mengutip artikel anonim untuk mengenalkan Pater Beek, pendiri CSIS dan pendiri Sekbergolkar. Tanpa mengenal Pater Beek, niscaya gagal memahami peta pertarungan Islam versus Katolik di global village pada FGD mendatang.

_Katolik di situ harus dibaca Freemason, juga Barat, yang sangat paranoid akan bangkitnya Khilafah Islamiyah dari Indonesia, setelah dua kali Perang Dunia pecah gegara Khilafah Islamiyah._

Jaringan Katolik itu penting, apakah mereka masih anti komunis, ketika komunis telah bermutasi menjadi one state two systems.

Bentuk nyatanya terkini, adalah OBOR (One Belt One Road - Satu Sabuk Satu Jalan, Satu China) dan OBOR Inisiative.

Faktanya, Hoaqiau Indonesia malah jadi proxy RRC.

_Musuh satu-satunya adalah Islam untuk dihancurkan via sejumlah jargon radikal: khilafah, terorisme, takfiri._

“Gereja harus berperan dalam mengatur Negara, kemudian mengalokasikan orang-orang yang tepat untuk bekerja di dalam dan melalui Negara”, kata Pater Beck Josephus Gerardus van Beek.

Pater Beek lahir di Amsterdam, 12 Maret 1917, meninggal di Jakarta, 17 September 1983 pada usia 66 tahun. Ia  pastor Yesuit (Katolik Roma), dikenal dengan panggilan Pater Beek.

Kemampuannya kurang lebih sama dengan Van Der Plass, arsitek Indonesia RIS (Republik Indonesia Serikat). Pater Beek juga dianggap lanjutan Van Der Plass.

Pater Beek lahir di Amsterdam, Belanda, sebagai bungsu dari empat bersaudara. Ia bungkas  ketika Perang Dunia I meletus. Sejak anak-anak ia dididik di kolese yang dikelola oleh imam-imam Yesuit.

Setelah itu masuk ke Serikat Yesus dan menjadi novisiat tahun pertama di Mariendaal, Grave, pada 7 September 1935.

Novisiat tahun kedua, 1937, dijalaninya di Girisonta, Indonesia. Ketika menjadi novis (siswa novisiat), semangat mudanya dikobarkan dengan gairah pergi ke tanah misi, Hindia Belanda, tanah jajahan Pemerintah Kerajaan Belanda, negerinya.

Ketika Jepang menduduki Indonesia, Pater Beek sempat menghuni kamp interniran di Kesilir, Banyuwangi (1943), kamp Banyubiru, Semarang (1944), kamp Cikudapateuh, Bandung (1945), dan kamp Pundong, Bantul (1946).

Meskipun ia rohaniwan, berkewarga negaraan asing, Pater Beek lama bertugas di Indonesia.

Ialah otak pembentukan lembaga CSIS (Center for Strategic and International Studies) pada 1 September 1971.

Ketika politik Indonesia dikuasai Komunis, ia menggalang aliansi dengan TNI dan melahirkan Sekbergolkar (Sekretaris Bersama Golongan Karya), cikal bakal Golkar.

Pater Beek menulis surat terbuka monumental kepada Presiden Soekarno. Surat kritik tajam terhadap kebijakan Presiden Soekarno itu, memberi tekanan terhadap PKI.

Ia menggunakan nama samaran Dadap Waru, bertanggal 5 November 1965. Isi surat itu agar Bung Karno bersikap tegas menindak PKI.

Selain pernah sebagai Kepala Asrama Realino, Pater Beek juga turut mengawali Biro Dokumentasi. Biro Dokumentasi adalah biro Serikat Yesus Provinsi Indonesia pada tahun 1961 semasa Pater Georgius Kester menjadi Provinsial.

Biro itu menyediakan bahan studi dan analisis keadaan berdasarkan tolok ukur ajaran dan moralitas Katolik untuk digunakan aktivis.

Dalam kegiatannya, biro itu menyiarkan dokumen mengenai kebijakan pemerintah dan evaluasi atas berbagai kejadian penting di Indonesia.

Apa yang dilakukan Biro Dokumentasi itu kemudian menjadi asupan bagi masyarakat, khususnya umat Katolik di Indonesia, untuk menghadapi perkembangan sosial, politik masyarakat, serta bersikap kritis terhadap pemerintah.

_Analisis yang dihasilkan Biro Dokumentasi kemudian diedarkan kepada aktivis yang terlibat dalam Front Pancasila dan Sekbergolkar._

Biro itu, antara lain, menghasilkan kajian tentang sosialisme yang mempertemukannya dengan intepretasi gagasan sosialisme yang disodorkan PKI.

Vatikan kemudian memindahkan Beek dari Indonesia karena diminta oleh Kabakin, waktu itu Letjen Soetopo Yuwono. Beek kembali lagi ke Indonesia pada 1974.

Ia meninggal 17 September 1983 di RS Saint Carolus, Jakarta, dalam usia 66 tahun. Ia dimakamkan di Giri Sonta, kompleks pemakaman dan peristirahatan ordo Serikat Yesus di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah.


Agen CIA

_Fakta bahwa Beek adalah agen CIA, selain diungkap di buku “Pater Beek, Freemason dan CIA” dikemukakan pula oleh Dr. George J. Aditjondro (penulis yang juga mantan anak buah Beek), dalam artikel berjudul "CSIS, Pater Beek SJ, Ali Moertopo, dan LB Moerdani"._

Di artikel itu, George menulis: "Menurut cerita dari sejumlah pastur yang mengenalnya lebih lama, (Pater) Beek adalah pastur radikal anti-Komunis yang bekerja sama dengan pastur yang pengamat China bernama Pater Ladania di Hongkong" (sudah meninggal beberapa tahun silam di Hongkong).

Pos China watcher (pengamat China) pada umumnya dibiayai CIA. Maka, tidak sulit untuk dimengerti jika Beek mempunyai kontak yang amat bagus dengan CIA.

Sebagian pastur mencurigai Beek sebagai agen Black Pope di Indonesia. Black Pope adalah seorang kardinal yang mengepalai operasi politik Katolik di seluruh dunia.

Fakta yang diungkap George didukung disertasi Mujiburrahman berjudul "Feeling Threatened Muslim-Christian Relations in Indonesia’s New Orde".

_Dalam buku "Pater Beek, Freemason dan CIA", Sembodo mengatakan, mereka yang digerakkan Beek untuk membentuk organisasi-organisasi itu, adalah mahasiswa Katolik yang telah dipersiapkan melalui Kasebul (Kaderisasi Sebulan), seperti misalnya Sekjen DPP PDIP,  Hasto Christianto, contohnya._

Melalui Kasebul, Beek menciptakan banyak kader radikal militan untuk memperjuangkan misi Katolik, yang terpenting  pada masa ORBA adalah untuk menghancurkan kekuatan politik Islam di Indonesia, memarginalisasi umat Islam dan menyingkirkan umat Islam Indonesia dari peran strategis pemerintahan dan negara.

Sebagai tindak lanjut, pada 3 Oktober 1965 para mahasiswa itu membentuk Kesatuan Aksi Pengganyangan GESTAPU (KAP-GESTAPU) yang, pada 23 Oktober 1965 berganti nama menjadi Front Pancasila.

Ketua umumnya Subchan ZE (Ketua PBNU, yang akhirnya terbunuh di Mekkah) dan Sekjennya Harry Tjan Silalahi, kader Beek.

Setelah Front Pancasila terbentuk, organisasi lain juga terbentuk.

Di antaranya KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia), KAPMI (Kesatuan Aksi Pemuda Mahasiswa Indonesia), KAPPI (Kesatuan Pemuda Pelajar Indonesia), KABI (Kesatuan Aksi Buruh Indonesia), KASI (Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia), dan KAGI (Kesatuan Aksi Guru Indonesia).

Bersama Front Pancasila, organisasi itu melakukan demonstrasi menuntut pembubaran PKI berikut semua organisasi underbouw-nya.

Tuntutan mereka dipertegas dalam Resolusi Front Pancasila saat Rapat Raksasa Pengganyangan Kontra Revolusi pada 9 November 1965 di Lapangan Banteng, Jakarta.

Resolusi ini antara lain berisi tuntutan agar PKI dibubarkan dan tokoh-tokohnya diajukan ke pengadilan. Resolusi diserahkan secara langsung kepada wakil pemerintah yang hadir di tempat itu.

Dari semua organisasi mahasiswa tersebut, yang paling fenomenal adalah pembentukan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) karena organisasi yang dibentuk pada 25 Oktober 1965 ini merupakan organisasi yang dibentuk berkat kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP), Mayjen dr. Syarief Thayeb.

Organisasi-organisasi tersebut adalah HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), SOMAL (Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal), Mahasiswa Pancasila (Mapacas), dan IPMI (Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia).

‘Bermainnya tangan’ Beek di organisasi ini terlihat dari dominasi kader pastur itu di organisasi ini. Bahkan ketua presidium organisasi ini adalah kader Pater Beek, yakni Cosmas Batubara.

Sembodo menegaskan, Cosmas termasuk kader Beek yang giat menggalang aksi mahasiswa untuk mempercepat tergulingnya Soekarno dan hancurnya PKI.

Sembodo bahkan berani menyebut bahwa KAMI-lah organisasi yang menjadi poros utama Beek untuk menciptakan puting beliung yang menghancurkan Soekarno dan PKI.

Masih menurut Sembodo dalam buku ‘Pater Beek, Freemason dan CIA’, Van den Heuval dalam laporan-laporannya menjelaskan, Beek mulai menggalang kekuatan mahasiswa sejak mengajar di Universitas Atmajaya.

Dari sini ia membangun sel di kalangan mahasiswa dengan menyadari, selain tentara, mahasiswa merupakan kekuatan besar yang dapat digerakkan.

Terbukti, ketika para pendukung Soekarno, terutama tentara, bereaksi, mahasiwalah yang dikerahkan untuk memukul balik reaksi itu.

Peranan Beek dalam pengorganisasian mahasiswa untuk menggulingkan Soekarno, dibenarkan ISAI melalui hasil investigasinya yang dipublikasikan dalam buku berjudul "Bayang-bayang PKI".

“Selama bertahun-tahun Pater Beek telah menghimpun dan membina anak-anak muda, terutama mahasiswa, untuk ditempa sebagai kekuatan anti-Komunis. Basis utamanya adalah PMKRI (Pergerakan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) yang saat itu merupakan underbouw Partai Katolik.

Tokoh-tokoh PMKRI pula yang kemudian banyak terlibat dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).

_Dengan pengaruh dan jaringan anti-Komunis yang kuat itu, tak heran banyak dugaan bahwa Pater Beek memainkan peranan penting dalam gerakan anti-Komunis. Antara lain, ia sering disebut sebagai penghubung antara AD dengan CIA._

Strategi KAMI untuk menggulingkan Soekarno sangat halus. Pada awal gerakan, organisasi ini seolah mendukung sang the founding father dan hanya menuntut pembubaran PKI.

Akan tetapi  ketika Soekarno tidak memedulikan tuntutan itu, maka strategi diubah. Mereka mulai melancarkan perang terbuka terhadap Soekarno dengan cara menggelar demonstrasi secara bertubi-tubi untuk mendesak Soekarno mengundur diri sebagai presiden.

Soekarno tentu saja naik pitam dan meminta agar KAMI dibubarkan.
Saat KAMI terpojok, Beek segera mengefektifkan sel-selnya yang telah ditanam di pemerintahan.

_Dalam buku berjudul "Army and Politics in Indonesia', Harold Crouch memaparkan, alih-alih membubarkan KAMI, Ali Moertopo justru memindahkan markas organisasi itu dari kampus UI ke Komando Tempur II Kostrad di mana Opsus (Operasi Khusus) yang dipimpin Ali Mutopo berkantor._

Seperti mendapat perlindungan, pemimpin KAMI, Cosmas Batubara menjadi aman di sana. Bahkan dari sana pula gerakan KAMI dapat ‘dikendalikan’ oleh Ali Murtopo, dan kembali dikobarkan.

Ali Murtopo tidak sendiri mengobarkan kembali aksi KAMI itu. Ia dibantu Kemal Idris dan Sarwo Edhi.

Bahkan agar terkesan gerakan KAMI mendapat dukungan luas dari masyarakat dan jumlah peserta demonstrasi semakin lama semakin banyak, Ali Murtopo membagi-bagikan jaket kuning yang serupa dengan jaket almamater UI, kepada mahasiswa dari kampus lain agar mereka dapat ikut serta berdemo.

Crouch menyebut, jaket itu berasal dari CIA.

Tentang pembagian jaket almamater UI palsu itu diungkap Manai Sophian di buku "Bayang-bayang PKI"

Katanya: "Saya punya dua jaket kuning yang didatangkan dari Hawai itu. Saya simpan, akan saya kasih tunjuk kalau ada orang yang tidak percaya. Jaket kuning itu dipakai anak-anak sekolah di Amerika menjelang musim dingin dan dipakai juga oleh sheriff. Lantas didatangkan ke sini. Dan oleh Ali Murtopo disuruh dibagi-bagikan. Jaket kuning ini memang bukan jaket kuning UI”.

Ketika akhirnya Soekarno benar-benar membekukan KAMI, Ali Murtopo membentuk dua organisasi baru untuk melancarkan demonstrasi anti-Soekarno selanjutnya, yaitu KAPPI dan Laskar Arif Rahman Hakim.

Demonstrasi besar-besaran inilah yang memaksa Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), surat yang aslinya hingga kini masih misterius keberadaannya, dan menjadi pertanda awal kejatuhan sang the founding father.

Hebatnya, hanya dalam waktu kurang dari dua tahun, Soeharto mampu melumpuhkan partai yang beranggotakan sekitar 20 juta orang.

Dalam buku "Pater Beek, Freemason dan CIA", Sembodo menyatakan bahwa keberhasilan Soeharto itu tak lepas dari campur tangan Beek.

Melalui Ali Murtopo, Beek menyerahkan 5.000 nama pentolan PKI dari tingkat pusat hingga daerah, termasuk Madiun yang menjadi salah satu basis PKI, kepada CIA.

Oleh Dinas Intelijen Amerika Serikat itu, data diserahkan kepada Soeharto agar orang-orang yang namanya tercantum dalam daftar itu ditangkap.

Hal ini terungkap setelah wartawati Amerika Serikat, Kathy Kadane, mewawancarai mantan pejabat Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, pejabat CIA, dan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.

Mantan pejabat Kedutaan Besar Amerika Serikat, Lydman, mengakui kalau pengumpulan nama-nama orang PKI selain dilakukan oleh stafnya, juga dibantu oleh Ali Murtopo yang kala itu menjabat sebagai kepala Opsus. Dengan dua cara ini, maka 5.000 nama pentolan PKI terkumpul.

Mengapa Ali Murtopo menyerahkan dulu daftar itu kepada CIA, dan tidak langsung saja kepada Soeharto?

_Jawabannya jelas, karena Ali Murtopo adalah anak buah Beek, dan selain anggota Freemason, Beek adalah anggota CIA._

Jadi, sebelum daftar itu digunakan oleh Soeharto, CIA harus men-screening-nya dulu agar tidak ada nama yang sebenarnya merupakan bagian dari CIA, ikut terbantai.

Jejak Beek mungkin bisa dilacak dari perlakuan Soeharto selanjutnya kepada Soekarno. Setelah tidak lagi menjadi presiden, Soeharto menjadikan Soekarno sebagai tahanan politik, dan mengisolasinya dari dunia luar.

Ketika Soekarno meninggal pada 21 Juni 1970, Soeharto juga tidak mau memenuhi amanat Soekarno untuk memakamkannya di Istana Batu Tulis, Bogor.

Melalui Keppres RI No. 44 Tahun 1970, Soekarno dimakamkan di kota kelahirannya, Blitar, Jawa Timur.

Menghancurkan Islam!

Setelah Soekarno dihabisi, selanjutnya, melalui tangan Soeharto, Islam menjadi sasaran berikutnya yang dihabisi oleh Pater Beek.

Naiknya Soeharto menjadi presiden tak ubahnya bagai kunci pembuka jalan yang mempermudah misi Pater Beek selanjutnya: menghancurkan Islam!

Maka tak heran jika selama hampir 20 tahun pertama  Orde Baru (1967-1987) banyak terjadi peristiwa yang menyakiti dan merugikan umat Islam.

_Dalam buku "Pater Beek, Freemason dan CIA", Sembodo mengatakan untuk mencapai misinya ini, Beek menggunakan konsep Gereja dalam ‘mewarnai kehidupan di bumi’, yakni berperan aktif dalam berbagai lini kehidupan bernegara._

Ia mengacu pada tulisan Richard Tanter yang bunyinya: “Visi (Pater) Beek pribadi atas peran Gereja, Gereja harus berperan dalam mengatur Negara, kemudian mengalokasikan orang-orang yang tepat untuk bekerja di dalam dan melalui Negara”.

Dari visi ini, tegas Sembodo, jelas sekali bahwa Pater Beek mempunyai kehendak untuk ‘mewarnai’ kehidupan politik di Indonesia dengan ‘mengalokasikan orang-orang yang tepat untuk bekerja di dalam dan melalui negara’.

Dengan kata lain, Beek menempatkan banyak orang-orangnya di berbagai posisi strategis di dalam pemerintahan Orde Baru, era pemerintahan Soeharto.

Dengan konsep seperti ini, maka dikembangkanlah konsep Negara yang oleh Daniel Dhakidae dalam bukunya yang berjudul "Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru", disebut sebagai ‘Negara Organik’.

Menurut Daniel, konsep ini merujuk pada ajaran Thomas Aquinas, yaitu adanya jaminan ketenteraman lewat suatu pemerintahan yang ‘keras’, yang mempunyai kemampuan memerintah dan kemampuan memaksa.

Konsep negara organik seperti ini akan menolak paham liberalisme dan sosialisme, karena paham liberalisme dianggap memberikan tempat istimewa bagi pribadi, sedangkan sosialisme dianggap menghalalkan perjuangan kelas yang akan menghancurkan tatanan Negara organik.

Di atas konsep seperti itu lah awalnya Orde Baru dibangun. Sebagai sebuah negara organik, Orde Baru mempunyai dua ciri yang menonjol, yakni hirarki (sentralistik) dan harmonisme.

Agar Negara kuat, maka harus dipegang secara hirarkis di mana yang paling atas memegang kontrol, terhadap orang-orang di bawahnya.

Sementara untuk menjaga ketenteraman, maka harmonisme harus dijaga dengan cara sebisa mungkin menghilangkan perbedaan pendapat, dan setiap permasalahan diselesaikan secara musyawarah.

Dua perwira TNI AD yang didekati Beek adalah Yoga Sugama dan Ali Murtopo. Kedua orang ini direkrut karena dinilai memiliki kriteria sesuai yang ia butuhkan.

Apalagi karena kedua orang inilah yang mendukung Soeharto menjadi Panglima Divisi Diponegoro. Dukungan diberikan saat Soeharto masih menjabat sebagai Komandan Resimen Yogyakarta.

Jadi, setelah mendapatkan pion utama untuk menyukseskan misinya, Beek mendapatkan pembantu-pembantu pion utamanya itu.

Maka lengkap sudah pion-pion yang ia butuhkan. Tinggal mencari pion-pion pendukung lain sebagai kacung-kacung ketiga pion ini.

Beek mengenal sosok Yoga Sugama dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), salah satu organisasi yang menjadi tunggangannya dalam menyukseskan misi-misinya. Organisasi ini bahkan ikut memiliki peranan penting dalam penggulingan Soekarno.

Karir Yoga seluruhnya dihabiskan di dunia yang sepak terjangnya selalu dilakukan secara diam-diam dan sulit dilacak itu.

Selain di Jepang, ia pernah mendapat pendidikan intelijen di Inggris pada 1951. Kehebatannya dalam dunia yang satu ini, juga sifatnya yang cenderung machiavelis (menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan), sesuai yang dibutuhkan Pater Beek.

Apalagi karena untuk dapat menyukseskan misi-misinya, Beek memang harus melakukan gerakan seperti layaknya seorang intel.

_Meski ia seorang pastur, predikat itu hanya alat untuk mencapai misi-misinya_. Itu sebabnya dalam lembaran sejarah Indonesia yang diajarkan di sekolah-sekolah maupun di perguruan tinggi-perguruan tinggi, nama ini tidak pernah sekali pun muncul karena ia memang tak pernah memunculkan dirinya secara terang-terang dalam beragam peristiwa di Indonesia, termasuk dalam peristiwa G-30S/PKI maupun peristiwa-peristiwa besar lainnya.

Beek mengenal sosok Ali Mutopo juga dari PMKRI. Di mata Beek, Ali adalah sosok yang ambisius dan machiavelis, sosok yang dibutuhkannya. Apalagi karena Ali juga bukan seorang Muslim yang taat, meski berasal dari keluarga santri.

Seperti Soeharto, Ali dikenal sebagai penganut ajaran kejawen atau Islam abangan. Mengenai hubungan Ali Murtopo dengan Beek, Dr. George J. Aditjondro memberikan penjelasan:

Banyak yang tak percaya kalau Ali Murtopo (yang berasal dari keluarga santri di pesisir Pulau Jawa) bisa menjadi orang yang sangat anti Islam dan berjasa besar dalam menindas orang Islam di awal Orde Baru.

Yang orang cenderung lupa adalah, bahwa Ali Murtopo punya rencana berkuasa. Oleh karena itu, semua yang merintanginya untuk mencapai tujuannya haruslah ditebas habis.

Musuhnya bukan cuma Islam, tapi juga perwira-perwira ABRI yang dianggapnya sebagai perintang, seperti HR Dharsono, Kemal Idris, Sarwo Edhi Wibowo, dan Soemitro (Pangkopkamtib).

Almarhum HR Dharsono (Pak Ton) difitnahnya berkonspirasi dengan orang-orang PSI untuk menciptakan sistem politik baru untuk menyingkirkan Soeharto.

Kemal Idris dituduhnya berambisi jadi presiden. Sedang Sarwo Edhi difitnahnya merencanakan usaha menajibkan (menendang ke atas) Soeharto.

Maka jelas apa yang membuat Beek merasa cocok merekrut orang ini.

_Di kemudian hari terbukti bahwa Ali Murtopo merupakan ‘abdi’ Beek yang setia, yang patuh pada apapun perintah Beek untuk menghancurkan Islam yang merupakan agama Ali Murtopo sendiri._

Untuk mencapai tujuan yang besar, maka dibutuhkan modal dan sarana yang besar pula. Pater Beek tentu menyadari hal ini, sehingga menjadikan Soeharto, Yoga Sugama dan Ali Murtopo saja tidak cukup, maka harus ada pion-pion yang menjadi pendukung ketiga pilar utamanya ini agar tujuan tercapai.

Sebelum dan selama mendekati Soeharto, Yoga Sugama, dan Ali Murtopo, Beek juga mendekati orang-orang di luar institusi militer.

Di antaranya adalah mahasiswa yang dalam beberapa peristiwa, terbukti dapat dijadikan motor paling efektif untuk melancarkan sebuah gerakan dan membuat perubahan.

_Bagi Beek, merekrut mahasiswa Islam untuk menjadi ‘anggota pasukannya’ tentulah tidak mudah. Maka dengan didukung agen-agen CIA dan Freemason yang lain, ia menggarap mahasiswa Katolik. Maka berdirilah PMKRI pada 25 Mei 1947._

Dalam buku "Pater Beek, Freemason dan CIA", Sembodo menulis, berdirinya PMKRI bermula dari hasil fusi Federasi Katholieke Studenten Vereniging (KSV) dan Perserikatan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Yogyakarta.

Kala itu Federasi PSV memiliki cabang di beberapa kota di Indonesia, yakni KSC St. Bellarminus Batavia yang didirikan di Jakarta pada 10 November 1928, KSV St. Thomas Aquinas Bandung yang didirikan pada 14 Desember 1947, dan KSV St. Lucas Surabaya yang didirikan pada 12 Desember 1948.

Federasi KSV yang didirikan pada 1949 diketuai Gan Keng Soei (KS Gani) dan Ouw Jong Peng Koen (PK O Jong). Sedang PMKRI Yogyakarta yang didirikan pada 25 Mei 1947 diketuai pertama kali oleh St. Munadjat Danusaputro.

Di antara tokoh-tokoh PMKRI yang menonjol di era Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah dua bersaudara Liem Bian Koen (Sofian Wanandi) dan Liem Bian Kie (Jusuf Wanandi).

Menurut Mujiburrahman dalam desertasi bertajuk ‘Feeling Threatened Muslim-Christian Releations in Indonesia’s New Orde’, kedua bersaudara ini merupakan kader utama Beek di PMKRI.

Kedua orang ini merupakan motor gerakan mahasiswa untuk menggulingkan Soekarno dan membasmi PKI. Setelah kedua ‘musuh’ tersebut dihancurkan, mereka kemudian mengorganisasikan penindasan terhadap Islam.

Selain kedua bersaudara tersebut, dalam desertasi Mujiburrahman, juga menyebut kader Beek yang lain, yakni Cosmas Batubara dan Harry Tjan Silalahi.

Di era Orde Baru, Cosmas menduduki berbagai jabatan penting, termasuk menteri. Ia kelahiran Simalungun 19 September 1938 lulusan Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta dan FISIP UI yang aktif di PMKRI sejak masih kuliah. Ia bahkan sempat menjadi ketua umum organisasi itu.

Harry Tjan Silalahi yang lahir di Jogjakarta pada 11 Februari 1934 pernah menjabat sebagai sekjen Partai Katolik. Ia aktif berorganisasi sejak masih SMA, dimana kala itu ia menjadi anggota Chung Lien Hui, organisasi keturunan Tionghoa.

Di bawah kepemimpinannya, organisasi itu berganti nama menjadi Persatuan Pelajar Sekolah Menengah Indonesia (PPSMI). Ia juga aktif di Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia.

Setelah lulus SMA, Harry pindah ke Jakarta dan kuliah di Fakultas Hukum UI. Ia lulus pada 1962. Selama kuliah, ia aktif di perkumpulan Sin Ming Hui dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), dan terpilih menjadi sekjen. Dari sini lah ia dikenal Pater Beek dan direkrut.

Selain menggarap mahasiswa di dalam negeri, melalui Ali Moertopo, Beek juga menggarap mahasiswa Indonesia yang tengah menuntut ilmu di luar negeri.

_Mahasiswa-mahasiswa ini kelak akan menjadi bagian dari CSIS (Center for Strategic and International Studies) yang menjadi think thank Orde Baru dalam setiap kebijakan, khususnya terkait upaya merginalisasi dan penyingkiran umat Islam di seluruh sektor kehidupan bangsa._

Tentang pembangunan jaringan ini diungkap sendiri oleh Harry Tjan Silalahi dalam tulisan berjudul "Centre Lahir dari Tantangan dan Jaman":

“Bapak Ali Moertopo almarhum mendorong para aktivis di dalam negeri untuk mengadakan kontak kerjasama dengan para aktivis mahasiswa di luar negeri tersebut.

Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Eropa Barat, seperti antara lain di Perancis, yang waktu itu dipimpin Daoed Joesoef, PPI Belgia yang diketuai Saudara Surjanto Puspowardojo, PPI Swiss yang dipimpin oleh Saudara Biantoro Wanandi, demikian pula PPI Jerman Barat yang dipimpin oleh Saudara Hadi Susanto, telah mengambil sikap seperti yang ditunjukkan para mahasiswa dan sarjana yang ada di Indonesia”.

_Menurut M. Sembodo dalam buku "Pater Beek, Freemason, dan CIA", para mahasiswa dan pemuda-pemuda Katolik tersebut kemudian diberi pelatihan oleh Pater Beek yang dikenal dengan sebutan Kaderisasi Sebulan (Kasbul), untuk dijadikan ‘Laskar Kristus’ yang menjalankan Kristenisasi di Indonesia secara besar-besaran._

_Dalam pikiran mereka ditanamkan doktrin bahwa Islam adalah musuh, Islam adalah agama pedang, Islam adalah perampok Yerusalem, Islam adalah perebut Konstantinopel, dan Islam adalah agama anti-Kristus._

Tuduhan-tuduhan ngawur.

Apa saja pelajaran yang diberikan kepada para mahasiswa dan pemuda itu, Richard Tanter mengemukakan:

"(Pater) Beek menyelenggarakan kursus-kursus satu bulanan secara reguler bagi mahasiswa, aktivis, maupun kaum muda pedesaan.

Dengan menghadirkan pastur maupun rohaniawan, sebagai bagian dari program kaderisasi; pelatihan keterampilan kepemimpinan, kemampuan berbicara di hadapan publik, keterampilan menulis, ‘dinamika kelompok’, serta analisis sosial.”

Sedang Cosmas Batubara menjelaskan begini:

“Beliau (Pater Beek) hanya memberikan training-training untuk menghadapi Komunis. Kita didoktrin agar kuat melawan Marxisme-Leninisme. Juga diajarkan bagaimana kelompok Komunis itu beraksi, dan bagaimana menghadapi mereka. Itu kami pelajari. Kalau tidak, bagaimana kami bisa melawan CGMI.”

Apa yang dikatakan Cosmas ini membenarkan adanya Kasebul, namun membantah menyerang Islam. Namun Richard Tanter mengungkapkan begini:

“Bagi (Pater) Beek, ada dua musuh besar, baik bagi Indonesia maupun Gereja, adalah Komunisme dan Islam, dimana ia melihat keduanya memiliki banyak keserupaan; sama-sama memiliki kualitas ancaman.”

Jadi, jelas, Beek memang menggunakan ‘pasukannya’ untuk terlebih dahulu menghancurkan Komunis di Indonesia, dan setelah itu Islam.

Tanter mengatakan begini, “Pasca 1965, posisi militan yang anti-Islam digaungkan dengan arus dominan yang berlaku dalam kepemimpinan Angkatan Darat ketika itu."

_"Indonesia yang diidealkan Beek adalah Indonesia yang nasionalistik, non-Islamik, dengan golongan Kristen mendapatkan tempat yang istimewa”._

_Dengan metode menggunakan mahasiswa sebagai ‘pasukan tempur’, Pater Beek sukses menghancurkan dua musuh sekaligus, Komunis dan Islam, dan bahkan waktu kemudian membuktikan bahwa setelah itu Kristenisasi berjalan dengan mulus di Indonesia._

Tentu saja, setelah Soeharto menjadi presiden.


Islam Korban Rezim Orba

Sejak Suharto naik ke puncak kekuasaan menjadi Presiden RI, Beek leluasa menjalankan misi utama berikutnya:

Menghancurkan Islam.

Ketergantungan Soeharto kepada Amerika, posisi Beek sebagai Pastur Jesuit dan agen CIA memudahkan dirinya memberikan masukan dan nasihat mengenai kebijakan pemerintah ORBA.

Berdasarkan pengakuan Beek, dia bertindak selaku konsultan pribadi Soeharto sejak 1966 sampai 1983 menjelang kematiannya.

Untuk memastikan Soeharto selalu menjalankan masukan dan pertimbangan Gereja Katolik, walau Beek sedang tidak berada di Indonesia, pada 1 September 1971 didirikan CSIS.

_Hadi Soesatro, Harry Tjan Silalahi, Jusuf Wanandi, Ali Moertopo, Soedjono Hoemardani dan Benny Moerdani menjadi penasihat dan konsultan Soeharto ketika Beek berada di luar negeri._

Sekembalinya Beek dari Amerika pada 1974, dia telah menyiapkan rencana strategis jangka panjang untuk memastikan pemerintah ORBA berjalan sesuai misinya.

Pada 17 September 1983 Beek meninggal dunia. Misinya menghancurkan politik Islam dan marginalisasi umat Islam Indonesia diteruskan CSIS dan para kadernya.

Sejak 1971 sampai 1987 Rezim Orba berhasil menghancurkan politik Islam dan menempatkan umat Islam Indonesia sebagai kelompok paria dalam semua sektor kehidupan.

_Perubahan sikap dan kebijakan Soeharto kepada umat Islam pada 1988 di mana CSIS ditinggalkan Soeharto, Benny Moerdani disingkirkan dan umat Islam mulai dirangkul Soeharto, menimbulkan kemarahan besar dan rencana penjatuhan Soeharto oleh CSIS dan Sofyan Wanandi dan seluruh kader Kasebul._

Soeharto Tumbang

_Setelah bertahun-tahun berupaya menjatuhkan Soeharto yang berhubungan mesra dengan umat Islam, kesempatan emas menjatuhkan Soeharto terbuka lebar dengan bergabungnya James Riady teman karib Bill Clinton Presiden AS._

Setelah melalui pengondisian dengan berbagai cara:

Penyebaran fitnah KKN Soeharto dan Keluarga Cendana, Penunggangan penculikan aktivis yang dilakukan Tim Mawar dengan kasus lain yaitu penghilangan paksa 14 orang, sabotase ekonomi, perampokan BLBI, sampai mendorong aksi demo mahasiswa di kampus – kampus Katolik – Kristen dan merekayasa terjadinya kerusuhan Mei 98, akhirnya Soeharto mengundurkan diri 21 Mei 1998.

Berkuasa Kembali Di Era Jokowi

_CSIS dan kelompok Kasebul bersama konglomerat Tionghoa kembali berkuasa penuh seperti era ORBA 1971 – 1988 melalui terpilihnya Jokowi sebagai Presiden_.

_CSIS kembali menjadi think tank pemerintah dan meneruskan misi utamanya menghancurkan politik Islam dan marginalisasi umat Islam Indonesia._

@geloranews@geloranews

22 Oktober 2019

nahimunkar.or,

Saturday, October 26, 2019

HTI & FPI Anti Demokrasi Tapi Mencari Rejeki Di Negara Demokratis?:: ------------------------------

HTI & FPI Anti Demokrasi Tapi Mencari Rejeki Di Negara Demokratis?::
------------------------------
Oleh: Yunno Al-Haqirin

Kata-kata seperti ini sebuah pikiran kekanak-kanakan yang keluar dari seorang bocah SMP yang sudah kehabisan akal & kata-kata tapi masih ingin menang bacot. Tidak lebih dari itu.

Dan apabila kalimat ini keluar dari mulut seorang ulama, santri, atau profesor Islam, itu menandakan bahwa Al-Qur’an hanyalah sebuah dongeng tanpa hikmah bagi orang itu.

Sekedar dibaca, dihafal, ditilawahkan, tanpa diambil pelajarannya. Hanya sampai tenggorokan, tapi tidak menyentuh hati & akalnya.

Mengapa? Karena bagi orang-orang yang seperti ini, ukuran halal-haram, boleh-tidak, mungkin-mustahil, & benar-salahnya semua disandarkan pada hal-hal yang bersifat duniawi, bukan pelajaran atau hikmah dari Islam (termasuk kisah-kisah dalam Al-Qur’an).

Artinya, dengan watak, mental, & pemikiran seperti itu, orang-orang tersebut akan menjadi budak yang tunduk pada penguasa dunia sekaligus musuh para Nabi & Rasul pada jamannya. INGAT, dengan watak, mental, & pemikiran seperti di atas.

Apakah mereka akan mengatakan dengan lancang seperti:

“Wahai Ibrahim, kalau kamu tidak suka dengan sistem & peraturan di negaranya Namrudz, kenapa kamu tinggal & cari makan disini?”

“Wahai Musa, kalau kamu tidak suka dengan Fir’aun & peraturannya, kenapa kamu masih tinggal disini?”
“Wahai Nuh, pergi saja dari negara ini & jangan mencoba merubahnya kalau kamu tidak suka dengan warisan nenek moyang kami.

“Wahai Isa, kalau kamu tidak suka dengan undang-undang & konstitusi Romawi, jangan mencoba mengubahnya karena ini sudah kesepakatan bangsa Yahudi & Romawi.”

“Wahai Luth, kalau kamu tidak suka dengan kebebasan di negeri kami, keluar saja.”
“Wahai Muhammad, kalau kamu tidak suka dengan tradisi & peninggalan nenek moyang bangsa Quraisy, maka pergilah dari Makkah & jangan mencoba mengubah-ubah apapun dengan da’wahmu. Makkah harga mati!!!”

“Wahai Sulaiman, jangan kritik negara Bilqis karena dia punya negara & aturan sendiri. Jangan ikut campur.”

Dsb dll dst.

Maka jadilah Allah s.w.t yang maha agung yang “harus” tunduk, patuh, & menyesuaikan diri dengan aturan, hukum, & kemauan manusia.

Sebenarnya apabila orang-orang mau berpikir & jantan dalam mengakui kesalahan atau kekhilafannya, maka mudah saja. Cukup dengan mengatakan,
“kenapa bukan kalian yang keluar dari alam semestanya Allah sekarang juga kalau tidak suka hukum & ketentuan Allah?

 Menerapkan hukum syariat Islam secara kaffah itu wajib. Tegaknya Khilafah pun sudah menjadi janjiNya. Maka kalau kalian tidak suka, kenapa bukan kalian saja yang keluar dari alam semestanya Allah sekarang juga kalau masih punya rasa malu & rasa tahu diri?”

Dengan begitu, memang benar bahwa tugas para penda’wah adalah sama seperti tugas para Nabi & Rasul terdahulu, yaitu berda’wah, mengubah kejahiliyahan & kekafiran menjadi keimanan & ketaatan, membebaskan manusia dari penyembahan kepada sesama manusia ataupun ciptaanNya, mengurus urusan umat dengan apa-apa yang telah diperintahkan oleh Allah s.w.t, serta menjalankan hukum dariNya dengan kaffah (meskipun kita tidak akan pernah bisa semulia mereka).

Para Nabi memang berda’wah di dalam keasingan sebuah negara, masyarakat, agama palsu, maupun sistem. Namun hal itu tidak membuat mereka “merasa tidak enakan” untuk tidak menyesuaikan diri dengan apapun yang tidak sesuai dengan segala yang telah diturunkan & diperintahkan oleh Allah s.w.t.

Allah, agamaNya, & hukumNya sudah pasti lebih tinggi dari apapun yang berada di dunia maupun alam semesta.

Karena itu, para pejuang yang menggunakan selendang para Nabi & Rasul -yaitu selendang da’wah- pasti tetap akan berda’wah & berjuang untuk menegakkan hukum Allah sekalipun mereka berada di negeri asing yang mereka masih harus mencari tempat tinggal & mencari makan di dalamnya.
Mengingat bahwa dunia ini adalah milik Allah, bukan milik “mereka”.

Monday, October 21, 2019

ANTARA QADHI AL-QUDHAT AL-MAWARDI DAN AL-'ALAMAH QADHI AN-NABHANI

ANTARA QADHI AL-QUDHAT AL-MAWARDI DAN AL-'ALAMAH QADHI AN-NABHANI

KH Hafid Abdurrahman

Nama lengkapnya adalah ‘Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi. Nama kunyah-nya adalah Abu al-Hasan, dan populer dengan nama al-Mawardi. Al-Mawardi dinisbatkan kepada pembuatan dan penjualan air mawar (al-warad), dimana keluarganya populer dengan sebutan itu.

Beliau dilahirkan di Bashrah, Irak, tahun 364 H. Beguru kepada ulama’ Bashrah di zamannya, Abu al-Qasim as-Shumairi (w. 386). Setelah as-Shumairi wafat, beliau melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu di Baghdad, yang nota bene, ketika itu menjadi pusat pengetahuan dan tsaqafah di zamannya. Di sana, beliau belajar kepada ulama’ besar dan terkemuka Baghdad, Abu al-Hamid al-Isfirayini (w. 406 H). Boleh dikatakan, al-Mawardi telah menjadi murid spesialnya.

Beliau belajar bahasa dan sastra kepada Imam Abu Muhammad al-Bafi (w. 398 H). Beliau orang yang paling alim di zamannya dalam bidang Nahwu, sastra dan Balaghah, luar biasa dalam menyampaikan ceramah. Al-Mawardi sangat terpengaruh dengan kehebatan gurunya ini. Karena itu, beliau banyak menimba dari ulama’ ini.

Al-Mawardi adalah salah seorang fuqaha’ mazhab Syafii, yang sudah sampai pada level Mujtahid. Beliau sangat konsisten mengikuti mazhab Syafii sepanjang hayatnya. Belum ada satu bukti pun yang bisa digunakan untuk membuktikan kepindahannya dalam salah satu fase hidupnya ke mazhab yang lain. Ini tampak pada karyanya di bidang fikih, yang dihasilkannya. Kesibukannya untuk mengajar, menghasilkan karya-karya fikih telah mengantarkannya pada jabatan Qadhi al-Qudhat (Kepala Hakim) pada tahun 429 H. Bahkan, juga mengantarkannya sebagai pemimpin mazhab Syafii di zamannya.

Gaya penulisannya sangat jelas dan lugas. Pilihan kata dan maknanya juga sangat jelas. Susunan kata dan redaksinya juga serasi. Tidak hanya itu, beliau juga dikenal dengan akhlaknya yang tinggi, dan mempunyai rekam jejak pergaulan yang besih. Dengan karunia umur yang panjang hingga 86 tahun, wafat tahun 450 H, di tengah berbagai kesibukannya, beliau termasuk ulama’ yang mewariskan khazanah keilmuan yang luar biasa kepada umat Islam.

Karya al-Imam al-‘Allamah Qadhi al-Qudhat al-Mawardi, rahimahu-Llah, meliputi berbagai bidang keilmuan. Meski perhatiannya yang paling besar beliau curahkan untuk fikih. Di antara karyanya di bidang fikih adalah: al-Iqna’, al-Ahkam as-Sulthaniyyah, al-Hawi, Qawanin al-Wuzara’, Tashil an-Nadhr, dan Ta’jil ad-Dzafr. Karya-karya ini terbukti merupakan karya al-Mawardi, dan telah dinyatakan dengan jelas dan lugas dalam kitab-kitab Tarjamah dan Thabaqat as-Syafiiyah.

Kitab al-Ahkam as-Sulthaniyyah, merupakan kitab yang ditulis oleh al-Mawardi atas permintaan Khalifah di zamanannya, yaitu al-Qa’im bi Amri-Llah (422-467 H). Meski tidak ada bukti secara autentik, bahwa Khalifah al-Qa’im bi Amri-Llah yang meminta beliau, sebagaimana Abu Yusuf menulis kitabnya, al-Kharaj, atas permintaan Khalifah Harun ar-Rasyid, namun melihat kedudukannya sebagai Qadhi Qudhat tahun 429 H, yang tak lain adalah era Khalifah Khalifah al-Qa’im bi Amri-Llah, maka kemungkinan itu sangat kuat.

Hukum-hukum yang dituangkan dalam kitabnya, al-Ahkam as-Sulthaniyyah ini, sebagaimana yang dinyatakan sendiri oleh al-Mawardi:

“Saya sengaja mengkhususkan sebuah kitab untuk membahas hukum-hukum yang terkait dengan kekuasaan, yang berisi perkara memang wajib ditaati, agar berbagai mazhab para fuqaha’ bisa diketahui, dan apa yang menjadi hak dan kewajibannya bisa dipenuhi, supaya adil pelaksanaan dan keputusannya..”[1]

Karena itu, di dalam kitab ini beliau membahas kaidah tentang sistem politik, administrasi, keuangan, peperangan dan sosial di dalam Negara Khilafah di zamannya. Dalam penulisannya, beliau berpijak pada al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas, sebagaimana dalil yang lazim digunakan di kalangan mazhab Syafii. Beliau juga menjelaskan berbagai pandangan mazhab, seperti Abu Hanifah, Malik dan tentu Imam Syafii sendiri. Sementara mazhab Hanbali boleh dibilang tidak disinggung sama sekali. Mungkin karena Imam Ahmad lebih dekat sebagai Ahli Hadits, ketimbang sebagai fuqaha’.

Boleh jadi karena alasan itulah, maka al-‘Allamah Qadhi al-Qudhat, Abu Ya’la al-Farra’ (w. 458) menulis kitabnya, al-Ahkam as-Sulthaniyyah, dengan judul dan isi yang kurang lebih sama untuk menjelaskan hukum-hukum yang sama, tetapi berdasarkan mazhab Hanbali, agar Khalifah di zamannya juga mengetahui pandangan mazhab Hanbali, dan bisa menunaikan apa yang menjadi hak dan kewajibanya.

Kitab al-Ahkam as-Sulthaniyyah karya al-Imam al-Mawardi ini terdiri dari dua puluh bab, antara lain, tentang akad Imamah, pengangkat Wizarat (pembantu Khalifah), bukan wizarat dengan konotasi kementerian seperti dalam sistem Demokrasi, pengangkat Imarah ‘ala al-Bilad (kepala daerah), pengkatan Imarah ‘ala al-Jihad (komando jihad), dan sebagainya. Termasuk bab tentang penetapan Jizyah dan Kharaj, hukum Ihya’ al-Mawat (menghidupkan tanah mati), eksplorasi air (termasuk tambang), Hima dan Irfaq (proteksi lahan dan kepemilikan umum), hingga Diwan (administrasi), Ahkam al-Jara’im (hukum tindak kriminal), dan Hisbah.

Dilihat dari struktur pembahasannya, kitab al-Ahkam as-Sulthaniyyah memang memuat hukum-hukum yang oleh penulisnya dianggap sangat dibutuhkan oleh para penguasa, khususnya Khalifah dan jajarannya, di satu sisi, agar bisa menjalankan apa yang menjadi kewajibannya. Di sisi lain, juga bisa menjadi pegangan masyarakat, agar mengetahui apa yang menjadi haknya, dan kewajiban para penguasa itu terhadap diri mereka. Dengan begitu, mereka mempunyai pedoman untuk melakukan check and balance.

Namun, kitab ini masih mencampuradukkan hukum-hukum syara’ yang membahas sistem pemerintahan (Nidzam al-Hukm), sistem ekonomi (an-Nidzam al-Iqtishadi), sanksi hukum (Nidzam al-‘Uqubat), termasuk masalah administrasi dalam satu kitab. Karena itu, jika kita simpulkan, kitab al-Ahkam as-Sulthaniyyah ini sebagai kitab yang khusus membahas tentang sistem pemerintah, sebenarnya tidak tepat. Karena di dalamnya ada juga pembahasan tentang hukum lain. Tetapi, ini bisa dimaklumi, karena sistematika keilmuan dan sistem di era itu belum se detail saat ini.

Konsekuensinya, jika kitab al-Ahkam as-Sulthaniyyah ini kita implementasikan pada saat ini, tentu kurang sistematis. Meski, isinya cukup memadai berbagai pembahasan yang dibutuhkan, termasuk sebagai referensi awal dan autentik. Dikatakan sebagai sebagai referensi awal, karena ini merupakan salah kitab paling awal yang membahas sistem pemerintahan. Dikatakan autentik, karena kitab ini sekaligus menjadi dokumen autentik untuk menjawab keraguan orang yang selama ini menuduh, bahwa Khilafah tidak ada. Sistem Khilafah tidak jelas. Khilafah tidak wajib, dan tuduhan-tuduhan bodoh lainnya.

Karena itu, bisa dimengerti, jika saat ini kita membutuhkan referensi lain, selain kitab ini, sebagai pelengkap sekaligus menjawab kebutuhan modern yang belum terjawab dengan lugas dan jelas dalam kitab ini. Inilah yang kemudian bisa kita temukan dalam kitab al-‘Allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, rahimahu-Llah (w. 1977 M), Nidzam al-Hukm fi al-Islam. Kitab yang terakhir ini bisa dikatakan sebagai sistemisasi karya al-Mawardi dalam konteks kekinian, sekaligus menjawab apa yang belum ada di zamannya, dan dibutuhkan ijtihad baru. Istilah Wazir Tafwidh dan Wazir Tanfidz, yang digunakan oleh al-Mawardi, misalnya, digunakan oleh an-Nabhani, tetapi dengan konotasi yang tepat dan akurat dalam konteksnya. Karena itu, beliau istilahkan dengan Mu’awin Tafwidh dan Mu’awin Tanfidz. Karena, istilah Wazir di sini konotasinya Mu’awin, bukan konotasi “Menteri” dalam sistem Demokrasi.

Apa yang tampak tidak jelas dalam pembahasan al-Mawardi, seperti masalah Wilayatu al-‘Ahdi (putra mahkota), status hukumnya, dan bagaimana memahami keabsahannya sebagai proses transisi kekuasaan, juga didudukkan dengan tepat dan akurat oleh an-Nabhani. Meski dalil-dalil dan riwayat yang digunakannya sama, tetapi perspektif dan istimbat-nya berbeda. Dari sini, akhirnya kita tahu, apakah di dalam Islam mengenal putra mahkota, atau tidak? Kalau pun ada, bagaimana proses dan mekanismenya? Termasuk metode baku pengangkatan Khalifah, yang selama ini dianggap tidak jelas. Semuanya dibahas dengan lugas dan jelas.

Kembali kepada karya-karya al-Mawardi di bidang politik, dimana kitab ini bukan satu-satunya karya beliau, bisa disimpulkan, bahwa beliau fokus menjelaskan hukum-hukum fikih berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas dalam masalah ini. Beliau sangat sedikit sekali menggunakan syair, kata bijak dan metafor dalam kitabnya. Berbeda ketika kita membaca kitabnya yang lain, seperti Adab ad-Dunya wa ad-Din. Di sini, kita akan menemukan banyak sekali syair, kata bijak dan metafor yang digunakan untuk mendukung pendapatnya.

Ini bisa dipahami, karena tujuan penulisan karya-karyanya di bidang politik ini memang berbeda dengan yang lain. Tetapi, ada yang menarik. Dalam kitab Al-Ahkam as-Sulthaniyyah ini, maupun karya fikih politik beliau yang lain, beliau sama sekali tidak terpengaruh dengan teori-teori Socrates, Plato, Aristoteles atau filsuf Yunani lainnya. Meski, ketika itu buku-buku tersebut sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Dengan begitu, kitab al-Ahkam as-Sulthaniyyah karya Qadhi al-Qudhat al-Mawardi ini merupakan kitab rujukan penting. Namun, kitab ini mempunyai kedudukan dan kekuatan tersendiri. Selain penulisnya yang nota bene adalah Mujtahid, kitab ini ditulis oleh salah seorang pelaku sejarah, dengan jabatan Qadhi al-Qudhat, di zamannya. Karena itu, meski ini bukan rujukan satu-satunya, tetapi kitab ini penting, sekaligus menjadi dokumen autentik penerapan sistem pemerintahan Islam di dalam Negara Khilafah, di era Khilafah ‘Abbasiyyah.

Bogor, 23 Dzulhijjah 1435 H

17 Oktober 2014 M

KH Hafidz Abdurrahman

Tuesday, October 15, 2019

Perjalanan ke Jantungnya Teror

https://g.co/kgs/brdmBZ

*Perjalanan ke Jantungnya Teror*


Mencengangkan, 10 tesis politisi jerman tentang Islam. Seorang  politikus dari partai CDU (Kristen-Demokrat) yang pernah 18 tahun duduk di parlemen Jerman, Jürgen Todenhöfer, telah membaca Qur'an.

Setelah membaca, mengamati dan berpikir, Todenhöfer menulis. Hasilnya: sebuah buku “Feinbild Islam – Zehn Thesen gegen Hass” (Potret Buruk Islam – Sepuluh Tesis Anti Kebencian”), yang terbit di akhir tahun 2011. Berikut ringkasannya:

1. Barat Lebih “Brutal“ dari Dunia Islam

Todenhöfer, dalam tesis pertama, mengingatkan fakta sejarah yang sering terlupa di dua abad terakhir. Barat jauh lebih brutal daripada dunia Muslim. Jutaan warga sipil Arab tewas sejak kolonialisme dimulai. Atas nama kolonialisasi, Prancis pernah membunuh lebih dari dua juta penduduk sipil di Aljazair, dalam kurun waktu 130 tahun. Atas nama kolonialisasi, Italia pernah menggunakan phosphor dan gas mustard untuk menghabisi penduduk sipil di Libya. Atas nama kolonialisasi, Spanyol juga pernah menggunakan senajata kimia di Marokko.

Tidak berbeda di era setelah perang dunia kedua. Dalam invansi perang Teluk kedua, semenjak tahun 2003, UNICEF menyebutkan, 1,5 juta penduduk sipil Irak terbunuh. Sepertiganya anak-anak. Tidak sedikit dari korban terkontaminasi amunisi uranium. Di Baghdad, hampir setiap rumah kehilangan satu anggota keluarganya.

Sebaliknya, di dua abad terakhir, tidak satu pun negara islam menyerang, mengintervensi, mengkolonialisasi Barat. Perbandingan jumlah korban mati (dunia Islam: dunia Barat) adalah 10:1. Problema besar dunia, di dua abad belakangan ini, bukan kebrutalan Islam, tapi kebrutalan beberapa negara-negara Barat.

2. Mempromosikan Anti-Terorisme, Melahirkan Terorisme

Terorisme jelas tidak dibenarkan. Menilik secara objektiv, terorisme justru lahir dari politik anti-terorisme Barat yang keliru.

“Seorang pemuda muslim,” tulis Todenhöfer, “yang secara rutin memantau berita di televisi, hari demi hari, tahun demi tahun, akan situasi di Irak, Afghanistan, Pakistan, Palestina dan di tempat lain, di mana perempuan, anak-anak dan penduduk sipil, dihabisi oleh Barat dengan brutal, justru diprovokasi untuk menjadi seorang teroris.”

Beruntung saja, sebagian besar pemuda islam tidak terpancing. Mereka memilih jalan yang berbeda. Di Tunisia, Mesir, Libya, Marokko, dan negara-negara muslim lainnya, mereka menjawab ketidak-adilan yang menimpa mereka melalui jalan demokrasi dan teriakan kebebasan, bukan teror dan kekerasan.

3. Terorisme: Fenomena Dunia, Bukan Fenomena Islam

Pemeo favorit di setiap diskursi bertemakan terorisme: “Tidak setiap muslim teroris, tapi seluruh teroris adalah muslim.” Selain jauh dari benar, dengan data dan fakta, propaganda ini mudah dipatahkan.

Data resmi Badan Kepolisian Eropa, Europol, menyebutkan: Dari 249 aksi teror di tahun 2010, hanya tiga yang pelakunya berlatar belakang Islam. Bukan 200, bukan 100 – tapi tiga! Data di tahun-tahun sebelumnya, juga tidak kalah mengejutkan: Dari 294 aksi terror di tahun 2009, hanya satu yang berlatar belakang Islam. Hanya satu dari 515 aksi teror di tahun 2008. Hanya empat dari 583 di tahun 2007.

4. Hukum Internasional untuk Semua

Di hadapan hukum internasional, dunia Barat selalu mentematisir, dan merekam dengan baik, 3500 korban terorisme yang jatuh atas nama “teror-Islam“ semenjak pertengahan 1990-an (termasuk korban WTC, pada 11/9). Tapi mengapa ratusan-ribu warga sipil yang terbunuh dalam intervensi di Irak tidak pernah ditematisir.?

Lebih jauh, Todenhöfer bertanya kritis: “mengapa elite Barat, tidak pernah sekalipun menimbang; membawa George W. Bush dan Tony Blair ke hadapan mahkamah internasional, atas serangan sepihaknya ke Irak.? Apakah hukum internasional hanya berlaku untuk orang-orang non-Barat.?“.

Perang, bukan jawaban untuk aksi-aksi terorisme. Perang, hanya manis untuk mereka yang tidak mengenalnya. Teroris yang membunuh orang-orang tidak berdosa, bukanlah pejuang kebebasan, bukan pahlawan, bukan pula syuhada. Mereka mengkhianati agama mereka. Mereka adalah pembunuh.

5. Muslim, Toleransi dan “Perang Suci“

Bukan Muslim, yang atas nama kolonialisasi membunuh 50 juta nyawa di seantero Afrika dan Asia. Bukan Muslim, yang atas nama perang dunia pertama dan kedua menghabiskan 70 juta nyawa. Bukan pula Muslim, yang menggencarkan genosida terhadap 6 juta orang-orang Yahudi.

Islam tidak mengenal kata suci dalam kaitannya dengan perang. Jihad bermakna sungguh-sungguh di jalan Tuhan. Tidak ada satu tempat pun di Qur'an yang memaknakan jihad dengan perang suci. Karena perang tidak pernah suci, dan kesucian hanya ada di jalan perdamaian.

6. Kontekstual Qur'an dan Islam-Teroris

Permasalahan besar dalam perdebatan Qur'an di dunia Barat, adalah setiap orang bernafsu membicarakannya, sangat-sangat sedikit yang pernah membacanya.

Sebagian besar mereka tidak lagi rasional dan ilmiah. Hanya mengutip beberapa tekstual yang mengesankan islam pro “perang” tanpa pernah mau tahu konteksnya. Padahal pesan-pesan Qur'an yang dikesankan seperti itu, spesifik diterima Muhammad, dalam konteks perlawanan antara penduduk Mekkah dan Madinah, waktu itu.

Seperti Musa dan Isa, Muhammad tidak dilahirkan pada situasi dunia yang sedang vakum, apalagi damai. Mereka hadir pada saat moralitas dunia bobrok, penuh perang, perjuangan dan perlawanan. Adalah sangat lumrah beberapa tekstual yang terkesan pro “perang” itu bisa ditemukan di Qur'an, semudah bisa ditemukan di kitab Perjanjian Lama dan kitab Perjanjian Baru.

Secara semantis, diksi “islam-teroris”, “kristen-teroris” atau “yahudi-teroris” adalah sebuah penyesatan bahasa. Terorisme, menurut Todenhöfer, berdiri di atas instrumen setan, tidak boleh dikaitkan dengan kesucian Tuhan dan keagamaan. Memang benar, di dalam Islam, Kristen, atau Yahudi ada ideologi teror – tapi bukan ajaran agamanya. Ideologi ini tidak mengantarkan mereka ke surga, tapi ke neraka.

7. Fakta atau Fake.?

Kalimat andalan kritikus anti-Islam di barat: “siapa yang menginginkan panggilan azan terdengar di kota-kota kami, harus membiarkan juga lonceng gereja berbunyi di kota-kota mereka!” Padahal nyatanya: Di Teheran, semisal, berdiri banyak gereja. Loncengnya berbunyi tidak jarang, dan tidak pelan. Lebih jauh, anak-anak kristen memiliki pelajaran agamanya sendiri (sesuatu yang luxus untuk anak-anak muslim di Barat).

Barat mengidentifikasi jilbab sebagai simbol pengekangan dan ketertindasan. Dari survey resmi, wanita-wanita pemakai jilbab, yang begitu dipedulikan barat itu, justru berkata bukan (atas kesadaran pribadi). Sinisme jilbab, sebagian besar justru datang dari mereka yang tidak berjilbab dan anti-jilbab. Memaksa seseorang berjilbab, jelas menyalahi hak asasi. Tidak jauh berbeda, dari prosesi pemaksaan untuk melepasnya.

Barat menuduh perempuan-perempuan islam tidak berpendidikan. Fakta dari dunia islam menjawab lain. Secara statistis, perempuan di negara-negara mayoritas islam, justru lebih berpendidikan dibanding Barat: 30% Profesor di Mesir perempuan, padahal di Jerman jumlahnya hanya sekitar 20%. Lebih dari 60% mahasiswa di Iran adalah perempuan. Di Uni Emirat Arab, sudah semenjak tahun 2007, mahasiswa perempuan menginjak angka yang sulit dipercaya: 77%.

8. Seorang Muslim = Seorang Yahudi = Seorang Kristen

Tidak ada seorang bayipun terlahir sebagai seorang teroris. Barat harus memperlakukan seorang Muslim, persis seperti seperti mereka memperlakukan seorang Kristen atau Yahudi.

Tidak jarang kita dengar politikus dan aktivis Barat, demonstratif, mengumbar kalimat penuh kebencian terhadap Islam. Frank Graham, penasehat George W. Bush, menyebut Islam sebagai “agama iblis dan sihir”. Politikus kanan Belanda, Geert Wilders, menyebut Islam sebagai “agama fasis”. Thilo Sarrazin, politikus Jerman memberikan thesis: “secara genetis, anak-anak dari keluarga Islam, dilahirkan di bawah tingkat kecerdasan rata-rata.”

Bayangkan sejenak, jika Frank Graham, Greet Wilders, dan Thilo Sarrazin mengganti objek tesis-nya bukan kepada “Islam”, tetapi menjadi “Yahudi” atau “Kristen”. Tidakkah ucapan seperti itu akan menjadi badai kemarahan yang dahsyat.? Mengapa Barat boleh mengatakan hal-hal penuh fasistik dan rassist terhadap Islam, yang justru di kalangan orang-orang Kristen dan Yahudi sesuatu yang tabu.? Barat harus mengakhiri demonisasi Islam dan Muslim.

9. Muslim Melawan Teror

Di tesis kesembilan, Todenhöfer mengajak umat Islam, melalui sebuah reformasi sosial, menjejak Nabi Muhammad yang berjuang untuk sebuah Islam yang beradab dan toleran. Untuk tatanan ekonomi dan politik yang dinamis, bukan statis – sambil mempertahankan identitas keagamaannya. Untuk persamaan yang penuh, pria dan wanita. Untuk kebebasan beragama yang nyata.

Tidak seperti politikus umumnya, Muhammad, bukan seorang reaksioner. Dia adalah seorang revolusioner, berani berpikir dan berani mematahkan belenggu tradisi. Islam di masa Muhammad bukanlah agama stagnan, apalagi regresif, tetapi pembaruan dan perubahan. Muhammad berjuang untuk perubahan sosial, ia pahlawan orang miskin dan orang lemah. Dia mengangkat hak-hak kaum perempuan, yang di periode sebelumnya nyaris tidak ada.

Muhammad bukan seorang fanatik atau seorang ekstrimis. Dia hanya ingin membawa orang-orang Arab, yang kala itu terjebak pada belenggu politeistik, untuk kembali ke sumber aslinya yang murni, agama Ibrahim, persis seperti yang disuarakan Musa dan Isa.

Terorisme, yang berada di sekelumit dunia Islam pada hari ini adalah distorsi ajaran Muhammad. Ini adalah kejahatan melawan Islam. Dunia Islam tidak boleh membiarkan citra baik Islam, yang dibangun Muhammad 14 abad yang lalu, dihancurkan seketika oleh ideologi kriminal ini. Dunia Islam perlu memerangi ideologi terorisme ini, persis seperti Muhammad memerangi berhala-berhala dari periode pra-Islam.

10. Politik Bukan Perang

Kalimat bijak pernah mengajarkan: “Ketika kamu tidak bisa menaklukkan musuhmu, peluk dia.!”

Masalah kompleks di Timur tengah, hanya bisa diselesaikan dengan jalur politik, bukan dengan perang. Barat harus membuka pintu diskusi yang lebih lebar untuk dunia Islam. Barat harus membuka ruang bilateral dan unilateral lebih besar untuk negara-negara Arab. Kesatuan dan stabilitas yang perah terjadi di Uni Eropa, nyatanya, tidak berdiri di atas invansi senjata, tapi di atas politik diplomatisasi yang penuh visi.

Sebuah visi akan sebuah dunia, yang setiap negara di dalamnya dihargai. Sebuah penghargaan yang tanpa diskriminasi. Politik anti-diskriminasi yang dibangun di atas keadilan dan kebebasan, bukan perang, apalagi penindasan. [mc]

*Penulis: Yudi Nurul Ihsan, Mahasiswa Indonesia S3 di Jerman.
Setiap muslim berkewajiban membela Islam dan muslimin dng seluruh kemampuannya.

Saturday, October 12, 2019

Komentar Syaikh M. Mutawalli Asy-Sya'rawi Kepada Pendiri Hizbut Tahrir Syaikh Taqiyuddin An-nabhani RahimahulLah :

Komentar Syaikh M. Mutawalli Asy-Sya'rawi Kepada Pendiri Hizbut Tahrir Syaikh Taqiyuddin An-nabhani RahimahulLah :

"Sebagaimana dikutip oleh salah seorang anggota Hizbut Tahrir Sudan, dalam tayangan Youtube yang diupload oleh Mazin Abdul Adhim, Syaikh Asy-Sya'rawi memberikan komentar yang positif tentang Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Cuplikannya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai berikut: When he was asked, ”What do you know about Taqiyuddin An Nabhani?” “He said, ”He was a Sahabi who was delayed to an era that was not his.” “He had long silences, and if he spoke, his words were pearls.” “His proofs were powerful, he was convincing and was firm in the opinions he believed in”. ”This sheikh, Taqiyuddin An Nabhani, while we reviewed our studies in Al Azhar, he would be reading news about the Muslims and their affairs.” “So he had those characteristics” (Ketika beliau ditanya, “Apa yang Anda ketahui tentang Taqiyuddin An Nabhani?” Beliau menjawab, ”Dia adalah sahabat [Nabi saw.] yang tertunda ke masa yang bukan miliknya. Beliau banyak diam dan jika bicara, kata-katanya adalah mutiara. Hujjahnya kuat, meyakinkan dan tegas pada pendapat yang beliau yakini. Syaikh ini, Taqiyuddin an-Nabhani, sementara kami persiapan ujian pelajaran di Al Azhar, ia akan membaca berita tentang kaum Muslim dan urusan mereka. Itulah karakteristik dia).”

Dalam kitab Ahbabullah (Para Kekasih Allah), seorang aktivis senior Hizbut Tahrir, Muhammad Hatim Mishbah Nashiruddin, menulis memoar dakwahnya sebagai berikut: Saya menyebutkan di awal tulisan “Seorang laki-laki Alma’iy Mujaddid Abad Kedua puluh”. Terhadap kata “Alma’iy” ini ada kisah terkenal yang diketahui oleh sahabat Syaikh Taqiyuddin saat belajar di Al-Azhar yang sezaman pada saat itu, di antaranya Syaikh Mutawali asy-Sya’rawi. Syaikh asy-Sya'rawi berkata: "Sungguh, Syaikh Taqiyuddin mengumpulkan kertas dari berbagai surat kabar dan menyimpannya. Beliau memperhatikan apa yang tertulis di dalamnya mengenai masalah politik. Ajaib, sungguh kedudukan dia paling utama di antara kami." (Kata al-alma’iy,
setelah merujuk kembali ke Kamus Al Muhith [III/82] al alma’a – al alma’iy – al yalma’iy = adz-dzakiy al-mutawaqqid =orang yang cerdas dan bersinar... yakni seorang pemikir cerdas dan berpikir cepat. Terletak di dinding Al-Azhar asy-Syarif lembaran yang tertulis, “Seorang yang cerdas dan bersinar sejak tiga ratus tahun adalah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani”. Namun, tulisan tersebut dihilangkan sama sekali oleh penguasa Mesir saat itu, Gamal Abdul Nasser, setelah
Syaikh Taqi mendirikan Hizbut Tahrir).

#Biografi Syaikh M. Mutawalli Asy-Sya'rawi

Muslimedianews ~ Beliau dikenal dengan metodenya yang bagus dan mudah dalam menafsirkan al-Quran dan memfokuskannya atas titik-titik keimanan dalam menafsirkannya. Hal itulah yang menjadikannya dekat di hati manusia, terkhusus metodenya sangat sesuai bagi seluruh kalangan dan kebudayaan sehingga beliau dianggap memiliki kepribadian Muslim yang lebih mencintai dan menghormati Mesir dan dunia Arab. Oleh karena itu beliau diberi gelar Imam ad-Du’at (Pemimpin Para Da’i).

Daftar Isi:
1. Kelahiran Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
2. Pengembaraan Mencari Ilmu Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
3. Kepribadian Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
4. Keluarga Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
5. Karya-karya Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
6. Kewafatan Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
7. Kalam Mutiara Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

1. Kelahiran Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Asy-Syaikh al-Imam Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi lahir pada 16 April 1911 M di Desa Daqadus, Distrik Mith Ghamr, Provinsi Daqahlia, Republik Arab Mesir. Di usia yang masih dini, 11 tahun, ia sudah hafal al-Quran.

Sejak kecil selalu dipanggil oleh kedua orangtuanya dengan panggilan “Syaikh al-Amin” (yang amanah). Tidak ada keterangan tentang hal ini, namun boleh jadi karena kecerdasan dan kepolosannya kepada orangtuanya.

2. Pengembaraan Mencari Ilmu Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Syaikh asy-Sya’rawi semasa kecilnya belajar di Madrasah Ibtidaiyah al-Azhar, Zaqaziq. Kecerdasannya telah tampak semenjak kecil dalam menghafal syair dan peribahasa Arab. Beliau berhasil meraih ijazah Madrasah Ibtidaiyah al-Azhar pada tahun 1923. Selanjutnya ia melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Tsanawiyah di tempat yang sama hingga bertambahlah minatnya dalam syair dan sastra.

Ia mendapatkan tempat khusus di antara rekan-rekannya, hingga terpilih sebagai ketua persatuan mahasiswa dan menjadi ketua perkumpulan sastrawan di Zaqaziq. Diantara rekan-rekan beliau adalah:
1. Dr. Muhammad Abdul Mun’im Khafaji (Penyair Thahir Abu Fasya)
2. Prof. Khalid Muhammad Khalid
3. Dr. Ahmad Haikal
4. Dr. Hassan Gad.

Mereka semua adalah guru sekaligus rekan sesama kaum muda yang gandrung dengan sastra Arab. Mereka memperlihatkan kepadanya apa yang mereka tulis. Hal itulah yang menjadi titik perubahan kehidupan Syaikh asy-Sya’rawi.

Ketika orangtuanya ingin mendaftarkan dirinya ke al-Azhar, Kairo, ia ingin tinggal dengan saudara-saudaranya di Zaqaziq demi untuk menekuni dunia tani, sebagaimana keluarga besarnya yang hidup sebagai petani desa. Namun mereka tetap mendesak beliau untuk ke Kairo agar dapat mengeruk ilmu sebanyak-banyaknya dan mengamalkannya sekembalinya ke kampung halaman. Akhirnya tak ada hal yang patut dilakukannya kecuali patuh kepada orangtua dan mewujudkan keinginan mereka. Maka ia pun akhirnya terdaftar di Fakultas Bahasa Arab tahun 1937 M.

Syaikh asy-Sya’rawi tamat dari al-Azhar tahun 1940 M dengan gelar S1. Lalu beliau mendapat izin mengajar pada tahun 1943 M setelah menyelesaikan pendidikan Master of Art. Ia ditugasi mengajar di Thanta, Zaqaziq, dan selanjutnya di Iskandaria.

Setelah masa pengalaman yang panjang di negerinya, Syaikh asy-Sya’râwi pindah ke Arab Saudi pada tahun 1950 M, untuk menjadi dosen syari’ah di Universitas Ummu al-Qurra. Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke kampung halamannya.

Di Kairo, ia diangkat sebagai direktur di kantor Syaikh al-Azhar Syaikh Husain Ma’mun, kemudian menjadi duta al-Azhar di Aljazair dan menetap selama tujuh tahun di sana. Setelah itu ia kembali lagi ke Kairo, ditugasi sebagai kepala Departemen Agama Provinsi Gharbiyah dan utusan khusus al-Azhar untuk mengajar di Universitas King Abdul Aziz, Arab Saudi.

Pada bulan November 1976 M, Perdana Menteri Mesir, Mamduh Salim, memilihnya untuk memimpin Departemen Urusan Wakaf dan Urusan al-Azhar. Perannya bagi al-Azhar dan pemerintahan Mesir sungguh luar biasa. Ia seorang ahli agama yang juga sangat handal dalam tata administrasi pemerintahan.

Sekalipun menduduki kedudukan elite dan termasyhur, sikap wara’ dan tawadhunya tidak luntur. Ia juga seorang yang amat pemurah dan menafkahkan gaji yang diperolehnya bagi para pelajar, mahasiswa, hafidz al-Quran dan orang-orang miskin. Bahkan, royalti atas karya-karyanya banyak digunakannya untuk kegiatan-kegiatan sosial seperti membangun sekolah, masjid, memberikan santunan dan sebagainya.

Selain berpengetahuan luas, asy-Sya’rawi juga amat menguasai bahasa dialektika. Kedua kemampuan ini menjadikannya ulama dan muballigh yang handal.

3. Kepribadian Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Syaikh Asy-Sya’râwi juga amat cinta kepada keturunan Rasulullah Saw. Ia sering berkunjung ke kawasan al-Husain (sebuah wilayah yang banyak didiami dzurriyyah Rasul), rutin berziarah ke makam Sayyidah Nafisah, dan menghadiri majelis Maulid di halaman Masjid al-Husain.

Suatu ketika, dalam sebuah diskusi keagamaan, ia pernah ditanya: “Bagaimana pendapat Tuan tentang ziarah ahlul bait dan para wali yang merupakan kebiasaan orang-orang Mesir khususnya orang-orang dari dusun yang bertabarruk kepada mereka?”

Seraya meletakkan tangannya di dada seolah-olah berbicara tentang dirinya, ia menjawab: “Kami besar sebagai orang dusun. Selama hidup, kami tinggal di lingkungan ahlul bait dan para wali. Orangtua-orangtua kami, datuk-datuk kami, ibu-ibu kami dan saudara-saudara kami semuanya tinggal di serambi para wali. Kami tidak melihat kebaikan kecuali dari mereka. Kami tidak mengetahui ilmu kecuali di tempat-tempat mereka. Kami juga tidak mengenal keberkahan kecuali dengan mencintai mereka.

Kami mencintai mereka karena mereka berhubungan dengan Allah. Kebaikan datang kepada kami dari orang-orang yang sangat kami yakini bahwa mereka berhubungan dengan Allah. Mereka tidak dikenal kecuali oleh orang-orang yang jiwanya menerima manhaj (syari’at) Allah.

Bagaimana mungkin mereka membolehkan berziarah ke kuburan orang-orang Muslim awam tetapi mengharamkan menziarahi mereka yang dikenal sebagai orang shalih! Ziarah kubur itu diperintahkan. Jika hal itu telah dilakukan untuk orang-orang Muslim awam, apakah orang-orang yang telah dikenal atau orang yang baik dikecualikan dari hal itu, lalu diharamkan menziarahi kuburnya karena ia orang baik? Pendapat ini sungguh tidak masuk akal! Anggap sajalah itu seperti kubur-kubur yang lain dan berdzikirlah kepada Allah di tempatnya.

Kita tidak menentang ziarah. Yang kita tentang adalah hal-hal yang tidak benar yang terjadi di dalamnya. Orang-orang yang meminta sesuatu dari mereka dapat kita katakan berbuat syirik. Tetapi jika ia meminta kepada Allah di makam-makam mereka, apa yang harus dilarang?

Demi Allah, seandainya dalam berziarah itu tidak ada hal lain yang didapatkan selain sekadar pertemuan dengan orang-orang yang tunduk di hadapan Allah, itu sudah cukup bagi saya. Seandainya tidak ada yang saya dapatkan di sana selain bertemu orang-orang yang menggunakan dirinya kembali kepada Allah, itu sudah cukup. Saya akan pergi untuk bertemu orang-orang yang meninggalkan dunia dan makan sekali saja dalam sehari.

Orang-orang yang menziarahi Imam Husain, Sayyidah Nafisah, Sayyid Ahmad al-Badawi atau Syaikh Ibrahim ad-Dasuqi, akan malu melakukan maksiat setelah itu. Mungkin juga perasaan malu itu akan terus menyertainya sepanjang hayatnya.”

Setiap hari Jum’at selama 20 tahun di Masjid Arba’in di kampung kelahirannya dan beberapa masjid di Kairo, ia mengisi sebuah majelis bertajuk “Khawathir Sya’rawi”. Ia berceramah dan mengisi pengajian tafsir al-Quran. Kemampuan orasinya mampu memikat pendengarnya yang terdiri dari kalangan masyarakat biasa. Sungguh pun begitu, para pendengar dari kumpulan kaum intelektual sekuler, seperti Syaikh al-Qimani, senantiasa memperhatikan ceramahnya.

Selepas meninggalkan jabatannya dalam kementerian, ia berkhidmat sebagai ulama al-Azhar. Namun dalam penampilan berpakaian, ia enggan memakai pakaian resmi para ulama al-Azhar dan hanya memakai kopiah dan jubahnya.

4. Keluarga Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Setelah menikah, Syaikh asy-Sya’rawi dikaruniai tiga orang putra dan dua orang putri: Sami, Abdul Rahim, Ahmad, Fathimah dan Shalihah. Baginya, faktor utama keberhasilan pernikahannya adalah ikhtiar dan kerelaan antara suami dan istri.

Mengenai pendidikan anaknya, ia berkata: “Yang terpenting dalam mendidik anak adalah suri teladan. Seandainya didapatkan suri teladan yang baik, seorang anak akan menjadikannya sebagai contoh. Maka seorang anak harus dicermati dengan baik, dan di sana terdapat perbedaan antara mengajari anak dan mendidiknya.

Seorang anak, jika tidak bergerak kemampuannya dan bersiap untuk menerima dan menampung sesuatu di sekitarnya, artinya, apabila tidak siap telinganya untuk mendengar, kedua matanya untuk melihat, hidungnya untuk mencium, dan ujung-ujung jarinya untuk menyentuh, kita wajib menjaga seluruh kemampuannya dengan tingkah laku kita yang mendidik bersamanya dan di depannya. Oleh karena itu, kita harus menjaga telinganya dari setiap perkataan yang jelek, dan menjaga matanya dari setiap pemandangan yang merusak.

Kita harus mendidik anak-anak kita dengan pendidikan Islami. Apabila anak melihat kita dan kita mengerjakan yang demikian itu, dia akan mengikutinya, juga yang lainnya. Tapi jika anak itu tidak mengambil pelajaran dalam hal ini, tindakan lebih penting daripada omongan belaka.”

5. Karya-karya Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Syaikh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi adalah salah satu ulama terkemuka masa kini. Ia memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan masalah agama dengan mudah dan sederhana dalam karya-karyanya. Karya-karyanya begitu familiar di tengah-tengah masyarakat muslim, baik karya asli maupun terjemahan.

Ia juga memiliki usaha yang luar biasa besar dan mulia dalam bidang dakwah Islam. Lisannya yang fasih dan metodenya yang bagus dan mudah dalam menafsirkan al-Quran mudah dicerna oleh berbagai lapisan masyarakat Muslim, baik di Mesir, tempat kelahirannya, maupun di berbagai penjuru dunia, sehingga ia diberi gelar Imam ad-Du’at (Imam para Da’i) oleh rekan sejawat sesama ulama di Mesir.

Sebagai seorang ulama yang juga cendekiawan, ia tak hanya fokus dengan dakwah billisan. Ketertarikannya dalam dunia tulis-menulis turut memasyhurkan namanya sebagai ulama penulis handal dan produktif. Beliau juga dijuluki “Mujaddid Abad 20” oleh sebagaian pecinta beliau. Di tengah-tengah kesibukannya dalam aktivitas kepemerintahan dan akademi, Syaikh asy-Sya’rawi masih sempat menelurkan banyak karya diantaranya:

1. Al-Isra’ wa al-Mi’raj (Peristiwa Isra dan Mi’raj).
2. Asrar Bismillahirrahmanirrahim (Rahasia di balik kalimat Bismillahirrahmanirrahim).
3. Al-Islam wa al-Fikr al-Mu’ashir (Islam dan Pemikiran Modern).
4. Al-Islam wa al-Mar’ah: ‘Aqidah wa Manhaj ( Islam dan Perempuan, Akidah dan Metode).
5. Asy-Syura wa at-Tasyri’ fi al-Islam (Musyawarah dan Pensyariatan dalam Islam).
6. Ash-Shalah wa Arkan al-Islam (Shalat dan Rukun-rukun Islam).
7. Ath-Thariq ila Allah (Jalan Menuju Allah).
8. Al-Fatawa (Fatwa-fatwa).
9. Labbayk Allahumma Labbayka (Ya Allah Kami Memenuhi PanggilanMu).
10. Mi-ah Su-al wa Jawab fi al-Fiqh al-Islam (100 Soal Jawab Fiqih Islam).
11. Al-Mar’ah Kama Aradaha Allah (Perempuan Sebagaimana yang Diinginkan Allah).
12. Mu’jizah al-Qur’an Min Faydhi al-Qur’an (Kemukjizatan Al-Quran Diantara Limpahan Hikmah Al-Quran).
13. Nadzarat al-Qur’an (Pandangan-pandangan Al-Quran).
14. ‘Ala Ma-idah al-Fikr al-Islamiy (Di Atas Hidangan Pemikiran Islam).
15. Al-Qadha wa al-Qadar (Qadha dan Qadar).
16. Hadza Huwa al-Islam (Inilah Islam).
17. Al-Muntakhab fi Tafsir al-Qur’an al-Karim (Pilihan dari Tafsir Al-Quran Al-Karim).
18. Al-Hayah wa al-Maut (Hidup dan Mati).
19. At-Taubah (Taubat).
20. Adz-Dzalim wa adz-Dzalimun (Dzalim dan Orang-orang yang Dzalim).
21. Sirah an-Nabawiyyah (Sejarah Kenabian).

Karya-karya beliau dapat dipahami sebagai wujud perpaduan keindahan dan penguasaan sastrawi, fiqh, aqidah, tafsir, hingga permasalahan kontemporer kehidupan Muslimin. Para ulama Mesir mengakui kepiawaiannya di bidang tafsir dan fiqh perbandingan madzhab. Ia juga amat menguasai bahasa dialektika, sehingga Syaikh Ahmad Bahjat dan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi menyebutkan Syaikh asy-Sya’rawi sebagai seorang ahli tafsir kontemporer yang dapat menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan uslub (metode) yang mudah dipahami orang umum. Bahasanya lugas dan mudah, tapi mendalam.

Al-Qaradhawi, muridnya saat belajar di al-Azhar Thantha, memuji gurunya ini sebagai tokoh yang rendah hati dan luas pemikirannya dalam berbeda pendapat. Sementara Syaikh Umar Hasyim, salah satu petinggi al-Azhar, menganggapnya sebagai tokoh yang pantas disebut sebagai salah seorang mujaddid (pembaharu) abad ke-20.

6. Kewafatan Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Tiga bulan sebelum wafatnya, saat peresmian sebuah masjid di kampungnya, ia berkata: “Semua harta adalah milik Allah Ta’ala, dan setiap apa yang telah diberikan oleh Allah kepadaku akan aku nafkahkan pada jalan Allah. Sesungguhnya aku tidak memiliki apa-apa. Harta dan diriku hanya untuk Allah. Seandainya setiap orang merasa bertanggung jawab pada kampung dan bandar tempat kelahirannya, niscaya tempat itu lebih indah daripada bandar-bandar besar di seluruh dunia. Aku ingin tanah tempat kelahiranku ini yang menimbun jasadku nanti.”

Kerajaan Saudi pernah menawarkan kepadanya tanah pekuburan di Baqi’. Tawaran itu adalah tawaran terhormat bagi seorang ulama Mesir yang banyak jasanya bagi studi Islam di Arab Saudi, yang Wahabi-sentris. Namun, kecintaannya kepada kampung halamannya, Mesir, diungkapkannya: “Tanah kelahiranku lebih layak menerima jasadku hingga ia dapat memelukku ketika aku mati sebagaimana aku memeluknya dan memeliharanya ketika hayatku.”

Pada pagi Rabu 17 Juni 1998 M/22 Shafar 1419 H, Syaikh asy-Sya’rawi kembali ke haribaan Ilahi, dalam usia 87 tahun. Saat pemakamannya, ratusan ribu orang memadati kuburnya di Kampung Daqadus, sebagai penghormatan terakhir bagi ‘allamah besar ini.

7. Kalam Mutiara Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Diantara kalam mutiara nasehat beliau yang berbentuk syair adalah:

(من أقوال الشيخ محمد متولي الشعراوي)

إن كنت لا تعرف عنوان رزقك# فإن رزقك يعرف عنوانك.

“Jika kamu tidak tahu alamat tempat rizqimu, maka ketahuilah rizqimu tahu alamat tempatmu.”

إذا أهمّك أمر غيرك فاعلم بأنّك ذوطبعٍ أصيل # وإذا رأيت في غيرك جمالاً فاعلم بأنّ داخلك جميل

“Jika engkau mementingkan urusan orang lain, ketahuilah bahwa kamu punya karakter yang baik. Jika engkau melihat orang lain baik, maka ketahuilah bahwa batinmu juga baik.”

من ابتغى صديقا بلا عيب عاش وحيدا # من ابتغى زوجةً بلا نقص عاش أعزبا

“Siapa yang ingin mencari teman yang sempurna (tanpa aib), maka hidupnya akan sendirian (karena tiada teman yang sempurna). Siapa yang ingin mencari istri yang sempurna (tanpa kekurangan), maka hidupnya akan jomblo (karena tiada istri yang tanpa kekurangan).”

من ابتغى حبيبا بدون مشاكل عاش باحثا # من ابتغى قريباً كاملاً عاش ناقصا

“Siapa yang ingin mencari kekasih tanpa rintangan, maka hidupnya akan dilewati dengan mencari saja (tak akan pernah ketemu). Siapa yang ingin mencari kerabat yang sempurna, ia akan hidup dalam kekurangan.”

إذا أخذ الله منك مالم تتوقع ضياعه # فسوف يعطيك مالم تتوقع تملكه.

“Jika Allah mengambil sesuatu darimu yang tak kau sangka, maka kelak Allah akan memberimu sesuatu yang tak kau sangka kau miliki.”

Wallahu al-Musta’an A’lam. Lahu al-Fatihah…
Referensi:
• Al-Imam Muhammad Mutawallî asy-Sya'râwî: Musyâhadat an-Nuskhat Kamilatan.
• Al-Imam asy-Sya’rawi wa Haqa-iq al-Islam karya Ma’mun Gharib, 1987.
• Al-Muntadayâtu al-Islâmiyyat fî Rihâbi al-Islâmi.
• An-Nur al-Abhar fi Thabaqat Syuyukh al-Jami' al-Azhar karya Muhyiddin at-Tu’mi, 1992.
• Asy-Syaikh asy-Sya’rawi min al-Qaryah ila al-‘Alamiyyah karya Muhammad Mahgub Hassan, 1990.
• Asy-Syaikh al-Imam Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi fi al-Hukm wa as-Siyasah karya Abu al-Hassan Abd al-Raziq, 1990.
• Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Hayati min Daqadus ila al-Wizara karya Muhammad Safwat al-Amin, 1992.
• Muntadayâtu Syabâbi Mishra.
• Muntadâ Qashash al-Anbiyâ’ wa al-Mursalîn.

Sumber: Sya’roni As-Samfuriy

Tuesday, October 8, 2019

MANHAJ HADITS SYAIKH TAQIYUDDIN AL-NABHANI

MANHAJ HADITS SYAIKH TAQIYUDDIN AL-NABHANI

Oleh: Yuana Ryan Tresna
Muara dalam ilmu hadits adalah terkait penerimaan dan penolakan sebuah hadits. Saat mengkaji kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, barangkali muncul pertanyaan, bagaimana manhaj syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani dalam ilmu hadits, dan dalam penerimaan dan penolakan hadits? Berikut uraiannya:
Pertama, kaidah dalam menerima dan menolak rawi hadits (kaidah al-jarh wa al-ta’dil) adalah sebagaimana pendapat jumhur para ulama hadits, yakni keberadaannya harus adil dan dhabithh.
يُشترط فيمن يُحتج براويته أن يكون عدلاً ضابطاً لما يرويه. أما العدل فهو المسلم البالغ العاقل الذي سَلِمَ من أسباب الفسق وخوارم المروءة. وأما الضابط فهو المتيقظ غير المغفل، الحافظ لروايته إنْ روى مِن حفظه، الضابط لكتابته إن روى من الكتاب العالم بمعنى ما يرويه وما يحيل المعنى عن المراد، إن روي بالمعنى. الشخصية الإسلامية الجزء الأول (ص: 329)
“Disyaratkan bagi orang yang periwayatannya dijadikan hujjah adalah seorang adil dan dhabithh terhadap apa yang diriwayatkannya. Adil adalah seorang muslim yang baligh, berakal dan selamat dari sebab-sebab kefasikan ataupun celah-celah muru’ah (wibawa). Sedangkan dhabithh adalah orang cerdas dan sigap, tidak pelupa, hafal terhadap periwayatannya (jika dia meriwayatkan dari hafalannya), dan cermat terhadap tulisannya (jika dia meriwayatkan dari kitabnya), mengetahui makna hadits yang diriwayatkannya dan makna yang melenceng dari yang dimaksudkannya kalau ia meriwayatkan dengan makna.” (Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1, hlm. 329)
Kedua, periwayatan firqah-firqah dan madzhab-madzhab Islam termasuk ahli bid’ah diterima dengan syarat. Ini adalah pendapat jumhur ahli hadits, tidak diterima atau ditolak secara mutlak.
كل مسلم اجتمعت فيه شروط قبول الرواية بأن كان عدلاً ضابطاً، تُقبل روايته بغض النظر عن مذهبه وفرقته، إلا إن كان داعياً لفرقته أو مذهبه، لأن الدعوة للفرقة والمذهب لا تجوز. أمّا إن كان داعياً للإسلام ويشرح الأفكار التي يتبناها بادلتها، فإنه تقبل روايته، لأنه يكون حينئذ داعياً للإسلام وهذا لا يطعن بروايته. الشخصية الإسلامية الجزء الأول (ص: 332)
“Setiap muslim yang terkumpul padanya syarat-syarat penerimaan suatu riwayat, yaitu (rawi tersebut) adil dan dhabithh, maka periwayatannya diterima tanpa melihat lagi madzhab dan kelompoknya, kecuali jika dia sebagai penyeru bagi kelompoknya atau madzhabnya, karena seruan untuk suatu kelompok atau suatu madzhab, tidak dibolehkan. Namun, jika dia sebagai penyeru untuk Islam, kemudian menjelaskan seluruh pemikiran yang diadopsinya beserta dalil-dalilnya, maka periwayatannya dapat diterima, karena dia adalah penyeru untuk Islam dan periwayatannya tidak dicela.” (Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1, hlm. 332)
Ketiga, definisi hadits shahih dan hasan merujuk kepada definisi para ulama hadits mu’tabar. Khusus definisi hadits hasan, beliau menampilkan semua pendapat para ulama yang memang berbeda pendapat dalam mendefinisakan hadits hasan. Menampilkan semuanya tanpa menguatkan salah satunya, padahal definisi-definisi tersebut memiliki titik perbedaan yang cukup signifikan.
الصحيح: هو الحديث الذي يتصل إسناده بنقل العدل الضابط عن العدل الضابط إلى منتهاه، ولا يكون شاذاً ولا معللاً. الشخصية الإسلامية الجزء الأول (ص: 337(
“Shahih, adalah hadits yang bersambung sanadnya dengan periwayatan dari orang yang adil dan dhabith sampai akhir, tidak syadz (bertentangan dengan riwayat yang lebih tsiqah) dan juga tidak ada ‘illat (cacat).” (Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1, hlm. 337)
الحسن: هو ما عرف مخرّجه واشتهر رجاله وعليه مدار أكثر الحديث، وهو الذي يقبله أكثر العلماء ويستعمله عامة الفقهاء. أي أن لا يكون في إسناده من يُتَّهم بالكذب، ولا يكون حديثاً شاذاً. وهو نوعان:
أحدهما: الحديث الذي لا يخلو رجال إسناده من مستور لم تتحقق أهليته، غير أنه ليس مغفلاً كثير الخطأ، ولا هو متهماً بالكذب. ويكون متن الحديث قد روي مثله من وجه آخر فيخرج بذلك عن كونه شاذاً أو منكراً، ثانيهما: أن يكون راويه من المشهورين بالصدق والأمانة ولم يبلغ درجة رجال الصحيح في الحفظ والإتقان، ولا يُعد ما ينفرد به منكراً، ولا يكون المتن شاذاً ولا معللاً. فالحديث الحسن ما رواه عدل قل ضبطه متصل السند غير معلّل ولا شاذ. والحديث الحسن يُحتج به كما يُحتج بالصحيح سواء بسواء. الشخصية الإسلامية الجزء الأول (ص: 338)
“Hasan, adalah sesuatu (hadits) yang diketahui tempat periwayatannya dan terkenal para rawinya serta kebanyakan hadits bertumpu kepadanya. Hadits ini diterima oleh kebanyakan ulama dan digunakan oleh kebanyakan fuqaha’. Artinya, dalam isnadnya tidak terdapat orang yang dituduh dusta dan tidak terdapat pula haditsnya yang syadz. Hadits hasan ada dua macam: Pertama, hadits yang tidak lepas rijal al-isnad dari orang yang mastur (majhul hal), yang tidak layak kemampuannya, tidak pelupa, tidak sering salah dan juga tidak dituduh dusta. Selain itu matan haditsnya (yang serupa) telah diriwayatkan melalui jalur lain sehingga dapat mengeluarkannya dari syadz atau munkar; Kedua, rawinya terdiri dari orang-orang yang terkenal, jujur dan amanah, tetapi tidak sampai kepada tingkatan rawi hadits shahih dari segi al-hifzh wa al-itqan (hafalan dan keakuratannya). Hadits yang menyendiri dari kriteria rawi diatas ini tidak dianggap sebagai hadits munkar, dan matannya tidak menjadi syadz dan tidak pula menjadi mu’allal. Hadits hasan diriwayatkan oleh orang yang adil, kurang dhabithnya, bersambung sanadnya tidak mu’allal dan tidak syadz. Hadits hasan dapat diambil hujjahnya sebagaimana hadits shahih, satu dengan lainnya sama saja.” (Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1, hlm. 338)
Keempat, definisi hadits dha’if juga merujuk kepada definisi para ulama hadits mu’tabar. Hadits dha’if yang parah kelemahannya tidak bisa naik menjadi shahih atau hasan. Adapun yang kelemahannya ringan bisa naik dengan banyaknya jalan periwayatan (sebagaimana akan dijelaskan selanjutnya).
الضعيف: هو ما لم يجمع فيه صفات الصحيح ولا صفات الحسن. ولا يحتج بالضعيف مطلقاً. ومن الخطأ القول أن الحديث الضعيف إذا جاء من طرق متعددة ضعيفة ارتقى إلى درجة الحسن أو الصحيح. فإنه إذا كان ضعف الحديث لفسق راويه أو اتهامه بالكذب فعلاً، ثم جاء من طرق أخرى من هذا النوع ازداد ضعفاً إلى ضعف. الشخصية الإسلامية الجزء الأول (ص: 338)
“Dha’if, sesuatu (hadits) yang tidak terkumpul didalamnya sifat-sifat hadits shahih dan sifat-sifat hadits hasan. Hadits dha’if sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Merupakan sebuah kekeliruan anggapan bahwa hadits dha’if apabila datang dari jalur yang bermacam-macam yang sama-sama dha’if maka (hadits dha’if) meningkat derajatnya menjadi derajat hadits hasan atau hadits shahih. Apabila kelemahan hadits disebabkan oleh kefasikan perawinya atau karena tertuduh dusta secra nyata, kemudian datang dari jalur lain berupa hal yang serupa maka justru akan bertambah lemah.” (Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1, hlm. 338)
Kelima, bahwa hadits shahih dan hasan dapat dijadikan sebagai hujjah dan sebaliknya hadits dha’if tidak dapat digunakan sebagai hujjah. Ini adalah kaidah umum para ulama hadits.
أن الحديث الصحيح والحديث الحسن هما اللذان يحتج بهما، والحديث الضعيف لا يُحتج به. والذي يجعل الحديث مقبولاً أو مردوداً هو النظر في السند والراوي والمتن. الشخصية الإسلامية الجزء الأول (ص: 339)
“Bahwa hadits shahih dan hadits hasan dapat dijadikan sebagai hujjah. Sedangkan hadits dla’if tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Yang menjadikan suatu hadits bisa diterima atau ditolak adalah sanad, perawi dan matannya.” (Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1, hlm. 339)
Keenam, kaidah penetapan shahih atau dha’if suatu hadits merujuk kepada kaidah para ahli hadits mu’tamad yaitu dengan mempertimbangkan banyaknya jalan (jam’u al-thuruq), dan melakukan i’tibar dengan mempertimbangkan mutabi’ dan syawahid yang memungkinkan hadits dha’if (yang tidak parah) naik menjadi hasan li ghairihi. Adapun dalam penerimaan hadits sebagai hujjah, merujuk pada manhaj para fuqaha’.
فلا يرد حديث لأنه لم يستوف شروط الصحيح ما دام سنده ورواته ومتنه مقبولة، أي متى كان حسناً بأن كل رجاله أقل من رجال الصحيح، أو كان فيه مستور أو كان فيه سيء الحفظ ولكن تقوى بقرينة ترجح قبوله، كان يتقوى بمتابع أو شاهد، أي براوٍ ظن تفرده، أو حديث آخر، فلا يتنطع في رد الحديث ما دام يمكن قبوله حسب مقتضيات السند والراوي والمتن. ولا سيما إذا قبله أكثر العلماء واستعمله عامة الفقهاء فإنه حري بالقبول، ولو لم يستوف شروط الصحيح لأنه يدخل في الحسن. الشخصية الإسلامية الجزء الأول (ص: 342)
“Suatu hadits tidak tertolak karena tidak terpenuhinya syarat-syarat hadits shahih, selama sanadnya dan para rawinya serta matannya diterima, yakni ketika haditsnya itu hasan di mana para rawinya lebih rendah sedikit dari para rawi hadits shahih, atau dalam hadits tersebut terdapat mastur atau butruk hafalannya, akan tetapi diperkuat dengan indikasi yang mengutamakan penerimaannya. Seperti halnya diperkuat dengan adanya mutabi’ atau syahid, yaitu dengan adanya seorang rawi yang diduga menyendiri, atau dengan adanya hadits lain. Jadi, tidak sembarangan menolak hadits. Selama bisa diterima sesuai ketentuan-ketentuan sanad, rawi dan matannya. Terlebih lagi jika telah diterima oleh sebagian besar ulama, dan sebagian fuqaha’ pun menggunakannya, maka hadits tersebut telah terpilih dan layak diterima, walaupun tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih, hanya termasuk hadits hasan.” (Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1, hlm. 342)
Ketujuh, kaidah dalam menghukumi hadits (al-hukm ‘ala al-hadits) sangat kompleks, tidak hanya karena pertimbangan satu sanad. Lemahnya satu sanad belum tentu hadits tersebut lemah, karena boleh jadi ada sanad lain yang kuat atau menguatkan. Belum lagi dengan meneliti semua sanad yang ada dan membandingkan matan-matannya secara komprehensif. Ini adalah manhajnya para ulama hadits mutaqaddimin dan muta’akhirin.
تعتبر قوة السند شرطاً في قبول الحديث، إلا أنه ينبغي أن يعلم أنه لا يلزم من الحكم بضعف سند الحديث المعين الحكم بضعفه في نفسه. إذ قد يكون له إسناد آخر، إلا أن ينص إمام على أنه لا يُروى إلا من هذا الوجه. فمن وجد حديثاً بإسناد ضعيف فالأحوط أن يقول أنه ضعيف بهذا الإسناد ولا يحكم بضعف المتن مطلقاً من غير تقييد. ولذلك رد الإسناد لا يقتضي رد الحديث. الشخصية الإسلامية الجزء الأول (ص: 345)
“Kekuatan sanad dianggap sebagai syarat dalam penerimaan hadits. Hanya saja patut diketahui bahwa lemahnya sanad hadits tidak mengharuskan menghukumi hadits tersebut juga lemah. Kadangkala hadits memiliki sanad yang lain, kecuali seorang imam menyebutkan bahwa hadits tersebut tidak diriwayatkan kecuali melalui jalur ini. Maka barangsiapa yang mendapatkan suatu hadits dengan sanad yang lemah lebih baik berhati-hati mengatakan bahwa hadits ini lemah dengan sanad ini. Tidak boleh menghukumi secara mutlak dengan lemahnya matan tanpa batasan. Jadi, penolakan terhadap sanad tidak otomatis menolak hadits.” (Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1, hlm. 345)
Kedelapan, dalil bagi hukum syara’ (bukan perkara aqidah) cukup dengan hadits ahad (yang berfaidah zhanni) dengan syarat keberadaannya maqbul (shahih atau hasan). Ini adalah perkara yang sudah disepakati dan diketahui.
أما الحكم الشرعي فيكفي أن يكون دليله ظنياً. ولذلك فإنه كما يصلح أن يكون الحديث المتواتر دليلاً على الحكم الشرعي كذلك يصلح أن يكون خبر الآحاد دليلاً على الحكم الشرعي. إلا أن خبر الآحاد الذي يصح أن يكون دليلاً على الحكم الشرعي هو الحديث الصحيح والحديث الحسن. الشخصية الإسلامية الجزء الأول (ص: 346)
“Adapun hukum syara’ dalilnya cukup dengan dalil yang bersifat zhanni. Dengan demikian, hadits mutawatir dapat dijadikan sebagai dalil bagi hukum syara’, begitu juga khabar ahad layak dijadikan sebagai dalil bagi hukum syara’. Hanya saja khabar ahad yang layak dijadikan sebagai dalil bagi hukum syara’ adalah hadits shahih dan hadits hasan.” (Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1, hlm. 346)
Kesembilan, metode penerimaan terhadap suatu hadits adalah cukup bahwa hadits tersebut dinilai maqbul oleh sebagian ulama hadits, tidak harus seluruh ulama hadits. Oleh karena itu, suatu kemestian untuk hati-hati dalam menolak suatu hadits hanya karena ada ulama yang melemahkannya.
وكل من يستدل به لا يعتبر أنه استدل بدليل شرعي. إلا أن اعتبار الحديث صحيحاً أو حسناً إنما هو عند المستدل به إن كانت لديه الأهلية لمعرفة الحديث، وليس عند جميع المحدثين. ذلك أن هناك رواة يُعتبرون ثقة عند بعض المحدثين، ويُعتبرون غير ثقة عند البعض، أو يعتبرون من المجهولين عند بعض المحدثين، ومعروفين عند البعض الآخر. وهناك أحاديث لم تصح من طريق وصحت من طريق أخرى. وهنالك طرق لم تصح عند البعض وصحت عند آخرين. وهناك أحاديث لم تعتبر عند بعض المحدثين وطعنوا بها، واعتبرها محدثون آخرون واحتجوا بها. وهناك أحاديث طعن بها بعض أهل الحديث، وقبلها عامة الفقهاء واحتجوا بها. الشخصية الإسلامية الجزء الأول (ص: 346)
“Setiap orang yang menggunakan dalil tersebut tidak dianggap telah mengambil dalil syara’. Hanya saja anggapan suatu hadits sebagai hadits shahih atau hadits hasan ketika ada orang yang berdalil dengan hadits tersebut dan memiliki keahlian untuk mengetahui suatu hadits, tidak harus seluruh ulama hadits. Di sana terdapat para rawi yang dianggap tsiqah oleh sebagian ulama hadits tetapi tidak dianggap tsiqah oleh sebagian yang lain, atau mereka dianggap orang-orang yang majhul oleh sebagian ulama hadits tetapi dianggap orang-orang yang tidak ma’ruf oleh sebagian yang lain. Terdapat juga hadits-hadits yang tidak shahih melewati satu jalur tetapi shahih menurut jalur yang lain. Di sana terdapat jalur-jalur yang tidak shahih menurut sebagian akan tetapi shahih menurut sebagian yang lain. Ada pula hadits-hadits yang tidak dijadikan rujukan menurut sebagian ulama hadits dan mereka mencelanya, sedangkan ulama hadits lain menganggapnya (menerimanya) dan bisa digunakan sebagai hujjah. Juga ada hadits-hadits yang sebagian ahli hadits mencelanya tetapi diterima oleh mayoritas para fuqaha’ dan mereka menggunakannya sebagai hujjah.” (Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1, hlm. 346)
Kesepuluh, prinsip kehati-hatian, dimana harus perlahan dalam mempertimbangkan suatu hadits sebelum melangkah dalam penolakan hadits.
فيجب التأني والتفكير في الحديث قبل الإقدام على الطعن فيه أو رده. والمتتبع للرواة وللأحاديث يجد الاختلاف في ذلك بين المحدثين كثيراً، والأمثلة على ذلك كثيرة جداً. الشخصية الإسلامية الجزء الأول (ص: 347)
“Jadi harus perlahan-lahan dan mempertimbangkan suatu hadits sebelum melangkah pada pencelaan atau penolakan. Orang yang mengamati para perawi dan hadits-hadits akan menemukan banyaknya pertentangan dalam masalah ini di kalangan ulama hadits. Contoh mengenai hal ini sangat banyak.” (Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1, hlm. 347)
Kesebelas, sebagaimana pendapat jumhur fuqaha’, maka sah bagi seseorang untuk berdalil dengan suatu hadits selama dianggap maqbul (shahih dan hasan) menurut sebagian ulama hadits.
ويجوز الاستدلال بأي حديث إذا كان معتبراً عند بعض المحدثين وكان مستوفياً شروط الحديث الصحيح أو الحديث الحسن، ويعتبر دليلاً شرعياً على أن الحكم حكم شرعي. الشخصية الإسلامية الجزء الأول (ص: 350)
“Boleh berdalil dengan hadits apapun dibolehkan selama keberadaannya dianggap (diterima) oleh sebagian ulama hadits, mencukupi atau memenuhi syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan, dan hal itu dianggap sebagai dalil syara’, sehingga dengan sendirinya berarti telah berhukum dengan hukum syara’.” (Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1, hlm. 350)
Itulah manhaj syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani dalam ushul hadits dan dalam penerimaan dan penolakan suatu hadits, adalah manhaj pemilik Kitab Sunan dan manhaj jumhur para fuqaha’.
Kenaikan Derajat Hadits Karena Banyaknya Jalan
Merujuk manhaj yang diterangkan sebelumnya, masih ada yang menyangka kalau syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani berpendapat bahwa hadits dha’if tidak bisa naik menjadi hasan lighairihi. Dalam kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah Juz I (hlm. 337), Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani rahimahullahu ta’ala menerangkan,
ولا يحتج بالضعيف مطلقاً
Karena memang teori dasarnya hadits dha’if itu tidak dapat dijadikan hujjah dan tidak boleh diamalkan. Faktanya, dalam pengamalan hadits dha’if, para ulama merinci lagi dan diantara mereka terbagi menjadi 3 pendapat. Teorinya, hadits shahih itu wajib diamalkan. Faktanya, ada hadits shahih yang mukhtalif dengan kategori mansukh dan marjuh yang ghair ma’mul (tidak bisa diamalkan).
Masih dalam kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah Juz I (hlm. 337) disebutkan,
ومن الخطأ القول أن الحديث الضعيف إذا جاء من طرق متعددة ضعيفة ارتقى إلى درجة الحسن أو الصحيح. فإنه إذا كان ضعف الحديث لفسق راويه أو اتهامه بالكذب فعلاً، ثم جاء من طرق أخرى من هذا النوع ازداد ضعفاً إلى ضعف.
Jadi itu (tidak bisanya hadits dha’if naik menjadi hasan atau shahih) terjadi pada hadits yang kedha’ifannya parah. Ungkapan,
فإنه إذا كان ضعف الحديث لفسق راويه أو اتهامه بالكذب فعلاً
Memberikan keterangan bahwa kedha’ifan hadits karena fasiknya rawi atau karena rawi tertuduh dusta (muttaham bi al-kadzib) menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah hadits munkar dan matruk. Artinya hadits yang dimaksud adalah yang kedha’ifannya sangat berat.
Jumhur ahli hadits sepakat bahwa hadits yang kedha’ifannya parah tidak bisa naik menjadi hasan atau shahih.
Secara praktik, syaikh Taqiyyuddin mengambil beberapa hadits dha’if yang diriwayatkan dengan banyak jalan (sehingga derajatnya naik menjadi hasan). Bahkan hadits yang jumhur ahli hadits menolaknya (hadits ajtahidu ra’yi Mu’adz bin Jabal dan hadits ihtimam bi amri al-muslimin), beliau menerimanya karena diterima oleh para fuqaha’, adanya jalan lain, atau bil makna disebutkan dalam hadits shahih. Lebih menarik lagi, dalam kitab al-Nizham al-Iqtishadi dan al-Nizham al-Ijtima’i, menunjukkan bagaimana manhaj syaikh Taqiyyuddin dalam menerima sebuah hadits dan menjadikannya sebagai hujjah.
Ada beberapa hadits yang kontroversial di kalangan ahli hadits yang beliau terima, karena secara makna shahih, atau ada jalan lain, atau para fuqaha telah menerimanya. Manhaj ini selaras dengan manhajnya Sunan Arba’ah (lihat Syuruth A’imah al-Khamsah wa al-Sittah). Inilah yang dinyatakan dalam al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah Juz 1 (hlm. 337),
الحسن: هو ما عرف مخرّجه واشتهر رجاله وعليه مدار أكثر الحديث، وهو الذي يقبله أكثر العلماء ويستعمله عامة الفقهاء
dengan kesimpulan,
والحديث الحسن يُحتج به كما يُحتج بالصحيح سواء بسواء.
Karena memang manhaj beliau rahimahullahu ta’ala dalam penerimaan dan penolakan hadits adalah (al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1, hlm.345),
تعتبر قوة السند شرطاً في قبول الحديث، إلا أنه ينبغي أن يعلم أنه لا يلزم من الحكم بضعف سند الحديث المعين الحكم بضعفه في نفسه. إذ قد يكون له إسناد آخر، إلا أن ينص إمام على أنه لا يُروى إلا من هذا الوجه. فمن وجد حديثاً بإسناد ضعيف فالأحوط أن يقول أنه ضعيف بهذا الإسناد ولا يحكم بضعف المتن مطلقاً من غير تقييد
Dalam penilaian riwayat tafarrud, syaikh Taqiyyuddin termasuk yang menerima riwayat yang menyendiri asalkan tsiqah, meski yang lain tidak ada yang meriwayatkannya, dalam al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah Juz 1 (hlm. 339) disebutkan,
وليس من الشاذ أن يروي الثقة ما لم يرو غيره. لأن ما رواه الثقة يُقبل ولو لم يروه غيره، ويُحتج به
Terakhir, penjelasan yang lebih terang adalah sebagaimana ungkapan Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani masih di kitab yang sama (al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1, hlm. 341), menjelaskan manhaj beliau dalam penerimaan suatu hadits dha’if dengan katsrah al-thuruq,
فلا يرد حديث لأنه لم يستوف شروط الصحيح ما دام سنده ورواته ومتنه مقبولة، أي متى كان حسناً بأن كل رجاله أقل من رجال الصحيح، أو كان فيه مستور أو كان فيه سيء الحفظ ولكن تقوى بقرينة ترجح قبوله، كان يتقوى بمتابع أو شاهد، أي براوٍ ظن تفرده، أو حديث آخر، فلا يتنطع في رد الحديث ما دام يمكن قبوله حسب مقتضيات السند والراوي والمتن. ولا سيما إذا قبله أكثر العلماء واستعمله عامة الفقهاء فإنه حري بالقبول، ولو لم يستوف شروط الصحيح لأنه يدخل في الحسن
Perhatikan ungkapan berikut,
كان يتقوى بمتابع أو شاهد
Adanya syahid dan mutabi’ itu jelas sekali karena banyak jalan (jalur lain). Itu bentuk I’tibar dengan katsrah al-thuruq.
Jadi jelaslah bahwa syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani menerima teori kenaikan derajat hadits dari dha’if menjadi hasan (maqbul) karena banyaknya jalan selama kedha’ifannya tidak parah.[]

Monday, October 7, 2019

YAIKH TAQIYYUDDIN BODOH TIDAK LULUS STUDI DI AL AZHAR ?

YAIKH TAQIYYUDDIN BODOH TIDAK LULUS STUDI DI AL AZHAR ?

By Abulwafa Romli at Oktober 07, 2019 
www.abulwafaromli.com

Menyingkap dusta dan fitnah Singa Aswaja Alkadzdzâb Idrus Ramli terhadap Syaikh Taqiyyuddin Anabhani dan Hizbut Tahrir yang didirikannya.

Idrus Ramli berkata :

"... masa lalu an-Nabhani yang pernah tidak lulus dalam studinya di Universitas al-Azhar karena hasil ujiannya yang buruk, sangat berpengaruh terhadap pemikiran HT. Tidak jarang an-Nabhani sendiri dan petinggi-petinggi HT yang lain mengeluarkan fatwa-fatwa kontroversial dan keluar dari al-Qur'an dan Hadis, seperti pandangan HT yang tidak mempercayai siksa kubur, fatwa bolehnya jabatan tangan dengan wanita ajnabiyyah, fatwa bolehnya qublat al-muwada'ah (ciuman selamat tinggal) dengan wanita ajnabiyyah sehabis pertemuan semisal acara-acara seminar, pelatihan dan lain-lain". 

BANTAHAN :

● Syaikh Taqiyyuddin Bodoh Tidak Lulus Studi Di Al-Azhar?

Al-'Alamah Syiakh 'Izzuddin Hisyam Ibn Abdul Karim Ibn Shalih al-Badroni al-Husaini al-Mushili dalam risalahnya Tarjamatus Syaikh Muhammad Taqiyyuddin an-Nabhani rh menuturkan ;

"Muhammad Taqiyyuddin Ibn Ibrahim Ibn Mushthafa Ibn Ismail Ibn Yusuf an-Nabhani. Nisbatnya kepada kabilah Bani Nabhan dari Arab Baduwi di Palestina. Sedangkan ibunya adalah bintu Yusuf Ibn Ismail Ibn Yusuf an-Nabhani. Ibunya berdomisili di kabilah Bani Nabhan di desa Ijzim wilayah Haifa bagian utara Palestina. Beliau Muhammad Taqiyyuddin lahir pada tahun 1909 M. di desa Ijzim. Beliau Muhammad Taqiyyuddin tumbuh di gudang ilmu dan agama. Ayahnya Syaikh Ibrahim Ibn Mushthafa adalah mudarris (guru) ilimu-ilmu agama di kementrian pendidikan Palestina. Ibunya adalah ahli dengan perkara-perkara agama yang telah diterimanya dari ayahnya Syaikh Yusuf Ibn Ismail Ibn Yusuf an-Nabhani seorang faqih, qadhi, penyair, sastrawan, salah seorang ulama terkemuka pada era Daulah 'Utsmaniyyah. Dalam biografi Syaikh Yusuf an-Nabhani ulama berkata; "Yusuf Ibn Ismail Ibn Yusuf Ibn Hasan Ibn Muhammad an-Nabhani as-Syafi'iy Abul Mahasin, sastrawan, penyair, shufiy, termasuk qadhi terkemuka……………".

● Muhammad Muhsin Radhi dalam tesisnya Hizbut Tahrir Tsaqafatuhu Wa Manhajuhu Fi Iqamatid Daulatil Khilafatil Islamiyyah hal. 22, 23 dan 24 menuturkan bahwa "Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani dilahirkan di desa Ijzim pada tahun 1909 M atau 1910 M. Beliau tumbuh di gudang ilmu dan agama (baitu ilmin wa dinin), di mana ayahnya Syaikh Ibrahim an-Nabhani adalah Syaikh yang ahli ilmu agama dan bekerja sebagai guru ilmu-ilmu agama di kementrian pendidikan Palestina. Ibunya juga termasuk ahli dalam ilmu-limu agama yang telah diperolehnya dari ayahnya, Syaikh Yusuf an-Nabhani yang termasuk salah satu ulama terkenal pada era Daulah 'Utsmaniyyah. As-Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani telah menerima dasar-dasar ilmu agama dari ayah dan kakeknya secara langsung. Beliau telah menghapal Al-Qur'an di luar kepala sebelum memasuki umur 13 tahun ...". ( Hizbut Tahrir Tsaqafatuhu Wa Manhajuhu Fi Iqamatid Daulatil Khilafatil Islamiyyah hal. 22, 23).

Terkait dengan tuduhan bahwa Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani tidak lulus dalam studinya di Universitas al-Azhar karena hasil ujiannya yang buruk, Muhammad Muhsin Radhi berkata :

نال الشيخ تقي الدين النبهاني عدة شهادات، هي شهادة الغرباء من الثانوية الأزهرية، ودبلوم في اللغة العربية وآدابها من كلية دار العلوم في القاهرة، وحصل من المعهد العالي للقضاء الشرعي التابع للأزهر على إجازة في القضاء، وتخرج من الأزهر عام 1932 م حاصلا على الشهادة العالمية في الشريعة
"Syaikh Taqiyyuddin Anabhani memperoleh banyak ijazah, yaitu :

1- Ijazah Alghuroba' dari Tsanawiyah Al Azhar,
2- Ijazah diploma bahasa dan sastra Arab dari pakultas Dârul 'Ulûm Cairo,
3- Ijazah di bidang peradilan agama dari Ma'had Aly untuk peradilan agama cabang Al Azhar, dan 4- Dan  beliau lulus dari Al Azhar tahun 1932 M dan mendapat ijazah alamiyyah di bidang syariah".
(Hizbut Tahrir Tsaqafatuhu Wa Manhajuhu Fi Iqamatid Daulatil Khilafatil Islamiyyah hal. 24).

Demikian juga, As-Syaikh Fathi Muhammad Salim penulis buku al-Istidlal biz-Zhanni fil Aqidah menuturkan bahwa "Al-'Allamah Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani rh. telah lahir dari gudang ilmu (baitul ilmi). Kakeknya as-Syaikh Yusuf an-Nabhani adalah ulama besar di era Khilafah 'Utsmaniyyah. Beliau, al-'Allamah Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani telah mendapatkan pendidikan agama Islam dari sebuah keluarga yang islami. Kemudian beliau berpindah ke al-Azhar dan belajar di sana, dan beliau telah memperoleh 4 ijazah :
1- Ijazah al-Ghuraba' dari tsanawiyah al-Azhar
2- ijazah diploma bahasa dan sastra Arab dari pakultas Dârul 'Ulûm Cairo
3- Ijazah di Bidang Peradilan
4- Ijazah al'Alamiyyah (saat ini setara dengan ijazah doktor).
Beliau kemudian kembali ke Palestina dan aktif dalam tugas di bidang pendidikan. Setelah itu, beralih ketugas di bidang peradilan dan aktif  di Mahkamah Tinggi di sana". 

Belakangan juga telah populer, bahwa Universitas Al Azhar telah mempublikasikan memorial terkait daftar tokoh-tokoh berpengaruh dari Al Azhar, dan diantaranya adalah Syaikh Taqiyyuddin Anabhani rh serta kakeknya Syaikh Yusuf Anabhani rh.

● Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani Mengeluarkan Fatwa Yang Keluar Dari Al-Qur'an Dan Hadis?
.
Subhanallah! Ini adalah tuduhan yang sangat konyol yang menunjukkan betapa bodohnya sipenuduh dengan kitab-kitab Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani, baik yang telah diadopsi oleh Hizbut Tahrir atau yang tidak diadopsi. Karena kitab-kitab itu semuanya dipenuhi dengan dalil-dalil syar'iy, baik Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijmak maupun qiyas, dan dengan metode istinbath yang syar'iy, serta memuaskan akal dan menentramkan hati. Atau dia hanya berpura-pura bodoh, dengan tujuan jahat, untuk merekayasa, berdusta, memitnah dan memprovokasi terhadap Hizbut Tahrir, untuk menjauhkan umat dari Hizbut Tahrir, kemudian dari Islam Kâffah dan sistem pemerintahan Islam Khilafah. Biasanya orang yang berani dengan sengaja melakukan hal tersebut adalah orang yang telah menjadi agen Barat yang kafir, atau telah termakan oleh agen Barat. Dan indikasi kesana telah ada, yaitu setelah Idrus Ramli diajak jalan-jalan gratis ke Eropa dan Amerika otaknya berubah terhadap Hizbut Tahrir.
.
● Inilah daftar kitab-kitab Syaikh Taqiyyuddin Anabhani rh yang dipenuhi dalil-dalil syar'iyyah dengan metode istinbath yang syar'iy, yang harus dibaca, dikaji dan diteliti, apakah benar seperti dikatakan oleh Idrus Ramli :
.

1. Nizham al-Islam (sistem Islam)
2. Al-Takattul al-Hizbi (pembentukan partai politik)
3. Mafahimu Hizbal-Tahrir (konsepsi Hizbut Tahrir)
4. Al-Nizham al-Iqtishad fi al-Islam (sistem ekonomi Islam)
5. Al-Nizham al-Ijtima’iy fi al-Islam (sistem pergaulan Islam)
6. Nizham al-Hukmi fi al-Islam (sistem pemerintahan Islam)
7. Al-Dustur (undang-undang dasar)
8. Muqaddimah al-Dustur (pengantar undang-undang dasar)
9. Al-Daulah al-Islamiyyah (negara Islam)
10. Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, tsalatsata ajza’in (kepribadian Islam, tiga juz)
11. Mafahim Siyasiyyah li Hizb al-Tahrir (konsepsi politik Hizbut Tahrir)
12. Nazharat siyasiyyah (pandangan politik)
13. Nidaun Haar (seruan hangat)
14. Al-Khilafah (khilafah)
15. Al-Tafkir (metode berpikir)
16. Al-Kurrasah (buku catatan)
17. Sur’atul Badihah (secepat kilat)
18. Nuqthatul Inthilaq (titik permulaan)
19. Dukhulul Mujtama’ (terjun ke masyarakat)
20. Inqazhu Falesthin (menyelamatkan Palestina)
21. Risalatu ‘Arab (risalah Arab)
22. Tasalluhu Mishra (mempersenjatai Mesir)
23. Al-Ittifaqiyat al-Tsunaiyyah al-Mishriyyah al-Suriyyah wa al-Yamaniyyah
24. Hallu Qadhiyyati Falesthina ‘ala Thariqati al-Amriqiyyah wa al-Inkiliziyyah
25. Al-Siyasah al-Iqtishadiyyah al-Mutsla (politik ekonomi ideal)
26. Naqdhul Isytirakiyyatil Markisiyyah (bantahan terhadap sosialisme marxisme)
27. Kaifa Hudhimat al-Khilafah (bagaimana khilafah dihancurkan)
28. Nizham al-‘Uqubat (sistem persanksian)
29. Ahkam al-Bayyinat (hukum pembuktian)
30. Ahkam al-Shalat (hukum-hukum shalat)
31. Naqdh al-Qanun al-Madani (bantahan terhadap undang-undang sipil)
32. Al-Fikru al-Islami (pemikiran Islam), dll.

Dan untuk mempermudah penyebaran kitab Kaifa Hudhimat al-Khilafah, Nizham al-‘Uqubat, Ahkam al-Bayyinat, Ahkam al-Shalat, al-Fikru al-Islami Al-Siyasah al-Iqtishadiyyah al-Mutsla, Naqdhul Isytirakiyyatil Markisiyyah, dan Naqdhu al-Qanun al-Madani, ditulis atas nama syabab Hizbut Tahrir. Dan masih ada ribuan nasyrah pemikiran, politik dan ekonomi yang telah ditulis oleh Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani RH.
.
(Muhammad Muhsin Radhi, Hizbut Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu fi Iqamati Daulati al-Khilafati al-Islamiyyati, dengan pengawasan Prof. Dr. Walid Ghafuri al-Badri, hal. 28, Wizarah al-Ta’lim al-Ali wa al-Bahtsi al-Ilmi al-Jami’ah al-Islamiyyah / Kulliyyah Ushuluddin, Oktober 2006).
Wallohu A’lamu Bishshawâb. [].

Sunday, October 6, 2019

BENARKAH INDONESIA SUDAH ISLAMI

BENARKAH INDONESIA SUDAH ISLAMI?
* Prof. Fahmi Amhar

Ada sebagian intelektual yang berusaha keras meyakinkan umat bahwa negeri ini sudah Islami, dan pemerintahnya tidak pernah anti pada Islam. Mereka katakan, buktinya, pemerintah membuat UU Perkawinan, UU Zakat, UU Jaminan Makanan Halal, Peraturan Perbankan Syariah, Peradilan Agama, membentuk KUA di tiap kecamatan, membangun madrasah, pesantren dan PTIN, membantu pembangunan / perbaikan masjid, mengurus haji, membuat Badan Hisab & Rukyat, menyelenggarakan acara MTQ, merayakan Hari Besar Islam, dan kini pemerintah bahkan akan memungut zakat secara otomatis dari gaji PNS.

Mereka lupa, bahwa masih lebih banyak lagi aturan Islam yang belum tegak. Aturan Islam tentang ekonomi, tentang pertanahan, tentang pendidikan, tentang nafkah, tentang pergaulan, tentang pidana, tentang perdata, tentang pemerintahan, tentang hubungan internasional.

Dan masih besar kecurigaan kepada umat Islam yang rindu syariah Islam serta masih ada upaya menyalahgunakan Pancasila untuk memukul umat Islam (dan siapa saja) yang berbeda pendapat dengan penguasa.
Hukum Islam (Syariah) itu ada yang mengatur (1) hubungan manusia dengan Allah (aqidah/ibadah), (2) hubungan manusia dengan dirinya sendiri (makanan/pakaian/ahlaq), dan (3) hubungan antar manusia (muamalah, uqubat). Muamalah ini sebagian bisa dilakukan tanpa negara walau kurang optimal, namun untuk uqubat mutlak memerlukan negara. Walaupun demikian, bila negara hadir, maka seluruh syariah (1,2,3) akan berjalan optimal.
Jumlah yang diatur (diwajibkan dan dilarang) dalam syariah secara detil ada lebih dari seratus. Untuk memudahkan, akan dipakai metode 8 maqashid syariah untuk mendapatkan list 100 hukum terpenting dalam syariah yang wajib ditegakkan negara. Dengan itu kita bisa tahu, sejauh mana suatu negara "sharia comply".
*Dengan metode di atas, penulis tidak mengklaim daftar ini lengkap*

A. MENJAGA KEHIDUPAN (HIFZH AN-NAFS)
Negara menjamin setiap penduduk bebas dari kelaparan
Negara menyediakan jaminan layanan kesehatan
Negara menjamin kehalalan & kethoyiban pangan
Negara menjamin kehidupan dan keselamatan anak yatim
Negara menjamin kehidupan lansia dan penyandang diffabilitas
Negara menjamin kehidupan dhuafa / faqir-miskin
Negara menerapkan hukum qishash atas pidana kekerasan
Negera memberantas sindikat perdagangan organ tubuh
Negara menjamin kelestarian flora-fauna
Negara menjamin kelestarian lingkungan

B. MENJAGA AKAL SEHAT (HIFZH AL-AQL)
Negara menjamin pendidikan seluruh rakyat.
Negara mendukung pembelajaran al-Qur'an & as-Sunnah
Negara mendukung kegiatan ilmiah (R & D).
Negara melindungi dan mendukung para ulama & ilmuwan
Negara meninggalkan segala yang tidak memiliki dalil / dasar ilmiah
Negara mendidik manusia sehingga mengenal tujuan hidupnya
Negara memfasilitasi hiburan dan rekreasi yang islami
Negara memberantas pornografi / pornoaksi
Negara memberantas khamr & narkoba
Negara memberantas tahayyul & paham sesat lainnya

C. MENJAGA HARTA (HIFZH AL-MAAL)
Negara menerapkan sistem moneter berbasis logam mulia
Negara mengelola SDA untuk maslahat ummat
Negara menjalankan hukum pertanahan
Negara membangun infrastruktur (jalan, energi, ...)
Negara menjaga agar dunia bisnis bebas riba
Negara menjaga agar dunia bisnis bebas maisir (judi)
Negara menjaga agar dunia bisnis bebas gharar (manipulasi)
Negara menjaga berfungsinya pasar dan mencegah penimbunan
Negara memfasilitasi aqad-aqad syirkah syar'iyyah
Negara membantu memutar harta rakyat yang menganggur
Negara menjamin lapangan kerja
Negara menjaga agar kewajiban bekerja dijalankan
Negara menjaga agar kewajiban nafkah tertunaikan
Negara memfasilitasi upah sesuai kepatutan (ujrah mitsli)
Negara menjaga agar pencurian tidak terjadi
Negara memfasilitasi pengurusan barang temuan
Negara memfasilitasi agar hukum waris dijalankan
Negara memfasilitasi agar wasiat dijalankan
Negara menjaga dan memfasilitasi wakaf
Negara menjaga hak makan orang yang dalam kondisi darurat
Negara menerapkan pembuktian terbalik untuk mencegah korupsi
Negara mempromosikan dan memfasilitasi sedekah
Negara menarik jizyah dari non muslim
Negara memfasilitas pencatatan aqad non tunai
Negara membantu pelunasan hutang

D. MENJAGA KETURUNAN (HIFZH AN-NASB)
Negara mencegah pergaulan bebas (khalwat, ikhtilat)
Negara mencegah LGBT
Negara mencegah tabarruj
Negara mempromosikan dan memfasilitasi pernikahan
Negara mencarikan suami yang lari dari kewajiban pada istrinya
Negara mempromosikan pengasuhan anak (hadhonah)
Negara mempromosikan berbuat baik pada orang tua
Negara mempromosikan keharmonisan bertetangga
Negara mempromosikan silaturahmi & silah ukhuwah
Negara melakukan pendataan nasab

E. MENJAGA AGAMA (HIFZH AD-DIEN)
Negara memfasilitasi dakwah & penanaman aqidah
Negara memfasilitasi & memberi kesempatan shalat
Negara mewajibkan puasa & memfasilitasi shaum Ramadhan
Negara menarik dan mendistribusikan zakat
Negara memfasilitasi jama'ah haji & umrah
Negara memfasilitasi dakwah
Negara mencegah munculnya rahbaniyah (kependetaan Islam)
Negara menjamin hak-hak non muslim
Negara menerapkan sanksi atas orang-orang yang murtad
Negara menghukum penista agama

F. MENJAGA KEHORMATAN (HIFZH AL-IFFAH)
Negara mempromosikan sikap menahan diri meski benar
Negara mempromosikan sikap menutupi aib pribadi setiap warga
Negara mempromosikan sikap sabar menghadapi cobaan
Negara mempromosikan sikap tawadhu' meski berprestasi
Negara mempromosikan sikap kesatria atas kesalahan
Negara mewajibkan warga menutup aurat di tempat umum
Negara memfasilitasi konsultasi orang yang menghadapi masalah
Negara memberi sanksi orang yang mengolok-olok

G. MENJAGA KEAMANAN (HIFZH AL-AMN)
Negara mendamaikan perselisihan konflik horizontal)
Negara memfasilitasi persaksian yang benar saat dibutuhkan
Negara berlaku adil sekalipun terhadap orang-orang yang dibenci
Negara menyediakan peradilan yang fair
Negara menghukum penjahat/pengacau/teroris
Negara mengantisipasi ancaman cyber
Negara mengatasi bughot dengan cara-cara persuasif

H. MENJAGA NEGARA (HIFZH AD-DAULAH)
Negara menjaga kesatuan negeri-negeri Islam
Negara mempromosikan dan memfasilitasi musyawarah
Negara memfasilitasi munculnya partai-partai politik berasas Islam
Negara memfasilitasi ijtihad
Negara menerapkan tatacara syariah dalam menentukan pemimpin
Negara mewajibkan mentaati pemimpin yang taqwa
Negara mendorong mengingatkan pemimpin dengan ilmu
Negara mendorong rakyat ungkap kemungkaran dengan kata-kata.
Negara mewajibkan rakyat menolak kemungkaran sepenuh hati.
Negara menyingkirkan kemungkaran dengan kekuasaannya.
Negara membebaskan / membantu berhijrah kaum yang tertindas
Negara memudahkan urusan rakyat tanpa diminta (pro-aktif)
Negara mempromosikan dan memfasilitasi penggunaan bahasa arab
Negara menerapkan politik dakwah & jihad terhadap negara kufur.
Negara melakukan jihad untuk membebaskan negeri yang terjajah
Negara mengembangkan industri militer
Negara menolak pangkalan militer asing
Negara memberi amnesti umum bila itu akan membawa kebakan.
Negara melakukan operasi kontra intelijen terhadap intelijen asing
Negara meninggikan bendera tauhid dan mencegah ashabiyah.