Maqalah Ulama-Ulama Sunni Tentang Wajibnya Nashbul Khalifah
1. Hukum Nashbul khalifah adalah Fardhu Kifayah
Pada point pertama ini kami kompilasikan sebagian maqalah para ulama’ Mu’tabar dari berbagai madzhab, terutama madzhab Syafi’I yang merupakan madzhab kebanyakan kaum Muslimin di Indonesia, tentang wajibnya imamah atau khilafah. Tentu pernyataan mereka tersebut adalah merupakan hasil istimbath mereka dari dalil-dalil syara’, baik apakah mereka menjelaskan hal tersebut maupun tidak.
Syeikh Al-Islam Al-imam Al-hafidz Abu Zakaria An-nawawi berkata2:
الÙصل الثاني ÙÙŠ وجوب الإمامة وبيان طرقها لا بد للأمة من إمام يقيم الدين وينصر السنة وينتص٠للمظلومين ويستوÙÙŠ الØقوق ويضعها مواضعها. قلت تولي الإمامة Ùرض ÙƒÙاية …
…pasal kedua tentang wajibnya imamah serta penjelasan metode (mewujudkan) nya. Adalah suatu keharusan bagi umat adanya imam yang menegakkan agama dan yang menolong sunnah serta yang memberikan hak bagi orang yang didzalimi serta menunaikan hak dan menempatkan hal tersebut pada tempatnya. Saya nyatakan bahwa mengurus (untuk mewujudkan) imamah itu adalah fardhu kifayah.
Al-allamah Asy-syeikh Muhammad Asy-syarbini Al-khatib menjelaskan3:
Ùَقَالَ [ Ùَصْلٌ ] ÙÙÙŠ Ø´ÙرÙوط٠الْإÙمَام٠الْأَعْظَم٠وَبَيَان٠انْعÙقَاد٠طÙرÙق٠الْإÙمَامَة٠.ÙˆÙŽÙ‡ÙÙŠÙŽ Ùَرْض٠كÙÙَايَة٠كَالْقَضَاء٠، إذْ لَا بÙدَّ Ù„ÙلْأÙمَّة٠مÙنْ إمَام٠يÙÙ‚Ùيم٠الدّÙينَ وَيَنْصÙر٠السّÙنَّةَ ÙˆÙŽÙŠÙنْصÙÙ٠الْمَظْلÙومَ Ù…Ùنْ الظَّالÙم٠وَيَسْتَوْÙÙÙŠ الْØÙÙ‚Ùوقَ وَيَضَعÙهَا مَوَاضÙعَهَا ØŒ وَقَدَّمَا ÙÙÙŠ الشَّرْØ٠وَالرَّوْضَة٠الْكَلَامَ عَلَى الْإÙمَامَة٠عَلَى Ø£ÙŽØْكَام٠الْبÙغَاة٠…
…maka (pengarang) berkata (pasal) tentang syarat-syarat imam yang agung serta penjelasan metode-metode in’iqadnya imamah. Mewujudkan imamah yang agung itu adalah fardhu kifayah sebagaimana peradilan.
Syeikh Al-Islam Imam Al-hafidz Abu Yahya Zakaria Al-anshari dalam kitab Fathul Wahab bi Syarhi Minhajith Thullab berkata44
Syaikhul Islam Imam Al-hafidz Abu Yahya Zakaria Al-anshri, Fathul Wahab bi Syarhi Minhajith Thullab, juz 2 hal 268:
(Ùصل) ÙÙŠ شروط الامام الاعظم، ÙˆÙÙŠ بيان طرق انعقاد الامامة، وهي Ùرض ÙƒÙاية كالقضاء (شرط الامام كونه أهلا للقضاء) بأن يكون مسلما Øرا مكلÙا عدلا ذكرا مجتهدا ذا رآى وسمع وبصر ونطق لما يأتي ÙÙŠ باب القضاء ÙˆÙÙŠ عبارتي زيادة العدل (قرشيا) لخبر النسائي الائمة من قريش Ùإن Ùقد Ùكناني، ثم رجل من بني إسماعيل ثم عجمي على ما ÙÙŠ التهذيب أو جر همي على ما ÙÙŠ التتمة، ثم رجل من بني إسØاق (شجاعا) ليغزو بنÙسه، ويعالج الجيوش ويقوي على ÙØªØ Ø§Ù„Ø¨Ù„Ø§Ø¯ ويØمي البيضة، وتعتبر سلامته من نقص يمنع استيÙاء الØركة وسرعة النهوض، كما دخل ÙÙŠ الشجاعة …
…(Pasal) tentang syarat-syarat imam yang agung serta penjelasan metode in’iqad imamah. Mewujudkan imamah itu adalah fardhu kifayah sebagaimana peradilan (salah satu syarat menjadi imam adalah kavabel untuk peradilan). Maka hendaknya imam yang agung tersebut adalah muslim, merdeka, mukallaf, adil, laki-laki, mujtahid, memiliki visi, mendengar, melihat dan bisa bicara. Berdasar pada apa yang ada pada bab tentang peradilan dan pada ungkapan saya dengan penambahan adil adalah (dari kabilah Quraisy) berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh An Nasa’I: “bahwa para Imam itu dari golongan Quraisyâ€. Apabila tidak ada golongan Quraisy maka dari Kinanah, kemudian pria dari keturunan Ismail lalu orang asing (selain orang Arab) berdasarkan apa yang ada pada (kitab) At-tahdzib atau Jurhumi berdasarkan apa yang terdapat dalam (kitab) At-tatimmah. Kemudian pria dari keturunan Ishaq. Selanjutnya (pemberani) agar (berani) berperang dengan diri sendiri, mengatur pasukan serta memperkuat (pasukan) untuk menaklukkan negeri serta melindungi kemurnian (Islam). Juga termasuk (sebagian dari syarat imamah) adalah bebas dari kekurangan yang akan menghalangi kesempurnaan serta cekatannya gerakan sebagaimana hal tersebut merupakan bagian dari keberanian …
Ketika Imam Fakhruddin Ar-razi, penulis kitab Manaqib Asy-syafi’i, menjelaskan firman-Nya Ta’ala pada Surah Al-maidah ayat 38, beliau menegaskan5:
…اØتج المتكلمون بهذه الآية ÙÙŠ أنه يجب على الأمة أن ينصبوا لأنÙسهم إماماً معيناً والدليل عليه أنه تعالى أوجب بهذه الآية إقامة الØد على السراق والزناة ØŒ Ùلا بدّ من شخص يكون مخاطباً بهذا الخطاب ØŒ وأجمعت الأمة على أنه ليس لآØاد الرعية إقامة الØدود على الجناة ØŒ بل أجمعوا على أنه لا يجوز إقامة الØدود على الأØرار الجناة إلا للإمام ØŒ Ùلما كان هذا التكلي٠تكليÙاً جازماً ولا يمكن الخروج عن عهدة هذا التكلي٠إلا عند وجود الإمام ØŒ وما لا يتأتى الواجب إلا به ØŒ وكان مقدوراً للمكل٠، Ùهو واجب ØŒ Ùلزم القطع بوجوب نصب الإمام ØينئذÙ
… para Mutakallimin berhujjah dengan ayat ini bahwa wajib atas umat untuk mengangkat seorang imam yang spesifik untuk mereka. Dalilnya adalah bahwa Dia Ta’ala mewajibkan di dalam ayat ini untuk menegakkan had atas pencuri dan pelaku zina. Maka adalah merupakan keharusan adanya seseorang yang melaksanakan seruan tersebut. Sungguh umat telah sepakat bahwa tidak seorangpun dari rakyat yang boleh menegakkan had atas pelaku criminal tersebut. Bahkan mereka telah sepakat bahwa tidak boleh (haram) menegakkan had atas orang yang merdeka pelaku criminal kecuali oleh imam. Karena itu ketika taklif tersebut sifatnya pasti (jazim) dan tidak mungkin keluar dari ikatan taklif ini kecuali dengan adanya imam, dan ketika kewajiban itu tidak tertunaikan kecuali dengan sesuatu, dan itu masih dalam batas kemampuan mukallaf maka (adanya) imam adalah wajib. Maka adalah suatu yang pasti qath’inya atas wajibnya mengangkat imam, seketika itu pula…
Imam Abul Qasim An-naisaburi Asy-syafi’i berkata6:
… أجمعت الأمة على أن المخاطب بقوله { Ùاجلدوا } هو الإمام Øتى اØتجوا به على وجوب نصب الإمام Ùإن ما لا يتم الواجب إلا به Ùهو واجب.
…umat telah sepakat bahwa yang menjadi obyek khitab (â€maka jilidlahâ€) adalah imam. Dengan demikian mereka berhujjah atas wajibnya mengangkat imam. Sebab, apabila suatu kewajiban itu tidak sempurna tanpa adanya sesuatu tersebut maka ada sesuatu tersebut menjadi wajib pula.
Al-allamah Asy-syeikh Abdul Hamid Asy-syarwani menyatakan7:
قوله: (هي Ùرض ÙƒÙاية) إذ لا بد للامة من إمام يقيم الدين وينصر السنة وينص٠المظلوم من الظالم ويستوÙÙŠ الØقوق ويضعها موضعها…
…perkataannya: (mewujudkan imamah itu adalah fardhu kifayah) karena adalah merupakan keharusan bagi umat adanya imam untuk menegakkan agama dan menolong sunnah serta memberikan hak orang yang didzalimi dari orang yang dzalim serta menunaikan hak-hak dan menempatkan hak-hak tersebut pada tempatnya…
Dalam kitab Hasyiyata Qalyubi wa Umairah dinyatakan8:
Ùَصْلٌ ÙÙÙŠ Ø´ÙرÙوط٠الْإÙمَام٠الْأَعْظَم٠وَمَا مَعَه٠وَالْإÙمَامَة٠Ùَرْض٠كÙÙَايَة٠كَالْقَضَاء٠ÙَيَجْرÙÙŠ ÙÙيهَا مَا ÙÙيه٠مÙنْ جَوَاز٠الْقَبÙول٠وَعَدَمÙÙ‡Ù .
…pasal tentang syarat-syarat imam yang agung dan hal-hal yang menyertainya. Imamah itu adalah fardhu kifayah sebagaimana peradilan maka berlaku di dalam imamah tersebut apa yang berlaku untuk peradilan baik dalam kebolehan menerima maupun tidaknya..
Al-allamah Asy-syeikh Sulaiman bin Umar bin Muhammad Al-bajairimi berkata9:
…ÙÙÙŠ Ø´ÙرÙوط٠الْإÙمَام٠الْأَعْظَم٠وَÙÙÙŠ بَيَان٠طÙرÙق٠انْعÙقَاد٠الْإÙمَامَة٠وَهÙÙŠÙŽ Ùَرْض٠كÙÙَايَة٠. كَالْقَضَاء٠ÙÙŽØ´ÙرÙØ·ÙŽ Ù„ÙØ¥Ùمَام٠كَوْنÙه٠أَهْلًا Ù„Ùلْقَضَاء٠قÙرَشÙيًّا Ù„Ùخَبَر٠: { الْأَئÙمَّة٠مÙنْ Ù‚Ùرَيْش٠} Ø´Ùجَاعًا Ù„ÙيَغْزÙÙˆÙŽ بÙÙ†ÙŽÙْسÙه٠وَتÙعْتَبَر٠سَلَامَتÙÙ‡Ù Ù…Ùنْ نَقْص٠يَمْنَع٠اسْتÙÙŠÙَاءَ الْØَرَكَة٠وَسÙرْعَةَ النّÙÙ‡Ùوض٠كَمَا دَخَلَ ÙÙÙŠ الشَّجَاعَة…
…tentang syarat-syarat imam yang agung serta penjelasan metode-metode sahnya in’iqad imamah. Dan mewujudkan imamah tersebut adalah fardhu kifayah sebagaimana peradilan. Maka disyaratkan untuk imam itu hendaknya layak untuk peradilan (menjadi hakim). (syarat) Quraisy, karena berdasarkan hadits: “bahwa para imam itu adalah dari Quraisyâ€. (syarat) Berani, agar berani berperang secara langsung. Begitu pula (dengan syarat) bebasnya dari kekurangan yang menghalangi kesempurnaan dan kegesitan gerakan dia sebagaimana masuknya keberanian sebagai salah satu syarat imamah…
Imam Al-hafidz Abu Muhammad Ali bin Hazm Al-andalusi Adz-dzahiri mendokumentasikan ijma’ Ulama’ bahwa (keberadaan) Imamah itu fardhu10:
… واتÙقوا أن الامامة Ùرض وانه لا بد من امام Øاشا النجدات وأراهم قد Øادوا الاجماع وقد تقدمهم واتÙقوا انه لا يجوز أن يكون على المسلمين ÙÙŠ وقت واØد ÙÙŠ جميع الدنيا امامان لا متÙقان ولا Ù…Ùترقان ولا ÙÙŠ مكانين ولا ÙÙŠ مكان واØد …
…Meraka (para ulama’) sepakat bahwa imamah itu fardhu dan adanya Imam itu merupakan suatu keharusan, kecuali An-najdat. Pendapat mereka sungguh telah menyalahi ijma’ dan telah lewat pembahasan (tentang) mereka. Mereka (para ulama’) sepakat bahwa tidak boleh pada satu waktu di seluruh dunia adanya dua imam bagi kaum Muslimin baik mereka sepakat atau tidak, baik mereka berada di satu tempat atau di dua tempat…
Berkata Imam ‘Alauddin Al-kasani Al-hanafi11:
… ÙˆÙŽÙ„Ùأَنَّ نَصْبَ الْإÙمَام٠الْأَعْظَم٠Ùَرْضٌ ØŒ بÙلَا Ø®ÙلَاÙ٠بَيْنَ أَهْل٠الْØَقّ٠، وَلَا عÙبْرَةَ - بÙØ®ÙلَاÙ٠بَعْض٠الْقَدَرÙيَّة٠- Ø› Ù„ÙØ¥Ùجْمَاع٠الصَّØَابَة٠رَضÙÙŠÙŽ اللَّه٠عَنْهÙمْ عَلَى Ø°ÙŽÙ„ÙÙƒÙŽ ØŒ ÙˆÙŽÙ„ÙÙ…Ùسَاس٠الْØَاجَة٠إلَيْه٠؛ Ù„ÙتَقَيّÙد٠الْأَØْكَام٠، ÙˆÙŽØ¥ÙنْصَاÙ٠الْمَظْلÙوم٠مÙنْ الظَّالÙÙ…Ù ØŒ وَقَطْع٠الْمÙنَازَعَات٠الَّتÙÙŠ Ù‡ÙÙŠÙŽ مَادَّة٠الْÙَسَاد٠، وَغَيْر٠ذَلÙÙƒÙŽ Ù…Ùنْ الْمَصَالÙØ٠الَّتÙÙŠ لَا تَقÙوم٠إلَّا بÙØ¥Ùمَام٠، …
…dan karena sesungguhnya mengangkat imam yang agung itu adalah fardhu. (ini) tidak ada perbedaan pendapat diantara ahlul haq. Dan tidak diperhatikan—perbedaan dengan sebagian Qadariyyah—karena ijma’ shahabat ra atas hal tersebut, serta urgensitas kebutuhan terhadap imam yang agung tersebut. Untuk keteritakan terhadap hukum. Untuk menyelematkan orang yang didzalimi dari orang yang dzalim. Untuk memutuskan perselisihan yang merupakan obyek yang menimbulkan kerusakan, dan kemaslahatan-kemaslahatn yang lain yang memang tidak akan tegak kecuali dengan adanya imam…
Imam Al-hafidz Abul Fida’ Ismail ibn Katsir ketika menjelaskan firman Allah surah Al Baqarah ayat 30 beliau berkata12:
…وقد استدل القرطبي وغيره بهذه الآية على وجوب نصب الخليÙØ© ليÙصل بين الناس Ùيما يختلÙون Ùيه، ويقطع تنازعهم، وينتصر لمظلومهم من ظالمهم، ويقيم الØدود، ويزجر عن تعاطي الÙواØØ´ØŒ إلى غير ذلك من الأمور المهمة التي لا يمكن إقامتها إلا بالإمام، وما لا يتم الواجب إلا به Ùهو واجب.
…dan sungguh Al Qurthubi dan yang lain berdalil berdasarkan ayat ini atas wajibnya mengangkat khalifah untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara manusia, memutuskan pertentangan mereka, menolong atas yang didzalimi dari yang mengdzalimi, menegakkan had-had, dan menganyahkan kerusakan dsb. yang merupakan hal-hal penting yang memang tidak memungkinkan untuk menagakkan hal tersebut kecuali dengan imam, dan ãÇ áÇÃÊã ÇáæÇÌÈ ÇáÇ Èå Ãåæ æÇÌÈ ( apabila suatu kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengan suatu tersebut maka sesuatu tersebut menjadi wajib pula).
Imam Al-qurthubi ketika menafsirkan Surah Al-baqarah ayat 30 berkata13:
… هذه الآية أصل ÙÙŠ نصب إمام وخليÙØ© يسمع له ويطاع، لتجتمع به الكلمة، وتنÙØ° به Ø£Øكام الخليÙØ©. ولا خلا٠ÙÙŠ وجوب ذلك بين الامة ولا بين الائمة إلا ما روي عن الاصم …
ثم قال القرطبي: Ùلو كان Ùرض الامامة غير واجب لا ÙÙŠ قريش ولا ÙÙŠ غيرهم لما ساغت هذه المناظرة والمØاورة عليها، ولقال قائل: إنها ليست بواجبة لا ÙÙŠ قريش ولا ÙÙŠ غيرهم، Ùما لتنازعكم وجه ولا Ùائدة ÙÙŠ أمر ليس بواجب …
وقال, اي القرطبي, وإذا كان كذلك ثبت أنها واجبة من جهة الشرع لا من جهة العقل، وهذا واضØ.
…ayat ini pokok (yang menegaskan) bahwa mengangkat imam dan khalifah untuk didengar dan dita’ati, untuk menyatukan pendapat serta melaksanakan, melalui khalifah, hukum-hukum tentang khalifah. Tidak ada perbadaan tentang wajibnya hal tersebut diantara umat, tidak pula diantara para imam kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-asham …
Beliau berkata: …Maka kalau seandainya keharusan adanya imam itu tidak wajib baik untuk golongan Quraisy maupun untuk yang lain lalu mengapa terjadi diskusi dan perdebatan tentang Imamah. Maka sungguh orang akan berkata: bahwa sesungguhnya imamah itu bukanlah suatu yang diwajibkan baik untuk golongan Quraisy maupun yang lain, lalu untuk apa kalian semua berselisih untuk suatu hal yang tidak ada faedahnya atas suatu hal yang tidak wajib.
Kemudian beliau menegaskan: …Dengan demikian maka (telah) menjadi ketetapan bahwa imamah itu wajib berdasarkan syara’ bukan akal. Dan ini jelas sekali.
Imam Umar bin Ali bin Adil Al-hambali Ad-dimasyqi, yang dikenal dengan Ibnu Adil, ketika menjelaskan firman Allah Ta’ala surah Al-baqarah ayat 30 berkata14:
…وقال « ابن الخطيب » : الخليÙØ© : اسم ÙŠØµÙ„Ø Ù„Ù„ÙˆØ§Øد والجمع كما ÙŠØµÙ„Ø Ù„Ù„Ø°ÙƒØ± والأنثى … ثم قال: هذه الآية دليلٌ على وجوب نصب إمام وخليÙØ© يسمع له ويÙطَاع ØŒ لتجتمع به الكلمة ØŒ وتنÙØ° به Ø£Øكام الخليÙØ© ØŒ ولا خلا٠ÙÙŠ وجوب ذلك بَيْنَ الأئمة إلاّ ما روي عن الأصَمّ ØŒ وأتباعه …
… dan berkata Ibn Al-khatib khalifah itu isim yang cocok baik untuk tunggal maupun plural sebagaimana cocoknya untuk laki-laki dan wanita. Kemudian beliau berkata: ….ayat ini adalah dalil wajibnya mengangkat Imam dan khalifah untuk didengar dan dita’ati, untuk menyatukan pendapat, serta untuk melaksanakan hukum-hukum tentang khalifah. Tidak ada perbedaan tentang wajibnya hal tersebut diantara para imam kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-asham dan orang yang mengikuti dia…
Berkata Imam Abu al-hasan Al-mirdawi Al-hambali dalam kitab Al-inshaf15:
…بَاب٠قÙتَال٠أَهْل٠الْبَغْي٠ÙَائÙدَتَان٠إØْدَاهÙمَا : نَصْب٠الْإÙمَام٠: Ùَرْض٠كÙÙَايَة٠. قَالَ ÙÙÙŠ الْÙÙرÙوع٠: Ùَرْض٠كÙÙَايَة٠عَلَى الْأَصَØÙ‘Ù . Ùَمَنْ ثَبَتَتْ إمَامَتÙه٠بÙØ¥Ùجْمَاع٠، أَوْ بÙنَصّ٠، أَوْ بÙاجْتÙهَاد٠، أَوْ بÙنَصّ٠مَنْ قَبْلَه٠عَلَيْه٠.
…bab memerangi orang yang Bughat, terdapat dua faedah. Pertama, mengangkat imam itu adalah fardhu kifayah. Dia berkata di dalam al-furu’: fardhu kifayahlah yang paling tepat….
Imam Al-bahuti Al-hanafi berkata16:
…( نَصْب٠الْإÙمَام٠الْأَعْظَم٠) عَلَى الْمÙسْلÙÙ…Ùينَ ( Ùَرْض٠كÙÙَايَة٠) Ù„Ùأَنَّ بÙالنَّاس٠Øَاجَةٌ إلَى Ø°ÙŽÙ„ÙÙƒÙŽ Ù„ÙØÙمَايَة٠الْبَيْضَة٠وَالذَّبّ٠عَنْ الْØَوْزَة٠وَإÙقَامَة٠الْØÙدÙود٠وَاسْتÙÙŠÙَاء٠الْØÙÙ‚Ùوق٠وَالْأَمْر٠بÙالْمَعْرÙÙˆÙ٠وَالنَّهْي٠عَنْ الْمÙنْكَر…
…(mengangkat Imam yang agung itu) atas kaum Muslimin (adalah fardhu kifayah). Karena manusia membutuhkan hal tersebut untuk menjaga kemurnian (agama), menjaga konsistensi (agama), penegakan had, penunaian hak serta amar ma’ruf dan nahi munkar….
Dalam kitab Hasyiyyatul Jumal disebutkan17:
…ÙÙÙŠ Ø´ÙرÙوط٠الْإÙمَام٠الْأَعْظَم٠، ÙˆÙŽÙÙÙŠ بَيَان٠طÙرÙق٠انْعÙقَاد٠الْإÙمَامَة٠وَهÙÙŠÙŽ Ùَرْض٠كÙÙَايَة٠كَالْقَضَاء٠( شَرْط٠الْإÙمَام٠كَوْنÙه٠أَهْلًا Ù„Ùلْقَضَاء٠) بÙأَنْ ÙŠÙŽÙƒÙونَ Ù…ÙسْلÙمًا ØÙرًّا Ù…ÙكَلَّÙًا عَدْلًا ذَكَرًا Ù…ÙجْتَهÙدًا ذَا رَأَى وَسَمْع٠وَبَصَر٠وَنÙطْق٠لÙمَا يَأْتÙÙŠ ÙÙÙŠ بَاب٠الْقَضَاءÙ…
…tentang syarat Imam yang agung dan tentang penjelasan metode in’iqad imamah. Mewujudkan imamah itu adalah fardhu kifayah sebagaimana peradilan. (syarat Imam adalah yang layak untuk peradilan). Maka hendaknya dia muslim, merdeka, mukallaf, adil, laki-laki, mujtahid, cerdas, mendengar, melihat dan bisa bicara, sebagaimana yang terdapat dalam pembahasan pada bab tentang peradilan…
Sedangkan dalam kitab Mathalibu Ulin Nuha fii Syarhi Ghayatil Muntaha dinyatakan18:
…( وَنَصْب٠الْإÙمَام٠Ùَرْض٠كÙÙَايَة٠) Ø› Ù„Ùأَنَّ بÙالنَّاس٠Øَاجَةً Ù„ÙØ°ÙŽÙ„ÙÙƒÙŽ Ù„ÙØÙمَايَة٠الْبَيْضَة٠، وَالذَّبّ٠عَنْ الْØَوْزَة٠، ÙˆÙŽØ¥Ùقَامَة٠الْØÙدÙود٠، وَابْتÙغَاء٠الْØÙÙ‚Ùوق٠، وَالْأَمْر٠بÙالْمَعْرÙÙˆÙ٠وَالنَّهْي٠عَنْ الْمÙنْكَر٠، ÙˆÙŽÙŠÙخَاطَب٠بÙØ°ÙŽÙ„ÙÙƒÙŽ طَائÙÙَتَان٠: Ø£ÙŽØَدÙÙ‡Ùمَا : أَهْل٠الÙاجْتÙهَاد٠Øَتَّى يَخْتَارÙوا. الثَّانÙÙŠÙŽØ©Ù : مَنْ تÙوجَد٠ÙÙيهÙمْ شَرَائÙط٠الْإÙمَامَة٠Øَتَّى يَنْتَصÙبَ لَهَا Ø£ÙŽØَدÙÙ‡Ùمْ : أَمَّا أَهْل٠الÙاخْتÙيَار٠ÙÙŽÙŠÙعْتَبَر٠ÙÙيهÙمْ الْعَدَالَة٠وَالْعÙلْم٠الْمÙوَصّÙل٠إلَى مَعْرÙÙَة٠مَنْ يَسْتَØÙقّ٠الْإÙمَامَةَ وَالرَّأْي٠وَالتَّدْبÙير٠الْمÙؤَدّÙÙŠ إلَى اخْتÙيَار٠مَنْ Ù‡ÙÙˆÙŽ Ù„ÙلْإÙمَامَة٠أَصْلَØÙ .
…(dan mengangkat imam itu adalah fardhu kifayah) karena manusia memang membutuhkan hal tersebut untuk menjaga kemurnian (agama), memelihara konsitensi (agama), menegakkan had, menunaikan hak-hak, dan amar makruf serta nahi munkar.
Berkata shahibu Al-husun Al-hamidiyyah, Syeikh Sayyid Husain Afandi19:
اعلم انه يجب على المسلمين شرعا نصب امام يقوم باقامة الØدود وسد الثغور وتجهيز الجيش …
“ketahuilah bahwa mengangkat Imam yang yang menegakkan had, memelihara perbatasan (negara), menyiapkan pasukan, … secara syar’i adalah wajibâ€.
Khulashatul qaul, dapat kita simpulkan bahwa para Ulama’ Mu’tabar dari berbagai madzhab diatas menegaskan bahwa hukum nasbu al-Imam atau al-Khalifah adalah wajib. Kifayah atau ain? Adalah Imam al-Hafidz an-Nawawi, antara lain, yang menjelaskan bahwa kwajiban tersebut masuk kategori fardhu kifayah.
2. Pelaksaan fardhu kifayah.
Suatu hal yang ma’lum bahwa fardhu itu ada dua macam. Fardhu kifayah dan fardhu ain. Sebagai kwajiban sebenarnya fardhu kifayah maupun fardhu ain sama, sama-sama fardhu, meski dari sisi pelaksanaannya berbeda. Imam Saifuddin al-Amidi dalam kitab al-Ihkam fii Ushul al-Ahkam menegaskan20:
المسألة الثانية لا Ùرق عند أصØابنا بين واجب العين، والواجب على الكÙاية من جهة الوجوب، لشمول Øد الواجب لهما
†masalah yang ke dua. Tidak ada perbedaan (menurut ashab kita) antara wajib ain dan wajib kifayah. Dari sisi kwajiban. Karena inklusinya batas kwajiban untuk keduanyaâ€.
Untuk batasan kesempurnaan pelaksanaan fardhu kifayah Imam Asy-syirazi, dalam kitab Al-luma’ fii Ushul Al-fiqh, menjelaskan21:
Ùصل إذا ورد الخطاب بلÙظ العموم دخل Ùيه كل من ØµÙ„Ø Ù„Ù‡ الخطاب ولا يسقط ذلك الÙعل عن بعضهم بÙعل البعض إلا Ùيما ورد الشرع به وقررة تعالى أنه Ùرض ÙƒÙاية كالجهاد وتكÙين الميت والصلاة عليه ودÙنه Ùإنه إذا أقام به من يقع به الكÙاية سقط عن الباقين …
†Fashal. Apabila terdapat khitab dengan lafadz umum maka masuk di dalamnya siapa saja yang kitab tersebut visible baginya dan perbuatan tersebut tidak gugur atas sebagian karena perbuatan sebagian (yang lain), kecuali atas apabila syara’ datang di dalamnya, dan Allah menetapkan bahwa khitab tersebut adalah fardhu kifayah. Seperti jihad, mengkafani jenazah, menshalatkan dan menguburkannya. Maka apabila kwajiban tersebut telah selesai ditunaikan (disini Imam sy-Syirazi menggunakan kata “aqaamaâ€, bukan “qaamaâ€; dalam bahasa arab kata “aqaama†artinya adalah “ja’alahu yaqumuâ€22) oleh siapa saja yang mampu, gugurlah (kwajiban) tersebut atas yang lain …â€.
Artinya, menurut Imam Asy-syirazi, apabila fardhu kifayah itu jika belum selesai ditunaikan maka kwajiban tersebut masih tetap dibebankan diatas pundak seluruh mukallaf yang menjadi obyek khitab taklif.
Syeikhul Islam Imam al-Hafidz an-Nawawi, dalam kitab Al-majmu’ Syarh Al-muhadz-dzab menjelaskan23:
… وغسل الميت Ùرض ÙƒÙاية باجماع المسلمين ومعني Ùرض الكÙاية انه إذا Ùعله من Ùيه ÙƒÙاية سقط الØرج عن الباقين وان تركوه كلهم اثموا كلهم واعلم ان غسل الميت وتكÙينه والصلاة عليه ودÙنه Ùروض ÙƒÙاية بلا خلاÙ
“dan memandikan jenazah itu adalah fardhu kifayah berdasarkan ijma’ kaum Muslimin. Makna fardhu kifayah adalah apabila siapa saja yang pada dirinya ada kifayah (kecukupan untuk melaksanakan kwajiban tsb) telah melaksanakan maka akan menggugurkan beban atas yang lain. Namun apabila mereka semua meninggalkan kwajiban tersebut, mereka semua berdosa. Ketahuilah bahwa memandikan mayyit, mengkafaninya, menshalatinya serta menguburkannya adalah fardhu kifayah, tidak ada perbedaan pendapat (dalam hal ini)â€.
Disini Imam An-nawawi menegaskan, apabila fardhu tersebut telah dikerjakan oleh siapa saja yang memiliki “kifayah†maka beban (kwajiban) tersebut gugur atas yang lain. Tapi, jika semua meninggalkan kwajiban tersebut, semuanya berdosa.
Al-allamah Asy-syeikh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-malibari menegaskan24:
باب الجهاد. (هو Ùرض ÙƒÙاية كل عام) ولو مرة إذا كان الكÙار ببلادهم، ويتعين إذا دخلوا بلادنا كما يأتي: ÙˆØكم Ùرض الكÙاية أنه إذا Ùعله من Ùيهم ÙƒÙاية سقط الØرج عنه وعن الباقين. ويأثم كل من لا عذر له من المسلمين إن تركوه وإن جهلوا.
“Bab Jihad. (jihad itu adalah fardhu kifayah setiap tahun) meski satu kali, apabila orang-orang kafir berada di negeri mereka, dan menjadi fardhu ‘ain apabila mereka (menyerang) masuk di negeri kita, sebagaimana yang akan datang (pembaha-sannya); dan hukum fardhu kifayah itu adalah apabila fardhu kifayah tersebut telah dikerjakan oleh siapa saja yang memiliki “kifayah†maka akan gugurlah beban atas orang tersebut dan juga bagi yang lain. Dan berdosa atas setiap orang yang tidak udzur baginya dari kaum Muslimin apabila mereka meninggalkannya meski mereka bodohâ€
Disini Shahibu Fathil Mu’in menegaskan kembali apa yang dijelaskan oleh Imam An-nawawi. Beliau menambahkan catatan bahwa kaum Muslimin yang tidak ada udzur, tapi meninggalkan kwajiban tersebut berdosa.
Masih tentang fardhu kifayah, Syeikh Imam Nawawi al-Bantani al-Jawi dalam kitab Nihayah Az-zain menjelaskan hal yang senada dengan yang dijelaskan oleh Imam An-nawawi. Namun beliau menambahkan bahwa yang melaksanakan kwajiban tersebut bisa jadi bukan orang yang terkena kwajiban. Beliau berkata25:
باب الجهاد أي القتال ÙÙŠ سبيل الله هو Ùرض ÙƒÙاية كل عام إذا كان الكÙار ببلادهم وأقله مرة ÙÙŠ كل سنة Ùإذا زاد Ùهو Ø£Ùضل ما لم تدع Øاجة إلى أكثر من مرة وإلا وجب لبعض طلب الجهاد بأØد أمرين إما بدخول الإمام أو نائبه دارهم بالجيش لقتالهم وإما بتشØين الثغور أي أطرا٠بلادنا بمكاÙئين لهم لو قصدونا مع Ø¥Øكام الØصون والخنادق وتقليد ذلك للأمراء المؤتمنين المشهورين بالشجاعة ÙˆØ§Ù„Ù†ØµØ Ù„Ù„Ù…Ø³Ù„Ù…ÙŠÙ† ÙˆØكم Ùرض الكÙاية أنه إذا Ùعله من Ùيهم ÙƒÙاية وإن لم يكونوا من أهل Ùرضه كصبيان وإناث ومجانين سقط الØرج عنه إن كان من أهله وعن الباقين رخصة وتخÙÙŠÙا عليهم بÙرض العين Ø£Ùضل بÙرض الكÙاية كما قاله الرملي ÙˆÙروض الكÙاية كثيرة
“Kitab Jihad. Maksudnya adalah (jihad) di jalan Allah. Jihad itu adalah fardhu kifayah untuk setiap tahun, apabila orang-orang kafir berada di negeri mereka. Paling sedikit satu kali dalam satu tahun, tapi apabila lebih tentu lebih utama, selama tidak ada kebutuhan lebih dari satu kali. Jika jihad tidak dilakukan maka wajib atas sebagian (kaum Muslimin) untuk mengajak jihad, dengan salah satu dari dua cara. Dengan masuknya Imam atau wakilnya ke negeri mereka (orang-orang kafir) dengan tentara untuk memerangi mereka atau dengan memanaskan (situasi) perbatasan atau sudut-sudut (wilayah) negeri kita orang-orang yang kapabel untuk mereka, jika seandainya mereka, orang-orang kafir tersebut, bermaksud (menyerang) kita dengan adanya benteng atau parit dan dibawah kendali para pemimpin yang tidak diragukan yang masyhur dengan keberanian dan nasehatnya atas kaum Muslimin. Hukum jihad itu fardhu kifayah, karena apabila siapa saja yang memiliki kafa’ah mengerjakannya meski bukan yang termasuk yang diwajibkan seperti anak kecil, para wanita atau bahkan sukarelawan maka gugurlah beban (kwajiban) tersebut dari yang diwajibkan. Sedangkan yang lain mendapat rukhshah serta keringanan. Fardhu ‘ain itu lebih utama dibanding fardhu kifayah, sebagaimana yang dinyatakan oleh (Imam) Ar-ramli. Fardhu kifayah itu banyak …â€
Alhasil, jika kita rangkum penjelasan para ulama’ diatas, fardhu kifayah itu meski tidak harus semua kaum Muslimin yang mukallaf wajib melaksanakan layaknya fardhu ‘ain tapi kwajiban tersebut harus dilaksanakan oleh jumlah yang memiliki “kifayahâ€. Itu pertama. Kedua, kwajiban tersebut dianggap terlaksana secara sempurna apabila telah sempurna ditunaikan. Contoh kwajiban merawat jenazah seorang Muslim yang dibebankan pada suatu komunitas. Kwajiban yang sifatnya fardhu kifayah tersebut dikategorikan selesai dilaksanakan apabila jenazah tersebut telah selesai dimandikan, dikafani, dishalatkan dan dikuburkan. Ketiga, bagi yang meninggalkan fardhu kifayah tanpa udzur berdosa, dan pelaksanaan fardhu kifayah itu tidak menutup kemungkinan dilaksanakan oleh yang diwajibkan.
Nashbul khalifah, berdasarkan ibarah para ulama’ diatas, adalah fardhu kifayah. Selama kwajiban tersebut belum ditunaikan secara sempurna maka kwajiban tersebut, tetap dibebankan diatas pundak seluruh mukallaf dari kaum Muslimin, dan meninggalkan kwajiban yang masuk kategori fardhu kifayah tanpa udzur adalah dosa.
3. Allah SWT tidak akan mentaklifkan sesuatu melebihi isthitha’ah hamba-Nya
Setelah kita simpulkan bahwa nashbul khalifah adalah fardhu kifayah atas kaum Muslimin, pembahasan berikutnya adalah isthitha’ah. Adalah suatu yang ma’ruf bahwa isthitha’ah kaum Muslimin itu berbeda satu dengan yang lain; pemahaman, tenaga maupun harta. Keberagaman ini kadang kala dijadikan hujjah oleh sebagian kaum Muslimin untuk menyatakan bahwa kaum Muslimin sekarang ini tidak mampu melaksanakan kwajiban tersebut. Benarkah?
Pengertian isthitha’ah (kemampuan). Allah Tabaraka wa Ta’ala ber-firman:
لَا ÙŠÙكَلّÙÙ٠اللَّه٠نَÙْسًا Ø¥Ùلَّا ÙˆÙسْعَهَا (البقرة :286)
Imam al-Hafidz Abu Al-fida’ Ismail Ibn Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-Adzim menjelaskan26:
وقوله “لا يكل٠الله Ù†Ùسا إلا وسعها†أي لا يكلَّ٠أØد Ùوق طاقته …
†… dan firman-Nya “
لا يكل٠الله Ù†Ùسا إلا وسعها
adalah bahwa tidak dibebankan pada seseorang melebihi kemampuannyaâ€.
Imam al-Qurthubi dalam Tafsirnya, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, men-jelaskan secara panjang lebar sebagai berikut27:
التكلي٠هو الأمر بما يشق عليه وتكلÙت الأمر تجشمته; Øكاه الجوهري. والوسع: الطاقة والجدة. وهذا خبر جزم. نص الله تعالى على أنه لا يكل٠العباد من وقت نزول الآية عبادة من أعمال القلب أو Ø§Ù„Ø¬ÙˆØ§Ø±Ø Ø¥Ù„Ø§ وهي ÙÙŠ وسع المكل٠وÙÙŠ مقتضى إدراكه وبنيته; وبهذا انكشÙت الكربة عن المسلمين ÙÙŠ تأولهم أمر الخواطر.
“Taklif itu adalah perintah untuk hal-hal yang memberatkan padanya dan (ungkapan) suatu perintah itu membebani artinya bahwa perkara tersebut telah membebaninya. Itulah yang dikemukakan oleh al-Jauhari. Sedangkan al-wus’u adalah kemampuan dan kesungguhan. Ini adalah informasi yang sifatnya pasti. Allah Ta’ala menegaskan bahwa Allah tidak mentaklifkan hamba sejak turunnya ayat tersebut dengan ibadah baik yang merupakan aktifitas hati atau anggota tubuh kecuali dalam batas kemampuan seorang mukallaf dan dalam lingkup pengetahuan serta niatnya. Dengan ayat ini terangkatlah kesusahan atas kaum Muslimin dalam menjelaskan hal-hal yang membahayakanâ€.
Imam al-Baidhawi, dalam kitab tafsirnya, menjelaskan28:
{ لاَ ÙŠÙكَلّÙ٠الله Ù†ÙŽÙْسًا Ø¥Ùلاَّ ÙˆÙسْعَهَا } إلا ما تسعه قدرتها Ùضلاً ورØمةً ØŒ أو ما دون مدى طاقتها بØيث يتسع Ùيه طوقها ويتيسر عليها كقوله تعالى : { ÙŠÙرÙيد٠الله بÙÙƒÙم٠اليسر وَلاَ ÙŠÙرÙيد٠بÙÙƒÙم٠العسر } وهو يدل على عدم وقوع التكلي٠بالمØال …
لاَ ÙŠÙكَلّÙ٠الله Ù†ÙŽÙْسًا Ø¥Ùلاَّ ÙˆÙسْعَهَا
Kecuali apa yang dalam cakupan kemampuannya, sebagai bentuk keutamaan dan merupakan rahmat (Allah), atau dengan pengertian lain apa yang tidak melebihi jangkauan kemampuannya, dalam arti bahwa taklif tersebut dalam lingkup kemampuan manusia serta memudahkannya, sebagaimana firman Allah:
ÙŠÙرÙيد٠الله بÙÙƒÙم٠اليسر وَلاَ ÙŠÙرÙيد٠بÙÙƒÙم٠العسر
Firman Allah tersebut menunjukkan bahwa taklif itu tidak jatuh pada hal yang mustahil (dilakukan) …â€
Dalam tafsir Lubab At-ta’wil fi Ma’ani At-tanzil yang lebih dikenal dengan Tafsir al-Khazin dinukil riwayat jawaban Imam Sufyan ibn Uyainah ketika ditanya pengertian ayat diatas. Beliau berkata29:
قال : إلاّ يسرها ولم يكلÙها Ùوق طاقتها وهذا قول Øسن ØŒ لأن الوسع ما دون الطاقة وقيل معناه أن الله تعالى لا يكل٠نÙساً إلاّ وسعها Ùلا يتعبدها بما لا تطيق .
“beliau berkata kecuali Allah akan memudahkannya dan Allah tidak mentaklifkannya melebihi kemampuannya dan ini adalah ungkapan yang bagus. Karena (kata) al-wus’u itu adalah apa yang tidak melebihi kemampuanâ€.
“(Selanjutnya Imam Abu al-Hasan Ali bin Ibrahim bin Umar Asy-syaihi yang lebih dikenal dengan Al-khazin menjelaskan), juga dikatakan bahwa pengertian:
لا يكل٠الله Ù†Ùساً إلاّ وسعها
adalah bahwa sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mentaklifkan pada manusia kecuali dalam batas kemampuannya, maka Allah tidak memerintahkan manusia untuk beribadah dengan hal-hal yang di luar kemampuannyaâ€
Para mufassir terkemuka diatas telah memaparkan secara gamblang pengertian Surah Al-baqarah ayat 286. Benar, bahwa Allah telah menegaskan bi nash ash-sharih bahwa Dia tidak akan mentaklifkan pada hamba-Nya perkara yang diluar kemampuannya. Bahkan pada Surah at-Taghabun ayat 16, Allah SWT memerintahkan kita untuk bertaqwa sesuai dengan isthitha’ah kita. Allah berfirman:
لا يكل٠الله Ù†Ùساً إلاّ وسعهاÙاتقوا الله ماستطعتم … (التغابن: 16)
Imam Al-hafidz Ibnu Katsir menjelaskan30:
وقوله تعالى “Ùاتقوا الله ما استطعتم†أي جهدكم وطاقتكم كما ثبت ÙÙŠ الصØÙŠØين عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “إذا أمرتكم بأمر Ùائتوا منه ما استطعتم وما نهيتكم عنه Ùاجتنبوهâ€
“Dan firman-Nya Ta’ala:
Ùاتقوا الله ما استطعتم
maksudnya adalah dengan kesungguhan dan kemampuan kalian, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam dua kitab shahih dari Abi Hurairah RA. Dia berkata: bahwa Rasulullah SAW: †apabila aku perintahkan kalian dengan suatu perintah maka tunaikan berdasarkan kemampuan kalian, sedangkan perkara yang aku larang untuk kalian maka jauhilah … “.
Inilah yang ditegaskan Allah SWT atas kita, Allah tidak mentaklifkan pada kita suatu perkara yang diluar batas kemampuan kita. Pertanyaannya adalah, apakah nashbul khalifah litathbiqi syari’atillah merupakan kwajiban yang diluar batas ke-mampuan kita? Memang, kalau kwajiban tersebut hanya dilaksanakan oleh individu-individu kaum Muslimin, tentu akan melampaui batas kemampuan mareka. Tapi bukankah kwajiban nasbu al-khalifah tersebut adalah fardhu kifayah? kwajiban yang dibebankan terhadap kita kaum Muslimin secara umum? Artinya, selama kwajiban tersebut belum tertunaikan maka kwajiban nashbul khalifah tetap dibebankan diatas pundak kita. Seluruh kaum Muslimin.
Jadi nashbul khalifah adalah kwajiban kita semua. Tidak sungguh-sungguh untuk nashbul khalifah, tanpa udzur syar’i, secara syar’i terkategorikan sebagai penelantaran kwajiban yang dibebankan Allah pada kita. Apatah lagi diam, menghambat atau bahkan melawan perjuangan tersebut.
Khulashatul qaul kwajiban nashbul khalifah adalah fardhu atas seluruh kaum Muslimin, dan yang mengabaikan hal tersebut tanpa udzur syar’i berdosa. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
(Footnotes)
1 Oleh Musthafa A Murtadlo
2 Imam Al-hafidz Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Marwa An-nawawi, Raudhatuth Thalibin wa Umdatul Muftin, juz III hal 433).
3 Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Alfadzil Minhaj, juz 16 hal 287
4 Syaikhul Islam Imam Al-hafidz Abu Yahya Zakaria Al-anshri, Fathul Wahab bi Syarhi Minhajith Thullab, juz 2 hal 268
5 Imam Fakhruddin Ar-razi, Mafatihul Ghaib fii At-tafsir, juz 6 hal. 57 dan 233
6 Imam Abul Qasim Al-hasan bin Muhammad bin Habib bin Ayyub Asy-syafi’I An-naisaburi, Tafsir An-naisaburi, juz 5 hal 465
7 Asy-syeikh Abdul Hamid Asy-syarwani, Hawasyi Asy-syarwani, juz 9 hal 74
8 Hasiyata Qalyubi wa ‘Umairah, juz 15 hal 102
9 Syeikh Sulaiman bin Umar bin Muhammad Al-bajairimi, Hasyiyah Al-bajayrimi ala Al-khatib, juz 12 hal 393
10 Imam Al-hafidz Abu Muhammad, Ali bin Hazm Al-andalusi Adz-dzahiri, Maratibul Ijma’ , juz 1 hal 124
11 Imam ‘Alauddin Al-Kassani Al-hanafi, Bada’iush Shanai’ fii Tartibis Syarai’, juz 14 hal. 406
12 Imam al-Hafidz Abu Al-fida’ Ismail Ibn Katsir, Tafsirul Qur’anil Adzim, juz 1 hal 221).
13 Al-imam Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farah Al-qurthubi, Al-jami’ li Ahkamil Qur’an, juz 1 hal 264-265
14 Imam Umar bin Ali bin Adil Al-hambali Ad-dimasyqi, Tafsirul Lubab fii ‘Ulumil Kitab, juz 1 hal 204
15 Imam Abul Hasan Ali bin Sulaiman Al-mardawi Al-hambali, Al-inshaf fii Ma’rifatir Rajih minal Khilaf ala Madzhabil Imam Ahmad bin Hambal, juz 16 hal. 60 dan 459
16 Imam Mansur bin Yunus bin Idris Al-bahuti Al-hanafi, Kasyful Qina’ an Matnil Iqna’, juz 21 hal. 61
17 Hasyiyyatul Jumal, juz 21 hal 42
18 Al-allamah Asy-syeikh Musthafa bin Sa’ad bin Abduh As-suyuthi Ad-dimasyqi Al-hambali, Mathalibu Ulin Nuha fii Syarhi Ghayatil Muntaha, juz 18 hal. 381
19 Sayyid Husain Afandi, Al-husun Al-hamidiyyah, li Al-muhafadzah ala Al-aqa’id Al-islamiyyah, hal 189.
20 Imam Saifuddin al-Amidi, al-Ihkam fii Ushul al-Ahkam, Juz I hal 100
21 Imam Asy-syirazi, Al-luma’ fii Ushul Al-fiqh hal 82,
22 Lihat Qamusul Maurid, bagian huruf “qafâ€
23 Syeikhul Islam Imam al-Hafidz an-Nawawi, Al-majmu’ Syarh Al-muhadz-dzab Juz V Hal 128,
24 Syeikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari, Fath al-Mu’in, Juz IV hal 206
25 Syeikh Muhammad bin Umar bin Ali bin Nawawi al-Bantani al-Jawi, Nihayah Az-zain, hal 359
26 Imam al-Hafidz Abu Al-fida’ Ismail Ibnu Katsir,Tafsir al-Qur’an al-Adzim, Juz I hal 737
27 Imam al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an Juz III hal 429
28 Al-Imam Nashiruddin Abu al-Khair Abdullah bin Umar bin Muhammad al-Baidhawi, Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil, Juz I hal 316
29 Imam Al-khazin, Abu al-Hasan Ali bin Ibrahim bin Umar, Asy-syaihi, Lubab at-Ta’wil fi Ma’ani at-Tanzil, Juz I hal 330
30 Imam al-Hafidz Abu Al-fida’ Ismail Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-Adzim, Juz II hal 87
No comments:
Post a Comment