Capres Diributkan, Rakyat Diabaikan
[Al islam 569] Pemilihan Presiden berikutnya masih 3 tahun lagi, tapi sejumlah
parpol sudah bersiap-siap mencari capres yang akan dijagokan. Partai Golkar
sudah bersiap-siap mencalonkan ketua umumnya, Aburizal Bakrie, sebagai capres
yang akan diusung (detiknews.com,5/8).
Sementara itu PKS melalui politisinya Zulkieflimansyah berancang-ancang
menduetkan Menko Polhukam Joko Suyanto dan pengusaha Trans Corp Chairul Tandjung
sebagai pasangan capres-cawapres (detik.com,5/8). Namun wasekjen DPP PKS Mahfudz
Shiddiq membantah kabar tersebut (pedomannews.com,5/8)
Pendatang baru, partai SRI (Serikat Rakyat Independen) dengan tegas menyatakan
akan mengusung mantan menkeu Sri Mulyani sebagai capres. Bahkan seperti dikutip
detiknews.com (5/8), Arbi Sanit yang juga pendiri partai SRI serius menyatakan
bahwa keputusan itu adalah harga mati. Partainya akan bubar jika Sri Mulyani
menolak menjadi capres.
Sementara itu di kubu PDIP meski menolak untuk menyebutkan kandidat capres di
pemilu 2014, akan tetapi mereka tidak menolak seandainya Megawati Soekarnoputri
dicalonkan kembali sebagai capres.
Adapun Partai Demokrat yang kini berkuasa belum membahas kandidat capres mereka.
Presiden SBY selaku pembina Partai Demokrat, menyatakan tidak akan mencalonkan
anak dan istrinya sebagai capres. Sebaliknya, menurut Sekretaris Dewan
Kehormatan Partai Demokrat, Amir Syamsuddin istri Presiden SBY, Ani Yudhoyono,
qualified sebagai capres dan dukungan internal partai terhadapnya cukup kuat
(detiknews.com, 5/8).
Tidak Pantas
Ramainya pembicaraan kandidat capres-cawapres memang mengherankan. Pemilu
pilpres masih tiga tahun lagi. Banyak kalangan menilai hal ini jauh dari
kepantasan. Pasalnya wacana itu bergulir saat masyarakat sedang fokus pada
penyelewengan kekuasaan, korupsi dan politik uang di berbagai parpol.
Aneh memang, di tengah bertumpuknya masalah bangsa, terutama persoalan korupsi
di berbagai instansi pemerintah termasuk DPR pusat dan Daerah, juga
penyelewengan kekuasaan, dan kasus skandal suap oleh mantan bendahara Partai
Demokrat Nazaruddin yang diduga kuat melibatkan banyak kalangan termasuk ke
dalam tubuh KPK, para politisi dan parpol justru memperlihatkan tabiat haus
kekuasaan mereka.
Padahal berbagai masalah bangsa ini juga banyak ditimbulkan oleh perilaku kotor
dan ambisius kekuasaan mereka. Korupsi oleh anggota DPR dari pusat hingga
daerah, praktek politik uang di pilkada, jual beli kursi DPR, korupsi oleh
kepala daerah adalah bukti bahwa parpol menjadi tempat pembenihan penyelewengan
kekuasaan. Karena para pelaku korupsi itu adalah anggota parpol dan atau
didukung oleh parpol saat pemilu dan pilkada.
Maraknya pembicaraan kandidat capres juga menunjukkan parpol dan para politisi
itu tidak punya perasaan dan tak peduli dengan persoalan rakyat. Di tengah
penderitaan yang membelit rakyat banyak, konsentrasi parpol malah (lagi-lagi)
hanya pada kursi kekuasaan. Padahal kemiskinan dan keterbelakangan negeri ini
kian memprihatinkan. Sebagai catatan, saat ini, utang Indonesia sudah mencapai
Rp 1.900 Triliun. Pemerintah pun didesak agar tidak lagi mengandalkan dana dari
utang luar negeri sebagai salah satu sumber untuk membiayai pembangunan di dalam
negeri. Semakin besar negeri ini mengandalkan utang, makin besar pula
kemungkinan bahaya yang bisa menghancurkan perekonomian negeri ini. Persoalan
utang itu seharusnya lebih pas menjadi "debat panas" para politisi dan parpol,
di DPR dan pemerintah, bukan soal kandidat capres.
Melihat ambruknya perekonomian Amerika Serikat dan Inggris akibat utang,
seharusnya pemerintah, parpol dan DPR serius menanggapi hal ini. Jumlah utang
luar negeri Indonesia sampai kwartal I 2011 mencapai 214,5 miliar dolar AS,
meningkat 10 miliar dolar AS dibanding posisi akhir 2010 (republika.co.id,
5/8/2011).
Sementara itu, negeri ini terus menerus menjadi importir sembako. Untuk beras,
setiap tahun Indonesia mengimpornya dari Thailand dan Vietnam. Jumlahnya terus
meningkat setiap tahun hingga mencapai 282,92% selama Januari hingga Juni 2011
dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Indonesia juga mengimpor daging ayam dari Malaysia. Pada semester I tahun 2011
ini, jumlahnya mencapai 9 ton dengan nilai US$ 29,24 ribu. Indonesia juga
mengimpor teh sebanyak 6,54 ribu ton dengan nilai US$ 11 juta selama 6 bulan
pada tahun ini.
Meski memiliki pantai sangat panjang mencapai jutaan kilometer, ironisnya negeri
ini justru mengimpor garam. Garam diimpor negeri ini terbesar dari Australia,
selain dari India, Singapura, Selandia Baru dan Jerman. Total impor garam sampai
Juni 2011 mencapai 1,8 juta ton dengan nilai US$ 95,42 juta (detikfinance.com,
7/8).
Yang memalukan, bangsa ini juga mengimpor singkong. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik, Indonesia mengimpor ubi kayu dengan total 4,73 ton dengan nilai US$
21,9 ribu dari Januari hingga Juni 2011. Negara Italia merupakan negara dengan
nilai terbesar yaitu US$ 20,64 ribu dengan berat 1,78 ton. Sedangkan Cina
merupakan negara penyuplai ubi kayu impor terbesar yaitu 2,96 ton dengan nilai
US$ 1.273.
Rakyat juga bertubi-tubi dihantam dengan melejitnya harga barang kebutuhan hidup
sebelum ataupun selama bulan Ramadhan. Mendekati lebaran, biasanya harga barang
akan kembali meroket. Belum lagi setiap menjelang lebaran rakyat juga terus
kesulitan mendapatkan transportasi yang terjangkau dan layak. Setiap tahun kita
akan disuguhi dan dipaksa membeli tiket dengan harga selangit akibat tuslah,
padahal kualitas pelayanannya tidak pernah membaik. Apalagi untuk penumpang
kelas ekonomi mereka diperlakukan nyaris bukan seperti manusia.
Ini adalah gambaran betapa bangsa ini terus terpuruk, tidak mandiri dan
mengandalkan bangsa lain. Ironinya, para penguasa, parpol dan politisi seperti
tak peduli dengan kondisi ini. Para penguasa dan parpol biasanya baru mendekati
rakyat menjelang pemilu dan pilkada. Dengan bujuk rayu, janji-janji manis dan
sedikit uang, sembako dan kaos mereka membujuk rakyat untuk memilih mereka atau
wakil-wakil mereka. Inilah siklus lima tahunan yang tidak akan pernah berubah di
alam demokrasi di negeri ini.
Perubahan Total
Walau berulangkali dibuat kecele dengan hasil pemilu — baik pemilu legislatif
maupun presiden –, juga dalam pilkada, rakyat masih tetap percaya bahwa
pergantian kepemimpinan adalah solusi bagi masalah bangsa. Mereka masih termakan
pola lama; bila pemimpinnya baik maka nasib rakyatnya akan baik, bila
pemimpinnya buruk maka nasib rakyatnya akan buruk.
Padahal jika direnungkan, meski sudah berulangkali berganti kepemimpinan, sejak
masa orde lama hingga orde reformasi, kondisi negeri ini justru kian memburuk.
Inilah bukti persoalan bangsa ini bukan hanya pada suksesi kepemimpinan.
Siapapun yang akan menjabat tampuk kekuasaan akan tetap menjalankan pola
pemerintahan yang sama; demokrasi di atas landasan sekulerisme. Hasilnya? Tetap
sengsara.
Meski di orde reformasi kehadiran parpol Islam dan sejumlah kecil syariat Islam
dilaksanakan, tapi tak sebanding dengan kemunkaran yang terjadi. Perzinahan kian
merebak, kejahatan meningkat dan penyelewengan kekuasaan serta korupsi menggila.
Rakyat cukup dipuaskan dengan amalan zikir dan shalawat berjamaah, tarawih
bersama pejabat, dsb. Sementara semangat untuk melaksanakan syariat Islam tetap
dikerdilkan bahkan mengalami stigmatisasi. Dicap radikal bahkan dituduh menjadi
inspirasi gerakan terorisme.
Tidak usah heran pula bila melihat rakyat dan pejabat negeri ini bisa bermuka
dua. Di satu kesempatan hadir di majlis taklim bersama alim ulama dan habaib,
tapi di saat lain hadir di panggung hiburan bersama biduanita yang sensual, atau
terlibat suap menyuap. Bahkan mereka juga ikut-ikutan membebek agenda Barat
untuk memerangi perjuangan penerapan syariat Islam. Al-Quran menggambarkan sifat
dan sikap seperti itu sebagai milik orang-orang munafik yang diancam ditempatkan
di keraknya neraka.
Allah SWT. juga telah mengingatkan kita agar tidak mengangkat orang-orang yang
lebih condong pada kekufuran dan kezaliman sebagai pemimpin, karena mereka hanya
akan mengantarkan umat ini pada kesengsaraan yang lebih dalam lagi.
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ
ءَامَنُوا
لَا
تَتَّخِذُوا
ءَابَاءَكُم\
618;
وَإِخْوَانَ\
603;ُمْ
أَوْلِيَاءَ
إِنِ
اسْتَحَبُّو\
575; الْكُفْرَ
عَلَى
الْإِيمَانِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan
saudara-saudaramu sebagai pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan
kekafiran atas keimanan (QS. at-Taubah [9]: 23).
Para pemimpin seperti itu hanya akan memikirkan kepentingan diri mereka sendiri.
Bagaimana mereka bisa peduli pada rakyat, kalau Allah SWT. yang telah
menciptakan dan memberikan rizki pada mereka saja sudah diabaikan?
Wahai kaum muslimin
Persoalan sesungguhnya umat hari ini adalah tidak diterapkannya hukum Allah.
Bukankah Allah telah menurunkan al-Quran yang menjelaskan jawaban atas segala
persoalan umat manusia? Bukankah ayat-ayat al-Quran itu yang banyak dibaca di
bulan nan agung ini? Lalu kenapa hukum-hukum yang al-Quran yakni hukum-hukum
Allah terus saja diabaikan? Maka saatnya kita sudahi semua itu dengan segera
berjuang penuh kesungguhan untuk menerapkan Syariah Islam dalam bingkai
al-Khilafah `ala minhaj an-nubuwwah. Jika tidak bagaimana nanti kita menjawab
pertanyaan Allah berikut ini?
أَفَحُكْمَ
الْجَاهِلِي\
617;َةِ
يَبْغُونَ
وَمَنْ
أَحْسَنُ
مِنَ اللَّهِ
حُكْمًا
لِقَوْمٍ
يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50)
WalLâh a'am bi ash-shawâb.[]
Komentar al-Islam
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei nasional soal kepercayaan
masyarakat yang menurun terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini
tidak dilihat oleh DPR sebagai alasan pembubaran KPK. (Republika, 9/8)
1. Wajar KPK sulit memberantas korupsi. Selama masih menggunakan sistem politik
demokrasi, korupsi akan terus terjadi. Sebab akar masalahnya adalah sistem
politik demokrasi itu sendiri.
2. Terapkan sistem Islam niscaya korupsi akan terbasmi.
No comments:
Post a Comment