Friday, May 21, 2021

TAK KENAL LELAH MENCARI "NUSHRAH "

 TAK KENAL LELAH MENCARI “NUSHRAH


*TAK KENAL LELAH MENCARI “NUSHRAH”*


Oleh: KH Hafidz Abdurrahman


Setelah Rasulullah saw. mengalami ujian yang luar biasa beratnya di Thaif, sebagaimana yang disampaikan Nabi kepada ‘Aisyah, ketika dakwahnya mendapatkan kemenangan, dan telah memiliki negara. 


Tanya ‘Aisyah, “Apakah ada suatu yang lebih berat bagimu, ya Rasulullah, melebihi peristiwa Perang Uhud?” Nabi saw. pun menjawab, “Aku benar-benar telah mendapatkan dari kaummu, apa yang telah aku alami. Itu lebih berat, ketimbang apa yang pernah aku alami.. Ketika aku menawarkan diriku kepada putra Abdi Yalil bin ‘Abdi Kulal, salah seorang pemuka Thaif, namun tidak mau memenuhi apa yang aku inginkan. Aku pun pergi meninggalkannya dengan raut wajah penuh kesedihan. Aku pun merasakan kesedihan hingga sampai di Qarn at-Ta’alib [Qarnu al-Manazil].” [Lihat, Ibn Hajar, Fath al-Bari, Juz VI/312-315]


Setelah mendapatkan bisyarah dari langit, saat di Wadi Nakhlah, ketika Allah mengirim Malaikat Jibril dan Malaikat penunggu gunung untuk membalas perlakuan Bani Tsaqif di Thaif, dan jin-jin yang berdatangan mendengarkan bacaan Nabi saw. saat di lembah itu, Nabi saw. akhirnya kembali ke Makkah dengan perlindungan dari Muth’im bin ‘Adi. Peristiwa Thaif tidak menyurutkan nyali Nabi saw. untuk terus berusaha mencari dukungan [nushrah] dari suku dan kabilah lain. 


Imam az-Zuhri, menuturkan, bahwa kabilah dan suku yang pernah didatangi oleh Rasulullah saw. untuk didakwahi, diajak memeluk Islam dan memberikan “nushrah” untuk menolong dakwahnya adalah Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah, Bani Muharib bin Khashfah, Bani Fazarah, Bani Ghassan, Bani Murrah, Bani Hanifah, Bani Sulaim, Bani ‘Abas, Bani Nashr, Bani Buka’, Bani Kindah, Bani Kalb, Bani al-Harits bin Ka’ab, Bani ‘Udzrah, Bani Hadharimah, namun tak seorang pun dari mereka yang bersedia memenuhi seruannya [Lihat, Syaikh ‘Abdullah an-Najadi, Mukhtashar Sirah ar-Rasul, hal. 149]. 


Hanya saja, kabilah dan suku yang disebutkan oleh az-Zuhri ini tidak semuanya didatangi oleh Nabi saw. pada satu tahun yang sama. Juga tidak pada satu musim haji yang sama, melainkan sudah didatangi sejak tahun 4 kenabian, hingga akhir musim haji, sebelum hijrah ke Madinah. Memang, ada kabilah-kabilah tersebut yang bisa dipastikan telah didatangi oleh Nabi saw. pada tahun 10 kenabian, sebagaimana yang disebutkan oleh al-‘Allamah al-Manshur Fauri [Lihat, Rahmatu li al-‘Alamin, Juz I/74; an-Najib Abadi, Tarikh Islam, Juz I/125].


Mengenai respon berbagai suku dan kabilah yang pernah didatangi oleh Nabi saw. itu telah diuraikan oleh Ibn Ishaq, secara singkat, sebagai berikut: 


1- Bani Kalb, misalnya, telah didatangi Nabi saw. Salah satu suku yang didatangi adalah Bani ‘Abdullah. Mereka diajak Nabi saw. agar mengimani Allah, dan baginda saw. menawarkan dirinya kepada mereka. Sampai Nabi saw. harus menyampaikan kepada mereka, “Wahai Bani ‘Abdullah, sesungguhnya Allah SWT telah memilih nama terbaik untuk orang tua kalian. Namun, mereka tetap tidak menerima apa yang baginda saw. sampaikan kepada mereka.”


2- Bani Hanifah telah didatangi oleh Nabi saw. di rumah-rumah mereka. Mereka telah diajak oleh Nabi saw. untuk mengimani Allah, Nabi saw. juga menawarkan dirinya kepada mereka, tetapi mereka tidak memenuhi seruannya. Bahkan, tak ada satu pun bangsa Arab yang lebih buruk penolakannya kepada Nabi saw. melebihi penolakan mereka. 


3- Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah juga telah didatangi oleh Nabi saw. Mereka telah diajak oleh Nabi saw. untuk mengimani Allah, Nabi saw. juga menawarkan dirinya kepada mereka. Buhairah bin Firas, salah seorang tokoh  mereka, menyatakan kepada Nabi saw, “Demi Allah, kalau sampai aku mengambil pemuda Quraisy ini, maka dengannya, aku akan menguasai bangsa Arab.” Lalu, dia bertanya, “Bagaimana menurutmu, jika kami membai’at kamu dalam urusanmu, kemudian Allah memenangkan kamu terhadap siapa saja yang menentangmu, apakah kami berhak untuk mendapatkan urusan ini setelahmu?” Nabi saw. menjawab, “Urusan ini urusan Allah. Dia akan memberikannya kepada siapa saja yang Dia kehendaki."


Buhairah kemudian menimpalinya, "Bagaimana nalarnya, kami menyerahkan leher kami untuk disembelih bangsa Arab dalam rangka membelamu, lalu ketika Allah memenangkan kamu, kemudian urusan ini tidak menjadi milik kami? Kalau begitu, kami tidak membutuhkan urusanmu.” Mereka pun menolaknya, dan mengusir baginda saw.  


4- Bani Kindah, didatangi oleh Nabi saw. di rumah-rumah mereka. Di antara mereka ada pemuka suku, yang bernama Malih. Mereka diajak oleh Nabi saw. untuk mengimani Allah, Nabi saw. juga menawarkan dirinya kepada mereka. Namun, sayang mereka tidak mau menerima ajakan Nabi saw. Dalam riwayat lain, Nabi bertanya, “Dari manakah kaum itu?” Mereka menjawab, “Dari penduduk Yaman.” Nabi saw. bertanya, “Yaman mana?” Mereka menjawab, “Dari Kindah.” Nabi saw. bertanya lagi, “Dari Kindah yang mana?” Mereka menjawab, “Dari Bani ‘Amir bin Mu’awiyah.” Nabi saw. bertanya, “Apakah kalian memiliki sesuatu [untuk mewujudkan] kebaikan?” Mereka bertanya, “Apa itu?” Nabi saw. menjawab, “Kalian bersaksi, bahwa tidak ada Dzat yang berhak disembah, kecuali Allah. Mendirikan shalat, dan mengimani apa yang dibawa dari Allah SWT.” 


Ada juga para syaikh kaumnya, yang bertanya kepada Nabi saw, “Jika kamu menang, apakah Engkau akan menjadikan kekuasaan itu menjadi milik kami?” Nabi saw. menjawab, “Sesungguhnya kekuasaan itu milik Allah, Dia akan berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki.” Mereka mengatakan, “Kalau begitu, kami tidak membutuhkan apa yang Engkau bawa kepada kami.” 


Nabi saw. juga mendatangi Bani Hamdan, saat musim haji, ketika mereka di Arafah, tempat wukuf. Nabi saw. sampaikan kepada mereka, “Apakah ada di antara kalian yang bisa membawaku kepada kaumnya? Karena kaum Quraisy telah menghalangiku untuk menyampaikan firman Tuhanku ‘Azza wa Jalla.” Maka, seseorang dari Bani Hamdan mendatangi baginda saw. Baginda saw. bertanya, “Dari manakah kamu?” Orang itu menjawab, “Dari Hamdan.” Nabi saw. bertanya, “Apakah kaummu mempunyai kekuatan [untuk melindungi dakwah]?” Dia menjawab, “Tentu.” Tapi, orang ini khawatir, baginda saw. akan disepelekan oleh kaumnya. Nabi saw. pun bersabda kepadanya, “Aku akan mendatangi mereka tahun depan. Aku akan mendatangimu tahun depan.” Dia menjawab, “Baik.” 


Dia pun meninggalkan Nabi saw. Pada bulan Rajab, delegasi kaum Anshar pun tiba. Ini telah diriwayatkan oleh empat pemilik kitab Sunan, dari berbagai jalur. At-Tirmidzi berkomentar, “Hadits ini statusnya hasan shahih.” [Lihat, Ibn Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz I/430]


Pendek kata, nushrah yang diharapkan oleh Nabi saw. saat itu belum kunjung tiba. Justru sebaliknya, apa yang dialami oleh Nabi saw. menggambarkan sebaliknya. Tetapi, Nabi saw. tidak pernah putus asa. Bahkan, ketika Nabi saw. mendatangi suku dan kabilah yang datang haji, di Arafah, saat mereka wukuf, selalu dikuntit oleh Abu Lahab. Apa yang disampaikan oleh Nabi kepada mereka selalu dimentahkan dan diserang balik. 


Semua peristiwa itu disaksikan oleh ‘Ali dan Abu Bakar yang menemani Nabi saw. saat mengontak mereka di Afarah. Begitulah perjuangan Nabi saw. dalam mendapatkan nushrah, penuh berliku, tidak mudah, dan melelahkan.


#PerjuanganMenujuKebangkitan

Sunday, May 16, 2021

HARUS SUDAH PERNAH IKUT BERPERANG DULU, BARU BOLEH BICARA PERANG?

 *HARUS SUDAH PERNAH IKUT BERPERANG DULU, BARU BOLEH BICARA PERANG?*


Oleh Zain bin Nursal al-Abidin


*"Perang tidak semudah itu saudaraku. Janganlah menyindir atau mencela saudi & turki karena tidak perang menyerang. Banyak pertimbangan dalam memutuskan perang. Menyerang kemudian diserang balik, anak-anak dan wanita menjadi korban bahkan tidak bisa haji dan umrah lagi. Mungkin lebih baik, mencontohkan dulu pergi berperang, baru ngomong perang. Yang mencela pun banyak pertimbangan tidak pergi perang membantu kesana kan? Saudi & turki serta negara lainnya sudah berusaha membantu"*.


Bagi saya, pernyataan diatas adalah salah satu pernyataan paling menyedihkan yang dilontarkan oleh seorang muslim, yang akunnya memiliki banyak follower, terhadap penderitaan saudara-saudara muslimnya di Palestina sana.


Ada beberapa hal yang harus diketahui oleh si pemilik akun:


*Pertama*, 

Penjajahan yang dilakukan oleh israel terhadap bumi Palestina adalah penjajahan bersenjata yang merupakan perpanjangan kepentingan dari kapitalisme global. Lalu bagaimana cara mengusir para penjajah yang memasuki rumah, merampok, menyiksa, memperkosa, dan membunuh anak-anak penghuni rumah jika bukan dengan cara membalas mereka dengan serangan bersenjata juga?


Apakah cukup dengan cara membujuk dan berdoa saja? Apakah cukup dengan cara mengirim selimut, makanan dan obat-obatan, sementara para penghuni rumah kita biarkan tetap berada dalam dekapan para penjajah dengan pisau yang dikalungkam dilehernya?

Atau apakah cukup dengan cara shalat saja sambil asyik memanjangkan jenggot?

Tentu tidak.


Ada hubungan kausalitas dalam setiap ikhtiar. Meraih apa yang diinginkan dengan usaha yang paling berpotensi untuk mendapatkan hasil, dan tetap dalam koridor yang diatur oleh hukum syara'.


Dalam hal ini, untuk mengusir penjajah Israel haruslah dilakukan dengan mengirimkan tentara pembebasan dari kaum muslimin juga.


*Kedua*,

Perang memang tidak mudah, akan selalu menimbulkan korban dan kerugian, termasuk ancaman keamanan jika musuh menyerang balik. Lalu didalam sejarahnya, perang yang bagaimana yang tidak memiliki peluang untuk diserang kembali oleh musuh?


Ketika para Khalifah mengirim balatentaranya untuk memerangi romawi, apakah tidak ada kemungkinan bahwa musuh akan menyerang balik?

Tentu saja ada.


Lalu apakah ini menjadi alasan bagi mereka untuk menolak kewajiban jihad, apalagi demi alasan melindungi keberlangsungan ibadah haji?

Jelas tidak.


Faktanya, selama ini Arab Saudi juga sudah terlibat perang di Yaman. Jika benar segala pertimbangan diatas menjadi alasan untuk tidak mengerahkan tentaranya ke Palestina, seharusnya sejak awal mereka juga tidak perlu mengarahkan tentaranya ke Yaman!!


*Ketiga*,

Memang benar bahwa pemerintah negeri-negeri kaum muslimin yang berada disekitar bumi Palestina telah mengirimkan bantuan makanan, obat-obatan, selimut, uang, dan mungkin juga (jika rumor ini benar)   persenjataan. Lalu apakah dengan itu semua bisa menggugurkan kewajibannya untuk mengirimkan bantuan tentara pembebasan?

Jelas tidak!!


Hal ini sama saja dengan memberi pasokan bantuan pada penghuni rumah agar tetap bertahan hidup selama mungkin sambil membiarkan para perampok leluasa menyiksa dan mencincang tubuh anak-anak mereka.


*Keempat*,

Kenapa seruan untuk mengirimkan tentara pembebasan ini ditujukan kepada para penguasa negeri-negeri kaum muslimin?

Karena itulah gunanya tentara dan segala persenjataan canggih yang mereka miliki, yaitu untuk melindungi nyawa, darah, harta, dan kehormatan saudaranya sesama muslim. Bukan dipergunakan untuk menakut-nakuti rakyat atau demi melanggengkan kekuasaannya.


Selain itu, yang paling memiliki potensi besar untuk memperoleh kemenangan tentulah para tentara yang sudah terlatih, bukan sipil yang dipersenjatai. Apalagi jika hanya menggunakan pedang atau tombak.


Mengirimkan pasukan perang bukanlah levelnya individu atau ormas, tapi negara. Walaupun mungkin ada individu atau kelompok yang sanggup untuk berjihad kesana tapi itu tetap tidak akan setara dengan kemampuan mobilisasi pasukan yang dilakukan oleh negara.


*Kelima*,

Mengapa negara-negara disekitar Palestina, terutama Saudi dan Turki yang sering menjadi sorotan umat Islam diseluruh dunia?


Ayolah, kita bisa sama-sama membuka mata lebar-lebar. Jika pesawat tempur canggih dan tentara terlatihnya sanggup mereka kirim ke Yaman, lalu mengapa tidak diarahkan ke israel?

Apa karena rudal israel tidak diarahkan ke arab saudi sebagaimana rudal milik Houthi?


Dibalik pidato berapi-api Erdogan yang berisi kecaman dan ancaman terhadap israel, ternyata pemerintahannya tetap menjalin hubungan mesra diplomatik dan kerjasama dagang yang sangat menguntungkan dengan negara penjajah tersebut.


Umat pun paham, kalimat "kami akan kirimkan pasukan JIKA ISRAEL TETAP MENERUSKAN SERANGAN...." bukanlah sebuah tanda keseriusan. Bukankah apa yang selama ini terjadi disana sudah cukup menjadi alasan tanpa harus berdalih dengan berbagai macam retorika?


*Keenam*,

Ucapan "mencontohkan dulu pergi berperang baru ngomong perang", bagi saya adalah pernyataan paling lucu.


Seorang muslim haruslah menjadikan Islam sebagai landasan salah-benar sekaligus sebagai solusi dari setiap permasalahan.

Dalam hal ini, sunnahnya Rasulullah ketika ada muslim yang negerinya diperangi adalah dengan balas memerangi untuk mengusir para penjajah. Jika ternyata kewajiban tersebut belum ditunaikan oleh negara, maka umat wajib untuk menyampaikan hal tersebut kepada penguasa sebagai bagian dari amar ma'ruf nahi munkar walaupun dirinya sendiri belum pernah ikut ke medan peperangan.


Jika pemilik TS beranggapan bahwa seorang muslim harus sudah pernah mencontohkan ikut berperang dulu baru boleh memberikan solusi jihad, dengan logika yang sama saya balik bertanya: 


"Jika saya menyerukan penerapan hukum qisash sebagai solusi atas meningkatnya kasus kriminal, apakah itu artinya saya harus sudah pernah bunuh orang dulu baru boleh bicara qisash?"[]

Friday, May 14, 2021

MUNDUR KE BELAKANG MANA YANG ANDA MAKSUDKAN???

 MUNDUR KE BELAKANG MANA YANG ANDA MAKSUDKAN???


Suatu ketika, seseorang bertanya kepada Dr. Muhammad Imarah dengan pertanyaan yang sedikit mengejek dan mengolok: 


"Saya dengar, Anda ingin sekali syariat Islam ini diterapkan, apakah Anda ingin membawa kami mundur ke belakang?"


Mendapatkan pertanyaan bernada merendahkan itu, beliau pun menjawab dengan balik bertanya:


"Ke belakang yang mana maksud Anda?

Apakah belakang yang anda maksud adalah 100 tahun yang lalu, saat Islam menguasai separuh dunia selama 500 tahun?


" Atau maksud anda lebih jauh lagi ke belakang saat dimana Dinasti Mamalik (Mamluk) menyelamatkan dunia dari ganasnya serbuan Mongol dan Tartar?" 


"Atau lebih jauh lagi ke belakang saat Dinasti Abbasiyyah menguasai separuh dunia?" 


"Atau ke belakang sebelumnya, di masa Dinasti Umayyah, atau sebelumnya lagi saat Umar bin Khatab menguasai banyak kawasan di dunia ini?" 


"Atau di masa Khalifah Harun Ar-Rasyid, saat beliau mengirim surat ke penguasa Imperium Romawi kala itu, Naqfur, beliau menulis:

"Dari Harun Ar-Rasyid Amirul mukminin, kepada Naqfur guguk Romawi (كلب الروم)"


"Atau ke belakang saat Abdurrahman ad-Dakhil bersama pasukannya berhasil menaklukkan Italia dan Prancis? Itu jika dalam bidang politik" .


"Atau maksudmu ke belakang adalah dalam bidang keilmuan, ketika ulama Arab seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Alkhawarizmi, Ibnu Jabir, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun dll, mengajarkan dunia Arab dan dunia barat tentang ilmu kedokteran, farmasi, arsitektur, falak dan sastra?"


" Atau ke belakang maksudmu dalam hal kehormatan? Ketika seorang Yahudi kafir mengerjai seorang muslimah hingga terlepas baju abayanya sampai ia berteriak histeris, maka Khalifah Al Mu'tashim mengirim pasukan untuk membalas apa yang dia lakukan dan mengusir orang Yahudi dari negaranya. Sementara hari ini, para muslimah diperkosa sedangkan pemimpin negeri muslim hanya diam tak bisa berbuat apa-apa?"


"Atau ke belakang maksudmu saat kaum muslimin membangun universitas pertama di Spanyol yang menggemparkan Eropa kala itu, sehingga sejak itu, pakaian jubah longgar besar dari Arab itu menjadi pakaian wisuda hampir semua universitas dunia? Dan dibagian atasnya ada topi yang datar dimana dahulu dijadikan tempat meletakkan Al Qur'an saat acara wisuda?"


"Atau maksudmu ke belakang, saat Kairo menjadi kota paling indah di dunia?" 


"Atau ketika 1 Dinar Iraq setara dengan 483 dolar?" 


"Atau maksudmu ke belakang, saat orang-orang melarikan diri dari Eropa yang dilanda kemiskinan dan pergi menyelamatkan diri menuju Aleksandria (Mesir), atau ketika Amerika meminta bantuan Mesir untuk menyelamatkan Eropa dari kelaparan?" 


"Tolong beritahukan padaku, mundur ke belakang mana yang kamu maksudkan??"


Dan si penanya hanya bisa diam, membisu tak tahu apa yang mau diucapkan.


Alih bahasa: Ahmad Budiman, Lc

KRONOLOGI SEJARAH PALESTINA

 *KRONOLOGI SEJARAH PALESTINA*


(tulisan ini pernah dimuat di Majalah Suara Hidayatullah, tahun 1996 – maaf belum diupdate)


oleh Fahmi Amhar


*Palestina Tanah Yang (Pernah) Dijanjikan*


*2000 SM – 1500 SM*: Ibrahim as. melahirkan Ismail as. (Bapak bangsa Arab) dan Ishak as. Ishak melahirkan Ya’kub as. alias Israel. Ya’kub punya anak Yusuf as, yang ketika kecil dibuang oleh saudaranya, namun belakangan menjadi bendahara kerajaan Mesir. Ketika dilanda paceklik, Ya’kub as. sekeluarga atas undangan Yusuf berimigrasi ke Mesir. Populasi anak keturunan Israel (bani Israel atau bangsa Israel) membesar.


*1550 SM – 1200 SM*: Politik di Mesir berubah. Bani Israel dianggap problem, dan akhirnya oleh Fir’aun statusnya diubah menjadi budak.


*1200 SM – 1100 SM*: Musa as. memimpin bangsa Israel meninggalkan Mesir, mengembara di padang Sinai menuju tanah yang dijanjikan, bila mereka taat kepada Allah. Namun saat mereka diperintah memasuki Filistin (Palestina), mereka membandel dan mengatakan:


“Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi ada orang-orang yang gagah perkasa di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. (QS. 5:24)


Akibatnya mereka dikutuk dan hanya berputar-putar saja di sekitar Palestina. Belakangan agama Musa as disebut “Yahudi” – menurut nama salah satu marga Israel yang paling banyak berketurunan, yakni Yehuda, dan bani Israel -tanpa memandang warga negara atau tanah air- disebut juga orang-orang Yahudi.


*1000 SM – 922 SM*: Daud as. mengalahkan Goliath dari Filistin. Palestina berhasil direbut. Daud dijadikan raja. Wilayah kerajaannya membentang dari tepi Nil hingga Efrat di Iraq. Sekarang ini Yahudi tetap memimpikan kembali kebesaran Israel raya Raja Daud. Bendera Israel adalah dua garis biru (Nil dan Efrat) dan bintang Daud. Daud diteruskan Sulaiman as. Masjidil Aqsha dibangun.


*922 SM – 800 SM*: Sepeninggal Sulaiman Israel dilanda perang saudara yang berlarut, hingga kerajaan tersebut terbelah dua: utara bernama Israel beribukota Samaria dan selatan bernama Yehuda beribukota Yerusalem.


*800 SM – 600 SM*: Karena kerajaan Israel sudah terlalu durhaka kepada Allah swt. maka kerajaan itu dihancurkan lewat tangan kerajaan Asyiria.


Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israel, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diingini hawa nafsu mereka, maka sebagian rasul-rasul itu mereka dustakan atau mereka bunuh. (QS. 5:70)


Hal ini juga bisa dibaca di Bible: Kitab Raja-raja ke-I 14:15, dan Kitab Raja-raja ke-II 17:18.


*600 SM – 500 SM*: Kerajaan Yehuda dihancurkan lewat tangan Nebukadnezar dari Babylonia. Dalam Bible Kitab Raja-raja ke-II 23:27 dinyatakan bahwa mereka tidak mempunyai hak lagi atas Yerusalem. Mereka diusir dari Yerusalem dan dipenjara di Babylonia.


*500 SM – 400 SM*: Cyrus Persia meruntuhkan Babylonia dan mengijinkan bani Israel kembali ke Yerusalem.


*330 SM – 322 SM*: Israel diduduki Alexander Agung dari Macedonia (Yunani). Ia melakukan Hellenisasi terhadap bangsa-bangsa taklukannya. Bahasa Yunani menjadi bahasa resmi Israel, sehingga nantinya Injil pun ditulis dalam bahasa Yunani, dan bukan dalam bahasa Ibrani.


*300 SM – 190 SM*: Yunani dikalahkan Romawi. Maka Palestina pun dikuasai imperium Romawi.


*1 – 100*: Nabi Isa as. (Yesus) lahir, kemudian menjadi pemimpin gerakan melawan penguasa Romawi. Namun selain dianggap subversi oleh penguasa Romawi (dengan ancaman hukuman tertinggi yaitu disalib), ajaran Yesus sendiri ditolak oleh para rabi Yahudi. Namun setelah Isa tiada, bangsa Yahudi memberontak terhadap Romawi.


*Palestina area bebas Yahudi*


*100 – 300*: Pemberontakan berulang. Akibatnya Palestina dihancurkan dan dijadikan area bebas Yahudi. Mereka dideportasi keluar Palestina dan terdiaspora ke segala penjuru imperium Romawi. Namun demikian tetap ada sejumlah kecil pemeluk Yahudi yang tetap bertahan di Palestina. Dengan masuknya Islam serta dipakainya bahasa Arab di kehidupan sehari-hari, mereka lambat laun terarabisasi atau bahkan masuk Islam.


*313*: Pusat kerajaan Romawi dipindah ke Konstantinopel dan agama Kristen dijadikan agama negara.


*500 – 600*: Bangsa Yahudi merembes ke semenanjung Arabia (di antaranya di Khaibar dan sekitar Madinah), kemudian berimigrasi dalam jumlah besar ke daerah tersebut ketika terjadi perang antara Romawi dan Persia.


*619*: Nabi Muhammad saw melakukan perjalanan ruhani: Isra’ dari masjidil Haram ke masjidil Aqsha dan Mi’raj ke langit. Rasulullah menetapkan Yerusalem sebagai kota suci-3 ummat Islam, sholat di masjidil Aqsha dinilai 500 kali dibanding sholat di masjid yang lain selain masjidil Haram dan masjid Nabawi. Masjidil Aqsha juga menjadi kiblat ummat Islam sebelum dipindah ke ka’bah.


*622*: Hijrah nabi ke Madinah dan pendirian negara Islam (yang seterusnya disebut khilafah). Nabi mengadakan perjanjian dengan penduduk Yahudi di Madinah dan sekitarnya, yang dikenal dengan “Piagam Madinah”.


*626*: Pengkhianatan Yahudi dalam perang Ahzab (atau perang parit) dan berarti melanggar Piagam Madinah. Sesuai dengan aturan di Kitab Taurat mereka sendiri, mereka dibunuh atau diusir.


*Palestina di bawah Daulah Islam*


*638*: Di bawah Umar bin Khattab, seluruh Palestina dimerdekakan dari penjajah Romawi. Seterusnya seluruh penduduk Palestina, muslim maupun non muslim, hidup aman di bawah khilafah. Kebebasan beragama dijamin.


*700 – 1000*: Wilayah Islam meluas dari Asia Tengah, Afrika hingga Spanyol. Di dalamnya, bangsa Yahudi mendapat peluang ekonomi dan intelektual yang sama. Ada beberapa ilmuwan yang terkenal di dunia Islam yang sesungguhnya adalah orang Yahudi.


*1076*: Yerusalem dikepung tentara salib dari Eropa. Karena pengkhianatan kaum munafik (sekte Drusiah yang mengaku Islam tapi ajarannya sesat), pada 1099 tentara salib berhasil menguasai Yerusalem dan mengangkat seorang raja Kristen. Penjajahan ini berlangsung hingga 1187, sampai Salahuddin al Ayubi membebaskannya, setelah ummat Islam yang terlena sufisme yang sesat bisa dibangkitkan kembali.


Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. …(QS. 13:11)


*1453*: Setelah melalui proses reunifikasi dan revivitalisasi wilayah-wilayah khilafah yang tercerai berai setelah hancurnya Bagdad oleh tentara Mongol (1258), khilafah Utsmaniyah di bawah Muhammad Fatih menaklukkan Kontantinopel, dan mewujudkan nubuwwah Rasulullah. 700 tahun lebih kaum muslimin berlomba untuk menjadi mereka yang diramalkan Rasul dalam hadits berikut:


Hari kiamat tak akan tiba sebelum tanah Romawi di dekat al-A’maq atau Dabiq ditaklukkan. Sepasukan tentara terbaik di dunia akan datang … Maka mereka bertempur. Sepertiga dari mereka akan lari, dan Allah tak akan memaafkannya. Sepertiga lagi ditakdirkan gugur sebagai syuhada. Dan sepertiga lagi akan menang dan menjadi penakluk Konstantinopel. (HR Muslim, no. 6924)


*1492*: Andalusia sepenuhnya jatuh ke tangan Kristen Spanyol (reconquista). Karena cemas suatu saat ummat Islam bisa bangkit lagi, maka terjadi pembunuhan, pengusiran dan pengkristenan massal. Hal ini tak cuma diarahkan pada muslim namun juga pada Yahudi. Mereka lari ke wilayah khilafah Utsmaniyah, di antaranya ke Bosnia. Pada 1992 raja Juan Carlos dari Spanyol secara resmi meminta maaf kepada pemerintah Israel atas holocaust 500 tahun sebelumnya.


*1500-1700*: Kebangkitan pemikiran di Eropa, munculnya sekularisme (pemisahan gereja – negara), nasionalisme dan kapitalisme. Mulainya kemajuan teknologi modern di Eropa. Abad penjelajahan samudera dimulai. Mereka mencari jalur alternatif ke India dan Cina, tanpa melalui daerah-daerah Islam. Tapi berikutnya mereka didorong semangat kolonialisme / imperialisme.


*1529*: Tentara khilafah berusaha menghentikan arus kolonialisme / imperialisme serta membalas reconquista langsung ke jantung Eropa dengan mengepung Wina, namun gagal. Tahun 1683 kepungan ini diulang, dan gagal lagi. Kegagalan ini terutama karena tentara Islam terlalu yakin pada jumlah dan perlengkapannya.


… yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfa’at kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dan bercerai-berai. (QS. 9:25)


*Barat memperalat Yahudi*


*1798*: Napoleon berpendapat bahwa bangsa Yahudi bisa diperalat bagi tujuan-tujuan Perancis di Timur Tengah. Wilayah itu secara resmi masih di bawah khilafah.


*1831*: Untuk mendukung strategi “devide et impera” Perancis mendukung gerakan nasionalisme Arab, yakni Muhammad Ali di Mesir, dan Pasya Basyir di Libanon. Khilafah mulai lemah dirongrong oleh nasionalisme.


*1835*: Sekelompok Yahudi membeli tanah di Palestina, dan lalu mendirikan sekolah Yahudi pertama di sana. Sponsornya adalah milyuner Yahudi Inggris, Sir Moshe Monteveury, anggota Free Masonry. Ini adalah pertama kalinya sekolah berkurikulum asing di wilayah khilafah.


*1838*: Inggris membuka konsulat di Yerusalem yang merupakan perwakilan Eropa pertama di Palestina.


*1849*: Kampanye mendorong imigrasi orang Yahudi ke Palestina. Pada masa itu jumlah Yahudi di Palestina baru sekitar 12000. Pada tahun 1948 jumlahnya sudah 716700, dan pada 1964 sudah hampir 3 juta.


*1882*: Imigrasi besar-besaran orang Yahudi ke Palestina yang berselubung agama, simpati dan kemanusiaan bagi penderitaan Yahudi di Eropa saat itu.


*1891*: Para penduduk Palestina mengirim petisi kepada khalifah, menuntut dilarangnya imigrasi besar-besaran ras Yahudi ke Palestina. Sayang saat itu khilafah sudah “sakit-sakitan” (dijuluki “the sick man at Bosporus”), dekadensi pemikiran meluas, walau Sultan Abdul Hamid sempat membuat terobosan dengan memodernisir infrastruktur, termasuk memasang jalur kereta api dari Damaskus ke Madinah via Palestina !! Sayang, sebelum selesai, Sultan Abdul Hamid dipecat oleh Syaikhul Islam (Hakim Agung) yang telah dipengaruhi Inggris. PD-I meletus, dan jalur kereta tersebut dihancurkan.


*Zionisme*


*1896*: Theodore Herzl merampungkan sebuah doktrin baru Zionisme sebagai gerakan politik untuk mendirikan negara Yahudi Israel. Mereka mendapat inspirasi untuk “bekerjasama” dengan negara-negara besar (Amerika, Inggris, Perancis, Rusia) dalam realisasinya. Sebaliknya negara-negara besar itu berkepentingan dengan sumber alam di wilayah itu, dan memerlukan “agen” untuk melemahkan ummat Islam di sana.


*1897*: Theodore Herzl menggelar kongres Zionis dunia pertama di Basel, Swiss. Peserta Kongress-I Zionis mengeluarkan resolusi, bahwa ummat Yahudi tidaklah sekedar ummat beragama, namun adalah bangsa dengan tekad bulat untuk hidup secara berbangsa dan bernegara. Dalam resolusi itu, kaum zionis menuntut tanah air bagi ummat Yahudi -walaupun secara rahasia- pada “tanah yang bersejarah bagi mereka”. Sebelumnya Inggris hampir menjanjikan tanah protektorat Uganda atau di Amerika Latin! Di kongres itu, Herzl menyebut, zionisme adalah jawaban bagi “diskriminasi dan penindasan” atas ummat Yahudi yang telah berlangsung ratusan tahun. Pergerakan ini mengenal kembali, bahwa nasib ummat Yahudi hanya bisa diselesaikan di tangan ummat Yahudi sendiri. Di depan Kongres Herzl berkata: “Dalam 50 tahun akan ada negara Yahudi !!!” Apa yang direncanakan Herzl menjadi kenyataan pada 1948.


*1916*: Perjanjian rahasia Sykes-Picot oleh sekutu – (Inggris, Perancis, Rusia) dibuat saat meletusnya PD-I, untuk mencengkeram wilayah-wilayah Arab dari khilafah Utsmaniyah dan membagi-bagi di antara mereka. PD-I berakhir dengan kemenangan sekutu. Inggris mendapat kontrol atas Palestina. Di PD-I ini, Yahudi Jerman berkomplot dengan sekutu untuk tujuan mereka sendiri (memiliki pengaruh atau kekuasaan yang lebih besar).


*1917*: Menlu Inggris keturunan Yahudi, Arthur James Balfour, dalam deklarasi Balfour, memberitahu pemimpin Zionis Inggris, Lord Rothschild, bahwa Inggris akan memperkokoh pemukiman Yahudi di Palestina dalam membantu pembentukan tanah air Yahudi. Lima tahun kemudian Liga Bangsa-bangsa (cikal bakal PBB) memberi mandat ke Inggris untuk menguasai Palestina.


*Setelah Hancurnya Khilafah Islam*


*1924*: Mustafa Kemal Ataturk – seorang Turki yang terdidik oleh Free Masonry, menganggap kemunduran khilafah itu karena Islam. Ia merasa jalan keluarnya adalah nasionalisme dan sekularisme seperti yang telah berhasil di Barat. Bersama tentara yang seide, ia merebut kekuasaan dan mengumumkan bahwa khilafah bubar. Dengan itu maka tidak ada lagi ikatan antar ummat Islam sedunia yang akan “take care” bila ada satu bumi Islam jatuh dalam penderitaan. Nasionalisme menggantikan solidaritas Islam (ukhuwah Islamiyah).


*1938*: Nazi Jerman menganggap bahwa pengkhianatan Yahudi Jerman adalah biang keladi kekalahan mereka pada PD-I yang telah menghancurkan ekonomi Jerman. Maka mereka perlu “penyelesaian terakhir” (Endlösung). Ratusan ribu dikirim ke kamp konsentrasi atau lari ke luar negeri (terutama ke USA). Sebenarnya ada etnis lain serta kaum intelektual yang berbeda politik dengan Nazi yang bernasib sama, namun setelah PD-II Yahudi lebih berhasil menjual ceritanya karena menguasai banyak surat kabar atau kantor berita di dunia.


*1944*: Partai buruh Inggris yang sedang berkuasa secara terbuka memaparkan politik “Membiarkan orang-orang Yahudi terus masuk ke Palestina, jika mereka ingin jadi mayoritas. Masuknya mereka akan mendorong keluarnya pribumi Arab dari sana”. Kondisi Palestina memanas.


*1947*: PBB merekomendasikan pemecahan Palestina menjadi dua negara: Arab dan Israel.


*1948 14 Mei*: sehari sebelum habisnya perwalian Inggris di Palestina para pemukim Yahudi memproklamirkan kemerdekaan negara Israel, melakukan agresi bersenjata terhadap rakyat Palestina yang masih lemah, jutaan dari mereka terpaksa mengungsi ke Libanon, Yordania, Syria, Mesir dll. Palestinian Refugees menjadi tema dunia. Namun Israel menolak existensi rakyat Palestina ini, dan menganggap mereka telah memajukan areal yang semula kosong dan terbelakang. Timbullah perang antara Israel dengan negara-negara Arab tetangganya. Namun karena para pemimpin Arab sebenarnya ada di bawah pengaruh Inggris, maka Israel mudah merebut daerah Arab Palestina yang telah ditetapkan PBB.


*Setelah Negara Israel Berdiri*


*1948 2 Desember*: Protes keras Liga Arab atas tindakan USA dan sekutunya berupa dorongan dan fasilitas yang mereka berikan bagi imigrasi zionis ke Palestina. Pada waktu itu, Ikhwanul Muslimin (IM) di bawah Hasan Al-Bana mengirim 10000 mujahidin untuk berjihad melawan Israel. Usaha ini kandas bukan karena mereka dikalahkan Israel, namun karena Raja Farouk yang korup dari Mesir takut bahwa di dalam negeri, IM bisa kudeta. Akibatnya, tokoh-tokoh IM dipenjara atau dihukum mati.


*1952*: Para perwira Mesir di bawah Jamal Abdul Nasser melakukan kudeta terhadap Raja Farouk.


*1953*: Harakah Islam Hizbut Tahrir berdiri di Yerusalem dengan tujuan mengembalikan kehidupan Islam ketengah masyarakat dan membentuk khilafah Islam yang menerapkan sistem Islam dan membebaskan seluruh dunia dari penghambaan kepada selain Allah. Metode yang ditempuh dalam membentuk khilafah adalah dakwah untuk merubah opini masyarakat.


*1956*: Nasser menasionalisasikan terusan Suez. Hal ini membangkitkan harga diri pada bangsa Arab, sehingga tak sedikit yang kemudian “memuja” Nasser.


*1956 29 Oktober*: Israel dibantu Inggris dan Perancis menyerang Sinai untuk menguasai terusan Suez.


*1964*: Para pemimpin Arab membentuk PLO (Palestina Liberation Organitation). Dengan ini secara resmi, nasib Palestina diserahkan ke pundak bangsa Arab-Palestina sendiri, dan tidak lagi urusan ummat Islam. Masalah Palestina direduksi menjadi persoalan nasional.


*1967*: Israel menyerang Mesir, Yordania dan Syiria selama 6 hari dengan dalih pencegahan. Israel berhasil merebut Sinai dan jalur Gaza (Mesir), dataran tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerussalem (Yordania). Israel dengan mudah menghancurkan angkatan udara musuhnya karena informasi dari CIA. Sementara itu angkatan udara Mesir ragu membalas serangan Israel, karena Menhan Mesir ikut terbang dan memerintahkan untuk tidak melakukan tembakan selama dia di udara.


*1967 Nopember*: Dewan keamanan PBB mengeluarkan resolusi nomor 242, untuk perintah penarikan mundur Israel dari wilayah yang direbutnya dalam perang enam hari, pengakuan semua negara di kawasan itu dan penyelesaikan secara adil masalah pengungsi Palestina.


*1969*: Yasser Arafat dari faksi Al-Fatah terpilih sebagai ketua komite eksekutif PLO dengan markas di Yordania.


*1970*: Berbagai pembajakan pesawat sebagai publikasi perjuangan rakyat Palestina membuat PLO dikecam oleh opini dunia, dan Yordania dikucilkan. Karena ekonomi Yordania sangat tergantung dari USA, maka akhirnya Raja Hussein mengusir markas PLO dari Yordania. PLO pindah ke Libanon.


*1973 6 Oktober*: Mesir dan Syiria menyerang pasukan Israel di Sinai dan dataran tinggi Golan pada hari puasa Yahudi Yom Kippur. Pertempuran ini dikenal dengan Perang Oktober. Mesir dan Syria hampir menang, kalau Israel tidak tiba-tiba dibantu USA. Anwar Sadat terpaksa berkompromi, karena dia cuma “siap untuk melawan Israel, namun tidak siap berhadapan dengan USA”. Arab membalas kekalahan itu dengan menutup keran minyak. Akibatnya harga minyak melonjak pesat.


*1973 22 Oktober*: Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi 338, untuk gencatan senjata, pelaksanaan resolusi 242 dan perundingan damai di Timur Tengah.


*Ditipu sejak Camp David*


*1977*: Pertimbangan ekonomi (perang memboroskan kas negara) membuat Presiden Mesir Anwar Sadat pergi ke Israel tanpa berkonsultasi dengan Liga Arab. Ia menawarkan perdamaian, jika Israel mengembalikan seluruh Sinai. Negara-negara Arab merasa dikhianati. Karena politiknya ini, belakangan Sadat dibunuh (1982).


*1978 September*: Mesir dan Israel menandatangani perjanjian Camp David yang diprakarsai USA. Perjanjian itu menjanjikan otonomi terbatas kepada rakyat Palestina di wilayah-wilayah pendudukan. Sadat dan PM Israel Menachem Begin dianugerahi Nobel Perdamaian 1979. Namun Israel tetap menolak perundingan dengan PLO dan PLO menolak otonomi. Belakangan, otonomi versi Camp David ini tidak pernah diwujudkan, demikian juga otonomi versi lainnya. Dan USA sebagai pemrakarsanya juga tidak merasa wajib memberi sanksi, bahkan selalu memveto resolusi PBB yang tak menguntungkan Israel.


Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti keinginan mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. 2:120)


*1979*: Ayatullah Khumaini memaklumkan Revolusi Islam di Iran yang menumbangkan rezim korup pro Barat Syah Reza Pahlevi. Referendum menghasilkan pembentukan Republik Islam, yang salah satu cita-citanya adalah mengembalikan bumi Palestina ke ummat islam dengan menghancurkan Israel. Iran mensponsori gerakan anti Israel “Hizbullah” yang bermarkas di Libanon.


*1980*: Israel secara sepihak menyatakan bahwa mulai musim panas 1980 kota Yerusalem yang didudukinya itu resmi sebagai ibukota.


*1980*: Pecah perang Iraq-Iran selama 8 tahun. Perang ini direkayasa oleh Barat untuk melemahkan gelombang revolusi Islam dari Iran. Negara-negara Arab dipancing fanatisme sunni terhadap Iran yang syiah. Iraq mendapat bantuan senjata yang luar biasa dari Barat.


*1982*: Israel menyerang Libanon dan membantai ratusan pengungsi Palestina di Sabra dan Shatila. Pelanggaran atas batas-batas internasional ini tidak berhasil dibawa ke forum PBB karena veto USA. Belakangan Israel juga dengan enaknya melakukan serangkaian pemboman atas instalasi militer dan sipil di Iraq, Libya dan Tunis.


*Intifadhah*


*1987*: Intifadhah, perlawanan dengan batu oleh orang-orang Palestina yang tinggal di daerah pendudukan terhadap tentara Israel mulai meledak. Intifadhah ini diprakarsai oleh HAMAS, suatu harakah Islam yang memulai aktivitasnya dengan pendidikan dan sosial.


*1988 Desember*: USA membenarkan pembukaan dialog dengan PLO setelah Arafat secara tidak langsung mengakui existensi Israel dengan menuntut realisasi resolusi PBB no. 242 pada waktu memproklamirkan Republik Palestina di pengasingan di Tunis.


*1990 Agustus*: Invasi Iraq ke Kuwait. Arafat menyatakan mendukung Iraq. Terjadi lagi perpecahan antar Arab. Perang ini juga direkayasa Barat untuk melemahkan Iraq, yang setelah perang dengan Iran arsenalnya dinilai terlalu besar dan bisa membahayakan Israel. Dan Barat sekaligus bisa lebih kuat menancapkan pengaruhnya di negera-negara Arab. Pemerintah diktatur di negara-negara Arab ditakut-takuti dengan “Islam fundamentalis”.


*1991 Maret*: Presiden USA George Bush menyatakan berakhirnya perang teluk-II dan membuka kesempatan “tata dunia baru” bagi penyelesaian konflik Arab-Israel.Yasser Arafat menikahi Suha, seorang wanita Kristen. Sebelumnya Arafat selalu mengatakan “menikah dengan revolusi Palestina”.


*1993 September*: PLO-Israel saling mengakui existensi masing-masing dan Israel berjanji memberi hak otonomi kepada PLO di daerah pendudukan. Motto Israel adalah “land for peace” (=tanah untuk perdamaian). Pengakuan itu dikecam keras dari pihak ultra-kanan Israel maupun kelompok di Palestina yang tidak setuju. Namun negara-negara Arab (Saudi Arabia, Mesir, Emirat dan Yordania) menyambut baik perjanjian itu. Mufti Mesir dan Saudi mengeluarkan “fatwa” untuk mendukung perdamaian. Setelah kekuasaan di daerah pendudukan dialihkan ke PLO, maka sesuai perjanjian dengan Israel, PLO harus mengatasi segala aksi-aksi anti Israel. Dengan ini maka sebenarnya PLO dijadikan perpanjangan tangan Yahudi.

Yasser Arafat, Yitzak Rabin dan Shimon Peres mendapat Nobel Perdamaian atas usahanya tersebut.


*1995*: Rabin dibunuh oleh Yigal Amir, seorang Yahudi fanatik. Sebelumnya, di Hebron, seorang Yahudi fanatik membantai puluhan muslim yang sedang sholat shubuh. Hampir tiap orang dewasa di Israel, laki-laki maupun wanita, pernah mendapat latihan dan melakukan wajib militer. Gerakan Palestina yang menuntut kemerdekaan total menteror ke tengah masyarakat Israel dengan bom “bunuh diri”. Dengan ini diharapkan usaha perdamaian yang tidak adil itu gagal. Sebenarnya “land for peace” diartikan Israel sebagai “Israel dapat tanah, dan Arab Palestina tidak diganggu (bisa hidup damai)”.


*1996*: Pemilu di Israel dimenangkan secara tipis oleh Netanyahu dari partai kanan, yang berarti kemenangan Yahudi yang anti perdamaian. Netanyahu mengulur-ulur pelaksanaan perjanjian perdamaian. Ia menolak adanya negara Palestina. Palestina agar tetap sekedar daerah otonom di dalam Israel. Ia bahkan ingin menunggu / menciptakan konstelasi baru (pemukiman di daerah pendudukan, bila perlu perluasan ke Syria dan Yordania) untuk sama sekali membuat perjanjian baru. USA tidak senang bahwa Israel jalan sendiri di luar garis yang ditetapkannya. Namun karena lobby Yahudi di USA terlalu kuat, maka Bill Clinton harus memakai agen-agennya di negara-negara Arab untuk “mengingatkan” si “anak emasnya” ini. Maka sikap negara-negara Arab tiba-tiba kembali memusuhi Israel. Mufti Mesir malah kini memfatwakan jihad terhadap Israel. Sementara itu Uni Eropa (terutama Inggris dan Perancis) juga mencoba “aktif” jadi penengah, yang sebenarnya juga hanya untuk kepentingan masing-masing dalam rangka menanamkan pengaruhnya di wilayah itu. Mereka juga tidak rela bahwa USA “jalan sendiri” tanpa “bicara dengan Eropa”.


*Khatimah*


Negara Israel adalah kombinasi dari sedang lemahnya ummat Islam, oportunisme Zionis Yahudi serta rencana Barat untuk mengontrol bumi dan ummat Islam.


Di Palestina berhasil didirikan negara Yahudi setelah sebelumnya ummat Islam berhasil diinflitrasi dengan pikiran-pikiran yang tidak islami, sehingga dapat dipecah belah bahkan sampai dilenyapkan khilafahnya.


Nabi berkata: Kunci Timur dan Barat telah ditunjukkan Allah untukku dan kekuasaan ummatku akan mencapai kedua ujungnya. Telah kumohon kepada Rabbku agar ummatku tidak dihancurkan oleh kelaparan maupun oleh musuh-musuhnya. Rabbku berkata: Apa yang telah Ku-putuskan tak ada yang bisa merubahnya. Aku menjamin bahwa ummatmu tak akan hancur oleh kelaparan atau oleh musuh-musuhnya, bahkan jika seluruh manusia dari segala penjuru dunia bekerja bersama-sama untuk itu. Namun di antara ummatmu akan ada yang saling membunuh atau memenjarakan. (HR Muslim no. 6904)


Karena itu baik strategi Zionis maupun Barat adalah menimbulkan permusuhan di kalangan ummat Islam sendiri. Namun sementara itu sesungguhnya Zionis atau Barat sendiri juga saling bersaing demi kepentingannya. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat.


Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti. (QS. 59:14)


Yang jelas, sang perampok Israel tidak bisa diusir dalam kondisi ummat Islam dewasa ini. Terlebih dahulu mereka harus menata aqidah dan menegakkan khilafah. Bukan PLO dan bukan negara-negara Arablah yang akan membebaskan kembali Palestina dan Yerusalem, namun ummat Islam bersama khilafahnya yang berhak melakukan tugas mulia itu, serta (insya Allah) memenuhi salah satu nubuwwat Rasulullah berikut ini:


Tidak datang hari Kiamat, sebelum kamu memerangi kaum Yahudi, hingga mereka lari ke belakang sebuah batu, dan batu itu berkata: “ada orang Yahudi di belakangku, datanglah, dan bunuhlah” (HR Bukhari Vol. 4 Kutub 52 no. 176 dan HR Muslim no. 6985)


Nubuwwah ini sepertinya baru akan terjadi di zaman “internet of things”, yang baru akan tiba, di mana rumah kita, sejak dari pintu hingga tong sampah, semua “ber-chip”, dan bisa berkomunikasi dengan manusia.[]@hmad AF . Fatahillah .by Rhs 19 .W928. .🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🙏🤝🤝

Tuesday, May 11, 2021

USTADZ TENGKU ZULKARNAEN TETAP "HIDUP", MEREKALAH YANG SESUNGGUHNYA TELAH LAMA MATI

 *USTADZ TENGKU ZULKARNAEN TETAP "HIDUP", MEREKALAH YANG SESUNGGUHNYA TELAH LAMA MATI*


*Oleh: Arief B. Iskandar*

*_(Khadim Ma'had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor)_*


*BAGI* kaum fasik dan munafik, kematian ulama yang hanif dan lantang dalam menyuarakan kebenaran boleh jadi menjadi sebuah kabar gembira. Mereka menyangka para ulama penentang kezaliman penguasa yang mereka dukung makin berkurang. Mereka pun menduga orang-orang yang wafat di medan jihad itu benar-benar mati. Padahal, sebagaimana yang Allah SWT tegaskan: 


وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوٰتٌ  ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ وَلٰكِنْ لَّا تَشْعُرُونَ

_Janganlah kalian mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya_

*(QS al-Baqarah [2]: 154)*


Ustadz Tengku Zulkarnaen memang tidak wafat di medan jihad (perang). Namun jelas, dengan amar makruf nahi mungkar yang ia lakukan, khususnya terhadap penguasa yang menyimpang dari syariah, menjadikan beliau layak mendapatkan pahala mati syahid.


Ia hanyalah sedikit di antara ulama yang mau memgambil risiko perjuangan dalam melakukan amar makruf nahi mungkar. Saat yang sama justru banyak ulama yang lebih mendiamkan kemungkaran, terutama kemungkaran penguasa.


Padahal tegas Allah SWT berfirman (yang artinya): _Mengapa para ulama dan para pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan_ *(TQS al-Maidah [5]: 63).*


Ayat di atas adalah celaan sekaligus peringatan Allah SWT kepada para ulama yang tidak menegakkan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Menurut al-Qurthubi, ayat ini menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan upaya mencegah kemungkaran sama dengan orang yang berbuat kemungkaran itu sendiri. *(Al-Qurthubi, _Tafsîr al-Qurthubi,_ VI/237).*


Apa yang dinyatakan oleh Imam al-Qurthubi pernah dipraktikkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz ra. Pada masa Kekhilafahannya, beliau telah memperlakukan sama orang yang berdiam diri terhadap kemungkaran dengan pelaku kemungkaran itu sendiri. Sama-sama dianggap pelaku kriminal. Keduanya berhak mendapat sanksi/hukuman di dunia. 


Pada masanya, polisi negara pernah datang kepada sekelompok orang yang sedang mabuk-mabukan dengan meminum khamr, sementara di samping mereka duduk-duduk seorang Muslim yang tidak ikut mabuk. Dia bahkan sedang berpuasa. Saat itu Khalifah memerintahkan kepada sang polisi untuk mencambuk mereka semuanya, tanpa kecuali. Petugas polisi berkata, “Amirul Mukminin, si fulan ini tidak ikut mabuk bersama mereka. Dia bahkan sedang berpuasa.”


Khalifah Umar berkata, “Hadirkan dia dan cambuklah! Tidakkah dia mendengar firman Allah SWT (yang artinya): _Sungguh Allah telah menurunkan kepada kalian di dalam al-Quran, bahwa jika kalian mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olok oleh orang-orang kafir, janganlah kalian duduk-duduk bersama mereka hingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Sesungguhnya jika kalian berbuat demikian, tentu kalian sama saja dengan mereka_ *(QS an-Nisa’ [4]: 140).*


Demikianlah sikap Khalifah Umar ra. Beliau telah menganggap orang yang mendiamkan kemungkaran sebagai pelaku kriminal yang layak dihukum. Sama dengan pelaku kemungkaran itu sendiri.


Kemungkaran yang terbesar tentu adalah kemungkaran yang dilakukan oleh para penguasa, yaitu saat mereka tidak melaksanakan hukum-hukum Allah. Itulah mengapa Rasulullah saw. telah mewajibkan umat Islam untuk melakukan amar makruf nahi mungkar terhadap penguasa semacam ini. Bahkan Beliau telah bersabda (yang artinya): _"Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim."_ *(HR at-Tirmidzi dan an-Nasa’i).*


Namun sayang, banyak di antara kaum Muslim, khususnya para ulamanya, yang malah membisu terhadap kemungkaran para penguasa saat ini. Memang, banyak dari mereka yang selalu menjaga hubungan dengan Allah, dengan memperbanyak amal ibadah ritual dan bersedekah. Namun, tidak banyak dari mereka yang berani melakukan amar makruf nahi mungkar kepada para penguasa zalim dan menyimpang.


Sikap demikian jelas keliru. Hudzaifah bin al-Yamani ra., seorang Sahabat Rasulullah saw. yang mulia, bahkan menjuluki orang-orang semacam ini—yang tidak mengingkari kemungkaran dengan tangannya, tidak dengan lisannya, dan tidak juga dengan kalbunya—sebagai "mayat hidup". *(Al-Ghazali, _Ihyâ’ ‘Ulûm ad-Dîn,_ II/311).*


"Mayat hidup" tentu merupakan istilah yang sangat kasar dan menghina. Namun, itulah sikap tegas Sahabat Rasululullah saw. yang mulia terhadap orang-orang yang cuwek terhadap kemungkaran. Hidupnya dipandang sama dengan matinya. Keberadaannya dianggap tidak berbeda dengan ketiadaannya. Alias tak berguna. 


Jelas, dari paparan di atas, Ustadz Tengku sebetulnya tetap "hidup". Mereka yang bergembira atas wafatnya beliaulah--juga atas wafatnya para ulama pejuang lainnya--sesungguhnya yang mati. Mereka telah lama menjadi "mayat". Tidak lain menjadi "mayat hidup". Sebabnya, mereka selalu saja mendiamkan setiap kemungkaran yang terjadi di depan mata mereka, terutama kemungkaran penguasa. Bahkan mereka menjadi pendukung penguasa yang biasa melakukan  kemungkaran tersebut. Status mereka tentu jauh lebih buruk dari "mayat hidup". _Na'udzu bilLahi min dzalik!_


_Wa ma tawfiqi illa bilLah 'alayhi tawakkaltu wa ilayhi unib._ []

INFORMASI RUKYATUL HILAL DATANG TERLAMBAT, BOLEHKAH SHOLAT IEDUL FITRI KEESOKAN HARINYA?

 INFORMASI RUKYATUL HILAL DATANG TERLAMBAT, BOLEHKAH SHOLAT IEDUL FITRI KEESOKAN HARINYA?



Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi



Tanya :


Assalamualaikum. Ustadz, saya mendapat informasi bahwa rukyatul hilal untuk Syawal 1441, telah berhasil dilakukan di Tanzania dan beberapa negara Afrika lainnya pada hari Jumat malam 22 Mei 2020. (dari situs Khilafah.com, dll). Sehingga 1 Syawal 1441 H, sebenarnya jatuh pada hari Sabtu 23 Mei 2020, bukan hari Ahad 24 Mei 2020.


Apakah shalat Iedul Fitri tetap boleh diadakan hari Ahad ini tanggal 24 Mei 2020? (Iwan Januar, Bogor).


Jawab :


Wa 'alaikumus salam wr. wb.


Jika informasi berhasilnya rukyatul hilal tersebut kita terima sebelum Zhuhur pada hari Sabtu tanggal 23 Mei 2020, misalnya pukul 10.00 WIB, maka tidak boleh hukumnya kita melakukan sholat Iedul Fitri keesokan harinya, yaitu Ahad 24 Mei 2020. 


Adapun jika informasi keberhasilan rukyatul hilal tersebut sampai kepada kita setelah Zhuhur pada hari Sabtu 23 Mei 2020, maka boleh hukumnya kita sholat Iedul Fitri keesokan harinya, yaitu pada hari Ahad 24 Mei 2020.


Dalilnya hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu 'Umair bin Anas RA, telah menceritakan kepadaku paman-pamanku dari kalangan Anshar yang termasuk shahabat Rasulullah SAW, ia berkata :



«غُمَّ عَلَيْنَا هِلَالُ شَوَّالٍ فَأَصْبَحْنَا صِيَامًا فَجَاءَ رَكْبٌ مِنْ آخِرِ النَّهَارِ فَشَهِدُوا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُمْ رَأَوْا الْهِلَالَ بِالْأَمْسِ فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم  أَنْ يُفْطِرُوا مِنْ يَوْمِهِمْ وَأَنْ يَخْرُجُوا لِعِيدِهِمْ مِنْ الْغَدِ»



“Hilal Syawal tertutup mendung bagi kami, maka esoknya kami berpuasa (istikmal). Lalu di akhir siang datang serombongan orang dan mereka bersaksi di hadapan Rasulullah SAW bahwa mereka telah melihat hilal kemarin, maka Rasulullah SAW memerintahkan agar mereka berbuka hari itu dan keluar ke tempat shalat Ied mereka keesokan harinya”. (HR Ahmad).


Imam Al Baihaqi telah mengeluarkan di Sunan al-Kubra dari Rib’iy bin Hirasy dari seorang laki-laki di antara shahabat Nabi SAW, ia berkata :



«اخْتَلَفَ النَّاسُ فِى آخِرِ يَوْمٍ مِنْ رَمَضَانَ فَقَدِمَ أَعْرَابِيَّانِ فَشَهِدَا عِنْدَ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم   بِاللَّهِ لأَهَلاَّ الْهِلاَلَ أَمْسِ عَشِيَّةً فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم النَّاسَ أَنْ يُفْطِرُوا وَأَنْ يَغْدُوا إِلَى مُصَلاَّهُمْ»



"Orang-orang berbeda pendapat tentang hari terakhir Ramadhan, lalu dua orang Arab Baduwi datang dan bersaksi di hadapan Nabi SAW bahwa keduanya telah melihat hilal kemarin petang maka Rasulullah SAW memerintahkan orang-orang agar berbuka dan pergi ke tempat shalat Iedul Fitri mereka keesokan harinya”. (HR Al Baihaqi, dalam As Sunan Al Kubra).


Berdasarkan dalil-dalil hadis tersebut, maka karena kita di Indonesia terlambat menerima informasi rukyatul Hilal dari Tanzania tersebut, yaitu pada  malam Ahad (23 Mei 2020), maka kita dibolehkan sholat Iedul Fitri besok, yaitu hari Ahad tanggal 24 Mei 2020.


Dibolehkan juga takbiran dan khutbah Iedul Fitri pada hari Ahad 24 Mei 2020, karena hal itu adalah masalah-masalah cabang (taabi') yang mengikuti hukum pokoknya, yaitu sholat Iedul Fitri. Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan :



التابع تابع



At Taabi'u taabi'un "Perkara cabang itu hukumnya mengikuti perkara yang pokok." (M. Shidqiy al Burnu, Mausu'ah Al Qawa'id Al Fiqhiyyah, Juz II, hlm. 158).


Wallahu a'lam.


Yogyakarta, 24 Mei 2020 (02 Syawal 1441 H)


M. Shiddiq Al Jawi

SIAPAKAH ULIL AMRI DALAM AN NISA' 59

 SIAPAKAH ULIL AMRI DALAM AN NISA' 59?


Al Imam Abu Zahrah menjelaskan, 


Bahwa sebagian ulama berpendapat ulil amri itu para ahli fiqih yang mereka mampu menggali hukum, akan tetapi menurut mayoritas ulama ulil amri adalah para penguasa (al hukkam) dan ahlul halli wa 'aqdi (mereka yang memilih penguasa). Tapi dengan dua catatan:


Pertama, selama mereka muslim, artinya bukan penguasa kafir. 


Kedua, mereka taat kepada Allah dan rasul Nya, yang itu ditandai dengan menegakkan keadilan dan tidak melanggar hukum-hukumNya. 


Mengutip penjelasan Az Zamakhsyari, 


Bahwa "ulil amri dari kalian" artinya para pemimpin di atas kebenaran (umaraa' al haq). Digabungkannya perintah taat kepada ulil amri dengan ketaatan kepada Allah dan RasulNya, tidak lain karena sifat ulil amri tersebut yang mengutamakan keadilan dan kebenaran, memerintahkan kepada keduanya, melarang dari kebalikannya. Contohnya seperti Khulafa' Rasyidin. Dimana mereka mengatakan:


أطيعوني ما عدلت فيكم فإن خالفت فلا طاعة لي عليكم


Taatilah aku selama aku berlaku adil, tapi jika aku tidak adil maka kalian tidak wajib taat kepadaku. 


Abu Zahrah, Zahrotut Tafasir (Beirut: Darul Fikr al Arobi) hlm 1727-1728


Faidah:

• Ulil Amri yang wajib ditaati dalam mafhum syar'i bukan sembarang penguasa, melainkan penguasa yang memilki kriteria tertentu. 


• Ulil amri adalah penguasa yang memiliki kriteria: 1) muslim, dan 2) terikat dengan hukum Allah dan RasulNya atau terikat dengan syariat Islam. 


• Sedangkan istilah syar'i untuk penguasa yang tidak memenuhi kriteria tersebut adalah thaghut, bukan ulil amri minkum. Sebagaimana disebut di ayat setelahnya (an Nisa' 60). Imam Ibnu Katsir menjelaskan:


فإنها ذامة لمن عدل عن الكتاب والسنة ، وتحاكموا إلى ما سواهما من الباطل ، وهو المراد بالطاغوت هاهنا


Ayat ini (an nisa 60) berisi celaan terhadap siapa saja yang berpaling dari al Quran dan as Sunnah, dengan berhukum kepada kebatilan di luar keduanya. Ini yang dimaksud thaghut di sini.

Monday, May 10, 2021

Narasi Radikalisme Rezim Jokowi : Propaganda Sesat Menyerang Islam

 https://al-waie.id/fokus/narasi-radikalisme-propaganda-menyerang-islam/


*Narasi Radikalisme Rezim Jokowi : Propaganda Sesat Menyerang Islam*


Salah satu postulat yang kini tengah gencar ditebarkan oleh Barat melalui berbagai corong media mereka adalah atribut “Islam radikal” atau istilah radikalisme. Sebagai strategi adu domba sesama Muslim, maka Baratpun membuat istilah tandingan kontra radikalisme yang disebut dengan “Islam moderat”, baik Islam radikal maupun Islam moderat. Keduanya adalah istilah yang diproklamirkan Barat untuk menyerang Islam.


*Rezim Jokowi Masih Hobby Jualan Narasi Radikalisme Ditengah Ketidak Percayaan Public*


Islam moderat beberapa waktu yang lalu menjelma menjadi Islam Nusantara yang sempat menyulut polemik. Pengikut Islam moderat mengklaim dirinya sebagai penebar Islam washatiyah. Padahal secara epistemologis, istilah washatiyah tidaklah sama dengan kata moderat. Islam moderat justru lebih banyak mempropagandakan nilai-nilai Barat dibandingkan dengan nilai-nilai Islam itu sendiri.


Sekali lagi, secara epistemologi, istilah radikal dan moderat adalah istilah yang datang dari filsafat Barat, sementara istilah washatiyah dan kâffah adalah istilah yang berasal dari terminologi al-Quran. Karena itu tidak mungkin keduanya memiliki kesamaan makna. Begitupun istilah “Islam Rahmatan lil’Alamin” yang berasal dari al-Quran dengan term “Islam Nusantara”yang tidak ditemukan dengan jelas asal-muasalnya.


Ironisnya,proxy war Barat dengan langkah hegemoni wacana yang jelas-jelas menyerang Islam justru diamini oleh negara-negara Muslim di dunia, termasuk di Indonesia, Saudi dan Mesir. Ini karena Indonesia dan negara-negara Muslim lain menerapkan ideologi Kapitalisme sekuler yang secara diametral bertentangan dengan ideologi Islam.


Untuk melanggengkan kekuasaan dan ideologi ini, Barat melakukan langkah monsterisasi ajaran Islam dengan memberikan stigma radikal kepada Muslim yang ingin menerapkan Islam secara kâffah. Sebaliknya,mereka memuji Muslim yang pro ideologi kapitalisme sekular sebagai moderat. Faktanya, pengikut Islam moderat biasanya menolak formalisasi syariah oleh negara atau anti khilafah. Padahal khilafah merupakan ajaran Islam, sebagaimana akidah, akhlak, ibadah dan muamalah.


Strategi Barat untuk menyerang Islam ini merupakan propaganda busuk yang harus disadari oleh  seluruh kaum Muslim. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:


Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalain(QS al-Baqarah [2]: 208).


Seiring dengan menguatnya hegemoni wacana dengan serbuan istilah-istilah Barat disertai melemahnya kemampuan Bahasa Arab di kalangan kaum Muslim, propaganda serangngan Barat terhadap Islam melalui isu radikalisme ini justru mendapat sambutan positif dari negeri-negeri Muslim.


Prof. Dr. Soheir Ahmad as-Sokari, ahli linguistik di berbagai universitas besar, di antaranya Georgetown University, mengutarakan bahwa Barat telah melakukan penghancuran kemampuan bahasa Arab generasi Muslim, yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan umat Islam.


Radikalisme dan Asal-usulnya


Radikalisme adalah istilah Barat, bukan dari Islam. Radikalisme berasal dari kata radical atau  radix yang berarti “sama sekali” atau sampai ke akar akarnya. Dalam kamus Inggris-Indonesia susunan Surawan Martinus kata radical disama-artikan (sinonim) dengan kata “fundamentalis” dan “extreme”.Radikalisme berasal dari bahasa Latin “radix, radicis”, artinya akar; (radicula, radiculae: akar kecil). Berbagai makna radikalisme, kemudian mengacu pada kata “akar” atau mengakar.


Istilah fundamentalisme atau radikalisme muncul pertama kali di Eropa pada akhir abad ke-19. Istilah ini untuk menunjukkan sikap gereja terhadap ilmu pengetahuan (sains) dan filsafat modern serta sikap konsisten mereka yang total terhadap agama Kristen. Gerakan Protestan dianggap sebagai awal mula kemunculan fundamentalisme. Mereka telah menetapkan prinsip-prinsip fundamentalisme pada Konferensi Bibel di Niagara tahun 1878 dan Konferensi Umum Presbyterian tahun 1910. Saat itu mulai terkristalisasi ide-ide pokok yang mendasari fundamentalisme. Ide-ide pokok ini didasarkan pada asas-asas teologi Kristen, yang  bertentangan dengan kemajuan ilmu pengetahuan  yang lahir dari ideologi Kapitalisme yang berdasarkan akidah pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme).


Alat untuk Menyerang Islam


Istilah radikalisme oleh Barat kemudian dijadikan sebagai alat untuk menyerang dan menghambat kebangkitan Islam. Barat melakukan monsterisasi bahwa Islam adalah paham radikal yang membahayakan. Monsterisasi inilah yang kelak melahirkan islamophobia di Barat dan seluruh dunia. Inilah cara terakhir Barat untuk melanggengkan hegemoni ideologi Kapitalisme sekular dengan menyebarkan paham demokrasi. Proyek antiradikalisme atau deradikalisasi terus digulirkan dengan menggulirkan wacana moderasi agama hingga memunculkan istilah baru. yakni “Islam Nusantara”. Ironinya, banyak kaum Muslimtertipu dengan proyek ini. Mereka ikut terlibat dalam berbagai program deradikalisasi, baik karena kebodohan maupun karena pragmatisme semata.


Setidaknya ada empat karakteristik dan tujuan Barat  melancarkan imperialisme epistemologi sebagai propaganda Barat menyerang Islam.Pertama:Harakah at-Tasykîk, yakni menumbuhkan keraguan (skeptis) pada umat Islam akan kebenaran Islam. Diantara keraguan yang mereka lancarkan adalah gugatan tentang otentitas al-Quran, Islam sebagai Mohammadanisme, keraguan atas kerasulan Muhammad.


Dampak dari at-tasykîk adalah tumbuhnya sikap netralitas dan relativitas terhadap ajaran Islam.Jika masih ada seorang Muslim yang secara fanatik memahami Islam maka mereka kemudian dicap sebagai fundamentalis, radikalis, islamis dan teroris.


Kedua:Harakah at-Tasywîh, yaitu menghilangkan rasa kebanggaan terhadap ajaran Islam dengan cara memberikan stigma buruk terhadap Islam. Mereka dengan gencar mencitrakan Islam secara keji melalui media-media. Dampak dari tasywîh ini adalah menggejalanya inferiority complex (rendah diri) pada diri umat Islam, islamopobhia, pemujaan  kepada Barat.


Ketiga:Harakah at-Tadzwîb, yakni gerakan pelarutan (akulturasi) peradaban dan pemikiran.  Dampaknya adalah umat Islam terjebak dalam pemikiran pluralisme agama.Pluralisme jelas bertentangan dengan Islam.Pluralisme, menurut WC Smith, bermakna transendent unity of religion (wihdat al adyan), dan global teologi menurut John Hick.


Keempat:Hakarah at-Taghrîb, yakni gerakan westernisasi segala aspek kehidupan kaum Muslim. Paradigma Barat dijadikan sebagai kiblat kaum Muslim dengan meninggalkan tsaqâfah Islam. Melalui berbagai bidang seperti fun, fashion, film dan food, Barat terus mempropagandakan ideologinya.


Pertarungan Pemikiran


Pertarungan peradaban Barat dengan peradaban Islam terwujud dalam berbagai bentuk, di antaranya:


Dominasi terhadap berbagai sarana media massa yang diarahkan untuk kepentingan peradaban Barat.

Dominasi terhadap kurikulum pendidikan di setiap tingkatan, yang dimaksudkan untuk menyebarluaskan konsep-konsep Barat, menyimpangkan dan menentang berbagai konsep peradaban Islam, serta memalsukan sejarah peradaban Islam.

Mendirikan sekolah-sekolah dan universitas-universitas di bawah kendali dan pengawasan langsung para pemuja peradaban Barat.

Mendirikan berbagai partai politik yang menganut dan menyerukan peradaban Barat, yang dikelola oleh negara-negara Barat dan antek-anteknya yang bersikap moderat-progresif.

Memberikan dukungan dan sponsor kepada orang-orang yang dianggap sebagai kalangan elit, terpelajar, dan intelektual, dengan tujuan untuk mempromosikan mereka menjadi tokoh-tokoh pemikir di negeri-negeri kaum Muslim.

Memberikan dana beasiswa pendidikan dalam berbagai bentuknya, untuk memilih orang yang dianggap cocok menjadi agen intelektual, agen politik, agen militer, atau mata-mata bagi Barat.

Memberikan dana melimpah kepada berbagai lembaga, kelompok dan organisasi yang didirikan untuk menyebarluaskan racun-racun pemikiran mereka.

Memerangi penggunaan bahasa Arab dan membangkitkan bahasa-bahasa selain Arab; melontarkan agitasi-agitasi yang bersifat nasionalistik dan patriotik. Bahkan apa yang disebut konflik kepentingan (shira’ al-mashâlih) sejatinya berawal dari perbedaan pemikiran, yang kemudian diikuti dengan pertarungan pemikiran.

Bahkan kepala negara dengan seluruh jajarannya dan pendukung setianya secara masih melakukan propaganda dan proyek antiradikalisme dengan menyasar berbagai elemen masyarakat dari siswa, mahasiswa, dosen hingga instansi pemerintahan.


Presiden Joko Widodo menghadiri dan menyaksikan deklarasi anti radikalisme dan terorisme dari seluruh pimpinan perguruan tinggi se-Indonesia, yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, 26 September 2017. Presiden Jokowi menyambut positif deklarasi perguruan tinggi se-Indonesia untuk melawan radikalisme (Voaindonesia.com, 26/09/17).


Kementerian Agama pun terus berupaya untuk menangkal radikalisme yang sudah menjamah ke kalangan anak. Diantaranya dengan menggalakan kegiatan yang bersifat moderasi agama(TribunNews.com, 23/7/2017).


Tak mau ketinggalan, BNPT Nasional Penangulangan Terorisme (BNPT) sering memberikan penyuluhan kepada mahasiswa agar tidak gampang terpengaruh dengan paham radikal(Bnpt.go.id,6/9/17).


Bahkan oleh sebuah televisi swasta acara reuni 212 2017 yang lalu dianggap sebagai perayaan intoleran yang anti kebhinekaan. Padahal reuni 212 adalah sebuah ekspresi umat Islam untuk mencintai dan membela agamanyadari berbagai penistaan oleh pihak-pihak yang intoleran itu. Media corong demokrasi terus menfitnah Islam sebagai agama intoleran dan radikal. Padahal merekalah yang intoleran. Bahkan sebuah ormas beberapa waktu lalu melakukan persekusi dan pembubaran terhadap pengajian. Bukankah ini tindakan intoleran itu.


Karena itu tanpa diberi embel-embel moderat atau radikal, Islam adalah agama yang penuh perdamaian, toleransi, adil dan menebarkan kebaikan kepada seluruh alam semesta. Dengan menerapkan Islam secara kâffah dalam istitusi negara, kebaikan Islam baru akan dapat dirasakan oleh seluruh manusia di dunia. Islam tidak memerlukan label-label Barat yang keji dan menyesatkan. Islam ya Islam. Islam moderat yang diinginkan oleh Barat adalah Islam yang menafikan penerapan syariah Islam secara kâffah oleh negara. Sebabnya, tegaknya Daulah Islam adalah ancaman terbesar bagi ideologi Kapitalisme di seluruh dunia.


Umat[an] Washath[an]


Secara etimologi, al-wasath adalah sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya sebanding, pertengahan (Al-Ashbahani, Mufradât AlFâzh al-Qur’ân, II/entri w-s-th). Bisa juga bermakna sesuatu yang terjaga, berharga dan terpilih; karena tengah adalah tempat yang tidak mudah dijangkau: tengah kota (At-Tahrîr wa at-Tanwîr, II/17).


Umat[an] wasath[an] yang dimaksud adalah umat terbaik dan terpilih  karena mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Jalan lurus dalam surat al-Fatihah adalah jalan tengah diantara jalan orang yang dibenci (yahudi) dan jalan orang sesat (Nasrani)(Tafsir al-Manâr,  II/4).


Karakter umat washtiyyah ada empat: umat yang adil dan pilihan (QS Ali Imran [3]: 110);terbaik  dan pertengahan  antara ifrâth(berlebihan) dan tafrîth(mengurangi)(Tafsir ar-Razi, II/389-390).


Makna washatiyah dalam perspektif tafsir ini tidak sama dengan makna moderat dalam pandangan Barat.


Dengan demikian lebel radikal dan moderat adalah cara Barat untuk menciptakan polarisasi di kalangan kaum Muslimagar terpecah-belah dan menghambat kebangkitan Islam.


Karena itu penting memberikan pencerahan kepada umat tentang bahaya imperialisme epistemologi Barat ini melalui berbagai istilah menyesatkan sebagai propaganda menyerang dan menfitnah Islam.  Penting juga membentengi umat dari serangan  Islam moderat dan radikal dengan menjelaskan kesesatan dan kerusakan ide keduanya. Umat Islam harus diberikan penjelasantentang hakikat Islam  yang sebenarnya sesuai dengan al-Quran dan al-Hadis secara kâffah.


Khatimah


Dengan terus melakukan dakwah penyadaran kepada umat akan bahaya narasi radikalisme sebagai propaganda Barat kepada Islam, umat akan terus berjuang menumbangkan seluruh narasi Barat dan membangun narasi Islam dalam pemikiran dan perasaan kaum Muslim. Dengan demikian akan terjadi gelombang kesadaran umat akan pentingnya mendakwahkan dan memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah yang akan memberikan kebaikan bagi seluruh manusia dan alam semesta.


Dari berbagai indikasi yang ada, tampak bahwa tegaknya Khilafah tak akan lama lagi, dan tumbangnya peradaban Kapitalisme sudah diujung mata

Saturday, May 8, 2021

Rukyat Hilal dan Posisi Hisab Astronomis

 Jawab Soal: Rukyat Hilal dan Posisi Hisab Astronomis

 


Rukyat Hilal dan Posisi Hisab Astronomis


(Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim ‘Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir)


 


Pertanyaan keenam:


Rukyat hilal untuk awal bulan qamariyah setiap tahun memicu perdebatan di generasi muslim di sini pada Ramadhan … Bagaimana sikap kita terhadap pendapat tentang penggunaan hisab astronomis sebagai ganti rukyat untuk menetapkan awal Ramadhan?  Apakah itu merupakan pendapat yang marjuh (lemah) saja atau malah tertolak yakni batil?  Dengan ungkapan lain apakah ada syubhat dalil ataukah tidak?  Jika merupakan pendapat yang tertolak –seperti yang saya pahami- apa hukum berpuasa mereka yang mengikuti pendapat ini?  Perlu diketahui ada sejumlah orang di sini, di Australia dan negara-negara barat lain, dan mereka terus bertambah?  Masalah lain, jika menjadi jelas bagi orang yang berpuasa bahwa dia menyalahi rukyat, lalu apa yang harus ia lakukan?  Bukankah dalam hal itu ada suatu kesusahan?  Seperti halnya bahwa sebagian dari orang yang berdiskusi dengan kami mengatakan bahwa puasa berdasarkan rukyat hilal tidak praktis.  Kadang mereka keluar untuk merukyat tetapi mereka tidak bisa melihat, atau mereka berbeda-beda dalam melihatnya dan ini menyebabkan persoalan! Lalu apa pendapat dalam masalah ini?  Kemudian hisab saat ini telah menetapkan kelahiran hilal dengan sangat teliti, dan berikutnya membatasi kemungkinan melihatnya sehingga seandainya tidak terlihat, lalu kenapa kita tidak bersandar kepada hisab sehingga memudahkan masalah tersebut sebagaimana kita menghitung waktu-waktu shalat?


 


Jawab:


Rukyat adalah yang dijadikan sandaran dalam puasa Ramadhan sesuai dengan dalil-dalil yang dinyatakan dalam hal itu.  Diantaranya:


«صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ»


Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihat hilal, jika kalian tertutup (tidak melihatnya) maka genapkan hitungan Sya’ban tiga puluh hari


 


Adapun yang dijadikan sandaran oleh mereka yang menggunakan hisab astronomis berupa dalil-dalil yang mereka pandang, maka semua itu tertolak dan tidak bisa diberlakukan atas masalah tersebut.  Dalil paling masyhur yang mereka sebutkan ada dua:


Pertama: hadits Rasul saw :


«إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسُبُ، الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا» (رواه البخاري)


Kami adalah umat yang ummiyyah, kami tidak bisa menulis dan menghitung, satu bulan itu begini dan begitu (HR al-Bukhari)


 


Hadits ini, meski di dalamnya ada washfun mufhimun (sifat yang bisa memberikan pemahaman) yaitu kata ummiyyah yang bisa saja membisikkan bahwa itu merupakan ‘illat yang mewajibkan beramal menurut mafhum, yakni andai bukan ummat yang ummiyyah niscaya kita menggunakan hisab … hanya saja, ini tidak benar seperti yang sudah diketahui di dalam ushul.  Sebab ini adalah mafhum yang diabaikan.  Karena sifat ummiyah untuk menyatakan kondisi pada galibnya.  Orang arab mayoritasnya ummiy.  Ditambah lagi bahwa mafhum tersebut telah dibatalkan oleh nas yaitu hadits:


«فإن غُمَّ عليكم فأكملوا العدّة ثلاثين» (البخاري)


Jika kalian tertutup mendung maka genapkanlah hitungan tiga puluh (HR al-Bukhari)


 


Tidak disebutkan bersamanya batasan.  Artinya jika rukyat hilal tidak mungkin karena tertutup mendung atau hujan yakni suatu sebab yang menghalangi rukyat, maka hukum syara’ telah ditetapkan dengan menggenapkan bulan menjadi tiga puluh hari, sehingga meski sekalipun hilal muncul akan tetapi tertutup mendung.  Atas dasar itu maka yang diterapkan adalah manthuq dan mafhum harus diabaikan.


Ini fakta tentang syarat beramal dengan mafhum dalam kebanyakan kondisi, mafhum itu diabaikan jika dinyatakan untuk menyatakan kondisi galibnya; atau jika dibatalkan oleh nas misalnya:


]وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ[


Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. (TQS al-Isra’ [17]: 31)


 


Takut kemiskinan (khasyyah imlâq) merupakan sifat yang memberikan pemahaman (washfun mufhimun) yakni khasyyah al-faqri -takut kemiskinan-.  Demikian juga pernyataan itu menunjukkan kondisi pada galibnya.  Mereka membunuh anak-anak karena takut miskin.  Kemudian bahwa mafhum tersebut telah dibatalkan dengan nas:


]وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ[


Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam (TQS an-Nisa’ [4]: 93)


 


Oleh karena itu mafhum ini diabaikan.  Tidak dikatakan bahwa yang haram adalah membunuh anak-anak karena takut kemiskinan dan menjadi halal jika ia membunuhnya karena kaya!  Akan tetapi pembunuhan itu tetap haram dalam dua kondisi itu baik karena kemiskinan atau kaya.  Demikian juga ayat:


]لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً[


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda (TQS Ali Imran [3]: 130)


 


Kata adh’âfan mudhâ’afatan (berlipat ganda) merupakan washfun mufhimun (sifat yang memberikan pemahaman) dan demikian juga menyatakan kondisi pada galibnya.  Mereka mengambil riba berlipat ganda.  Kemudian mafhum ini diabaikan dengan nas:


]وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا[


padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (TQS al-Baqarah [2]: 275)


 


Oleh karena itu mafhum ini diabaikan.  Tidak bisa dikatakan yang haram adalah riba yang banyak, sedangkan riba yang sedikit maka boleh.  Akan tetapi, riba berapapun banyaknya adalah haram sebab mafhum (adh’âfan mudha’afatan) diabaikan seperti yang kami katakan.


Begitulah, mafhum kata (ummiyah) diabaikan seperti yang kami jelaskan.  Yakni bahwa rukyat hilal jika terhalang karena mendung atau hujan maka wajib menggenapkan hitungan bulan menjadi tiga puluh, baik kita mengetahui hisab ataupun tidak mengetahui.


Kedua, pendapat mereka jika waktu-waktu shalat di situ hisab dijadikan sandaran, dan jika demikian maka waktu puasa di situ hisab juga dijadikan sandaran … jawaban hal itu:


Siapa yang menelaah nas-nas yang dinyatakan tentang puasa maka ia akan mendapati hal itu berbeda dari nas-nas yang dinyatakan tentang shalat.  Puasa dikaitkan dengan berbuka dan dengan rukyat:


]مَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ (


Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu (TQS al-Baqarah [2]: 185)


«صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ»


Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihat hilal


 


Jadi rukyat adalah (yang dinyatakan oleh) hukum.  Akan tetapi nas-nas tentang shalat telah dikaitkan dengan terealisasinya waktu:


] أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ(


Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir (TQS al-Isra’ [17]: 78)


«إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ فَصَلَّوْا»


Jika matahari tergelincir maka shalatlah kalian


 


Jadi shalat bergantung pada terealisirnya waktu.  Maka dengan wasilah apapun Anda tetapkan waktu maka Anda harus shalat.  Jika Anda melihat matahari untuk melihat waktu tergelincirnya matahari atau Anda melihat bayangan untuk melihat bayangan segala sesuatu atau semisalnya seperti yang ada di dalam hadits-hadits tentang waktu-waktu shalat, jika Anda lakukan hal itu dan Anda tetapkan waktu shalat, maka shalatnya sah.  Jika Anda tidak melakukan hal itu akan tetapi Anda menghitungnya secara astronomis lalu Anda tahu bahwa waktu tergelincir atau jam sekian lalu Anda lihat jam tanpa keluar untuk melihat matahari atau bayangan, maka shalat telah sah.  Yakni bahwa Anda tetapkan waktu dengan wasilah apa saja. Mengapa? Sebab Allah SWT meminta Anda shalat karena masuknya waktu dan menyerahkan Anda penetapan masuknya waktu tanpa menentukan tatacara penetapan itu.  Sedangkan puasa maka Allah meminta Anda untuk berpuasa dengan rukyat jadi Allah membatasi sebab untuk Anda bahkan lebih dari itu Allah berfirman kepada Anda jika rukyat terhalang mendung sehingga Anda tidak bisa melihat, maka Anda tidak berpuasa hingga meskipun hilal ada di balik mendung dan Anda merasa yakin adanya hilal menurut hisab astronomis.


Inilah pendapat kami dalam masalah ini.  Hisab astronomis tidak boleh dijadikan sandaran dalam penentuan puasa dan berbuka Ramadhan, akan tetapi yang harus dijadikan sandaran adalah rukyat.


–                      Adapun bagaimana puasa orang yang menggunakan hisab astronomis, jika mereka berpuasa pada hari-hari yang dihitung bagian dari Ramadhan sesuai rukyat, maka itu adalah puasa yang sah.  Sebaliknya jika mereka melewatkan satu hari dari Ramadhan sesuai rukyat maka mereka dimintai pertanggungjawaban atasnya dan mereka wajib mengqadha’nya.


Ini yang kita yakini, kita jelaskan kepada masyarakat.  Dan kita tidak memiliki kekuasaan memaksa mereka atas pendapat kita.  Melainkan kita jelaskan kepada mereka dengan uslub yang baik dan hikmah yang baik dan masalah berhenti.  Kami tidak menjadikan masalah tersebut dalam bentuk benturan pendapat, tetapi kami gariskan garis yang lurus di samping garis yang bengkok.  Dan Allah SWT adalah Maha Memberi Petunjuk kepada jalan yang lurus.


–                      Sedangkan pendapat bahwa mengikuti rukyat mempersulit masalah, maka kadang orang berpuasa pada hari terakhir Ramadhan kemudian dia diberi berita bahwa hari itu adalah hari Ied … Dan seandainya ia menjadi berbuka pada awal Ramadhan lalu orang lain datang dan berkata “rukyat hilal telah terlihat jadi hari ini adalah Ramadhan begitu maka masalah tersebut menjadi sulit…


Jawaban hal itu adalah bahwa masalahnya lebih mudah dari hal itu.  Seorang muslim berpuasa dan berbuka sesuai pengetahuannya tentang rukyat setelah ia mencarinya, maka jika ia berpuasa atau berbuka berdasarkan tidak adanya rukyat hilal menurutnya, kemudian datang orang yang memberitahunya pengetahuan yang sahih tentang rukyat hilal maka ia harus mengikutinya.  Ini ditetapkan dengan hadits Rasulullah saw: diriwayatkan dari sekelompok orang Anshar:


«غُمَّ عَلَيْنَا هِلاَلُ شَوَّالٍ فَأَصْبَحْنَا صِيَاماً، فَجَاءَ رَكِبٌ مِنْ آخِرِ النَّهَارِ فَشَهَدُوْا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ رَأَوْا الْهِلاَلَ بِاْلأَمْسِ، فَأَمَرَهُمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَفْطِرُوْا ثُمَّ يَخْرُجُوْا لِعَيْدِهِمْ مِنْ الْغَدِّ»


Hilal syawal tertutup mendung bagi kami sehingga kami berpuasa, lalu di akhir hari datang pengendara kuda dan mereka bersaksi di hadapan Nabi saw bahwa mereka melihat hilal kemarin, maka Rasulullah saw memerintahkan mereka berbuka kemudian mereka keluar untuk melaksanakan shalat Ied mereka esok harinya (HR Ahmad)


Pada masa dahulu faktanya bahwa sampainya berita rukyat dari tempat lain tidak mudah, seperti yang terjadi pada Rasulullah saw.  Berita rukyat delegasi yang datang ke Madinah sampai kepada Rasulullah saw ketika sudah siang dimana Rasul dan kaum muslimin di Madinah berpuasa sebab mereka tidak melihat hilal.  Ketika delegasi itu memberitahu Rasul saw tentang rukyat hilal, Rasul saw pun memerintahkan kaum muslimin berbuka.  Hari itu adalah hari terakhir Ramadhan.  Rasul saw berpuasa menggenapkan hitungan karena tidak berhasil merukyat (melihat) hilal di Madinah.  Ketika datang berita kepada beliau bahwa hilal terlihat di tempat lain, beliau memerintahkan berbuka sebab hari itu hari pertama Syawal.  Artinya: hari raya ied, dan bukan penggenapan Ramadhan.


Ini perkara yang mudah.  Setiap daerah mencari berita rukyat.  Jika hilal tidak terlihat dan tidak sampai berita yang sahih bahwa hilal terlihat di tempat lain maka hendaknya berpuasa atau berbuka.  Dan jika sampai berita rukyat hilal maka berita itu harus dijadikan sandaran sebab hadits tersebut merupakan seruan untuk semua orang “shûmû li ru`yatihi … -berpuasalah karena melihat hilal …-.


–                      Sedangkan ucapan Anda : bahwa mereka mengatakan (tidak praktis), lalu kenapa tidak praktis?  Jika penduduk Australia mencari rukyat hilal Syawal dan mereka tidak melihatnya, dan tidak sampai berita kepada mereka bahwa hilal terlihat di tempat lain, maka mereka hendaknya berpuasa.  Jika sampai kepada mereka berita rukyat hilal selama hari itu, maka mereka harus berbuka sebab hari itu adalah ied seperti halnya yang dilakukan oleh Rasulullah saw … begitu.  Kemudian sungguh sekarang ini berita bisa sampai dengan mudah dan cepat … Oleh karena itu masalahnya tidak praktis itu tidak ada alasan yang mendukungnya bagi seorang muslim yang ingin mencari kebenaran dalam ibadahnya.


–                      Adapun bahwa hisab astronomis bisa menentukan lahirnya hilal maka itu benar.  Adapun bahwa hisab astronomis bisa menentukan kemungkinan rukyatnya maka itu tidak benar.  Sebab para astronom berbeda pendapat dalam menentukan kadar waktu yang terjadinya kelahiran hilal sehingga terlihat setelah tenggelam matahari.  Meski demikian kita tidak berpuasa dan berbuka menurut hakikat kelahiran hilal, akan tetapi menurut rukyatnya.  Begitulah yang diperintahkan oleh Rasulullah saw:


«صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ»


Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihat hilal, jika kalian tertutup mendung maka genapkan hitungan Sya’ban tiga puluh


 


Kadang kala hilal Ramadhan itu sudah ada tetapi tertutup mendung sehingga tidak terlihat maka hitungan Sya’ban digenapkan, sesuai nas hadits.  Jadi waktu berpuasa itu ditetapkan dengan rukyat seperti yang ada di dalam dalil-dalil.  Seandainya waktu berpuasa seperti halnya waktu shalat yakni tidak disyaratkan dengan rukyat niscaya penetapan waktu menggunakan hisab adalah benar.  Akan tetapi, dalil-dalil puasa datang bersandar pada rukyat, sedangkan dalil-dalil shalat datang dengan pencapaian waktu tanpa mensyaratkan rukyat:


«إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ فَصَلَّوْا…»


Jika matahari tergelincir maka shalatlah kalian …


 


Seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya.


 


20 Ramadhan 1433

Thursday, May 6, 2021

Penerapan Syari’ah Islam; “Muslim- Non Muslim dalam Naungan Khilafah” (1)

 Penerapan Syari’ah Islam; “Muslim- Non Muslim dalam Naungan Khilafah” (1)


Oleh: M. Taufik N.T


Pendahuluan


Dakwah Islam untuk penegakan syari’ah dalam bingkai khilafah terus berlanjut, dukungan umat pun semakin kuat. Namun masih ada kekaburan bahkan kesalahfahaman, baik bagi yang mencintai Islam maupun yang membencinya. Diantara kekaburan/kesalahfahaman tersebut terutama ketika membahas bagaimana model penerapan Syari’at Islam oleh negara?. Bukan hanya orang awam, bahkan ada da’i yang menyatakan bahwa syari’at Islam diterapkan hanya untuk orang Islam saja, ada juga yang bertanya: kalau Islam diterapkan bagaimana nasib non muslim? , atau pernyataan : negara kita ini kan majemuk, bukan hanya Islam, jadi ya ndak cocok lah Islam di sini !.


Disisi lain ketika dijelaskan bahwa Khilafah akan menaungi seluruh rakyatnya, menerapkan Islam kepada mereka, dan diberikan perinciannya, karena ketidakfahaman/ketidakmauan untuk memahami, akhirnya muncul statemen-statemen yang tidak benar. Semisal ketika ada tulisan : “Sunni- Syi’ah dalam Naungan Khilafah” muncul ungkapan bernada miring, seolah sunni-syiah mau dipersatukan (ajarannya)[1], tanpa mengindahkan perincian dan penjelasan dalam tulisan tersebut. Padahal tulisan tersebut membahas bagaimana negara dg hukum syari’at mengatur rakyat, baik rakyatnya sunni ataupun syi’ah. Nanti khawatirnya ketika ada tulisan ini ada kalimat “Muslim- Non Muslim dalam Naungan Khilafah” difahami bahwa mau menyatukan agama Islam dengan yang lain. Padahal faktanya, tulisan ini sebagaimana tulisan “Sunni- Syi’ah dalam Naungan Khilafah” , berbicara bahwa khilafah memang menaungi mereka semua, dan menerapkan syari’at untuk semua rakyat, tentunya dengan perincian yang akan dipaparkan berikut.


Bentuk Penerapan Syari’at Islam Oleh Negara


1. Negara melaksanakan Syariat Islam atas seluruh rakyat yang berkewarganegaraan khilafah Islam, baik yang muslim maupun yang non-muslim dalam bentuk-bentuk berikut ini :


a. Negara melaksanakan seluruh hukum Islam atas kaum muslimin tanpa kecuali.


b. Orang-orang non-muslim dibiarkan memeluk aqidah dan menjalankan ibadahnya masing-masing.


c. Orang-orang yang murtad dari Islam, atas mereka dijatuhkan hukum murtad jika mereka sendiri yang melakukan kemurtadan. Jika kedudukkannya sebagai anak-anak orang murtad atau dilahirkan sebagai non-muslim, maka mereka diperlakukan bukan sebagai orang Islam sesuai dengan kondisi mereka selaku orang-orang musyrik atau ahli kitab.


d. Terhadap orang-orang non-muslim, dalam hal makanan, minuman dan pakaian,diperlakukan sesuai dengan agama mereka, dalam batas apa yang diperbolehkan hukum-hukum syara’.


e. Perkara-perkara nikah dan talak antara sesama non-muslim, diselesaikan sesuai dengan agama mereka dan jika terjadi antara muslim dan non-muslim, perkara tersebut diselesaikan menurut hukum Islam.


f. Hukum-hukum syara’ selain di atas, seperti muamalat, uqubat, bayyinat, ketatanegaraan, ekonomi dan sebagainya, dilaksanakan oleh negara atas seluruh rakyat, baik yang muslim maupun yang bukan. Pelaksanaannya juga berlaku terhadap mu’ahidin, yaitu orang-orang yang negaranya terikat perjanjian dengan negara Khilafah; terhadap musta’minin, yaitu orang-orang yang mendapat jaminan keamanan untuk masuk ke negeri Islam; dan terhadap siapa saja yang berada di bawah kekuasaan Islam, kecuali bagi para diplomat, konsul, utusan negara asing dan sebagainya, karena mereka memiliki kekebalan diplomatik.


Penjelasan Dalilnya


Point 1 dan bagian a


1) Dari sisi seruan/khithob, Islam datang untuk seluruh manusia. Firman Allah :


وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ


”Dan tidaklah Kami utus engkau (Muhammad) melainkan untuk seluruh manusia” (QS. Saba’ : 28).


Seluruh manusia baik muslim maupun non muslim dibebani dengan Islam baik ushul (aqidah) maupun cabang (hukum syara’). Bahwa Muslim dan Non muslim dibebani dengan hukum Islam sesuai dengan Firman Allah :


يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ


”Wahai sekalian manusia sembahlah Tuhan Kalian (yaitu Allah)”.(QS. Al Baqarah:21).


Jika mereka tidak dibebani dengan hukum cabang maka tentu Allah tidak mengancam mereka karena meninggalkan hukum itu, seperti firman Allah.


وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ (6) الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ


“Celakalah orang-orang musyrik yaitu orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka ingkar terhadap hari akhir” (QS. Fushilat :6-7).


وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا


“Dan orang-orang yang tidak menyeru tuhan lain bersama Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq mereka tidak berzina dan barangsiapa yang melakukan yang demikian akan mendapatkan (pembalasan) dosa” (QS. Al Furqan: 68).


فَلَا صَدَّقَ وَلَا صَلَّى


“Mereka tidak berlaku jujur dan tidak menunaikan shalat” (QS. Al Qiyamah : 31 ).


مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ (42) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ


“Apa yang menyebabkan kalian berada di neraka saqar ? Mereka menjawab : Kami tidak menjadi orang-orang yang menegakkan shalat” (QS. Al Muddatstsir: 42-44 ).


Ayat-ayat tersebut bersifat umum mencakup kaum muslimin dan non muslim. Lafadh ‘umum tetap dalam keumumannya selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya “Al “aam yabqa ‘ala ‘umumihi maa lam yarid dalil at takhshish”. Tidak ada dalil yang mengkhususkan ayat-ayat tersebut hanya untuk kaum muslimin saja sehingga tetap dalam keumumannya mencakup kaum muslimin dan non muslim. Seperti ayat


وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا


“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al Baqarah : 275).


فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ


“Dan jika mereka (para isteri yang telah dicerai itu) menyusui anak-anakmu maka berikanlah upah mereka” (QS. Ath Thalaq : 6 ).


Sabda Rasul : “Barangsiapa yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya” (HR. Bukhari ). Sabda Rasul :” Manusia berserikat dalam tiga hal; padang gembalaan, air dan api “. Jelas bahwa non muslim juga dibebani dengan hukum-hukum cabang (furu’).


Adapun dikecualikannya non muslim dalam beberapa pelaksanaan hukum karena disyaratkannya beragama Islam dalam pelaksanaan perbuatan itu. Seperti shalat, puasa, dsb.


2) Dari segi penerapan hukum maka diterapkan seluruh hukum Islam atas seluruh rakyat. Firman Allah :


فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ


”Dan hukumilah di antara mereka dengan apa yang diturunkan oleh Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka” (QS. Al Maidah: 48). Ayat ini berkaitan dengan non muslim.


إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ


“Sesungguhnya telah kami turunkan al kitab (Al Qur’an) kepadamu agar engkau menghukumi di antara manusia sesuai dengan apa yang diwahyukan Allah kepadamu “ (QS. An Nisaa’ : 105 ).


Adapun opsi menerapkan hukum Allah atau berpaling dari mereka sebaggaimana dalam ayat:


سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَإِنْ جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ


“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar kabar bohong, banyak memakan harta haram, jika mereka (orang Yahudi) itu datang (kepadamu), maka putuskanlah (perkara) diantara mereka atau berpalinglah dari mereka” (QS. Al Maidah : 42)


Ini adalah berkaitan dengan rakyat negara lain yang datang ke daulah Islamiyah, maka kepala negara bisa memutuskan perkara mereka sesuai hukum Allah atau menolak mereka. Humaidi di dalam kitab Musnad mengetengahkan sebuah hadis dari jalur Jabir bin Abdullah yang mengatakan, “Ada seseorang lelaki dari kalangan penduduk Fadak berbuat zina, lalu penduduk Fadak berkirim surat kepada orang-orang Yahudi penduduk kota Madinah agar mereka bertanya kepada Muhammad tentang hukum zina tersebut, ‘Jika Muhammad memerintahkan hukuman dera, maka ambillah keputusan itu, jika memerintahkan kamu untuk merajam pelakunya, maka janganlah kamu ambil keputusan itu.’ Kemudian orang-orang Yahudi penduduk Madinah bertanya kepada Nabi saw. tentang hukuman tersebut yang kisahnya seperti telah dikemukakan tadi. Akhirnya Nabi saw. memerintahkan agar ia dihukum rajam. Setelah itu lalu turunlah ayat, “Jika mereka (orang-orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta keputusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka….” (Q.S. Al-Maidah 42) Imam al Baihaki dalam kitab Dalailnya juga meriwayatkan hadis seperti ini dari Abu Hurairah.


3) Non muslim yang diterapkan atas mereka hukum Islam adalah mereka yang tunduk kepada kekuasaan Islam dan hukum Islam. Hal itu tercapai dengandua syarat : Pertama, dengan membayar jizyah setiap tahun, kedua, terikat dengan hukum Islam yakni menerima keputusan apa yang diwajibkan atas mereka yaitu menunaikan kewajiban dan meninggalkan keharaman. Sesuai dengan firman Allah :


حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ


“sampai mereka membayar jizyah dan mereka dalam keadaan tunduk” (QS. At Taubah : 29) yakni tunduk kepada hukum Islam.


4) Rasulullah saw menerapkan hukum Islam atas non muslim warga negara.


Anas bin Malik meriwayatkan:


أَنَّ يَهُودِيًّا قَتَلَ جَارِيَةً عَلَى أَوْضَاحٍ لَهَا فَقَتَلَهَا بِحَجَرٍ فَجِيءَ بِهَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِهَا رَمَقٌ فَقَالَ أَقَتَلَكِ فُلَانٌ فَأَشَارَتْ بِرَأْسِهَا أَنْ لَا ثُمَّ قَالَ الثَّانِيَةَ فَأَشَارَتْ بِرَأْسِهَا أَنْ لَا ثُمَّ سَأَلَهَا الثَّالِثَةَ فَأَشَارَتْ بِرَأْسِهَا أَنْ نَعَمْ فَقَتَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَجَرَيْنِ


seorang laki-laki yahudi membunuh hamba sahaya karena ingin merampas anting-antingnya. Ia membunuhnya dengan batu. Si hamba sahaya dibawa ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sisa-sisa nyawanya. Nabi bertanya; “Apakah yang membunuhmu fulan?” Ia menjawab tidak dengan mengisyaratkan kepalanya. Nabi mengulang pertanyaannya: “Apakah yang membunuhmu fulan?” Ia menjawab tidak dengan mengisyaratkan kepalanya. Nabi bertanya lagi untuk kali ketiganya: “Apakah yang membunuhmu fulan?” ia menjawab ‘iya.’ Maka Nabi membunuh si yahudi dengan menjepitnya diantara dua batu. (HR. Bukhory).


Ibn Umar ra. juga berkata:


… أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجَمَ فِي الزِّنَى يَهُودِيَّيْنِ رَجُلًا وَامْرَأَةً زَنَيَا …


… Sesungguhnya Nabi SAW pernah merajam dalam kasus zina, seorang laki-laki dan seorang wanita Yahudi yang berzina… (HR Muslim).


Begitu juga non muslim tetap dilarang melakukan riba, sebagaimana riwayat berikut:


” كَتَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى أَهْلِ نَجْرَانَ وَهُمْ نَصَارَى: «أَنَّ مَنْ بَايَعَ مِنْكُمْ بِالرِّبَا فَلَا ذِمَّةَ لَهُ»


Rasulullah saw menulis kepada penduduk Najran, dan mereka adalah nashrani : “ Sesungguhnya barangsiapa yang berjual beli dengan riba maka tidak ada dzimah baginya” . (HR. Bukhory)


Bagian b. Orang-orang non-muslim dibiarkan memeluk aqidah dan menjalankan ibadahnya masing-masing.


Perintah Allah : “Dan putuskanlah di antara mereka dengan apa yang diturunkan oleh Allah” (QS. Al Ma’idah : 48), keumumnnya telah dikhususkan untuk selain aqidah yang mereka yakini dan selain hukum dalam aqidah mereka dan selain hukum–hukum yang didiamkan Rasul saw. Yaitu dikhususkan dengan firman Allah :


لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ


Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. (QS. Al Baqarah : 256)


Imam Al Qurthuby menyatakan bahwa yang dimaksud “ad diin” dalam ayat ini adalah adalah I’tiqad (keyakinan) dan millah (agama), dengan indikasi “sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat”[2].


Seorang muslim, bahkan Negara Islam tidak diperbolehkan memaksa orang-orang non-Islam untuk meninggalkan kepercayaan mereka. T.W. Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam, menyatakan bahwa Uskup Agung Kristen dan Sinoda Agung bebas memutuskan segala hal yang berkenaan dengan keyakinan dan dogma agama mereka tanpa menerima intervensi apapun dari negara Khilafah saat itu.


Dari Urwah r.a , Rasulullah saw menetapkan untuk penduduk Yaman:


أَنَّهُ مَنْ كَانَ عَلَى يَهُودِيَّتِهِ أَوْ نَصْرَانِيَّتِهِ فَإِنَّهُ لَا يُفْتَنُ عَنْهَا


”Sesungguhnya barangsiapa yang tetap dalam keyahudiannya dan kenashraniannya, sesungguhnya tidak diganggu”. (al Hafidz Ibnu Hajar, At Talkhîsul Al Habîr, 4/315, Kanzul ‘Ummal, 4/502).


Selain itu beliau juga pernah bersabda tentang orang-orang orang musyrik (Majusi/penyembah api):


سُنُّوا بِهِمْ سُنَّةَ أَهْلِ الْكِتَابِ


Tetapkanlah untuk mereka sebagaimana Ahlul Kitab, (Imam Malik, Al Muwaththa’, 2/395, Al Baihaki, Sunan Al Kubro, 9/319, As- Syafi’i, Musnad As Syafi’i, hal 209). Ketentuan ini berlaku untuk selain sembelihan dan wanita mereka yang tetap diharamkan bagi umat Islam. Dalam


«يعني في الجزية خاصة، لا في الذبائح والنكاح»


Dengan demikian seluruh perbuatan yang termasuk aqidah mereka sekalipun menurut kita tidak masuk dalam aqidah, atau perbuatan yang didiamkan Rasulullah maka mereka tidak dipaksa, seperti perbuatan mereka meminum khamr dsb, tidak dipaksa untuk ditinggalkan. Allahu A’lam [Insya Allah bersambung]


—–

[1] Kata “dipersatukan” ini yang jadi masalah, bagi yang memandang miring, tetap ngotot bahwa maksud tulisan tsb adalah disatukan ajarannya, kalau mereka mau membuka hati untuk mencoba memahaminya, tentu akan mudah menangkap fakta ide tulisan tsb, yakni dipersatukannya mereka adalah dalam sistem aturannya, semua rakyat diterapkan satu sistem saja, yakni Hukum Syari’ah Islamiyah. Di sub judul juga jelas tertulis Kebijakan Khilafah Mempersatukan Sunni-Syiah. Dibagian penjelasan juga dinyatakan bahwa khilafah akan:


1. Mengakomodasi pendapat dan pendirian mereka selama pendapat tersebut belum dianggap menyimpang dari akidah dan syariah Islam. Kelompok-kelompok seperti ini tetap dianggap sebagai bagian dari kaum Muslim dan diperlakukan layaknya kaum Mukmin. Mereka diberi hak untuk menyebarkan pendapat dan pendiriannya di wilayah Khilafah Islamiah tanpa ada larangan sedikit pun. Mereka juga diberi hak untuk mengakses jabatan-jabatan penting Negara Khilafah.


2. Kelompok-kelompok yang telah menyimpang dari akidah Islam, atau terjatuh pada penakwilan-penakwilan yang sesat. Mereka dihukumi sebagai kelompok yang telah keluar dari Islam (murtad). Kebijakan Negara Khilafah dalam masalah ini sangat jelas: menasihati mereka agar kembali pada jalan yang lurus, menjelaskan kesesatan pendirian mereka dan memberi tenggat waktu untuk bertobat. Jika mereka menolak dan tetap dalam pendiriannya barulah mereka diperangi.

Disisi lain, kalau konsisiten dengan memahami kalimat tsb sebagaimana kehendaknya, seharusnya yang di Pancasila dibahas juga dong, ketika dikatakan “persatuan Indonesia”, mengapa mereka tidak protes dg protes: berarti mau menyatukan Islam-Kristen-Hindu-Budha…. Disinilah pentingnya belajar bahasa Indonesia, sehingga tahu maksud kalimatnya seperti apa.


[2] Al Qurthuby (w. 671 H), Al Jâmi’ li Ahkâmil Qur’ân, 3/279.