Sunday, May 5, 2024

KUTEMUKAN JAWABANNYA SETELAH 15 TAHUN KUCARI

 KUTEMUKAN JAWABANNYA SETELAH 15 TAHUN KUCARI


Oleh : KH Ali Bayanullah, Al-Hafidz (Pimpinan Majelis Taklim wal Tahfidzil Quran Darul Bayan, Sumedang)


“Khilafah itu pernah ada, tapi kapan runtuhnya?”


“Semua Imam mahzab menyatakan mendirikan Khilafah itu fardhu kifayah, tapi mengapa Arab kerajaan, Indonesia republik, dan negeri Muslim lainnya pun tidak ada yang menerapkan Khilafah?”


Dua pertanyaan itu muncul di benak, tatkala membaca bab imamah atau bab Khilafah ketika aku diamanahi memegang kunci perpustakaan Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah, saat nyantri di ponpes pimpinan KH Maimun Zubair. 


Saat itu, aku benar-benar haus ilmu. Maka kulahap kitab-kitab yang ada, bahkan kitab-kitab yang besar pun kubaca. Kemudian aku berpikir, mengapa bab Khilafah adanya di kitab-kitab besar, kalau di kitab-kitab kecil jarang sekali? Adanya di kitab Fathul Wahab karya Syeikh Zakaria Al-Anshori. Dan itu memang dijelaskan ada.


Di kitab Bisarwani juga ada. Begitu juga dalam kitab Hayatul Hayawan tapi di situ tidak sampai Bani Utsmaniyah, ke Bani Fatimiyah juga tidak sampai, cuma sampai Bani Abasiyah. Dalam kitab bisyarahnya Fathul Wahab seperti Fujairrumi Wahab juga dijelaskan masalah imamah, tetapi sayangnya tidak dijelaskan secara rinci bagaimana cara pengangkatan seorang Khalifah dan lain sebagainya.


Itu yang membuatku penasaran, ingin mengetahui. Dari buka-buka kitab itu ditambah pengetahuanku ketika di sekolah belajar sejarah Islam itu. Di situ Khilafah dibahas mulai dari Khulafaur Rasyidin. Kemudian Bani Umayah dan Bani Abasiyah.


Aku ingin mengetahui sejarahnya Khilafah dan bagaimana hancurnya. Dan bagaimana hubungannya ketika dulu, pada masa Nabi Muhammad SAW, kemudian diganti masa Khulafaurrasyidin, Kemudian bani Umayah dan Bani Abasiyah.


Lantas ke mana ini Khalifah? Sekarang kok tidak ada di dunia Islam. Itulah yang menjadikan aku terus penasaran. Karena apa? Karena Khilafah itu yang aku baca di kitab-kitab ketika di pesantren itu, ternyata wajib. Fardhu kifayah ini, semua imam mazhab menyatakan wajib tetapi mengapa sekarang tidak ada? Itulah yang membuatku penasaran.


Namun sayang, tidak ada satu pun kiai dan ustadz yang kutemui dapat memberikan jawaban yang dapat memuaskan rasa penasaranku.


MENEMUKAN JAWABAN


Tahun 1993, aku kembali ke kampung halaman, menikah dan mengamalkan ilmu yang kudapat saat nyantri. Rasa penasaranku tidak hilang, namun aku pun bingung harus bertanya pada siapa? Terpaksa kupendam sendiri.


Suatu hari pada tahun 2002, ketika melintas Jalan Pamager Sari, Sumedang aku benar-benar dikagetkan dengan adanya spanduk yang bertuliskan “Syariah” dan “Khilafah” membentang di atas jalan.


Nah, penasaranku membuncah kembali. Tapi aku bingung, siapa yang memasang spanduk ini? Satu-satunya indikasi hanya kata “Hizbut Tahrir” berarti yang memasang spanduk ini Hizbut Tahrir? Tapi apa itu Hizbut Tahrir? Aku pun penasaran. Namun sayang, setiap orang yang kutemui dan kutanya, tidak ada yang mengenal “Hizbut Tahrir” itu.


Aneh, ada spanduk tetapi tidak ada orangnya. Padahal aku sangat berharap dari Hizbut Tahrir itulah pertanyaanku dapat terjawab. Sejak saat itu, pertanyaan yang menghantui benakku bertambah satu lagi, apa itu Hizbut Tahrir? Tapi lagi-lagi harus kupendam sendiri karena orang-orang di sekelilingku tidak ada yang dapat memberikan petunjuk.


Sampailah pada suatu saat di tahun 2005, seorang pemuda bernama Acep Muhyiddin bertandang ke rumahku. Ia menyatakan ingin bersilaturahmi. Namun betapa kagetnya aku ketika dia memperkenalkan diri bahwa dia adalah aktivis Hizbut Tahrir! Alhamdulillah, betapa senangnya aku.


Aku pun bertanya tentang Hizbut Tahrir dan Khilafah. Subhanallah, meski lelaki itu berperawakan kecil tetapi ilmunya sangat besar. Aku pun langsung kagum dengan jawabannya yang begitu gamblang terkait dua pertanyaan besarku itu.


Begitu rinci ia menjelaskan bahwa Khilafah itu berdiri selama 13 abad, terhitung sejak Daulah Islam berdiri di Madinah ketika Rasulullah SAW hijrah, kemudian diteruskan oleh Khulafaurrasyidin, Bani Umawiyah, Bani Abbasiyah, dan berakhir pada 1924 saat ibu kotanya berada di Turki pada masa Bani Utsmaniyah.


Keruntuhuan itu terjadi bukan saja lantaran kemunduran kaum Muslim dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam yang mulia tetapi juga lantaran adanya konspirasi keji bangsa kafir penjajah Inggris dan para pengkhianat termasuk Mustafa Kamal Attaturk laknatullah. Sedangkan, Hizbut Tahrir adalah kelompok di antara kaum Muslim yang berjuang untuk mengembalikan tegaknya Khilafah itu.


Di kesempatan berikutnya, ia datang kembali membawa kitab yang menjelaskan konspirasi meruntuhkan Khilafah yakni kitab Kayfa Khudimatul Khilafah karya Amir Kedua Hizbut Tahrir Syeikh Abdul Qadim Zallum.


Subhanallah, dari penjelasan sang aktivis dan kitab karya amir kedua Hizbut Tahrir itu terjawab sudah teka-teki yang ada di dalam benakku selama 15 tahun ini. Kemudian aku pun mendapatkan berbagai kitab lainnya yang diterbitkan Hizbut Tahrir. Dari situ, aku yakin tidak ada alasan untuk menolak ajakan Hizbut Tahrir untuk sama-sama berjuang menegakkan syariah dan Khilafah.


BERDAKWAH


Sejak itu, kusampaikan kepada yang lain yang datang ke Darul Bayan (majlis taklim dan tahfidz Alquran asuhannya—red) bahwa aku punya kitab-kitab Hizbut Tahrir, bila isinya bertentangan dengan kitab-kitab pesantren maka aku orang pertama yang akan menentangnya. Tapi kalau memang cocok dengan kitab yang aku jadikan patokan, ayo sama-sama kita dukung perjuangan Hizbut Tahrir.


Tapi sayang, tidak semua kiai, ustadz dan ajengan yang kuajak menyambut ajakanku. Hanya sebagian saja di antara mereka yang mendukung. Kujelaskan pada mereka, bukankah kitab-kitab Hizbut Tahrir itu cocok dengan kitab-kitab yang selama ini kita pelajari di pesantren seperti Fathul Wahab, Fujurrami, Fujurrami Itsna, Sarwani, Muradhatut Thalibin?


Itukan kitab-kitab yang tidak asing karena dikaji di pesantren. Itu yang kuambil sebagai patokan. Ternyata semuanya malah sama. “Jadi mengapa kita harus menolak ajakan Hizbut Tahrir?” ujarku pada mereka.


Yang menolakku itu setidaknya ada tiga tipe. Pertama, yang tidak percaya diri. Sebenarnya mereka senang dengan ajakanku. “Sebenarnya memang harusnya begitu. Ini memang harusnya dirubah, hukum di kita ini harus dirubah dengan Islam, ya tapi mangga wae (silakan saja), saya belum mampu,” ujar mereka.


Kedua, mereka itu menjalankan agama bukan mengikuti manhaj agama, tapi yang diikuti itu adalah figur. Padahal aku sudah banyak memberikan dalil tentang bagaimana wajibnya Khilafah kepada ustadz-ustadz, ajengan-ajengan itu. Mereka jawab, “ya ini dalil tidak salah, cuma pemahaman Anda yang salah”. Tapi ketika kutanya pemahaman yang benar terhadap dalil tersebut itu seperti apa mereka tidak bisa jawab.


Bahkan ada yang berkata, ”Ya pokoknya kita sudah punya gurulah.” Tetapi ketika ditanya penjelasan gurunya seperti apa? dia diam saja. Mungkin mereka anggap perjuangan Khilafah ini perjuangan yang nyeleneh yang tidak pernah diperjuangkan oleh guru-guru mereka. Ini yang kutangkap dari pemahaman mereka.


Yang ketiga, kuatir kehilangan jamaah.


Kukatan kembali kepada mereka jadi salah besar kalau sistem Khilafah itu ide Hizbut Tahrir. Ini bukan ide Hizbut Tahrir tapi itu syariah Islam yang telah hilang kemudian dimunculkan kembali oleh Hizbut Tahrir. Jadi mestinya perjuangan Khilafah itu, harus diawali dari pesantren. Karena kitab-kitabnya itu banyak di pesantren itu. Nah itu yang menjadi keheranku, kenapa tidak muncul dari pesantren?


Mereka yang menolak ajakanku itu malah tidak datang lagi, aku pun tidak diundang lagi untuk acara-acara di pesantren mereka. Namun, aku tidak berputus asa. Aku tetap mengajak mereka dan umat untuk turut berjuang bersama Hizbut Tahrir. Allahu Akbar![]


BIODATA SINGKAT AL-HAFIDZ PEJUANG KHILAFAH


Nama : KH Ali Bayanullah, Al Hafidz

Lahir : Sumedang, 1967


Pendidikan : 

1975-1978 Madrasah Ibtidaiyyah, Sumedang, Jawa Barat

1978-1981 Madrasah Tsanawiyah, Sumedang, Jawa Barat

1981-1987 Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat

1987-1991 Pondok Pesantren Al Anwar (KH Maimun Zubair), Sarang, Rembang, Jawa Tengah

1991-1993 Ponpes Tahfidz Alquran Darul Furqan (KH Abdul Qadir Umar Basyir), Janggalan, Kudus, Jawa Tengah


Jabatan : 

1993-sekarang Pimpinan Majelis Taklim wal Tahfidzil Quran Darul Bayan, Citeureup, Sumedang, Jawa Barat

No comments: