Sunday, May 16, 2021

HARUS SUDAH PERNAH IKUT BERPERANG DULU, BARU BOLEH BICARA PERANG?

 *HARUS SUDAH PERNAH IKUT BERPERANG DULU, BARU BOLEH BICARA PERANG?*


Oleh Zain bin Nursal al-Abidin


*"Perang tidak semudah itu saudaraku. Janganlah menyindir atau mencela saudi & turki karena tidak perang menyerang. Banyak pertimbangan dalam memutuskan perang. Menyerang kemudian diserang balik, anak-anak dan wanita menjadi korban bahkan tidak bisa haji dan umrah lagi. Mungkin lebih baik, mencontohkan dulu pergi berperang, baru ngomong perang. Yang mencela pun banyak pertimbangan tidak pergi perang membantu kesana kan? Saudi & turki serta negara lainnya sudah berusaha membantu"*.


Bagi saya, pernyataan diatas adalah salah satu pernyataan paling menyedihkan yang dilontarkan oleh seorang muslim, yang akunnya memiliki banyak follower, terhadap penderitaan saudara-saudara muslimnya di Palestina sana.


Ada beberapa hal yang harus diketahui oleh si pemilik akun:


*Pertama*, 

Penjajahan yang dilakukan oleh israel terhadap bumi Palestina adalah penjajahan bersenjata yang merupakan perpanjangan kepentingan dari kapitalisme global. Lalu bagaimana cara mengusir para penjajah yang memasuki rumah, merampok, menyiksa, memperkosa, dan membunuh anak-anak penghuni rumah jika bukan dengan cara membalas mereka dengan serangan bersenjata juga?


Apakah cukup dengan cara membujuk dan berdoa saja? Apakah cukup dengan cara mengirim selimut, makanan dan obat-obatan, sementara para penghuni rumah kita biarkan tetap berada dalam dekapan para penjajah dengan pisau yang dikalungkam dilehernya?

Atau apakah cukup dengan cara shalat saja sambil asyik memanjangkan jenggot?

Tentu tidak.


Ada hubungan kausalitas dalam setiap ikhtiar. Meraih apa yang diinginkan dengan usaha yang paling berpotensi untuk mendapatkan hasil, dan tetap dalam koridor yang diatur oleh hukum syara'.


Dalam hal ini, untuk mengusir penjajah Israel haruslah dilakukan dengan mengirimkan tentara pembebasan dari kaum muslimin juga.


*Kedua*,

Perang memang tidak mudah, akan selalu menimbulkan korban dan kerugian, termasuk ancaman keamanan jika musuh menyerang balik. Lalu didalam sejarahnya, perang yang bagaimana yang tidak memiliki peluang untuk diserang kembali oleh musuh?


Ketika para Khalifah mengirim balatentaranya untuk memerangi romawi, apakah tidak ada kemungkinan bahwa musuh akan menyerang balik?

Tentu saja ada.


Lalu apakah ini menjadi alasan bagi mereka untuk menolak kewajiban jihad, apalagi demi alasan melindungi keberlangsungan ibadah haji?

Jelas tidak.


Faktanya, selama ini Arab Saudi juga sudah terlibat perang di Yaman. Jika benar segala pertimbangan diatas menjadi alasan untuk tidak mengerahkan tentaranya ke Palestina, seharusnya sejak awal mereka juga tidak perlu mengarahkan tentaranya ke Yaman!!


*Ketiga*,

Memang benar bahwa pemerintah negeri-negeri kaum muslimin yang berada disekitar bumi Palestina telah mengirimkan bantuan makanan, obat-obatan, selimut, uang, dan mungkin juga (jika rumor ini benar)   persenjataan. Lalu apakah dengan itu semua bisa menggugurkan kewajibannya untuk mengirimkan bantuan tentara pembebasan?

Jelas tidak!!


Hal ini sama saja dengan memberi pasokan bantuan pada penghuni rumah agar tetap bertahan hidup selama mungkin sambil membiarkan para perampok leluasa menyiksa dan mencincang tubuh anak-anak mereka.


*Keempat*,

Kenapa seruan untuk mengirimkan tentara pembebasan ini ditujukan kepada para penguasa negeri-negeri kaum muslimin?

Karena itulah gunanya tentara dan segala persenjataan canggih yang mereka miliki, yaitu untuk melindungi nyawa, darah, harta, dan kehormatan saudaranya sesama muslim. Bukan dipergunakan untuk menakut-nakuti rakyat atau demi melanggengkan kekuasaannya.


Selain itu, yang paling memiliki potensi besar untuk memperoleh kemenangan tentulah para tentara yang sudah terlatih, bukan sipil yang dipersenjatai. Apalagi jika hanya menggunakan pedang atau tombak.


Mengirimkan pasukan perang bukanlah levelnya individu atau ormas, tapi negara. Walaupun mungkin ada individu atau kelompok yang sanggup untuk berjihad kesana tapi itu tetap tidak akan setara dengan kemampuan mobilisasi pasukan yang dilakukan oleh negara.


*Kelima*,

Mengapa negara-negara disekitar Palestina, terutama Saudi dan Turki yang sering menjadi sorotan umat Islam diseluruh dunia?


Ayolah, kita bisa sama-sama membuka mata lebar-lebar. Jika pesawat tempur canggih dan tentara terlatihnya sanggup mereka kirim ke Yaman, lalu mengapa tidak diarahkan ke israel?

Apa karena rudal israel tidak diarahkan ke arab saudi sebagaimana rudal milik Houthi?


Dibalik pidato berapi-api Erdogan yang berisi kecaman dan ancaman terhadap israel, ternyata pemerintahannya tetap menjalin hubungan mesra diplomatik dan kerjasama dagang yang sangat menguntungkan dengan negara penjajah tersebut.


Umat pun paham, kalimat "kami akan kirimkan pasukan JIKA ISRAEL TETAP MENERUSKAN SERANGAN...." bukanlah sebuah tanda keseriusan. Bukankah apa yang selama ini terjadi disana sudah cukup menjadi alasan tanpa harus berdalih dengan berbagai macam retorika?


*Keenam*,

Ucapan "mencontohkan dulu pergi berperang baru ngomong perang", bagi saya adalah pernyataan paling lucu.


Seorang muslim haruslah menjadikan Islam sebagai landasan salah-benar sekaligus sebagai solusi dari setiap permasalahan.

Dalam hal ini, sunnahnya Rasulullah ketika ada muslim yang negerinya diperangi adalah dengan balas memerangi untuk mengusir para penjajah. Jika ternyata kewajiban tersebut belum ditunaikan oleh negara, maka umat wajib untuk menyampaikan hal tersebut kepada penguasa sebagai bagian dari amar ma'ruf nahi munkar walaupun dirinya sendiri belum pernah ikut ke medan peperangan.


Jika pemilik TS beranggapan bahwa seorang muslim harus sudah pernah mencontohkan ikut berperang dulu baru boleh memberikan solusi jihad, dengan logika yang sama saya balik bertanya: 


"Jika saya menyerukan penerapan hukum qisash sebagai solusi atas meningkatnya kasus kriminal, apakah itu artinya saya harus sudah pernah bunuh orang dulu baru boleh bicara qisash?"[]

No comments: