Thursday, June 16, 2011

Bukan Memerangi Islam ?

Bukan Memerangi Islam ?

We killed the man but not the ideology (Tom Ridge , The Washington Times 5/05)

Salah satu isi pidato Obama yang penting dalam merayakan ‘kemenangan’ Amerika setelah membunuh Osama bin Ladin adalah Amerika bukan memerangi Islam. Obama kembali menegaskan : Amerika Serikat tidak–dan tidak akan pernah–berperang dengan Islam, seperti Presiden Bush telah katakan setelah serangan 11 September, bahwa perang kami bukanlah melawan Islam. Bin Ladin bukan seorang pemimpin Muslim, ia adalah seorang pembunuh massal umat Islam.

Bahwa Osama bin Ladin bukanlah pemimpin muslim, Obama benar. Memang tidak seluruh umat Islam menganggapnya sebagai pemimpin. Bahkan tidak semua sepak terjang dan pemikirannya disetujui oleh umat Islam. Namun bukan berarti pernyataan Obama yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan dirinya dan pendahulunya Bush bukan memerangi Islam atau umat Islam, benar!

Dilihat dari sisi korban, jelas sebagian besar adalah umat Islam. Atas nama WOT ¸ perang melawan al Qaida atau Usama bin Ladin, Amerika menduduki Irak, Afghanistan, dan Pakistan , dan beberapa operasi inteligen di berbagai negara. Dan Jumlah umat Islam yang terbunuh akibat perang itu , baik secara langsung atau tidak , bukan hanya ribuan tapi ratusan ribu.

Berdasarkan Lembaga independen Iraq Body Count (IBC) yang bermarkas di Inggris mencatat jumlah korban sipil akibat kekerasan di Irak mencapai 100.709 - 110.006 orang. Bahkan hasil studi Opinion Research Business (ORB) berkerjasama dengan the Independent Institute for Administration and Civil Society Studies (IIACSS) jumlah korban yang tewas sejak invasi Amerika di Irak tahun 2003 lebih dari satu juta orang. Sementara di Afghanistan , menurut laporan Perserikatan Bangsa Bangsa (maret 2011) , pada tahun 2010 saja lebih dari 2.777 warga sipil tewas di Afghanistan. Dan jumlah korban akan terus bertambah ,mengingat Amerika hingga saat ini masih melancarkan serangan barbarnya.

Kalau 3000 rakyat Amerika terbunuh dalam serangan WTC, Amerika mengatakan ‘America under attack’ , bagaimana dengan ratusan ribu umat Islam yang terbunuh akibat WOT ? Bagaimana mungkin Obama dan Bush bisa mengatakan bahwa ini bukan serangan terhadap umat Islam ? Yang lebih lucu lagi, Obama menambah bualannya dengan mengatakan justru Osama bin Ladinlah yang telah melakukan pembunuhan masal terhadap umat Islam. Sesuatu yang menggelikan karena tanpa ada bukti-bukti yang nyata. Bahkan untuk serangan 9-11 , hingga saat ini masih belum ada bukti kuat apakah Osama bin Ladin pelakunya. Berbagai misteri pun masih banyak belum terjawab. Seakan-akan dunia buta dan bodoh untuk menilai apa dilakukan Amerika.

Bahwa perang kontra terorisme ala Amerika ini perang terhadap Islam , bisa juga dilihat dari daftar terorist yang dibuat oleh Amerika . Sebagian besar adalah kelompok Islam yang menyerukan jihad melawan penjajahan Amerika. Termasuk Hamas yang melawan penjajahan Israel dimasukkan sebagai teroris. Sementara entitas zionis Yahudi yang telah menjajah dan melakukan pembantaian massal terhadap umat Islam di Palestina tidak dimasukkan sebagai teroris.

Agenda WOT ini pun selalu dikaitkan dengan ajaran Islam yang mulia seperti jihad, penegakan syariah dan khilafah. Ajaran Islam ini dituding negara Paman Sam sebagai motif terorisme dan tujuan para teroris. Tidak mengherankan dalam program deradikalisasi yang merupakan bagian dari WOT ala Amerika, dilakukan stigama negatif atau pengkaburan makna sesungguhnya dari jihad, syariah dan Khilafah .

Umat Islam -lewat agen-agen pemikir yang menghamba kepada Amerika - diserukan untuk merekonstruksi dan meliberalkan ajaran Islam dengan penafsiran yang sejalan dengan kepentingan Amerika Serikat. Tafsir Al Qur’an, buku-buku jihadpun dijadikan barang bukti perbuatan terorisme.

Awalnya, ada yang berharap setelah terbunuhnya Osama bin Ladin, Amerika akan menghentikan perangnya di Afghanistan. Bukankah alasan Amerika melakukan intervensi untuk membunuh Osama ? Namun kenyataannya tidaklah seperti itu. Obama menegaskan kembali bahwa perang ini belum berakhir. Kita teringat dengan pernyataan Bush yang mengatakan ‘This crusade, this war on terrorism, is going to take a long time” . Artinya Perang salib melawan Islam ini memang membutuhkan waktu yang lama.

Apalagi kalau memperhatikan pernyataan Tom Ridge mantan Sekretaris Keamanan Dalam negeri Amerika dalam editorial The Washington Times (5/05/2011) . Saat mengomentari terbunuhnya Osama bin Ladin dia mengatakan : we killed the man but not the ideology. Artinya yang menjadi sasaran perang ini jelas adalah ideologi Islam yang berseberangan dengan nilai-nilai liberal yang dianut oleh Amerika Serikat. Menurutnya ini adalah adalah medan pertempuran, perang ide, dimana way of life (cara pandang hidup) Islam dan Amerika tidak bisa berdamai dan hidup berdampingan .

Pernyataan seorang pejabat tinggi senior Amerika Serikat ini bukanlah dongeng yang dibuat-buat dan bukan pula hal yang baru. Semua ini menunjukkan permusuhan abadi Barat terhadap dunia Islam bersifat agama dan peradaban yang telah berakar dalam hati dan pikiran Barat. Barat telah membangun semua hubungan ini atas dasar Perang Salib masih berlangsung. Dan ini akan terus terjadi sampai raksasa Islam (Khilafah) tidak dapat bangkit kembali. Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya.” (TQS. Ibrahim [14] : 46). (Farid Wadjdi)

Umar dengan Umur

Umar dengan Umur


Umar bin Khattab (581-644) adalah khalifah yang telah membentangkan pengaruh
Islam di sejumlah wilayah yang berada di luar Arab Saudi. Di masanya,
Mesopotamia, sebagian Persia, Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara, dan
Armenia, jatuh ke dalam kekuasaan Islam.

Kekuatan sebagai pemimpin sangat luar biasa, hadir berkat tempaan sang pemimpin
agung, Muhammad Rasulullah SAW. Namun, dibalik kesuksesannnya sebagai pemimpin
negara, Umar tetaplah seorang pribadi yang sangat sederhana.

Suatu hari, anak laki-laki Umar bin Khattab pulang sambil menangis. Sebabnya,
anak sang khalifah itu selalu diejek teman-temannya karena bajunya jelek dan
robek. Umar lalu menghiburnya. Berganti hari, ejekan teman-temannya itu terjadi
lagi, dan sang anak pun pulang dengan menangis.

Setelah terjadi beberapa kali, rasa ibanya sebagai ayah mulai tumbuh. Tak cukup
nasihat, anak itu meminta dibelikan baju baru. Tapi, dari mana uangnya? Umar
bingung, gajinya sebagai khalifah tidak cukup untuk membeli baju baru. Setelah
berpikir, ia pun punya ide. Umar menyurati baitul mal (bendahara negara).

Isi surat itu, (kira-kira bunyinya begini): “Kepada Kepala Baitul Mal, dari
Khalifah Umar. Aku bermaksud meminjam uang untuk membeli baju buat anakku yang
sudah robek. Untuk pembayarannya, potong saja gajiku sebagai khalifah setiap
bulan. Semoga Allah merahmati kita semua.”

Mendapati surat dari sang Khalifah Umar, kepala baitul mal pun memberikan surat
balasan. Bunyinya, kurang lebih begini: “Wahai Amirul Mukminin, surat Anda
sudah kami terima, dan kami maklum dengan isinya. Engkau mengajukan pinjaman,
dan pembayarannya agar dipotong dari gaji engkau sebagai khalifah setiap bulan.
Tetapi, sebelum pengajuan itu kami penuhi, tolong jawab dulu pertanyaan ini,
dari mana engkau yakin bahwa besok engkau masih hidup?”

Membaca balasan surat itu, bergetarlah hati Umar. Tubuhnya seakan lemas tak
bertulang. Umar tidak bisa membuktikan bahwa esok hari ia masih hidup. Ia sadar
telah berbuat salah. Ia bersujud sambil beristigfar memohon ampun kepada Allah.

Setelah memohon ampun, ia pun memanggil anaknya. “Wahai anakku, maafkan
ayahmu. Aku tak sanggup membelikan baju baru untukmu. Ketahuilah, kemuliaan
seseorang bukan diukur dari bajunya, melainkan dari kemuliaan akhlaknya.
Sekarang, pergilah engkau ke sekolah, dan katakan saja kepada teman-temanmu
bahwa ayahmu tak punya uang untuk membeli baju baru.”

Alangkah luar biasanya perhatian dan kewaspadaan seorang pemimpin dan bawahan.
Mereka saling memberikan nasihat dan peringatan. Kisah ini menohok kesadaran
kita tentang perilaku para pemimpin sekarang di negeri ini.

Alih-alih mengutamakan kesederhanaan dan kemuliaan akhlak, mereka malah saling
berebut kekuasaan dan memperkaya diri dengan perilaku korup. Semua itu dilakukan
tanpa rasa bersalah. Bahkan, antara atasan dan bawahan saling menutupi kesalahan
satu sama lain. Tak heran bila Allah menimpakan azab demi azab (bencana) untuk
menyadarkan kita agar senantiasa takut kepada-Nya. Wallahu a’lam.
(republika.co.id, 30/5/2011)

http://hizbut-tahrir.or.id/2011/05/30/umar-dengan-umur/

Hukum Kencing sambil Berdiri

Hukum Kencing sambil Berdiri

Oleh redaksi @ Thu, 24 Maret 2011 — Tulis komentar

Pertanyaan:

Apakah kencing berdiri itu dibolehkan ataukah diharamkan?

Jawab:

Alhamdulillah washalatu wassalamu ‘ala rasulillah wa alihi wa shohbih. Wa
ba’du:

Tidak diharamkan kencing dengan berdiri, hanya saja disunahkan untuk kencing
sembari duduk(jongkok) karena ada sebuah riwayat dari Aisyah: “Kalau ada yang
mengatakan kepada kalian bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam membuang air
kecil sembari berdiri maka jangan kau percayai dia, Beliau tidak buang air kecil
melainkan dengan duduk (jongkok). (HR. at Tirmidzi). Dan inilah yang paling
benar, karena posisi jongkok akan lebih menghindarkan seseorang dari cipratan
air kencing.

Akan tetapi ada pula riwayat yang memberikan rukhsah atau keringanan untuk
kencing sambil berdiri. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al Bukhari dan Muslim
dari Hudzaifah berkata, “ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam mendatangi tempat
pembuangan sampah lalu beliau buang air sambil berdiri.”(diriwayatkan pula
dari Umar, Ali, Ibnu Umar dan Zaid bin Tsabit).

Dan tidak ada penegasan dalam hadits ini terhadap apa yang dikatakan Aisyah
karena adanya kemungkinan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam melakukan hal itu
karena sedang berada di suatu tempat yang tidak memungkinkan untuk jongkok, atau
beliau melakukannya untuk menjelaskan kepada manusia bahwa kencing sambil
berdiri itu tidak haram. Hal itu juga menjelaskan bahwa apa yang disampaikan
Aisyah bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam melakukannya sambil jongkok
adalah sunah, bukan wajib dan haram menyelisihinya. Wabillah taufiq wal minnah.
(Fatwa Lajnah Daimah lil Buhuts al Ilmiyah wal Ifta’. Fatwa no. 2001)

http://www.arrisalah.net/konsultasi/2011/03/hukum-kencing-sambil-berdiri.html

Menjadi Muslim yang Seharusnya

Menjadi Muslim yang Seharusnya

Oleh Abu Umar Abdillah @ Thu, 26 Mei 2011 — Tulis komentar



“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS
al-Maidah 3)

Sa’ad bin Abi Waqash adalah orang yang sangat berbakti kepada ibunya. Namun
tatkala beliau masuk Islam, ibunya marah dan berkata, “Wahai Sa’ad, agama
apa yang kamu anut ini? Kamu harus keluar dari Islam, atau kalau tidak, maka aku
tidak akan makan, tidak akan minum hingga mati. Lalu orang-orang pun akan
mencelamu dan memanggilmu dengan kalimat, ”Wahai anak yang telah membunuh
ibunya!” Dengan santun beliau berkata, ”Jangan lakukan itu wahai Ibunda,
saya tidak akan meninggalkan Islam apapun yang terjadi.” Hari-hari berlalu,
sementara sang ibu benar-benar mogok dari makan dan minum. Hingga kemudian Saad
bin Abi Waqash memberanikan diri berkata kepada sang ibu, “Ketahuilah wahai
Ibunda, seandainya ibu memiliki seratus nyawa, lalu satu persatu nyawa itu
keluar dari jasad ibu, maka sekali-kali saya tidak akan meninggalkan agama
ini,maka terserah ibu ingin makan ataukah tidak!” (Siyaru a’lam
an-Nubala’)

Sahabat yang lain, Abdullah bin Hudzafah bahkan tak mundur dari Islam saat
diancam hendak direbus hidup-hidup oleh Heraklius. Tawaran masuk Nasarni
ditolaknya mentah-mentah, meski diiming-imingi hadiah separuh kerajaan Romawi.
Baginya, nilai Islam dalam sekejap mata lebih berharga dari seluruh kerajaan
Romawi.

Adapula yang rela mengorbankan nyawanya demi mempertahankan Islamnya seperti
Yasir dan istrinya; Sumayyah.

Kekuatan apakah yang menjadikan mereka sanggup bertahan dengan ragam siksaan
yang begitu berat? Pertimbangan manakah yang mereka gunakan hingga mereka rela
mengambil resiko harta, tenaga bahkan nyawa? Tidak ada jawaban lain kecuali
karena keimanan mereka terhadap apa yang dibawa oleh Muhammad saw, keyakinan
bahwa Islam menjamin kebahagiaan bagi mereka, bukan sekedar di dunia yang fana,
namun juga di akhirat yang abadi. Mereka betul-betul merasakan betapa indahnya
hidup dalam Islam, dan betapa agungnya rahmat Islam bagi mereka dan bahkan bagi
alam semesta. Tak ada anugerah yang lebih istimewa darinya. Sehingga mereka
tidak mau melepaskan secuilpun dari syariat demi tawaran apapun yang memikat.
Tak sudi menanggalkan keislamannya, meski nyawa harus keluar dari jasad. Mereka
benar-benar merasakan firman Allah,

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS
al-Maidah 3)

Namun, hari ini paradigma telah berubah. Seiring dengan minimnya pemahaman,
tipisnya keimanan, Islam tak lagi dianggap sebagai hal yang luar biasa. Seakan
Islam disandangnya secara kebetulan, bukan karena keinginan atau kebutuhan. Yang
karenanya pula, tak ada beban bagi mereka untuk melepas sebagian atau bahkan
keseluruhan, tak ada rasa bersalah jika sesekali syariat disandang, dan di kali
yang lain ditendang.

Fenomena ini terus berkembang, seiring dengan mendominasinya hawa nafsu,
ditambah pula dengan gencarnya upaya setan jin dan manusia untuk mengaburkan
tapal batas antara iman dan kekafiran. Hingga, garis pembeda antara haq dan
bathil makin tersamarkan. Dalam persepsi kebanyakan orang, tak ada lagi
keistimewaan Islam di atas keyakinan yang lain. Tiada pula sisi kemuliaan mukmin
dibanding orang kafir, atau ahli tauhid dibanding ahli syirik.

Perhatikanlah prolog sebuah film yang mengusung paham liberalisme dan toleransi
yang kebablasan, yang mengajarkan bahwa semua agama sama benarnya. Dengan suara
lembut terkesan keibuan bak penasihat yang bijak mengawali film itu, ”Semua
jalan setapak itu berbeda-beda, namun menuju ke arah yang sama, mencari satu hal
yang sama, dengan satu tujuan yang sama, yaitu Tuhan.”

Dengan pandangan seperti ini, semua cara beragama dianggapnya sama benarnya.
Semua jalan dipandangnya sama-sama mencapai surga, termasuk pilihan untuk tidak
beragama. Semua sesembahanpun diyakini sebagai Tuhan yang sama,apakah berujud
patung, batu maupun manusia. Inilah konsep netral agama yang tak mengenal
istilah tauhid dan syirik, tak ada kata mukmin dan kafir, dan tak ada kamus
hidayah maupun murtad. Padahal, semua istilah itu sangat krusial di dalam Islam.

Seakan surga disediakan untuk penganut apa saja, agama apapun, hanya berbeda
kapling atau lokasinya. Lantas dimanakah keyakinan mereka terhadap firman Allah
Ta’ala,

‘Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang rugi.’ (QS
Ali Imran 85)

Bagaimana pula mereka mengira, bahwa Allah akan membalas dengan balasan yang
sama atas cara dan jalan agama yang berbeda-beda, sedangkan Allah berfirman,

“Maka Apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan
orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Atau Adakah kamu (berbuat demikian).
Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS al-Qalam 35-36)

Bahkan secara tegas, Nabi saw telah memberitaka kesudahan bagi siapapun yang
tidak mengambil Islam sebagai agamanya,

لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ أُ مَّتِي
يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ
ماَتَ وَ لاَ يُؤْمِنُ بِمَا جِئْتُ بِهِ
إِلاَّ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tiada seorangpun dari Ummat
ini yang mendengar (agama)ku, baik dia itu seorang Yahudi maupun Nasrani,
kemudian dia mati dalam keadaan tdiak beriman dengan apa yang aku bawa
dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.” (Hadits Riwayat Muslim)

Seseorang yang merasa memiliki Islam, dan menjadikan Islam sebagai darah dan
dagingnya, tentu tidak tertarik dengan ajakan pendangkalan terhadap nilai
keagungan Islam. Tak hanya itu, keyakinannya atas kebenaran Islam dia wujudkan
dengan mendalami ilmunya, mengamalkannya, mendakwahkannya, dan membelanya dari
serangan yang dilancarkan oleh musuh-musuhnya, begitulah seharusnya menjadi
seorang muslim. Billahit taufiq. (Abu Umar Abdillah)


http://www.arrisalah.net/analisa/tafsir-qolbi/2011/05/menjadi-muslim-yang-seharu\
snya.html

Menyoal Kenaikan Yesus dalam Bibel (Jawaban untuk Abd Al-Masih)

Menyoal Kenaikan Yesus dalam Bibel (Jawaban untuk Abd Al-Masih)


Hari Kenaikan Yesus Kristus (Kenaikan Isa Almasih) yang diperingati setiap tahun
sebagai hari libur nasional, sangat bersejarah dan bermakna bagi umat Kristiani.
Pada hari raya ini diyakini bahwa jasad insani dan oknum ilahi Yesus yang sudah
mati lalu hidup lagi, kemudian naik ke sebelah kanan Tuhan di sorga. Maknanya,
bahwa Yesus telah mengambil bagian sepenuhnya dalam kemuliaan, kekuasaan dan
pemerintahan Tuhan.

Untuk menunjukkan makna penting Hari Kenaikan Yesus, Abd. al-Masih mengutip
ayat-ayat Al-Quran untuk dijadikan sebagai alat pembenaran terhadap doktrin
tersebut. Dalam buku A Question that demands an Answer terbitan The Good Way,
Rikon, Switzerland, (edisi Indonesia: "Jawaban Yang Disingkapkan") ditulis
demikian:

“Dapat kita baca di Quran, Allah telah mengangkat Kristus kepada-Nya serta
berjanji kepadanya: “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada
akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku” (Ali Imran 55).

Janji ini dinyatakan dalam Quran dan telah digenapi secara faktual: “….Allah
telah mengangkat Isa kepada-Nya” (An Nisaa 158).

Dengan perkataan lain, Allah mengambil Yesus anak Maria keluar dari kubur dan
mengangkat dia kepada-Nya. Maka sekarang dia hidup dekat Allah” (hal. 36).

Kerancuan Tafsir Abd. al-Masih
Tanpa disadarinya, jerih payah Abd. al-Masih dalam mengotak-atik Al Quran itu
justru menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Dikutipnya Ali Imran 55 secara
tidak utuh, yang di dalamnya ada firman Allah bahwa Dia sendiri yang akan
mewafatkan/mematikan nabi Isa alaihissalam (Yesus). Kalimat ini jelas membantah
doktrin Trinitas (ketuhanan Yesus) yang diyakini umat Kristiani.

Jika Allah mewafatkan nabi Isa, maka otomatis dapat disimpulkan bahwa Isa
(Yesus) bukan Tuhan. Jika nabi Isa adalah Tuhan, bagaimana mungkin ada Tuhan
yang mewafatkan Tuhan??

Selanjutnya, disebutkan bahwa Allah akan membersihkan nabi Isa dan para
pengikutnya dari orang-orang kafir. Termasuk orang-orang kafir di sini adalah
umat Kristen yang menjadikan nabi Isa sebagai Tuhan (Qs. Al Ma-idah 72-73,
Al-Bayyinah 6). Para pengikut Nabi Isa adalah kaum Hawariyun (Qs. As Shaff 16).
Jadi nabi Isa dan para pengikut setianya dibersihkan dari orang-orang kafir dan
umat Kristen.

Analisa Kenaikan Yesus Ke Surga
Dalam Bibel, hanya ada dua ayat yang melaporkan kronologis kisah kenaikan Yesus
ke sorga, yaitu Markus 16:19 dan Lukas 24:51. Ini sungguh mengherankan,
peristiwa besar dalam iman Kristiani diperingati sebagai “Hari Kenaikan Tuhan
Yesus” ini ternyata hanya ada dua referensi.

“Sesudah Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah ia ke sorga,
lalu duduk di sebelah kanan Allah” (Markus 16:19).

“Dan ketika ia (Yesus, pen.) sedang memberkati mereka, ia berpisah dari mereka
dan terangkat ke sorga” (Lukas 24:51).

Bila dianalisa, kedua ayat yang menceritakan kronologis kenaikan Yesus ke Sorga
itu bermasalah, karena beberapa alasan berikut:

Pertama, Kesaksian Injil Markus dan Injil Lukas tentang kenaikan Yesus ke sorga
itu tidak dapat diterima kedua-duanya, karena saling bertentangan. Markus
mengatakan bahwa Yesus naik ke sorga setelah berbicara kepada 11 orang murid
Yesus, sedangkan Lukas menceritakan bahwa Yesus naik ke sorga ketika sedang
memberkati 11 murid Yesus.

Kedua, Injil Markus 16:19 menceritakan bahwa Yesus naik ke sorga lalu duduk di
sebelah kanan Allah. Ini bertentangan dengan Kisah Para Rasul 7:56 yang
menceritakan bahwa Yesus tidak duduk, melainkan berdiri di sebelah kanan Tuhan.

“Lalu katanya: “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri
di sebelah kanan Allah”.

Ketiga, kesaksian penulis Injil Markus dan Injil Lukas bahwa Yesus sudah naik ke
sorga lalu duduk/berdiri di sebelah kanan Allah, itu menunjukkan posisi Allah
yang berarti Tuhan bisa dilihat dengan mata secara langsung oleh kedua penulis
Injil itu. Hal ini tidak dapat dipercaya, sebab mustahil mata manusia bisa
melihat Allah dan bertentangan dengan ayat-ayat berikut:

“Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku. Kamu tidak pernah
mendengar suara-Nya, rupa-Nya pun tidak pernah kamu lihat” (Yohanes 5:37).

“Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang
kekal, yang tak nampak, yang esa! Amin” (I Timotius 1:17).

“Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang
yang tak terhampiri. Seorang pun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak
dapat melihat Dia” (I Timotius 6:16).

“Lagi firman-Nya: “Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada
orang yang memandang Aku dapat hidup” (Keluaran 33:20).

“Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah” (I Yohanes 4:12).

Keempat, Injil Markus ayat 9-20 bukan termasuk Injil naskah lama, melainkan
tambahan belaka. Para pakar Alkitab sepakat bahwa ayat tersebut adalah palsu,
bukan Injil Markus yang asli, dengan penjelasan berikut:

“The earliest manuscript and some other ancient witnesses do not have Mark
16:9-20” (The Holy Bible New International Version, h.1159).

“Pandangan yang umum diterima ialah bahwa Injil ini dirusakkan pada halaman
terakhir, baru setelah ditulis. Atau bahwa Markus tidak dapat
menyele­sai­kan­nya, barangkali karena bertambah-tambahnya penghambatan.
(Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, hal. 190).

“Markus 16:9-20 ini agaknya tidak termasuk Injil Markus yang asli. Mungkin
tidak lama setelah Markus terbit, bagian penutup ini dimasukkan sebagai
peng­ganti penutup yang lain” (Kitab Suci Perjanjian Baru dengan Pengantar
dan Catatan, hal. 133).

“Ayat lainnya dari bab 16 ini (Markus 16:9-20) rupanya ditulis oleh tangan
orang lain….. Meskipun jelas bukan dari Markus, namun Gereja tidak pernah
meragukan sebagai juga terilhami” (Tafsir Injil Markus, hal. 18).

Dari beberapa penjelasan tersebut, timbullah pertanyaan, jika ayat tersebut
bukan tulisan Markus, kenapa dimasukkan ke dalam Injil Markus lalu disebut
sebagai Injil Markus??

Jadi, tulisan Abd. al-Masih itu sangat lucu dan tidak ilmiah. Jika peristiwa
Kenaikan Yesus itu sangat penting, kenapa dari empat Injil itu hanya Markus dan
Lukas saja yang menulis, padahal mereka itu bukan murid Yesus? Kenapa Matius dan
Yohanes bersikap abstain, tidak melaporkan Kenaikan Yesus??

Jika Injil saja tidak tidak melaporkan secara lengkap, hanya sepotong-sepotong,
mengapa Abd. al-Masih bersusah payah mengacak-acak Al-Qur’an untuk mencari
dukungan terhadap doktrin Kenaikan Yesus?? Aneh sekali missionaris satu ini.
[Tim Fakta/Sabili]

http://www.voa-islam.com/counter/christology/2011/06/02/15064/menyoal-kenaikan-y\
esus-dalam-bibel-jawaban-untuk-abd-almasih/

Judul : Hukum Menikahi Anak Gadis Diluar Nikah

Judul : Hukum Menikahi Anak Gadis Diluar Nikah






Pertanyaan Ass wr wb
saya menikah dg gadis hasil hubungan diluar nikah, dan tidak diketahui bapaknya. saya mengetahui setelah 2 tahun kami menikah dan dikarunia 1 anak. saya baru tahu bahwa yang selama ini dipanggil bapak oleh istri saya ternyata bukan bapaknya. bagaimanakah setatus perkawinan saya, sah ato tidak ? bagaimana status anak saya ? sampai saat ini saya masih tertekan dan binggung. harus bagaimana saya ? mohon penjelasan yang seluas-luasnya ?
terima kasih
wass wr wb
Jawaban Assalamu'alaikum wr.wb

Segala puja dan syukur kepada Allah Swt dan shalawat salam untuk RasulNya.pernikahan dianggap sah apabila memenuhi rukun dan syaratnya. adapun rukun nikah adalah :

1. Ada mempelai, baik laki maupun perempuan.

2. Mahar

3. wali

4. Saksi minimal dua orang laki-laki adil

5. Akad / Ijab dan kabul.

Adapun syarat sahnya nikah adalah:

Syarat yang pertama : Berkaitan dengan mempelai perempuan. ia haruslah perempuan yang halal dinikahi oleh laki-laki yang akan menikahi. maksudnya, perempuan itu bukan mahramnya sendiri, baik mahram yang bersifat kekal ataupun sementara. mahram yang kekal adalah karena keterkaitan nasab/ikatan darah, seperti saudara sendiri atau karena ikatan persusuan. mahram yang terbatas adalah mahram karena ikatan pernikahan, jika terjadi perceraian maka status mahram itu sudah tidak ada lagi. masalah perempuan-perempuan yang tidak boleh dinikahi ini, terdapat dalam surat an-Nisa': 23

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

yang dimaksud "ibu-ibumu" dalam ayat ini adalah ibu kandung keatas, meliputi nenek dan seterusnya. dan yang dimaksud dengan anak-anakmu yang perempuan, meliputi anak kandung kebawah termasuk cucu dan seterusnya.

Selain dari yang tersebut dalam ayat di atas, berarti boleh untuk dinikahi, termasuk adalah perempuan yang lahir dari hasil hubungan diluar nikah.

syarat yang kedua : berkaitan dengan kesaksian. masuk dalam katagori kesaksian disini adalah wali perempuan dan saksi pernikahan itu sendiri. seorang perempuan yang hendak menikah/dinikahi, harus seijin walinya. hal ini dinyatakan oleh Rasulullah Saw:

?? ???? ??? ???? ?????? ???

tidak sah ada pernikahan (tidak sah) kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil (HR. darughutni)

Yang dimaksud dengan wali disini adalah wali mempelai perempuan, artinya anak perempuan yang hendak menikah harus dengan ijin walinya, yaitu ayahnya, jika ayahnya tidak ada maka saudaranya laki-laki, baik kakak atau adik, jika tidak ada juga maka paman dari pihak ayah. jika itu semua tidak ada, maka ia boleh dinikahkan oleh wali hakim. yang dimaksud wali hakim disini adalah orang yang punya otoritas hukum kepada rakyat, yaitu pemerintah. dalam kontek indonesia, sebagai representasi dari pemerintah adalah KUA.

Seorang anak yang lahir dari hubungan diluar nikah, maka nasabnya kepada ibunya. kecuali jika laki-laki yang menghamili perempuan tersebut kemudian menikahinya, maka anak yang lahir itu dinisbatkan kepadanya. artinya laki-laki itu adalah walinya. namun jika yang menikah dengan dengan perempuan itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka nasab yang lahir itu dinisbatkan kepada ibunya. dengan demikian, anak hasil hubungan luar nikah itu (jika perempuan) tidak ada ayahnya/walinya hendak dinikahi oleh laki-laki, maka yang menikahkan adalah wali hakim, dalam hal ini adalah KUA, sebagai representasi dari pemerintah, yang punya wewenang mengatur rakyatnya.

Dengan demikian, kalau memang nikah anda dulu adalah dilakukan oleh KUA, atau KUA datang dan memberikan wewenang kepada seseorang untuk menikahkan misalnya pegawainya seperti pa' modin, maka pernikahan itu sah. dan anak keturunan yang lahir dari hasil pernikahan itu adalah anak-anak yang baik dan jelas status nasabnya. wallahu a'lam.

wassalam.

Perang Abadi Melawan Islam

Perang Abadi Melawan Islam

Oleh Abdul Wahab Jibrin

�Islam adalah satu-satunya peradaban yang telah menempatkan kelangsungan hidup Barat dalam keraguan ��

[Samuel P. Huntington, Clash of Civilisation and the Remaking of the World Order]

Kebijakan konvensional saat ini di Washington menegaskan bahwa Amerika harus mengatur dunia terlebih dahulu , jika tidak maka kekacauan akan merajalela, dan Amerika sendiri memiliki kekuatan untuk menetapkan dan menerapkan suatu tatanan global. Negara itu menjaga agar tidak ada negara lain yang memiliki visi, kemauan dan persepsi yang diperlukan untuk memimpin. Visi ini mencakup hak untuk mengartikulasikan prinsip-prinsip yang menentukan tatanan internasional. Doktrin-doktrin ini adalah nilai-nilai Amerika namun nilai-nilai ini harus diterima secara universal. Dalam pandangan mayoritas - jika bukan semuanya - dari para elit politik Amerika, seluruh dunia membutuhkan kepemimpinan Amerika, ini adalah keyakinan dasar yang mereka pegang. Selanjutnya, tanggung jawab tunggal membutuhkan hak prerogatif tunggal; daripada menunggu suatu peristiwa terjadi, para elit Amerika Serikat mendukung suatu sikap aktif.

Namun, ketika berkaitan dengan kekuasaan, Amerika Serikat membebaskan dirinya dari norma-norma yang mengharapkan negara-negara lain untuk mengikutinya. Sebagai contoh, standar ganda yang berkaitan dengan Islam, dukungan yang tak tergoyahkan terhadap Israel untuk melawan bangsa Palestina, prasangka yang berkaitan dengan nuklir Korea Utara yang berlawanan dengan tindakan atas Iran yang non-nuklir, dan penolakannya untuk menandatangani perjanjian NPT (Non-Proliferation Treaty) sejak pemberlakuannya pada tanggal 5 Maret 1970 .

Keunggulan Amerika tidak akan bertahan lama. Fakta yang jelas adalah bahwa pembawa bendera ideologi sistem ekonomi kapitalis, sedang sekarat. Ketika pasar keuangan jatuh, dan memicu resesi di seluruh dunia, tidak seorangpun pakar ekonomi Barat yang bisa menyembunyikan masalah atau penyebab sebenarnya, apalagi mengutarakan suatu solusi yang bisa berjalan. Ketika suatu ide menghasilkan suatu masalah yang tidak bisa diselesaikannya maka ide itu dikatakan mati. Perang terhadap Islam pada saat ini merupakan pengganti Perang Dunia I, II dan III (yang terakhir lebih dikenal sebagai Perang Dingin). Sebuah headline surat kabar New York Times tanggal 21 Jan 1996 memuat berita �Bahaya Merah hilang, tapi datanglah Islam� menghiasi halaman surat kabar itu. Namun, berbeda dengan peristiwa-peristiwa sejarah sebelumnya, Amerika berada dalam posisi yang jauh lebih lemah untuk melakukan Perang Dunia IV yang baru ini- yang disebut oleh George Bush Jr sebagai �Perang Melawan Teror�.

Meskipun ada tanda-tanda yang jelas bahwa perang ideologi ini sedang mengarah ke Islam, Amerika membujuk semua negara untuk bergabung dengan perang mereka yang tanpa akhir ini. Pendekatan ini merupakan tanda menurunnya pengaruh Barat - dan pepanjangan kepemimpinan Amerika - hanya karena kepemimpinan memerlukan suatu arah yang bisa memobilisasi negara lain, sementara kekuasaan yang dilakukan demi dominasi hanya berfungsi untuk menundukkan pihak sekutu yang enggan mengikuti kemauan sebuah negara dengan kekerasan. Saat ini, Amerika telah mengerahkan peralatan militer berpresisi tinggi pada arsenalnya, yang diperlukan untuk menghadapi musuh yang setara, namun kita mungkin lupa bahwa hal itu hanyalah memerangi sekelompok kecil orang Islam, bahkan bukan melawan musuh yang setara. �Barat menundukkan dunia bukan karena keunggulan ide-ide atau nilai-nilai atau agamanya, melainkan dengan keunggulannya dalam menerapkan kekerasan yang terorganisir, Orang-orang Barat sering melupakan fakta ini, tetapi orang-orang non-Barat tidak pernah melupakannya �(Samuel P. Huntington).

Apalagi setelah 11/9, Amerika menanggapi kejadian itu dengan cara yang memperburuk situasi yang sudah buruk, sehingga hasil akhirnya akan sangat sulit bagi Barat untuk mendefinisikannya. Mengingat fakta hari ini, bahwa Amerika bersikap antagonis di dunia Muslim. Terutama respons Amerika akan ketakutannya terhadap perang melawan Islam, sehingga pada gilirannya, membuat orang Amerika merasa kurang aman dan telah menginspirasi lebih banyak ancaman dan serangan. Namun demikian konsekuensi-konsekuensinya pasti akan berakhir dengan apa yang paling mereka takutkan, suatu entitas Islam tunggal. �Militer pada saat ini merupakan satu-satunya alat Amerika dan akan tetap demikian sementara kebijakan-kebijakan saat ini berlaku. Tidak ada diplomasi publik, pujian presiden kepada Islam., atau politik debat yang benar yang menutupi kenyataan bahwa banyak dari 1,3 miliar kaum Muslim dunia yang membenci kita karena tindakan-tindakan kita dan bukan karena nilai-nilai kita, yang dapat membuat Amerika keluar dari perang ini. � Anonymous, Keangkuhan Imperial.

Presiden Obama mewarisi situasi berbagai kebijakan luar negeri pemerintahan sebelumnya, dan tidak memiliki pilihan lain kecuali untuk mencoba dan mengelola kekacauan yang diwariskan . Pada akhirnya, hal ini akan menjadi faktor yang menentukan posisinya sebagai presiden dan ukuran kunci suatu pendirian. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dmitry Shlapentokh dari laman website Asian Times : �Masalahnya bukanlah sikap na�f geopolitik Presiden Barack Obama, rasa malu atau bahkan pengkhianatan, sebagaimana yang dikatakan oleh banyak kritikus, melainkan kemungkinan bisa dilaksanakannya disain geopolitik Kaum Neo-Con, yang dibangun dengan cara yang sama seperti dibangunnya ekonomi AS, yang didasarkan pada spekulasi keuangan yang cepat atau pencetakan dolar �.

Keyakinan bahwa membangun Demokrasi melalui laras senjata akan bisa berjalan di dunia Muslim, malah menjadikannya ditinggalkan dan kembali ke pangkuan Islam dan kini telah berubah menjadi kubangan. Terlepas dari kenyataan pidato Obama di Kairo itu dimaksudkan untuk mengembalikan nama Amerika Serikat, dengan meyakinkan kaum Muslim bahwa Amerika tidaklah bertabrakan dengan Islam, diungkap oleh Wikileaks, dengan menghapus setiap ambiguitas bahwa hal ini nyata terjadi. Untuk menanggapinya, umat Muslim harus mengerahkan dirinya untuk dapat menggunakan haknya untuk menentukan nasib sendiri dan membebaskan diri dari hegemoni barat. Akibatnya Revolusi di Timur Tengah pada saat ini harus menuntut bagi adanya suatu Al-dawlah Al-Islamiyah (Negara Islam).

Selain itu, AfPak (Afghanistan-Pakistan) adalah sebuah kata baru yang digunakan dalam lingkaran kebijakan luar negeri AS untuk menunjuk Afghanistan dan Pakistan sebagai suatu teater operasi tunggal. Pemikiran di balik konflik Afghanistan ini terkait dengan sistem pengiriman nuklir Pakistan untuk seluruh wilayah itu dan di luar wilayah itu dan kemungkinan bertemunya kedua isu membuat pemikiran untuk meninggalkan wilayah ini pada saat ini sebagai hal yang tak terbayangkan bagi Amerika. Namun, opini publik AS sekarang terpolarisasi dan tidak lagi berkelompok-kelompok atas isu ini. Sebuah jajak pendapat CNN terbaru menunjukkan ; �Data jajak pendapat juga mengungkapkan bahwa 52% orang Amerika percaya bahwa perang ini telah berubah menjadi perang Vietnam yang lain�, dikarenakan tingginya angka kematian tentara AS [situs CNN].

Jika presiden Amerika melepaskan diri dari konflik AfPak dan situasi memburuk, maka dia selamanya pasti akan dicap sebagai seorang presiden yang kalah, sehingga menjadikan hal ini penting untuk berada di sana sampai akhir. Oleh karena itu, tiap hari diperlukan gelombang serangan pesawat Predator dan serangan Reaper tak berawak terhadap kaum perempuan muslim yang tak berdosa dan anak-anak.

Selain itu, Amerika perlu bantuan Pakistan di Afghanistanl; diketahui bagaimana pentingnya bagi elit Pakistan untuk mendesak dilaksanakannya tindakan brutal. Kebanyakan solusi yang diajukan dirancang untuk menarik elemen-elemen konflik AfPak yang tidak bertujuan melakukan Jihad global, seperti Taliban yang moderat, menjadi semacam pengaturan dalam rangka memfasilitasi strategi keluar Amerika dari kedua negara itu. Meskipun demikian, kekurangan dari strategi ini adalah bahwa Afghanistan bersekutu dengan musuh bebuyutannya Pakistan, yakni India. Akibatnya, upaya berulang-ulang oleh Washington untuk meyakinkan Islamabad bahwa India tidak akan menimbulkan ancaman bagi Pakistan jika mereka mendukung penghancuran Taliban dipandang sebagai kunci kemenangan AS di Afghanistan. Ini adalah perang yang Amerika tidak pernah bisa menang.

Beralih ke pertanyaan mengapa dunia Muslim memegang sangat tidak menyukai AS, marilah kita pertimbangkan beberapa fakta dan angka. Amerika hampir memiliki 800 pangkalan militer di seluruh dunia, yang sebagian besarnya berada di negeri-negeri muslim, sementara pangkalan-pangkalan yang baru dan bahkan lebih besar masih sedang dibangun. Negara itu menduduki Afghanistan dan Irak, memaksa pasukan Muslim yang besar untuk melakukan tawar-menawar di Pakistan, mengerahkan pasukan khusus ke berbagai negara-negara Muslim (Somalia, Sudan, dan Yaman), memenjara ribuan orang tanpa perlindungan, dan mengobarkan perang ide besar-besaran yang melibatkan ulama-ulama Islam untuk memutar balik konsep-konsep Islam dan mendirikan lembaga-lembaga untuk menyerang negara-negara Muslim dengan norma-norma barat. Demikian juga, memang benar bahwa jutaan guru, dokter, perawat, insinyur, diplomat dll, dari barat yang hidup di dunia Muslim digunakan sebagai mata-mata, yang diwawancarai oleh berbagai badan keamanan ketika mereka kembali ke negeri mereka. Anehnya, sejauh ini Amerika masih tampak bingung atas kenyataan mengapa sebagian umat Islam masih marah atas situasi ini.

Keyakinan bahwa umat Islam memiliki Allah (SWT) dan Nabi-Nya (SAW) adalah jauh lebih bergairah dan abadi dari pada keyakinan yang ditunjukkan oleh orang-orang Israel Amerika yang mendukung Neo-Cons dan gerakan Kristen Zionis yang telah memainkan peran utama dalam mengarahkan kebijakan AS ke arah yang mereka ingin, termasuk juga riba ekonomi. Meskipun demikian, barat juga suka pada agama mereka, Tuhan dan saudara-saudara mereka yang mirip dengan kelompok �Islamis�, suatu istilah yang diciptakan barat. Perbedaannya adalah bahwa para penginjil belum mengambil langkah perjuangan untuk pertahanan-Nya, karena semua orang telah menerima pemisahan yang legal di Amerika dan Eropa antara gereja dan negara. Tidak ada pemimpin agama kontemporer Barat yang telah menganjurkan pembentukan negara berdasarkan iman Kristen, sedangkan umat Muslim menyerukan pelaksanaan Quran dan Sunnah, yang merupakan pegangan bagi semua aspek kehidupan, pribadi, keluarga, sosial, ekonomi, politik dan internasional. Allah SWT berfirman dalam Quran :

���� ��������� ������ �������

�Menetapkan hukum hanyalah hak Allah� [al-Anaam, 6:57]

Ide ini adalah inti yang merupakan pusat dari perang tak terbatas yang dikobarkan Amerika melawan Islam. �Lupakan strategi keluar, kita melihat suatu keterlibatan berkelanjutan yang tidak ada batas waktu� kata Donald Rumsfeld [New York Times 27 September 2001].

Amerika juga mahir dalam mendapatkan izin untuk menyerang musuh-musuhnya, target terakhirnya adalah Iran. Dengan dukungan dari para anggota parlemen ternama Amerika, pemerintah Israel tidak mengesampingkan diluncurkankaanya serangan pre-emptive terhadap fasilitas nuklir Iran, �Jam terus berdetak dan pada kenyataannya, kita hampir kehabisan waktu� kata Perwakilan Demokrat, Howard Berman ketika berbicara kepada para pemimpin Yahudi dalam komentar yang dimaksudkan untuk menghilangkan kekhawatiran bahwa pemerintahan Presiden Obama tidak melakukan hal yang cukup dalam menjinakkan ambisi nuklir Teheran. AFP

Di sisi lain, pilihan yang diambil adalah strategi pengurungan (strategy of containment). Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh George F. Kennan, seorang diplomat terkenal dan penasehat Departemen Luar Negeri Amerika untuk urusan Soviet. Dia menyarankan suatu �pengurungan jangka panjang, yang penuh kewaspadaan sabar namun tegas atas kecenderungan ekspansif Rusia�. Konsep politik ini dimaksudkan untuk mencapai tiga sasaran: pemulihan keseimbangan kekuasaan di Eropa, pemotongan proyeksi kekuasaan Soviet, dan modifikasi konsepsi Soviet dalam hubungan internasional. Iran bukanlah negara ideologis atau sebuah kekuatan superpower, sehingga jika Uni Soviet bisa dikurung dan akhirnya hancur tanpa satu peluru ditembakan, maka hal yang sama bisa dilakukan atas desain nuklir para mullah di Iran. Singkatnya, Teheran bukanlah Moskow. Dengan menggunakan sanksi tidak berprikemanusiaan dan, pada suatu tingkat, pembatasan akses terhadap kebutuhan dasar seperti makanan, Iran dapat dibujuk untuk mengubah arah kebijakannya.

Seruan untuk kembali kepada Islam memerlukan bentuk pemikiran tertinggi, yakni Pemikiran Politik . Ini merupakan penggabungan dari legislatif (Quran & Sunnah), Rasional, dan pemikiran Ilmiah tentang peristiwa-peristiwia dunia untuk menyimpulkan suatu solusi politik praktis. Untuk menjaga Islam dan umat Islam dari musuh-musuh mereka memerlukan pengawasan yang ketat dan konstan pada setiap episode politik di seluruh dunia.

Di masa depan, untuk bertahannya Negara Islam yang akan segera terwujud juga perlu menutup celah di antara yang ada diantara cara-cara militer dan tujuan-tujuan strategis. Negara Islam harus menjembatani kesenjangan antara apa yang diminta oleh tentara Islam untuk dilakukan dan apa yang mereka mampu lakukan dan selalu harus bergantung pada keberanian ideologi. Tentara Amerika dengan segala kecanggihan teknologi majunya belum mampu mencapai salah satu misi yang ditugaskan sejak tragedy 11/9. Memang, mereka telah gagal untuk memenuhi salah satu tujuan seperti memberikan pertempuran bagi musuh, mengganggu rencananya, dan menghadapi ancaman terburuk sebelum mereka muncul. Selanjutnya, dunia Barat sekarang harus mempersiapkan diri bagaimana untuk bisa hidup berdampingan dengan Negara Islam yang pasti muncul.

Juga, kebijakan energi nuklir harus dirumuskan sekarang, bukan nanti. Hal ini harus dibimbing secara khusus dari sudut pandang Islam. Hal ini akan membantu proyek kekuatan militer Negara Islam untuk berada di luar batas negaranya, sambil memberikan kemandirian keamanan dari ancaman keamanan potensial.

Perasaan Ummat, yakni perasaan muak kolektif yang ada di sekitar keadaan saat ini harus terkonsentrasi pada pembangunan Politik Islam. Negara adalah satu-satunya yang membawa jaminan perlindungan terhadap ancaman, ketidakamanan dan permusuhan bagi Nabi selama masa hidupnya saat itu, dan hal itu pasti akan membawa hal yang sama pada saat ini bagi umat-Nya. Persatuan di bawah satu Negara adalah solusi yaitu Islam harus menggabungkan kekuatan ideologi dan kekuatan militer untuk mengakhiri perang yang tidak adil ini yang dilancarkan pada negeri-negeri Islam dan pada kaum muslim.

�Tidak peduli seberapa kuat militer anda, anda tidak dapat menghancurkan pikiran dengan peluru dan bom, terutama ide-ide yang berakar pada kebutuhan untuk menentukan nasib sendiri, keadilan dan hak-hak politik.� Alan Harts, mantan koresponden Vietnam ITN. (rza)

Sumber: khilafah.com (1/6/2011)


http://hizbut-tahrir.or.id/2011/06/03/perang-abadi-melawan-islam/

Demokrasi: Akar Masalah Korupsi dan Kolusi!

Demokrasi: Akar Masalah Korupsi dan Kolusi!

[Buletin : Al Islam 559] Anggapan bahwa demokrasi adalah sistem politik dan pemerintahan terbaik, ternyata bohong besar. Di tanah air, merebaknya demokrasi justru menyuburkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi di alam demokrasi ini telah merasuk ke setiap instansi pemerintah, parlemen/wakil rakyat, dan swasta.

Menurut catatan Transparency International Indonesia, indeks korupsi di Indonesia tidak menurun, masih bertahan di angka 2,8. Posisi itu sama dengan periode sebelumnya. Indonesia berada di peringkat 110 dari 178 negara yang disurvey terhadap indeks persepsi korupsi (antaranews, 26/10/2010).

DPR dan DPRD yang dianggap perwujudan demokrasi adalah sarang banyak pelaku korupsi. Berdasarkan hasil survei Kemitraan, lembaga legislatif menempati urutan nomor satu sebagai lembaga terkorup disusul lembaga yudikatif dan eksekutif. Hasil survei tersebut menyebutkan korupsi legislatif sebesar 78%, Yudikatif 70% dan eksekutif 32% (mediaindonesia, 21/4).

Sebutlah skandal pengaturan pemilihan deputi senior gubernur BI periode 2004-2009 yang menjerat dua puluh lima anggota DPR-RI periode 1999-2004; kasus alih fungsi hutan di propinsi Riau; kasus suap proyek wisma atlet yang sekarang ramai dan banyak kasus lainya. Begitu pula deretan anggota DPRD yang terjerat kasus korupsi juga sangat panjang.

Jual-beli aneka RUU, utak-atik anggaran, pemekaran wilayah, pemilihan kepala daerah, proyek pembangunan, pemilihan pejabat, dsb, ditengarai menjadi lahan basah korupsi para anggota dewan. Bahkan para anggota dewan pun ditengarai sering berperan sebagai �calo� atau dikepung oleh para �calo�.

Percaloan di DPR diakui Ketua Komisi I DPR-RI, Mahfudz Siddiq. Ia mengungkapkan, para calo di parlemen sering berkeliaran pada lahan basah DPR, seperti calo jual-beli pasal dalam pembahasan RUU yang menyangkut kepentingan dan kewenangan terkait resources� -sumber daya-. RUU itu dibandrol harganya bukan lagi pasal perpasal, tapi bahkan sampai ayat perayat. Arena permainan uang juga terjadi dalam kegiatan fit and prosper test. Kasus fit and proper test berpeluang menjadi gratifikasi jabatan yang memiliki nilai tinggi. �Lahan basah yang juga biasa dimanfaatkan yakni saat pembahasan anggaran untuk proyek kementerian maupun pemerintah daerah,� ujarnya (rri.co.id, 22/5).

Mental korup bukan saja dominasi wakil rakyat pusat maupun daerah, tapi juga kepala daerah yang notabene produk pilkada yang demokratis. Mendagri Gamawan Fauzi menyatakan pada Januari lalu ada 155 kepada daerah yang menjadi tersangka korupsi. �Tiap minggu ada tersangka baru. Dari 155 kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi, 74 orang di antaranya adalah gubernur,� ungkap Gamawan (vivanews.com, 17/1).

Akarnya Industri Politik Demokrasi

Mengapa korupsi menggila di alam demokrasi? Jawabannya selain untuk memperkaya diri, korupsi juga dilakukan untuk mencari modal agar bisa masuk ke jalur politik termasuk berkompetisi di ajang pemilu dan pilkada. Sebab proses politik demokrasi, khususnya proses pemilu menjadi caleg daerah apalagi pusat, dan calon kepala daerah apalagi presiden-wapres, memang membutuhkan dana besar. Untuk maju menjadi caleg dibutuhkan puluhan, ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Sementara untuk menjadi bupati saja dibutuhkan dana tidak kurang dari Rp 20 miliar percalon kepala daerah.

Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan: �Minimal biaya yang dikeluarkan seorang calon Rp 20 miliar, akan tetapi untuk daerah yang kaya, biayanya bisa sampai Rp 100 hingga Rp 150 miliar. Kalau ditambah dengan ongkos untuk berperkara di MK, berapa lagi yang harus dicari. (kompas.com, 5/7/2010).

Sering kali korupsi makin meningkat saat menjelang pilkada dan pemilu. Kasus korupsi yang dilakukan sejumlah elit parpol saat ini disinyalir adalah bagian dari ancang-ancang pengumpulan dana untuk persiapan pemilu 2014. Parpol merasa bahwa anggaran yang diperoleh dari sumbangan anggotanya yang menjadi pejabat atau anggota legislatif terlalu kecil. Maka korupsi dan kongkalikong dengan pengusaha pun jadi ajang mengeruk dana bagi parpol.

Ledakan korupsi bukan saja terjadi di tanah air, tapi juga di Amerika, Eropa, Cina, India, Afrika, dan Brasil. Negara-negara Barat yang dianggap telah matang dalam berdemokrasi justru menjadi biang perilaku bejat ini. Para pengusaha dan penguasa saling bekerja sama dalam proses pemilu. Pengusaha membutuhkan kekuasaan untuk kepentingan bisnis, penguasa membutuhkan dana untuk memenangkan pemilu.

Jeffrey D. Sachs, Guru Besar Ekonomi dan Direktur Earth Institute pada Columbia University sekaligus Penasihat Khusus Sekjen PBB mengenai Millennium Development Goals, mengatakan negara-negara kaya adalah pusat perusahaan-perusahaan global yang banyak melakukan pelanggaran paling besar (korantempo, 23/5). Di negara-negara demokrasi itu, seperti di Indonesia, para penguasa korup dan pengusaha yang melakukannya juga kebal hukum.

Jeffrey mengungkap sejumlah pejabat Gedung Putih banyak terlibat skandal. Mantan wakil presiden Dick Cheney masuk ke Gedung Putih setelah menjabat Direktur Utama Halliburton. Selama Cheney memegang jabatan di Halliburton, perusahaan tersebut telah menyuap pejabat-pejabat Nigeria sehingga berhasil memperoleh akses mengelola ladang-ladang minyak di negeri itu -akses yang bernilai miliaran dolar. Ketika pemerintah Nigeria menuduh Halliburton melakukan penyuapan, perusahaan itu menyelesaikan kasus ini di luar pengadilan dengan membayar denda sebesar US$ 3,5 juta.

Presiden AS Barack Obama juga pernah memanfaatkan jasa seseorang di Wall Street bernama Steven Rattner untuk menyelamatkan industri otomotif AS, walaupun Obama tahu bahwa Rattner saat itu sedang diperiksa karena menyuap pejabat-pejabat pemerintah. Setelah menyelesaikan tugasnya di Gedung Putih, Rattner berhasil menyelesaikan kasus suapnya itu dengan membayar denda beberapa juta dolar.

Praktik penyuapan dan korupsi di Indonesia juga melibatkan perusahaan asing. Biro investigasi federal Amerika Serikat (AS) atau FBI mengungkapkan adanya praktek suap yang dilakukan perusahaan AS di Indonesia. Terutama perusahaan AS yang beroperasi di wilayah Indonesia.

Gary Johnson, Kepala Unit Penangan Korupsi FBI menyatakan bahwa ada kasus-kasus yang melibatkan perusahaan AS yang beroperasi di Indonesia dan itu berada di bawah FCPA (Foreign Corrupt Practices Act) atau di bawah UU antikorupsi (detiknews.com, 11/5).

Jelaslah sudah, sistem politik demokrasi justru menjadi akar masalah munculnya perilaku korupsi dan kolusi.

Negara Disandera Kolusi Pengusaha-Penguasa/Politisi

Kolusi pengusaha dan penguasa ini menandakan negara telah jatuh disandera para politisi dan pengusaha demi kepentingan mereka. Korupsi hanyalah satu cara untuk balik modal dan mencari keuntungannya. Jika korupsi nanti tidak lagi tren, maka mengembalikan modal sendiri atau �sumbangan� pemodal akan dilakukan secara �legal�. Untuk itu dibuat berbagai peraturan yang memungkinkannya, misalnya memberikan apa yang disebut insentiv, dsb. Bisa juga dilakukan melalui proses legal yang telah diatur, seperti proyek yang dimenangkan para pemodal itu melalui tender yang telah �diatur� yang secara kasat mata terlihat memenuhi semua peraturan. Untuk itu proyek-proyek harus diadakan dan diperbanyak. Itulah mengapa muncul banyak proyek �aneh�. Negara dan sumber dayanya pada akhirnya disandera oleh kolusi politisi/penguasa dengan pengusaha, dan lebih parah lagi ditambah dengan pihak asing.

Semua itu telah menjadi bersifat sistemik karena yang menjadi akar masalahnya adalah sistem politik demokrasi yang mungkin lebih tepat disebut industri politik demokrasi. Layaknya industri yang untuk adalah para pengelolanya (penguasa, pejabat dan politisi) dan para pemodalnya yaitu para kapitalis pemilik modal. Rakyat akan terus menjadi konsumen dan kepentingan rakyat hanyalah obyek layaknya barang dagangan. Akibat semua itu, kepentingan rakyat selalu dikalahkan.

Wahai kaum muslimin!

Telah jelas bahwa demokrasi melahirkan para pemimpin bermental korup, zalim, dan rakus. Demokrasi telah membiasakan para penguasanya untuk gemar berbuat curang, menerima suap, korupsi, dan melakukan kolusi yang merugikan rakyat, padahal Allah dan RasulNya telah mengharamkan perbuatan tersebut.

Sesungguhnya kerusakan penguasa dan pemerintahan yang sekarang ada bukanlah sekadar disebabkan bejatnya moral para pemimpin, tapi karena kebusukan sistemnya. Sudah seharusnya umat mencampakkan sistem industri politik demokrasi dan menggantinya dengan sistem yang diridhai Allah dan Rasul-Nya, yang menjamin keberkahan hidup di dunia dan akhirat.

Karena itu untuk menghindarkan umat dari semua itu dan mewujudkan kehidupan yang lebih baik maka tidak ada jalan lain kecuali mencampakkan sistem industri politik demokrasi yang menjadi akar semua problem itu. Dan berikutnya kita ambil dan terapkan petunjuk hidup dan sistem yang diberikan oleh Allah yag Mahabijaksana. Sebab Allah SWT sendiri telah menjamin bahwa Islam akan memberikan kehidupan kepada kita semua dan umat manusia umumnya.

Apakah tidak cukup umat menderita dalam sistem demokrasi dan setiap hari menyaksikan kerusakan demi kerusakan ditimbulkan oleh sistem ini yang dijalankan para penguasa? Sungguh Allah telah memberi pelajaran kepada kita semua, semoga kita bisa memahaminya. Maka, hukum siapakah yang lebih baik dibandingkan dengan hukum Allah SWT.

���������� ��������������� ��������� ������ �������� ���� ������� ������� �������� ����������

�Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?� (QS. al-Maidah: 50).

Wall�h a�lam bi ash-shaw�b. []

Komentar al-Islam

Fenomena perpindahan kepala daerah ke partai politik yang berkuasa tidak didasari pertimbangan ideologi, tetapi lebih pada kepentingan untuk meraih kekuasaan (Kompas, 31/5)
1. Itulah politik ala ideologi kapitalisme. Politik berhubungan dengan mencari dan mempertahankan kekuasaan, dan ujungnya demi kepentingan sendiri dan kelompok.
2. Dalam Islam politik adalah pemeliharaan urusan dan kepentingan rakyat. Ujungnya adalah demi kepentingan dan kemaslahatan rakyat.
3. Saatnya campakkan kapitalisme dengan sistem politik demokrasinya dan terapkan Islam dengan syariahnya dalam bingkai Khilafah, niscaya kepentingan dan kemaslahatan rakyat akan terpelihara. Mau?

http://hizbut-tahrir.or.id/2011/06/01/demokrasi-akar-masalah-korupsi-dan-kolusi/

Rapuhnya Pelindung Selain Allah

Rapuhnya Pelindung Selain Allah

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui (TQS al-Ankabut [29]: 41).

Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang lemah, siapa pun dia. Orang yang menyadari kelemahannya, pastilah akan mencari pihak yang bisa dijadikan sebagai tempat bergantung dan bersandar. Namun jika dia salah menetapkan tempat bergantung, usahanya itu akan sia-sia. Bahkan mengantarkan kepada celaka. Ini seperti yang dialami oleh orang-orang yang menjadikan selain Allah SWT sebagai tempat bergantung, berlindung, dan bersandar. Pasalnya, semua tempat berlindung, bergantung, dan bersandar itu amat lemah dan rapuh. Demikian rapuhnya hingga seperti rumah laba-laba. Rumah yang paling lemah. Inilah yang digambarkan oleh ayat ini.



Bagaikan Rumah Laba-laba


Allah SWT berfirman: Matsal al-ladz�na [i]ttakhadz� min d�nul-L�h awliy�' (perumpama-an orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah). Kandungan ayat ini memi-liki kaitan erat dengan ayat-ayat sebelumnya. Dalam ayat-ayat tersebut diberitakan tentang berbagai peristiwa yang menimpa berbagai kaum yang mendus-takan Allah SWT, utusan, dan risalah yang dibawa.



Di antara yang diberitakan adalah pengingkaran dan pem-bangkangan kaum Luth. Tak hanya itu, mereka mengerjakan perbuatan yang amat keji dan menjijikkan, yakni mendatangi sesama laki-laki, menyamun, dan mengadakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuan. Ketika diingatkan, mereka justru menantang didatangkan azab. Akhirnya, mereka pun dihancurkan dengan azab (lihat ayat 28-35).



Diberitakan pula penduduk Madyan. Meskipun telah diseru oleh Syu'aib agar hanya menyembah kepada Allah SWT, mereka justru mendustakannya. Akibatnya, mereka pun diazab dengan gempa yang amat dahsyat. Akhirnya mereka tewas bergelimpangan di rumah-rumah mereka (lihat ayat 36-37).
Pun demikian dengan kaum 'Ad dan kaum Tsamud. Mereka harus menerima azab yang mengerikan. Setan berhasil menipu mereka dengan memandang baik perbuatan jahat yang mereka lakukan dan bisa meng-halangi mereka dari jalan Allah SWT (lihat ayat 38).



Peristiwa tak jauh berbeda juga dialami Qarun, Fir'aun, dan Haman. Nabi Musa telah datang kepada mereka dengan mem-bawa bukti dan keterangan yang nyata. Akan tetapi, mereka justru berlaku sombong. Akhirnya, me-reka pun tak luput dari azab-Nya (39).



Semua kaum ingkar terse-but harus menerima azab dari-Nya. Di antara mereka ada yang ditimpa dengan hujan batu kerikil, suara keras yang meng-guntur, dibenamkan ke dalam bumi, dan ditenggelamkan. Dah-syatnya azab itu bukan karena Allah SWT menganiaya mereka. Akan tetapi mereka sendirilah yang menganiaya yang menye-babkannya (lihat ayat 40).



Kemudian ayat ini menegaskan betapa rapuh dan lemahnya keadaan mereka. Mereka adalah orang-orang yang menjadikan selain Allah SWT sebagai awliy�'. Kata awliy�' merupakan bentuk jamak dari kata waliyy. Menurut al-Shabuni, pengertian al-waliyy secara bahasa adalah al-n�shir wa al-mu'�n (penolong dan pembantu).



Digunakannya al-ism al-mawsh�l menunjukkan penger-tian yang mencakup seluruh kaum musyrik yang menyembah selain Allah SWT. Sebagaimana diterangkan al-Syaukani, Waliyy yang dijadikan sebagai tempat bersandar bisa berupa makhluk hidup maupun benda mati, ma-sih hidup atau sudah mati. Mereka yang menjadikan ber-hala-berhala itu sebagai tuhan berharap mendapatkan perto-longan, rezeki dan manfaat. Akan tetapi, semua harapan mereka itu buyar. Sebab, sesembahan dan semua yang mereka serahi wal�' tidak bisa memberikan apa pun. Bahkan keadaan mereka amat rapuh dan lemah.



Allah SWT berfirman: Ka-matsal al-'ankab�t [i]ttakhadzat bayt[an] (adalah seperti laba-laba yang membuat rumah). Orang yang menjadikan selain Allah SWT sebagai waliyy-nya itu dium-pamakan seperti al-'ankab�t (laba-laba). Binatang kecil yang lemah. Sementara semua sesem-bahan, pelindung, dan penolong selain Allah SWT tak kalah lemah-nya, bagaikan rumah yang dibuat laba-laba. Meskipun kelihatan lebar dan tertata rapi bagaikan jaring-jaring yang bisa menjerat siapa pun yang berupaya me-nembusnya, sesungguhnya ru-mah itu sangat rapuh dan lemah.



Ibnu Zaid, sebagaimana disitir al-Thabari, menuturkan bahwa perumpamaan ini mem-berikan pemahaman bahwa awliy�' mereka tidak berguna sedikit pun bagi mereka. Al-Samarqandi juga menyatakan, rumah laba-laba itu tidak bisa melindungi pemiliknya dari panas, dingin, dan hujan. Demikian pula dengan semua sesembahan mereka. Sama sekali tidak bisa melindungi mereka dari marabahaya dan tidak memberikan manfaat sedikit pun.



Sangat Rapuh


Gambaran dari perumpaan tersebut sesungguhnya sudah sangat jelas. Yakni betapa lemah dan rapuhnya semua sesembah-an selain Allah SWT. Gambaran itu kian jelas dengan penegasan frase sesudahnya: Inna ahwan al-buy�t labayt al-'ankab�t (dan sesungguhnya rumah yang pa-ling lemah adalah rumah laba-laba). Kata ahwana merupakan ism al-tafdh�l dari kata wahana atau wahuna yang berarti lemah. Sehingga pengertian ahwana adalah adh'afa (yang paling lemah).



Ditegaskan dalam ayat ini, sesungguhnya rumah yang pa-ling lemah adalah rumah laba-laba. Di samping terdapat huruf inna yang berguna li al-tawk�d (untuk mengukuhkan), juga ada al-l�m al-muzahlaqah yang memberikan makna yang sama, li tawk�d. Sehingga frase itu mene-gaskan, sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah benar-benar rumah laba-laba.



Dengan demikian, frase ini kian mengukuhkan betapa le-mahnya semua sesembahan se-lain Allah SWT. Pula, semua pelindung, penolong, dan yang dijadikan sebagai tempat bersandar dan bergantung selain-Nya. Allah SWT berfirman: Kata-kanlah: "Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mu-dharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?" (TQS al-Maidah [5]: 76).



Kemudian Allah SWT berfirman: law k�n� ya'mal�n (kalau mereka mengetahui). Dijelaskan al-Jazairi, frase ini memberikan pengertian bahwa seandainya kaum musyrik itu mengetahui bahwa keadaan mereka dalam menyembah selain Allah SWT itu tidak ada manfaatnya, sebagai-mana keadaan laba-laba terha-dap rumahnya rapuh, maka mereka tidak ridha menyembah selain Allah SWT dan tidak beribadah kepada-Nya. Dzat yang segala sesuatu ada digeng-gaman-Nya, dan kepada-Nya kembali.



Tampaknya, realitas inilah yang tidak disadari oleh para penguasa. Juga para kroni dan pendukungnya menyerahkan wal�' (loyalitasnya kepada mere-ka). Dengan kekuatan yang di-miliki, seolah mereka kekuatan besar yang tidak bisa dikalahkan atau ditumbangkan. Akibatnya, mereka pun dengan mudah berbuat dzalim dan sewenang-wenang. Lebih dari itu, mereka mentahbiskan diri mereka lak-sana tuhan yang harus ditaati melebihi ketaatan kepada Allah SWT.


Padahal, sesungguhnya mereka amat lemah dan rapuh. Bagaikan rumah laba-laba yang sekali libas, langsung rontok berkeping-keping. Maka sung-guh menyesal, orang-orang yang menjadikan mereka sebagai sandaran dan tempat bergantung. Allah SWT berfirman: Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang meng-ambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah (TQS al-Nisa' [4]: 138). Masih ada yang tertarik menyerahkan wal�'-nya kepada rezim thagut yang me-nerapkan hukum thaghut? Wal-L�h a'lam bi shaw�b.[]


http://www.mediaumat.com/telaah-wahyu/2671-53-rapuhnya-pelindung-selain-allah.html

Hukum dan Peradilan Islam: Menjamin Keadilan dan Ketegasan Hukum

Hukum dan Peradilan Islam: Menjamin Keadilan dan Ketegasan Hukum



Salah satu puncak peradaban emas Khilafah adalah penerapan syariah Islam di
bidang hukum dan peradilan. Keberhasilan yang gemilang di bidang ini membentang
sejak sampainya Rasulullah saw. di Madinah tahun 622 M hingga tahun 1918 (1336
H) ketika Khilafah Utsmaniyah jatuh ke tangan kafir penjajah (Inggris).
(Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham al-Islam, hlm. 44).


Kunci utama keberhasilan tersebut karena hukum yang diterapkan memang hukum
terbaik di segala zaman dan masa, yaitu syariah Islam, bukan hukum buatan
manusia seperti dalam sistem demokrasi-sekular sekarang. Allah SWT berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ
وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا
لِقَوْمٍ يُوقِنُون

Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. (Hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).

Dalam kitab At-Tafsir al-Munir Syaikh Wahbah az-Zuhaili menerangkan bahwa ayat
ini berarti tak ada seorang pun yang lebih adil daripada Allah dan tak ada satu
hukum pun yang lebih baik daripada hukum-Nya (Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsir
al-Munir, VI/224).
Dalam hukum Islam itulah akan didapati suatu cita-cita tertinggi manusia dalam
bidang hukum di segala peradaban, yaitu keadilan. Keadilan merupakan sifat yang
melekat pada Islam itu sendiri dan tak terpisahkan dari Islam. Allah SWT
berfirman:


وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا
وَعَدْلا

Telah sempurnalah Kalimat Tuhanmu (al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil
(QS al-An’am [6]: 115).

Islam sendiri juga memerintahkan manusia untuk bersikap adil dalam menerapkan
hukum-hukum Allah, sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا
الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا
حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا
بِالْعَدْلِ

Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah kepada
yang berhak menerimanya dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia
supaya kalian menetapkan dengan adil (QS an-Nisa’ [4]: 58).

Ayat ini turun berkaitan dengan kisah Sayidina Ali bin Abi Thalib ra. pada saat
Fathu Makkah. Beliau merampas kunci-kunci Ka’bah dari tangan Utsman bin
Thalhah, sang penjaga Ka’bah. Rasulullah saw. ternyata marah dan memerintahkan
Sayidina Ali bin Abi Thalib ra. untuk mengembalikan kunci Ka’bah kepada Utsman
bin Thalhah. Kemudian turunlah ayat di atas yang akan dibaca terus hingga Hari
Kiamat nanti (Tafsir Ibnu Katsir, I/516).

Hakikat Keadilan

Keadilan dan Islam adalah satu-kesatuan. Karena itu, tidak aneh jika para ulama
mendefiniskan keadilan (al-’adl) sebagai sesuatu yang tak mungkin terpisah
dari Islam. Menurut Imam Ibnu Taimiyah, keadilan adalah apa saja yang
ditunjukkan oleh al-Kitab dan as-Sunnah (Kullu ma dalla ‘alayhi al-kitab wa
as-sunnah), baik dalam hukum-hukum hudud maupun hukum-hukum yang lainnya (Ibnu
Taimiyah, As-Siyasah as-Syar’iyah, hlm. 15). Menurut Imam al-Qurthubi,
keadilan adalah setiap-tiap apa saja yang diwajibkan baik berupa akidah Islam
maupun hukum-hukum Islam (Kullu syayyin mafrudhin min ‘aqa’id wa ahkam).
(Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, X/165). Berdasarkan
pendapat-pendapat seperti ini, keadilan dapat didefinisikan secara ringkas,
yaitu berpegang teguh dengan Islam (al-iltizam bil-Islam) (M. Ahmad Abdul Ghani,
Mafhum al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi Dhaw` al-Fikr al-Islami Al-Mu’ashir,
I/75).

Apabila keadilan Islam itu diimplementasikan dalam masyarakat, implikasinya
adalah akan terwujud suatu cara pandang dan cara perlakuan yang sama terhadap
individu-individu masyarakat. Artinya, semua individu anggota masyarakat akan
diperlakukan secara sama tanpa ada diskriminasi dan tanpa pengurangan atau
pengunggulan hak yang satu atas yang lainnya. Inilah keadilan hakiki yang akan
terwujud sebagai implikasi penerapan syariah Islam dalam masyarakat (Hamad Fahmi
Thabib, Hatmiyah Inhidam ar-Ra’sumaliyah al-Gharbiyah, hlm. 191).

Fakta Historis Keadilan Hukum

Tak sedikit tinta emas menggoreskan catatan sejarah yang membuktikan terwujudnya
keadilan di tengah masyarakat Islam. Di antaranya adalah kisah sengketa baju
besi Khalifah Ali bin Thalib ra. dengan seorang laki-laki Yahudi. Diriwayatkan
oleh Imam al-Hakim, bahwa baju besi Ali ra. hilang pada Perang Jamal. Ali ra.
ternyata mendapati baju besinya di tangan seorang laki-laki Yahudi. Khalifah Ali
ra. dan orang Yahudi lalu
mengajukan perkara itu kepada hakim bernama Syuraih. Ali ra. mengajukan saksi
seorang bekas budaknya dan Hasan, anaknya. Syuraih berkata, “Kesaksian bekas
budakmu saya terima, tetapi kesaksian Hasan saya tolak.” Ali ra. berkata,
“Apakah kamu tidak pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda bahwa Hasan dan
Husain adalah penghulu para pemuda penghuni surga?” Syuraih tetap menolak
kesaksian Hasan, dan memenangkan si Yahudi. Syuraih lalu berkata kepada orang
Yahudi itu,”Ambillah baju besi itu.” Namun, Yahudi itu lalu berkata,
“Amirul Mukminin bersengketa denganku, lalu datang kepada hakim kaum Muslim,
kemudian hakim memenangkan aku dan Amirul Mukminin menerima keputusan itu. Demi
Allah, Andalah yang benar, wahai Amirul Mukminin. Ini memang baju besi Anda.
Baju besi itu jatuh dari unta Anda lalu aku ambil. Aku bersaksi bahwa tiada
tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah rasul
Allah.” Ali ra. berkata,”Karena Anda
sudah masuk Islam, kuberikan baju besi itu untukmu.” (Al-Kandahlawi, Hayah
Ash-Shahabah, 1/146).


Kisah ini menunjukkan bahwa keadilan telah ditegakkan, walau yang bersengketa
adalah seorang kepala negara dengan rakyat biasa yang non-Muslim. Hukum syariah
memang tidak membenarkan kesaksian seorang anak untuk bapaknya. Inilah prinsip
syariah yang dipegang teguh oleh hakim Syuraih ketika mengadili perkara tersebut
(Ahmad Da’ur, Ahkam Al-Bayyinat, hlm. 23).


Keadilan Islam yang hebat dan mengagumkan juga pernah tercatat saat peristiwa
penaklukan Kota Samarqand, di negeri Khurasan, Asia Tengah, sebagaimana
dikisahkan oleh Imam Thabari dalam Tarikh al-Umam wa al-Muluk (VIII/138).
Syahdan, setelah kota ditaklukkan pasukan kaum Muslim, penduduk Samarqand yang
non-Muslim itu mengadu kepada hakim bahwa para pasukan telah menyalahi hukum
Islam. Sebab, menurut pengetahuan mereka, Islam mengajarkan bahwa penaklukan
harus diawali dulu dengan dakwah kepada penduduk untuk masuk Islam. Lalu jika
mereka tak mau masuk Islam, mereka diminta membayar jizyah. Jika mereka tetap
tak mau membayar jizyah, barulah pasukan Islam boleh memerangi mereka.


Penduduk Samarqand memprotes kepada hakim karena pasukan Islam ternyata
menaklukkan Samarqand tanpa diawali dakwah dan tawaran jizyah. Yang menakjubkan,
hakim pun akhirnya memutuskan bahwa penaklukan Samarqand tidak sah. Hakim lalu
memerintahkan pasukan Islam keluar dari Kota Samarqand dan mengulangi lagi
proses penaklukan dengan menyampaikan dakwah dan tawaran jizyah lebih dulu. Demi
mendengar vonis hakim yang adil ini, penduduk Samarqand berkata, “Kalau
begitu, silakan pasukan Islam tetap di dalam kota dan kami masuk Islam.”
(Hamad Fahmi Thabib, Hatmiyah Inhidam ar-Ra’sumaliyah Al-Gharbiyah, hlm. 226).


Kisah ini juga menunjukkan keadilan Islam yang luar biasa. Hakim tetap berpegang
teguh dengan hukum Islam, walaupun yang mengadukan perkara adalah non-Muslim.
Hakim tidak lantas memenangkan pasukan Islam yang sudah telanjur menaklukkan
Kota Samarqand. Itu tak lain karena hakim memang berpegang teguh dengan sabda
Rasulullah saw., bahwa pasukan Islam hanya boleh memerangi setelah melakukan
lebih dulu aktivitas dakwah untuk masuk Islam dan memberi tawaran membayar
jizyah.


Penaklukan yang adil semacam itulah yang sebelumnya pernah terjadi di Wadi Urdun
saat pasukan Islam pimpinan Abu Ubaidah ra. menaklukkanya. Daerah itu dulunya
bekas wilayah Kerajaan Romawi. Ketika Abu Ubaidah sampai ke daerah Fahl,
penduduknya yang Nasrani menulis surat yang bunyinya, “Wahai kaum Muslim,
kalian lebih kami cintai daripada Romawi, meski agama mereka sama dengan kami.
Kalian lebih menepati janji kepada kami, lebih lembut kepada kami, dan
menghentikan kezaliman atas kami. Kalian lebih baik dalam mengurusi kami. Romawi
hanya ingin mendominasi segala urusan kami dan menguasai rumah-rumah kami.”
(Hamad Fahmi Thabib, Hatmiyah Inhidam Ar-Ra’sumaliyah al-Gharbiyah, hlm. 228).


Kisah ini tak hanya ditulis oleh ulama Muslim seperti dalam kitab Futuh
al-Buldan, karya Imam Al-Baladzuri (hlm 139), tetapi juga dikutip oleh para
penulis non-Muslim, seperti Thomas W. Arnold dalam bukunya Fath al-Arab Bilad
asy-Syam wa Filisthin. Dalam bukunya ini Thomas W. Arnold mengutip banyak kisah
yang menunjukkan bagaimana kaum Muslim berpegang teguh dengan Islam dan
bagaimana bagusnya interaksi kaum Muslim dengan non-Muslim di negeri-negeri
taklukan.


Inilah keadilan hakiki yang berhasil diwujudkan Islam. Keadilan seperti inilah
yang dulu pernah diwujudkan negara Khilafah tatkala menerapkan syariah Islam di
tengah masyarakat. Keadilan yang didambakan tak hanya oleh umat Islam, namun
bahkan oleh orang-orang non-Muslim sekalipun.

Hal itu tentu saja sangat bertolak belakang dengan situasi umat Islam sekarang,
terutama setelah hancurnya Khilafah di Turki pada 3 Maret 1924. Sejak saat itu
syariah Islam tak lagi mempunyai institusi yang melindungi dan menerapkannya.
Hukum yang diterapkan bukan lagi syariah Islam, melainkan hukum yang dibuat oleh
manusia itu sendiri. Ini terjadi tiada lain karena sistem demokrasi telah
merampas hak membuat hukum yang semula milik Allah SWT, menjadi milik manusia
yang lemah dan serba terbatas. Akibatnya, sangat mengerikan, yaitu manusia jauh
dari hukum Allah, dan dengan sendirinya jauh dari keadilan. Keadilan pun tak
akan pernah ada; kecuali keadilan semu yang palsu dan menipu.

Akibatnya, yang merajalela bukanlah keadilan, melainkan kezaliman yang
dipaksakan dan dilegitimasi atas nama sistem demokrasi yang kufur. Sampai
kapankah umat Islam masih mau ditindas oleh sistem demokrasi yang kufur ini?


Daftar Bacaan
1. Abdul Ghani, Muhammad Ahmad, Mafhum Al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi Dhaw’
al-Fikr al-Islami al-Mu’ashir, (t.tp. : tp.), 2004.
2. Al-Balawi, Salamah Muhammad Al-Harfi, Al-Qadha’ fi ad-Dawlah al-Islamiyah
Tarikhuhu wa Nuzhumuhu (Riyadh: Darun Nasyr), 1994.
3. Al-Kandahlawi, Hayah ash-Shahabah, (Maktabah Misykah Al-Islamiyah: t.tp), tt.
4. Asy-Syarbaini, Mahmud, Al-Qadha’ fi al-Islam, (Kairo: Al-Hai’ah
Al-Mishriyah Al-‘Ammah li Al-Kuttab), 1999.
5. Bahnasy, Ahmad Fathi, Nazhariyah al-Itsbat fi al-Fiqh al-Jina’i al-Islami
(Kairo: Dar Al-Syuruq), 1989.
6. Thabib, Hamad Fahmi, Hatmiyah Inhidam al-Ra’sumaliyah Al-Gharbiyah (t.tp :
tp.), 2004.
7. Washil, Nashr Farid Muhammad, Asy-Sulthah al-Qadha’iyah wa Nizham
al-Qadha’ fi Al-Islam (Kairo: Maktabah Taufiqiyah), 1403 H.


http://hizbut-tahrir.or.id/2011/06/05/hukum-dan-peradilan-islam-menjamin-keadila\
n-dan-ketegasan-hukum/