Tuesday, August 6, 2019

MENOLAK KHILAFAH: ULAMA PALSU

MENOLAK KHILAFAH: ULAMA PALSU
Oleh : KH. M. SHIDDIQ AL JAWI

Ali Abdur Raziq (1888-1966) telah menolak Khilafah sebagai ajaran Islam dalam kitabnya Al-Islam wa Ushul Al-Hukm yang terbit di Kairo tahun 1925, setahun setelah runtuhnya Khilafah di Turki tahun 1924.
Akhirnya Ali Abdur Raziq disidang oleh Majelis Ulama Besar al-Azhar di bawah pimpinan Syekh al-Azhar, yakni Muhammad Abu al-Fadhl, dengan 24 anggota ulama Korps Ulama al-Azhar.
Para ulama itu secara ijma’ (konsensus) telah memecat Ali Abdur Raziq dari korps Ulama al-Azhar dan juga telah memecat dia dari semua jabatan yang dipegangnya.
Jadi, Ali Abdur Raziq diputuskan bukan lagi ulama karena telah menolak khilafah. Inilah keputusan yang haq, siapapun yang menolak khilafah, berarti ulama palsu.

Sunday, August 4, 2019

TERIMAKASIH KIAI SAID AQIL SIRADJ

TERIMAKASIH KIAI SAID AQIL SIRADJ

(Telah ditemukan, tulisan SAS pada masa lalu ...)

1. Sejak tahun 2003, saya senantiasa dicekoki tentang bahaya kelompok2 Islam "garis keras", semacam HTI. Ini wajar, karena pergaulan saya saat itu hampir 100% selalu dngan orang2 yg anti HTI.

2. Saya taqlid buta ikut2an membenci HTI dengan gagasan Syariah & Khilafah yg diembannya.

3. Saat itu kiai Said Aqil Siradj belum berkomentar sedikitpun tentang HTI.

4. Tahun 2011, kiai Said Aqil menjadi salah satu penceramah di acara Haul Pon-pest Buntet - Cirebon. Dengan semangat sayapun hadir menyimak ceramah beliau.

5. Hingga akhirnya beliau menyampaikan perbandingan sistem negara Indonesia (demokrasi) & sistem Islam (khilafah). Menurutnya sistem di Indonesia itu boros anggaran, karena tiap 5 tahun sekali harus Pemilu. Beda dengan sistem Islam, selama pemimpin itu masih sehat & hidup, maka sampe kapanpun tdk boleh diganti.

6. Entah sadar atau tdk kiai Said Aqil menyatakan seperti itu, yg jelas pernyataannya itu membuat pikiran saya menerawang, "berarti benar dong dengan apa yg selama ini diperjuangkan HTI".

7. Dari situ saya mulai kritis terhadap Demokrasi, setelah sebelumnya saya hanya kritis terhadap Khilafah.

8. Hingga saya mendapatkan Buku karya Kiai Said Aqil, dari salah seorang santri Pon-pest Kempek _ Cirebon, yg berjudul ISLAM KEBANGSAAN; FIQIH DEMOKRATIK KAUM SANTRI. Terbitan Pustaka Ciganjur, tahun 1999.

9. Tanpa sengaja saya membuka halaman 66, dan tertulis "Khilafah merupakan sunnatullah yg harus terwujud, baik secara syar'i maupun aqli. ... Salah besar jika Khalifah disamakan dengan Presiden", tulis kiai Said di bukunya.

10. Pikiran sayapun kembali menerawang, dan semakin yakin, bahwa apa yg diperjuangkan HTI itu tepat secara hujjah2 akademik.

11. Setelah melalui masa2 galau yg cukup panjang, sayapun akhirnya berhenti menjadi pencaci HTI. Saya berubah menjadi pendakwah yg selalu menawarkan gagasan2 Syariah & Khilafah, demi kebangkitan umat dan negeri ini.
_____
 #TERIMAKASIH KIAI SAID AQIL SIRADJ, sebab ENGKAULAH KINI SAYA JADI PEJUANG SYARIAH & KHILAFAH..
____ Takbiiir !!!

Ustadz Irkham Fahmi Al-Anjatani

Friday, August 2, 2019

NARASI ISLAM RADIKAL

NARASI ISLAM RADIKAL

Stigmatisasi dan Monsterisasi Barat untuk Menghalangi Kebangkitan Islam
Oleh : Dr Ahmad Sastra (Forum Doktor Islam Indonesia)

Islam bukanlah moderat sebagaimana diinginkan Barat. Islam juga bukan radikal sebagaimana dituduhkan Barat. Keduanya adalah narasi Barat untuk membungkam kebangkitan Islam.

Penyematan sifat stigmatis terhadap Islam sesungguhnya terjadi sejak zaman Rasulullah. Oleh gerombolan kafir Quraisy, Rasulullah selalu difitnah dan digelari dengan bermacam sebutan negatif.

Dikarenakan kebencian dalam dada, kafir Quraisy menfitnah Rasulullah sebagai orang gila, dukun dan bahkan penyihir (lihat QS AsShafat : 36, Ad Dukhan : 14, Ad Dzariyat : 39, 52 dan Al Qamar : 29). Bukan hanya sebatas kata-kata tuduhan, Rasulullah bahkan dikejar-kejar, dibaikot, dilempari batu, hingga mau dibunuh.

Bahkan disaat Rasulullah mulai melakukan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar secara terbuka yang dengan tegas mengkritik sistem jahiliah dan menawarkan Islam, Rasulullah dituduh akan memecah belah bangsa Arab. Sejak dahulu, oleh musuh-musuh Allah, Islam selalu menjadi sasaran tuduhan dan fitnah, dan ini akan terus berlangsung sampai akhir zaman.
Monsterisasi ajaran Islam melalui perang istilah (harb al Musthalahat) sebagai radikal, garis keras (hard line) dan membenturkan dengan Islam moderat adalah proyek barat untuk memecah belah umat Islam sekaligus melumpuhkan kebangkitan umat. Biasanya Barat akan menjadikan kaum munafik sebagai patner untuk membantu proyeknya.
Padahal Islam adalah memang agama dakwah amar ma’ruf nahi munkar kepada seluruh dunia untuk menebar kebaikan dengan cara damai dan rasional. Gerakan dakwah Islam adalah salah satu ciri kaum terbaik yang diberikan Allah. Islam adalah gerakan peradaban, bukan sekedar ritual belaka.


Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS Ali Imran : 110)

Sejarah Islam, sebagaimana yang pernah ada, merupakan sejarah dakwah dan seruan, sistem dan pemerintahan. Tidak asumsi lain yang dapat diklaim sebagai Islam, atau diklaim sebagai agama ini, kecuali jika ketaatan kepada Rasul direalisasikan dalam satu keadaan dan sistem (Tafsir fi Dhilal al Qur’an, Juz II hlm. 696)

Islam merupakan agama yang realistik, yang membuktikan bahwa larangan dan nasehat saja tidak cukup. Juga membuktikan, bahwa agama ini tidak akan tegak tanpa negara dan kekuasaan. Agama Islam adalah manhaj atau sistem yang menjadi dasar kehidupan praktis manusia, bukan hanya perasaan emosional (wijdani) yang tersemat dalam hati, tanpa kekuasaan, perundang-undangan, manhaj yang spesifik dan konstitusi yang jelas. (Tafsir fi Dhilal al Qur’an, Juz I hlm. 601)

Islam memang agama dakwah dan anti terhadap kezoliman dan penjajahan, meski untuk itu justru dituduh sebagai radikal. Di zaman penjajahan belanda, para ulama pejuang kemerdekaan juga disebut sebagai kaum radikal. Istilah radikal dan moderat memang istilah yang dibuat oleh kaum penjajah untuk melumpuhkan kebangkitan Islam.

Para pejuang seperti Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Laksamana Malahayati, Cik Di Tiro, Panglima Polim, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Nanrenceh, Sultan Hasanuddin, Ranggong Daeng Romo, Kyai Abdullah Sajjad, Sunan Cendana, Pangeran Diponegoro, Jenderal Sudirman oleh penjajah belanda dijuluki sebagai kaum radikal. Kata radikal disematkan kepada mereka, sebab mereka tidak mau tunduk kepada penjajah, demi mempertahankan martabat dan kemerdekaan negeri ini. Bagi penjajah, mereka radikal, bagi rakyat mereka adalah pahlawan.

Meski demikian, tetap saja ada para antek penjajah yang berkhianat atas negeri ini. Banyak kaum pribumi saat itu yang justru berpihak kepada penjajah demi seonggok duniawi. Meminjam bahasa Cak Nun, banyak yang lebih memilih kenyang meskipun dijadikan budak, dari pada lapar tapi bertahan harga dirinya. Para pengkhianat negeri ini adalah mereka yang berjiwa munafik, mereka membudak kepada kaum kafir.

Allah telah mengingatkan dalam firmanNya : Dan janganlah kamu menuruti orang-orang kafir dan orang - orang munafik itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakkallah kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pelindung. (QS Al Ahzab : 48)

Istilah-istilah asing seperti Islam garis keras, radikal, moderat, liberal, fundamental, teroris adalah bagian dari proyek imperialisme epistemologis penjajah Barat di dunia Islam, melanjutkan nenek moyang mereka. Tujuannya adalah agar kaum muslimin terpecah belah dengan dan saling melontarkan tuduhan satu sama lain.

Target perang istilah adalah agar negeri-negeri muslim mudah dihegemoni dan dijajah. Perang istilah yang merupakan bagian dari ghozwul fikr ini sayangnya telah menjerat kaum intelektual muslim, entah karena tidak tahu atau karena menjadi bagian dari agen Barat. Maka, jika di zaman kolonial, ada pribumi yang berkhianat, maka di zaman neokolonialisme juga ada pengkhianat juga.

Allah justru menegaskan agar umat tidak terpecah belah dan tidak menuruti proyek orang kafir dan munafik. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, (QS Ali Imron : 103)
Bahkan Allah bertanya tentang hukum mana yang lebih baik, Islam atau jahiliyah.
”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (QS. Al Maidah : 50).
Islam tidak mengenal istilah radikal, moderat maupun liberal. Islam ya Islam. Islam adalah agama sempurna yang datang dari Allah, jika diterapkan secara kaffah akan memberikan rahmat bagi alam semesta dan jika ditinggalkan maka akan menjadikan dunia ini sempit penuh kerusakan.

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. (QS Al Baqarah : 208)
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta". (QS Thahaa : 124)
Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al A’raf : 96).

Nah oleh karena itu jika hari ini masih ada seorang muslim yang justru mempropagandakan istilah-istilah asing ini, maka selain karena gagal paham, propaganda ini justru berpotensi memecah belah umat. Sebab menyebut Islam garis keras sama dengan penyebutan para penjajah dahulu atas muslim yang tidak mau tunduk kepada penjajah. Logika kacaunya adalah jika ada Islam garis keras, maka ada juga Islam garis loyo dong.

Perang istilah menurut Dr. Ahmad Ibrahim Khidr dalam makalahnya, “ Al Islam wa Harb al Musthalahat”, perang istilah dilakukan dengan dua cara. Pertama, Taqbih al Hasan, yaitu mencitraburukkan perkara yang baik di dalam Islam. Sebagai contoh, istilah jihad yang merupakan ajaran mulia dicitraburukkan sebagai tindakan terorisme. Istilah khilafah yang merupakan ajaran Islam dicitraburukkan sebagai gerakan radikal, intoleran, anti pancasila, diskriminatif dan memecah belah bangsa.
Kedua, Tahsin al Qabih, yakni mencitrakan baik terhadap hal-hal buruk dalam Islam. Contoh kata riba yang dimurkai Allah dicitrakan sebagai fa’idah (manfaat) atau disebut dengan istilah bunga. Dengan istilah bunga, maka kaum muslimin tidak takut lagi bertransaksi ribawi. Bahkan ada kecenderungan tidak mau lepas dari riba, karena dianggap bermanfaat, indah, menguntungkan seperti bunga. Bahkan pezina yang dimurkai Allah dicitrakan sebagai pekerja seks komersial atau prostitusi.

Maka, umat Islam harus mewaspadai perang istilah yang hingga zaman modern ini terus dilancarkan oleh musuh-musuh Islam yang diwakili oleh ideologi kapitalisme sekuler dan komunisme ateis. Bagi Barat, perang istilah ini sangat penting dan strategis sebagai bagian dari perang ideologi, sebab mereka tahu bahwa senjata ampuh umat Islam adalah aqidah dan pemikirannya.

Dalam perang istilah ini, barat akan terus mereduksi dan mendistorsi ajaran Islam dengan tujuan westernisasi. Targetnya adalah umat Islam akan kehilangan ilmu dan tsaqafahnya. Maka, lahirlah muslim yang otaknya liberal yang justru berusaha meruntuhkan bangunan pemikiran Islam.
Maka, istilah garis keras atau garis loyo, radikal atau moderat, liberal atau fundamentalis adalah istilah-istilah barat yang harus ditolak oleh kaum muslimin. Umat Islam harus terus waspada dan peka ketika menjumpai istilah-istilah asing dan berusaha perpegang teguh atas istilah-istilah syar’i sebagaimana telah Allah tetapkan.

Umat Islam harus terus waspada terhadap racun istilah yang ditebarkan di media massa oleh Barat dan antek-anteknya. Khusu ulama dan kaum intelektual muslim yang paham, hendaknya melakukan gerakan jihad membongkar agenda Barat dan antek-anteknya melalui perang istilah ini.
Maka, janganlah pernah berhenti dalam memperjuangkan Islam, meskipun kaum kafir dan munafik akan terus menghadangnya dengan berbagai cara, dari yang paling halus hingga yang paling brutal. Teruslah melangkah maju sebagai pejuang Islam sampai mati, jangan pernah menjadi pecundang dan pengecut. Islam adalah kebenaran, kekafiran dan kemunafikan adalah kesesatan.

Imam Syafi’I berpesan, “ Ketika engkau sudah berada di jalan yang benar menuju Allah, maka berlarilah. Jika sulit bagimu, maka berlari kecillah. Jika kamu lelah berjalanlah. Jika itupun tidak mampu, merangkaklah. Namun, jangan pernah berbalik arah atau berhenti.[]

BERJUANG DI ANTARA PARA MANTAN

BERJUANG DI ANTARA PARA MANTAN
Oleh: Irkham Fahmi al-Anjatani

Sudah cukup lama saya bergabung dengan Hizbut Tahrir Indonesia, dari awal Tahun 2011. Sudah lama pula saya menaruh perhatian terhadap orang-orang yang dahulu pernah bergabung dengannya, alias Mantannya. Di antara mereka ada yang masih bergaul dengan baik dan ada juga yang kini menjadi pembencinya.

Yang saya tidak habis pikir adalah kelompok yang kedua ini, yang terus melancarkan provokasi terhadap gerakan yang dahulu pernah menaunginya. Seolah menjadi orang yang paling paham dengan semua yang ada di dalam Hizbut Tahrir. Ia kritik ide-ide penegakkan Syariah dan Khilafahnya dengan cara liar.

Tampak sekali tidak mengedepankan akhlak dalam menyikapinya. Dengan jumawa ia salahkan ide-ide yang diperjuangkannya dan hasil dari itu ia ekspos seluas-luasnya. Walaupun seringkali pendapatnya dijawab secara lugas oleh banyak syabab, tetap saja ia pongah untuk mengakui kekeliruannya.
Saya melihat mereka yang mengaku sebagai mantan Hizb sedang menikmati posisinya, yang saat ini banyak dielu-elukan oleh orang-orang sekuler dan liberal. Gerombolan anak keturunan PKI, pasukan eljibiti dan peminum khomer sangat suka kepadanya, karena merasa satu selera, yakni sama-sama benci HTI.

Sebenarnya saya tidak melarang sikap kritis seseorang terhadap segala apa yang dilihatnya. Itu adalah hak asasi bagi setiap muslim. Hanya saja jika itu dilakukan dengan tujuan destruktif, merendahkan Keilmuan saudaranya, maka ini adalah sikap yang tidak pantas dilakukan oleh seorang muslim. Sebab di atas ilmu harus ada adab.
Kita ambil pelajaran dari para ulama senior di negeri ini. Mantan Ketum Muhammadiyah, Prof. Din Syamsuddin, misalnya, beliau adalah mantan aktifis NU. Lalu kenapa beliau kini nyeberang ke Muhammadiyah?
Saya yakin ada ketidakcocokan beliau dengan pemikiran-pemikiran di dalam Nahdlatul Ulama hingga beliau pindah jalur perjuangan. Elegannya, beliau tidak membabi buta menyerang ormas yang dahulu ia ada di dalamnya. Beliau tidak jumawa, merasa menjadi orang yang paling ampuh mengkritik pemikiran-pemikiran NU, karena beliau termasuk mantannya, yang sudah pasti tau isi dapur Nahdlatul Ulama.
Seperti itulah sikap ulama yang beradab. Ketidaksepakatannya tidak menjadikan ia dendam kesumat dengan mantannya, hingga bernafsu ingin memporak-porandakannya. Karena beliau tau, di atas ilmu harus ada kemuliaan akhlak. Padahal, tanpa itu, mudah saja Pak Din membid’ahkan, mensyirikkan, bahkan menyesatkan mereka.

Sejatinya, beberapa orang yang kini mengaku mantan Hizb, dahulu mereka adalah orang-orang yang dikeluarkan oleh Hizb. Banyak faktor yang menyebabkan mereka dikeluarkan, dari mulai terlibat pacaran, terlilit riba, terindikasi Syiah (seperti orang Jatim yang kini getol menulis syubhat tentang HTI), tidak patuh dengan aturan organisasi (merasa sudah pintar, sehingga tidak mau halaqoh, baru gabung mau langsung punya posisi), hingga berlaku sangat kasar kepada mertuanya (seperti yang kini menjadi pengurus LD.. di Jabar).
Umumnya mereka terlebih dahulu dinasehati secara baik-baik, tetapi malah justru tidak terima ketika diingatkan. Mereka justru balik menyerang dan mencerca syarikah. Hingga kebencian mendalamlah yang hingga kini ada di hatinya.

Padahal wajar saja apabila seseorang mau tetap berada di dalam gerbong Nahdlatul Ulama, misalnya, maka ia harus mematuhi segala apa yang ada di dalamnya. Setiap sholat shubuh harus qunut, setiap ada yang meninggal dunia harus tahlilan, dsb. Jika ia melanggar dan menentangnya, meskipun dengan berbagai argumentasi dan dalil, maka ia akan otomatis dikeluarkan darinya. Begitulah hukum alam organisasi dalam menjaga kesehatan harokahnya.

Begitupun dengan Hizbut Tahrir, ia akan mengeluarkan siapa saja yang tidak patuh dengan aturannya. Bukan karena anti-kritik, tetapi untuk menjaga, agar gerakan ini tetap sehat. Sehingga ia tetap berjalan ajeg sebagaimana tujuan awal perjuangannya.
Untuk para mantan, saya tidak berkecil hati dengan keberadaan kalian, karena saya tau bukan hanya HTI yang ada mantannya, tetapi juga hampir di semua ormas Islam yang ada. Bahkan diduga kuat, Pencetus nama NU sendiri, KH. Mas Alwi Abdul Aziz di akhir hayatnya keluar dari Nahdlatul Ulamanya.

Untuk para mantan, belajarlah dari Ustadz Arifin Ilham, perhatikanlah sikap Ustadz Abdul Shomad. Mereka memang bukan tokoh Hizbut Tahrir, tetapi mereka masih mau berjuang bersama Hizb untuk menegakkan agama Allah Yang Maha Kuasa. Tidak ada ujaran kebencian dari lisan-lisan mereka terhadap Hizbut Tahrir Indonesia.

Untuk para mantan, tulisan ini adalah nasehat bagi kalian. Apabila ini masih belum bisa menyadarkan, maka berbuatlah sesuka hatimu. Silahkan bergabung dengan gerombolan partai penista agama, agar kau tidak sendirian. Saya akan tetap setia di sini, di jalur perjuangan penegakkan Syariah dan Khilafah walaupun kalian terus mengumbar propaganda, caci maki dan fitnah.

Kami sadar, yang Allah wajibkan atas hambanya hanyalah berjuang, bukan berhasil. Walaupun kami tidak pernah tau kapan Syariat Allah benar-benar tegak di negeri ini, tetapi kami yakin itu sudah cukup menjadi bukti di hari akhir nanti, bahwa dahulu kami pernah berusaha berjuang untuk menolong AgamaNya. Dan kalian adalah para penghalangnya.

ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺴْﺘَﺤِﺒُّﻮﻥَ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓَ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻭَﻳَﺼُﺪُّﻭﻥَ ﻋَﻦْ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻳَﺒْﻐُﻮﻧَﻬَﺎ ﻋِﻮَﺟًﺎ ۚ ﺃُﻭﻟَٰﺌِﻚَ ﻓِﻲ ﺿَﻠَﺎﻝٍ ﺑَﻌِﻴﺪٍ
"Orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh," (Qs. Ibrahim: 3).

# Alumni212
# ReturnTheKhilafah
Cirebon, 6 Februari 2019

BERAPA RIBU KALI LAGI KAMI HARUS MENGULANGI?

BERAPA RIBU KALI LAGI KAMI HARUS MENGULANGI?

Oleh : Ust.Choirul Anam


Sudah beribu-ribu kali kami bilang, bahwa siapapun yang memimpin negeri ini, selama SISTEM yang diterapkan adalah kapitalisme dan demokrasi, maka kebijakan pasti tidak akan pernah berubah. Semua subsidi, termasuk BBM, pasti akan dikurangi sampai mengikuti harga internasional, layanan kesehatan dan pendidikan juga akan diserahkan ke mekanisme pasar, privatisasi akan terus dilakukan sampai negara tidak punya apa-apa lagi, sumber daya alam akan diberikan kepada para pemilik modal besar (kapitalis), baik lokal maupun asing, dan lain sebagainya. Itulah kapitalisme.


Siapapun yang memimpin, kapitalisme tidak akan pernah berubah, ia akan tetap kapitalisme. Meskipun yang memimpin orang bergelar KH, Profesor Doktor, Insinyur, Jendral, Pengusaha, Ibu Rumah Tangga, Wong Ndeso, atau siapapun, kapitalisme tidak akan pernah berubah. Kalaupun ada yang tampak berubah, itu hanya kulitnya saja. Permukaannya saja. Namun, substansinya tidak akan berubah. Gaya para pemimpin memang berbeda-beda dan berubah-ubah. Ada yang pidatonya berapi-api, kalem dan santun, teratur dan berirama, membaca teks, ceplas-ceplos dan lain-lain. Tetapi kebijakan yang diambil sama saja, yakni mengikuti mekanisme pasar bebas, tanpa peduli nasib rakyat yang dipimpinnya. Penampilan para pemimpin memang berubah, ada yang gagah perkasa, ada yang seperti orang sholeh, ada yang feminim, ada yang lugu dan berwajah ndeso, dan lain-lain, tetapi pikiran mereka sama, yakni sama-sama menghamba pada kapitalisme. Akibatnya, kebijakan mereka selalu sama, yaitu menyengsarakan rakyat dan menolak syariah.


Namun, sayangnya kejadian selalu berulang dan berulang. Kita tak pernah dapat mengambil pelajaran. Kita selalu mengelu-elukan pemimpin baru, setelah itu kita kecewa berat. Namun, setelah lima tahun, kita kembali mengelu-elukan pemimpin yang baru lagi, setelah itu kecewa lagi, dan seterusnya. Kita selalu mengatakan bahwa “harapan kita tinggal satu, yaitu pemimpin yang baru ini”, namun pernyataan tersebut kita ulangi lagi lima tahun berikutnya, sepuluh tahun berikutnya, dan seterusnya. Kita selalu mengawali dengan salam satu jari, dua jari, dan seterusnya dengan penuh optimisme, setelah itu selalu gigit jari. Kita tidak pernah melihat dengan jeli inti masalah yang dihadapi oleh umat dan masyarakat, kita begitu mudah dibuai oleh retorika dan pencitraan. Kita tak pernah berani dengan jujur, bahwa masalah kita adalah “sistem yang diterapkan atau aturan main yang berlaku”, tetapi kita terlalu menyederhanakan bahwa masalah kita hanya masalah “orang”.


Kami mengatakan itu, entah sudah beribu kali. Ibaratnya, suara kami nyaris habis, tak ada bunyinya lagi. Entahlah, apakah lelah itu masih ada atau tidak, karena lelah itu telah kami rasakan semenjak puluhan tahun yang lalu. Entahlah, air mata itu masih akan bisa menetes lagi atau tidak, karena ia telah menetes semenjak puluhan tahun lalu mengiringi penderitaan rakyat yang tak kunjung berhenti karena dipermainkan oleh para pemimpin pilihan rakyat sendiri.

Entahlah, rasa geram itu masih ada atau tidak, karena melihat “kebodohan kita” yang tak kunjung berakhir. Kami tak tahu, masih harus mengatakan berapa ribu kali lagi.


Kami tidak tahu lagi, apa sebutan yang layak untuk kita, yang mengulangi kesalahan terus menerus. Rasulullah pernah bersabda: “Tak layak seorang mukmin digigit ular dua kali dari lubang yang sama”. Padahal, sudah berapa ratus atau bahkan berapa ribu kali, kita “digigit ular” dari lubang yang sama?
Kami tak tahu lagi, harus mengatakan apa lagi? Berbagai bahasa telah kami pilih, mulai dari yang paling lembut sampai yang paling kasar, dari yang guyonan sampai yang paling serius, dari yang ringan sampai yang argumentatif, dari yang paling sederhana sampai yang dipenuhi dengan dalil-dalil, tetapi semua itu hanya masuk telinga kanan dan keluar lagi melalui telinga kiri.


Ya Allah, berilah petunjuk kepada Umat Muhammad, ya Allah... Karena hanya Engkaulah yang dapat membuka hati dan pikiran mereka. Sadarkan mereka ya Allah, bahwa mereka akan selalu menjadi korban pengkhianatan dan kedzaliman oleh sistem yang tidak berasal dari-Mu, ya Allah.


Sadarkan mereka ya Allah, bahwa siapapun yang memimpin mereka, selama tidak menerapkan syariah-Mu melalui sistem Khilafah yang telah Engkau turunkan, mereka pasti hanya akan jadi korban.


Ya Allah, kami memohon kepada-Mu, agar masyarakat terbuka hati dan pikirannya, agar mereka mencampakan sistem yang telah mendzaliminya, baik kapitalisme-demokrasi atau sosialisme-komunisme, lalu mereka tergerak dengan penuh semangat untuk memperjuangkan syariah-Mu yang agung. Ya Allah, Ya Mujibas Saa-iliin...

MANUSIA MULIA YANG DIMURKAI ALLAH

MANUSIA MULIA YANG DIMURKAI ALLAH
______
Oleh: Irkham Fahmi al-Anjatani

Apa yang anda pikirkan ketika mendengar kata 'Yahudi'? Sepertinya semua orang, khususnya umat Islam akan terbersit satu gambaran tentang kekejaman, kejahatan yang mereka lakukan terhadap rakyat Palestina. Mungkin juga ada yang tergambarkan tentang pengkhianatan mereka kepada Para Anbiya.

Semua itu merupakan hasil daripada opini umum yang selama ini terbentuk di tengah-tengah umat mengenai Yahudi. Tidak bisa dipungkiri bahwa mereka memang kejam dan jahat. Ulama-ulama Tafsir sendiri ketika menafsirkan ''Al-Maghdluubi 'alaihim" dalam ayat terakhir Surat Al-Fatihah adalah 'Al-Yahudu'.

Mereka itulah yang dimaksud kaum yang dimurkai oleh Allah swt. Berungkali Allah sebutkan mereka dengan kata-kata hina di dalam Al-Qur'an, mulai dari bangsa kera hingga keledai. Keras sekali Allah melaknat mereka hingga istilah-istilah kasarpun Allah sematkan kepadanya.

Padahal jika kita tarik jalur nasab mereka, maka kita akan menemukan satu fakta bahwa mereka adalah keturunan manusia-manusia mulia. Ia merupakan cicit Nabiyullah Ibrahim as., cucu Nabiyullah Ishaq as., anak Nabiyullah Ya'qub as.
Nabi Ishaq sendiri merupakan adik daripada Nabiyullah Isma'il as. Ishaq adalah anak Nabi Ibrahim as. dari istrinya yang bernama Sarah, sementara Isma'il merupakan anak Nabi Ibrahim dari istri keduanya yang bernama Hajar. Antara Ishaq dan Isma'il sejatinya adalah satu ayah beda ibu.

Yahudi merupakan salah satu dari 12 orang putra Ya’kub (yang merupakan putra Ishaq) yang semuanya bernama Ruben, Simeon, Lewi Yehuda, Isakhar, Zebulon, Yusuf as., Benyamin, Dan, Naftali, Gad, dan Asyer.
Menariknya, jika Yahudi merupakan keturunan Para Nabi yang notabene adalah manusia-manusia mulia, lalu mengapa saat ini justru mereka dimurkai oleh Allah swt.? Ya, karena mereka tidak sejalan dengan orang tuanya. Tidak taat kepada aturan-aturan Allah sebagaimana para pendahulunya.

Kemungkaran yang pertamakali ia lakukan adalah manakala mencelakakan Nabi Yusuf as. ke dalam sebuah sumur. Sebagai orang yang merasa paling senior dan paling berpengalaman, ia tidak suka dengan kehadiran Yusuf as. yang digadang-gadang bakal mengambil alih perhatian orang tuanya.

Berikutnya, dari mereka lahirlah keturunan-keturunan yang semakin parah pembangkangannya terhadap Syariat-syariat Allah swt. Mereka kriminalkan para pendakwah, bahkan hingga berani membunuhnya. Terlebih lagi kepada Nabi yang bukan termasuk dari kalangannya (Israel), seperti Nabi Muhammad saw.
Mereka merasa menjadi kaum yang paling mulia, sehingga ia tidak mau mendengar berbagai nasehat yang disampaikan oleh orang-orang di luar kelompoknya. Merasa menjadi Ahlul Kitab, sehingga ia menolak Al-Qur'an sebagai kitab suci yang akan meluruskan kekeliruannya. Mereka selalu merasa benar sekalipun sudah jelas-jelas salah.

Begitulah kaum Yahudi. Mereka dimurkai Allah bukan karena mereka tidak mengerti Al-Kitab, mereka dilaknat Allah bukan karena mereka keturunan manusia-manusia yang hina. Mereka dimurkai oleh Allah disebabkan mereka selalu menentang Syariat-syariat Allah swt. Tidak heran, sekalipun mereka pandai membaca Al-Kitab, keturunan Para Nabi yang Allah muliakan, tetap saja Allah akan lemparkan mereka ke dalam Neraka Jahannam.

Lalu bagaimana apabila yang menentang Aturan-aturan Allah itu hanya sekedar anak keturunan ulama dan kiai ? Orang tuanya begitu taat sementara ia sendiri menjadi penentang Syariat.

# Alumni212
# ReturnTheKhilafah
Cirebon, 2 Agustus 2019

TERNYATA TERORISME HARUS ADA UNSUR AGAMA ?

TERNYATA TERORISME HARUS ADA UNSUR AGAMA ?

Oleh: Nasrudin Joha


Sungguh, sebuah penalaran yang sangat melecehkan logika dan akal sehat, tak mampu dicerna otak lulusan SD bahkan hingga yang bergelar profesor. Ingat sodara ! BNPT menyebut terorisme itu terkait agama !
.
OPM meski telah memberondong brimob dan TNI, menembak pesawat dan mengeksekusi warga sipil, tidak disebut teroris. Alasannya, OPM tidak membawa-bawa agama sodara !
Bahkan, OPM tidak disebut pemberontak. OPM digelari pejuang sodara !
.
Saat ditanya mengapa tindakan gerakan-gerakan kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat non-Islam, sebagai contoh yaitu Organisasi Papua Merdeka (OPM) tidak diberi label teroris, Irfan Idris dari BNPT menjawab, "Mereka (OPM) tidak membawa-bawa agama dalam perjuangannya."
.
Ingat sodara ! Unsur agama yang dimaksud adalah Islam, bukan yang lain. Penegasan ini, dikuatkan peneliti pesanan yang menyebut "Islam bukan teroris. Hanya mereka yang saja yang membawa-bawa agama dalam aksinya"
.
Pernyataan "Islam bukan teroris. Hanya mereka yang saja yang membawa-bawa agama dalam aksinya" justru mengisbatkan aksi terorisme kepada Islam. Sungguh, sebuah tuduhan jahat yang sangat melukai hati umat Islam
.
Padahal, UU terorisme berbusa membahas perdebatan ada tidaknya unsur "ideologi dan politik" bukan unsur agama. Padahal, aksi teroris OPM jelas terkait motivasi ideologi dan politik, ingin memisahkan diri dari NKRI karena merasa bukan bagian dari bangsa Indonesia
.
Lantas darimana dasar munculnya pernyataan OPM tidak dilabeli teroris karena tidak membawa agama ? Lantas sejak kapan aksi pemberontakan OPM dilabeli perjuangan ?
Ingat sudara, OPM disebut PEJUANG !
.
Sungguh pernyataan ini menegaskan bahwa "War on Terorism" adalah "War on Islam".
Terorisme hanyalah kedok untuk menebar fitnah terhadap umat Islam. Terorisme, adalah alat politik untuk menghindarkan negara dari dakwaan rakyat karena ketidakbecusannya mengelola pemerintahan
.
Terorisme adalah isu, yang akan terus diproduksi dan dipasarkan sesuai kepentingan politik. Terorisme adalah alat politik, untuk menggebuk geliat kebangkitan gerakan Islam politik
.
Jadi, terjawab sudah kenapa Densus 88 tidak dikirim ke Papua untuk menyerbu OPM.
Maka dapat dipastikan, teroris OPM akan aman damai dan sentosa terus menebar teror dan ancaman, terus merusak fasilitas publik dan menghilangkan nyawa, tanpa ada tindakan berarti dari negara
.
Teroris adalah mereka yang dagang bubur, jualan buku, yang dikenal baik, rajin sholat, berjidat hitam, berjenggot, membawa buku-buku jihad, buku berbahasa Arab, dan beragama Islam. Teroris, bukanlah mereka yang membawa senapan serbu, memberondong pesawat, melawan negara dan membunuh masyarakat sipil.
Catat !
.
.
# IslamBukanTeroris
# TerorisBukanIslam
# WarOnTerorism