Makna politik hijrah Nabi SAW
Apa yang mendorong Rasulullah saw beserta para sahabatnya dakwah ke Madinah?
Setidaknya ada dua hal: Dakwah Islam dan pendirian Daulah Islamiyyah. Keduanya ada di Madinah. Mereka siap untuk menerima dakwah Rasululullah saw dan menjadikan wilayah mereka sebagai negara Islam dengan Rasulullah saw sebagai pemimpinnya. Itulah yang mendorong hijrahnya Rasulullah saw ke Madinah.
Apakah kedua hal itu tidak dijumpai di Makkah?
Bisa dikatakan tidak ada. Sebagaimana kita ketahui, setelah bertahun-tahun Rasulullah saw mendakwahi mereka, mengajak mereka kepada Islam, dan meninggalkan aqidah beserta tatanan hidup mereka yang rusak, hanya sedikit di antara mereka yang menerima. Sebagian besar menolak. Bahkan mereka melakukan berbagai tindakan jahat untuk menghalangi dakwah. Terlebih setelah kematian paman beliau, Abu Thalib yang senantiasa melindungi dakwah. Sikap mereka semakin keras dan beringas.
Menghadapi kondisi masyarakat yang jumud dan membatu seperti itu, maka harus dicari lahan baru yang bisa menerima dakwah. Maka Rasulullah saw datang ke Thaif untuk menawarkan Islam kepada mereka. Namun mereka menolak beliau dengan sangat kasar dan tidak beradab.
Beliau kemudian mendatangi kabilah-kabilah lainnya. Di antaranya adalah Bani Kindah, Bani Bani Amir bi Sha’sha’ah, Bani Kilab, dan Bani Hanifah. Mereka juga menolak seruan dakwah. Bahkan ada yang menolak beliau dengan cara sangat kasar, seperti yang dilakukan oleh Bani Hanifah.
Dan itu ada di Madinah?
Ya. Setelah mendapatkan penolakan di sana sini, akhirnya beliau bertemu dengan orang-orang Khazraj dari Madinah. Setelah terjadi dialog, mereka pun menyatakan masuk Islam. Mereka akan berjanji menyampaikan Islam kepada keluarga, tetangga, dan orang-orang Madinah. Ternyata mendapatkan sambutan yang luas. Tahun berikutnya ketika Musim Haji, mereka datang dengan rombongan lebih banyak. Terjadilan Bai’ah Aqabah pertama. Setelah mereka pulang, Rasulullah saw mengirim Mush’ab bin Umair untuk mengajarkan Islam di sana. Tidak ada rumah kecuali membicarakan Islam dan Rasulullah saw. Tak hanya rakyat jelata, banyak tokoh dan pemimpin mereka juga masuk Islam. Penerimaan terhadap dakwah yang besar. Tidak ada penganiayaan terahadap kaum Muslimin. Hanya dalam setahun, dakwah Islam mengalami perkembangan yang amat pesat. Bahkan melebihi Makkah yang sudah didakwahi bertahun-tahun.
Dengan demikian, Madinah jauh lebih layak dibandingkan Makkah untuk pengembangan dakwah Islam. Masyarakat Madinah lebih berpotensi sebagai tempat terpancarnya cahaya Islam daripada Makkah.
Hingga pada musim haji kedua, terjadilah Bai’ah Aqabah yang kedua. Para pemimpin dan tokoh Kabilah Khajraj dan Aus itu melakukan bai’ah terhadap Rasulullah saw. Di antara hal yang amat penting dalam baiat itu adalah kesediaan mereka untuk mendengar dan taat kepada beliau dalam keadaan apapun. Juga rela berperang untuk menjaga, melindungi, dan membela Nabi saw. Itu berarti telah terjadi penyerahan kepemimpinan dari mereka kepada Rasulullah saw.
Setelah Rasulullah saw hijrah, maka tampuk kekuasaan langsung dipegang oleh beliau. Dengan begitu, Madinah menjadi Daulah Islamiyyah. Sebuah negara yang menerapkan Islam di kehidupan dan mengembannya ke seluruh dunia. Negara itu pula yang akan menghilangkan semua rintangan fisik yang menghalangi dakwah dan penerapan Islam.
Itulah yang mendorong hijrahnya Rasulullah ke Madinah: penerimaan terhadap dakwah dan kesiapan bagi pendirian Daulah Islamiyyah. Di sanalah cikal bakal Daulah Islamiyyah berdiri. Islam tegak dan dijalankan dengan sempurna. Dakwah pun berkembang cepat. Bahkan, Makkah yang sebelumnya menghalangi dakwah pun dapat dengan mudah dapat ditaklukkan. Penduduknya masuk Islam berbondong-bondong. Dalam tempo sekitar sepuluh tahun, seluruh Jazirah Islam berada dalam kekuasaan Islam.
Jadi bukan karena Rasulullah saw takut dan menghindari intimidasi persekusi dari kaum kafir Quraisy?
Bukan.
Mengapa?
Kalau itu yang menjadi sebabnya, niscaya beliau sudah lama meninggalkan kota Makkah. Nyatanya tidak. Bertahun-tahun beliau dan para sahabatnya mendapatkan ancaman, intimidasi, teror, pemboikotan, dan lain-lain. Namun semua itu tidak melemahkan beliau sedikit pun dalam berdakwah. Langkah beliau tidak surut. Beliau sama sekali tidak mempertimbangkan penderitaan dan mengkhawatirkan kematian. Sebaliknya, beliau sangat yakin dengan pertolongan Allah Swt.
Namun juga harus diingat, melanjutkan dan mempertahankan dakwah kepada masyarakat yang sudah jumud dan membatu, tidak akan membuahkan hasil yang banyak. Karena itu, beliau melihat bahwa dakwah harus dialihkan dari kondisi masyarakat semacam ini ke kondisi masyarakat lainnya. Lalu beliau berpikir tentang kemungkinan hijrah dari Makkah. Inilah yang membawa beliau untuk hijrah ke Madinah. Bukan karena beliau dan para sahabatnya sering mendapatkan siksaan.
Bukankah malam sebelum beliau hijrah, rumahnya dikepung oleh para pemuda dari berbagai kabilah untuk membunuh beliau?
Peristiwa itu memang benar. Namun bukan itu yang menyebabkan beliau hijrah. Sebelumnya beliau sudah memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah terlebih dahulu. Sedangkan beliau menunggu perintah dari Allah Swt untuk hijrah. Ini bisa diketahui dari jawaban Rasulullah saw ketika Sayyidina Abu Bakar meminta izin kepada beliau untuk hijrah ke Madinah. Beliau bersabda, “Janganlah kau terburu-buru. Semoga Allah menjadikan bagimu seorang teman.”
Hingga suatu hari beliau diberi tahu oleh Jibril untuk segera hijrah malam itu setelah orang-orang Musyrik bersepakat untuk membunuh beliau. Keputusan mereka itu harus dibaca sebagai ketakutan mereka terhadap hijrahnya Nabi saw. Sebab, setelah banyak umat Islam yang hijrah ke Madinah, mereka amat khawatir jika itu akan mengokohkan dakwah Islam. Terlebih jika Rasulullah saw ikut hijrah dan membangun kekuatan di Madinah. Maka itu akan menjadi kecelakaan besar dan kehancuran bagi kafir Quraisy.
Atas perhitungan itulah, maka kafir Quraisy memutuskan membunuh beliau agar tidak sempat menyusul kaum Muslim di Madinah.
Jadi, hijrahnya Rasulullah semata-mata hanya menjalankan perintah Allah dalam rangka berlangsungnya dakwah dan menegakkan Daulah Islam di Madinah ya Tadz?
Ya, benar.
Mendirikan negara itukan ada kondisi sunnatullah yang perlu dipersiapkan. Apa dilakukan Rasulullah saw sebelum hijrah?
Pertama, mempersiapkan masyarakat Madinah untuk menerima Islam sepenuhnya. Inilah yang dilakukan Rasulullah saw. Untuk itu, beliau mengutus Mush’ab ke Madinah. Tugasnya membacakan al-Quran, mengajarkan Islam, dan memberi pemahaman agama kepada mereka. Dia tidak pernah berhenti mengajak orang-orang kepada Islam, sehingga tidak satu pun rumah kaum Anshar kecuali di dalamnya dihuni laki-laki dan wanita-wanita Muslim
Dalam jangka setahun, Mush’ab mampu membalikkan pemikiran di Madinah dari penyembahan berhala kepada tauhid dan keimanan. Demikian juga perasaan mereka, sehingga membenci kekufuran beserta semua perilakunya.
Kedua, mengokohkan dukungan dan loyalitas para tokoh dan pemimpin mereka. Ini juga dilakukan oleh Mush’ab. Beliau mampu mendakwahi Usai bin Hudhair, Sa’ad bin Mu’adz, dan lain-lain. Mereka adalah para pemimpin di tengah kaumnya. Para pemimpin inilah yang kemudian menyerahkan kepemimpinannya kepada Rasulullah saw pada Bai’ah Aqabah yang kedua.
Karena kesiapan dua hal tersebut, maka ketika Rasulullah saw sampai di Madinah, langsung diterima sebagai pemimpin mereka. Maka berdirilah sebuah daulah dengan Rasululullah saw sebagai kepala negaranya.
Jadi Rasulullah SAW secara sunnatullah sudah mempersiapkan kondisi-kondisi politik untuk tegaknya Daulah Islam di Madinah ya Tadz?
Ya, benar.
Dalam konteks sekarang, pemahaman dan spirit apa yang harus kaum muslimin lakukan dengan adanya peristiwa hijrah ini?
Pertama, penerapan syariah secara kaffah membutuhkan negara. Tak mungkin Islam diterapkan secara kaffah tanpa ada daulah. Untuk itu diperlukan adanya penerimaan dari masyarakatnya. Agar bisa diterima, maka dilakukan dakwah terus menerus hingga terjadi perubahan mendasar pada pemikiran dan perasaan mereka. Jika sebelumnya pemikirannya tidak Islami, harus dirombak menjadi Islami. Jika sebelumnya perasaannya menyukai kekufuran, harus diubah menjadi perasaan yang mencintai Islam dan membenci kekufuran.
Kedua, ketika dakwah di sebuah masyarakat mengalami kejumudan, maka harus dilakukan perluasan dakwah kepada masyarakat lainnya yang lebih berpotensi untuk menerima dakwah dan lebih siap menjadi cikal bakal berdirinya Daulah Islamiyyah. Tidak boleh mematok dakwah hanya di masyarakat tertentu dan mau berpindah kepada masyarakat lainnya.
Ketiga,
Dalam konteks amal, apa yang harus kita perjuangkan saat ini?
Setelah hijrah, umat Islam memiliki negara. Islam adalah hukum yang diberlakukannya. Kekuasaannya dipegang oleh Rasulullah saw. Sejak itu, perubahan besar terjadi kondisi umat Islam. Jika sebelumnya mereka lemah dan tertindas, umat Islam menjadi umat yang kuat dan mulia. Keunggulan dan kehebatan Islam dapat disaksikan oleh setiap orng lantaran diterapkan dalam kehidupan nyata oleh negara.
Keadaan itu terus berlangsung, sekalipun umat ini ditinggal Rasulullah saw. Sebab, setelah beliau wafat, segera kekuasaan dilanjutkan oleh Sayyidina Abu Bakar ra dan para khalifah berikutnya. Itu berlangsung sekitar 13 abad hingga Khilafah Utsmaniyyah diruntuhkan oleh Musthafa Kemal dan negara-negara kafir penjajah.
Sejak saat itu, kaum Muslimin nasibnya seperti anak-anak yatim. Lihatlah Palestina, Suriah, Rohingya, Afghanistan, Irak, dan lain-lain. Semuanya menderita karena tidak ada institusi yang melindunginya.
Islam juga tidak bisa ditegakkan secara kaffah. Negara-negara yang menaungi mereka bukan saja tidak memberlakukan syariah, namun bahkan memusuhi dan memerangi siapa pun yang berjuang menegakkan.
Oleh karena itu, siapa pun yang menginginkan keadaan Islam dan umatnya sebagaimana pasca hijrahnya Rasulullah saw, maka harus mencotonh apa yang dikerjakan oleh beliau.
Bagaimana sikap kita dalam menghadapi tantangan dan hambatan dalam perjuangan saat ini Ust?
Pertama, harus sabar dalam dakwah. Jika kita bicara tantangan dan hambatan, maka itu juga dialami oleh Rasulullah saw. Bahkan, semua rasul. Dalam menghadapi semua itu, Allah Swt memerintahkan mereka untuk bersabar. Ini disebutkan dalam banyak ayat. Juga mengokohkan sikap istiqamah. Tidak berpaling, bergeser, atau mundur dari dakwah apa pun yang terjadi.
Sikap tersebut hanya bisa terjadi ketika memiliki keimanan dan keyakinan yang kuat. Yakin bahwa tidak ada yang bisa menimpakan musibah kepadanya kecuali dengan izin Allah Swt. Yakin bahwa semua orang yang memusuhi agama-Nya pasti akan binasa dalam keadaan hina. Yakin bahwa pertolongan Allah Swt pasti akan tiba. Yakin bahwa amalnya akan mendapatkan pahala yang besar dan balasan surga. Dengan keyakinan tersebut, maka sebesar apa pun ancaman dan intimidasi terhadapnya tidak akan berpengaruh.
Kedua, tetap terikat kuat dengan thariqah atau metode dakwah Rasulullah saw. Apa pu tantangan dan hambatannya, tidak membuat kita bergeser sedikit pun dari thariqahnya. Sebab, thariqah itulah yang disyariahkan sehingga wajib diikuti dan dicontoh. Thariqah itu pula yang terbukti nyata mengantarkan kepada keberhasilan. Berhasil menegakkan Daulah Islam. Maka siapa pun yang mendapatkan pahala dalam perjuangannya dan memperoleh keberhasilan sebagaimana Rasulullah saw, maka ikutilah thariqahnya.
Inilah setidaknya yang harus kita lakukan dalam mendakwahkan agama-Nya dan menghadapi tantangan dan hambatan dakwah.
No comments:
Post a Comment