Tuesday, February 28, 2023

MENGENAL SYARI'AT ISLAM

 MENGENAL SYARI'AT ISLAM. 


Syari’at secara etimologi berasal dari bahasa Arab dengan kata dasar

شرَع - يشرَع - شَرْعا - شِرَاعة - وشرِيعة

Berarti "Memulai sesuatu hal", "Nampak, jelas, dan terang", dan juga bisa berarti "Sumber-sumber air".


Sedangkan secara terminologi,

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah mendefinisikan Syari'at Islam adalah:


خطاب الشارع المتعلق بأفعال العباد بالإقتضاء أو التخيير أو الوضع


Artinya: Seruan Pembuat hukum (Allah) yang berhubungan dengan aktivitas hamba, berupa tuntutan, pemberian pilihan atau penetapan. (asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Juz 3 hal: 37)


Syari'at Islam atau yang biasa di sebut dengan hukum syara’ dibagi menjadi dua, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i.


Hukum taklifi adalah sesuatu yang menunjukkan tuntutan untuk berbuat atau untuk meninggalkan, atau boleh pilih antara keduanya yakni berbuat dan meninggalkan.


Misal ayat tuntutan untuk berbuat:


خذ من أموالهم صدقة

"Ambilah sedekah dari sebagian harta mereka". (QS. At-Taubah: 103).


Misal ayat tuntutan untuk meninggalkan:


لا يسخر قوم من قوم

"Janganlah di antara kamu mengolok-olok kaum yang lain". (QS. Al-Hujurat:11). 


Dan Yang menunjukkan boleh memilih (mubah) misal ayat:

  

فإذا قضيت الصلوة فانتسروا فى الأرض

"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi". (QS. Al-Jumu’ah: 10).


Hukum wadh’i adalah yang menunjukkan bahwa sesuatu telah menjadi sebab, syarat, dan mani’ (pencegah) untuk suatu perkara.

Misalnya, perintah Allah swt.


السارق والسارقة فاقطعوا أيديهما

"Pencuri lelaki dan wanita, potonglah tangan keduanya". (QS. Al-Maidah: 38).

Di sini pencurian menjadi sebab terhadap hukum potong tangan.


Sabda Rasulullah saw yg diriwayatkan oleh at Tirmidzi:


لا تقبل صلاة بغير طهور

"Tidak di terima shalat tanpa dengan bersuci".

Bahwa bersuci adalah menjadi syarat untuk shalat.


Sabda Rasulullah saw yg diriwayatkan Abu Dawud:

 

ليس للقاتل شيئ

"Pembunuh tidak bisa mewarisi sesuatu".

Di hadits ini pembunuhan menjadi pencegah seorang pembunuh mewarisi harta yang di bunuh.


Hukum taklifi terbagi menjadi dua, yaitu azimah dan rukhshah.

Azimah adalah suatu hukum asal yang tidak pernah berubah di sebabkan uzur. Seperti shalatnya orang yang ada di rumah (mukim).

Sedangkan rukhshah adalah suatu hukum asal yang menjadi berubah karena suatu uzur (halangan). Seperti shalatnya orang musafir.


Azimah meliputi 5 macam hukum, yaitu:


1. Wajib. 

2. Haram. 

3. Mandub (sunnah).

4. Makruh. 

5. Mubah.


Bagi kehidupan seorang muslim, hukum syara' itu ibarat rel bagi sebuah kereta api. Kemana pun kereta itu pergi berjalan, maka ia tidak boleh lepas tanpa relnya.

Tegasnya, Sebagai seorang muslim wajib terikat dengan hukum syara'. Kenapa? Karena:


A. Seluruh amal perbuatan manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt.

 

فوربك لنسألنهم أجمعين. عما كانوا يعملون (الحجر: ٩٢ـ٩٣)


"Maka demi Tuhanmu, sungguh Kami akan menanyai mereka semua, tentang apa saja yang pernah mereka lakukan". (QS. Al-Hijr: 92 - 93)


B. Satu-satunya pihak yang berhak memberikan penilaian atas status perbuatan manusia akan baik dan buruknya adalah Allah Swt.


واللّٰه يعلم وأنتم لا تعلمون. (البقرة: ٢١٦)

"Dan Allah maha mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui". (QS. al - Baqarah: 216).


C. Allah telah memberikan akal dan menurunkan petunjukNya kepada manusia.


ونزلنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيئ...  (النحل: ٨٩)

"Telah Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur'an) sebagai penjelas untuk tiap-tiap sesuatu". (QS. an-Nahl: 89).


D. Allah telah melarang manusia melakukan sesuatu perbuatan tanpa mengetahui status hukumnya.

Allah berfirman:


ولا تقف ما ليس لك به علم إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسئولا (الإسراء: ٣٦)

"Janganlahh kalian mengikuti apa-apa yang kalian tidak memiliki pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati itu semuanya akan dimintai pertanggungjawaban". (QS. Al- Isra': 36).


Dengan demikian, wajib bagi setiap Muslim senantiasa menyandarkan seluruh perbuatannya dengan syari’at Islam, serta tidak melakukan suatu apapun, kecuali jika sesuai dengannya.


Karenanya, terdapat kaidah ushul:


الاصل في الافعال التقيد بالحكم الشرعي

"Hukum asal perbuatan itu terikat dengan hukum syara'".


Artinya, hukum asal semua perbuatan manusia itu memiliki hukum syariahnya yang wajib di ketahui sebelum melakukan perbuatan. Karena pada hakikatnya tujuan melakukan perbuatan bagi seorang hamba adalah dalam rangka beribadah kepada Allah Swt. Sedangkan di terimanya sebuah ibadah selain syaratnya ikhlas karena Allah adalah harus sesuai dengan petunjuk syari'ah.


Hukum syariah adalah seruan dari Pembuat hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia, bukan untuk suatu benda. Ketika seruan itu untuk suatu benda, maka karena suatu benda itu ada hubungan erat dengan sebuah perbuatan.


Sedangkan hukum yang terkait dengan suatu benda itu datang melalui dalil umum yang menjelaskan hukum perbuatan. Adapun dalil yang secara khusus untuk suatu benda merupakan pengecualian atas dalil umum tersebut. Karena setiap suatu benda pada dasarnya hukumnya adalah mubah (halal). Karena itu, untuk mengharamkan suatu benda dari benda-benda itu perlu adanya nash atau dalil syara', sebab firman Allah SWT:


وسخر لكم ما في السماوات وما في الأرض جميعا منه

"Dia menundukkan untuk kalian apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari Allah". (QS al-Jatsiyah: 13).


Dari sinilah ditetapkan sebuah kaidah syariah yang terkait dengan hukum asal suatu benda, yaitu:


الاصل في الأشياء الإباحية ما لم يرد دليل التحريم

"Hukum asal suatu benda adalah mubah (halal) selagi belum ada dalil yang mengharamkannya".


Dengan ini sebenarnya jumlah haramnya suatu benda sangatlah sedikit, dan jumlah halalnya sangatlah banyak. Sebab nash-nash sahih yang mengharamkan suatu benda jumlahnya itu sedikit. Sedangkan sebuah benda-benda yang tidak ada keterangan halal-haramnya, dikembalikan pada hukum asalnya, yaitu mubah (halal).


Syariat Islam di bebankan kepada manusia di kelompokkan dalam tiga bagian:


1. Individu.

2. Jama’ah/Kelompok

3. Negara


Beban hukum (taklif) dari Allah SWT.  yang mengatur kehidupan individu ini antara lain mencakup so'al: akidah, ibadah mahdah, pakaian, makanan, minuman dan akhlaq. Maka seorang individu muslim yang telah baligh, berakal dan mampu dalam wilayah tersebut wajib terikat dengan syari'at.


Taklif kepada kelompok/jama’ah adalah dakwah yakni amar makruf nahi munkar, dan setiap perbuatan yang berstatus hukum fardlu kifayah. 


Sedangkan taklif pada negara antara lain mencakup: politik (dalam negri ataupun luar negri) pemerintahan, ekonomi, pendidikan,peradilan, jinayat, uqubat, futuhat, hubungan luar negeri, militer, perang, dll.


Pelaksanaan pembebanan syari'at ini baik untuk individu, jama’ah maupun negara harus secara menyeluruh dan serentak.


Tujuan penerapan (Gool setting) syari'ah, atau yang biasa di kenal dengan istilah "Maqoshidusy Syari'ah" dalam hal ini Imam asy-Syatibi menjelaskan ada lima, yakni untuk:

Hifdzud din (menjaga agama). Hifdzun nafs (menjaga jiwa). Hifdzul aql (menjaga akal).

Hifdzul mal (menjaga harta).

Hifdzun nasab (menjaga keturunan).


Sedangkan menurut pendapat yang lain, maqaashidusy syari'ah ada 8, yakni dg ketambahan untuk menjaga kehormatan, masyarakat dan negara.


Inilah sekilas penjelasan tentang hukum syari'at yang merupakan sebuah kewajiban bagi setiap hamba yang mengaku beriman untuk di terapkan dalam semua lini kehidupan.


Apabila terdapat kondisi dimana negara tidak menerapkannya seperti sekarang ini, dan palah justeru menerapkan sistem kufur demoKERAsi kapitalisme, maka wajib bagi umat Islam mengupayakan dan memperjuangkan terbentuknya sebuah institusi yang akan menerapkannya secara keseluruhan, dan institusi itu adalah KHILAFAH.


Sebab Rasulullah Saw bersabda :


ومن مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية

"Barang siapa yang mati sedangkan di pundaknya tidak ada bai’at (pada khalifah) maka matinya mati jahiliyah". (HR. Muslim).


والله أعلم

No comments: