Wednesday, March 8, 2023

WAJIB MENDENGAR & TAAT PADA PEMIMPIN MESKIPUN BERHATI SETAN ?

 WAJIB MENDENGAR & TAAT PADA PEMIMPIN MESKIPUN BERHATI SETAN ?


( Meluruskan Gagal Faham Terhadap Sebuah Hadits )


PAHAMI baik-baik dan baca dengan cermat. 


Orang kalau sudah berjenggot, bergamis, atau bercelana cingkrang (diatas mata kaki), lalu ngomongnya pakai dalil qur’an dan hadits, apalagi ngomongnya di TV atau Radio tertentu; langsung dianggap sudah pasti benar, langsung dianggap ‘oh ini ahlus sunnah sejati’; sehingga kalau ada berbeda dengan yang disampaikannya ini, berarti ‘salah’ atau ‘sesat’.


Demikianlah diantara fenomena keterpurukan intelektual yang sedang menimpa sebagian kaum muslimin dewasa ini, padahal kebenaran itu bukan sekedar di ukur dengan yang namanya DALIL, tetapi juga perlu ISTIDLAL (cara menggunakan dalil).


Artinya, ketika dalil sudah benar, lalu bagaimana cara menggunakan dalil itu agar pemahaman dan pengamalan terhadap dalil itu juga benar. Inilah garis lurus syari’at/manhaj salaf yang sesungguhnya.


Kalau hanya terpesona dengan orang yang menyampaikan pakai dalil, maka syi’ah pun punya dalil, khawarij kuburiyyun bani klenik dan mu’tazilah juga punya dalil, kelompok sesat jabariyyah dan murji-ah pun juga pakai dalil. 


Lalu kenapa mereka tetap sesat?


Ya, karena bukan dalil nya yang salah, melainkan cara mereka menggunakan dalil (ISTIDLAL) itulah yang salah sehingga menjadikan mereka sesat dan menyesatkan.


Mari kita bahas dengan cermat.


Segelintir orang memaksakan ummat ini untuk MENTAATI PEMIMPIN (PENGUASA) MESKIPUN BERHATI SETAN dalilnya:


Pertama:

Hadits dari ‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu, di riwayatkan Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


ﺃُﻭْﺻِﻴْﻜُﻢْ ﺑِﺘَﻘْﻮَﻯ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋَﺰَّﻭَﺟَﻞَّ , ﻭَﺍﻟﺴَّﻤْﻊِ ﻭَﺍﻟﻄَّﺎﻋَﺔِ ﻭَﺇِﻥْ ﺗَﺄَﻣَّﺮَ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻋَﺒْﺪٌ ﺣﺒﺸﻲ .


“Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintah (memimlin) kalian adalah seorang hamba sahaya (budak hitam)”.


Kedua:

Hadits dari Hudzaifah Ibnul Yaman, diriwayatkan Imam Muslim. Rasulullah bersabda,


ﻳَﻜُﻮﻥُ ﺑَﻌْﺪِﻱ ﺃَﺋِﻤَّﺔٌ ﻟَﺎ ﻳَﻬْﺘَﺪُﻭﻥَ ﺑِﻬُﺪَﺍﻱَ، ﻭَﻟَﺎ ﻳَﺴْﺘَﻨُّﻮﻥَ ﺑِﺴُﻨَّﺘِﻲ، ﻭَﺳَﻴَﻘُﻮﻡُ ﻓِﻴﻬِﻢْ ﺭِﺟَﺎﻝٌ ﻗُﻠُﻮﺑُﻬُﻢْ ﻗُﻠُﻮﺏُ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦِ ﻓِﻲ ﺟُﺜْﻤَﺎﻥِ ﺇِﻧْﺲٍ، ﻗَﺎﻝَ : ﻗُﻠْﺖُ : ﻛَﻴْﻒَ ﺃَﺻْﻨَﻊُ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ، ﺇِﻥْ ﺃَﺩْﺭَﻛْﺖُ ﺫَﻟِﻚَ؟، ﻗَﺎﻝَ : ﺗَﺴْﻤَﻊُ ﻭَﺗُﻄِﻴﻊُ ﻟِﻠْﺄَﻣِﻴﺮِ، ﻭَﺇِﻥْ ﺿُﺮِﺏَ ﻇَﻬْﺮُﻙَ، ﻭَﺃُﺧِﺬَ ﻣَﺎﻟُﻚَ ﻓَﺎﺳْﻤَﻊْ ﻭَﺃَﻃِﻊْ .


“Nanti setelahku ini akan ada seorang pemimpin yang tidak berpetunjuk dengan petunjukku (dalam teori) dan tidak pula bersunnah dengan sunnahku (dalam praktek). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia”.

Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”

Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada Al-MIR (pemimpin) itu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.”

-selesai-


Baik, kita bahas..


#PERTAMA:

DUA HADITS tersebut diatas yang sering menjadi dalil untuk dua hal:


1. Membenarkan adanya kepemimpinan TIDAK MEMAKAI SYARI’AT di muka bumi;

2. Mewajibkan mendengar dan taat kepada kepemimpinan itu, meskipun ia berhati setan, harta kita diambil, punggung kita dipukul.


Hadits-hadits tersebut selalu diulang-ulang oleh para penjilat penguasa (mulukiyyah/murji’ah gaya baru), tetapi anehnya hadits-hadits tentang para syuhada’ yang terbunuh melawan pemimpin zhalim tidak pernah mereka bahas, tidak pernah mereka dengang-dengungkan.


Padahal sabda Nabi,

 “jihad yang paling afdhal adalah amar ma’ruf nahi munkar kepada pemimpin zalim”. ini juga kan hadits shahih, sebagaimana hadits-hadits yang mereka nukil diatas, dan itu di praktekkan oleh Salafus Shalih, tetapi kenapa tidak pernah mereka bahas?


Disinilah letak standar ganda nya para penyembah mulk (penguasa) itu. Syari’at (Al-Qur’an & As-Sunnah) menjadi keset di bawah kaki mereka demi kekuasaan, demi ketebaran nama, demi banyaknya jamaah..


#KEDUA:

Baginda Rasulullah ‘Alaihi Shalawatu Wa Salam bersabda :


ﺇﻥ ﺃُﻣِّﺮ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻋﺒﺪٌ ﻣُﺠﺪَّﻉٌ ﺃﺳﻮﺩُ ، ﻳﻘﻮﺩُﻛﻢ ﺑﻜﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪِ ﺗﻌﺎﻟﻰ ، ﻓﺎﺳﻤَﻌﻮﺍ ﻟﻪ ﻭﺃَﻃﻴﻌﻮﺍ ” .


“Jika kalian di pimpin oleh seorang hamba sahaya yang hitam berambut keriting, yang memimpin kalian DENGAN KITAB ALLAH, maka taatlah kepadanya”.

( ini hadits shahih riwayat Imam Muslim )


Perhatikan hadits ini dengan cermat. Sabda Rasulullah, “Maka Taatlah kalian selama ia memimpin dengan KITABULLAH…sekali lagi: DENGAN KITABULLAH.


Nah, inilah hadits yang menjelaskan (atau tafsir) dari hadits yang sering mereka nukil diatas. Harusnya di korelasikan dalil-dalil yang ada, jangan ambil separoh-separoh. hancur agama ini jika cara mereka beristidlal seperti itu.


Pertanyaan saya..apakah sama pemimpin yang memimpin berdasarkan KITABULLAH, dengan pemimpin yang memimpin berdasarkan UNDANG-UNDANG SEKULER?


Apalagi Undang-undang sekuler itu dijadikan asas tunggal dan ideologi bangsa/negara?


Yang kita bahas sekarang adalah hukumnya, undang-undangnya. Yang mana, mau tidak mau kita harus akui bahwa undang-undang yang ada saat ini bukanlah undang-undang ISLAM.


#KETIGA:

Dalam batas syari’at, ada dua poin penting yang sering DISEMBUNYIKAN oleh kaum mulukiyyun (penjilat penguasa) ini, yaitu:


1. Ketaatan mutlak itu hanya berlaku untuk Allah dan Rasul-Nya; sehingga kepada Ulil Amri/

pemerintah yang berhukum pada Syariat pun, ketaatan itu sifatnya terbatas (tidak mutlak);


2. Memberikan hak ketaatan mutlak (sekalipun harta kita diambil, punggung kita dipukuli) kepada orang-orang sekuler, anti Syariat atau menolak Syariat. ini tentu sangat MUSTAHIL. tidak mungkin Allah Ta’ala memberikan hak istimewa kepada kepemimpinan yang menentang-Nya dan menentang Rasul-Nya.


Dalilnya, Nabi bersabda:


ﺇﻥَّ ﻫﺬﺍ ﺍﻷﻣﺮَ ﻓﻲ ﻗﺮﻳﺶٍ ، ﻻ ﻳُﻌﺎﺩﻳﻬﻢ ﺃﺣﺪٌ ﺇﻻ ﻛﺒَّﻪ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻬِﻪ ، ﻣﺎ ﺃﻗﺎﻣﻮﺍ ﺍﻟﺪﻳﻦَ


“Sesungguhnya urusan ini (kepemimpinan kaum muslimin) adalah dari Quraisy, tidak ada seorangpun yang menentangnya kecuali akan di campakkan oleh Allah wajahnya di neraka, selama MEREKA MEMIMPIN DENGAN MENEGAKKAN DIN”.

(Ini hadits Shahih riwayat Imam Bukhari dari sahabat Muawiyyah Bin Abi Sufyan Radhiyallahu’anhuma)


Perhatikan: Sabda Rasulullah, meskipun yang memimpin adalah kaum Quraisy, maka WAJIB MENTAATAINYA selama MEREKA MENEGAKKAN DIN (AGAMA).. sekali lagi..selama mereka menegakkan DIIN.


Dari sabda Nabi ini sangat jelas bagi orang-orang berakal bahwa SYARAT MENDENGAR DAN TAAT KEPADA PEMIMPIN, ITU TIDAK BERSIFAT MUTLAK. Ini sudah terlalu capek kami bahas berulang-ulang..mereka saja hanya muter-muter disitu.


Oleh karenanya, menjadikan dua hadits diatas sebagai dalil untuk “mendengar dan taat” kepada kepemimpinan TIDAK ISLAMI (tidak berlandaskan Al-Qur’an & As-Sunnah), ini adalah pengkhianatan besar kepada Allah, Rasul, dan Syari’at-Nya.


Sejak kapan para MUWAHHIDIN (AHLI TAUHID SEJATI) diperintah tunduk kepada kepemimpinan TANPA Syariat? 


Sejak kapan? 


Mana dalilnya? 


Mana praktek Salaf terhadapnya?


#KEEMPAT:

Dalam hadits ke-dua diatas, ada kata “laa yahtaduna bi hadyi” (mereka berpetunjuk tidak dengan petunjukku) dan “laa yastanuna bi sunnati” (mereka bersunnah tidak dengan Sunnahku). Kata-kata tersebut TIDAK BERMAKNA SECARA MUTLAK MEREKA MENINGGALKAN SYARI’AT..tapi bermakna mereka melakukan bid’ah. Karena di sana ada kata “yahtaduna” (berpetunjuk) dan “yastanuna” (bersunnah); artinya mereka masih menetapi PETUNJUK dan SUNNAH, namun tidak sesuai dengan apa yang Nabi lakukan/contohkan. 


Kalau mereka benar-benar meninggalkan Syariat, tentunya Nabi memakai kalimat “yakfuruna bi ayatillah wa sunnati nabiyih” (mereka kufur atas ayat Allah dan Rasul-Nya).

Kemudian di sana juga ada kata ﺍﻷﻣﻴﺮ (pakai alif lam ma’rifat sebagai bentuk mu’ayyan) yang artinya pemimpin..yang mana kata “Al-Amir” disini maknanya khusus, tidak umum. Artinya, itu kepemimpinan ISLAM, yang dibatasi hukum Syariat; karena asal kepemimpinan dalam Islam adalah TAAT SYARIAT.


Di sana juga ada kata “as sam’u wat tho’ah”. yang mana kata-kata seperti ini dalam Al-Qur’an sering disebut “sami’na wa atho’na”. Kata-kata ini adalah KHAS KETAATAN kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak berlaku bagi yang lain. Karena ia mengandung konsekuensi IMAN, seperti yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an pada surat Al-Baqarah ayat 285. Kata-kata ini HARAM dikeluarkan dari jalur KEIMANAN.


#KELIMA:

Setelah kita menjama’kan (mengkorelasikan) hadits-hadits tentang wajibnya mendengar dan taat pada ULIL AMRI, maka kembalikan pemahaman tentang Ulil Amri itu kepada para Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Artinya, baca dan lihat penjelasan para Ulama dan Imam-imam Ahlus Sunnah terkait makna Ulil Amri dan penjelasan mereka tentang siapa dan bagaimana Ulil Amri itu. Sehingga tidak MAIN COMOT.


ULIL AMRI adalah ;


#SATU:

Didalam kitab fathul qadir 1/556, Imam Syaukani Rahimahullah mengatakan:


ﻭﺍﻷﻭﻟﻰ ﺍﻷﻣﺮ : ﻫﻢ ﺍﻷﺋﻤﺔ ﻭﺍﻟﺴﻼﻃﻴﻦ، ﻭﺍﻟﻘﻀﺎﺓ ﻭﻛﻞ ﻣﻦ ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻪ ﻭﻻﻳﺔ ﺷﺮﻋﻴﺔ ﻻ ﻭﻻﻳﺔ ﻃﺎﻏﻮﺗﻴﺔ

“Ulil Amri adalah para imam, penguasa, hakim, dan semua orang yang memiliki kekuasaan yang Syar’i (yakni sesuai syariat) bukan kekuasaan Thoghut”.


#KEDUA:

Dalam kitab Majmu’ Fatawa wa Maqolatun Mutanawwi’ah 1/ 117 cetakan Daarul Qasim lin Nasyr-Riyadh, Syaikh Bin Baz Rahimahullah mengatakan :


ﻷﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻛﻞ ﺣﺎﻛﻢ ﻳﻜﻮﻥ ﻋﺎﻟﻤﺎ ﻳﺼﺢ ﻣﻨﻪ ﺍﻹﺟﺘﻬﺎﺩ، ﻛﻤﺎ ﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻛﻞ ﺣﺎﻛﻢ ﺳﻮﺍﺀ ﻛﺎﻥ ﻣﻠﻜﺎً ﺃﻭ ﺭﺀﻳﺲ ﺟﻤﻬﻮﺭﻳﺔ ﻳﺴﻤﻲ ﺃﻣﻴﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺃﻣﻴﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻣﻦ ﻳﺤﻜﻢ ﺑﻴﻨﻬﻢ ﺑﺸﺮﻉ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻳﻠﺰﻣﻬﻢ ﺑﻪ، ﻭﻳﻤﻨﻌﻬﻢ ﻣﻦ ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻪ، ﻫﺬﺍ ﻫﻮ ﺍﻟﻤﻌﻠﻮﻡ ﺑﻴﻦ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻭﺍﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﺑﻴﻨﻬﻢ .


“…Karena tidaklah setiap pemimpin di namakan seorang alim yang sehingga dibenarkan ia berijtihad, sebagaimana tidaklah setiap pemimpin, baik itu kedudukannya sebagai raja atau presiden di namakan “AMIRUL MUKMININ” (Ulil Amri), karena yang di namakan “AMIRUL MUKMININ (Ulil Amri) hanyalah seseorang “yang berhukum di antara rakyatnya dengan SYARI’AT ALLAH”

dan mengharuskan mereka atas itu, dan melarang mereka untuk menyelisihinya. Inilah yang telah di ketahui di antara Ulama Islam dan di kenal di kalangan mereka”.

-selesai-


Ini kata Syaikh Bin Baz, loch


MANHAJ MULUKIYYAH/MURJI-AH adalah “manhaj main comot yang penting aman” asal sudah jadi pemimpin, berkuasa, dengan cara apapun, maka ia langsung dianggap Ulil Amri dan wajib mendengar serta mentaatinya. sebagaimana ‘fatwa’

Ibrahim Ar-Ruhaili..


Kalau begitu, kafir Belanda yang menguasai indonesia selama 350 tahun (dalam jajahannya), antum anggap Ulil Amri dong?


Sehingga konsekuensi logisnya -dari buah fikir sungsang seperti ini- para pahlawan kemerdekaan itu “khawarij” semua??


Demikian pula Israel Yahudi yang sampai detik ini menguasai palestina (dalam jajahannya), Bashar Asad di Suriah di anggap Ulil Amri dong? 


Karena mereka berkuasa disana.. , sehingga konsekuensi logisnya -dari buah fikir prematur ini- Mujahidin dan semua pejuang Palestina dan Suriah itu “khawarij” semua ???


Wallahul musta’an. 


Semoga Allah menyelematkan ummat ini dari faham bebal kehinaan, kebodohan dan kesesatan pemikiran serta fitnah di akhir zaman.


#Tauhid Manhaj & Aqidah

No comments: