Saturday, November 16, 2019

DIMANAKAH POSISI PANCASILA DIANTARA 3 IDEOLOGI DUNIA ?

DIMANAKAH POSISI PANCASILA DIANTARA 3 IDEOLOGI DUNIA ?
(Islam, Kapitalisme, Sosialis-Komunis)

Oleh : Nazril Firaz Al-Farizi

Saat ini masih banyak yang begitu mudahnya menyematkan kata "ideologi" kepada berbagai ide yang dianggap kontroversial, dianggap berbahaya, dianggap baru, dianggap beda, dianggap sakral, dsbnya. Padahal tidaklah semudah itu menyebutkan sesuatu itu dikatakan ideologi. Belum lagi mungkin masih bingung membedakan mana ide dasar, mana ide turunan yang terpancar dari ide dasar tersebut.

Penyematan kata ideologi terhadap berbagai ide menggambarkan pihak yang melakukan penyematan itu sendiri belum mengetahui apa itu definisi dari ideologi itu sendiri, sehingga jika ada sesuatu yang dianggap sakral, berbahaya, kontroversial, berbeda, langsung disebut ideologi anu, ideologi anu, dsbnya.

Sebuah definisi itu menggambarkan keadaan/realitas yang haruslah bersifat Jami' (komprehensif) dan Mani' (protektif), dimana sebuah definisi itu haruslah menyeluruh menyangkut seluruh aspek yang dideskripsikan serta memproteksi/membatasi sifat-sifat di luar substansi yang dideskripsikan.

Mari kita lihat definisi ideologi yang benar itu seperti apa :

"Mabda (ideologi) adalah aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud akidah adalah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup; serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan sebelum dan sesudah alam kehidupan. Sedangkan peraturan yang lahir dari akidah tidak lain berfungsi untuk memecahkan dan mengatasi berbagai problematika hidup manusia, menjelaskan bagaimana cara pelaksanaan pemecahannya, memelihara akidah serta untuk mengemban mabda. Penjelasan tentang cara pelaksanaan, pemeliharaan akidah, dan penyebaran risalah dakwah inilah yang dinamakan thariqah. Sedangkan yang selian itu, yaitu akidah dan berbagai pemecahan masalah hidup tercakup dalam fikrah. Jadi mabda mencakup dua bagian, yaitu fikrah dan thariqah." [Taqiyuddin An-Nabhani, Nidzamul Islam, Arab hal. 24 / terjemah hal. 47]

Definisi mabda diatas itu adalah definisi umum yang berlaku untuk 3 ideologi dunia, baik definisi untuk ideologi Islam, ideologi Kapitalisme dan ideologi Sosialisme-Komunisme. Syaikh Taqiyuddin begitu singkat mendefinisikan mabda (ideologi) adalah Aqidah Aqliyah yang melahirkan (memancarkan) peraturan. Hanya itu saja.

Mungkin bagi kebanyakan hanya menyangka definisi mabda tadi hanya sekedar itu saja, padahal ada penjelasan mendetail dari segelintir kata tersebut.

Mari kita petakan soal definisi mabda tadi agar bisa lebih mudah dipahami.

Mabda = Aqidah Aqliyah + Aturan (Nidzam)

Itu syarat sebuah mabda, yaitu dia haruslah berupa Aqidah Aqliyah yang memancarkan aturan (Nidzam). Jika tidak memenuhi syarat itu, maka sudah jelas dia bukan sebuah ideologi.

Lalu mari kita uraikan apa yang dimaksud dengan Aqidah Aqliyah dan Aturan (Nidzam).

Pertama :

Aqidah Aqliyah atau yang disebut sebagai aqidah yang rasional merupakan pembahasan yang menyangkut dengan Uqdatul Qubra (simpul besar), dimana Uqdatul Qubra ini meliputi 3 pertanyaan yang paling dasar yang kemudian jika 3 pertanyaan itu sudah terjawab dengan 3 jawaban, maka akan menjadi sebuah Qaidah Fikriyah (landasan berpikir).

Lalu apa saja 3 pertanyaan mendasar itu?
- Darimana kita berasal ?
- Untuk apa kita hidup ?
- Akan kemana kita setelah kehidupan dunia ?

Bagi ideologi Sosialis-Komunis menjawab :
a) Manusia, alam semesta dan kehidupan berasal dari materi (dialektika materialisme), mungkin bahasa mudahnya kita berasal dari zat-zat kimia yang merupakan benda mati yang kemudian berevolusi.
b) Ketika hidup pun tidak mengakui adanya pencipta, karena pada jawaban pertama pun sudah tertolak keberadaan pencipta (Atheisme), maka hidup pun bebas ditentukan berdasarkan aturan yang dibuat asumsi akal dan manusia dianggap sama seperti alam, yaitu sama-sama materi yang saling berinteraksi sehingga munculah perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan yang diatur oleh negara agar sama rata sama rasa (sistem terpusat).
c) Setelah kehidupan pun ideologi ini menyatakan semua akan kembali kepada materi lagi, akan menjadi zat-zat kimia kembali setelah terjadi proses penguraian oleh bakteri-bakteri tertentu.

Bagi ideologi Kapitalisme menjawab :

a) Kita berasal dari pencipta yang menciptakan alam semesta, manusia dan kehidupan. Pencipta bersifat azali (tak berawal dan tak berakhir) serta wajibul wujud (wajib adanya).

b) Ketika hidup, pencipta hanya dijadikan sebagai formalitas saja dianggap ada eksistensinya, tetapi tidak mengatur kehidupan manusia, maka aturan kehidupan pun bebas dibuat oleh asumsi akal, sehingga munculah kebebasan-kebebasan dalam berprilaku yang dianggap rasional oleh akal dan harus dilindungi.

c) Setelah kehidupan pun ideologi ini mengakui adanya hari kebangkitan, mengakui kembali eksistensi pencipta yang akan memasukan mereka antara ke neraka atau surga, tetapi tanpa ada hisab.

Bagi ideologi Islam menjawab :

a) Manusia, alam semesta dan kehidupan berasal dari Allah sebagai Al-Khaliq (pencipta) yang bersifat azali (tak berawal dan tak berakhir) serta wajibul wujud (wajib adanya).

b) Ketika hidup, seluruh aturan Allah pun mengatur segala aspek kehidupan dan manusia senantiasa terikat dengan hukum syara, selalu menyadari akan hubungannya dengan Allah (idrak silatu billah) mulai dari yang terkecil hingga hal besar. Tidak ada satu hal perbuatan dan benda pun yang luput dari hukum Allah yang menetapkan status hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram atas perbuatan dan halal-haram atas benda.

c) Setelah kehidupan manusia akan dibangkitkan kembali dan akan dihisab amalannya (pahala dan dosa) yang akan berakhir antara ke surga atau neraka.

Itulah 3 jawaban dari 3 ideologi atas 3 pertanyaan mendasar (Uqdatul Qubra), sehingga jawaban masing-masing dari 3 ideologi itu menjadi Qaidah Fikriyah (landasan/asas berpikir).

Kedua :

Aturan (Nidzam) adalah Fikrah (ide) dan Thariqah (metode) yang terpancar dari Aqidah Aqliyah yang sudah dijelaskan pada poin pertama tadi.

Fikrah sendiri adalah aqidah dan konsep pemecahan masalah hidup (Mu'alajah/problem solving).
Itu adalah syarat dari sebuah Fikrah, jika tidak ada aqidah atau konsep pemecahan masalah hidup, maka bukan sebagai Fikrah.

Lalu maksud aqidah pada fikrah ini apa? Bukannya tadi di atas sudah dibahas?

Maksud aqidah yang tercakup pada fikrah ini adalah Aqidah ar-Ruhiyyah yang membahas tentang rukun iman yang 6 sebagai keyakinan termasuk mengatur tentang keakhiratan seperti surga, neraka, pahala, dosa, juga seperti shalat, zakat, haji, puasa, jihad dan ibadah mahdah lainnya. Hal ini masuk dalam dimensi hubungan manusia dengan Allah ('alaqatil insani bi khaliqihi) dan hubungan manusia dengan dirinya ('alaqatil insani bi nafsihi).

Dan sebagai Aqidah as-Siyasiyyah juga atau bisa disebut Syariah, yang membahas tentang tentang pengaturan politik, ekonomi, sosial, pemerintahan, pendidikan, sanksi hukum, dsbnya atas pemecahan masalah manusia. Hal ini masuk dalam dimensi hubungan manusia dengan sesamanya ('alaqatil insani bi ghairihi).

Aqidah ar-Ruhiyyah dan Aqidah as-Siyasiyyah diatas sekaligus sebagai konsep pemecahan malasah hidup manusia.

Thariqah sendiri adalah metode penerapan, mempertahankan/penjagaan dan penyebaran atas Fikrah atau dengan kata lain Thariqah ini adalah Negara, karena hanya dalam level negara seluruh fikrah akan diterapkan, dipertahankan/dijaga dan disebarkan secara sempurna dan menyeluruh.

Maka gabungan dari poin Pertama dan poin Kedua itu adalah Ideologi (Mabda) yang menjadi Qiyadah Fikriyah (kepemimpinan berpikir).

Dimana Posisi Pancasila?

Sekarang waktunya kami bertanya, dimanakah posisi Pancasila?
Coba kita lihat lagi pada rumus ini :

Mabda = Aqidah Aqliyah + Aturan (Nidzam)

Pada rumus itu, dimana posisi Pancasila?

Banyak yang berkata Pancasila itu adalah ideologi. Jika Pancasila adalah ideologi, coba terangkan bagaimana Aqidah Aqliyahnya Pancasila?
Bagaimana jawaban Pancasila atas Uqdatul Qubra?

Kemudian pada Aturan (Nidzam), bagaimana Fikrah dan Thariqah Pancasila?
Pada Fikrah, bagaimana konsep Aqidah ar-Ruhiyyah dan Aqidah as-Siyasiyyah Pancasila?
Lalu pada Thariqah, bagaimana menerapkan, mempertahankan/menjaga dan menyebarkan Pancasila baik dalam negeri maupun ke luar negeri?

Kami tantang untuk bisa menjawab itu jika Pancasila tetap disebut sebagai ideologi, karena syarat sebuah ideologi itu haruslah mempunyai Aqidah Aqliyah dan Aturan (Nidzam) dan tentunya harus berbeda satu sama lainnya dengan ideologi lain, harus mempunyai ciri khas tersendiri, tetapi jika tidak punya maka sudah jelas bukanlah ideologi.

Kembali lagi kami bertanya, dimanakah pada rumus itu, posisi Pancasila?

Ternyata Pancasila hanya ada pada posisi Fikrah. Fikrah dari ideologi apa? Ideologi Kapitalisme karena hanya mencantumkan sila ke-1 "ketuhanan yang maha esa" sebagai formalitas untuk sekedar mengakui eksistensi pencipta saja, tetapi bukan sebagai pengatur kehidupan termasuk dalam bernegara.

Bahkan lebih parah lagi, Pancasila tidak sampai kepada derajat/level Fikrah. Kenapa? Karena syarat Fikrah itu haruslah ada aqidah dan konsep pemecahan masalah hidup (Mu'alajah/problem solving), sementara Pancasila sendiri bukanlah aqidah dan tidak mempunyai konsep pemecahan masalah hidup.

Jadi posisi Pancasila ada di dalam gerbong ideologi Kapitalisme dan posisinya lebih rendah dari Fikrah.

Meski Pancasila ini salah satunya diinspirasi oleh hasil perenungan Soekarno, bahkan sempat muncul nama atas ide yang keluar dari Soekarno ini adalah Marhaenisme. Padahal Soekarno sendiri pun pernah condong terhadap ideologi Sosialis Komunis dengan membentuk paham Marhaenisme yang padahal itu bukan asli produk pemikirannya, tetapi merupakan gabungan nama dari 3 tokoh Komunis yaitu Karl Heinrich Marx (1818-1883), George Wilhelm Friedrich Hagel (1770-1831), dan Friedrich Engels (1820-1895) menjadi MarHaEn yang menginspirasi Soekarno.

Jadi sekarang kami bertanya, masih sudikah berkata bahwa mengamalkan Islam sama dengan mengamalkan Pancasila atau sebaliknya? Dan sama-sama mendapat pahala begitu kah? Sama-sama menjadi amal sholeh begitu kah?

Masih pantaskah berkata bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan Islam atau sebaliknya? Masih terus menyelaraskan antara kedua hal itu? Masih terus mencari pembenaran? Masih terus bersikap defensif apologetik?

Pantaskah Islam sebagai Ideologi (Mabda) disamakan posisinya dengan Pancasila yang bahkan lebih rendah tidak mencapai derajat/level Fikrah?

Lihatlah keteguhan para Ulama masa 1945 dan para ulama masa Konstituante 1956-1959 dimana para Ulama saat itu dengan lantang menyebutkan bahwa Pancasila tidak sama dengan Islam dan memang bertentangan. Ulama seperti itu masih bisa kita lihat sekarang, salah satunya KH.Abu Bakar Ba'asyir yang patut menjadi teladan atas kita bahwa beliau tetap menempatkan yang Haq pada Haq dan yang Bathil tetap pada Bathil. Tidak ada sikap Defensif Apologetik sama sekali.

Ingatlah dengan ayat ini, dimana Allah pun tidak akan menerima atas orang yang selalu melakukan pencarian pembenaran atas perbuatannya yang dianggap benar, padahal itu salah.

"Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: "Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya". Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji". Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?" [QS. Al-A'raf : 28]

Semoga bisa dijadikan renungan bersama agar kita benar-benar teguh dalam menyampaikan kebenaran.

Wallahu alam bishowab.
Nazril Firaz Al-Farizi

No comments: