Sunday, May 21, 2023

Bagaimana Orang Singapura Tempo Doeloe Memandang Khilafah dan Jihad

 Bagaimana Orang Singapura Tempo Doeloe Memandang Khilafah dan Jihad?


Kisaran 130-an tahun lalu, satu kapal terkenal milik Khilafah 'Utsmaniyyah pernah berlabuh di Singapura. Bukan sembarang kapal, tapi kapal perang model frigate milik Amir al-Mu'minin, Khalifah Sultan Abdülhamid II, yang diberi nama sesuai nama ayah founding father's Daulah 'Utsmaniyyah, Ertuğrul. 


Sebenarnya kapal Ertuğrul itu hanya sekadar mampir di Singapura. Tujuan utama kapal Ertuğrul pergi ke Jepang, untuk menemui Kaisar Mutsuhito yang usaha perjuangannya mirip-mirip Oden Kozuki dalam membuka negeri Wano. Kaisar Mutsuhito yang terkenal dengan sebutan "Meiji" ini sebelumnya memang sudah pernah mengirim utusan ke Istanbul, dan menunjukkan niat baiknya untuk menjalin persahabatan dengan kaum Muslim di bawah pimpinan Khalifah. Tentu saja Khalifah Abdülhamid bersemangat, dan mengirim kapal Ertuğrul sebagai kunjungan balasan ke Jepang.


Nah, kembali ke Singapura. Nyatanya walau cuma mampir, kehadiran kapal perang Amir al-Mu'minin disambut dahsyat oleh kaum Muslimin di sini. Baik di Singapura itu sendiri, maupun negeri-negeri sempadannya seperti Semenanjung Melayu, Kepri, Riau daratan, Aceh, Jawa, Kalimantan, Sabah/Serawak, Brunei, dll. 


Kapten kapal Ertuğrul yang namanya Osman Paşa lantas dapat surat dari para tokoh dan haji di negeri ini, yang diwakili seseorang dengan gelar "Qadhi kaum Muslimin Singapura" (قاضي المسلمين سڠاڤورا). Surat ini kemudian difoto oleh Osman Paşa dan dikirim via telegram ke Istanbul. Sampai sekarang foto surat ini masih ada di Başbakanlık Osmanlı Arşıvı (Kantor Arsip Utsmani) dan disimpan dengan kode İ.DH. 1170/91449/3-5. Ada dua lembar suratnya, sayang lembar kedua fotonya ngeblur hingga sulit terbaca sebagian besarnya, nanti barangkali mas Abin Toro bisa mengakali. Tapi alhamdulillah lembar pertama bisa terbaca jelas sebagaimana foto-foto yang saya dapatkan di bawah ini.


Apa kata orang Singapura yang diwakili Qadhi-nya?


Pertama, mereka membuka suratnya dengan basmalah dan mukaddimah surat sebagaimana lazimnya. Terus dilanjutkan dengan puji-pujian kepada sang kapten kapal Ertuğrul, Osman Paşa yang disebut sebagai "petarung di jalan Allah" (الغازي في سبيل الله). 


Tujuan utama surat ini tentu saja ditujukan kepada petingginya Osman Paşa yang juga sekaligus petinggi seluruh kaum Muslimin sedunia, Khalifah Sultan Abdülhamid II. Bagi Qadhi Singapura, beliau adalah sultannya para sultan di seluruh negeri Arab dan non-Arab. Seseorang yang telah mengabdikan hidupnya untuk kebaikan dan kehormatan kaum Muslimin. Melalui pedang dan pena, Khalifah Sultan Abdülhamid telah menolong kebenaran dan agama, serta menguatkan syariat Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam.


Banyak doa-doa yang dipanjatkan kepada Allah sebagai ekspresi cinta Qadhi Singapura untuk Khalifah 'Utsmaniyyah. Saya hitung ada 5 doa. Dari 5 doa itu, setidaknya ada 2 doa yang kalau diukur dengan konteks hari ini begitu luar biasa. Kenapa? karena dua doa ini mengandung makna-makna dan istilah yang hari ini begitu ditakuti, dimonsterisasi, dilebayisasi, dan dicaci-maki. Apalagi doa ini diucapkan oleh pemimpin Islam di Singapura dulu. Ya, Singapura. Negara yang belakangan menyulut kontroversi karena mendeportasi Tuan Guru Ustadz Abdul Somad karena dakwah-dakwah beliau yang dianggap keras. Seperti apa dua doa yang dipanjatkan Qadhi Singapura?


اعز اللهم سرير الملك و الخلافة بوجوده


"Ya Allah, kuatkanlah 'ranjang' (singgasana) Kerajaan dan Khilafah dengan kehadiran Sultan Abdülhamid." Dan satu doa lagi,


اللهم انصر جيوش المسلمين و عساكر الموحدين و اهلك الكفرة و الرافضة و المشركين

 

"Ya Allah, tolonglah pasukan-pasukan Muslimin dan tentara-tentara para ahli tauhid. Dan hancurkanlah, wahai Allah, (kekuatan) orang-orang kafir, rafidh, dan musyrikin."


Itu baru doa di paragraf pertama. Belum lagi pokok dari surat Qadhi Singapura di paragraf kedua. Walaupun lengkapnya tidak terbaca karena lanjutannya nge-blur, tapi bisa kita dapatkan gambaran. Bahwa ini adalah surat aduan kepada junnah (perisai) kaum Muslimin mengenai sikap rezim penjajah represif anti Islam yang melarang kajian ilmu, majelis shalawat, dan pembacaan maulid Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam. 


Di sini Qadhi Singapura menceritakan penderitaan orang-orang Jawi (Indonesia) yang di bawah penjajahan Pemerintah Hindia Belanda. Walau saat itu Singapura di bawah penjajahan Inggris atas nama Governor of the Straits Settlements (gubernur atas koloni Inggris di Selat Melaka), tapi Qadhi Singapura tak melupakan kondisi jiran-jiran seimannya yang tercinta. Disebutkan,


إننا من أهل الجاوى كلهم مظلومين من النصارى هلندا الذي حكموا علينا بظلمهم و من بعض ظلمهم علينا إننا إذا اجتمعون في درس العلم و الصلاة و لقرائة الموالد النبوية و غيرها من الطاعة لله و لرسوله جاؤ إلينا و منعونا بالإجتماع في درس العلم و غيره 


"Sesungguhnya kami penduduk Jawa, yang semuanya itu telah terzalimi oleh kaum Nasrani Belanda, di mana mereka telah memerintah kami dengan begitu zalim. Di antara kezalimannya kepada kami ialah apabila kami berkumpul untuk mengkaji ilmu, bershalawat, membaca maulid Nabi dan lain-lain yang merupakan bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya; Belanda akan mendatangi kami dan melarang-larang kami berkumpul untuk mengkaji ilmu dsb."


Yang demikian adalah situasi dalam penggambaran secarik surat bertanggal 11 Jumadil Awwal 1307, al-muwaffiq 3 Januari 1890. Sementara 130-an tahun kemudian, 21 Mei 2022, saya hanya bisa termenung. Betapa putaran zaman dan warisan penjajahan bisa membedakan masa lalu dan masa kini dengan drastis.


Nicko Pandawa.

CATATAN KRITIS BUAT KH CHOLIL NAFIS

 *CATATAN KRITIS BUAT KH CHOLIL NAFIS*

.

Menarik sekali pernyataan Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI KH Cholil Nafis yang mengatakan ceramah yang disampaikan dai sifatnya harus mendukung NKRI. Tak ada lagi narasi lain seperti ide mendirikan negara khilafah. Sebab kata dia, NKRI merupakan kesepakatan bersama yang sudah tak bisa ditawar, termasuk oleh MUI.

.

"Bukan berarti khilafah tidak islami, tidak. Tapi islami tidak hanya khilafah. NKRI pun bagian dari khilafah," kata KH Cholil Nafis, Senin (25/11/2019) saat menyampaikan materi di Standardisasi Dai MUI di Aula Buya Hamka MUI Pusat, Jakarta.

.

Pernyataan “Bukan berarti khilafah tidak islami, tidak” berarti bentuk pengakuan bahwa khilafah memang islami. Ya, khilafah memang islami karena khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan yang legal dalam Islam. Diperintahkan Allah SWT dan Rasulullah SAW serta merupakan kesepakatan bersama para shahabat ra yang sudah tidak bisa ditawar, termasuk oleh MUI. 

.

Sedangkan pernyataan “Tapi islami tidak hanya khilafah” apakah bermaksud ingin mengatakan bahwa republik/demokrasi itu islami? No, no, no! Republik/demokrasi merupakan sistem kufur jebakan penjajah yang jelas-jelas tidak islami. Letak ketidakislamian republik/demokrasi yang paling fatal adalah manusia diberi kewenangan membuat hukum, padahal yang berhak membuat hukum hanyalah Allah SWT. Berarti republik/demokrasi tidak islami.

.

Dalam sistem khilafah, khalifah (kepala negara yang menerapkan sistem pemerintahan Islam/khilafah) bertugas menerapkan perintah Allah SWT dan memastikan larangan Allah SWT ditinggalkan.

.

Jadi, untuk menerapkan perintah Allah, khalifah tidak perlu meminta persetujuan suara terbanyak anggota Majelis Ummat (wakil rakyat dalam sistem pemerintahan Khilafah). Karena fungsi Majelis Ummat bukan untuk membuat hukum tetapi untuk mengoreksi penguasa agar tetap sesuai dengan perintah Allah SWT. Adapun anggota Majelis Ummat yang non Muslim tugasnya adalah melaporkan kedzaliman para penguasa daerah kepada khalifah.

.

Sedangkan dalam sistem demokrasi, presiden/perdana menteri (kepala negara yang menerapkan sistem pemerintahan kufur buatan orang kafir) bertugas menerapkan aturan yang disepakati oleh parlemen/DPR. Perintah Allah SWT baru bisa diterapkan presiden/perdana menteri bila mayoritas anggota DPR/parlemen setuju.

.

Artinya apa? Dalam sistem demokrasi kedudukan Allah SWT berada di bawah telapak kaki para anggota parlemen/DPR. Innalillahi wa inna ilahi rajiuun…. Apakah kita lupa menyejajarkan kedudukan Allah SWT dengan makhluk atau dengan khayalan saja sudah disebut syirik, pelakunya disebut musyrik. Bagaimana pula kedaulatan Allah SWT bukan lagi disejajarkan tetapi ditaruh di bawah telapak kaki para anggota parlemen!? Naudzubillahi min dzalik!

.

Adapun pernyataan “NKRI pun bagian dari khilafah” adalah pernyataan yang ambigu. Apabila yang dimaksud NKRI itu adalah tanah air Indonesia, ya, dulu pernah menjadi bagian dari khilafah ketika khilafah masih berdiri. Penerimaan menjadi bagian dari khilafah itu seiring dengan berubahnya Kerajaan Hindu-Budha menjadi berbagai Kesultanan Islam di Nusantara.

.

Pada Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-6, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuono X mengomfirmasi hubungan Kesultanan Yogyakarta dengan Khilafah Utsmani. 

.

“Pada 1479, Sultan Turki mengukuhkan Raden Patah, Sultan Demak pertama, sebagai Khalifatullah ing Tanah Jawa, perwakilan Kekhalifahan Islam (Turki) untuk Tanah Jawa, dengan penyerahan bendera Laa ilaaha illa Allah berwarna ungu kehitaman terbuat dari kain Kiswah Ka'bah, dan bendera bertuliskan Muhammadurrasulullah berwarna hijau,’ ujarnya di hadapan sekitar 700 peserta kongres, Senin, 9 Februari 2015 di pelataran Kraton Kasultanan Yogya.

.

Menurut sejarawan Septian AW, para penguasa Muslim di Nusantara mendapatkan gelar sultan dari Syarif Mekkah, dalam bahasa sekarang Gubernur Mekkah. Syarif Mekkah mendapatkan mandat dari Khalifah yang berkedudukan di Istambul (Turki) untuk melakukan itu. 

.

Catatan sejarah, seperti yang dikutip Azyumardi Azra, mengungkap Penguasa Banten Abdul Qadir (berkuasa 1625-1651), pada 1638 menerima anugerah gelar sultan dari Syarif Mekkah. Pangeran Rangsang, penguasa Mataram, pada 1641 juga mendapatkan gelar Sultan dari Syarif Mekkah selanjutnya lebih terkenal sebagai Sultan Agung. Begitu pula Kesultanan Aceh, lalu Kesultanan Palembang dan Makassar, yang juga menjalin hubungan khusus dengan penguasa Mekkah.

.

Itu semua menunjukkan bahwa benar Indonesia tempo doeloe memang bagian dari khilafah. Tetapi bila yang dimaksud dengan kalimat “NKRI pun bagian dari khilafah” dalam makna sistem pemerintahan republik/demokrasi, jelas bukan dong. Karena pada 1924, khilafah sudah tidak ada lagi. Sedangkan NKRI baru berdiri pada 1945. 

.

Adapun pernyataan “ceramah yang disampaikan dai sifatnya harus mendukung NKRI.” Mendukung dalam hal apa nih? Kalau mendukung dalam hal menjaga kesatuan wilayah sehingga tidak boleh terpecah belah, memang wajib hukumnya, oleh karena itu tinggalkanlah demokrasi seraya menegakkan khilafah.

.

Karena demokrasi melalui instrumen yang disebut referendum membolehkan wilayah negeri Muslim terbesar sedunia ini dilepaskan, bila mayoritas penduduk setempat setuju lepas. Contoh: Timor Timur lepas lewat referendumnya demokrasi, bukan khilafah.

.

Sedangkan dalam khilafah, tidak ada referendum. Karena dalam sistem pemerintahan Islam tersebut, bughat (melepaskan diri dari khilafah atau kesatuan negeri kaum Muslimin) hukumnya haram. Maka, bila ada satu daerah ingin lepas, meskipun mayoritas penduduk daerah tersebut sepakat untuk lepas, tidak diizinkan lepas. Mereka diajak omong baik-baik agar tetap bergabung. Bagi yang mengangkat senjata untuk melepaskan diri maka akan diperangi sampai tidak bisa angkat senjata untuk melepaskan diri lagi.  

.

Adapun pernyataan “ceramah yang disampaikan dai sifatnya harus mendukung NKRI.” Mendukung dalam hal apa nih? Kalau mendukung dalam hal menjaga kekayaan alam yang berlimpah ini dari perampokan penjajah Amerika dll, memang wajib hukumnya. Oleh karena itu tinggalkanlah demokrasi seraya menegakkan khilafah.

.

Karena dalam demokrasi, melalui instrumen privatisasi, tambang yang hasilnya melimpah diserahkan kepada swasta bahkan asing. Contoh: Tambang emas di Papua diserahkan kepada Amerika. 

.

Sedangkan dalam khilafah, tidak ada privatisasi. Karena dalam sistem pemerintahan Islam tersebut, privatisasi sumber daya alam yang melimpah tersebut hukumnya haram. Sumber daya alam yang hasilnya melimpah tersebut merupakan salah satu ciri dari milkiyah ammah (kepemilikan umum). Milkiyah ammah haram diserahkan/dikelola swasta apalagi asing, penjajah lagi kayak Amerika. Haram banget dah!

.

Khalifah wajib mengelolanya yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat salah satunya dalam bentuk kesehatan gratis dan pendidikan gratis. 

.

Adapun pernyataan “ceramah yang disampaikan dai sifatnya harus mendukung NKRI.” Mendukung dalam hal apa nih? Mendukung republik/demokrasi? Serius kita akan tetap mendukung sistem pemerintahan jebakan penjajah untuk memecahbelah kita dan merampok sumber daya alam kita? Plis deeeh…

.

Jadi pernyataan “Tak ada lagi narasi lain seperti ide mendirikan negara khilafah” tentu menjadi tidak relevan bila kita menyadari bahwa menegakkan khilafah merupakan tajul furudh (mahkota kewajiban) dan republik/demokrasi merupakan sistem pemerintahan jebakan penjajah. 

.

Dan kalau kaum Muslimin di Indonesia ini berjuang sungguh-sungguh menegakkan khilafah, insya Allah bukan hanya jadi bagian dari khilafah, tapi malah menjadi ibu kotanya khilafah. Wilayahnya bukan hanya dari Merauke sampai Sabang, tapi dari Merauke sampai Maroko. Karena satu khalifah, untuk seluruh kaum Muslimin sedunia.

.

Allahu Akbar!

.

Joko Prasetyo

@jokojurnalis

Jurnalis | Penulis | Editor

Saturday, May 13, 2023

Mengapa Tuhan Tidak Membela Dirinya Sendiri?

 🌍 *Mengapa Tuhan Tidak Membela Dirinya Sendiri?* 🌿


لماذا لم يدافع عن نفسه؟

يقول أحد المهتدين كنت أسير مع طفلي  ومررنا بتمثال للمسيح قرب الكنيسة

فسالني ابني من هذا يابابا

قلت له هذا ابن الله وهو الهنا

فقال لي لماذا هو مصلوب وعلى جسده الجروح ومنظره ضعيف لقد شفقت عليه

فقلت له هو مصلوب لان المجرمين الذين لايؤمنون به فعلوا به هذا

فقال لي ولدي ولماذا لم يدافع اباه عنه او هو دافع عن نفسه كونه اله قوي

قلت له الإله اختار ذلك حتى يكفر عنا ذنوبنا لانه حينما رضي بصلب أبنه كان صلبه فداءا لنا وتكفير لذنوبنا

فقال لي يا أبي هل ترضى انت ان يصلبوني واتعذب من أجل احد وانت تقدر ان تدافع عني قلت طبعا لا

فقال ولدي كيف رضي الله أن يفعل ذلك بابنه وهو القادر ان يغفر لنا ذنوبنا من غير ان يعذب أبنه ويجعله ذليلا بيد البشر!

وكان هذا الحوار اول طريق هداية الوالد للاسلام

أسئلة الطفل بالفطرة دلت الوالد على الحق


Kenapa dia tidak membela diri?


Salah seorang muallaf mengatakan, saya sedang berjalan dengan anak saya, dan kami melewati patung Kristus di dekat Gereja.


Anak saya bertanya siapa ini, Baba?


Saya mengatakan kepadanya bahwa ini adalah Anak Allah dan dia adalah Tuhan kita.


Dia mengatakan kepada saya mengapa dia disalib dengan luka di tubuhnya dan penampilannya lemah. Saya kasihan padanya.


Saya mengatakan kepadanya bahwa dia disalib karena orang-orang dzolim yang tidak beriman melakukan ini padanya.


Anak laki-laki saya berkata kepada saya, mengapa ayahnya tidak membelanya atau dia membela dirinya sendiri, karena dia seharusnya adalah Tuhan Yang Maha Kuasa.


Saya mengatakan kepadanya bahwa Tuhan memilih itu untuk menebus dosa-dosa kita, karena ketika dia menerima penyaliban putranya, penyalibannya adalah pengorbanan bagi kita dan penebusan dosa-dosa kita.


Dia berkata kepada saya, “Wahai ayahku, apakah Engkau menerima kalau aku disalib dan disiksa demi seseorang, padahal engkau sanggup membelaku/melindungiku?” 


Saya berkata, “Tentu saja tidak.”


Anak laki-laki saya berkata, lalu bagaimana mungkin Tuhan berkenan melakukan itu kepada anaknya, ketika dia mampu mengampuni dosa-dosa kita tanpa menyiksa anaknya, dan membuatnya dipermalukan oleh tangan manusia!?


Dialog ini adalah awal mula jalan hidayah sang ayah kepada Islam. 


Pertanyaan naluriah anak menunjukkan kebenaran kepada sang ayah.


🌍➖➖➖➖🌿


📡VIDEO:

 https://youtu.be/8efNU97ovwg


🌍 *Setelah 40 Tahun Mengajar Seminari Kristen Pendeta Bergelar Profesor Ini Masuk Islaam* 🌿


🌍🌸


Bismillaahirohmaanirrohiim. Dengan nama Allaah Tuhan Yang Maha Esa Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.


Di tengah wabah Corona Virus (Covid-19) yang melanda dunia, akhir Maret 2020, host "The Deen Show", Eddie Redzovic, berbincang-bincang bersama seorang pendeta bergelar profesor yang menjadi Muallaf, menjadi Muhtadiin (orang yang mendapatkan petunjuk) melalui Internet Video Call.


Setelah 40 tahun menjadi pendeta dan profesor pengajar Seminari Kristen di Amerika Serikat, Richard L. Kifer memutuskan kembali ke agama para nabi dan para rosul:


🌸 Agama Tawhiid, agama Ketuhanan Yang Maha Esa, Islaam, agama 124.000 nabi sejak awal jaman.



Profesor Kifer pernah menjadi Agnostic, yang meragukan semua agama namun masih percaya bahwa Tuhan itu ada.


Namun saat muridnya di Utah, AS, mempertanyakan semua agama dan mengatakan akan menjadi Atheist yang tidak mau percaya bahwa Tuhan itu ada, maka dia terpanggil dan mau tak mau mempelajari agama, agama-agama. 


Jika dia dulu hanya dapat mempelajari buku-buku Kristen di perpustakaan khusus Seminari, kini dengan bantuan Internet dia menjadi mudah dalam mencari bahan-bahan penelitian mengenai agama-agama, hingga penelitian perbandingan agama.


Dan akhirnya, profesor Kifer, memutuskan untuk menjadi Muallaf.



🌸 Di antara hal-hal yang meresahkannya, dan disampaikannya dengan jujur di video ini, secara umum, adalah:


▪️Bahwa ada banyak ayat di Bibel yang adalah hasil penambahan, pengubahan dari orang. 


▪️Ada sekitar 4.000 naskah Bibel yang tidak sesuai satu dengan lainnya. Dan para pengikutnya pun dapat saling bertengkar sengit mengenainya.


▪️Fakta bahwa para pendeta dan pastur mengetahui bahwa sebagian besar isi Bibel adalah buatan manusia dan bukan lagi firman Tuhan yang asli, namun mereka tetap berkeras kepala. 


Dan bahwa diajarkan bahwa Bibel adalah kitab suci yang asli dari Tuhan, yang tanpa cacat. 


Ini juga tentu mereka dogmakan, doktrinkan kepada kaum awam pengikutnya.


▪️Fakta bahwa Yesus Kristus (alias Yeshua alias Isa 'alaihis salaam), menyembah (bersujud), berdoa kepada Tuhan. 


▪️Yesus mereka anggap adalah 100% manusia dan juga 100% Tuhan. Trinitas Kristen - paham agama Kristen bahwa ada 3 Tuhan (Tuhan Bapa, tuhan anak, roh kudus) membingungkan, bahkan bagi kebanyakan orang Kristen.


▪️Al Qur'aan tidak pernah diubah, tercemar, bahkan terbukti sesuai dengan fakta, sains, sejarah, dll.


▪️Ada hasutan, fitnah, kebohongan besar yang macam sengaja diusahakan menjadi Islamophobia bahwa: 


Muslimiin akan mengkudeta pemerintah AS, akan membunuhi semua orang Kristen dan semua orang yang bukan Muslim. 


Bahwa Muslimiin adalah penyembah Dewa Bulan padang pasir Arab. Bahwa Muslimiin menyembah bangunan kotak besar hitam di Arab. Bahwa Muslimiin mendholimi kaum perempuan Muslimiin (Muslimah). Dan sebagainya.


▪️Kata "Allaah" berarti Tuhan. 


Bahkan kaum Kristen di berbagai wilayah di jaziroh Arabia pun beribadah kepada Allaah.


▪️Bahwa Islaam sebenarnya adalah agama indah, penuh kasih-sayang, penuh toleransi, penuh kedamaian dan perdamaian, dsb., dan dengan prinsip-prinsip yang benar.


▪️Yesus sebenarnya adalah seorang Nabi, bukan Tuhan.


▪️Tidak ada jaminan dan pengetahuan pasti bahwa 4 versi Bibel (Matius, Markus, Lukas, Yohannes) adalah benar-benar ditulis oleh mereka, alias tidak dapat diketahui siapa penulis sebenarnya.


▪️Menurut sang pendeta, masih banyak orang yang tidak peduli tentang kebenaran. 


Mereka hanya terbiasa mengikuti saja apa-apa yang diceritakan oleh orangtuanya, yang sudah menjadi tradisi-kebiasaan saja, dll.


▪️Sang pendeta merasa tergetar, terkesima saat mempelajari Al Qur'aan.


▪️Isi Al Qur'aan adalah benar-benar dari Tuhan, Allaah. Konsisten.


▪️Setelah mempelajari Islaam, sang pendeta malahan merasa semakin baik dalam memahami Yesus, sang Nabi. Dan Allaah, Tuhan Yang Maha Esa. 


Dalam beribadah. Baginya. Menjadi/sebagai manusia. Semuanya menjadi masuk akal baginya. "Makes sense".


▪️Ada banyak penerjemahan yang salah dari bahasa asli Bibel ke Yunani, ke bahasa kini. Dan ini menghasilkan ajaran yang salah pula, pada akhirnya.


▪️81 kali Yesus menyatakan diri sebagai manusia. 


Dan ada banyak pernyataan Yesus, agar manusia menyembah, memuja Tuhan. Bukan memuja dirinya.


▪️Muhammad, shollollohu 'alaihi wa sallam, benar-benar menyatakan pesan yang jelas dari Tuhan, Allah, sejak dari Adam 'alaihis salaam.


▪️Pesan sang profesor kapada para pencari kebenaran, Agnostics, Atheists, dsb.: berdoalah bahwa Sang Pencipta, yang diibadahi para nabi, akan menuntunmu ke kebenaran. Membuka hatimu. 


Dia menangis selama sekitar setengah jam setelah berdoa meminta petunjuk dan merasakan hidayah memasuki hatinya.



Dan hidayah itu datang kepadanya saat bulan Romadhon tahun 2018 Masehi (1439 Hijriyyaah).

 

▪️Sang "Comforter", Sang Penghibur yang dinyatakan di Bibel akan datang sesudah Yesus sesuai janji Yesus, adalah sesama manusia, sesama nabi, sesama rosuululloh (utusan Allaah, utusan Tuhan).


Bukan berupa roh (ruh), yakni seorang manusia yang bernama Muhammad, shollollohu 'alaihi wa sallam.


▪️Semua beban hidup, kebingungan, kekhawatiran yang pernah dirasakannya, serasa hilang. Sesudah dia menyerahkan diri kepada Allaah.


Dan sebagainya.


Demikian. 


Alhamdulillaah, segala pujaan kepada Allaah, Tuhan Yang Maha Esa.


Semoga in syaa Allaah, dengan seijin Tuhan Yang Maha Esa, dapat bermanfaat. 


Aamiiiin.


Catatan ATM (Abu Taqi Mayestino) 🌍🌸🍃


➖➖➖➖


Renungan:


🌍🌺 Allaah Subhaanahu Wa Ta'aala, Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Suci, Yang Maha Tinggi, yang telah mengutus 124.000 nabi sejak awal jaman, berfirman:



يٰۤـاَيُّهَا النَّا سُ قَدْ جَآءَكُمُ الرَّسُوْلُ بِا لْحَـقِّ مِنْ رَّبِّكُمْ فَاٰ مِنُوْا خَيْرًا لَّـكُمْ ۗ وَاِ نْ تَكْفُرُوْا فَاِ نَّ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ ۗ وَكَا نَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا


Wahai manusia! 


Sungguh, telah datang Rosul (Muhammad) kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah (kepada-Nya), itu lebih baik bagimu. 


Dan jika kamu (memilih bersikap) kafir, (itu tidak merugikan Allaah sedikit pun) karena sesungguhnya milik Allaah-lah apa-apa yang di langit dan di bumi. 


Allaah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.


(QS. An-Nisaa' Ayat 170)


🌺


قُوْلُوْۤا اٰمَنَّا بِا للّٰهِ وَمَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَمَاۤ اُنْزِلَ اِلٰۤى اِبْرٰهٖمَ وَاِ سْمٰعِيْلَ وَاِ سْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ وَ الْاَ سْبَا طِ وَمَاۤ اُوْتِيَ مُوْسٰى وَعِيْسٰى وَمَاۤ اُوْتِيَ النَّبِيُّوْنَ مِنْ رَّبِّهِمْ ۚ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْهُمْ ۖ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ


Katakanlah:


"Kami berimaan kepada Allaah, dan kepada apa-apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa-apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan kepada apa-apa yang diberikan kepada Musa, dan 'Isa, serta kepada apa-apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. 


Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami berserah diri kepada-Nya.


(QS. Al-Baqarah Ayat 136)


🌺


كَا نَ النَّا سُ اُمَّةً وَّا حِدَةً ۗ فَبَعَثَ اللّٰهُ النَّبِيّٖنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ ۖ وَاَ نْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتٰبَ بِا لْحَـقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّا سِ فِيْمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ فِيْهِ اِلَّا الَّذِيْنَ اُوْتُوْهُ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۚ فَهَدَى اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنَ الْحَـقِّ بِاِ ذْنِهٖ ۗ وَا للّٰهُ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَآءُ اِلٰى صِرَا طٍ مُّسْتَقِيْمٍ



Manusia itu (dahulunya) satu umat. 


Lalu Allaah mengutus para nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira, dan peringatan. 


Dan diturunkan-Nya bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran, untuk memberikan keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. 


Dan yang berselisih-paham, hanyalah orang-orang yang telah diberi (Kitab), setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri. 


Maka dengan kehendak-Nya, Allaah memberikan petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. 


Allaah memberi petunjuk kepada sesiapa yang Beliau kehendaki ke jalan yang lurus.


(QS. Al-Baqarah Ayat 213)


🌺


قُلْ يٰۤـاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَا لَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَآءٍۢ بَيْنَـنَا وَبَيْنَكُمْ اَ لَّا نَـعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْــئًا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَا بًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِ نْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَ نَّا مُسْلِمُوْنَ


Katakanlah (Muhammad): 


"Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama yang lain tuhan-tuhan selain Allah." 


Jika mereka berpaling, maka katakanlah (kepada mereka): 


"Saksikanlah, bahwa kami adalah orang muslim."


(QS. Ali 'Imran Ayat 64)


🌸 


Abu Dzar - rodhiyallohu 'anhu - bertanya kepada Nabi, shollallohu ‘alaihi wa sallam: 


“Berapakah jumlah persis para nabi?” 


Beliau menjawab:


مِائَةُ أَلْفٍ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفًا الرُّسُلُ مِنْ ذَلِكَ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَخَمْسَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيرًا


“Jumlah para nabi 124.000 orang, 315 diantara mereka adalah rasul. Banyak sekali.” 


(HR. Ahmad no. 22288 dan sanadnya dinilai shohiih oleh al-Albani dalam al–Misykah)



🌍🌸🌿🌺

Sunday, May 7, 2023

ABAD KEJAYAAN KHILAFAH

 ABAD KEJAYAAN KHILAFAH


Apa yang terjadi di Dunia Islam dan Barat pada Abad Pertengahan? Barat diselimuti kegelapan (dark ages) dengan sistem pemerintahan teokrasinya. Sebaliknya, kaum Muslim mengalami masa keemasan dengan sistem pemerintahan Khilafahnya.

Kenyataan tersebut sering ditutup-tutupi oleh para penjajah dan kaki-tangannya. Dalam kurikulum sekolah, fakta kejayaan Khilafah dalam segala aspeknya ditutupi. Akibatnya, terjadi pembelajaran sejarah yang ganjil. Buku sejarah yang diadopsi sekolah dengan rinci membahas peradaban manusia ratusan bahkan ribuan tahun sebelum Masehi, tetapi kemudian meloncat ke abad 16 Masehi. Mengabaikan 13 Abad peradaban emas Islam dibawah naungan Khilafah.

Kebangkitan peradaban Islam tidak bisa dilepaskan dari sosok mulia Rasulullah saw. Michael H Hart dalam bukunya yang fenomenal, 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh di Dunia (1978 M) menempatkan Nabi Muhammad saw. sebagai tokoh yang paling berpengaruh di dunia. Alasannya, Muhammad bukan semata pemimpin agama, tetapi juga pemimpin duniawi. Fakta menunjukkan, selaku kekuatan pendorong terhadap gerak penaklukan yang dilakukan kaum Muslim, pengaruh kepemimpinan politiknya berada dalam posisi terdepan sepanjang waktu.

Pendapat Hart tidak berlebihan karena memang faktanya, selain sebagai rasul yang menerima wahyu, Muhammad saw. pun mampu dengan gemilang memberikan teladan aplikasi dari wahyu tersebut dalam kehidupan sebagai pribadi, kepala rumah tangga, bagian dari masyarakat dan bahkan kepala Negara Islam.

Peristiwa hijrah dari Makkah ke Madinah merupakan titik balik penting bagi peradaban Islam. Di Makkah Nabi saw. susah memperoleh sejumlah kecil pengikut. Namun, di Madinah pengikutnya makin bertambah sehingga dalam tempo cepat Muhammad saw. dapat memperoleh pengaruh yang memungkinkan beliau bisa menjadi seorang pemegang kekuasaan yang sesungguhnya.

Pada tahun-tahun berikutnya, saat pengikut Muhammad saw. bertumbuhan bagai jamur, serentetan pertempuran pecah antara Makkah dan Madinah. Peperangan ini berakhir tahun 630 dengan kemenangan di pihak Muhammad saw. hingga beliau kembali ke Makkah selaku penakluk. Sisa dua setengah tahun dari hidupnya, Nabi saw. menyaksikan kemajuan luar-biasa dalam hal cepatnya suku-suku Arab memeluk agama Islam. Tatkala Muhammad wafat tahun 632, tidak ada lagi nabi dan rasul hingga Hari Kiamat. Yang ada adalah pengganti (khalifah) Muhammad saw. sebagai kepala negara (Khilafah).


Akurasi Penulisan Sejarah

Dengan dorongan ketakwaan kepada Allah SWT agar selalu dapat merujuk masalah akidah dan hukum hanya dari sumber otentik saja maka kaum Muslim secara ketat memberlakukan metode periwayatan al-Quran dan al-Hadis. Kaum Muslim sejak abad ke-7 Masehi sudah terbiasa mempraktikan metode sanad dan matan yang melacak keaslian dan keutuhan sebuah informasi langsung dari saksi mata. Bahkan pada awal abad ke-8, Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam alias Ibnu Hisyam (w. 834 M) menulis kitab Sirah Nabawiyyah. Kitab ini merupakan kitab sejarah Nabi Muhammad saw. yang ditulis dengan metode periwayatan layaknya penulisan al-Quran dan al-Hadis. Metode ini merupakan metode penulisan sejarah yang sangat canggih dan baru dikenal Barat pada abad ke-16 M. Menurut seorang ahli sejarah Bucla, “Metode ini belumlah dipraktikkan oleh Eropa sebelum tahun 1597 M.”

Metode lainnya adalah penelitian sejarah yang digagas dari ahli sejarah terkemuka, yaitu Abu Zaid Abdur-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami alias Ibn Khaldun (1332-1406 M). Pengarang kitab Kashf adz-Dzunun ini memberikan daftar 1300 buku-buku sejarah yang ditulis dalam bahasa Arab pada masa beberapa abad sejak munculnya Islam.


[Joko Prasetyo]


Sunday, April 30, 2023

MEMPERSIAPKAN SUASANA NUSHRAH

 MEMPERSIAPKAN SUASANA NUSHRAH


Ada sebuah pertanyaan penting yang sering dilontarkan para pengemban dakwah  Islam, yaitu; kapan Hizb dan dakwah ini berhasil mencapai tujuannya; dan kapan umat berhasil meraih kekuasaan dan menegakkan Khilafah Islamiyyah melalui aktivitas thalabun nushrah?


Untuk menjawab pertanyaan ini, para pengemban dakwah harus memahami secara seksama pra kondisi thalabun nushrah, realitas umat Islam, kesiapan umat untuk menerima nushrah, serta apakah nushrah tersebut memiliki kapasitas untuk mendorong terjadinya penyerahan kekuasaan?  

Dalam konteks thalabun nushrah, ada beberapa perkara penting yang harus dimengerti para pengemban dakwah Islam, yaitu:

Pengertian thalabun nushrah secara bahasa maupun istilah.


Bagaimana suasana thalabun nushrah di Madinah al-Munawarah dipersiapkan, dan bagaimana suasana itu dipersiapkan pada masa sekarang.

Realitas umat sekarang, dari sisi apakah mereka telah memiliki kesiapan untuk menerima perkara yang besar ini, ataukah belum.


Bagaimana cara menyempurnakan thalabun nushrah hingga memiliki kapasitas untuk mendorong terjadinya penyerahan kekuasaan?


Pengertian Thalabun Nushrah


Al-Nushrah dan al-munaasharah memiliki makna i'anah 'ala al-amr (menolong atas suatu perkara).  Orang Arab menyatakan, "nasharahu 'ala 'adwihi wa yanshuruhu nashran (menolong seseorang atas musuhnya, dan ia sedang memberikan sebuah pertolongan).  Di dalam hadits shahih, Nabi saw bersabda, "Unshur akhaaka dzaaliman au madzluuman". Makna sabda Nabi saw ini adalah, menolong orang tersebut dari orang yang mendzaliminya.  Kata bendanya adalah al-nushrah. [Ibnu Mandzur, hal.210]


Sedangkan menurut istilah, thalabun nushrah adalah aktivitas meminta pertolongan (nushrah) yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kewenangan (amiir) kepada orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk tujuan penyerahan kekuasaan dan penegakkan Daulah Islamiyyah, atau untuk tujuan-tujuan lain yang berhubungan dengan dukungan terhadap dakwah, misalnya: (1) untuk melindungi para pengemban dakwah di negeri-negeri Islam, agar mereka mampu menyampaikan maksud dan tujuan dakwah mereka di tengah-tengah masyarakat, (2) untuk menyingkirkan berbagai macam keburukan, baik yang akan menimpa maupun yang telah menimpa pengemban dakwah.  Misalnya, meminta pertolongan dari tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh pada kekuasaan agar penguasa tidak memasukkan pengemban dakwah ke dalam penjara, atau berdiri di sampingnya ketika pengemban dakwah harus menghadapi persidangan, dan lain sebagainya; (3) untuk mempopulerkan dan menunjukkan kekuatan Hizbut Tahrir kepada masyarakat dengan cara memberdayakan orang-orang yang memiliki kekuataan dan pengaruh, setelah mereka masuk Islam dan qana'ah terhadap pemikiran-pemikiran dan tujuan-tujuan dakwah Hizbut Tahrir.


Adapun thalabun nushrah yang ditujukan untuk aktivitas istilaam al-hukm (penyerahan kekuasaan) dan penegakkan Daulah Khilafah Islaamiyyah, maka ia membutuhkan kondisi-kondisi dan syarat-syarat yang berbeda dengan semua bentuk thalabun nushrah yang telah dijelaskan di atas.  Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:


Terbentuknya opini umum (ra'yu al-'aam) tentang Islam dan Hizb yang bersumber dari kesadaran umum (wa'yu al-'aam) di suatu negeri Islam.

Terpenuhinya syarat-syarat khusus di suatu negeri yang hendak dimintai nushrah.  Syarat-syarat yang dimaksud adalah; negeri tersebut memiliki kemampuan untuk melindungi eksistensi dan keberlangsungan Daulah Islamiyyah. Negeri tersebut harus mampu memberikan proteksi mandiri terhadap Daulah Islamiyyah dan tidak di bawah proteksi negara lain, atau dikuasai secara langsung oleh negara lain. 


Keikhlasan ahlul quwwah dalam menolong dakwah, penerimaan mereka yang sempurna terhadap Islam dan Daulah Islamiyyah, serta tidak adanya keraguan dan kekhawatiran pada diri mereka terhadap kekuatan lain atau negara lain, atau terhadap kelompok-kelompok Islam lain maupun kelompok non Islam yang memiliki tujuan yang berbeda dengan tujuan Islam. .  


Thalabun nushrah min ajli istilaam al-hukmi (thalabun nushrah untuk meraih kekuasaan) adalah hukum syariat yang berhubungan erat dengan metode meraih kekuasaan.  Penyerahan kekuasaan tidak akan terjadi tanpa adanya aktivitas thalabun nushrah serta terpenuhinya syarat-syarat di atas; sama saja apakah kekuasaan tersebut diserahkan oleh atau diminta dari ahlul quwwah.


Bagaimana Suasana Nushrah Dipersiapkan di Madinah, dan Bagaimana Suasana itu Dipersiapkan Pada Saat Sekarang?


Siapa saja yang mengkaji sirah Nabi saw akan menyaksikan bahwasanya Nabi saw melakukan beberapa aktivitas penting dan berkesinambungan sebelum mempersiapkan suasana nushrah dan penyerahan kekuasaan di Madinah.  Langkah pertama yang beliau lakukan adalah mengontak delegasi suku Khazraj yang berkunjung ke Mekah dan meminta mereka masuk ke dalam Islam.  Setelah masuk Islam, beliau saw memerintahkan mereka kembali ke Madinah untuk mendakwahkan Islam kepada kaumnya. Setibanya di kota Madinah, mereka menampakkan keislaman mereka dan mengajak kaumnya masuk ke dalam Islam.  Jumlah kaum Muslim terus bertambah.  Pada tahun berikutnya, mereka kembali menemui Rasulullah saw.  Jumlah mereka pada saat itu adalah 12 orang.  Nabi saw menerima mereka dan mengutus Mush'ab bin 'Umair ra untuk menjadi pengajar mereka di Madinah.  Akhirnya, melalui tangan Mush'ab bin 'Umair ra, pembesar-pembesar Auz dan Khazraj masuk ke dalam agama Islam dan menunjukkan dukungan dan loyalitas yang amat kuat terhadap Islam. Setelah melihat kesiapan masyarakat Madinah, yang tampak pada masuk Islamnya pembesar-pembesar Auz dan Khazraj serta terbentuknya opini umum tentang Islam yang lahir dari kesadaran umum pada penduduk Madinah, Nabi saw meminta mereka untuk menemui beliau saw pada musim haji.


Dari sini dapatlah disimpulkan bahwa realitas Madinah sebelum terjadinya bai'at 'Aqabah II --bai'at yang menandai terjadinya penyerahan kekuasaan di  Madinah adalah realitas yang dipersiapkan untuk pembentukan opini umum membela Islam dengan kekuatan.  Artinya, Madinah dipersiapkan sedemikian rupa hingga Islam diterima oleh mayoritas penduduk Madinah dan menjadi opini umum yang mampu mendominasi penganut-penganut agama lain di Madinah.  Tidak hanya itu saja, opini umum tersebut juga ditujukan agar masyarakat Madinah siap membela kepemimpinan baru yakni kepemimpinan Rasulullah saw .  Artinya, opini umum di sana dipersiapkan begitu rupa hingga masyarakat Madinah siap menerima kepemimpinan gerakan Rasulullah saw.   Opini umum untuk membela Islam tersebut lahir dari kesadaran umum mayoritas masyarakat Madinah dan pembesar-pembesarnya atas hakekat Islam dan atas Rasulullah saw dalam kapasitasnya sebagai Nabi dan pemimpin takattul shahabat. Ringkasnya, opini umum yang terbentuk di Madinah adalah opini umum yang lahir dari kesadaran umum masyarakat Madinah terhadap Islam dan kesadaran mereka untuk membela Rasulullah saw. 


Rasulullah saw belum bersedia menerima nushrah li istilaam al-hukm, kecuali setelah kondisi-kondisi di atas terwujud dan yakin dengan kesiapan penduduk Madinah.  Setelah yakin terhadap kesiapan penduduk Madinah untuk menerima dan membela kekuasaan Islam, Rasulullah saw meminta wakil penduduk Madinah dengan disertai Mush'ab bin 'Umair menemui beliau saw di bukit 'Aqabah. Tujuan pertemuan itu adalah meminta nushrah dari penduduk Madinah agar menyerahkan kekuasaan mereka di Madinah kepada Rasulullah saw dan meminta kesediaan mereka untuk membela Rasulullah saw dengan harta, anak-anak isteri, dan nyawa mereka.  Aktivitas thalabun nushrah di bukit 'Aqabah sebagai langkah muqaddimah istilaam al-hukm (penyerahan kekuasaan)-- menjadi sempurna setelah Nabi saw tiba di Madinah dan menegakkan Daulah Islamiyyah di sana. 


Terbentuknya opini umum yang lahir dari kesadaran umum merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh suatu negeri yang hendak ditegakkan thalabun nushrah li istilaam al-hukm.  Hanya saja, negeri tersebut juga harus memiliki kemampuan untuk melindungi eksistensi dan kelangsungan Daulah Islamiyyah secara mandiri, dan tidak dibawah kendali atau dominasi negara lain.  Opini umum untuk membela Islam, Hizb, dan pengikutnya harus lahir dari kesadaran umum untuk membela Islam dan Hizb.  Jika kondisi ini tidak terpenuhi, maka, di negeri tersebut tidak mungkin ditegakkan aktivitas thalabun nushrah li istilaam al-hukm, baik secara syar'iy maupun 'aqliy.  Jikalau dipaksakan dilakukan aktivitas nushrah di negeri tersebut, maka selain melanggar ketentuan syariat dalam hal thalabun nushrah, aktivitas tersebut juga akan berujung kepada kegagalan dan kehancuran. 


 Yang dimaksud dengan opini umum pada konteks sekarang adalah; adanya keinginan untuk diatur dan diperintah oleh kekuasaan Islam pada mayoritas kaum Muslim yang ada di sebuah negeri yang layak dilakukan thalabun nushrah.   Keinginan tersebut juga harus muncul pada diri ahlu al-quwwah panglima perang, pemimpin kabilah, dan lain sebagainya--, dan tidak cukup hanya muncul pada mayoritas kaum Muslim belaka. 


Adapun yang dimaksud dengan kesadaran umum (wa'y al-'aam) adalah kesadaran umum terhadap beberapa hal; (1) tentang Islam, terutama pemikiran tentang Khilafah dan kekuasaan; (2) permusuhan dan upaya-upaya penyesatan yang dilakukan kaum kafir untuk menghalang-halangi tegaknya Khilafah, (3) umat tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari problematikanya, kecuali jika mereka mampu membebaskan dirinya dari pemerintahan yang menerapkan hukum-hukum kufur, dan (4) kesadaran terhadap tipu daya dan permainan politik kaum kafir untuk memalingkan umat dari jalan yang benar.  Yang dimaksud dengan kesadaran umum di sini bukanlah kesadaran terhadap persoalan-persoalan tertentu, semcam 'aqidah dan syariah secara rinci dan mendalam.  Pasalnya, kesadaran seperti ini tidak mungkin diwujudkan kecuali di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyyah.  


Di samping kesadaran umum terhadap perkara-perkara di atas, di tengah-tengah umat juga harus tumbuh kesadaran tentang Hizbut Tahrir dan keikhlasannya dalam membebaskan umat dari dominasi system kufur, dan kesiapannya untuk  menyongsong perkara yang amat besar ini.


Realitas Umat Islam; Mereka Siap Menerima Perkara Besar Ini Atau Belum Siap 


Keadaan umum umat Islam sekarang menunjukkan bahwa mereka berhasil menyiapkan atmosfer nushrah dan istilaam al-hukm.   Hal ini bisa dilihat dari realitas berikut ini:


Opini umum untuk membela Islam.  


Di banyak negara, opini umum untuk membela Islam, dan keinginan untuk  hidup di bawah naungan Daulah Islamiyyah telah terbentuk secara masif pada mayoritas penduduknya. Keadaan seperti ini bisa dijumpai di Aljazair, Turki, Sudan, Mesir, Yordan, Pakistan.  Masifnya opini umum di negeri-negeri ini bisa dilihat dari hasil pemilihan umum serta masirah-masirah yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam yang secara terbuka menyerukan syi'ar-syi'ar Islam.


Terjadinya proses pembentukan opini umum untuk membela Hizb di beberapa negeri Islam.  


Pembentukan opini umum untuk membela Hizb, dari sisi penerimaan umat terhadap pemikiran-pemikiran penting Hizb, seperti pemikiran Khilafah Islamiyyah, dan pandangan-pandangan politiknya, telah berhasil cukup baik.  Di beberapa negara, seperti Indonesia, Turki, Sudan, dan Pakistan, Hizb telah berhasil menghimpun umat, sehingga mereka rela membantu dan membela Hizb dalam melawan sepak terjang kaum kafir.  


Sayangnya, opini umum untuk membela Hizb masih harus menghadapi sejumlah halangan, sehingga tidak memungkinkan bagi Hizb untuk memimpin umat dan meraih kekuasaan dari mereka.   Faktor-faktor penghalangnya adalah sebagai berikut; (1) pendustaan opini yang dilakukan oleh para penguasa terhadap Hizb, semacam dikembangkannya opini bahwa Hizb adalah gerakan teroris, menyimpang, sesat, dan lain sebagainya,. (2) penyesatan opini yang dilakukan oleh ulama-ulama yang menjadi kaki tangan penguasa fasik dan dzalim untuk menyerang Hizb, keikhlasannya serta pandangan-pandangannya. Misalnya, mereka mengembangkan pemikiran bolehnya banyak pemimpin di negeri-negeri Islam, utopisnya Khilafah, keharusan menerima demokrasi, dan lain sebagainya, (3) adanya partai, ormas, dan lembaga swadaya masyarakat yang memiliki hubungan dengan penguasa maupun negara-negara imperialis yang terus menikam Hizb dan keikhlasannya. 


Tetapi, upaya pendustaan dan penyesatan opini, maupun tikaman-tikaman yang dilakukan oleh kelompok-kelompok lain, sedikit demi sedikit mulai tersingkap.  Akibatnya, umat semakin yakin akan kepemimpinan dan keikhlasahan Hizb dalam memperjuangkan hak-hak umat.  Opini umum untuk membela Islam, Hizb dan aktivisnya semakin hari semakin menguat, dan tumbuh pesat hampir di seluruh negeri-negeri Islam.  


Taktik Menyempurnakan Aktivitas Nushrah Pada Era Sekarang


Aktivitas thalabun nushrah untuk meraih kekuasaan umat hanya bisa sempurna ketika opini umum yang lahir dari kesadaran umum untuk membela Islam dan Hizb telah lahir di tengah-tengah umat secara sempurna pada sebuah negeri yang hendak ditegakkan Daulah Islamiyyah di dalamnya.   Namun, musuh-musuh dakwah, terutama kaum kafir imperialis dan para penguasa antek berusaha menghalang-halangi terwujudnya opini umum tersebut dengan cara menyerang pandangan-pandangan Hizb, keikhlasannya, serta metode perubahan yang ditempuh oleh Hizb.  Ini ditujukan agar opini umum tentang Islam dan Hizb yang lahir dari kesadaran untuk membela Islam dan Hizb tidak tumbuh di tengah-tengah masyarakat. 


Atas dasar itu, tugas utama dari Hizb adalah menjaga konsistensi dirinya untuk berpegang teguh di atas pemikiran dan pandangannya yang shahih, serta menjaga keikhlasan perjuangannya dari semua bentuk tipu daya dunia.   Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa tugas utama Hizb pada masa sekarang, sebagai langkah konkret untuk menyiapkan suasana nushrah adalah berpeguh teguh kepada mabda Islam tanpa pernah bergeser seujung rambut pun, dan menjaga keikhlasan perjuangannya dari seluruh bentuk penyimpangan dan tendensi-tendensi dunia. 


Adapun aktivitas yang harus dilakukan oleh gerakan Islam untuk mewujudkan perkara-perkara di atas adalah sebagai berikut:


Pertama, memelihara keikhlasan dan ketaqwaannya kepada Allah swt dengan cara memupuk ketaatan dan mendekatkan diri kepadaNya pada seluruh aspeknya.  Pasalnya, Allah tidak akan menyerahkan amanah agama ini kecuali kepada orang-orang yang bertaqwa, ikhlash, dan dekat denganNya. [TQS An Nuur (24):55]


Kedua, sabar untuk selalu berkorban dan melaksanakan tugas-tugas dakwah dengan sungguh-sungguh.   Kaum kafir imperialis berusaha untuk menghancurkan kekuatan Hizb melalui kaki tangan mereka dari kalangan penguasa-penguasa Muslim.  Untuk itu, pada saat Hizb berhasil merengkuh dukungan umat secara massif melawan system kufur dan penjaganya, seperti yang terjadi di Uzbekistan, para penguasa segera mendeklarasikan perang melawan aktivis dan pendukung Hizb. Dalam kondisi semacam ini, aktivis-aktivis Hizb tidak boleh surut ke belakang, atau mengendorkan perjuangannya.  Sebaliknya, mereka harus mencurahkan segenap tenaga dan pengorbanannya untuk berpegang teguh kepada perjuangan Hizb yang lurus dan suci.  


Ketiga, meningkatkan tenaga dan aktivitas yang ditunjukan untuk "membentengi" umat.  Pasalnya, musuh-musuh Islam berusaha terus menerus untuk meletakkan di hadapan umat berbagai macam pendustaan, penyesatan, dan makar terhadap Hizb, pemikiran, dan pandangan-pandangannya.   Upaya itu dilakukan untuk menjauhkan umat dari Hizb dan aktivisnya.  Oleh karena itu, aktivis Hizb harus meningkatkan tenaga dan aktivitas yang ditujukan untuk membentengi dari semua bentuk penyesatan, pendustaan, dan makar terhadap Hizb dan aktivisnya; sekaligus untuk menghancurkan dinding penyesatan yang diletakkan di hadapan umat. [TQS At Taubah (9):105]


Keempat, para aktivis Hizb harus menonjolkan karakter dirinya sebagai seorang Mukmin yang selalu ikhlash dalam beramal dan senantiasa mengikatkan diri dengan hukum syariat, serta tekun dalam ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt.  Seorang pengemban dakwah harus rajin membaca al-Quran dan mengajak masyarakat untuk membaca al-Quran, hadir dalam sholat berjama'ah di masjid, mendirikan sholat malam, berinfaq, dan lain sebagainya.  


Aktivitas-aktivitas inilah yang akan mendekatkan Hizb dan aktivisnya kepada nushrah Allah (pertolongan Allah) pada daur tafaa'ul ma'a al-ummah.  Wallahu al-musta'an wa huwa waliyu at-taufiq.

Saturday, April 1, 2023

TAHUKAH ANDA JIKA ANDA SEORANG SEKULER

 TAHUKAH ANDA JIKA ANDA SEORANG SEKULER??


Oleh : Ustadzah Inayah Faizah


 Sekulerisme merupakan induk dari sistem kapitalisme dan sistem sosialis-komunis. Th 1648 negara2 Kristen Eropa mengadakan Perdamaian Westphalia(Peace of Westphalia) untuk mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun antara Katolik dan Protestan di Jerman. Pada perjanjian ini ditetapkan sistem negara merdeka yang didasarkan atas konsep kedaulatan dan menolak ketundukan pada otoritas politik Paus&gereja Katolik Roma. sehingga Perjanjian Westphalia dianggap sebagai cikal bakal Sekulerisme. 


 Sekulerisme ini lahir sebagai jalan tengah atau sikap moderat antara dua pemikiran yang kontradiktif yaitu :

1. Pemikiran yang diserukan oleh tokoh-tokoh rohaniawan gereja di eropa sepanjang Abad Pertengahan( abad V-XV) yaitu pemikiran yg mengharuskan ketundukan segala sesuatu urusan dalam kehidupan menurut ketentuan agama.

2.Pemikiran sebagian para filsuf&cendekiawan yang mengingkari keberadaan Al-Khaliq.

 

Akibatnya muncullah gerakan2 penentangan terhadap dogma2 gereja yg menjadi pemicu berbagai revolusi tak terkecuali dalam pmbentukan sistem pemerintahan. Pemisahan fungsi Agama dalam seluruh aspek kehidupan (Sekulerisasi)pun terjadi.


Sementara itu di Eropa Timur,Khilafah Ustmani mengalami kemunduran yang sangat cepat. Ditinggalkannya bahasa Arab sebagai Bahasa yg wajib dipelajari,ditutupnya pintu Ijtihad,masuknya paham2/pemikiran2 asing serta berbagai faktor yg menyebabkan kemunduran Islam-pun semakin masiv. Pada Th 1828 di masa Sultan Mahmud II, pemikiran dan sistem sekuler merasuk cepat ke tubuh Khilafah menggantikan pemikiran&sistem Islam.


Sekulerisme melalui jalur Demokrasi masuk lewat fatwa syaikhul Islam yang kontroversi,munculnya mentri dalam struktur negara dan disusunnya beberapa undang2 yang diadopsi dari undang2 Barat. Keadaan semakin memburuk karena krisis ekonomi dan kekalahan atas perang Krimea dg Rusia(1856)sehingga negara Kristen Eropa berhasil memaksa Khilafah Ustmaniyah melepaskan diri sebagai Negara Islam sebagai syarat untuk masuk kedalam Keluarga Internasional,akibatnya kontrol terhadap wilayah2nya makin lemah. Hingga hilanglah kekuatan Khilafah Ustmaniyah yg berakhir dg pembubaran kekhilafahan pd tahun 1924.


Diatas hanya sedikit sejarah secara garis besar tentang awal sekulerisme&penyebarannya hingga sampai pd umat muslim. Patutnya kaum muslim sadar bahwa virus sekulerisme ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam.


Pemisahan fungsi agama dalam seluruh aspek kehidupan (baca-sekulerisasi)membuat sebagian besar kaum muslim anti melibatkan agama dalam beberapa urusan umat. Tak hanya dibidang politik yang mereka bilang "jangan bawa2 agama dalam berpolitik",tapi hampir disegala bidang kehidupan. seolah Islam hanyalah agama ruhiyah yang hanya boleh diranah ibadah saja.


Mari kita cek lagi ayat ini :


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

[البقرة/208]


“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian mengikuti jejak-jejak syaithan karena sesungguhnya syaithan adalah musuh besar bagi kalian.” [Al-Baqarah : 208]


Kata kaffah ini berasal dari bahasa Arab,  , yang dalam kamus “al-Munjid” (1986) berarti  (kelompok), atau   (seluruh mereka). Demikian pula dalam A Dictionary of Moderen Written Arabic (1974), kata   diartikan sebagai totality, entirety (keseluruhan, semuanya). Al-Jalalain (1984) menafsirkan kaffah: masuklah ke dalam Islam dengan seluruh keadaan lahir maupun batin. Hal ini juga sejalan dengan tafsiran al-Wajiz (tnp. Th): masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, tidak sebagian-sebagian, dan amalkanlah seluruh hukum-hukumnya, dan tidak bersikap munafik. Al-Maraghi (tnp. Th) menerangkan bahwa ayat itu berarti perintah untuk mengambil Islam secara keseluruhannya, memahami maksud-maksudnya, mengamalkannya, serta menerapkan keseluruhan hukum-hukumnya tanpa terkecuali.


Belum lagi ayat-ayat lain yang mewajibkan kita untuk melakukan setiap amal perbuatan tak boleh terlepas dr hukum-hukum syara'. mulai dari bangun tidur hingga bangun negara, aturan masuk kamar mandi hingga keluar negri-pun ada. Pantaslah jika ada yang mengaku muslim tapi masih menganggap Islam sebagai agama ritual belaka, tak mau menerapkan ajaran Islam dalam seluruh aspek kehidupannya,bahkan masih mengambil hukum-hukum selain Islam dalam urusan umat, maka akan digolongkan sebagai kaum SEKULER.


Renungkanlah...


وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ (49) أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (50)


“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik [49]. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin? [50]”


Tak ada kata terlambat untuk merubah pemikiran, campakkan pemikiran sekuler dan kembali pada pemikiran Islam agar predikat muslim tak hanya sekedar identitas disaat kita wafat saja. wallahu'alam bisshowab..


#UninstallSekulerisme

#InstallIslamKaffah

#khilafahAjaranIslam


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2232422866848395&i

Saturday, March 25, 2023

Penjelasan KH. Hasyim Asy'ari seputar Syariah Islam dan Kesatuan Umat

 Penjelasan KH. Hasyim Asy'ari seputar Syariah Islam dan Kesatuan Umat


Dinukil dari kitab al-Inhadh: 


اشرح لكم الخطوات التي يجب ان نخطاها نحو الهدف الاعظم والغاية القصوى وهي اقامة الشريعة السلامية على المذاهب الاربعة ...

"Saya jelaskan kepada Anda sekalian langkah - langkah yang wajib kita tempuh menuju target lebih besar dan tujuan lebih tinggi yaitu 'penegakan Syariah Islam berdasarkan Madzhab Yang Empat' ..."


الخطوة الاولى تأليف القلوب وتوحيد الاراء والتحاب في الله لعل أبلغ وصف وضعه نبينا محمد صلى الله عليه وسلم لوحدة الامة الاسلامية هو مثل المؤمنين في تراحمهم وتوادهم وتعاطفهم كمثل الجسد الواحد اذا اشتكى منه عضو تداعي له سائر الجسد الحمى والسهر ...

"Langkah pertama, mendekatkan hati, menyatukan pendapat dan saling mencintai karena Allah. Bentuk penyifatan tertinggi yang ditetapkan Nabiyyuna Muhammad صلى الله عليه وسلم tentang Kesatuan Umat Islam ialah 'permisalan kaum mukminin dalam saling berkasih sayang, saling mencintai dan saling bersikap lembut seperti tubuh yang satu, apabila sakit salah satu anggota maka anggota lainnya akan merasakan demam dan terjaga' ..."


ان سيدنا عمر ابن الخطاب رضي الله عنه قبل وفاته دعا عليا وعثمان وطلحة والزبير وابن عوف وابن ابي وقاص رضوان الله تعالى عليهم وكلفهم التشاور فيمن يخلفه في الامارة والامامة وامرهم اذا اجمعوا على شخص وخالف احد منهم هذا الاجماع ان اضربوا عنقه ...


"Bahwa Sayyiduna Umar ibn al-Khatthab رضي الله عنه sebelum wafatnya memanggil Ali, Utsman, Thalhah, az-Zubair, Ibn Auf dan Ibn Abi Waqqash رضوان الله تعالى عليهم dan mentaklif mereka untuk bermusyawarah tentang 'siapa yang akan menggantikan beliau dalam urusan Imarah dan Imamah' serta memerintahkan mereka apabila sudah ber-Ijma' atas seseorang dan salah satu dari mereka menyalahi Ijma' ini supaya menjatuhkan sanksi bunuh kepadanya ..."


فالواجب يقضى علينا ان نسعي الى ايجاد الوحدة والائتلاف وسبيل ذلك هو ان نقوي ملكة التسامح والتراحم والتعاون فيما بيننا.


"Wajib ditetapkan atas kita untuk kita berusaha menuju terwujudnya kesatuan dan kedekatan (hati) dan jalan hal itu ialah memperkuat tasamuh (saling pengertian), saling berkasih sayang dan saling menolong terhadap urusan diantara kita".


___________


Syaikh Hasyim Asy'ari رحمه الله menjadikan proses pemilihan Khalifah dimasa Khilafah 'ala Minhaj an-Nubuwwah yang pertama sebagai dalil karena merupakan bagian dari Ijma' Sahabat bahwa Kesatuan Umat wajib diutamakan dan mereka yang memecah - belah layak untuk disanksi hukuman mati, memperjelas hadits "Tubuh yang Satu" yang dinukil sebelumnya. Wallahu A'lam.


Abdurrahman al-Khaddami

Jumat, Akhir Dzulhijjah 1443 H menuju Muharram 1444 H / 29 Juli 2022

Saturday, March 18, 2023

PANDANGAN SYAIKH 'ATHA BIN KHALIL ABU AR RASYTAH TERKAIT RUKYAT HILAL DAN POSISI HISAB ASTRONOMIS

 PANDANGAN SYAIKH 'ATHA BIN KHALIL ABU AR RASYTAH TERKAIT RUKYAT HILAL DAN POSISI HISAB ASTRONOMIS


https://abulwafaromli.blogspot.com/2022/03/pandangan-syaikh-atha-bin-khalil-abu-ar.html?m=1


Ditanyakan kepada Al 'Alim Al Ushul Syaikh 'Atha' bin Khalil Abu Ar Rasytah tentang rukyat hilal dan bagaimana posisi hilal astronomis. Lantas, bagaimana dengan orang yang berpuasa dengan sandaran keduanya (rukyat hilal dan hisab astronomis)? Maka dijawab oleh Syaikh 'Atha bin Khalil Abu Ar Rasytah sebagai berikut.


***


PERTAMA,


Yang dijadikan sandaran dalam puasa Ramadhan, sesuai dalil-dalil yang ada, adalah rukyat hilal.


Diantaranya:

(صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ) 

"Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihat hilal, jika kalian tertutup (tidak melihatnya) maka genapkan hitungan Sya’ban tiga puluh hari."


Adapun yang dijadikan sandaran oleh mereka yang menggunakan hisab astronomis berupa dalil-dalil yang mereka pandang, maka menurut pendapat kami, semua itu tertolak dan tidak bisa diberlakukan atas masalah tersebut. Dalil paling masyhur yang mereka sebutkan ada dua, yaitu sebagai berikut.


Pertama: hadis Rasul saw

(إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسُبُ، الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا. رواه البخاري)

"Kami adalah umat yang ummiyyah, kami tidak bisa menulis dan menghitung, satu bulan itu begini dan begitu." (HR al-Bukhari)


Hadis ini, meski di dalamnya ada washfun mufhimun (sifat yang bisa memberikan pemahaman), yaitu kata "ummiyyah" yang bisa saja membisikkan bahwa itu merupakan ‘illat yang mewajibkan beramal menurut mafhum (yakni andai bukan umat yang ummiyyah niscaya kita menggunakan hisab), hanya saja, ini tidak benar sesuai ketentuan dalam ushul.


Sebab, ini adalah mafhum yang diabaikan. Karena, sifat "ummiyah" untuk menyatakan kondisi pada galibnya. Orang arab mayoritasnya ummiy. Ditambah lagi bahwa mafhum (pemahaman) tersebut telah dibatalkan oleh nash, yaitu hadis,

(فإن غُمَّ عليكم فأكملوا العدّة ثلاثين. [البخاري])

"Jika kalian tertutup mendung maka genapkanlah hitungan tiga puluh." (HR al-Bukhari)


Tidak disebutkan bersamanya batasan. Artinya, jika rukyat hilal tidak mungkin dilakukan karena langit tertutup mendung atau hujan, yakni suatu sebab yang menghalangi rukyat, maka hukum syara’ telah ditetapkan dengan menggenapkan bulan menjadi tiga puluh hari, sehingga sekalipun hilal muncul (ada), akan tetapi tertutup mendung, dan tidak terlihat oleh pandangan. Atas dasar itu, maka yang diterapkan adalah manthuq, dan mafhum harus diabaikan.


Ini fakta tentang syarat beramal dengan mafhum dalam kebanyakan kondisi, bahwa mafhum itu diabaikan, jika dinyatakan untuk menyatakan kondisi galibnya. Atau, jika dibatalkan oleh nash, misalnya, Allah berfirman,

(وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ) 

"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan." (TQS al-Isra’: 31)


Takut kemiskinan (khasyyah imlaq) merupakan sifat yang memberikan pemahaman (washfun mufhimun), yaitu khasyyatul faqri (takut kemiskinan). Demikian juga pernyataan itu menunjukkan kondisi pada galibnya. Mereka membunuh anak-anak karena takut miskin. Kemudian bahwa mafhum tersebut telah dibatalkan dengan nash,

(وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ) 

"Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam." (TQS an-Nisa’: 93)


Oleh karena itu, mafhum ini diabaikan. Tidak bisa dikatakan bahwa "yang haram adalah membunuh anak-anak karena takut kemiskinan, dan menjadi halal jika ia membunuhnya karena kaya!" Akan tetapi pembunuhan itu tetap haram dalam dua kondisi itu, baik karena kemiskinan ataupun karena kaya. 


Demikian juga ayat,

(لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً) 

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda." (TQS Ali Imran: 130)


Kata adh'afan mudha'afatan (berlipat ganda) merupakan washfun mufhimun (sifat yang memberikan pemahaman), dan demikian juga menyatakan kondisi pada galibnya. Mereka mengambil riba berlipat ganda. Kemudian mafhum ini diabaikan dengan nash,

(وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا) 

"Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (TQS al-Baqarah: 275)


Oleh karena itu, mafhum ini diabaikan. Tidak bisa dikatakan "yang haram adalah riba yang banyak/berlipat ganda, sedangkan riba yang sedikit maka boleh!" Akan tetapi, berapa pun banyaknya riba, adalah haram, sebab mafhum (adh'afan mudha'afatan) diabaikan seperti yang kami katakan.


Begitulah. Jadi, mafhum kata "ummiyah" pada hadis di atas diabaikan seperti yang sudah kami jelaskan, yaitu bahwa rukyat hilal jika terhalang mendung atau hujan, maka wajib menggenapkan hitungan bulan menjadi tiga puluh hari, baik kita mengetahui hisab (perhitungan) ataupun tidak mengetahui.


KEDUA,


Pendapat mereka, jika hisab dijadikan sandaran untuk penetapan waktu-waktu shalat, dan jika demikian, maka penetapan waktu puasa juga disandarkan pada hisab, maka jawaban hal itu adalah sebagai berikut.


Siapa yang menelaah dalil-dalil yang menyatakan tentang puasa, maka ia akan mendapati hal itu berbeda dari dalil-dalil yang menyatakan tentang shalat. Artinya, dalil yang digunakan untuk penetapan puasa dan shalat itu berbeda. Puasa dikaitkan dengan berbuka dan dengan rukyat.


(مَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ) 

"Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu." (TQS al-Baqarah: 185)


«صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ»

"Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihat hilal."


Jadi, berdasarkan dalil-dalil di atas, rukyat adalah hukum.


Sementara, dalil-dalil tentang shalat telah dikaitkan dengan terealisasinya waktu.


(أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ)

"Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir." (TQS al-Isra’: 78)


(إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ فَصَلَّوْا) 

"Jika matahari tergelincir maka shalatlah kalian."


Jadi, shalat itu bergantung pada terealisirnya waktu. Maka, dengan wasilah apapun Anda tetapkan waktu, maka Anda harus shalat. Jika Anda melihat matahari untuk melihat waktu tergelincirnya matahari, atau Anda melihat bayangan untuk melihat bayangan segala sesuatu atau yang semisalnya seperti yang ada di dalam hadits-hadits tentang waktu-waktu shalat; jika Anda lakukan semua itu dan Anda tetapkan waktu shalat; maka shalatnya sah.


Jika Anda tidak melakukan semua itu, akan tetapi Anda menghitungnya secara astronomis lalu Anda tahu bahwa waktu tergelincirnya matahari, atau jam sekian, lalu Anda lihat jam tanpa keluar untuk melihat matahari atau bayangan; maka shalat telah sah. Hal ini karena Anda telah menetapkan waktu dengan wasilah apa saja. 


Sebab, Allah swt meminta Anda shalat karena sudah masuk waktunya shalat, dan menyerahkan Anda penetapan masuknya waktu shalat tanpa menentukan tatacara penetapan itu.  


Sedangkan puasa, ini berbeda. Dalam penetapan puasa, Allah meminta Anda untuk berpuasa dengan rukyat. Jadi, Allah membatasi sebab untuk Anda.


Inilah pendapat kami (Syaikh 'Atha bin Khalil Abu Ar Rasytah) dalam masalah ini. Hisab astronomis tidak boleh dijadikan sandaran dalam penentuan puasa dan berbuka Ramadhan, akan tetapi yang harus dijadikan sandaran adalah rukyat.


KETIGA,


Adapun bagaimana puasa orang yang menggunakan hisab astronomis; jika mereka berpuasa pada hari-hari yang dihitung bagian dari Ramadhan sesuai rukyat, maka itu adalah puasa yang sah. Sebaliknya jika mereka melewatkan satu hari dari Ramadhan sesuai rukyat, maka mereka dimintai pertanggungjawaban atasnya dan mereka wajib mengqadha’nya.


Ini yang kami yakini, kami jelaskan kepada masyarakat. Dan kami tidak memiliki kekuasaan memaksa mereka atas pendapat kami.  Melainkan kami jelaskan kepada mereka dengan uslub yang baik dan hikmah yang baik.


Kami tidak menjadikan masalah tersebut dalam bentuk benturan pendapat, tetapi kami gariskan garis yang lurus di samping garis yang bengkok. Dan Allah swt adalah Maha Memberi Petunjuk kepada jalan yang lurus.


KEEMPAT,


Sedangkan pendapat sebagian orang bahwa mengikuti rukyat akan bisa menyulitkan berpuasa, misalnya saja, kadang orang berpuasa pada hari terakhir Ramadhan, kemudian dia diberi berita bahwa hari itu ternyata adalah hari Idul Fitri. Dan seandainya ia berbuka pada awal Ramadhan lalu orang lain datang dan berkata "hilal telah terlihat jadi hari ini adalah Ramadhan", begitu... Dan kemudian yang seperti ini dikatakan sulit...


Jawaban hal itu adalah sebagai berikut.


Justru masalahnya lebih mudah. Begini. Seorang muslim berpuasa dan berbuka/mengakhiri Ramadhan sesuai pengetahuannya tentang rukyat hilal setelah ia mencarinya. Jika ia berpuasa atau berbuka berdasarkan tidak adanya rukyat hilal menurutnya, kemudian datang orang yang memberitahunya hilal telah terlihat, maka ia harus mengikutinya. Sederhana sekali. Sebegitu sederhananya.


Hal ini ditetapkan dengan hadis Rasulullah saw, yang diriwayatkan dari sekelompok orang Anshar,

«غُمَّ عَلَيْنَا هِلاَلُ شَوَّالٍ فَأَصْبَحْنَا صِيَاماً، فَجَاءَ رَكِبٌ مِنْ آخِرِ النَّهَارِ فَشَهَدُوْا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ رَأَوْا الْهِلاَلَ بِاْلأَمْسِ، فَأَمَرَهُمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَفْطِرُوْا ثُمَّ يَخْرُجُوْا لِعَيْدِهِمْ مِنْ الْغَدِّ»

"Hilal syawal tertutup mendung bagi kami sehingga kami berpuasa, lalu di akhir hari datang pengendara kuda dan mereka bersaksi di hadapan Nabi saw bahwa mereka melihat hilal kemarin, maka Rasulullah saw memerintahkan mereka berbuka, kemudian mereka keluar untuk melaksanakan shalat Idul Fitri mereka keesokan harinya." (HR Ahmad)


Pada masa dahulu, sampainya berita rukyat dari wilayah lain, tidak mudah, seperti yang terjadi pada Rasulullah saw. Berita rukyat dari delegasi yang datang ke Madinah sampai kepada Rasulullah saw ketika sudah siang dimana Rasul dan kaum muslimin di Madinah berpuasa sebab mereka tidak melihat hilal. Ketika delegasi itu memberitahu Rasul saw tentang rukyat hilal, Rasul saw pun memerintahkan kaum muslimin berbuka. Hari itu adalah hari terakhir Ramadhan.


Saat itu, Rasul saw berpuasa dengan menggenapkan hitungan bulan Sya'ban karena tidak berhasil merukyat (melihat) hilal di Madinah. Ketika datang berita kepada beliau bahwa hilal terlihat di wilayah lain, maka beliau memerintahkan para sahabat berbuka, sebab hari itu adalah hari pertama bulan Syawal. Artinya, itu hari raya Id, dan bukan penggenapan Ramadhan.


Jadi, ini perkara yang justru mudah. Setiap daerah mencari berita rukyat. Jika hilal tidak terlihat dan tidak sampai berita yang sahih bahwa hilal terlihat di tempat lain, maka hendaknya berpuasa atau berbuka. Dan jika datang berita rukyat hilal, maka berita itu harus dijadikan sandaran, sebab hadis tersebut merupakan seruan untuk semua orang "shumu li ru'yatihi" (berpuasalah karena melihat hilal).


Jadi, jika dikatakan ini adalah perkara yang sulit dan tidak praktis, saya justru bertanya, mengapa tidak praktis? Jika penduduk Australia mencari rukyat hilal Syawal dan mereka tidak melihatnya, dan tidak sampai berita kepada mereka bahwa hilal terlihat di tempat lain, maka mereka hendaknya berpuasa. Begitu. Lalu, jika datang kepada mereka berita rukyat hilal pada hari itu, maka mereka harus berbuka, sebab hari itu adalah Id seperti halnya yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Begitu. Sebegitu mudahnya menerapkan hukum ini.


Dan lagi, sungguh sekarang ini pengkabaran berita bisa sampai dengan mudah dan cepat karena kemajuan sains dan teknologi. Maka, tidak ada alasan yang membenarkan bagi seorang muslim yang ingin mencari kebenaran dalam ibadahnya.


KELIMA,


Adapun bahwa hisab astronomis bisa menentukan lahirnya hilal, maka itu benar. Memang benar. Namun jika dikatakan bahwa hisab astronomis bisa menentukan kemungkinan rukyat hilal, maka itu tidak benar. Sebab, para astronom berbeda pendapat dalam menentukan kadar waktu terjadinya kelahiran hilal, sehingga terlihatnya setelah tenggelam matahari. 


Meski demikian, kita tidak berpuasa dan berbuka menurut "hakikat" kelahiran hilal, melainkan menurut rukyatnya (terlihatnya). Begitulah yang diperintahkan oleh Rasulullah saw:

«صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ»

"Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihat hilal, jika kalian tertutup mendung maka genapkan hitungan Sya’ban tiga puluh."


Kadang kala, hilal Ramadhan itu sudah ada, tetapi tertutup mendung sehingga tidak terlihat, maka hitungan bulan Sya’ban digenapkan tiga puluh hari, sesuai dalil di atas.


Jadi, waktu berpuasa itu ditetapkan dengan rukyat seperti yang ada di dalam dalil-dalil. Seandainya waktu berpuasa seperti halnya waktu shalat yakni tidak disyaratkan dengan rukyat, niscaya penetapan waktu menggunakan hisab adalah benar.


Akan tetapi, dalil-dalil puasa datang bersandar pada rukyat, sedangkan dalil-dalil shalat datang dengan pencapaian waktu tanpa mensyaratkan rukyat,

«إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ فَصَلَّوْا…»

"Jika matahari tergelincir maka shalatlah kalian.."


Wallahu a'lam.

Friday, March 10, 2023

Benarkah Ibn ‘Aqil Menyatakan Nabi Tidak Membangun Pemerintahan

 Tanya Jawab

Benarkah Ibn ‘Aqil Menyatakan Nabi Tidak Membangun Pemerintahan?


4 Maret 2023


Oleh: K.H. Hafidz Abdurrahman


Muslimah News, TANYA JAWAB — Soal:


Ada yang mengutip pernyataan Ibn ‘Aqil yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw. itu tidak mensyariatkan politik dan wahyu pun tidak menurunkan ihwal politik. Benarkah Ibn ‘Aqil menyatakan demikian? Kalau iya, apa dan bagaimana konteksnya? Berikutnya, benarkah Nabi Muhammad saw. tidak mensyariatkan politik, dan wahyu pun tidak menjelaskan ihwal politik?


Jawab:


Pertama: Pernyataan Abû al-Wafâ’ ibn ‘Aqîl (w. 513 H/1119 M) harus dikutip dengan lengkap. Dengan itu kita tahu bunyi teks dan konteksnya dengan tepat. Ini sebagai bagian dari amanah ilmu. Dalam kalimatnya, beliau menyatakan,


اَلسِّيَاسَة مَا كَانَ مِنَ الْأَفْعَالِ بِحَيْثُ يَكُونُ النَّاسُ مَعَه أَقْرَبَ إلَى الصَّلَاحِ وَأَبْعَدَ عَنْ الْفَسَادِ، وَإِنْ لَمْ يُشَرِّعْه الرَّسُولُ صلى الله عليه وسلم وَلَا نَزَلَ بِهِ وَحْيٌ


“Politik (siyasah) adalah semua tindakan, yang dengan itu manusia lebih dekat dengan kebaikan dan semakin jauh dari kerusakan meskipun hal itu belum pernah disyariatkan oleh Rasulullah saw. dan tidak diturunkan oleh wahyu.”1


Konteks penjelasan tersebut harus dipahami, kemudian dibaca secara utuh, sebagaimana pembahasan para fukaha pada masa lalu. Tidak dipahami dalam konteks logika orang sekarang yang menolak syariat karena akibatnya fatal.


Ibn ‘Aqil menyatakan,


فَإِنْ أَرَدْتَ بِقَوْلِكَ (لَا سِيَاسَة إلَّا مَا وَافَقَ الشَّرْعَ) أَيْ لَمْ يُخَالِفْ مَا نَطَقَ بِهِ الشَّرْع فَصَحِيحٌ، وَإِنْ أَرَدْتَ مَا نَطَقَ بِهِ الشَّرْعُ فَغَلَطٌ وَتَغْلِيطٌ لِلصَّحَابَةِ. فَقَدْ جَرَى مِنْ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ مِنْ الْقَتْلِ وَالْمَثْلِ مَا لَا يَجْحَدُه عَالِمٌ بِالسِّيَرِ، وَلَوْ لَمْ يَكُنْ إلَّا تَحْرِيقُ الْمَصَاحِفِ كَانَ رَأْيًا اعْتَمَدُوا فِيهِ عَلَى مَصْلَحَةٍ، وَكَذَلِكَ تَحْرِيقُ عَلِيٍّ كَرَّمَ الله وَجْهَهُ الزَّنادِقَةُ فِي الْأَخَادِيدِ، وَنَفْيُ عُمَرُ نَصْرَ بْنَ حَجَّاجٍ .


“Jika yang Anda maksud dengan pernyataan Anda, (Tidak ada politik kecuali harus sesuai dengan syariat), dalam arti politik tidak boleh bertentangan dengan apa yang dinyatakan oleh syariat, maka itu benar. Namun, jika yang Anda maksudkan dengan siyasah hanyalah yang disebutkan oleh syariat, maka itu kesalahan dan sekaligus menyalahkan para Sahabat Nabi. Para Khulafaurasyidin telah banyak melakukan kebijakan sendiri, terkait dengan hukuman bunuh dan jenis hukuman berat lainnya yang tidak dibantah/ditentang oleh siapa saja yang menguasai sirah. Kebijakan pembakaran semua mushaf (pada zaman ‘Utsman) semata-mata pendapat yang dibangun berdasarkan kemaslahatan. Demikian pula ‘Ali bin Abi Thalib yang membakar orang zindiq di Akhadid dan ‘Umar bin Al-Khathab yang pernah mengasingkan Nashr bin Hajjaj.”2


Jadi, konteks pembahasannya terkait topik ‘siyasah’ (politik). Sejauh mana politik dibahas oleh syariat. Bukan syariat tidak membahas politik atau bahkan wahyu tidak menjelaskan politik. Itulah yang sebenarnya yang dibahas oleh Ibn ‘Aqil.


Perlu dicatat juga bahwa nas syariat, yaitu Al-Qur’an dan Sunah, tidak menggunakan istilah ‘siyasah’ kecuali dengan konotasi ri’aayah as-syu’uun (mengurusi urusan [masyarakat]). Ini sebagaimana yang digunakan dalam hadis Nabi saw.,


كَانَتْ بَنُوْ إِسَرَائِيْلَ تَسُوْسُهُمُ الأَنْبِيَاءِ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِيْ، وَسَتَكُوْنُ خُلَفَاءُ فَتَكْثُرُ


“Dulu Bani Israil diurus (urusannya) oleh para nabi. Ketika seorang nabi meninggal, ia digantikan oleh nabi yang lain. Sungguhn setelah aku tidak ada lagi nabi. Yang ada adalah para khalifah hingga jumlahnya banyak.” 3


Dalam hadis ini Nabi saw. menggunakan istilah “tasuusuhum al-anbiyaa” (mereka diurus oleh para nabi). Makna kata “siyaasah” dengan konotasi bahasa inilah yang juga digunakan oleh syariat. Oleh karena itu, para ulama, ketika membahas masalah politik, menggunakan konotasi tersebut. Ibn Jarîr ath-Thabarî (w. H), ketika menjelaskan alasan mengapa ‘Umar bin al-Khaththâb ra. menjadikan urusan Khilafah kepada enam orang yang beliau pilih, menyatakan,


لَمْ يَكُنْ فِي أَهْلِ الإِسْلاَمِ أَحَدٌ لَهُ مِنَ الْمَنْزِلَةِ فِي الدِّيْنِ وَالْهِجْرَةِ وَالسَّابِقَةِ وَالْعَقْلِ وَالْعِلْمِ، وَالْمَعْرِفَةِ بِالسِّيَاسَةِ؛ مَا لِلسِّتَّةِ الَّذِيْنَ جَعَلَ عُمَرُ الأَمْرَ شُوْرَى بَيْنَهُمْ


“Tidak ada seorang pun kaum muslim yang mempunyai kedudukan dalam agama, hijrah, senioritas, intelektual, ilmu, dan pengetahuan tentang politik sebagaimana yang dimiliki oleh enam orang sahabat yang ‘Umar jadikan urusan musyawarah di antara mereka.” 4


Ibn Hajar rahimahullah juga menggunakan kata siyaasah dengan konotasi tersebut,


وَالَّذِيْ يَظْهَرُ مِنْ سِيْرَةِ عُمَرَ فِي أُمَرَائِهِ الَّذِيْنَ كَانَ يُؤَمِّرُهُمْ فِي الْبِلاَدِ أَنَّهُ كَانَ لاَ يُرَاعِي الأَفْضَلَ فِي الدِّيْنِ فَقَطْ، بَلْ يَضُمُّ إِلَيْهِ مَزِيْدَ الْمَعْرِفَةِ بِالسِّيَاسَة مَعَ اِجْتِنَابِ مَا يُخَالِفُ الشَّرْعَ مِنْهَا


“Yang tampak dari sirah ‘Umar ketika beliau mengangkat para pemimpin, yang beliau angkat untuk menjadi pemimpin di daerah, beliau tidak hanya memperhatikan yang paling baik agamanya, tetapi termasuk pengetahuannya yang lebih dalam politik, selain menjauhi apa yang menyalahi syariat.”5


Oleh karena itulah beberapa tindakan yang dilakukan oleh para Khulafaurasyidin ra. yang termasuk kategori “siyasah”, sebagaimana yang dibahas oleh Ibn ‘Aqil di atas, adalah apa yang dilakukan oleh Abu Bakar, ia mengangkat ‘Umar bin al-Khaththab untuk menggantikan dirinya sebagai khalifah, setelah meminta pandangan penduduk Madinah.


Begitu juga apa yang dilakukan oleh ‘Umar. Ia mengangkat enam orang sahabat terbaik untuk memusyawarahkan siapakah yang paling layak menggantikan dirinya, bukan dengan menunjuk satu orang sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar.


Begitu juga apa yang dilakukan oleh ‘Utsman bin ‘Affan. Ia membakar semua mushaf, lalu menjadikan satu mushaf sebagai Mushaf Imam. Mushaf itu ia gandakan menjadi tujuh mushaf untuk disebarkan ke beberapa kota demi menghindari perpecahan dan konflik di tengah-tengah umat.


Begitu juga apa yang dilakukan oleh ‘Umar. Ia pernah mengasingkan Nashr bin Hajjaj karena ketampanannya bisa menjadi fitnah bagi kaum wanita, padahal Nashr tidak bersalah. Namun, hal itu semata demi mewujudkan kemasalahatan, yaitu menjaga kesucian jiwa, dan mencegah mudarat, yaitu terjadinya perzinaan. Semua itu bagian dari tindakan politik, yang sebelumnya tidak dicontohkan.


Oleh karena itu, di kalangan fukaha ada dua pandangan tentang ranah politik ini. Pertama: Sebagaimana yang disampaikan oleh Abu al-Wafa’ Ibn ‘Aqil di atas,6


اَلسِّيَاسَة مَا كَانَ مِنَ الْأَفْعَالِ بِحَيْثُ يَكُونُ النَّاسُ مَعَهُ أَقْرَبَ إلَى الصَّلَاحِ وَأَبْعَدَ عَنْ الْفَسَادِ، وَإِنْ لَمْ يُشَرِّعْه الرَّسُولُ صلى الله عليه وسلم وَلَا نَزَلَ بِهِ وَحْيٌ


“Politik (siyasah) adalah semua tindakan, yang dengan itu manusia lebih dekat dengan kebaikan dan semakin jauh dari kerusakan meskipun hal itu belum pernah disyariatkan oleh Rasulullah saw. dan tidak diturunkan oleh wahyu.”


Meski demikian, beliau memberikan batasan, yakni,


مَا لَمْ يُخَالِفْ مَا نَطَقَ بِهِ الْوَحْيُ


“…selama tidak menyalahi apa yang dinyatakan oleh wahyu.” 7


Pandangan senada dengan apa yang dinyatakan oleh Ibn ‘Aqil adalah apa yang disampaikan oleh Ibn Nujaim al-Hanafi (w. H) ketika membahas sanksi untuk perbuatan zina,


وَظَاهِرُ كَلاَمِهِمْ هَاهُنَا أَنَّ السِّيَاسَةَ هِيَ فِعْلُ شَيْءٍ مِنَ الْحَاكِمِ لِمَصْلَحَةٍ يَرَاهَا، وَإِنْ لَمْ يَرِدْ بِذَلِكَ الْفِعْلُ دَلِيْلٌ جُزْئِيٌّ


“Dari redaksi pernyataan mereka di sini tampak bahwa politik (siyasah) adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang penguasa demi kemaslahatan yang menurut dia tepat, sekalipun itu tidak dinyatakan oleh dalil juz’i (untuk kasus tersebut).”8


Kedua: Pandangan yang melihat ranah politik dipersempit dan dibatasi dalam urusan jinayah atau sanksi yang berat. Ini sebagaimana yang dinyatakan oleh ‘Alauddin ath-Tharablusi al-Hanafi,


السِّيَاسَةُ شَرْعٌ مُغَلَّظٌ


“Politik itu merupakan syariat yang diperberat.”


Berangkat dari pembahasan konotasi politik dan ranahnya, sebagaimana yang dibahas oleh para fukaha di atas, maka mereka kemudian membagi politik, dari aspek sumber atau rujukannya, menjadi dua. Pertama: Siyasah Diniyyah (politik syariat). Kedua”: Siyasah ‘Aqliyyah (politik produk akal manusia).


Ibn Khaldun telah menjelaskan tentang keharusan adanya peraturan perundang-undangan politik yang ditetapkan dalam negara, yang diterima oleh semua pihak. Oleh karena itu, beliau menyatakan,


فَإِذَا كَانَتْ هَذِهِ الْقَوَانِيْنُ مَفْرُوْضَة مِنَ الْعُقَلاَءِ وَأَكَابِرِ الدَّوْلَةِ وَبُصَرَائِهَا كَانَتْ سِيَاسَة عَقْلِيَّةً، وَإِنْ كَانَتْ مَفْرُوْضَةً مِنَ الله بَشَارِعٍ يُقَرِّرُهَا وَيُشَرِّعُهَا كَانَتْ سِيَاسَة دِيْنِيَّةً


“Ketika perundang-undangan ini ditetapkan dari (akal) kaum intelektual, para pemuka dan cerdik pandai negara, maka ia disebut Siyasah ‘Aqliyyah (politik produk akal manusia). Jika ia ditetapkan dari Allah, dengan syariat yang ditetapkan dan disyariatkan, maka ia merupakan politik syariat.”9


Berangkat dari sini, maka Ibn Khaldun pun menjelaskan konotasi kekuasaan politik (al-Mulk as-Siyasi) dengan menyatakan,


اَلْمُلْكُ السِّيَاسِيُّ هُوَ حَمْلُ الْكَافَّةِ عَلَى مُقْتَضَى النَّظَرِ الْعَقْلِيِّ فِي جَلْبِ الْمَصَالِحِ الدُّنْيَوِيَّةِ وَدَفْعِ الْمَضَارِّ، وَالْخِلاَفَةُ هِيَ حَمْلُ الْكَافَّةِ عَلَى مُقْتَضَى النَّظَرِ الشَّرْعِيِّ فِي مَصَالِحِهِمْ الأُخْرَوِيَّةِ وَالدُّنْيَوِيَّةِ الرَّاجِعَةِ إِلَيْهَا


“Kekuasaan politik itu membawa semua orang mengikuti pandangan (kebijakan) akal dalam mengupayakan kemaslahatan duniawi serta mencegah kemudaratan. Khilafah itu membawa semua orang untuk mengikuti pandangan (kebijakan) syariat mengenai kemasalahatan dunia dan akhirat dengan kembali padanya.” 10


Dari sini sebenarnya sejak dulu para ulama sudah memahami konotasi politik dan ranahnya dengan tepat dan presisi. Lebih jauh, mereka menjelaskan bahwa Siyasah Syar’iyyah (politik syariat) itu, sebagaimana umumnya problem kehidupan yang dihadapi para fukaha, menghadapi dua masalah: Pertama, masalah yang telah dijelaskan oleh nas syariat. Kedua, masalah yang belum dinyatakan secara spesifik dan tegas di dalam nas-nas syariat.


Khilafah, sebagai bentuk negara, sistem pemerintahan, dan strukturnya, misalnya, termasuk masalah yang telah dinyatakan oleh nas. Adapun kebijakannya untuk merespons berbagai perkembangan zaman dikembalikan pada ijtihad Khalifah. Nah, dalam konteks ini, nalar para fukaha itu sudah sangat jelas.


Di sini mereka membedakan politik menjadi dua. Pertama: Ketentuan syariat yang bersifat global (syara’i’ kulliyah). Dalam konteks ini Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah mengatakan bahwa syariat ini tidak berubah mengikuti perubahan waktu dan tempat.


Kedua: Ketentuan politik yang bersifat parsial (siyasah juz’iyyah), yang mengikuti kemaslahatan tertentu, yang bisa berubah, sesuai dengan konteks waktu dan tempatnya.


Jadi, jelaslah apa dan bagaimana konteks pembahasan yang disampaikan oleh Abu al-Wafa’ Ibn ‘Aqil di atas. Dengan demikian, apa yang diklaim oleh orang yang mencatut pernyataan beliau itu jelas keliru dan salah alamat. Dengan kata lain, makna pemikiran yang dimaksud oleh Abu al-Wafa’ Ibn ‘Aqil tidak bisa dijangkau, atau dipahami dengan baik sehingga kesimpulannya jadi keliru.


Masalah berikutnya: Apakah Nabi saw. tidak mendirikan negara, bentuk dan sistem pemerintahan? Menjawab pertanyaan ini sebenarnya jauh lebih mudah. Penyebabnya, warisan dan jejaknya tidak bisa dihapus. Selain bukti empiris dan historis, juga ada bukti normatif.


Baca, misalnya, kitab Al-Ahkaam as-Sulthaaniyyah, karya Imam Al-Mawardi, atau karya Imam Al-Farra’. Baca kitab As-Siyaasah as-Syar’iyyah, karya Ibn Taimiyyah. Baca kitab Rawdhatu ath-Thaalibiin wa ‘Umdah al-Muftin, karya Imam an-Nawawi, Bab Bughaat dan Imaamah.


Setelah Nabi Muhammad saw. wafat, warisannya dilanjutkan oleh para sahabat. Oleh karena itu, ijmak sahabat, yang dinyatakan oleh para ulama usul fikih sebagai perkara qath’i, tidak mungkin ditolak. Baca Al-Bahr al-Muhiith, karya Imam az-Zarkasyi. Wallahualam. [MNews/Rgl]


Catatan kaki:


1 Lihat, Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, I’lamul Muwaqqi’in ‘an rabbil ‘alamin, Juz II/649; Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Ath-Thuruq al-Hukmiyah fi as-Siyasati asy-Syar’iyyah, hal. 17.


2 Lihat, Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, I’lamul Muwaqqi’in ‘an rabbil ‘alamin, Juz II/649; Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Ath-Thuruq al-Hukmiyah fi as-Siyasati asy-Syar’iyyah, hal. 17.


3 HR Muslim


4 Lihat, Ibn Jarir at-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk


5 Lihat, Ibn Hajar, Fath al-Bari


6 Lihat, Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, I’lamul Muwaqqi’in ‘an rabbil ‘alamin, Juz II/649; Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Ath-Thuruq al-Hukmiyah fi as-Siyasati asy-Syar’iyyah, hal. 17.


7 Lihat, Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, I’lamul Muwaqqi’in ‘an rabbil ‘alamin, Juz II/649; Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Ath-Thuruq al-Hukmiyah fi as-Siyasati asy-Syar’iyyah, hal. 17.


8 Lihat, Ibn Nujaim, Al-Asybah wa an-Nadhair, hal. ; Ibn ‘Abidin, Radd al-Mukhtar


9 Lihat, Ibn Khaldun, Muqaddimah


10 Lihat, Ibn Khaldun, Muqaddimah

HADITS TENTANG KEBOLEHAN MUSIK

 HADITS TENTANG KEBOLEHAN MUSIK


Hadits Aisyah ra.


عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: (دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم) (فِي أَيَّامِ مِنًى) (-وَرَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمَئِذٍ بِالْمَدِينَةِ-) (وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ مِنْ جَوَارِي الْأَنْصَارِ) (-وَلَيْسَتَا بِمُغَنِّيَتَيْنِ-) (تَضْرِبَانِ بِدُفَّيْنِ) (وَتُغَنِّيَانِ بِمَا تَقَاوَلَتْ بِهِ الْأَنْصَارُ يَوْمَ بُعَاثَ) (يَوْمٌ قُتِلَ فِيهِ صَنَادِيدُ الْأَوْسِ وَالْخَزْرَجِ) (فَاضْطَجَعَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى الْفِرَاشِ, وَحَوَّلَ وَجْهَهُ) (وَتَسَجَّى بِثَوْبِهِ) (فَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ رضي الله عنه) (فَانْتَهَرَهُمَا) (وَقَالَ: أَمَزَامِيرُ الشَّيْطَانِ فِي بَيْتِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟) (فَكَشَف رَسُولُ اللهِ عَنْ وَجْهِهِ وَقَالَ: دَعْهُمَا يَا أَبَا بَكْرٍ، فَإِنَّهَا أَيَّامُ عِيدٍ) (إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا, وَهَذَا عِيدُنَا) (قَالَتْ: فَلَمَّا غَفَلَ, غَمَزْتُهُمَا فَخَرَجَتَا)


Aisyah ra. berkata: (Ali menjumpai Rasulullah saw. sewaktu di hari-hari Mina –Tasyriq-) (Saat itu Nabi saw. berada di Madinah) (dan aku memiliki dua gadis anshar) (keduanya bukan penyanyi prefesional) (keduanya menaboh rabana) (dan menyanyikan syair-syair yang menggambarkan perang Bua’ts) (di hari terbunuhnya para tokoh Aus dan Khazraj) (Lalu Nabi pun berbaring di atas tikarnya sambil memalingkan wajahnya) (dan bertutupkan selembar kain) (Lalu Abu Bakar tiba dan membentak kedua penyanyi itu) (seraya berkata: Kenapa ada seruling setan di rumah Rasul?) (Lalu Nabi menyingkap tabir kain dari wajahnya seraya bersabda: Biarkanlah keduanya wahai Abu Bakar, ini adalah hari raya) (Sesungguhnya pada setiap kaum memiliki hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita). (Aisyah berkata:  Ketika Abu Bakar lengah, lalu aku mendorong keduanya keluar rumah).


Hr. Bukhari: 907, 909, 944, 2750, 3337; Muslim: 892; Nasai: 1593, 1597; Ibnu Majah: 1898; dan Ahmad: 24095, 24585, 25072.


dalam hadis yng diriwayatkan imam al-bukhari melalui jalur aisyah, diceritakan tentang budak-budak perempuan yg bernyanyi di rumah nabi muhammad SAW pada momen hari raya Id.


ada abu bakar ketika itu dan di sisi aisyah ada dua orang budak yg sedang bersenandung. Isi senandungnya mengingatkan pada peristiwa pembantaian kaum anshar dlm perang bu'ats.


aisyah mengatakan dlm hadis itu, bahwa kedua budak tersebut tak begitu pintar bersenandung.

lalu abu bakar datang dan membentak kedua penyanyi itu seraya berkata : 

"kenapa ada seruling setan dirumah Rasul?"


kita sekarang bertanya...

apa yg menyebabkan abu bakar marah kepada kedua penyanyi itu & berkata seruling setan ? 


kira-kira apa jawaban anda ?

pertama... abu bakar tidak suka kedua penyanyi itu bernyanyi. 

kedua... abu bakar meminta kedua penyanyi itu menghentikan nyanyianya. 


maka maksud dari perkataan abu bakar adalah melarang mereka berdua menyanyi.


Lantas apa jawaban Rasulullah saat itu ?

beliau menjawab dengan jelas dan gamblang :


                          دعهما يا اب بكر 

      "biarkanlah keduanya wahai abu bakar"


biarkanlah apa ? 

maksudnya BIARKANLAH MEREKA BERDUA MENYANYI JANGAN DILARANG.


perkataan rasulullah dapat disimpulkan bahwa beliau tidak melarang justeru malah meminta abu bakar untuk membiarkan mereka berdua meneruskan menyanyi. 


lagi pula apabila musik atau nyanyian itu tidak diperbolehkan tentu sejak awal rasulullah saw menolak kedatangan budak-budak tersebut.


bagi mereka yang mengharamkan musik selalu terfokus dengan perkataan dari abu bakar yang menyebut musik sebagai "seruling setan".


tapi mereka tidak mencari tahu dalam hadits diatas kenapa abu bakar marah dan menyebut seruling setan ?


dalam hadits diatas kedua budak kedua gadis tersebut dikatakan : و ليستا بمغنيتين (keduanya bukan penyanyi profesional) & keduanya hanya penabuh gendang. 


bisa jadi abu bakar mengatakan seruling setan sebab suara keduanya tidak enak didengar yng memang bukan penyanyi sungguhan karena mereka hanya penabuh rebana. 


atau bisa jadi abu bakar menyebutnya seruling setan karena isi syair tsb tentang perang buats yang menggambarkan cerita pembataian kaum anshar apalagi saat adalah hari raya ied. 


tapi apapun itu terlepas perkataan abu bakar, hal yang tidak bisa dibantahkan pada hadits ini adalah TIDAK ADA LARANGAN RASULULLAH MENYANYI YANG DIRIINGI ALAT MUSIK. 


Ini point yang penting...


(Ustad Maaher At-Thuwailibi)