Saturday, August 8, 2020

MENCATUT PERKATAAN AL IMAM AL GHAZALI UNTUK MENOLAK PENTINGNYA KHILAFAH

 *MENCATUT PERKATAAN AL IMAM AL GHAZALI UNTUK MENOLAK PENTINGNYA KHILAFAH*


Al Ustadz Azizi Fathoni


Terkait masalah catut-mencatut, jadi teringat dengan dicatutnya perkataan al Imam Hujjatul Islam Abu Hamid al Ghazali (w. 505 H) untuk menegasikan pentingnya khilafah oleh sdr Idrus Romli (IR) di bukunya "Hizbut Tahrir dalam Sorotan". Dia mengatakan:


"Bahkan menurut al Imam Hujjatul Islam al Ghazali kajian tentang khilafah itu tidak terlalu penting." (hlm 103) 


lalu dalam catutannya mencantumkan perkataan al Imam al Ghazali dalam kitab beliau, al Iqtishâd fil I'tiqâd:


النظر في الإمامة ليس من المهمات


seraya menerjemahkannya dengan:


"kajian tentang imamah/khilafah bukan termasuk hal yang penting." (hlm 104) 


Ini adalah terjemahan yang tidak sesuai dengan maksud penulis kitab, yakni al Imam al Ghazali. Kenapa? Karena yang dimaksud oleh al Imam dengan kata "al-muhimmat" di maqalahnya tersebut bukan semata-mata perkara penting, melainkan perkara-perkara pokok yang menjadi inti pembahasan akidah (al muhimmat al maqshudah fil mu'taqadat).


Perhatikan penjelasan al Imam sendiri di kitabnya tersebut (hlm 376-377), bagaimana di situ beliau mengeluarkan perkara fiqih (al-fiqhiyyah) dari al muhimmat tersebut. Beliau mengatakan:


وكل ذلك ليس بمهم


Yang artinya:


"semua itu (bahasan tentang logika ('aqli), terminologi (lafzhi), dan juga fiqih (fiqhi)) adalah tidak 'muhimm' (bukan pembahasan inti akidah)."


Tampak jelas beliau tidak memasukkan perkara fiqh apapun dalam ranah 'muhimmat' (perkara-perkara inti akidah) tersebut. 


Dan jika kita kembali ke perkataan al Imam terkait khilafah, maka semakin jelaslah apa yang beliau maksud, 


ليس من المهمات وليس أيضا من فن المعقولات، بل من الفقهيات. 


Yang itu artinya:


"Dia (kajian tentang imamah/khilafah) bukan termasuk inti pembahasan akidah, dan juga bukan pembahasan ilmu logika, melainkan dia termasuk pembahasan fiqh (fiqhiyyat)." (hlm 391) 


Jadi maqalah beliau itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa imamah/khilafah tidak penting. Melainkan yang beliau maksud adalah bahwa imamah/khilafah bukan termasuk pembahasan inti akidah, melainkan dia termasuk pembahasan fiqih.


Lalu kendatipun termasuk perkara fiqh, apakah berarti imamah/khilafah tidak penting (?). Itu terjawab dalam perkataan beliau langsung, masih di kitab beliau tersebut, yaitu dalam ungkapan (hlm 395):


... فكان وجوب نصب الإمام من ضروريات الشرع الذي لا سبيل إلى تركه. 


"... maka jadilah bahwa wajibnya mengangkat seorang imam/khalifah itu adalah termasuk perkara syariat yang sangat penting/mendesak (dharuruyyat asy syar'), yang tidak ada celah untuk boleh meninggalkannya."


Begitulah pemhaman yang seimbang tertang maqalah al Imam al Ghazali.


Akan menjadi ganjil dan rancu jika beliau dipahami menganggap imamah/khilafah tidak penting, tapi di waktu yang sama mengatakan imamah/khilafah sebagai perkara syara' yang sangat penting yang tidak ada celah untuk boleh ditinggalkan.


Jadi kesimpulannya, beliau menganggap imamah/khilafah itu bukan termasuk bahasan inti akidah, melainkan bahasan fiqh. Namun demikian, imamah/khilafah sendiri merupakan perkara yang sangat penting dan mendesak. 


Catatan:

Mencatut (baca: mengutip) perkataan ulama itu boleh saja, asal dengan inshaf dan jujur, sesuai dengan makna yang mereka maksudkan.


Semua data terlampir.


Wallahu a'lam


AFK


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=181235566729203&id=100045282811384

Pemerkosaan terbesar yang pernah terjadi

 *PEMERKOSAAN TERBESAR YG PERNAH TERJADI*


Pemerkosaan terbesar yg pernah terjadi dalam sejarah manusia yaitu setelah dikalahkannya JERMAN dalam perang dunia ke 2. Pasukan gabungan Sekutu memperkosa 2 juta wanita Jerman. Dan lebih dari itu  banyak Jenazah2 wanita Jerman itu berceceran dijalanan, dimana pasukan sekutu tdk ragu sedikitpun utk mengeksekusi wanita Jerman  manapun yg tdk mau tunduk mengikuti kemauan perintah mrk.

Hingga pertengahan tahun 1950 Jerman menerima 37 ribu anak2 yg dicatatkan dgn nama ibu mereka !!!

-RUSIA= Memperkosa lebih dari 1 juta wanita Jerman.

-USA = 190 ribu wanita Jerman.

-INGGRIS= 45 ribu wanita Jerman.

-PERANCIS= 50 ribu wanita Jerman.


*Para pelaku kejahatan kemanusiaan inilah yg sekarang menceramahi kita tentang Hak asasi manusia & hak2 wanita serta tidak ada dalam sejarah manapun kaum MUSLIMIN memperkosa.*


Jadi jelas sudah mereka pelanggar HAM


Ditulis oleh :

Sejarawan Jerman 

MARIA GERHARD 

dari buku :


MENGHARUKAN!!! 


Piere Vogel alias Sholahuddin Abu Hamzah, seorang da’i di Jerman, pernah dicecar pertanyaan oleh wartawan tentang keterkaitan Islam dengan terorisme. Maka beliaupun menjawab;


~ Siapakah yang memulai Perang Dunia I ? Apakah kaum muslimin?


~ Siapakah yang menyalakan Perang Dunia II ? Apakah kaum muslimin?


~ Siapakah yang membunuh 20 juta jiwa penduduk asli Australia? Apakah kaum muslimin?


~ Siapakah yang menjatuhkan bom atom di Hiroshima Nagasaki? Apakah kaum muslimin?


~ Siapakah yang membunuh lebih dari 100 juta jiwa suku Indian kulit merah yang merupakan penduduk asli benua Amerika? Apakah kaum muslimin?


~ Siapakah yang melakukan perbudakan terhadap kurang lebih 180 juta jiwa orang Afrika dan 88 % dari mereka akhirnya meninggal dunia kemudian mayat mereka di buang ke laut samudera? Apakah kaum muslimin?


Tidak. Semua itu tidak dilakukan oleh kaum muslimin...!!! Sebelumnya, kamu harus tentukan apa definisi teroris dengan benar. Jika suatu kesalahan dilakukan oleh non muslim, hal itu hanya disebut tindak kriminal. Akan tetapi, ketika kesalahan yang sama dilakukan seorang muslim, ia langsung divonis sebagai teroris. Maka dari itu, janganlah kamu membandingkan sessuatu dengan standar ganda. Dengan begitu, akan kamu ketahui siapa teroris sebenarnya....

"DISAAT DATANG BALATENTARA"




Islam, Katastrofi: Angka Kematian Manusia di Tangan Komunis*

 *Islam, Katastrofi: Angka Kematian Manusia di Tangan Komunis*


Rabu , 17 Jun 2020

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: DR. Masri Sitanggang



Sepanjang sejarah manusia, tragedi kemanusiaan yang paling dahsyat dan tiada bandingannya,  adalah yang dilakukan oleh komunis. Taufiq Ismail ( Katastrofi Mendunia, 2004) memaparkan angka pembantaian manusia di dunia oleh komunis dalam selang waktu 74 tahun 


Dikatakan,  Lenin membantai 500 ribu rakyat Rusia sepanjang 1917-1923. Stalin membantai 46 juta rakyat Rusia, termasuk di dalamnya 6 juta petani “kulak” sepanjang 1925-1953.  *Mao Tsetung menjagal 50 juta penduduk RRC dalam kurun 1947-1976*. Pol Pot membunuh 2,5 juta rakyat Kamboja. Najibullah mencabut nyawa 1,5 juta rakyat Afghanistan sepanjang 1978-1987. Rezim Komunis yang dibantu Rusia Sovyet menjagal 1 juta rakyat di berbagai Negara Eropa Timur, 150 ribu di Amerika Latin dan 1,7 juta rakyat di berbagai Negara Afrika. 


Taufiq Ismail mengambil angka rerata dari tiga orang peneliti, yakni 100 juta jiwa dalam 74 tahun di 76 negara. Entahlah, apakah korban akibat kekejaman PKI di Indonesia sudah dimasukkan ke dalamnya. Yang pasti tidak ada disebut dalam Katastrofi Mendunia. 


Dahsyat. Seratus juta jiwa melayang selama 74 tahun. Itu artinya 1,35 juta jiwa dalam setahun, atau 3.702 jiwa per hari. Berarti, dalam satu jam ada 154 jiwa atau tiap menitnya ada 2,5 orang mati di tangan komunis.


*Komunis itu sadis dan kejam. Nafsu berkuasa mereka sangat luar biasa. Mereka menghalalkan segala cara, mengikuti Machiavelli. Sekali berkuasa, tulis Franz Magnis Suseno* dalam bukunya Pemikiran Karl Max (1999), dia tidak akan pernah melepaskannya secara sukarela. Dia akan menyingkirkan kekuatan-kekuatan  politik lain, menghapus pemilihan umum bebas dan memasang aparat kontrol  totaliter terhadap masyarakat yang akan menindas segala perlawanan.


*Memutarbalikkan fakta dan melemparkan kesalahan kepada pihak lain serta memanfaatkan situasi apa pun untuk kepentingan kekuasaan, adalah keahlian yang dimiliki orang komunis.*



Akan sedalam apakah darah menggenangi ibu pertiwi yang tertumpah dari penduduk ber-Ketuhananan Yang Maha Esa ini jika komunis dibolehkan hidup di Indonesia ? 


Seberapa tinggi tumpukan mayat orang beragama yang dipaksa mati dengan cara kelaparan dan penyiksaan ? Ngeri membayangkannya. Karena itu, waspadalah. Bila kekejaman telah dipertontonkan, kebencian terhadap agama sudah dipertunjukkan, adu domba sesama anak bangsa serta tuduhan-tuduhan fitnah sudah dimainkan, maka itu artinya Komunis sedang bergerak bangkit. Rakyat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa ini harus bersiap-siap.

Friday, August 7, 2020

BUKTI AL QURAN ITU DARI ALLAH SWT

 *JIKA ORG NON MUSLIM BERTANYA KPD MU ...*

*APA BUKTINYA BAHWA ALQUR'AN ITU MEMANG DARI ALLAH PENCIPTA JAGAD RAYA INI DAN BUKAN SEKEDAR KARANGAN MUHAMMAD SAW.*


Maka, dgn tersenyum ramah jawablah ...

Insya Allah saya akan jwb secara ilmiah

semoga anda pun memikirkan jawaban saya ini dgn pikiran yg jernih tanpa dipengaruhi subyektivitas dan fanatisme kelompok ...


*Bukti pertama.*


Dari analisa sejarawan, terbukti bhw memang Muhammad saw ummi : buta huruf dan tdk pernah sekolah krn memang

pada masa itu belum ada sekolahan

Masyarakat Arab belum mengenal ilmu spt ilmu politik, ekonomi, matematika, sosiologi, kenegaraan, ilmu etika dll.

Mungkinkah org yg buta huruf dan tdk mengenal ilmu bisa bicara masalah hukum, tata negara, sistem ekonomi, etika dll yg semua pembicaraan tsb ada di dlm AlQur'an ?

Tentu saja jawabannya tdk mungkin. Artinya bhw AlQur'an bukan karangan Muhammad saw. 

Tdk mungkin menurut akal sehat org buta huruf yg tdk mengenal ilmu sama sekali bisa bicara hukum, kenegaraan, undang undang kemasyarakatan, akhlaq, sosiologi dan ratusan kalimat kalimat bijak scr spontan dgn bhs yg memukau para ahli bahasa Arab ...


*Bukti kedua.*


AlQur'an byk bicara ttg sejarah sejak zaman Adam a.s hingga Isa a.s. Padahal Muhammad saw tdk pernah dpt informasi ttg sejarah hidup mereka.

Cerita ttg Musa a.s dan Isa a.s sgt lengkap. Bahkan seorg pendeta sgt bersyukur

ternyata di dlm AlQur'an ada pembelaan

thd kesucian bunda Maria yg oleh org Yahudi dituduh tlh berzina shg melahirkan Isa a.s. Dari mana Muhammad saw dpt cerita seluruh kisah para nabi tsb padahal di Mekah dan Madinah hampir2 tdk ada org kristen.

Jelas akal sehat kita akan menolak jika dikatakan AlQur'an karangan Muhammad saw.

Begitu juga cerita ttg Musa a.s sgt lengkap

padahal org Yahudi tdk ada yg mengajar

kan Taurat kpd nabi yg tinggal di Mekah. Bahkan di Mekah hampir2 tdk ada org Yahudi.


*Bukti ketiga.*


Dulu ada seorang pelaut Eropa. Kebetulan di atas kapalnya ada AlQur'an terjemah. Sekedar mengisi kekosongasaselama dlm pelayaran beliau iseng membaca baca AlQur'an terjemah tsb. Beliau sgt terpesona dgn pembicaraan AlQur'an ttg lautan, badai dan sterpesonyg terkait. Bahasanya pun sgt dalam dan puitis.

Ketika beliau berlabuh di India dia bertanya tanya kpd Muslim disana ttg Muhammad saw 

Dari muslim India tsb dia memperoleh keterangan bhw Muhammad Saw hidup di tengah gurun pasir dan tdk pernah melihat lautan.

Maka dia sgt yakin bahwa mustahil AlQur'an karangan Muhammad saw yg bisa dgn sgt indah melukiskan lautan padahal ia tdk pernah melihat laut. Shg ia pun segera memutuskan masuk Islam.


*Bukti ke empat.*


Di dlm surah al Furqan ayat 53 Allah swt berfirman : Dan Dialah ( Allah ) yg membiarkan dua laut yg mengalir berdampingan yg satu tawar dan segar yg lainnya asin dan pahit. Dan Dia jadikan diantara keduanya dinding dan batas yg tdk tembus.

Haha ... dari mana Muhammad saw lelaki gurun pasir itu tahu padahal beliau tdk mengerti sedikit pun ttg lautan dan bahkan dua laut yg beda rasa dan warna itu pada masa hidup beliau belum ditemukan org.

Jadi sekali lagi, tdk mungkin AlQur'an tsb karangan Muhammad saw.


*Bukti kelima.*


Pada masa Muhammad saw hidup, ada dua negara imperium yaitu imperium Romawi dan Persia.

Dua imperium ini sering berperang. Ketika dimasa hidup beliau, Persia berhasil mengalahkan Romawi. Hal ini membuat masyarakat musyrik Mekah menjadi gembira karna org Persia juga penyembah berhala.

Sebaliknya org Islam bersedih karna Romawi menganut agama Nasrani yg seakar dgn islam.

Kemudian turun ayat menghibur org islam

Surah Ar Rum ayat 2,  3  &  4  menjelas bhw beberapa thn lagi akan kembali terjadi peperangan dan peperangan tsb akan  dimenangkan oleh Romawi shg umat islam yg pro Romawi pun menjadi gembira. 

Ayat ini pun ditertawai oleh kaum Musyrik Qurais dianggap sbg bualan Muhammad saja karna waktu itu Romawi terlihat sdh sgt lemah.

Maka Abu Bakar menantang org musyrik utk bertaruh dgn taruhan belasan ekor unta. Tantangan diterima oleh musrik Qurais dan tujuh thn kemudian apa yg di ramalkan AlQur'an pun terjadi :

Romawi kembali perang dgn Persia dan peperangan dimenangkan org Romawi.

Jika AlQur'an bukan dari Allah swt dan hanya sekedar karangan Muhammad saw tentu saja beliau tdk akan bisa meramal sesuatu yg akan terjadi dimasa dpn.


*Bukti ke enam.*


Seluruh ahli bahasa dan ahli syair dari kalangan musyrik Qurais mengakui secara jujur bhw kalimat kalimat AlQur'an sgt tinggi kandungannya, sgt indah susunan kata katanya dan sgt memukau.

Tdk ada sebelumnya kalimat kalimat cerita, nasehat dan kalimat berita yg ditulis

manusia yg sebagus AlQur'an sampai sampai org Qurais pun menjuluki Muhammad saw sbg tukang sihir yg kata katanya bisa memukau semua org.

Dan bukti yg lebih mencengangkan lagi

dari jutaan kitab yg pernah ada di dunia ini hanya AlQur'an lah satu satunya kitab yg bisa dihapal scr pas kata demi kata oleh jutaan org.

Bahkan org org yg tdk mengerti bhs Arab spt ribuan anak anak indonesia mampu menghapal AlQur'an yg lebih dari 600 halaman.


Adapun pastur dan pendeta, tdk akan mampu menghapal injil ( Bibel ) kata demi kata secara pas, walau hanya 100 halaman.

Hal ini menunjukkan bhw Allah swt sbg yg menurunkan AlQur'an tlh mengatur sedemikian rupa shg memudahkan bagi semua org utk menghapalnya.


*Bukti ke tujuh.*


Dlm surah Yunus ayat 92 diceritakan bhw jasad Fir'aun musuhnya Musa a.s akan diselamatkan Allah swt. 

Padahal peristiwa sejarah Musa dan Fir'aun tsb terjadi 1.200 thn sebelum masehi.


Pada awal abad ke-19 thn 1896 seorang ahli purbakala : Loret, menemukan dilembah raja raja Luxor Mesir satu mumi yg dari data data sejarah terbukti bahwa ia adalah Fir'aun yg bernama Maniptah.

Pada tanggal 8 Juli 1908 Elliot Smith mendpt izin utk membuka pembalut Fir'aun & ternyata jasadnya masih utuh spt yg diberitakan AlQur'an.

Nah, mungkinkah Muhammad saw yg buta huruf tsb bisa mengetahui hal tsb padahal di dlm taurat dan injil pun tdk ada diceritakan ?


Tdk dpt tdk, akal sehat yg jujur akan berkata bahwa AlQur'an bukan karangan Muhammad saw.


*Bukti ke delapan.*


Dlm AlQur'an surat Yunus 10 : 15 Allah swt menjelaskan bhw cahaya matahari bersumber dr dirinya sendiri sedangkan cahaya bulan adalah pantulan.

Dari mana Muhammad saw bisa tahu padahal dia buta huruf dan ilmu alam zaman itu pun belum sampai kesitu bahkan belum ada kajian keilmuan ....


*Bukti ke sembilan.*


AlQur'an turun secara acak. Kadang kala turun karna ada suatu peristiwa atau per

tanyaan sahabat maupun org kafir. Jadi tdk ada upaya penyusunan kalimat. Kebanyakan ayat turun scr spontan dan disampaikan Muhammad saw scr lisan.

Namun yg terjadi sgt mencengangkan. Byk terdapat keharmonisan yg diluar nalar manusia.

Dari hasil studi bertahun tahun Syeikh Abdul Razzak Naufal menemukan hal hal yg menakjubkan yg kemudian ia paparkan dlm kitab yg ia tulis : Mukjizat AlQur'an al Kariem :


*Satu.*

Terdpt keseimbangan kata dgn lawan katanya :

Alhaya' ( hidup ) dan al maut ( mati ) disebut sama sama 145 kali.


Annaf ( manfaat ) dan mudorat disebut dlm jumlah yg sama 50 kali.


Panas dan dingin 4 kali


Kebaikan dan keburukan : 167 kali


Kufur dan Iman, dlm bentuk kata indifinite msg msg 17 kali ... dll


*Dua.*

Kata hari dlm bentuk tunggal berjumlah 365 ( jumlah 1 thn )

Kata hari dlm bentuk jamak berjumlah 30 kali penyebutan ( angka satu bulan )

Kata yg berarti bulan hanya disebut 12 kali menunjukkan jumlah setahun. Dll ...


Apakah semua ini kebetulan ?


Mudah mudahan dgn keterangan sedehana ini bisa meningkatkan kualitas iman kita dari haqqul yakin menjadi ainul yaqin : keyakinan yg sdh terbukti dan tdk bisa dibantah.


Dan dgn anda membagikan ilmu yg sgt penting ini utk diketahui banyak orang, anda pun terhitung tlh melakukan amal jariah yg sgt penting dlm urusan syiar Islam.


Barakallah li wa lakum

Wassalamualaikum w.w.

Tuesday, August 4, 2020

KEMBALINYA SHALAT KE HAGIA SOPHIA DAN MAKIN TINGGINYA SUARA MENUNTUT KEMBALINYA KHILAFAH!

[Soal-Jawab]

KEMBALINYA SHALAT KE HAGIA SOPHIA DAN MAKIN TINGGINYA SUARA MENUNTUT KEMBALINYA KHILAFAH!

Oleh Al-'Alim Al-Jalil Asy-Syaikh Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah 

SOAL :

Kita tahu bahwa Muhamamd al-Fatih rahimahullâh ketika menaklukkan Konstantinopel, ia menjadikan Hagia Sophia sebagai masjid … Dan kita juga tahu bahwa Mushthafa Kamal la’natullâh ‘alayh telah menghilangkan sifat masjid dari Hagia Sophia dan menjadikannya museum … dan pada tahun 2013, Erdogan menolak tuntutan dari kaum Muslim untuk mengembalikan Hagia Sophia sebagai masjid … Kemudian tahun ini, dan berdasarkan instruksi Erdogan, Mahkamah mengeluarkan keputusan mengembalikan Hagian Sophia sebagai masjid … Dan shalat pun ditegakkan di Hagia Sophia pada hari Jumat 24 Juli 2020. Dan gambar-gambar nashrani yang ada di dinding hanya akan ditutupi ketika shalat. Apakah ini mempengaruhi keabsahan shalat? Kemudian dari mana datangnya gambar-gambar ini padahal Hagia Sophia dahulu adalah masjid yang bersih dari semacam itu selama 500 tahun?!

Kita memiliki semacam kerancuan dalam hukum syara’ terkait Hagia Sophia ketika Muhammad al-Fatih menaklukkannya. Yang kami harapkan, dan kami ucapkan terima kasih kepada Anda, adalah penjelasan hukum syara’ tentang tempat-tempat ibadah kaum kafir di negeri-negeri yang ditaklukkan, agar jawaban itu menenteramkan hati kami, dan terima kasih serta penghargaan untuk Anda.

 

JAWAB :

Agar jawaban pertanyaan-pertanyaan itu jelas, kami paparkan perkara-perkara yang berhubungan dan memiliki keterkaitan, disertai penjelasan pandangan syar’iy tentangnya. Kami katakan dengan izin dan taufik dari Allah:

Pertama: telah dinyatakan di dalam pidato kami pada 7 Jumadil Ula 1441 H (2 Januari 2020 M) pada moment peringatan penaklukan Konstantinopel tahun 857 H-1453 H sebagai berikut: [ … Al-Fatih menyerang dan mengepung Konstantinopel mulai 26 Rabiul Awal sampai bisa ditaklukkan pada fajar hari Selasa 20 Jumadul Ula 857 H seperti bulan ini. Artinya, pengepungan berlangsung selama sekitar dua bulan. Ketika memasuki kota sebagai pemenang, al-Fatih turun dari kudanya, berjalan kaki dan bersujud kepada Allah SWT sebagai ungkapan syukur atas kemenangan dan keberhasilan ini. Kemudian al-Fatih menuju gereja Hagia Sophia. Di situ rakyat Bizantiyum dan para rahibnya berkumpul. Al-Fatih memberikan jaminan keamanan kepada mereka. Al-Fatih memerintahkan untuk mengubah gereja Hagia Sophia menjadi masjid. Ia memerintahkan agar didirikan masjid di tempat makam shahabiy yang agung Abu Ayyub al-Anshari yang termasuk dalam barisan gelombang pertama untuk menyerang Konstantinopel dan wafat di sana rahimahullâhu wa radhiya ‘anhu … Al-Fatih yang digelari dengan gelar tersebut setelah penaklukan itu, memutuskan menjadikan Konstantinopel sebagai ibukota negaranya menggantikan Edirne. Ia memberikan sebutan kepada Konstantinopel setelah penaklukannya dengan Islam Bul yakni kota Islam “Dâr al-Islâm” dan kemudian terkenal dengan Istanbul. Kemudian al-Fatih memasuki kota dan menuju Hagia Sophia dan melaksanakan shalat di situ dan menjadi masjid berkat karunia, nikmat dan anugerah Allah … 

Begitulah, terealisir kabar gembira Rasulullah saw yang ada di dalam hadits beliau dari Abdullah bin Amru bin al-‘Ash, ia berkata: “sementara kami ada di sekitar Rasulullah saw, kami sedang menulis, ketika Rasulullah saw ditanya, “kota manakah dari dua kota yang ditaklukkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Roma?” Maka Rasulullah saw bersabda:

«مَدِينَةُ هِرَقْلَ تُفْتَحُ أَوَّلاً، يَعْنِي قُسْطَنْطِينِيَّةَ»

“Kotanya Heraklius ditaklukkan lebih dahulu, yakni Konstantinopel”.

Diriwayatkan oleh imam Ahmad di Musnad-nya dan al-Hakim di al-Mustadrak ‘alâ Shahîhayn dan ia berkata, “ini hadits shahih menurut syarat syaikhayn meski keduanya tidak mengeluarkannya”. Adz-Dzahabi mengomentari di at-Talkhish, “menurut syarat al-Bukhari dan Muslim”. Demikian juga di dalam hadits yang mulia dari Abdullah bin Bisyri al-Khats’amiy dari bapaknya bahwa dia mendengar Nabi saw bersabda:

«لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ فَلَنِعْمَ الْأَمِيرُ أَمِيرُهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ»

“Sungguh Konstantinopel pasti ditaklukkan, maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin penaklukkan itu dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu”.

Abdullah bin Bisyri berkata, “Maslamah bin Abdul Malik memanggilku dan bertanya kepadaku lalu aku sampaikan hadits itu kepadanya lalu dia menyerang Konstantinopel”. Diriwayatkan oleh imam Ahmad. Dinyatakan di Majma’ az-Zawâid komentar terhadapnya, “diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bazar dan ath-Thabarani dan para perawinya tsiqah”… Lalu kabar gembira itu terealisir di tangan pemuda ini, Muhammad al-Fatih yang usianya belum genap 21 tahun, tetapi dia telah dipersiapkan dengan baik untuk itu sejak masa kanak-kanaknya. Bapaknya, Sulthan Murad Kedua menaruh perhatian besar kepadanya. Ia menjadikan Muhammad al-Fatih belajar kepada para ustadz terbaik di masanya, termasuk Ahmad bin Ismail al-Kawrani yang disebutkan oleh as-Suyuthi sebagai pengajar pertama al-Fatih. 

As-Suyuthi berkata tentangnya, bahwa ia “seorang ’alim faqih. Para ulama masanya mengakuinya lebih unggul dan sempurna. Bahkan para ulama masanya menyebutnya Abu Hanifah zamannya”. Demikian juga syaikh ‘Aq Syamsuddin Sanqar yang menjadi orang pertama yang menanamkan di benak Muhammad al-Fatih sejak kecil hadits Rasulullah saw tentang “penaklukan Konstantinopel”. Pemuda itu pun tumbuh besar memusatkan perhatian agar penaklukan itu terealisir melalui tangannya … Allah telah memuliakannya dengan anugerah dan karuniaNya. Dia berhak mendapat pujian Rasulullah saw. Sungguh al-Fatih adalah sebaik-baik panglima …].

Kedua: sejak waktu itu, Hagia Sophia menjadi masjid jami’ islami yang agung menjadi simbol besar pada kaum Muslim. Muhammad al-Fatih dan orang-orang yang punya keahlian pada masanya menghilangkan gambar-gambar yang menyalahi Islam dari dinding dan gambar yang tidak bisa dihapus ditutup dengan cat atau semacamnya. Sehingga Hagia Sophia menjadi masjid yang bersih dan bersinar, yang mana kaum Muslim menunaikan shalat di situ memuji Allah atas kemenangan dan penaklukan yang nyata … 

Hal itu terus berlangsung sampai penjahat abad itu Mushthafa Kamal melarang shalat di masjid ini dan dia mengubahnya menjadi museum melalui keputusan beracun pada 24 November 1934 M … Sebelum itu, Mushthafa Kamal la’natullâh ‘alayh telah menutup masjid sejak 1930 M selama empat tahun: (Hagia Sophia telah ditutup bagi orang-orang yang shalat antara 1930-1935 M disebabkan pekerjaan restorasi yang dilaksanakan atas perintah Mushthafa Kamal pendiri Republik Turki. Selama pekerjaan restorasi, dilakukan beragam pekerjaan restorasi … Setelah itu disusul dengan keputusan Kabinet tertanggal 24 November 1934 M dengan mengubah Hagia Sophia menjadi museum (aa.com.tr/ar/190 – kantor berita Anadul, 11/7/2020 M). Artinya, masjid tersebut terus ditutup selama periode waktu itu. Selama penutupan atau restorasi itu, tidak bisa dijauhkan bahwa telah datang dari negeri Barat orang yang menggambar gambar-gambar itu dan berikutnya Hagia Sophia dibuka sebagai museum pada tahun 1935 M setelah jangka waktu yang disebutkan itu untuk ditampakkan kepada masyarakat bahwa di situ ada jejak-jejak dan gambar-gambar nashrani …! Sebelum itu, Mushthafa Kamal telah melakukan kejahatan besar menghapus al-Khilafah al-Islamiyah pada 1342 H-1924 M. Sebagaimana Mushthafa Kamal dengan brutal memerangi semua seruan untuk mengembalikan al-Khilafah, begitu juga dia melakukan hal yang sama terhadap semua seruan akan kembalinya Hagia Sophia kembali menjadi masjid.

Meski demikian, kaum Muslim terus merasa rindu untuk mengembalikan Hagia Sophia menjadi masjid seperti dahulu. Dinyatakan di website al-Mudun, 26/3/2019 M: [banyak orang Turki terus menantikan hari yang mana “museum Hagia Sophia” kembali menjadi masjid untuk kaum Muslim. (pada 27 Mei 2012 M, ribuan kaum Muslim menunaikan shalat di depan bangunan itu sebagai protes terhadap undang-undang larangan menegakkan syiar-syiar keagamaan di situ. Hal itu bertepatan dengan momen peringatan ke-559 kemenangan sultan Muhammad al-Fatih dan penaklukan Konstantinopel. Orang-orang yang melakukan protes meneriakkan: “patahkan rantai-rantai … buka masjid Hagia Sophia … masjid yang tertawan”). Tekad mereka tidak pernah padam menuntut pembukaan kembali Hagia Sophia sebagai masjid. [Tetapi Erdogan menolak mereka yang menuntut itu ketika dia menjadi perdana menteri pada tahun 2013 bahwa dia tidak akan pernah berpikir mengubah posisi Hagia Sophia… (website al-Mudun)].

Ketiga: tetapi pandangan Erdogan berubah selama kampanye pemilu Parlemen yang diadakan di Turki pada Ahad 31 Maret 2020 M yang mana terjadi penurunan sahamnya. Seolah dia memandang bahwa lonceng konversi Hagia Sophia menjadi masjid akan menaikkan saham pemilu parlemennya. Maka dia pun menyerukan hal itu pada puncak kampanye pemilu: “Presiden Turki Recep Tayep Erdogan mengatakan pada Jumat bahwa penyebutan kembali Hagia Sophia sebagai masjid di Istanbul harus dilakukan, menggantikan sebutan museum, setelah pemilu hari Ahad. Besok dilakukan di Turki pemilu kota, dan Partai Keadilan dan Pembangunan -AKP berharap meraih kemenangan seperti apa yang terjadi pada tahun 2014 … (al-Jazeera.net, Sabtu, 30 Maret 2019). 

Tetapi kaum Muslim paham bahwa kembalinya Hagia Sophia menjadi masjid sebagaimana dahulu merupakan perkara yang berkaitan dengan Islam, Daulah Islam, al-Khilafah. Dahulu Hagia Sophia merupakan masjid yang bersinar Daulah al-Khilafah, simbol kemenangan dan penaklukan yang nyata, realisasi kabar gembira Rasulullah saw yang benar dan terpercaya … Begitulah, yang diinginkan oleh orang-orang Mukmin yang benar: kembali bernaung di bawah panji al-Khilafah, panji lâ ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh, bukan bernaung di bawah panji sekulerisme dan sistem positif buatan manusia! 

Oleh karena itu, kampanye pemilu Erdogan untuk mengembalikan Hagia Sophia menjadi masjid tidak meraih tujuannya sehingga Erdogan kehilangan Istanbul dan Ankara yakni dua kota terbesar di Turki! Dia kalah di hadapan siapa? Di hadapan Partai Popular, para pengikut Mushthafa Kamal yang mengubah Hagia Sophia menjadi museum!! Hal itu karena masyarakat tidak mendapati adanya perbedaan besar di antara partai-partai ini selama keduanya tidak ingin Hagia Sophia bernaung di bawah panji al-Khilafah!

Keempat: Erdogan tidak paham bahwa kembalinya Hagia Sophia menjadi masjid sebagaimana dahulu tidak membuahkan hasilnya dan tidak mendukungnya dengan popularitas kecuali jika dikaitkan dengan kembalinya al-Khilafah. Meski dia melihat sendiri hal itu di dalam hasil pemilu, namun ia terus menempuh jalan yang sama! Begitulah. Berdasarkan instruksi dan keinginannya, Mahkamah Tinggi Turki mengeluarkan keputusan pada 10 Juli 2020 untuk mengubah museum Hagia Sophia di kota Istanbul kembali menjadi masjid tanpa menyebutkan keterkaitan hal itu dengan kembalinya al-Khilafah. Dan berikutnya dilaksanakan shalat Jumat pada 24 Juli 2020 seraya tetap bertahannya sistem sekuler dan hukum positif berkibar di atas masjid Hagia Sophia!!

Shalat hari itu menyingkap betapa besar kerinduan kaum Muslim kepada kembalinya al-Khilafah dan kembalinya Hagia Sophia sebagai masjid sebagaimana dahulu selama 500 tahun. Hal itu tampak jelas dalam kegembiraan sebagian besar masyarakat dengan apa yang dikatakan oleh khatib Jumat itu, Eli Erbas kepala urusan keagamaan Turki pada 3 Dzulhijjah 1441 H-24 Juli 2020 M di masjid Hagia Sophia ketika kembali dilaksanakan shalat di situ setelah 90 tahun ditutup dari pelaksanaan shalat … Khususnya ketika dia berkata; “sungguh pujian yang agung dan syukur kita panjatkan kepada Rabb kita azza wa jalla yang menjadikan kita bertemu dan berkumpul pada semisal hari bersejarah yang mulia ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasul kita yang paling mulia yang telah menyampaikan kabar gembira dengan sabda beliau:

«لَتُفتَحَنَّ القُسْطَنْطينيَّةُ؛ فَلَنِعْمَ الْأَمِيرُ أَمِيرُهَا، وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ»

“Sungguh, Konstantinopel pasti ditaklukkan, maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin penaklukan itu dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu”.

Dan salam semoga tercurahkan kepada para sahabat beliau yang dimuliakan yang telah keluar berjihad di jalan Allah mencari tercapainya kabar gembira ini dan yang terdepan adalah Abu Ayyub al-Anshari radhiyallâh ‘anhu yang dianggap sebagai pembangun maknawi Istanbul, dan juga kepada siapa saja yang menyusuri jejak mereka dan kepada semua syuhada dan prajurit kita yang menjadikan Anadul sebagai rumah bagi kita dan melindunginya dan mempercayakan kepada kita untuk menjaganya.

Dan salam semoga tercurahkan kepada Aq Syamsuddin pemilik ilmu dan kebijaksanaan yang meniupkan ke dalam hati sultan Muhammad al-Fatih kecintaan penaklukan, dan mengimami shalat pada shalat pertama di masjid jami’ Hagia Sophia pada 1 Juni 1453 M. dan salam semoga tercurahkan kepada amir, seorang pemuda cerdas dan sultan al-Fatih Muhammad Khan … yang dengan karunia Allah ‘azza wa jalla dan pertolonganNya berhasil menaklukkan Istanbul … dan salam juga semoga tercurahkan kepada arsitek besar Ma’mar Sinan yang menghiasai Hagia Sophia dengan menara adzan …

Sungguh Hagia Sophia merupakan simbol penaklukan dan amanah Sang Penakluk (al-Fatih). Sultan al-Fatih Muhammad Khan mewakafkan tempat itu dan menjadikannya wakaf dengan sifatnya sebagai masjid sampai hari Kiamat dan meninggalkannya dalam perjanjian dengan kaum Mukmin. Di dalam keyakinan kita, kepemilikan wakaf tidak bisa disentuh. Dan tidak butuh syarat pihak yang mewakafkan kepemilikan ini. Dan orang yang melanggarnya layak mendapat laknat. Oleh karena itu, Hagia Sophia sejak waktu itu sampai hari kita bukan hanya tempat suci negeri kita saja, tetapi juga tempat suci umat Muhammad saw … (aa.com.tr/ar/192, Istanbul, al-Anadul, 24 Juli 2020 M).

Kelima: persepsi-persepsi Islam bergerak di hati kaum Muslim, khususnya ketika mereka mendengar kabar gembira Rasulullah saw dengan penaklukan Konstantinopel. Mereka paham bahwa pemerintahan Islam lah yang menaklukkan Konstantinopel dan menjadikan Hagia Sophia sebagai masjid. Istanbul dan masjidnya Hagia Sophia tetap menjadi markas al-Khilafah Utsmaniyah sekira 500 tahun. Oleh karena itu, persepsi-persepsi al-Khilafah bergerak di hati mereka, bahkan diumumkan di sebagian media sebagaimana di majalah Ghersik Hayat – al-Hayah al-Haqîqiyah. 

Majalah Ash-Sharqu al-Awsath pada Selasa, 7 Dzulhijjah 1441 H-28 Juli 2020 menyebutkan: [sementara itu majalah Ghersik Hayat – al-Hayah al-Haqîqiyah pada nomor barunya yang terbit pada kemarin secara langsung menyerukan pendeklarasian al-Khilafah di Turki. Majalah tersebut dalam sampulnya berbahasa arab melansir: “jika tidak sekarang lalu kapan?]. Yang wajib adalah Erdogan menyambutnya, dan bukannya malah juru bicara partainya menentang hal itu: “Ankara –Zaman at-Turkiyah– Juru bicara Partai Keadilan dan Pembangunan -AKP yang berkuasa di Turki Amru Chalik mengecam kontroversi yang mencuat pasca pembukaan masjid Hagia Sophia menyusul seruan pendeklarasian al-Khilafah. 

Majalah Ghersik Hayat – al-Hayah al-Haqîqiyah yang terbit hari itu dalam nomornya melansir di sampulnya ungkapan yang menyerukan dihidupkannya kembali al-Khilafah al-Islamiyah. Chalik menjelaskan bahwa Turki adalah negara hukum demokrasi, sekuler dan sosial. Dia menyatakan bahwa merupakan kesalahan menciptakan polarisasi politik tentang sistem politik Turki … Dia melanjutkan: “saya berdoa memohonkan belas kasihan untuk komandan perang kemerdekaan dan pendiri republik serta presiden pertamanya, Mushthafa Kamal Ataturk dan seluruh komandan perang kemerdekaan. Kita akan melanjutkan langkah damai dan tegas menuju keinginan bangsa kita dengan kepemimpinan terampil presiden kita. Seruan kami bersama bangsa dan tujuan kita adalah negeri yang bersatu. Hidup Republik Turki” … (Zaman at-Turkiyah, 28/7/2020 M). Begitulah, juru bicara atas nama partai berkuasa menyingkap bahwa perkara itu bukan karena Allah tetapi untuk tujuan duniawi yang cepat hilang!

Bukan begitu ya Presiden, onta digembalakan! Setiap muslim yang benar dalam Islamnya bergembira dengan kembalinya Hagia Sophia kembali menjadi masjid. Namun setiap muslim yang benar dalam Islamnya juga menginginkannya sebagaimana hal itu dimulai oleh Muhammad al-Fatih sebagai alamat kemenangan dan penaklukan yang nyata, cahaya yang bersinar di dalam sejarah al-Khilafah Utsmaniyah, al-Khilafah al-Islamiyah, perealisasian kabar gembira Rasulullah saw … Begitulah yang diinginkan oleh setiap orang muslim yang benar dalam islamnya, yakni sebagai masjid yang bersinar, di atasnya dikibarkan panji Islam, panji pemerintahan Islam, panji al-Khilafah yang telah menaunginya sekira 500 tahun, bukan kembalinya Hagia Sophia sebagai masjid karena tujuan pemilu yang selintas akan lenyap, baik pemilu kota atau parlemen! yang bernaung dengan panji sekulerisme dan hukum positif yang melayani kepentingan kaum kafir imperialis dan bukan melayani kepentingan Islam dan kaum Muslim!

Keenam: adapun apa yang ada di akhir pertanyaan, (di kami menjadi ada sesuatu kekacauan tentang hukum syara’ terkait Hagia Sophia ketika Muhamamd al-Fatih membukanya, dan yang kami harapkan, dan kami ucapkan terima kasih kepada Anda, adalah penjelasan hukum syara’ tentang tempat-tempat ibadah kaum kafir di negeri yang ditaklukkan, agar jawaban itu menenteramkan hati kami …).

Ya akhiy, tidak ada kekacauan tentang hukum syara’ di situ. Hingga meski di situ ada beberapa pandangan berbeda pada sebagian cabang menurut para fukaha kaum Muslim, maka itu menurut apa yang menjadi ghalabah azh-zhann mereka berdasarkan pemahaman mereka yang rajih untuk dalil-dalil syara’ yang sah digunakan berhujjah menurut mereka. Oleh karena itu tidak ada kekacauan …

Adapun masalah ini, maka itu bukanlah hal baru. Bahkan para fukaha telah membahasnya, dan dengan merenungkannya secara benar menjadi jelas hal-hal berikut:

Negeri-negeri yang ditaklukkan tidak keluar dari satu di antara kondisi-kondisi ini:

1- Yang dirancang dan didirikan oleh kaum Muslim seperti Kufah, Bashrah, Wasith dan semisalnya, maka di situ tidak boleh ada pembangunan gereja dan biara. Ahlu adz-Dzimmah tidak diberi kemungkinan, seandainya mereka memasuki negeri itu untuk berjual beli… dll, mereka tidak diberi kemungkinan untuk meminum khamr, memakan daging babi sebab itu adalah dar al-Islam yang didirikan oleh kaum Muslim … Hal itu karena sabda Rasul saw:

«لاَ تُبْنىَ بِيْعَةٌ فِي الْإِسْلاَمِ وَلاَ يُجَدَّدُ مَا خَرَبَ مِنْهَا»

“Tidak boleh dibangun biara di dalam al-Islam dan yang sudah hancur tidak diperbarui”.

Dikeluarkan oleh ‘Alauddin al-Burhan Fawriy (w. 975 H) di Kanzu al-‘Umâl fî Sunan al-Aqwâl wa al-Af’âl dari Ibnu ‘Asakir dari Umar. Demikian juga telah dikeluarkan oleh as-Suyuthi di al-Jâmi’ al-Kabîr. Ibnu ‘Abbas berkata menurut riwayat Ikrimah dari Ibnu Abbas:

«أَيُّمَا مِصْرٍ مَصَّرَتْهُ الْعَرَبُ فَلَيْسَ لِلْعَجَمِ أَنْ يَبْنُوا فِيهِ بِنَاءً، أَوْ قَالَ: بِيعَةً»، أخرجه ابن أبي شيبة في مصنفه

“Kota manapun yang dibangun oleh orang Arab, maka orang non arab (‘ajam) tidak boleh membangun bangunan di situ atau biara” (HR Ibnu Abiy Syaibah di Mushannaf-nya).

2- Negeri yang ditaklukkan oleh kaum Muslim secara damai (shulhan). Maka hukum tentang biara dan gereja mengikuti perdamaian dengan mereka. Dan yang lebih utama, mereka diikat perdamaian menurut perjanjian yang dilakukan Umar bin al-Khathab ra tahun 15 H – 638 M dalam Perjanjian al-‘Umariyah (al-‘Ahdah al-‘Umariyah) untuk penduduk Iliya’ (al-Quds) ketika kaum Muslim menaklukkannya.

3- Apa yang ditaklukkan oleh kaum Muslim melalui perang (‘anwatan), maka tidak boleh dibangun sesuatu pun dari hal itu (tempat ibadah kaum kafir) di situ. Sebab negeri itu menjadi milik kaum Muslim. Dan yang sudah ada sejak sebelum penaklukan maka di situ ada dua pendapat:

Pertama, bahwa dengan penaklukan melalui perang maka itu menjadi negeri yang dimiliki oleh kaum Muslim, Dar al-Islam. Maka tidak boleh di situ ada biara atau gereja seperti halnya negeri yang dirancang oleh kaum Muslim.

Kedua, bangunan-bangunan tempat ibadah mereka boleh tetap dipertahankan sebab dalam hadits Ibnu ‘Abbas yang dikeluarkan oleh Ibnu Abiy Syaibah di dalam Mushannaf-nya:

«أَيُّمَا مِصْرٍ مَصَّرَتْهُ الْعَجَمُ يَفْتَحُهُ اللَّهُ عَلَى الْعَرَبِ وَنَزَلُوا يَعْنِي عَلَى حُكْمِهِمْ فَلِلْعَجَمِ مَا فِي عَهْدِهِمْ…»

“Kota manapun yang dibangun oleh orang non arab yang Allah taklukkan melalui tangan orang arab dan mereka menempatinya menurut hukum mereka maka bagi orang non arab (‘ajam) apa yang ada di dalam perjanjian mereka …”.

Dengan itu, maka perkaranya kembali kepada sang penakluk yang menaklukkan negeri melalui perang sesuai pandangannya untuk kemaslahatan Islam dan kaum Muslim serta pemeliharaan urusan rakyat kaum Muslim dan ahlu adz-dzimmah …

Dan karena topik Konstantinopel masuk dalam bab penaklukan melalui perang maka akan saya kutipkan pendapat sebagian fukaha untuk makin menenteramkan:

a- Dinyatakan di Mughni al-Muhtâj ilâ Ma’rifati Alfâzh al-Minhâj karya Muhammad asy-Sayrbini w. 977 H dalam menjelaskan matan Minhâj ath-Thâlibîn karya imam Nawawi w. 676 H:

[(dan kita larang mereka membangun gereja di negeri yang kita bangun atau penduduknya masuk Islam atasnya. Dan apa yang ditaklukkan ‘anwatan (melalui perang), tidak boleh mereka mengadakannya di situ, dan mereka tidak diizinkan atas gereja yang ada di situ menurut yang lebih sahih, atau yang ditaklukkan secara damai (shulhan) dengan syarat tanah menjadi milik kita dan syarat mereka menempatinya dan gereja mereka dipertahankan, maka itu boleh. Dan jika dimutlakkan maka yang lebih shahih adalah dilarang atau untuk mereka disetujui dan untuk mereka boleh mengadakannya, dalam pendapat yang lebih shahih).

Syarah: “dan kita melarang mereka” secara wajib “mengadakan gereja” dan biara dan kuil untuk para rahib dan rumah api untuk orang Majusi “di negeri yang kita adakan” … “atau” negeri “yang penduduknya masuk Islam atasnya” … “dan apa” yakni negeri yang “ditaklukkan dengan perang” seperti Mesir, Ashbahan dan Maroko “mereka tidak boleh mengadakannya di situ” sebab kaum muslim memilikinya dengan penguasaan sehingga terhalang untuk dijadikan gereja dan sebagaimana tidak boleh gereja diadakan di situ atau dibangun baru juga tidak boleh dikembalikan jika hancur “dan mereka tidak diijinkan atas gereja yang ada di situ dalam pendapat yang lebih shahih” karena alasan yang sudah dipaparkan … dan yang kedua mereka disetujui sebab kemaslahatan menuntut hal itu. Dan yang menjadi obyek perbedaan pendapat adalah dalam apa yang sudah berdiri ketika ditaklukkan …].

b- Dinyatakan di Fathu al-Qadîr karya Kamaluddin Muhammad yang dikenal dengan Ibnu al-Humam (w. 861 H) fikih hanafi:

[yang kedua, apa yang ditaklukkan oleh kaum muslim dengan perang maka di situ tidak boleh diadakan (dibangun baru) sesuatu (tempat ibadah kaum kafir) menurut ijmak. Dan sesuatu yang ada di situ dari hal itu (tempat ibadah kaum kafir) apakah wajib dihancurkan? Maka berkata Malik dan asy-Syafi’iy dalam satu pendapat dan Ahmad dalam satu riwayat: wajib. Dan menurut kami, dijadikan sebagai dzimmah perkara mereka adalah gereja mereka dijadikan tempat tinggal dan shalat mereka di situ dilarang tetapi tidak dihancurkan, dan itu adalah pendapat asy-Syafi’iy dan satu riwayat dari Ahmad sebab para sahabat menaklukkan banyak negeri dengan perang tetapi mereka tidak menghancurkan gereja dan tidak pula negeri dan tidak dinukilkan hal itu sama sekali].

c- Dinyatakan di al-Mughni karya Ibnu Qudamah w. 620 H:

[Bagian kedua, apa yang ditaklukkan oleh kaum Muslim dengan perang, maka tidak boleh diadakan -dibangun baru- sesuatu pun dari yang demikian itu di situ, sebab itu menjadi milik kaum Muslim. Sedangkan apa yang ada di situ maka ada dua pendapat. Pertama, wajib dihancurkan dan haram tetap dipertahankan sebab itu merupakan negeri yang dimiliki oleh kaum Muslim sehingga di situ tidak boleh ada biara seperti negeri yang dirancang oleh kaum Muslim. Dan kedua, adalah boleh, sebab di dalam hadits Ibnu ‘Abbas:

أَيُّمَا مِصْرٍ مَصَّرَتْهُ الْعَجَمُ، فَفَتَحَهُ اللَّهُ عَلَى الْعَرَبِ، فَنَزَلُوهُ، فَإِنَّ لِلْعَجَمِ مَا فِي عَهْدِهِمْ

“Kota manapun yang dibangun orang non arab (‘ajam) dan ditaklukkan oleh Allah melalui orang arab dan mereka menempatinya maka untuk orang non arab apa yang ada di dalam perjanjian mereka”].

Ketujuh: atas dasar itu maka jawaban pertanyaan yang ada di pertanyaan dengan ringkas adalah sebagai berikut:

1- Jika negeri itu ditaklukkan secara damai melalui perjanjian maka itu menurut syarat-syarat perdamaian. Dan yang lebih utama adalah seperti yang ada di dalam Perjanjian Umariyah ketika Baitul Maqdis ditaklukkan …

2- Jika negeri itu ditaklukkan dengan perang maka perkaranya kembali kepada penguasa Muslim yang menaklukkan, dia mempertahankannya untuk ibadah mereka atau tidak mempertahankannya untuk ibadah mereka, sesuai apa yang diadopsi penguasa Muslim itu dari sisi kemaslahatan Islam dan kaum Muslim dan dari sisi pemeliharaan urusan kaum Muslim dan ahlu adz-dzimmah.

3- Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh Muhammad al-Fatih rahimahullah wa radhiya ‘anhu dengan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid adalah bagian dari kewenangan dia, sebab negeri itu ditaklukkan dengan perang.

4- Ada riwayat-riwayat yang memberi pengertian bahwa Muhammad al-Fatih membayar kepada Paus Roma Ortodoks harga pembelian Hagia Sophia, dari sisi perlakuan yang baik terhadap ahlu az-dzimmah, yakni Nashrani di Istanbul. Dan beberapa dokumen historis menurut riwayat-riwayat itu menegaskan bahwa Sultan Muhammad Kedua yang dikenal dengan Muhammad al-Fatih membayar harga pembelian yang disebutkan itu [dari harta pribadinya dan bukan dari harta negara, dan beliau mencatatnya dengan stempel kepemilikan pribadi atas namanya sendiri dan perkara itu didokumentasikan melalaui kontrak jual beli dan pelepasan kepemilikan serta pembayaran jumlah itu dengan bukti pembayaran. Hal itu setelah penaklukan kota Konstantinopel selama masa pemerintahannya untuk Daulah Utsmaniyah. Kemudian beliau membuat pintu-pintu properti untuk kemaslahatan yayasan sebagai wakaf atas nama Abu al-Fatah as-Sulthan Muhammad …]. Dan baik riwayat-riwayat itu shahih atau di situ ada masalah dari sisi pembelian, maka penguasa yang memerintah dengan Islam jika dia menaklukkan negeri kaum kafir melalui perang maka dia boleh mempertahankan tempat-tempat ibadah mereka dan dia juga boleh tidak mempertahankannya sebagaimana yang telah dijelaskan di atas …

5- Adapun tentang keabsahan shalat dengan adanya gambar-gambar di dinding dan cukup dengan menutupinya ketika shalat, maka selama itu ditutup maka shalat itu sah … Tetapi tidak boleh dibuka setelah shalat dan negara berdosa besar dengan pembukaan itu. Hukum syara’ dalam hal itu adalah haramnya gambar di dinding masjid atau tempat manapun di situ. Dan jika ada gambar, maka wajib dihilangkan. Dan jika tidak bisa dihilankan karena suatu sebab maka wajib ditutup secara final menggunakan wasilah yang tepat tidak bisa lagi dibuka. Di antara dalil-dalilnya:

– Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas ra.:

«أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ لَمَّا رَأَى الصُّوَرَ فِي الْبَيْتِ “يعني الكعبة” لَمْ يَدْخُلْ حَتَّى أَمَرَ بِهَا فَمُحِيَتْ…»

“Nabi saw ketika melihat gambar di al-Bayt “yakni Ka’bah”, beliau tidak masuk sampai beliau memerintahkan gambar itu lalu dihapus …”.

Ibnu Hibban juga telah mengeluarkannya di Shahîhnya.

– Imam Ahmad telah mengeluarkan di Musnadnya dari Jabir bin Abdullah:

«أَنَّ النَّبِىَّ ﷺ نَهَى عَنِ الصُّوَرِ في الْبَيْتِ وَنَهَى الرَّجُلَ أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ وَأَنَّ النَّبِىَّ ﷺ أَمَرَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ زَمَنَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِالْبَطْحَاءِ أَنْ يَأْتِي الْكَعْبَةَ فَيَمْحُوَ كُلَّ صُورَةٍ فِيهَا وَلَمْ يَدْخُلِ الْبَيْتَ حَتَّى مُحِيَتْ كُلُّ صُورَةٍ فِيهِ»

“Nabi saw melarang gambar di al-Bayt dan melarang orang melakukan itu (membuat gambar) dan bahwa Nabi saw memerintahkan Umar bin al-Khaththab pada waktu penaklukan Mekah dan dia ada di al-Bathha’ agar mendatangi Ka’bah lalu dia menghapus semua gambar di Ka’bah dan Nabi saw tidak masuk ke dalam Ka’bah sampai semua gambar di situ dihapus”.

Al-Baihaqi juga telah mengeluarkannya di as-Sunan al-Kubrâ.

Atas dasar itu, maka haram menempatkan gambari di masjid atau mushalla di semua waktu, bukan hanya ditutup waktu shalat dan dibuka kembali setelah shalat. Penguasa berdosa menyalahi hal itu.

Penutup, saya berdoa kepada Allah SWT agar menyegerakan tegaknya al-Khilafah melalui tangan-tangan para pejuangnya dari kaum Muslim sehingga terealisir melalui tangan al-Khilafah semua yang dikabargembirakan oleh Rasulullah saw berupa pembebasan bumi yang diberkahi dari najis Yahudi, dan Roma ditaklukkan setelah Konstantinopel telah ditaklukkan sebelumnya, dan berikutnya bumi kembali disinari dengan kemuliaan Islam dan panji Islam berkibar di atas panji-panji yang lainnya.

﴿وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ﴾

“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (TQS Yusuf [12]: 21).

 

Hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah) 1441 H

30 Juli 2020 M

(Sumber : Mediaumat.News)

https://www.facebook.com/1704790693100281/posts/2698409953738345/

Amanah , istikhlaf dan Khilafah

AMANAH, ISTIKHLAF, DAN KHILAFAH

Ustadz Utsman Zahid As Sidani

1. AMANAH AGUNG

Allah menitipkan "Amanah Agung" kepada manusia. Sebuah amanah yang tidak mampu dipikul oleh langit, bumi, maupun gunung-gunung yang sangat besar. Di saat yang sama Dia pun akan membalas dengan surga bagi orang-orang yang dapat menunaikan amanah tersebut. Sebaliknya akan mengadzab mereka yang  gagal melaksanakannya. Hal ini ia tegaskan dalam firman-Nya (QS. Al-Ahzab 72-73): 

(إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا. لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا) 

++++

Yang dimaksud "Amanah" di sini menurut Jumhur Mufassirin, adalah aemua perintah dan larangan agama. Dengan kata lain, "amanah" ini tak lain adalah Syari'at Islam; akidah dan hukum-hukum Islam, baik yang menyangkut urusan ibadah maupun muamalah, individu maupun masyarakat dan negara.  Hal ini sebagaimana dikatakan oleh al-Qurthubi (al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, 14/252):

الأمانة تعم جميع وظائف الدين على الصحيح من الأقوال ، وهو قول الجمهور. 
"Menurut pendapat yang shahih, Amanah (di sini) mencakup semua tugas-tugas (perintah-perintah dan larangan) agama. Inilah pendapat mayoritas (jumhur) ulama".

Sebelumnya, at-Thabari juga telah merajihkan makna di atas. Beliau mengatakan (Tafsir At-Thabari, 20/342):

وأولى الأقوال في ذلك بالصواب ما قاله الذين قالوا: إنه عُنِي بالأمانة في هذا الموضع: جميع معاني الأمانات في الدين وأمانات الناس وذلك أن الله لم يخص بقوله (عَرَضْنَا الأمَانَةَ) بعض معاني الأمانات لما وصفنا
"Pendapat yang paling dekat pada kebenaran, di antara sekian pendapat, adalah apa yang dikatakan oleh mereka yang mengatakan: [Yang dimaksud amanah di sini sesungguhnya adalah semua arti amanah dalam agama dan manah-amanah manusia]. Hal ini karena, dengan firman-Nya " aradhna al-amanat", Allah tidak mengkhususkan sebagian amanah saja, karena alasan yang telah kami kemulakan".

Oleh sebab itu, Imam Ibn Asyur (At-Tahrir wa at-Tanwir, jilid 9/129) mengatakan:
والمتبادر من هذه المحامل أن يكون المراد بالأمانة حقيقتها المعلومة وهي الحفاظ على ما عهد به ورعيه والحذر من الإخلال به سهوا أو تقصيرا ، فيسمى تفريطا وإضاعة ، أو عمدا فيسمى خيانة وخيسا.. 
"Dari semua kemungkinan-kemungkinan di atas, secara spontanitas nampak bahwa yang dimaksud adamah adalah esensi amah yang telah difahami. Yakni menjaga apa yang dititipkan kepadanya dan waspada agar jangan sampai menciderai amanah tersebut karena lupa atau karena abai, sehingga disebut gegabah dan sembrono, atau karena sengaja sehingga disebut khianat..". 

=====

2. ISTIKHLAF

Jika kita merujuk pada ayat-ayat yang lain, "amanah agung" di atas dapat kita fahami sebagai "istikhlaf", yakni dijadikannya manusia sebagai pihak yang bertanggung jawab memakmurkan, mengurus, dan mengatur bumi ini. Ayat-ayat yang dimaksud adalah - diantaranya - firma Allah _subhanahu wata'ala _:

إني جاعل في الأرض خليفة (البقرة: ٣٠)

(هو الذي جعلكم خلائف في الأرض )(فاطر:39)

(ويستخلف ربي قوماً غيركم )( هود:57).

(وهو الذي جعلكم خلائف الأرض )(الأنعام:165).

(واذكروا إذ جعلكم خلفاء من بعد قوم نوح )( الأعراف:69).

(واذكروا إذ جعلكم خلفاء من بعد عاد وبوأكم في الأرض )(الأعراف:74).

( أمن يجيب المضطر إذا دعاه ويكشف السوء ويجعلكم خلفاء الأرض (النمل:62).

(وعد الله الذين آمنوا منكم وعملوا الصالحات ليستخلفنهم في الأرض )(النور:55).

(إن يشأ يذهبكم ويستخلف من بعدكم ما يشاء )(الأنعام:133).

(ليستخلفنهم في الأرض كما استخلف الذين من قبلهم )(النور:55).

(قال عسى ربكم أن يهلك عدوكم ويستخلفكم في الأرض )(الأعراف:129).

(يا داود إنا جعلناك خليفة في الأرض فاحكم بين الناس بالحق )(ص:26).

++++

Semua ayat di atas mengaitkan kata yang musytaq dari خلف, dengan pemberian posisi di muka bumi. Itu artinya, manusia ini Allah titahkan di muka bumi untuk mengemban tugas dari Allah. Sebab Allah menegaskannya sebagai khalifah, mustakhkaf, atau istikhlaf, yang kesemuaannya memberikan pengertian bahwa keberadaan manusia di muka bumi untuk mengatur dan mengurus berbagai urusan di muka bumi, sebagai amanah dari Allah, bukan atas kehendaknya sendiri. Oleh sebab itu, Allah tidak melepaskannya begitu saja.  Allah memberikan batasan dengan aturan-Nya. Itulah mengapa Allah berfirman kepada Dawud AS.  
... فاحكم بين الناس بالحق
Maka putuskanlah/perintahlah/aturlah di antara manusia dengan al-Haqq. 

Az-Zamakhsyari (Al-Kasysyaf: 3/650) saat menafsirkan kata الحق pada ayat di atas mengatakan:
أي بحكم الله تعالى
"Yakni dengan hukum Allah ta'ala". 

Senada dengan Az-Zamakhsyari, Imam Ibn Katsir (Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, 3/38) mengatakan: 
هذه وصية من الله عز وجل لولاة الأمور أن يحكموا بين الناس بالحق المنزل من عنده تبارك وتعالى ولا يعدلوا عنه فيضلوا عن سبيله... 
"Ayat ini merupakan pesan dari Allah _ 'Azza wa Jalla _kepada para penguasa agar mereka memutus/mengatur/memerintah di antara manusia dengan kebenaran yang turun dari sisi Allah _Tabaraka wa Ta'ala _ dan agar mereka tidak berpaling darinya, sehingga tersesat dari jalan-Nya". 

+++++

Penggunaan kata "Khalifah" "istikhlaf", atau " khulafa", merupakan isyarat bahwa Allah tidak mengizinkan manusia mengatur bumi ini dengan istibdad, semena-mena sesuka hati dan seleranya. Di sini salah satu titik perbedaan Khalifah dengan raja atau kepala negara dalam sistem apapun selain Islam. Sebab, raja akan bertindak istibdad atas nama pribadi, sementara presiden (dalam sistem Demoktasi) misalnya, akan bertindak istibdad atas nama rakyat. Intinya sama: Istibdad = semena-mena karena membuat aturan sendiri, bukan dari Allah. 

++++

3. KHILAFAH

Kemudian, jika kita perhatikan "amanah" berupa "istikhlaf fil ardh" diikat  dengan pelaksanaan syari'at Allah, meski seruan ditujukan kepada manusia secara umum, seperti kita fahami dari kaf khithab dalam bentuk jamak dinatas, sebagai manusia --dan ini sudah menjadi sunnatullah -- membutuhkan seorang pemimpin dalam melaksanakan syariat Allah tersebut. Oleh sebab itu, Allah selalu mengangkat para nabi untuk memimpin manusia. Bahkan, untuk Bani Isra'il, Rasul tegaskan: 
كانت بنوا إسرائيل تسوسهم الأنبياء، كلما هلك نبي خلفه نبي
Dulu Bani Isra'il dipimpin oleh para Nabi. Setiap seorang Nabi wafat, maka digantikan oleh Nabi yang lain. (HR. Muslim)

Ini menunjukkan bahwa tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi tidak akan terlaksana tanpa kepemimpinan yang mengatur, mengarahkan, mengorganisir manusia dalam menjalankan syariat Allah. 

Maka sangat logis jika Nabi saw. kemudian melanjutkan sabdanya --mengingat beliau adalah nabi terakhir --: 
وإنه لا نبي بعدي وستكون خلفاء فتكثر . 
"Dan sesungguhnya tidak ada Nabi setelahku. Dan akan ada para khalifah, maka jumlah mereka banyak". (HR. Muslim) 

Dan Nabi saw. saat ditanya para sahabat, pun menegaskan agar manusia membaiat khalifah:
فوا بيعة الأول فالاول
Penuhilah baiat yang pertama, lalu yang pertama.. (HR. Muslim). 

Begitulah sunnatullah pada kaum terdahulu, dan sunnatullah sekaligus perintah-Nya untuk umat Muhammad. 

++++

Maka sangat rasional, sangat tepat, dan sangat konseptual ketika para ulama menjadikan QS. Al-Baqarah (30) dan Shad (26) sebagai dalil wajibnya mengangkat seorang Khalifah berangkatbdari dalalah al-iltizam. Misalnya Imam al-Qurthubi (1/263) yang mengatakan:
إن هذه الآية أصل في نصب إمام وخليفة يسمع له ويطاع لتجتمع به الكلمة وتنفذ به أحكام الخليفة
 Sesungguhnya ayat ini adalah dasar (dalil) dalam pengangkayatan seorang Imam, Khalifah, yang didengar dan ditaati, agar kesatuan terwujud dan hukum-hukum terkait Khalifah dapat dilaksanakan. 

Hal ini kemudian diikuti oleh Imam Ibn Katsir (1/112) yang mengatakan: 
وقد استدل القرطبي وغيره بهذه الآية على وجوب نصب الخليفة ليفصل بين الناس فيما يختلفون فيه ويقطع تنازعهم وينتثر لمظلومهم من ظالمهم ويقيم الحدود ويزجر عن تعاطي الفواحش إلى غير ذلك من الأمور المهمة التي لا يمكن إقامتها إلا بالإكام، وما لا يتم الواجب إلا به فهوا واجب. 

++++
 

Kita faham atau tidak bagaimana istidlal mereka dengan dua ayat di atas, itu urusan lain. Tapi bersikap jumawa mengatakan al-Qur'an sama sekali tidak menyebut-nyebut konsep Khilafah adalah kebodohan kuadrat (jahl murakkab). 

+++++

Dari paparan di atas, juga berdasarkan dalil-dalil yang lain, serta fakta kini maupun dulu, misi istikhlaf di muka bumi yang Allah tetapkan atas manusia tak mungkin terwujud dengan sempurna kecuali dengan adanya Khilafah sebagai sistem kepemimpinan yang menerapkan syari'at Islam di batas-batas wilayah kekuasannya dan mengemban risalah Islam ke penjuru dunia. 

Karena itu, wajibnya Khilafah dan wajibnya mengangkat seorang Khalifah bagi kaum Muslim merupakan perkara yang maklum dari syariat Islam, dan tidak ada pendapat syar'iy manapun selain ini. Para imam dan Ulama telah sepakat atas wajibnya mengangkat seorang khalifah bagi kaum Muslim. Dalil-dalilnya di dalam kitab fiqh. Hal ini termasuk perkara yang telah fix, masyhur, dan terlaly banyak untuk disebutkan di dalam ruangan kajian ini, andai tidak ada serangan brutal dan dengki terhadapnya. (Dr. Mahmud Abdul Hadi Faur, Min Kitab Nizham al-Hukm fi al-Islam bayn at-Tsawabit wa al-Mutaghayyirat, hal. 18)

++++

Oleh karena itu, sebuah kebodohan bila kita menganggap sistem Khilafah tidak cocok untuk negeri ini! Bagaimana ada hukum Allah tidak cocok untuk satu negeri? di mana kalau begitu sifat universal Islam? Kita simpan di mana firman Allah: 
وما أرسلناك إلا كافة للناس!!
Dan tidaklah kami mengutusmu kecuali untuk seluruh manusia!!

+++

Jika pun kita tidak setuju dengan beberapa hukum hasil ijtihad para ulama yang merupakan hukum derivasi (furu') dari hukum Khilafah ini, misalnya al-Mawardi yg membolehkan jabatan Mu'awin Tanfidz diduki oleh seorang Non Muslim (lihat: Al-Ahkam as-Sulthaniyyah, hal. 57), sementara an-Nabhani mensyaratkan Islam untuk menduduki jabatan ini. ---- Jika pun kita tidak sepakat dengan pendapat bersifat cabang seperti ini, jelas sebuah kebodohan bila hal ini menjadi alasan kita menolak seruan kepada Khilafah oleh An-Nabhani dan murid-muridnya, lalu kita tuduh: "Heleh, paling-paling Itu Khilafah Nabhaniyah, bukam Khilafah Islamiyah!!". 

Logika sederhana, jika ada seorang muadzin di suatu masjid yamg menyerukan " hayya 'ala as-shalaah...", dan kebetulan dia dan imam masjidntersebut  berbeda mazhab dengan kita, apakah lantas kita akan mengatakan: "Gak sudi, shalat apa, paling2 shalat ala Syafi'i! Ala Hanafi! Ala Maliki! bukan Ala Nabi!!!". Sungguh nalar kita, yang selama mengklaim ahli baca kitab gundul, benar-benar tumpul oleh kebodohan akibat hawa nafsu atau fanatisme buta. 

+++ 

Jahl super murakkab lainnya adalah menuduh kaum Muslim yang menyerukan penerapan syariat Allah secara menyeluruh dan penegakan Khilafah sebagai upaya menyambut kekuasaan dajjal, dengan alasan bahwa khilafah yang mereka serukan nantinya akam bersifat global, dari Maroko hingga Merauke, sementara Dajjal di akhir zaman kekuasannya juga mencakup seliruh dunia!! 

Mughlathah Manthqiyah (
logical fallacy) jika dihadapkan dengan  fakta dalil-dalil syara' tidak lebih seperti ular-ular hasil sihir tukang sihir Fir'aun dihadapkan tongkat Mu'jizat Mabi Musa _'alayhissalam.  Nampak bagi yang tidak berfikir. Namun jelas ngaco bagi yang sedikit saka menggunalan akal fikirnya. 

++++

Tak kalah jahl-nya kita yang bergelayutan benang-benang rapuh melebihi kerapuhan benang laba-laba. Bagaimana tidak, di saat akan kita telah tak dapat lagi membantah bahwa Khilafah adalah ajaran Islam, namun karena hawa nafsu kita yang menolak tunduk --dan begitulah tabiat hawa nafsu -- lantas kita katakan: "Mana ada dalil Qath'iy akan kembalinya Khilafah di akhir zaman?! Bukankah Hadits Ahmad tentang kembalinya Khilafah itu dhaif? Kalaupun shahih, itu sudah terwujud di masa kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz? 

Ushul fiqh dan cara istidal model apa untuk menyatakan wajibnya berjuang untuk penegakan khilafah harus ada dalil Qath'iy bahwa khilafah akan wujud?! 
Apakah kita tidak tahu bahwa tak seorangpun ualama  mewajibkan Khilafah dengan dalil hadits tersebut, andai kita sepakat itu dhaif, padahal tidak. Apakah andai janji dalam hadits tersebit sudah terwujud lantas khilafah jadi tidak wajib?  Ushul fiqh macam apa?

Okelah jika lawan kita mengalah, dan dia terua berjuang demi tegaknya hukum Allah dalam naungan Khilafah, hingga dijemput ajal, sementara khilafah belum juga tegak. Dinsaat yang sama kita juga terus sibuk membela dan mengharga-matikan Demokrasi, nation state, dll yang maa anzalallah biha mi sulthan...!!! dan kita pun akhirnya juga mati. Menurutmu siapakah yang layak mendapat sambutan baik dari Allah?? Orang yang memperjuangkan dan membela syariat Allah dengan ikhlas -meski dalilnya tidak qath'iy -- atau yang nyinyir dan menghalangi langkah mereka dengan mengharga-matikan Demokrasi, Nation state, dan isme² lain buatan manusia?!!

++++

Sekali lagi " manah agung" yang disebut dalam al-Ahzab 72 adalah "istikhlaf" yang untuknya Allah menciptakan manusia. Dan antara "Istikhlaf" san "Khilafah" memiliki ikatan erat yang tak dapat dipisahkan. "Amanah istikhlaf" mengkonsekuensikan adanya "Khilafah". Dan dengan "Khilafah" akan terwujud maksud dari "istikhlaf". Maka, jika diasumsikan tertunaikannya " amanah istikhlaf" tanpa "khilafah", atau ada "khilafah"  tapi tidak melaksanakan "amanah istikhlaf"  yakinlah itu sebuah bualan belaka! 

Wallah a'lam. 

UZ

Sunday, August 2, 2020

MENGHAPUS JEJAK KHILAFAH SEBAGAI KEJAHATAN INTELEKTUAL

MENGHAPUS JEJAK  KHILAFAH SEBAGAI KEJAHATAN INTELEKTUAL

Oleh : Ahmad Sastra

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman (QS 12 : 111)

Islam sebagai agama sempurna terdiri dari fikrah (konsepsi) dan thoriqah (metode). Apa yang tertulis dalam Al Qur’an secara metologis telah dijalankan keseluruhan oleh Rasulullah yang didokumenkan dalam Hadis. Apa yang terjadi pada Rasulullah sepanjang hidupnya kemudian ditulis dalam interpretasi sirah nabawiyah. 

Al Qur’an, Al Hadis dan fakta sejarah Rasulullah tidak mungkin bisa dihapus. Namun demikian cara orang menuliskan sejarah, bisa berbeda-beda, bergantung kepada keterbatasan informasi sebelumnya dan kemampuan pemikirannya. Selama berlandaskan dalil yang kuat, maka perbedaan adalah keniscayaan. Sebagaimana ijtihad yang dilakukan oleh 4 imam mazhab adalah suatu keniscayaan. 

Sebagai sebuah rekam jejak manusia berikut karya-karyanya, William Osler  (1849-1919) menegaskan bahwa sejarah mengajarkan manusia pertumbuhan dan perkembangan ide (lihat Charles Singer, Studies in the History and Method of Science, England : Oxford University, 1917, hlm. v). 

Artinya dalam peristiwa sejarah masa lalu, maka manusia yang hadir di kemudian dan hendak menuliskannya, maka akan melibatkan sebuah interpretasi bahkan gagasan dan ide. Jika pengembangan ide dan gagasan itu bertujuan untuk memperkuat urgensi sejarah agar menjadi pelajaran di masa kini, maka usaha intelektual ini tak jadi soal. Sebab dalam peristiwa sejarah memang mengandung pelajaran hidup generasi yang datang kemudian. 
 
Menurut Karl Gotthard Lamprecht (1856-1915), sejarah sebenarnya merupakan sains sosio-psikologi. Maksudnya bahwa dalam penulisan sejarah sangat terkait dengan tendensi sekaligus preferensi seorang penulis (lihat Karl Lamprecht, What is History, Five Lectures on the Modern Science of History, New York: The Macmillan Company, 1905, hlm. 3). 

Sejalan dengan Karl, Sayyid Qutb memaknai sejarah sebagai sebuah interpretasi peristiwa yang memberikan dinamisme dalam waktu dan tempat. Sejarah adalah interpretasi. Sejarah adalah pelajaran. Sementara Imam As Suyuthi mendeskripsikan sejarah sebagai pertarungan potensi kejahatan manusia dan potensi kebaikan manusia, keduanya akan dicatat sebagai sejarah. 

Maka, warisan sejarah Rasulullah dalam perjuangan Islam bukanlah sekedar romantisme tanpa makna atau hanya sekedar menjadi berhala tanpa ruh yang dibanggakan dan diceritakan dimana-mana. Sejarah Rasulullah juga bukan sekedar dokumentasi naratif yang hanya dipampang di rak-rak perpustakaan. Sejarah Rasulullah adalah warisan nilai agung sarat dengan pelajaran.
Sejarah Rasulullah bukan sejarah biasa, sebab Rasulullah adalah representasi sempurna dari Al Qur’an. Apa yang dibawa Rasulullah, maka umat Islam wajib mengambilnya. Apa yang dilarang oleh Rasulullah, maka muslim wajib meninggalkannya. Maka, mengambil ajaran Islam secara kaffah yang dibawa Rasulullah adalah bukti seorang muslim dan mukmin. 

Rasulullah meninggalkan ajaran Islam untuk umatnya di kemudian hari. Rasulullah juga meninggalkan para ulama yang harus menjadi pewaris ajarannya. Ulama adalah pewaris Nabi dalam arti mengajarkan dan mendakwahkan Islam kepada manusia. Rasulullah juga meninggalkan khilafah sebagai ajaran Islam bidang politik. Dengan khilafah, maka umat Islam akan bisa dipersatukan secara sempurna, syariah bisa diterapkan secara kaffah serta Islam bisa didakwahkan ke seluruh penjuru dunia. 

Sebagai ajaran tentang sholat, zakat, puasa dan haji, maka khilafah adalah bagian dari ajaran Islam. Bahkan kesempurnaan penerapan Islam hanya bisa diwujudkan dengan adanya khilafah. Aspek-aspek ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan peradaban Islam tak akan bisa terwujud tanpa institusi politik Islam ini. 

Apa jadinya jika ada orang dengan sengaja hendak menghapus ajaran Islam tentang sholat dan zakat. Apa pula jadinya, jika ada orang yang ingin menghapus ajaran Islam tentang ekonomi dan pendidikan. Bahkan ada orang yang dengan sengaja ingin menghapus ajaran Islam tentang khilafah. Maka selain sebagai sebuah penistaan, upaya menghapus ajaran Islam adalah sebuah kejahatan intelektual. 

Membangun interpretasi dan narasi baru yang bertujuan untuk menghapus jejak sejarah khilafah adalah sebuah kezoliman atas Islam. Fakta sejarah memang tak akan terhapus, karena sudah terjadi, namun membangun narasi agar jejak sejarah itu hilang bisa dilakukan manusia. Tujuannya adalah bahwa generasi mendatang akan kehilangan narasi sejarah yang sebenarnya. 

Sebagai contoh adalah apa yang ditulis oleh sejarawan Ahmad Mansur Suryanegara dalam buku Api Sejarah jilid 1 dan 2 adalah bertujuan untuk meluruskan kembali sejarah Indonesia selama ini menjadi panduan masyarakat. Ada banyak koreksian dalam buku itu, sebab sejarah sebenarnya negeri ini justru banyak yang telah membelokkan. 

Dalam Buku Api Sejarah 1 ditulis dengan jelas bahwa sosok seperti Raden KH Abdullah Bin Nuh adalah seorang ulama sekaligus sejarawan. Beliau menulis sejarah sebagai ilmu (History as written). Analisanya bertolak dari fakta dan data (history as actually happened), sehingga beliau mampu mengoreksi kesalahan penulisan sejarah tentang Indonesia yang selama ini sudah ada. 

Abdullah Bin Nuh adalah ulama yang mampu memberikan interpretasi dan penulisan ulang (reinterpretation and rewrite) sejarah Indonesia, seperti halnya Hamka, Osman Raliby dan Abubakar Atjeh. Api sejarah adalah buku fenomenal yang akan mampu mengubah pandangan kita atas sejarah Indonesia. 

Abdullah bin Nuh menjadikan The Preaching of Islam, Thomas W Arnold sebagai salah satu referensi. Ditegaskan dalam Api Sejarah bahwa perjuangan dakwah ulama dan wirausahawan bukan hanya menjadikan rakyat Indonesia berbondong-bondong masuk Islam. Tapi lebih dari itu, perjuangan dakwah ulama telah berhasil membangun kesadaran politik Islam dengan berdirinya 40 kekuasaan politik Islam atau kesultanan. Bahkan pembacaan teks proklamasi 9 Ramadhan 1364 oleh Soekarno atas izin para ulama di Jawa Barat, Timur dan Tengah. 

Dari fakta sejarah, terbaca betapa besarnya peran kepemimpinan ulama dan santri dalam perjuangan menegakkan kedaulatan bangsa dan negara dalam menjawab serangan imperialisme Barat dan timur. Maka tepatlah kesimpulan E.F.E Douwes Dekker Danoedirdjo bahwa djika tidak karena sikap dan semangat perrdjuangan para ulama, sudah lama patriotisme di kalangan bahwa kita mengalami pemusnahan. (lihat Api Sejarah 1, Ahmad Mansur Suryanegara, 2009, Bandung : Salamadani, h.xv) 

Jauh sebelumnya, yang menjadi inspirasi perjuangan para ulama untuk kemerdekaan Indonesia abad 20 adalah Rasulullah SAW. Dengan semangat dakwah, jihad dan pendidikan, para ulama berhasil mengusir penjajah dari negeri ini. Pekikan takbir menjadi energi utama keimanan dan jihad para ulama saat itu. Meski Rasulullah telah wafat, tapi perjuangan kemerdekaan negeri-negeri muslim dilanjutkan oleh para khalifah dengan institusi politik khilafah. Khilafah adalah warisan sistem politik Rasulullah yang kelak menjadi cikal bakal kesultanan Islam di Indonesia. 

Khilafah tidak akan pernah bisa dihilangkan, namun bisa hilang dari benak generasi mendatang jika tidak pernah dituliskan atau dibelokkan dengan narasi lain. Khilafah sebagai ajaran mulia tak mungkin bisa dihapus, tapi narasi bahwa khilafah adalah keburukan bisa dibuat narasinya. Intinya generasi hari ini bisa kehilangan jejak sejarah khilafah, jika ajaran Islam ini justru dihilangkan dari penulisan sejarah. 

Jika menghapus ajaran Islam dengan sengaja, maka adalah sebuah kejahatan intelektual yang selama ini telah dilakukan oleh kaum orientalis. Para orientalis memang orang jahat yang sengaja ingin merusak epistemologi Islam agar kaum muslimin kehilangan kekuatannya. Sebab jika ajaran Islam masih ada dalam jiwa kaum muslimin, maka itu akan menjadi ancaman bagi Barat. 

Menurut Abdullah Bin Nuh, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 M, namun ditulis oleh para orientalis pada abad ke 13, jarak waktu yang luar biasa jauh. Tidak hanya masalah waktu, kaum orientalis bahkan menulis bahwa kehadiran Islam di Indonesia dinilai mendatangkan perpecahan. Karena Islam telah menimbulkan banyak kesultanan sebagai institusi kekuasaan Islam, sehingga imperialis Barat mengalami kesulitan menguasai dan menghegemoni Indonesia. 
Inilah fakta penulisan sejarah yang dibelokkan demi kepentingan orang-orang yang jahat dan tidak bertanggungjawab. Celakanya, pola penulisan sejarah versi orientalis ini sudah menjadi rujukan banyak sejarwan di Indonesia. Maka jika ada manusia yang ingin menghapus jejak sejarah khilafah atau menghapus ajaran Islam tentang khilafah, bisa ditelusuri jejak dan relevansinya dari sini. 

Maka, sekali lagi, menghapus ajaran tentang khilafah adalah sama dengan menghapus ajaran tentang sholat. Sebab keduanya adalah ajaran Islam yang ada dalilnya. Apa sebutan yang tepat untuk manusia yang dengan sengaja menghapus ajaran Islam. Selain sebagai kejahatan intelektual, maka mereka pantas menyandang gelar sebagai musuh Allah. Kelak Allah akan menghinakan sehina-hinanya di dunia dan di akherat. 

(AhmadSastra,KotaHujan,24/11/19 : 00.50 WIB)

Saturday, August 1, 2020

KEMBALINYA KHILAFAH ADALAH BISYARAH NABAWIYYAH UNTUK KITA

KEMBALINYA KHILAFAH ADALAH BISYARAH NABAWIYYAH UNTUK KITA

Tanggapan atas artikel saudara Agus Maftuh Abegabriel

Kalau kita ikuti tulisan saudara Agus Maftuh yang judulnya Teologi Kekuasaan (JP, Sabtu 27 Oktober 2007), akan mengingatkan kita pada ungkapan Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimahnya, “Al-maghlub muli’un bitaqlidil ghalib” (bahwa yang dikalahkan itu ‘terobsesi’ untuk taklid pada yang mengalahkan). Ungkapan inilah yang tepat untuk membingkai kerangka pemikiran saudara Agus Maftuh. Artinya, pemikiran yang dia usung sebenarnya tidak lebih dari sikap membebek pada Barat yang dipandang oleh sebagian kecil komponen kaum Muslim  sebagai yang paling layak untuk dijadikan ‘model’ dalam menyelesaikan berbagai problematika kontemporer kaum Muslim saat ini.

Tema Teologi Kekuasaan yang diusung oleh Agus Maftuh memang bukanlah pemikiran baru. Pemikiran tersebut merupakan copy-paste dari apa yang dikemukakan oleh Khaled Abou El Fadl. Dalam Midle East Report 2001, El Fahd memaparkan bahwa, menurut dia,  teologi kekuasaan itu berlatar belakang ‘perasaan kalah, frustasi bahkan perasaan teralienasi’ dari komunitas modern.

Secara rinci dia memaparkan bahwa gerakan puritan adalah gerakan yang bermula dari sikap yang penuh dengan nuansa apologetic dengan ciri intellectual self-sufficiency yang cenderung arogan. Mereka beranggapan, Islam mencakup dan telah membicarakan segala-galanya. Isu-isu kontemporer, semuanya telah ada dalam Islam jauh sebelum Barat mengangkatnya. Namun, ketika berhadapan dengan realitas, di mana hegemoni Barat begitu kuat dan institusi medernitas begitu dominan, mereka terjebak ke dalam perasaan kalah, frustasi dan teralienasi.

Selanjutnya, masih menurut El Fadhl, untuk melawan hal tersebut mereka mengembangkan Teologi Kekuasaan  yang bercirikan pada pengangkatan simbol-simbol dan gerakan kekuatan yang tanpa kompromi dan bahkan arogan. Bukan  saja terhadap Barat dan non muslim, tapi juga terhadap sesama muslim yang berbeda aliran. Mereka juga cenderung menolak tradisi dan warisan Islam sehingga aspek kesejarahan Islam yang kaya nuansa menjadi terabaikan. Mereka ingin mengembangkan Islam langsung dari langit. Perspektif tunggal yang mereka miliki mengantarkan mereka kepada ketergantungan terhadap kekuasaan semata. Kekuasaan atau bahkan kekuatan bersenjata lalu menjadi acuan dalam gerakan-gerakan mereka.

Pandangan El Fahd yang diamini oleh Agus Maftuh ini sebenarnya merupakan pandangan khas Barat terhadap agama Kristen. Kesimpulan ini menjadi lebih rajih dengan diskripsi Agus Maftuh yang mengutip pendapat Esther Kaplan yang  secara begitu diskriptif mengambarkan intervensi agama, baca Kristen Katolik,  atas kebijakan Gedung Putih. Sayangnya mindset tersebut ‘dipaksakan’ untuk diberlakukan pada Islam. Padahal Islam sama sekali berbeda dengan Kristen dan kaum Musliminpun tidak memiliki pengalaman traumatik terhadap agamanya sebagaimana Barat terhadap Kristen. Ini adalah analogi yang salah, karena merupakan analogi atas dua obyek yang sama sekali berbeda. Dalam istilah ushul fiqh disebut qiyas ma’al farq.

Allah menurunkan Al-qur’an untuk menjelaskan segala sesuatu (QS An-nahl:89). Al-hafidz Ibn Katsir dalam tafsirnya menjelaskan ayat tersebut dengan mengutip penjelasan Ibn Mas’ud RA: “sungguh bahwa Dia (Allah) menjelaskan dengan Al-qur’an ini semua ilmu dan semua hal”. Pemahaman bahwa Islam mengatur semua aspek kehidupan bukanlah mengada-ada dan bukan sekedar romantisme sejarah apalagi ‘reaksi kecemburuan’ yang berpadu dengan rasa putus asa terhadap realitas kontemporer kaum Muslim saat ini. Bahkan Al-qur’an menegaskan bahwa penerapan hukum Allah dalam seluruh kehidupan ini adalah bagian dari keimanan kita (QS An-nisa':65).  Maka sungguh tepat ungkapan Hadhratusy syeikh KH Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim: “…dan sebagaian dari mereka (para Ulama’) menyatakan tauhid itu mewajibkan Iman. Maka tidak ada Iman bagi orang yang tidak ada tauhid pada dirinya. Dan Iman itu mewajibkan syariah maka orang yang tidak ada syariah padanya maka tidak ada iman baginya dan tentunya tidak ada tauhid baginya”.   

Dengan begitu, menjadi suatu yang naïf kalau keinginan kita kaum Muslim, bukan hanya di Indonesia tapi diseluruh dunia, untuk membebaskan diri kita dari penjajahan dan hegemoni Barat yang kapitalistik serta kembali kepangkuan Islam, dianggap sebagai reaksi kecemburuan yang berpadu dengan rasa putus asa dan perasaan teralienasi dari hiruk pikuk modernitas, atau bahkan mimpi  kolektif yang mustahil. Pasti tidak demikian.  Justru yang  terjadi sebaliknya. Membebek  pada Barat untuk menjawab  berbagai problem kontemporer kaum Muslim lah yang sebenarnya merupakan mimpi yang mustahil. Islam cosmopolitan, Islam yang inklusif, tidak boleh ada monopoli kebenaran  dst. adalah jargon-jargon kosong yang miskin solusi dan sama sekali tidak kompatibel untuk menjawab berbagai masalah baik yang akut maupun yang kronik yang dihadapi oleh kaum Muslim. Jargon-jargon tersebut lebih mencerminkan sikap obsesif untuk membebek pada Barat secara habis-habisan, sembari berhalusinasi bahwa hal tersebut adalah solusi terhadap berbagai problem kontemporer kaum Muslim. Bukankah Ini sama seperti orang yang melihat fatamorgana di tengah padang pasir yang panas? Bukankah itu merupakan sikap yang digambarkan oleh Ibn Khaldun diatas? Sikap orang terjangkit pandemic inveriority complex.

Lagian kalau benar bahwa perjuangan untuk bertahkim pada hukum Allah adalah suatu perjuangan yang mustahil, mengapa Konfrensi Khilafah yang lalu yang diadakan diberbagai belahan dunia dan mendapat respons yang begitu luar biasa dari seluruh komponen kaum Muslim, termasuk Indonesia, direspons oleh George W Bush seperti orang ‘kesetanan': “We should open new chapter in the fight against enemies of freedom, against those who in the beginning of XXI century call Muslims to restore caliphate and to spread sharia“? Mengapa Bush Jr.  begitu takut pada mimpi?

********

Bagaimana dengan statemen saudara Agus Maftuh bahwa bisyarah nabawiyyah akan datangnya khilafah dalam kitab Daulah Islamiyyah tidak disebutkan rawi atau sumber primernya bahkan dari segi kritik sanad gugur? Ini justru bukti keawaman saudara Agus Maftuh terhadap gaya penulisan para ulama’ fiqh, terutama ulama’ fiqh mutaqaddimin dan ilmu ushulul hadits. Komentar inilah yang atas  ‘phropetic porensic’ ala sudara Agus Miftah atas hadits tentang akan datangnya khilafah.

Saudara Agus Maftuh menyatakan, bahwa bangunan teologi kekuasaan yang diperjuangkan Taqiyudin An-nabhany yang juga pendiri  HTI didasarkan pada hadits tentang khilafah. Namun hadits tersebut tanpa penyebutan rawi ataupun sumber kitab primernya. Sebenarnya  kalau saudara Agus Maftuh familiar dengan gaya penulisan para Fuqaha’ mutaqaddimin tentu apa yang ada dalam kitab Daulah Islamiyyah tersebut bukan suatu hal yang ‘surprise’. Para fuqaha’ mutaqaddimin dalam karya-karya mereka lebih sering tidak mencantumkan sanad, baik dengan membuang sebagian sanad atau bahkan seluruhnya. Misalnya Imam Asy-syafi’I RA. dalam  kitab Ar-risalah menyatakan bahwa Rasulullah SAW menetapkan bahwa pencuri buah-buahan dan pondoh kurma tidak menyebabkan (hukum) potong tangan, tanpa menyebutkan sanadnya.

Ulama’ kenamaan di bidang studi hadits Prof Dr M M Al-a’dzami (1980), telah mengkaji secara mendalam fenomena tersebut. Beliau mencatat bahwa dalam kitab-kitab karya ulama-ulama mutaqaddimin, khususnya selain kitab-kitab hadits, secara umum didapati fenomena-fenomena  antara lain:

1.  Membuang (tidak menuliskan) sebagian sanad, untuk mempersingkat pembahasan kitab, dan cukup menyebutkan sebagian dari matan hadits yang berkaitan dengan bahasan itu

2.  Membuang sanad seluruhnya, dan langsung menyebutkan hadits dari sumbernya yang pertama

Kitab Daulah Islamiyyah termasuk kategori kitab fiqih,bukan kitab hadits. Wajar kalau syeikh Taqiyudin An-nabhani mengikuti metode penulisan gaya para fuqaha’ mutaqadimin.

Selanjutnya, masih menurut  saudara Agus Maftuh, bahwa hadits yang dijadikan main base oleh pendiri HTI itu jika dilakukan prophetic forensic akan tampak jelas bahwa dalam perspektif kritik sanad hadits tersebut ternyata ada seorang rawi bernama Habib bin salim al-anshari yang dipertanyatakan dan tidak tsiqah (terpercaya). Menurut informasi kitab Tahdzib al-tahdzib karya Ibnu Hajar Al-asqalani yang merupakan kitab popular dalam mengalisis validitas rawi. Habib bin Salim ini mendapatkan penilaian yang negative dari Imam Bukhari yang menilainya fihi nadzarun dan juga komentar yang senada dari Ibn Adi. Lalu, dia menyimpulkan, dengan demikian hadits tentang teologi kekuasaan khilafah Islamiyyah tersebut dari segi kritik sanad sudah gugur.

Ungkapan saudara Agus Maftuh diatas menggambarkan betapa ‘kemecer-nya’ dia untuk menyerang aktifitas perjuangan untuk mengembalikan syariah melalui Khilafah Islam. Akibatnya dia terjangkiti penyakit jari’an fil fatawa wa I’tha’ul hukmi, padahal sikap ini sangat dijauhi oleh ulama’-ulama’ salaf, bahkan ada menganggap bahwa sikap tersebut mencerminkan ketidak ikhlasan seseorang.

Benarkah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad tersebut dza’if? Benarkah Habib bin Salim Al-anshari tidak tsiqah? Dalam kitab Tahdzibut Tahdzib Al-hafidz berkata: berkata Abu Hatim tsiqah, berkata Al-bukhari fihi nadzar, berkata Abu Ahmad bin Adi, laisa fi mutuni ahaditsihi haditsun munkar bal qad idhtharaba fii asanidi ma ruwiya ‘anhu (pada matan-matan haditnya tidak ada hadits munkar, tapi telah terjadi ishtirab pada sanad-sanad (hadits) yang diriwayatkan darinya). Kemudian Al-hafidz berkata, saya nyatakan, bahwa Al-ajiri berkata dari abi Dawud tsiqah, dan Ibn Hibban menyebutkan dalam (kitab) Ats-tsiqqat… Sedangkan dalam kitab Taqribut Tahdzib Al-hafidz  berkata laa ba’tsa bihi. 

Untuk lebih obyektifnya mari kita perhatikan ungkapan Imam Al-bukhari diatas secara lebih lengkap dalam kitab Tarikhul Kabir. Pada point ke 2606 tercatat, Habib bin Salim Maula An-nu’man bin Basyir Al-anshari dari Nu’man, meriwayatkan darinya Abu Basyir dan Basyir bin Tsabit dan Muhammad Al-muntasyir dan Khalid bin Urfuthah dan Ibrahim bin Muhajir dan dia adalah sekretaris An-nu’man fihi nadzar. Pada point ke 3347, ketika Imam Al-bukhari menyatakan bahwa Yazid bin An-nu’man bin Basyir sebagai sahabat Umar bin Abdul Aziz, beliau mengutip pernyataan Habib bin Salim (yang beliau nilai dengan ungkapan fihi nadzar).

Perlu dicatat bahwa Habib bin Salim al-anshari adalah salah satu rijal dalam shahih Muslim. Imam Muslim (II/598) meriwayatkan hadits tentang bacaan pada shalat ied dan jum’ah dari An-nu’man bin Basyir, melalui sanad Yahya bin Yahya, Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Ishaq, dari Jarir, berkata Yahya telah memberitahu kami Jarir, dari Ibrahim bin Muhamad bin Al-muntasyir dari bapaknya dari Habib bin Muslim Maula Al-nu’man bin Basyir dari An-nu’man bin Basyir.  Artinya, menurut Imam Muslim, Habib bin Salim Al-anshari memenuhi syarat yang telah beliau tetapkan dalam muqaddimah kitab shahihnya.  Maka bisa dimengerti mengapa Al-hafidz dalam Taqribut Tahdzib menyatakan la ba’sa bihi. La ba’sa bihi menurut Ulama’ ilmu usulul hadits sebagaimana yang diungkapkan oleh As-sakhawi dalam kitab Fathul Mughits secara umum adalah tingkat paling rendah untuk menggolongkan perawi sebagai perawi tsiqah. Ibnu Mu’in, sebagaimana yang dinukil oleh Al-hafidz Ibn Katsir, juga mengungkapkan hal yang senada.

Untuk memahami pernyataan Imam Al-bukhari, fihi nadzar, Al-hafidz ibnu Katsir dalam kitab Al-ba’itsul Hatsits fikhtishari Ulumil Hadits menjelaskan, apabila Al-bukhari berkata tentang rajul(hadits) sakatu anhu atau fihi nadzar artinya fainnahu yakunu fi adnal manazili wa arda’iha indahu, lakinnahu lathiful ibarah fit-tajrih (ada pada tingkat terendah atau beban terberat baginya, tapi dia menggunakan ungkapan yang halus dalam tajrih). Inilah maksud Imam Al-bukhari dengan ungkapan fihi nadzar. Agar lebih diskriptif mari kita perhatikan apa yang disampaikan oleh Imam At-tirmidzi (IV/54), tentang hadits seorang laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan budak istrinya. Beliau berkata hadits An-nu’man di dalam isnadnya terjadi idhtirab. Beliau juga berkata, saya mendengar Muhammad (maksudnya Al-bukhari) berkata bahwa Qatadah tidak mendengar dari Habib bin Salim hadits ini, tapi dia meriwayatkan dari Khalid bin Urfuthah. Dalam kitab Aunul Ma’bud disebutkan bahwa At-tirmidzi berkata saya bertanya pada Muhammad bin Isma’il (maksudnya Al-bukhari) tentang Khalid bin Urfuthah maka beliau berkata saya menahan diri  terhadap hadits ini. Penjelasan At-tirmidzi ini bisa kita gunakan untuk memahami arah ungkapan Imam Al-bukhari diatas. Logislah  kalau kemudian Imam Muslim, salah satu murid Imam Al-bukhari, mencantumkan hadits yang diriayatkan oleh Habib bin Salim dalam kitab shahih beliau.

Pernyataan Imam Ibnu Adi, laisa fi mutuni ahaditsihi haditsun munkar bal qad idhtharaba fii asanidi ma ruwiya anhu? Dalam kitab Al-kamil fii Dhua’afa’ir Rijal,  Ibnu Adi berkata: “…dan untuk Habib bin Salim hadits-hadits yang diimla’kan untuknya telah berbeda-beda sanadnya, meski pada matan-matan haditsnya bukan hadits munkar tapi terjadi idhtirab sanad-sanadnya apa yang diriwayatkan darinya Habib bin Abi Tsabit…“. Itulah ungkapan Ibnu Adi tentang Habib bin Salim. Dengan demikian tidak ada alasan yang kuat untuk mendhaifkan Habib bin Salim Al-anshari. Adapun indikasi idhtirab yang disampaikan oleh beliau juga bisa dijelaskan dari pernyataan At-tirmidzi diatas. Al-hafidz Al-manawi dalam kitab Faidhul Qadir menjelaskan dengan mengutip pernyataan Al-hafidz sungguh Habib bin Salim itu ma’ruf (popular) dalam riwayah dan dia adalah Tabi’i yang ma’ruf. Al-hafidz  Al-iraqi dalam kitab Mahajjatul Qarbi ila Mahabbatil Arab menegaskan bahwa hadits ini shahih. Ibrahim bin Dawud Al-wasithi ditsiqahkan oleh Abu Dawud Ath-thayalisi dan Ibnu Hibban, dan rijal sisanya (termasuk) yang dibutuhkan dalam (kitab) shahih.

Khulashatul qaul, adalah tidak benar bahwa bisyarah nabawiyyah akan datangnya khilafah hanya didasarkan pada hadits riwayat Imam Ahmad. Masih banyak hadits-hadits lain yang bil makna sejalan dengan hadits shahih diatas. Misalnya hadits riwayat Muslim. Imam Abdul Wahab Asy-sya’rani, penulis kitab Al-mizanul Kubra, mencantumkan dalam kitab Mukhtashar Tadzkiratil Qurthubi, dibawah judul “apa yang datang tentang khalifah yang ada di akhir zaman yang dipanggil Al-mahdi serta tanda-tanda kemunculannya”, Rasulullah SAW bersabda:

“Bahwa pada masa akhir (zaman) dari akan ada dari umatku khalifah yang ‘menumpahkan’ harta yang tidak terhitung jumlahnya..”.

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad (III/317),  dan Ibnu Hibban (XV/75). Selain itu masih banyak  hadits-hadits  yang lain. Misalnya  hadits tentang akan datangnya khilafah di Baitul Maqdis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (VII/68), Ahmad (V/288), Al-Thabarani (Musnad Syamiyyin,VI/149), Al-baihaqi (IX/169) dan Al-hakim (XIX/186).

Jadi merupakan  suatu kesalahan yang fatal kalau saudara Agus Maftuh menganggap bahwa perjuangan untuk menerapkan hukum melalui khilafah islamaiyyah hanya didasarkan pada hadits dha’if. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam ahmad tentang akan datangnya khilafah adalah shahih. Masih banyak hadits-hadits lain yang bil ma’na menegaskan hal yang sama.

Tentang ungkapan bahwa hadits khilafah hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan tidak didukung oleh kitab-kitab hadits yang lain yang masyhur. Ungkapan ini justru lebih menegaskan keawaman saudara Agus Maftuh di bidang ilmu Musthalahul Hadits. Memang dikalangan ulama’ hadits muta’akhirin, telah sepakat untuk menetapkan lima kitab pokok. Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan an-nasa’I dan Sunan At-tirmidzi. Sebagian ulama’ muta’akhirin yang lain, Al-hafidz Abu Fadhl bin Thahir menggolongkan satu kitab lagi sehingga menjadi Kutub As-sittah. Beliau memasukkan Sunan Ibnu Majah. Pendapat ini diikuti oleh Al-hafidz Al-maqdisi, Al-mizzi, Ibnu Hajar Al-asqalani dan Al-khazraji.

Ini merupakan ikhtiar para Ulama Hadits untuk menentukan grade kwalitas kitab-kitab hadits secara umum. Tentu klasifikasi tersebut tidak mutlak serta  tidak otomatis menafikan kitab-kitab yang tidak termasuk dalam Kutubul Khamsah atau Kutubus Sittah. Seperti  As-sunanul Kubra karya Al-hafidz Al-kabir Al-baihaqi, shahih Ibnu Huzaimah, Shahih Ibnu Hibban dll.

****

Benarkah musyawarah para shahabat di Saqifah Bani Sa’idah kisruh? Bagaimana seharusnya kita mensikapi musyawarah para shahabat di Saqifah bani Sa’idah? Mari kita renungkan penjelasan Mufassir besar Imam Al-qurthubi dalam tafsirnya Al-jami’ li Ahkamil Qur’an(I/264-265): “…Maka kalau seandainya keharusan adanya imam itu tidak wajib baik untuk golongan Quraisy maupun  untuk yang lain lalu mengapa terjadi diskusi dan perdebatan tentang Imamah. Maka sungguh orang akan berkata:  bahwa sesungguhnya imamah itu bukanlah suatu yang diwajibkan baik untuk golongan Quraisy maupun  yang lain, lalu  untuk apa kalian semua berselisih untuk suatu hal yang tidak ada faedahnya atas suatu hal yang tidak wajib?”.

Terakhir, saya tegaskan bahwa tidak ada politisasi agama di dalam Islam. Allah menurunkan risalah Islam untuk rahmatan lil alamin dengan menurunkan aturan untuk mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Justru semua upaya menyempitkan Islam dengan hanya untuk ibadah ritual atau just for morality adalah upaya mendistorsi ajaran Islam dan menempatkan diri kita layaknya orang Barat memperlakukan agama Kristen. Kalau kita merujuk pada pendapat ulama’-ulama’ muktabar tidak satupun yang mempersoalkan wajibnya bertahkim pada hukum Allah dan  khilafah memang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kaum Muslim. Memang ketika kaum Muslim tidak hidup dibawah naungan system Islam banyak sekali pendapat, pemikiran atau konsep yang bertentangan atau bersebrangan dengan Islam baik sharih maupun yang ghairu sharih. Barusan di media, kita dihebohkan dengan munculnya Nabi palsu yang mengaku mendapat wahyu dan menyamakan istrinya layaknya Khatijah ra. Hebatnya ketika dia diwawancarai di salahsatu stasiun TV Swasta dia mengaku sebagai upaya menyelamatkan Islam? Untuk filtrasi, rasanya  tepat kalau kita perhatikan ungkapan Imam Az-zuhri: “isnad itu adalah bagian dari agama kalaulah bukan karena isnad maka sungguh orang akan berkata semaunya”. Adalah suatu keniscayaan kalau kita memperhatikan darimana, dari siapa kita dapatkan dan belajar Islam.[Musthafa Ali Murtadlo]

Thursday, July 30, 2020

Mesir negeri para ilmuwan

Mesir Negeri Para Ilmuwan

Prof Dr. Fahmi Amhar

Setelah Tunisia, Mesir pun mengalami revolusi.  Husni Mubarak yang kini bagi rakyat Mesir diplesetkan menjadi “Laa Husni wa Laa Mubarak” (yang tidak bagus dan tidak barokah) akhirnya mundur, setelah didemo besar-besaran selama 18 hari, disindir terus majikannya, yakni Obama, Presiden AS dan akhirnya ditinggalkan tentaranya.

Tetapi belum pasti, apakah pergantian rezim ini berarti juga pergantian dari sistem sekuler menjadi sistem Islam.  Sistem sekuler terbukti hanya menjadikan Mesir terpuruk dan terhina.  Dari sisi sains dan teknologi, SDM bergelar “Master of Science” per sejuta penduduk di Mesir hanya ada 370 orang, sementara di Israel ada 13.000 orang!  Meski ini data dari UNDP tahun 2003, tapi sepertinya secara perbandingan belum ada perubahan signifikan.

Padahal dulu berabad-abad Mesir adalah negeri para ilmuwan, baik ilmuwan di bidang fiqih maupun di bidang sains dan teknologi.  Kehebatan Mesir hanya tertandingi oleh Cordoba dan Baghdad.  Rahasianya ada pada Islam.

Memang, berabad-abad sebelum Islam hadir di Mesir, negeri ini pernah memiliki banyak matematikawan, astronom dan insinyur yang hebat.  Para insinyur itu digunakan Fir’aun untuk membangun piramid raksasa dengan presisi yang tinggi.  Sebelum datangnya Romawi, Alexandria pernah memiliki perpustakaan terlengkap di dunia.  Namun Romawi lalu memusnahkan perpustakaan itu.  Selama enam setengah abad sesudahnya, Mesir tenggelam dalam kegelapan peradaban.  Sampai akhirnya cahaya Islam datang.

Ketika pasukan Amr bin Ash membebaskan Mesir dari tangan Romawi, pampasan perang yang diminta bukanlah emas, perak atau harta benda sejenisnya.  Tetapi semua buku kuno yang telah ditelantarkan berabad-abad.  Buku-buku itu lalu diterjemahkan, dipelajari dan dikembangkan.  Tanpa upaya ini, mungkin kita hanya mengenal Ptolomeus sebagai seorang jenderal yang menjabat gubernur, bukan sebagai astronom yang menulis buku astronomi Almagest, yang dipelajari di seantero dunia Islam sebagai tafsir ayat “Dan langit bagaimana ditinggikan” (QS al-Ghasiyah:18).

Al-Azhar, pabrik ilmuwan kelas dunia sejak 1000 tahun.
Al-Azhar, pabrik ilmuwan kelas dunia sejak 1000 tahun.

Di Mesirlah sejak tahun 969 M berdiri universitas kelas dunia, Universitas al-Azhar.  Dalam sejarahnya yang sangat panjang, dari universitas ini muncul tidak cuma orang-orang yang mumpuni dalam ilmu, tetapi juga rajin mengingatkan para penguasa yang lalai ataupun berdiri di garis depan dalam jihad fi sabilillah melawan tentara salib ataupun penjajah Barat lainnya.  Reputasi pabrik ilmuwan kelas dunia seperti itulah yang memanggil para aghniya untuk wakaf dengan aset-aset produktif – seperti kebun, pabrik atau pasar – agar Al-Azhar dapat terus memberi beasiswa calon-calon ulama pejuang dari seluruh dunia.

Dalam sejarahnya yang panjang itu Mesir bertabur bintang-bintang sains.  Inilah beberapa di antaranya:

Di bidang ilmu Kimia:

Pada 650-704 M, Khalid ibn Yazid adalah ahli kimia Muslim pertama yang menerjemahkan ilmu kimia kuno (alkimia) Mesir kuno ke dalam bahasa Arab.  Sejak itulah ilmu kimia berkembang di seantero dunia Islam.

Pada 1250 M, para insinyur di Mesir berhasil membuat senapan tangan (midfa), yang merupakan prototype pistol atau senjata api yang portable.  Senjata ini digunakan oleh pasukan Mesir untuk mengalahkan tentara Mongol dalam pertempuran di Ain Jalut.  Menurut Syamsuddin Muhammad (wafat 1327 M), pistol ini memiliki bubuk mesiu yang terdiri dari 74 persen amonia, 11 persen belerang dan 15 persen karbon) – sebuah komposisi yang ideal seperti di zaman modern.  Pasukan Mesir juga dikabarkan sudah menggunakan pakaian yang tahan api agar tidak terluka oleh cartridge mesiu yang mereka bawa.

Di bidang matematika dan fisika:

Pada 850-890 M hiduplah Abu Kamil Syuja ibn Aslam ibn Muhammad ibn Syuja, yang merupakan simpul penting dalam pengembangan matematika, penghubung antara al-Khwarizmi (penemu aljabar) dengan al-Karaji (penemu geometri analitis).  Abu Kamil lah orang pertama yang menuliskan notasi dengan tanda pangkat seperti

X n . X m = X n+m

Dalam dunia fisika, penemuan optika oleh Ibn al-Haitsam (1021 M) juga dapat dikatakan terjadi di Mesir, ketika al-Haitsam ini mengalami tahanan rumah, setelah insinyur yang berasal dari Iraq itu gagal menyelesaikan proyek bendungan sungai Nil, lalu pura-pura gila.

Pada 1312-1361 M, Tajuddin Ali ibn ad-Duraihim ibn Muhammad at-Tha’alibi al-Mausili menulis banyak hal tentang ilmu persandian (kriptologi).  Karyanya diungkap dalam salah satu bab dari ensiklopedi 14 jilid karya Syihabuddin Abu’l Abbas Ahmad ibn Ali bin Ahmad Abdullah al-Qalqasyandi (1356-1418 M).  Di situ dijelaskan teknik substitusi dan transposisi, dari yang sederhana hingga yang rumit, sehingga mampu membuat suatu plain-text menjadi text yang tidak dapat dibaca kecuali dengan analisis kripto tingkat tinggi.

Sekitar tahun 1000-1009 M, Ibnu Yunus mempublikasikan hasil risetnya di bidang fisika dan astronomi Al-Zij al Hakimi al Kabir.  Ini adalah deskripsi paling awal tentang gerak bandul (pendulum).  Dia juga membangun tugu astrolab yang pertama.

Di bidang teknologi rekayasa:

Pada 860 M, astronom al-Farghani membangun Nilometer, sebagai alat peringatan dini tinggi air sungai Nil, baik untuk mengantisipasi banjir ataupun kekeringan.

Pada 953 M Ma’ad al Mu’izz, seseorang qadi di Mesir, menemukan fulpen yang tidak akan mengotori tangan atau bajunya, yang tintanya tersimpan dalam suatu reservoir dan turun oleh gaya gravitasi dan kapiler.  Ini adalah penemuan fulpen yang tercatat pertama kali, seperti direkam oleh an-Nu’man al-Tamimi (wafat 974 M) dalam bukunya Kitab al-Majalis wa’l Musayardh.

Pada tahun 1000-an M, banyak penemuan teknik di Mesir seperti ventilator untuk pertambangan, penggilingan gandum bertenaga air sungai yang berbentuk jembatan (bridge mill) dan industri logam bertenaga air.

Pada 1551 M, insinyur Taqiyuddin yang disponsori pemerintah Utsmaniyah di Mesir menciptakan mesin uap, jauh lebih dulu dari James Watt (1736-1819) di Inggris.

Di bidang kedokteran:

Pada 800 M didirikan rumah sakit jiwa pertama di dunia oleh seorang dokter di Cairo.

Pada 1118-1174 M, penguasa Mesir Nur ad-Dien Zanqi memerintahkan membangun rumah sakit pendidikan pertama di dunia.  Dokternya, Abu al-Majid al-Bahili menyumbangkan perpustakaannya.

Pada 1285 M di Cairo berdiri rumah sakit terbesar di dunia, atas perintah Sultan Qalaun al-Mansur.  Menurut Willy Durant, rumah sakit ini dilengkapi dengan halaman-halaman terpisah untuk setiap kelompok pasien dengan penyakit yang berbeda, disejukkan dengan kolam-kolam air mancur, laboratorium, apotik, kantin, pemandian, perpustakaan, sarana ibadah, ruang kuliah, dan untuk pasien gangguan jiwa ada akomodasi yang menghibur (musik yang lembut atau pendongeng profesional).  Hebatnya lagi, pelayanannya diberikan gratis untuk seluruh pasien, tanpa memandang jenis kelamin, etnis atau penghasilan.  Bahkan saat mereka boleh pulang diberikan tunjangan agar tidak harus segera bekerja.

Semoga revolusi Mesir saat ini, mendorong rakyat Mesir untuk mendesak agar pemerintah yang baru menerapkan syariat Islam, agar Mesir meraih kembali kemuliannya dalam sejarah peradaban selama berabad-abad.[]