Sunday, January 8, 2012

Syariat Islam Mengakomodasi Keragaman dan Kebhinekaan

Tuesday, 27 December 2011 15:37



Formalisasi syariat Islam dianggap sebagai ancaman bagi kebhinekaan.Lantas, benarkah bila syariat Islam diterapkan, semua orang dipaksa memeluk agama Islam? Benarkah formalisasi syariat Islam akan diiringi dengan penyeragaman (uniformisasi) agama, budaya, pemikiran, dan pandangan hidup? Benarkah akan terjadi peminggiran peran kelompok minoritas jika syariat Islam diterapkan dalam koridor negara?



Berikut paparan mengenai penerapan syariat Islam di tengah keragaman agama, keyakinan, dan budaya, ditinjau dari sisi sejarah dan nash-nash syariat. Juga mengetengahkan cara pandang dan solusi Islam terhadap keragaman budaya, agama, dan pemikiran.


Inklusivitas Masyarakat Islam



Tatkala Rasulullah SAW menegakkan Daulah Islam (Negara Islam) di Madinah, struktur masyarakat Islam saat itu tidaklah seragam. Masyarakat Madinah dihuni oleh kaum Muslim, Yahudi, Nashrani, dan juga kaum Musyrik. Namun, mereka bisa hidup bersama dalam naungan Daulah Islamiyyah dan di bawah otoritas hukum Islam. Entitas-entitas selain Islam tidak dipaksa masuk ke dalam agama Islam atau diusir dari Madinah. Mereka mendapatkan perlindungan dan hak yang sama seperti kaum Muslim. Mereka hidup berdampingan satu dengan yang lain tanpa ada intimidasi dan gangguan. Bahkan Islam telah melindungi "kebebasan mereka" dalam hal ibadah, keyakinan, dan urusan-urusan privat mereka. Mereka dibiarkan beribadah sesuai dengan agama dan keyakinan mereka.



Masyarakat Islam yang inklusif seperti ini terlihat jelas dalam Piagam Madinah yang dicetuskan oleh Rasulullah SAW. Dalam klausul 13-17 Piagam Madinah disebutkan sebagai berikut, "Orang mukmin tidak boleh membunuh orang mukmin untuk kepentingan orang kafir, juga tidak boleh menolong orang kafir dalam memusuhi orang mukmin. Janji perlindungan Allah adalah satu. Mukmin yang tertindas dan lemah akan memperoleh perlindungan hingga menjadi kuat. Sesama mukmin hendaknya saling tolong menolong. Orang-orang Yahudi yang mengikuti langkah kami (Muhammad), mereka memperoleh perlindungan dan hak yang sama; mereka tidak akan dimusuhi dan tidak pula dianiaya. Perjanjian damai yang dilakukan oleh orang-orang mukmin haruslah merupakan satu kesepakatan.Tidak dibenar-benarkan seorang mukmin mengadakan perdamaian dengan meninggalkan yang lain dalam keadaan perang di jalan Allah, kecuali telah disepakati dan diterima bersama."



Kaum Yahudi yang disebut dalam piagam ini adalah orang-orang Yahudi yang ingin menjadi bagian dari penduduk negara Islam. Mereka mendapatkan perlindungan dan hak muamalah yang sama sebagaimana kaum Muslim. Sebab, mereka merupakan bagian dari rakyat negara Islam yang berhak mendapatkan perlindungan dan dipenuhi haknya. Dalam Piagam Madinah tersebut disebutkan nama-nama kabilah Yahudi yang mengikat perjanjian dengan Rasulullah SAW (menjadi bagian Daulah Islamiyyah), yakni Yahudi Bani 'Auf, Yahudi Bani Najjar, dan sebagainya.


Kelompok pluralis sendiri mengakui masyarakat Madinah sebagai model masyarakat inklusif. Bahkan, mereka menyepadankan masyarakat Madinah dengan civil society atau masyarakat plural. Walaupun penyepadanan masyarakat Madinah dengan civil society ini tidaklah tepat, hanya saja, pengakuan kaum pluralis terhadap masyarakat Madinah sebagai masyarakat yang inklusif justru membuktikan bahwa mereka sebenarnya meyakini bahwa Daulah Islamiyyah menjamin dan melindungi keragaman, dan sama sekali tidak menghendaki adanya uniformisasi. Lantas, mengapa sekarang mereka justru membuat isu; penerapan syariat Islam dalam koridor negara akan mengancam keberagaman dan kebhinekaan? Mengapa pula mereka getol menyebarkan isu uniformisasi dan eksklusifitas bila syariat Islam diformalisasikan dalam undang-undang negara? Lalu, di mana letak konsistensi mereka dalam berpendapat?



Setelah kekuasaan Daulah Islamiyyah meluas di jazirah Arab, Nabi SAW memberikan perlindungan atas jiwa, agama, dan harta penduduk Ailah, Jarba', Adzrah, Maqna, yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. Nabi SAW juga memberikan perlindungan, baik harta, jiwa, dan agama penduduk Khaibar yang mayoritasnya beragama Yahudi. Beliau juga memberikan perlindungan kepada penduduk Juhainah, Bani Dlamrah, Asyja', Najran, Muzainah, Aslam, Juza'ah, Jidzaam, Qadla'ah, Jarsy, orang-orang Kristen yang ada di Bahrain, Bani Mudrik, dan Ri'asy, dan masih banyak lagi.



Imam Bukhari menuturkan sebuah riwayat dari Rabi’ bin Khudaij, bahwasanya ia berkata, “Seorang laki-laki dari Anshor terbunuh di Khaibar. Walinya menghadap Rasulullah SAW dan menceritakan peristiwa itu kepada beliau SAW. Rasulullah SAW bertanya kepada mereka, “Kamu harus menghadirkan dua orang saksi yang menyaksikan pembunuhan atas saudaramu.” Mereka berkata, “Ya Rasulullah di sana tidak ada seorangpun dari kaum Muslim akan tetapi hanya ada orang-orang Yahudi yang kadang-kadang bisa berbuat lebih kejam daripada ini. Rasulullah SAW bersabda, “Pilihlah 50 orang dari mereka Yahudi, dan suruhlah mereka bersumpah. Setelah itu, Rasulullah SAW membayarkan diyat pembunuhan kepada wali pihak yang terbunuh."



Saat itu, Khaibar telah menjadi bagian Negara Islam, dan penduduknya didominasi oleh orang-orang Yahudi. Ketika orang—orang Yahudi bersumpah tidak terlibat dalam pembunuhan, Rasulullah SAW pun tidak menjatuhkan vonis kepada mereka. Bahkan, beliau SAW membayarkan diyat atas peristiwa pembunuhan di Khaibar tersebut. Hadits ini menunjukkan bagaimana Rasulullah SAW menegakkan keadilan hukum bagi warga negaranya tanpa memandang lagi perbedaan agama, ras, dan suku. Adapun non Muslim yang hidup di bawah kekuasaan Islam, mereka tunduk dan patuh terhadap syariat Islam yang telah ditetapkan sebagai hukum negara. Mereka juga mendapatkan perlindungan dalam menjalankan peribadatan, dan keyakinan mereka. Mereka tidak dipaksa untuk memeluk Islam, atau diperintah untuk melenyapkan truth claim atas agama dan keyakinan yang mereka anut. Malah, mereka diberi kebebasan untuk menjalankan seluruh aktivitasnya sesuai dengan koridor hukum negara (syariat Islam).



Fragmen sejarah di atas membuktikan, bahwa formalisasi syariat Islam bukanlah ancaman bagi keberagaman, kebhinekaan, dan kelompok minoritas.



Zaman Kekhilafahan Islam



Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, tugas kenegaraan dan pengaturan urusan rakyat dilanjutkan oleh para khalifah. Kekuasaan Islam pun meluas hingga mencakup hampir 2/3 dunia. Kekuasaan Islam yang membentang mulai dari Jazirah Arab, jazirah Syam, Afrika, Hindia, Balkan, dan Asia Tengah itu, tidak mendorong para Khalifah untuk melakukan uniformisasi warga negara, maupun upaya-upaya untuk memberangus pluralitas. Padahal, dengan wilayah seluas itu, Daulah Islam memiliki keragaman budaya, keyakinan, dan agama yang sangat besar, dan sewaktu-waktu bisa memunculkan "konflik agama". Akan tetapi, hingga kekhilafahan terakhir Islam, tak ada satupun pemerintahan Islam yang mewacanakan adanya uniformisasi (keseragaman), atau berusaha menghapuskan pluralitas agama, budaya, dan keyakinan dengan alasan untuk mencegah adanya konflik.



Bahkan, penerapan syariat Islam saat itu, berhasil menciptakan keadilan, kesetaraan, dan rasa aman bagi seluruh warga negara, baik Muslim maupun non Muslim. Dalam bukunya Holy War, Karen Amstrong menggambarkan saat-saat penyerahan kunci Baitul Maqdis kepada Umar bin Khathathab kira-kira sebagai berikut, "Pada tahun 637 M, Umar bin Khaththab memasuki Yerusalem dengan dikawal oleh Uskup Yunani Sofronius. Sang Khalifah minta agar dibawa segera ke Haram al-Syarif, dan di sana ia berlutut berdoa di tempat Nabi Mohammad SAW melakukan perjalanan malamnya. Sang uskup memandang Umar penuh dengan ketakutan. Ia berpikir, ini adalah hari penaklukan yang akan dipenuhi oleh kengerian yang pernah diramalkan oleh Nabi Daniel. Pastilah, Umar ra adalah sang Anti Kristus yang akan melakukan pembantian dan menandai datangnya Hari Kiamat. Namun, kekhawatiran Sofronius sama sekali tidak terbukti." Setelah itu, penduduk Palestina hidup damai, tentram, tidak ada permusuhan dan pertikaian, meskipun mereka menganut tiga agama besar yang berbeda, Islam, Kristen, dan Yahudi.



Keadaan ini sangat kontras dengan apa yang dilakukan oleh tentara Salib pada tahun 1099 Masehi. Ketika mereka berhasil menaklukkan Palestina, kengerian, teror, dan pembantaian pun disebarkan hampir ke seluruh kota. Selama dua hari setelah penaklukkan, 40.000 kaum Muslim dibantai. Pasukan Salib berjalan di jalan-jalan Palestina dengan menyeberangi lautan darah. Keadilan, persatuan, dan perdamaian tiga penganut agama besar yang diciptakan sejak tahun 1837 oleh Umar bin Khaththab hancur berkeping-keping. Meskipun demikian, ketika Shalahuddin al-Ayyubiy berhasil membebaskan kota Quds pada tahun 1187 Masehi, beliau tidak melakukan balas dendam dan kebiadaban yang serupa. Karen Armstrong menggambarkan penaklukan kedua kalinya atas Yerusalem ini dengan kata-kata berikut ini, "Pada tanggal 2 Oktober 1187, Salahuddin dan tentaranya memasuki Yerusalem sebagai penakluk dan selama 800 tahun berikutnya Yerusalem tetap menjadi kota Muslim. Salahuddin menepati janjinya, dan menaklukkan kota tersebut menurut ajaran Islam yang murni dan paling tinggi. Dia tidak berdendam untuk membalas pembantaian tahun 1099, seperti yang Alquran anjurkan (16:127), dan sekarang, karena permusuhan dihentikan, ia menghentikan pembunuhan (2:193-194)".



Di Andalusia, kaum Muslim, Yahudi, dan Kristen hidup berdampingan selama berabad-abad, di bawah naungan kekuasaan Islam. Tidak ada pemaksaan kepada kaum Yahudi dan Kristen untuk masuk ke dalam agama Islam. Sayangnya, peradaban yang inklusif dan agung ini berakhir di bawah mahkamah inkuisisi kaum Kristen ortodoks. Orang-orang Yahudi dan Muslim dipaksa masuk agama Kristen. Jika menolak mereka diusir dari Andalusia, atau dibantai secara kejam dalam peradilan inkuisisi.



Pada tahun 1519 Masehi, pemerintahan Islam memberikan sertifikat tanah kepada para pengungsi Yahudi yang lari dari kekejaman inkuisisi Spanyol pasca jatuhnya pemerintahan Islam di Andalusia.



Pemerintah Amerika Serikat pun pernah mengirimkan surat ucapan terima kasih kepada Khilafah Islamiyyah atas bantuan pangan yang dikirimkan kepada mereka pasca perang melawan Inggris pada abad ke 18.

Surat jaminan perlindungan juga pernah diberikan kepada Raja Swedia yang diusir tentara Rusia dan mencari suaka politik ke Khalifah pada tanggal 30 Jumadil Awwal 1121 H/7 Agustus 1709 H.



Pada tanggal 13 Rabiul Akhir 1282/5 September 1865, khalifah memberikan izin dan ongkos kepada 30 keluarga Yunani yang telah berimigrasi ke Rusia namun ingin kembali ke wilayah khalifah. Sebab, di Rusia mereka tidak mendapatkan kesejahteraan hidup.


Inilah sebagian fragmen sejarah yang menunjukkan, bahwa penerapan syariat Islam dalam koridor Negara tetap melindungi dan metolerir adanya keragaman dan kebhinekaan. Tidak ada uniformisasi, tidak ada pemberangusan terhadap pluralitas, tidak ada pemaksaan atas non Muslim untuk masuk Islam, dan tidak ada pengusiran terhadap non Muslim dari wilayah kekuasaan Islam. Yang terjadi justru, perlindungan terhadap non Muslim, Lebih dari itu, pemerintah Islam dengan syariat Islamnya benar-benar telah mewujudkan gagasan masyarakat inclusive tanpa menghapus truth claim agama, dan tanpa melakukan uniformisasi dan intimidasi.



Lalu, mengapa penerapan syariat Islam dalam koridor negara selalu dikesankan dengan upaya-upaya uniformisasi, pengusiran terhadap non Muslim, eksklusifitas, dan penghancuran terhadap pluralitas? Bukankah kesan tersebut jelas-jelas keliru dan bertentangan dengan realitas sejarah? Barangkali, yang menyebarkan isu ini adalah orang yang awam terhadap sejarah Islam; barangkali a histories dan tidak jujur terhadap sejarah; atau barangkali ini adalah isu politis yang ditujukan untuk menghambat penerapan syariat Islam dalam koridor negara.[]


sumber : http://mediaumat.com/siyasah-syariyyah/3384-68-syariat-islam-mengakomodasi-keragaman-dan-kebhinekaan-.html

"4 Pria yang di tarik Wanita Ke Neraka "

Assalamu'alaykum warohmatullohhi wabarokatuh.

From Cinta Anik

Bissmillahhirohman nirrohim.

"4 Pria yang di tarik Wanita Ke Neraka "

* Ayahnya

Apabila seseorang yang bergelar ayah tidak memperdulikan anak-anak perempuannya didunia. Dia tidak memberikan segala keperluan agama seperti Sholat, mengaji dan sebagainya. Dia membiarkan anak-anak perempuannya tidak menutup Aurat. Seorang ayah tidak cukup kalau dengan hanya memberi kemewahan dunia saja maka dia akan ditarik oleh anaknya ke neraka.

* Suaminya

Apabila seorang suami tidak memperdulikan tindak tanduk Istrinya. Bergaul bebas di tempat kerja, berhias diri bukan untuk suami tapi untuk pandangan kaum lelaki yang bukan Mahram, Apabila suami mendiamkan diri, walaupun dia seorang Alim ( Sholat tidak di tunda, puasa tidak di tinggal ) maka dia akan ditarik oleh istrinya ke Neraka.

* Saudara Laki-Lakinya (Abangnya)

Apabila ayahnya sudah tiada, tanggung jawab menjaga maruah wanita jatuh pada saudara laki-lakinya (Abangnya). Kalau mereka hanya pentingkan keluarganya saja dan adik perempuannya dibiarkan melenceng dari ajaran islam. Tunggulah tarikan adiknya ke Neraka.

* Anak Laki-Lakinya

Bila mana tidak menasehati ibunya tentang kelakuan yang haram dari islam, maka anak itu akan dimintai pertanggung jawaban di Akhirat kelak. Maka nantilah tarikan ibunya ke Neraka.


Betapa hebatnya tarikan wanita bukan saja didunia bahkan di akhirat tarikannya begitu kuat, Maka kaum yang bergelar Ayah, Suami, Abang lebih baiknya memainkan peranan yang sebenarnya.

Seperti Firman Alloh Subhanahu Wa Ta'aala : "
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.....

" (QS. An Nisaa' : 34)

Hai Wanita kasihanilah ayah anda,suami anda, saudara laki-laki anda serta anak-anak laki2 anda
Hai wanita kasihanilah dirimu dengan jalankan perintah Alloh Subhanahu Wa Ta'aala.

Untuk Para Muslimah

* Semoga Hijab Menjadi Pakaian
* Semoga kesucian menjadi amalanmu
* Semoga kesopanan menjadi Pribadimu


Semoga bermanfaat untuk kita semua.
Aamiin yaa Robbal 'Alamiin

Masuk Surga Karena Seekor Lalat & Masuk Neraka Karena Seekor Lalat

Masuk Surga Karena Seekor Lalat & Masuk Neraka Karena Seekor Lalat





Beliau menjawab " Terdapat dua orang yang berjalan melewati suatu kaumm yang mempunyai berhala, tak seeorangpun diperkenankan melewati berhala itu sebelum memberikan sesuatu. Mereka berkata kepada salah seorang dari kedua lelaki tersebut, "Berikanlah korban kepada berhala itu!" Dia menjawab, "Aku tidak mempunyai apa-apa untuk berkorban." Mereka berkata lagi, "Berikanlah korban sekalipun dengan seekor lalat." Kemudian dengan seekor lalat itu, ia memberikan sesaji dan oleh mereka diperkenankan ia meneruskan perjalanannya. Karena perbuatannya itu, ia kemudian masuk neraka!

Kemudian mereka berkata kepada yang seeorang lagi,"Berikanlah korban!" Orang yang kedua ini menjawab, "Aku tidak akan berkorban sedikitpun kecuali kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Kemudian ia memenggal leher orang itu, dan ia masuk syurga." (Syaikh Shalih Al-Fauzan)




Pelajaran yang dapat kita ambil dari hadist diatas, bahwa kita harus hati-hati terhadap perbuatan syirik yang terkadang sering kita sepelekan padahal efeknya sangat besar diakhirat nanti sampai-sampai masuk Neraka. Terkadang kita sering mendahulukan kepentingan kita daripada kewajiban kepada Allah SWT bahkan sampai meninggalkan kewajibannya.

Sebagai contoh dalam pekerjaan saja, masih ada saja lebih mendahulukan pekerjaannya takut dimarahin bos padahal waktu shalat sudah mau habis bahkan terlewatkan, lebih takut Allah SWT atau bos, lebih memilih mengantar istri kepasar, lebih memilih jemput pacar daripada mengerjakan shalat padahal pacaran itupun dilarang ditambah lagi meninggalkan shalat.
naudzubillahi min dzalik.

Mudah-mudahan dapat diambil manfaatnya dan dapat merubah ibadah kita menjadi lebih baik serta dijauhkan dari perbuatan syirik kepada Allah SWT.

















Sumber : 166 Kiat Menggapai Surga, Penulis Syaikh Shalih Al-Fauzan, Pustaka Darul Haq.

UU Liberal Sumber Konflik Dan Kekerasan Negara

UU Liberal Sumber Konflik Dan Kekerasan Negara

[Al Islam 588] Akhir tahun 2011 lalu dihiasi dengan mencuatnya konflik dan kekerasan yang terjadi di Mesuji dan di Bima NTB. Sejumlah korban baik tewas, luka berat atau luka ringan terjadi di kedua konflik dan kekerasan itu.

Negara dengan Banyak Konflik dan Kekerasan

Fenomena konflik sosial politik di Indonesia sejak masa reformasi menunjukkan intensitas yang semakin tinggi. Dany Yuda Saputra, Dian Yanuardi dan Muntaza dari Institut Titian Perdamaian (2010) menginventarisir, total insiden pada tahun 2009 sebanyak 600 insiden, sementara sampai pertengahan tahun 2010 telah terjadi 752 insiden. Disamping dua jenis insiden terbesar yakni tawuran dan penghakiman massa, konflik dan kekerasan terbanyak berikutnya berupa konflik politik terutama konflik pemilu kepada daerah (74 kasus tahun 2009 dan 117 kasus sampai pertengahan 2010), konflik sumberdaya alam (54 kasus tahun 2009 dan 74 kasus tahun 2010) dan konflik sumberdaya ekonomi (30 kasus tahun 2009 dan 59 kasus tahun 2010).

Di antara konflik terbanyak dan bersifat akut adalah konflik agraria. Sejak 2006 hingga 2009, sejumlah kasus menumpuk dan tak pernah terselesaikan. Bahkan selalu berakhir konflik dan kekerasan. (lihat, suarokezone.com, 26/12/11).

Sementara menurut Kepala Departemen Mitigasi Lingkungan dan Sosial Sawit Watch Norman Jiwan, sepanjang 2010 terjadi sekitar 660 kasus konflik agraria di kawasan perkebunan kelapa sawit. Sepanjang 2009, jumlah konflik agraria di kawasan perkebunan kelapa sawit berkisar 240 kasus. Kriminalisasi warga yang terlibat konflik naik dari 112 orang pada 2009 menjadi 130 orang lebih pada 2010. (lihat, Kompas, 5/1/11).

Sepanjang tahun 2011, Konsorsium Pembaharuan Agararia (KPA) mencatat terdapat 163 konflik agraria di seluruh Indonesia. Jumlah itu meningkat 35% dari tahun 2010 sebanyak 106 konflik. Dari sisi korban, terdapat 22 petani/warga yang tewas di wilayah-wilayah sengketa dan konflik agraria (lihat, Media Indonesia, 28/12/2011)

.

Akar Masalahnya Kapitalisme dan UU Liberal

Berkaitan dengan konflik agraria itu menurut berbagai pihak, ada dua faktor utama penyebab tingginya konflik lahan: pertama, orientasi agraria nasional yang mengusung spirit neo liberal. Kedua, dikedepankannya penyelesaian konflik secara represif (kekerasan) daripada persuasif. Selain itu, konflik sengketa lahan juga makin rumit dengan melibatkan spekulan, mafia tanah dan makelar.

Namun jika ditelusur lebih dalam, sumber masalah munculnya berbagai konflik dan kekerasan itu kembali pada adanya berbagai UU dan peraturan yang bernuansa neo-liberal seperti UU Perkebunan, UU Minerba, UU Penanaman Modal, dan sebagainya.

UU liberal itu membenarkan penguasaan sumber daya alam kepada swasta bahkan asing. Begitu pula UU liberal itu juga membenarkan pemberian hak pengusahaan hutan dan perkebunan dalam skala yang sangat luas. Selanjutnya melalui berbagai peraturan di bawahnya, hak konsesi pertambangan, pengusahaan hutan atau pengusahaan lahan perkebunan diberikan untuk area yang sangat luas mencapai puluhan bahkan ratusan ribu hektar. Misalnya, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/ Permentan/OT.140/2/2007 yang mengubah batasan luas kebun sawit tiap perusahaan di satu provinsi dari 20.000 hektar menjadi 100.000 hektar. Luas wilayah konsesi tambang dan pengusahaan hutan yang diberikan kepada suatu perusahaan juga mencapai puluhan ribu hektar. Izin dan hak pengusahaan dengan mudah diperoleh melalui kongkalikong dengan pejabat dan politisi.

Area tanah yang begitu luas itu tidak jarang merupakan tanah adat. Dan ketika warga adat memberikan lahan untuk dikelola kepada warga, pihak perusahaan dan aparat mencap mereka sebagai perambah hutan. Tidak jarang pula area pengusahaan yang diberikan kepada perusahaan itu sudah dihuni dan digarap oleh rakyat. Rakyat yang rata-rata buta hukum, merasa tanah itu adalah milik mereka.

Dalam kasus lain, area lahan yang menjadi hak perusahaan itu dibiarkan terlantar dan kosong. Karena melihat bahwa lahan itu kosong, lalu orang-orang pun berdatangan menggarapnya karena desakan kebutuhan hidup. Di satu sisi karena merasa lahan itu adalah haknya, perusahaan pun melakukan penertiban atau meminta pemerintah melakukan penertiban. Perusahan berlindung di balik Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. Undang-undang ini memberikan legalitas yang kuat kepada perusahaan-perusahaan perkebunan untuk mengambil tanah-tanah yang dikuasai rakyat.

Konflik pun pecah antara mereka yang menggarap dan menguasai tanah itu termasuk pemilik hak ulayat dengan perusahaan dan pemerintah. Atas nama UU, aparat keamanan diterjunkan. Pasalnya, UU mengharuskan negara memberikan perlindungan keamanan dan jaminan berjalannya operasi perusahaan atas nama investasi. Apalagi kadang kala perusahaan memberikan dana untuk mendukung pengamanan atau penertiban itu. Di sinilah akhirnya terlihat keberpihakan aparat (negara) kepada pemilik modal (investor) dengan alasan sesuai amanat UU investasi. Dalam melaksanakan itu, aparat sering kali menggunakan pendekatan represif. Akibatnya terjadilah bentrokan dan kekerasan oleh aparat (negara) terhadap rakyatnya sendiri. Semuanya demi menjamin dan melindungi kepentingan investor pemilik modal. Jadilah, aparat atau negara akhirnya menjadi berhadap-hadapan dengan rakyatnya sendiri.

Selama UU dan peraturan liberal itu masih diterapkan, maka konflik dan kekerasan termasuk konflik agraria akan terus terjadi. Diperkirakan setidaknya saat ini terdapat 13 titik rawan terjadi konflik tanah (detiknews.com, 29/12/11). Potensi konflik yang ada sebenarnya jauh lebih besar dari itu. Sebab sampai awal 2011, pemerintah telah menerbitkan izin prinsip atas areal hutan seluas 26 juta hektar. Sementara perkebunan sawit yang telah terealisasi baru sekitar 9 juta hektar. Masih ada 15 juta hektar hutan yang bisa dikonversi menjadi perkebunan sawit dan itu pasti berpotensi menimbulkan berbagai konflik. Hal itu masih ditambah kemungkinan dampak dari UU Pengadaan lahan yang baru saja di sahkan DPR yang oleh banyak pihak dikhawatirkan akan menjadi legalisasi perampasan tanah rakyat dengan alasan demi pembangunan.

Sayangnya, rangkaian konflik-konflik itu tidak bisa diharapkan bisa diselesaikan dengan RUU Penanganan Konflik yang sedang dibahas. Sebab, RUU tersebut hanya berorientasi pada penanganan konflik (conflict manifest), tetapi belum memuat proses pengelolaan konflik (conflict management) secara utuh menyeluruh. RUU ini juga belum menyentuh akar persoalan sebenarnya, yaitu UU bercorak liberal yang lebih berpihak kepada kepentingan pemilik modal dengan mengorbankan hak dan kepentingan rakyat.

Semua ini tidak bisa dilepaskan dari sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia. Sistem itu melahirkan corporation state berupa hubungan simbiosis mutualisme antara elit politik dan bisnis yang merugikan rakyat banyak. Sistem demokrasi yang menjadi pilar pokok ideologi kapitalisme ini kemudian menjadi alat legitimasi lahirnya UU liberal.

Solusinya: Terapkan Syariah Islam

Semua konflik dan masalah yang terjadi saat ini adalah akibat diabaikan dan ditinggalkannya sistem yang diberikan oleh Allah SWT yaitu syariah Islam. Allah telah mengingatkan:

æóãóäú ÃóÚúÑóÖó Úóä ÐößúÑöí ÝóÅöäøó áóåõ ãóÚöíÔóÉð ÖóäßðÇ

Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (QS Thaha [20]: 124)

Imam Ibn Katsir di dalam tafsirnya menjelaskan, man a’radha ‘an dzikrî yakni menyalahi perintahku dan apa yang telah Aku turunkan kepada rasulKu, berpaling darinya dan berpura-pura melupakannya serta mengambil selain yang berasal dariKu sebagai petunjuknya. Maka baginya kehidupan yang sempit yakni di dunia dan tidak ada ketenteraman untuknya serta tidak ada kelapangan untuk dadanya…. (Imam Ibn Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, v/322, Dar Thayyibah li an-nasyr wa at-tawzi’. 1999)

Semua kerusakan termasuk dalam bentuk konflik yang terjadi merupakan sebagian dari akibat perbuatan manusia sendiri yang mengabaikan petunjuk Allah dan memilih petunjuk selain Allah. Solusi untuk menyelesaikan itu seperti yang dinyatakan di dalam al-Quran surat ar-Rum : 41 tidak lain adalah kembali kepada petunjuk Allah SWT.

Dalam hal ini, syariah Islam memiliki serangkaian aturan yang akan mampu mencegah semua keburukan itu termasuk konflik tersebut. Syariah menetapkan sumber daya alam (SDA) yang besar termasuk hutan dan tambang yang depositnya besar adalah milik rakyat (milkiyah ‘ammah) yang haram diberikan kepada swasta. SDA itu harus dikelola negara mewakili rakyat dan seluruh hasilnya dikembalikan untuk kepentingan rakyat seperti pendidikan dan kesehatan gratis untuk rakyat.

Syariah Islam juga menetapkan tanah-tanah terlantar dikuasai negara. Negara kemudian membagikannya kepada rakyat yang mampu menggarapnya, dan bukan menguasakannya kepada pemodal besar seperti dalam sistem kapitalisme sekarang ini. Disamping itu tentu saja hukum-hukum tentang ekonomi, politik, pemerintahan, penanganan konflik dan sebagainya. Karena itu untuk menyelesaikan semua masalah termasuk berbagai konflik itu secara tuntas, maka perjuangan untuk menegakkan syariah dalam segala aspek kehidupan harus makin digencarkan. Lebih dari itu, perjuangan penerapan syariah Islam di tengah kehidupan merupakan bukti kesempurnaan keimanan kita. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []

Komentar:

BPS mengklaim jumlah penduduk miskin menurun 0,13 juta menjadi 29,89 juta orang dibandingkan data Maret 2011 sebesar 30,2 juta orang (Republika, 3/1/12).

1. Ini menunjukkan kegagalan pembangunan ekonomi. Dengan pertumbuhan 6,5 % hanya menurunkan jumlah orang miskin 0,4 %, dan merubahnya menjadi hampir miskin yang kapanpun bisa jatuh menjadi miskin bersama dengan orang-orang yang hampir miskin lainnya.

2. Sekaligus menunjukkan pertumbuhan ekonomi lebih banyak dinikmati orang kaya.

3. Terapkan Sistem Ekonomi Islam yang menjadikan masalah distribusi kekayaan secara adil sebagai perhatian utama. Niscaya pertumbuhan ekonomi akan berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan rakyat pada umumnya.

Peran Negara Memperkokoh Keluarga

Peran Negara Memperkokoh Keluarga



Tuesday, 27 December 2011 16:41

Ada upaya sistematis membatasi usia pernikahan dengan berbagai alasan. Program legalisasi seks bebas?

Semua tahu, keluarga adalah elemen terkecil yang merupakan pondasi terpenting pembentukan masyarakat. Keluarga yang utuh, harmonis, sejahtera dan bahagia adalah jaminan terwujudnya masyarakat ideal. Namun, saat ini, bukan perkara mudah membangun sebuah keluarga ideal. Jalan menuju pernikahan semakin terjal, penuh rintangan dan hambatan. Sementara di sisi lain, keluarga yang sudah terbentuk pun kerap mengalami goncangan hingga sulit dipertahankan. Apa masalahnya? Peringatan Hari Keluarga setiap 29 Juni lalu, mungkin bisa menjadi momentum untuk merenungkan kembali makna keluarga, baik dari sisi individual maupun negara.

Sulitnya Berkeluarga

Secara individu, membentuk keluarga adalah fase kehidupan yang ditunggu-tunggu. Naluriah setiap insan, baik laki-laki maupun perempuan mendambakan pernikahan. Dorongan untuk menikah itu, bahkan sudah muncul sejak masa pubertas, berupa ketertarikan terhadap lawan jenis (gharizah nau'). Bahkan, pada awal-awal organ reproduksi ini berkembang, gelora naluri seks ini demikian menggebu-gebu.

Terlebih di era liberalisasi saat ini, ketika berbagai sarana pembangkit syahwat diumbar di ranah publik, maka semakin dini usia anak-anak yang terusik naluri seksnya. Jika para pemuda-pemudi ini tidak disibukkan dengan urusan sekolah, niscaya akan sibuk memenuhi nalurinya semata.

Sikap negara pun ambigu, di satu sisi membuka lebar-lebar sarana pembangkit syahwat, tetapi begitu syahwat bangkit, pintu penyaluran yang sah ditutup rapat-rapat. Pernikahan usia dini dipandang kontraproduktif, khususnya oleh sistem sekuler-kapitalisme yang diterapkan negara saat ini.

Buktinya, negara, dengan segala upaya mencoba membatasi pernikahan usia dini. Seperti mempropagandakan dampak negatif pernikahan dini, kehamilan usia dini, hingga melahirkan usia dini. Lalu mengamandeman Undang-undang Pernikahan dengan meninggikan syarat usia pernikahan dari 17 tahun, menjadi 18 tahun, kemudian 21 tahun dan entah akan dinaikkan berapa tahun lagi.

Inilah yang menimbulkan gejolak sosial hingga merebaknya perzinaan, perkosaan, pencabulan, prostitusi dan kekerasan seks lainnya. Karena, bagi para pemuda-pemudi yang tidak memiliki pondasi iman, begitu pernikahan dipersulit, perzinaan pun jadi alternatif. Na'udubillahi min zalik.

Padahal, akibat pola hubungan seks di luar nikah, dampaknya luar biasa merusak. Seperti kehamilan di luar nikah, aborsi, merebaknya penyakit menular seksual dan runtuhnya institusi pernikahan. Bahkan, yang tak kalah bahaya, makin sulitnya membangun pernikahan, karena anggapan pemenuhan naluri seks bisa dilakukan tanpa terikat pernikahan.

Hambatan lain membentuk keluarga melalui lembaga pernikahan adalah (1) mahalnya biaya pernikahan akibat gaya hidup konsumtif, di mana pesta dinilai menaikkan gengsi. (2) Sulitnya menemukan pasangan hidup, karena harus mapan, sederajat dalam status sosial, dll. (3) Kesibukan individu, baik laki-laki maupun perempuan demi memenuhi kebutuhan hidup berstandar tinggi, sehingga mengabaikan pernikahan. (4) Aturan pernikahan yang berbelit, dipersulit dan juga mahal. (5) Tidak adanya mekanisme perjodohan islami yang memudahkan pertemuan antara calon mempelai.

Dalam hal ini, negara seharusnya wajib campur tangan untuk memudahkan warga negaranya dalam membangun pernikahan yang legal, bersih dan murah. Pernikahan jangan dipersulit, termasuk soal usia dan biaya. Bahkan, negara mestinya mendukung dengan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok pasangan-pasangan yang baru menikah ini dengan membuka lapangan kerja yang luas bagi para suami, memurahkan pendidikan dan kesehatan bagi keluarga, dst.

Di sisi lain, negara juga wajib memberantas segala konten porno, memberantas prostitusi, menghukum keras pezina dan pemerkosa, hingga penyaluran naluri nau berada pada jalur yang benar. Negara wajib menjadikan pernikahan lawan jenis sebagai satu-satunya jalan sah dalam memenuhu naluri nau'.

Mempertahankan Pernikahan

Sementara itu, keluarga-keluarga yang sudah terbentuk, wajib sekuat tenaga untuk dipertahankan. Jika ada ketimpangan, harus diluruskan. Bangunan keluarga yang rapuh harus segera dibenahi. Kebolehan perceraian sebagai sesuatu yang dibenci, harus dihindari.

Upaya mengokohkan kembali sebuah keluarga adalah dengan mengembalikan fungsi-fungsi keluarga pada jalurnya, yakni suami sebagai pencari nafkah, istri sebagai ibu dan pendidik anak-anak, serta anak yang hormat dan patuh pada orang tua.

Sementara itu, negara wajib mendukung upaya penguatan keluarga ini. Negara wajib mencegah upaya-upaya untuk merusak keharmonisan keluarga, semisal gagasan liberalisasi, mencegah pemicu pergaulan bebas, perselingkuhan, intervensi dalam penyelesaian konflik rumah tangga oleh pihak yang tak berkompeten, memperketat perceraian, dll.

Negara harus membuka lapangan kerja seluas-luasnya agar para suami dapat menjalankan perannya sebagai pemberi nafkah. Negara juga wajib memberi ruang dan fasilitas yang nyaman kepada kaum ibu agar mampu menjalankan fungsinya mendidik anak-anak.

Dengan jaminan kesejahteraan ini, tak perlu ada lagi para istri terpaksa bekerja atau menjadi TKW yang hanya melahirkan penderitaan lahir batin. Dengan fokus menjalankan fungsinya sebagai ibu, pendidik anak pertama dan utama, maka akan lahirlah generasi-generasi penerus yang berkualitas. Jika ini terjadi, maka masyarakat dan negara jugalah yang akan memetik hasilnya.

Khatimah

Keluarga Muslim yang harmonis adalah dambaan umat Islam, namun ketakutan bagi Barat. Mereka khawatir, keluarga muslim yang kokoh akan melahirkan generasi mujahid tangguh, yang kelak menjadi cikal-bakal pejuang penegak syariah dan khilafah. Itu sebabnya, Barat dengan segala upaya, melalui cengkereman liberalismenya berusaha memporakporandakan keluarga-keluarga muslim. Inilah yang hendaknya disadari oleh semua komponen umat. Karena itu, mari, perkokoh bangunan keluarga-keluarga Muslim dengan terus-menerus berpegang teguh pada tali syariah Islam hingga terwujudnya Khilafah Islamiyah.[]kholda

http://mediaumat.com/muslimah/3391-62-peran-negara-memperkokoh-keluarga-.html

Barat Kapitalis Tidak Kuasa Menghadapi Islam dan Membuat Rencana-Rencana Untuk Menunda Kembalinya Khilafah

Kantor Media Hizbut Tahrir
Wilayah Yaman



No : H.T.Y 103
Tanggal : 21 Desember 2011/26 Muharram 1433 H



Keterangan Pers


Barat Kapitalis Tidak Kuasa Menghadapi Islam dan Membuat Rencana-Rencana Untuk Menunda Kembalinya Khilafah



Surat kabar Akhbar al-Yawm yang terbit di Yaman pada hari Selasa (13/12) lalu mengutip dari kantor berita AFP Prancis sebuah laporan tentang bangkitnya aktivis Islam ke tampuk pemerintahan. Di dalamnya dinyatakan ucapan Muhammad Qahthan anggota Panel Tinggi Perkumpulan Yaman untuk Reformasi yang memiliki orientasi islami. Ia mengatakan: “bahwa partainya yang dibentuk pasca penyatuan Yaman pada tahun 1990 tidak mengusung slogan “Islam adalah solusi” seperti halnya Ikhwan di Mesir. Partainya juga tidak memiliki agenda politik Islami. Sebab Yaman adalah negeri muslim dan harmonis”. Sebagaimana ia juga berniat untuk terus dalam koalisinya dengan orang-orang kiri dan nasionalis. Qahthan juga mengatakan, “kubu manapun di Yaman tidak bisa mencirikan diri dengan Islam ataupun kearaban. Kami adalah masyarakat yang seluruhnya muslim dan kami meyakini bahwa kami keturunan Arab dan kubu manapun tidak bisa menarik masyarakat melalui slogan-slogan “Islam adalah solusi”. Masalah Islam di negara tidak jadi masalah di Yaman”.


Perhatian yang ditunjukkan oleh barat baik Amerika dan Eropa, seputar siapa yang akan menjadi penguasa baru di negeri Islam ini, menunjukkan dengan jelas akan kekhawatiran barat terhadap munculnya entitas politis kaum Muslim “al-Khilafah” setelah dahulu barat berhasil menghancurkannya dengan bantuan para pengkhianat dari kaum Muslim. Kekhawatiran itu muncul khususnya setelah berlalu sepuluh tahun sejak diluncurkannya perang salib terhadap kaum Muslim pada tahun 2001 dan ketidakmampuan Barat meraih kemenangan dalam perang tersebut. Problem-problem intelektual barat makin kusut di hadapan ide-ide Islam dengan makin meningkatnya keyakinan para pengikut barat atas ketidakbenaran ideologi kapitalisme. Juga masalah ekonomi dengan krisis-krisisnya yang berturut-turut dan akut, krisis “Dolar dan Euro”, disamping problem-problem lainnya yang mengancam kapitalisme akan lenyap.


Barat mulai melakukan tindakan paling keji dan mengeluarkan permainan politik paling akhirnya dengan menerima sampainya “Islam moderat” yakni sampainya aktivis Islam ke pemerintahan tanpa sampainya Islam ke pemerintahan. Itu adalah upaya untuk melanggengkan hegemoninya atas dunia Islam. Hillary Clinton menteri luar negeri AS dalam pernyataannya pada tanggal 8 November silam mengatakan ucapan untuk persiapan hal itu “mempromosikan tidak adanya penerimaan terhadap demokrasi pada diri aktivis Islam yang taat sebagai perkara yang salah”. Juga ucapan Jonathan Wilks duta besar Inggris untuk Yaman pada tanggal 7 Oktober silam mengatakan, “Inggris dari sisi doktrin tidak menentang adanya kelompok Islami dari “Ikhwan” atau kelompok lain yang menerima demokrasi, partisipasi dan menghormati pandangan pihak lain”.
Sampainya Islam ke pemerintahan itu berarti akan menyapu semua sistem hidup kapitalisme yang sedang eksis di negeri-negeri Islam baik pemerintahan, ekonomi, hubungan-hubungan internasional, politik pendidikan, tata pergaulan dan lainnya, serta diganti dengan sistem-sistem Islam yang dibangun diatas hukum-hukum syara’ yang digali dari al-Kitab, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas.


Daulah al-Khilafah adalah sistem pemerintahan satu-satunya yang akan menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan secara revolusioner dan menyeluruh. Daulah al-Khilafah itu sangat jelas bagi orang-orang yang berjuang menegakkannya. Sebaliknya, barat sangat mengkhawatirkannya. Barat tidak lain terus menerus menghalangi kemunculannya dengan berbagai rencana dan strategi yang terbuka. Akan tetapi barat tidak akan kuasa menghalangi kemunculannya. Dan pada akhirnya barat akan berinteraksi dengan daulah al-Khilafah di pentas internasional secara terpaksa, setelah ideologi manusia baik sosialisme maupun kapitalisme menjerumuskan ke kebinasaan. Al-Khilafah akan meliputi seluruh permukaan bumi. Maka barat yang kalah jangan sampai bisa mempedaya Anda. Jangan menyerah kepada rencana-rencana barat dan mengekor di belakangnya. Percayalah bahwa Allah pasti menolong Anda jika Anda menaati perintah-perintahNya dan Anda memenuhi seruanNya dengan mengembalikan hukumnya ke atas muka bumi. Berjuanglah bersama Hizbut Tahrir untuk menegakkan daulah al-Khilafah. Rasulullah saw bersabda:


« áóíóÈúáõÛóäóø åóÐóÇ ÇáÃóãúÑõ ãóÇ ÈóáóÛó Çááóøíúáõ æóáÇó íóÊúÑõßõ Çááóøåõ ÈóíúÊó ãóÏóÑò æóáÇó æóÈóÑò ÅöáÇóø ÃóÏúÎóáóåõ Çááóøåõ åóÐóÇ ÇáÏöøíäó ÈöÚöÒòø ÚóÒöíÒò íõÚöÒõø Èöåö ÇáÅöÓúáÇóãó Ãóæú Ðõáòø Ðóáöíáò íõÐöáõø Èöåö ÇáúßõÝúÑó»

Urusan (agama) ini pasti akan mencapai apa yang dicapai oleh malam. Allah tidak akan membiarkan satu rumah pun baik di kota maupun di kampung kecuali Allah memasukkan agama ini ke dalamnya dengan kemuliaan Zat yang Maha Mulia yang dengannya Dia muliakan Islam atau dengan kehinaan orang yang hina yang dengannya Dia hinakan kekufuran

Kondom tak jamin aman.

Kondom menjadi andalan pencegahan HIV/AIDS . Ini bisa jadi karena
banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa efektivitas kondom dalam
mencegah kehamilan mencapai 90 persen . Kegagalan sebesar 10 persen
lebih banyak di nisbahkan pada penggunaan yang tidak tepat seperti
ukuran terlalu sempit , terlalu longgar , robek saat di sarungkan ,
robek saat di gunakan , atau berlubang karena cacat produksi .

Kemampuan kondom mencegah lewatnya sperma ini karena ukuran pori pori
kondom terkecil 5 micron hampir sama dengan diameter terbesar sperma
3,5 micron . Selain sempit spermapun akan kesulitan berenang menembus
kondom karena ketebalan kondom paling tipis mencapai 194 kali diameter
kepalanya.

Tapi bagaimana dengan efektivitanya untuk mencegah HIV? Kalau melihat
ukuran virus itu yakni sebesar 0,1 mikron , maka pori pori kondom
sangat sangat mudah di lewati . Ini seperti kelereng melewati gorong
gorong .

Saat ini ketebalan kondom yang di jual di pasaran berkisar antar 483 -
635 mikron , sedangkan kisaran pori pori kondom kondom tersebut saat
tidak di rentangkan adalah 5 - 50 mikron. Inilah mengapa kondom tidak
menjamin pemakainya tidak menularkan atau tertular HIV/AIDS dari
pasangan yang ODHA .

Alan guttaxcher institute pada tahun 1989 menemukan kegagalan kondom
mencegah penularan HIV/AIDS mencapai 22,3 persen . 8ritish journal of
medicine pada tahun 1987 mencapai 26 persen , dan new england journal
of medicine pada tahun 1989 mencapai 33 persen . Artinya , kondom
bukanlah penjamin terbebasnya orang dari penyakit ini . Mj

Demokrasi : dari 1% , oleh 1 % , bagi 1%

Fakta demokrasi : dari rakyat , oleh rakyat , dan untuk rakyat , tak
pernah terwujud secara nyata. Demokrasi yang asli hanya terjadi di
zaman yunani kuno . Setelah itu . Demokrasi menjadi alat tirani
kalangan minoritas terhadap mayoritas.

Tak heran pemenang hadiah nobel joseph stiglitz baru baru ini menilai
Amerika serikat yang di kenal sebagai negara demokrasi nomor wahid
sebagai negara '' Dari 1% , oleh 1 % , bagi 1%''.

Profesor dari Columbia University inipun mengungkap data statistik
bahwa pertumbuhan yang terjadi selama ini hanya di nikmati oleh
duapersen orang kaya amerika '' ini bukan hanya yang kaya makin kaya ,
sebenarnya mereka mengambil keuntungan , sementara selebihnya
menurun... Dan saat ini kita lebih buruk dari ' old Europe (eropa kuno
). '' kata penulis buku ' free fall America, free markets and the
sinking of the worl economy ''.

Pernyataan stiglitz ini menegaskan apa yang sebenarnya tengah terjadi
. Demokrasi menjadi alat para politikus yang berkolaborasi dengan
pengusaha ( para kapitalis) untuk mengeruk keuntungan sebsar besarnya
. Sementara rakyat yang mayoritas di biarkan hidup dengan sendirinya
sesuai dengan kekuatan yang mereka miliki.

Dalam beberapa kondisi , pemerintah menggunakan tanganya untuk memaksa
rakyat membayar pajak lebih besar dan pada saat yang bersamaan negara
membantu para pengusaha yang sedang kolaps akibat tak mampu menahan
badai krisis . Negarapun terus mengurangi layanan publik bagi rakyat
baik di bidang kesehatan dan pendidikan .

Kondisi ini mulai DISADARI oleh masyarakat barat , makanya mereka
menggelar kampanye occupy wall street dengan semboyan utama '' we are
99 % '' . Tapi keberadaan mereka pun di tindas pleh penguasa yang
katanya DEMOKRASI . lalu di mana semboyan dari rakyat . Oleh rakyat ,
untuk rakyat?

Semboyan itu hanya di topang untuk menutup wajah demokrasi yang asli .
Demokrasi adalah Tirani ! Inilah sistem kufur yang harus di kubur.
[]Emje

Penyimpangan di Sekitar Teks Proklamasi RI

----- Forwarded by qc_mpc/Plant_MPC/IALK on 11/02/2010 09:44 AM -----
wirawan

11/01/2010 09:16 PM






Penyimpangan di Sekitar Teks Proklamasi RI
oleh Ihsan Tandjung

Tidak banyak di antara generasi muda di Indonesia yang mengetahui bahwa sebenarnya ada problem mendasar di sekitar peristiwa proklamasi Republik Indonesia. Adalah seorang tokoh sejarah bernama KH Firdaus AN yang menyingkap terjadinya pengkhianatan terhadap Islam menjelang, saat, dan setelah kemerdekaan. Menurut beliau semestinya ada sebuah koreksi sejarah yang dilakukan oleh ummat Islam. Koreksi sejarah tersebut menyangkut pembacaan teks proklamasi yang setiap tahun dibacakan dalam upacara kenegaraan.

Dalam penjelasan ensiklopedia bebas wikipedia, naskah proklamasi ditulis tahun 05 karena sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605. Berikut isi teks proklamasi yang disusun oleh duet Soekarno-Hatta:

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta

Teks tersebut merupakan hasil ketikan Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi.

Proklamasi kemerdekaan itu diumumkan di rumah Bung Karno, jl. Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada 17 Agustus 1945, hari Jum'at, bulan Ramadhan, pukul 10.00 pagi.

Kritik KH Firdaus AN terhadap teks Proklamasi di atas:

1. Teks Proklamasi seperti tersebut di atas jelas melanggar konsensus, atau kesepakatan bersama yang telah ditetapkan oleh BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 22 Juni 1945.

2. Yang ditetapkan pada 22 Juni 1945 itu ialah, bahwa teks Piagam Jakarta harus dijadikan sebagai Teks Proklamasi atau Deklarasi Kemerdekaan Indonesia.

3. Alasan atau dalih Bung Hatta seperti diceritakan dalam bukunya Sekitar Proklamasi hal. 49, bahwa pada malam tanggal 16 Agustus 1945 itu, 'Tidak seorang di antara kami yang mempunyai teks yang resmi yang dibuat pada tanggal 22 Juni 1945, yang sekarang disebut Piagam Jakarta, ' tidak dapat diterima, karena telah melanggar kaidah-kaidah sejarah yang harus dijunjung tinggi. Mengapa mereka tidak mengambil teks yang resmi itu di rumah beliau di Jl. Diponegoro yang jaraknya cukup dekat, tidak sampai dua menit perjalanan? Mengapa mereka bisa ke rumah Mayjend. Nisimura, penguasa Jepang yang telah menyerah dan menyempatkan diri untuk bicara cukup lama malam itu, tapi untuk mengambil teks Proklamasi yang resmi dan telah disiapkan sejak dua bulan sebelumnya mereka tidak mau? Sungguh tidak masuk akal jika esok pagi Proklamasi akan diumumkan, jam dua malam masih belum ada teksnya. Dan akhirnya teks itu harus dibuat terburu-buru, ditulis tangan dan penuh dengan coretan, seolah-olah Proklamasi yang amat penting bagi sejarah suatu bangsa itu dibuat terburu-buru tanpa persiapan yang matang!

4. Teks Proklamasi itu bukan hanya ditandatangani oleh 2 (dua) orang tokoh nasional (Soekarno-Hatta), tetapi harus ditanda-tangani oleh 9 (sembilan) orang tokoh seperti dicantum dalam Piagam Jakarta. Keluar dan menyimpang dari ketentuan tersebut tadi adalah manipulasi dan penyimpangan sejarah yang mestinya harus dihindari. Teks itu tidak otentik dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Deklarasi Kemerdekaan Amerika saja ditandatangani oleh lebih dari 5 (lima) orang tokoh.

5. Teks Proklamasi itu terlalu pendek, hanya terdiri dari dua alinea yang sangat ringkas dan hampa, tidak aspiratif. Ya, tidak mencerminkan aspirasi bangsa Indonesia; tidak mencerminkan cita-cita yang dianut oleh golongan terbesar bangsa ini, yakni para penganut agama Islam. Tak heran banyak pemuda yang menolak teks Proklamasi yang dipandang gegabah itu. Tak ada di dunia, teks Proklamasi atau deklarasi kemerdekaan yang tidak mencerminkan aspirasi bangsanya. Teks Proklamasi itu manipulatif dan merupakan distorsi sejarah, karena tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Dalam sejarah tak ada kata maaf, karena itu harus diluruskan kembali teks Proklamasi yang asli. Adapun teks Proklamasi yang otentik, yang telah disepakati bersama oleh BPUPKI pada 22 Juni 1945 itu sesuai dengan teks atau lafal Piagam Jakarta. Jelasnya, teks proklamasi itu haruslah berbunyi seperti di bawah ini:

PROKLAMASI

Bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia ini harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan. Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia, yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jakarta, 22 Juni 1945

Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta, Mr. Ahmad Soebardjo, Abikusno Tjokrosujoso, A.A. Maramis, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, KH. Wahid Hasjim, Mr. Muh Yamin.

KH Firdaus AN mengusulkan supaya dilakukan koreksi sejarah. Untuk selanjutnya, demi menghormati musyawarah BPUPKI yang telah bekerja keras mempersiapkan usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, maka semestinya pada setiap peringatan kemerdekaan RI tidak lagi dibacakan teks proklamasi ”darurat” susunan BK-Hatta. Hendaknya kembali kepada orisinalitas teks proklamasi yang otentik seperti tercantum dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945 di atas.

Benarlah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam yang mensinyalir bahwa dekadensi ummat terjadi secara gradual. Didahului pertama kali oleh terurainya ikatan Islam berupa simpul hukum (aspek kehidupan sosial-kenegaraan). Tanpa kecuali ini pula yang menimpa negeri ini. Semenjak sebagian founding fathers negeri ini tidak berlaku ”amanah” sejak hari pertama memproklamirkan kemerdekaan maka diikuti dengan terurainya ikatan Islam lainnya sehingga dewasa ini kita lihat begitu banyak orang bahkan terang-terangan meninggalkan kewajiban sholat. Mereka telah mencoret kata-kata ”syariat Islam” dari teks proklamasi. Bahkan dalam teks proklamasi ”darurat” tersebut nama Allah ta’aala saja tidak dicantumkan, padahal dibacakan di bulan suci Ramadhan..! Seolah kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia tidak ada kaitan dengan pertolongan Allah ta’aala...!

Úóäú ÑóÓõæáö Çááøóåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÞóÇáó áóíõäúÞóÖóäøó ÚõÑóì ÇáúÅöÓúáóÇãö ÚõÑúæóÉð ÚõÑúæóÉð ÝóßõáøóãóÇ ÇäúÊóÞóÖóÊú ÚõÑúæóÉñ ÊóÔóÈøóËó ÇáäøóÇÓõ ÈöÇáøóÊöí ÊóáöíåóÇ æóÃóæøóáõåõäøó äóÞúÖðÇ ÇáúÍõßúãõ æóÂÎöÑõåõäøó ÇáÕøóáóÇÉõ

“Sungguh akan terurai ikatan Islam simpul demi simpul. Setiap satu simpul terlepas maka manusia akan bergantung pada simpul berikutnya. Yang paling awal terurai adalah hukum dan yang paling akhir adalah sholat.” (HR Ahmad 45/134)

http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/penyimpangan-di-sekitar-teks-proklamasi-ri.htm

11/1/2010 9:23 PM

Thursday, October 20, 2011

Kemiripan Politisi Sistem Jahiliyah Dengan Kaum Munafik

Kemiripan Politisi Sistem Jahiliyah Dengan Kaum Munafik

Selasa, 11/10/2011 22:02 WIB | Arsip | Cetak

Islam merupakan ajaran yang komprehensif atau menyeluruh. Ajaran Allah سبحانه و تعالى ini mencakup segenap bidang kehidupan. Islam bukan ajaran yang hanya mengatur urusan peribadatan ritual semata. Ia merupakan ajaran yang meliputi aspek spiritual, intelektual dan operasional. Islam mencakup urusan dunia dan akhirat. Islam mencakup aspek aqidah, akhlak, ibadah dan mu’amalah. Islam menata kehidupan pribadi maupun sosial. Islam menata urusan ideologi, politik, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, militer, hukum dan pertahanan-keamanan. Dan segenap urusan tersebut bertumpu di atas fondasi keimanan yang kokoh, jelas dan tegas, yakni Tauhid atau kalimat لا إله إلا الله Tiada Ilah Selain Allah. Islam tidak rela ada satupun urusan dalam hidup yang tidak berlandaskan konsep aqidah tauhid. Sebab selain tauhid adalah syirik (mempersekutukan Allah سبحانه و تعالى ). Tauhid adalah al-haq (kebenaran). Sedangkan di dalam Islam selain kebenaran yang ada hanyalah kebatilan alias kesesatan.

فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلاَّ الضَّلاَلُ

"...maka tidak ada sesudah al-haq (kebenaran) itu, melainkan kesesatan.” (QS. Yunus [10] : 32)

Suatu masyarakat yang tidak menjadikan tauhid sebagai landasan kehidupannya pasti hidup dalam kesesatan. Berbagai bidang kehidupan yang mereka geluti tidak akan menghasilkan kebaikan, bahkan hanya kezaliman-lah yang akan dihasilkan oleh masyarakat tersebut. Inilah masyarakat yang disebut masyarakat jahiliyah. Bukan masyarakat Islam. Walaupun di dalamnya terdapat populasi yang mayoritas mengaku muslim. Tetapi lantaran bukan tauhid yang dijadikan dasar di dalam kehidupannya maka masyarakat tersebut menjadi rapuh. Inilah yang digambarkan Allah سبحانه و تعالى di dalam KitabNya:

وَمَثلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍاجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ الأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍ

“Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (QS. Ibrahim [14] : 26)

Suatu masyarakat yang tidak berlandaskan kalimat tauhid menjadi masyarakat laksana pohon yang tercerabut dari akar-akarnya. Tidak akan dapat berdiri kokoh dan kuat. Sebaliknya, suatu masyarakat Islam yang benar-benar berdiri di atas fondasi kalimat Tauhid (kalimah thoyyibah/kalimat yang baik), pasti menjadi masyarakat yang bukan saja kokoh dan kuat, tetapi sekaligus produktif dan bermanfaat sepanjang masa.

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاء ﴿٢٤﴾ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللّهُ الأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ ﴿٢٥﴾

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim [14] : 24-25)

Di dalam masyarakat jahiliyah berbagai aspek hidup berjalan dengan kacau dan tidak benar. Sebagai contohnya bidang politik. Di dalam perpolitikan sistem jahiliyah para aktifisnya berpolitik berlandaskan falsafah: “Tidak ada kawan maupun lawan abadi. Yang ada hanyalah kepentingan abadi.” Artinya, di dalam sistem jahiliyah para politisinya bergerak berlandaskan kepentingan. Bukan berdasarkan kemampuan membedakan antara al-haq (kebenaran) dan al-bathil (kebatilan). Sebab kebenaran dan kebatilan di dalam sistem politik jahiliyah merupakan suatu perkara yang relatif. Sangat tergantung dukungan mayoritas publik. Bila publik banyak yang mendukung, maka sesuatu dianggap benar. Sedangkan bilamana mayoritas publik menolak, maka sesuatu dianggap salah alias batil. Misalnya, baru-baru ini kita mendengar ada ungkapan seorang pejabat ketika membela lembaganya ia berkata: “Soal gagasan perlu-tidaknya lembaga kami dibubarkan, maka kita serahkan saja kepada masyarakat.”

Falsafah yang menjadi pegangan para politisi sistem jahiliyah menyebabkan ucapan dan perilakunya menjadi sangat mirip dengan gambaran Allah سبحانه و تعالى mengenai kaum munafik. Ketika Allah سبحانه و تعالى menggambarkan bagaimana sikap kaum munafik terhadap keputusan hukum yang diambil oleh Rasulullah صلى الله عليه و سلم , maka mereka memperlihatkan sikap ambivalen. Bilamana keputusan hukum Rasulullah صلى الله عليه و سلم dirasakan bermanfaat dan sesuai dengan kepentingan mereka, maka kaum munafik rela menerimanya. Namun bila keputusan hukum Rasulullah صلى الله عليه و سلم tidak sesuai dengan selera dan kepentingan mereka, maka kaum munafik akan pergi ke fihak lain untuk mencari keputusan hukum yang lebih menguntungkan kepentingan mereka.

وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِّنْهُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُوْلَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ ﴿٤٧﴾ وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِّنْهُم مُّعْرِضُونَ ﴿٤٨﴾ وَإِن يَكُن لَّهُمُ الْحَقُّ يَأْتُوا إِلَيْهِ مُذْعِنِينَ ﴿٤٩﴾

"Dan mereka berkata, 'Kami telah beriman kepada Allah dan Rasul, dan kami mentaati (keduanya).' Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada Rasul dengan patuh."(QS. An-Nuur [24] : 47-49)

Oleh karenanya, para ulama muhaqiqin di zaman penuh fitnah dewasa ini cenderung menggambarkan kiprah para politisi sistem jahiliyah modern sebagai fihak yang hanya beda tipis dengan kaum munafik di zaman nabi صلى الله عليه و سلم . Padahal kaum munafik di zaman Nabi صلى الله عليه و سلم dahulu itu bersikap ambivalen terhadap hukum yang diputuskan Rasulullah صلى الله عليه و سلم . Sedangkan para politisi jahiliyah modern dewasa ini bersikap ambivalen terhadap berbagai keputusan politik dalam ruang lingkup hukum yang jelas-jelas bukan hukum Islam, bukan hukum Allah سبحانه و تعالى dan bukan hukum Rasulullah صلى الله عليه و سلم ....! Artinya, mereka mempersoalkan kepentingan mereka yang seluruhnya di luar lingkup hukum yang diridhai Allah سبحانه و تعالى alias hukum jahiliyah. Sebab Allah سبحانه و تعالى menyatakan dengan tegas dan jelas di dalam Kitab-Nya bahwa opsi hukum hanya ada dua: hukum Allah سبحانه و تعالى atau hukum jahiliyah. Tidak ada hukum Allah سبحانه و تعالى yang kejahiliyah-jahilyahan (wa na’udzubillahi min dzaalika) dan tidak ada hukum jahiliyah yang ke-Islam-Islam-an...! Dengan tegas Allah سبحانه و تعالى menyatakan bahwa jika bukan hukum Allah سبحانه و تعالى yang dikehendaki manusia, berarti mereka menghendaki hukum jahiliyah.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُمِنَ اللّهِ حُكْماً لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (QS. Al-Maidah [5] : 50)

Memang, hanya orang-orang yang memiliki keyakinan yang mantap sajalah yang dapat tunduk dan patuh kepada hukum Allah سبحانه و تعالى . Adapun kaum munafik akan senantiasa berada di dalam keraguan akan kebenaran dan keadilan hukum Allah سبحانه و تعالى . Sampai-sampai Allah سبحانه و تعالى menguraikan adanya tiga kemungkinan sebab kaum munafik menolak hukum Allah سبحانه و تعالى dan Rasul-Nya صلى الله عليه و سلم .

أَفِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ أَمِ ارْتَابُواأَمْ يَخَافُونَ أَن يَحِيفَاللَّهُ عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُبَلْ أُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Apakah (ketidak-datangan mereka untuk tunduk kepada hukum Rasulullah صلى الله عليه و سلم karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. An-Nuur [24] : 50)

Kemungkinan kaum munafik menolak hukum Allah سبحانه و تعالى dan Rasul-Nya صلى الله عليه و سلم ialah karena: (1) ada penyakit di dalam hati; atau (2) ada keraguan akan kebenaran dan keadilan hukum tersebut atau (3) berprasangka-buruk kepada Allah سبحانه و تعالى dan Rasul-Nya صلى الله عليه و سلم dan khawatir kalau hukum tersebut akan menzalimi mereka.

Di dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir beliau menulis:

“Persoalan kaum munafik berkutat pada adanya penyakit yang bercokol di dalam hatinya, atau adanya keraguan hatinya terhadap agama, atau mereka khawatir Allah dan Rasul-Nya akan menzalimi keputusan mereka. Alternatif manapun yang ada, maka hal itu merupakan kekafiran semata. Allah Maha Mengetahui setiap individu munafik dan sifat-sifat yang ada di dalam hatinya itu.”

Kaum munafik itulah orang-orang yang zalim. Sedangkan Allah سبحانه و تعالى dan Rasul-Nya صلى الله عليه و سلم bebas dari tuduhan zalim yang mereka lemparkan itu.

Sedangkan di dalam kitabnya Fi Zhilalil Qur’an, Sayyid Qutb menulis dalam kaitan dengan surah An-Nuur ayat 50 sebagai berikut:

Setiap hukum selain hukum Allah pasti bisa diduga mengandung kezaliman. Manusia tidak mungkin menguasai dirinya. Ketika mereka menghukum, pasti mereka menghukum dengan hukuman yang memihak kepada kepentingan dan maslahat mereka, baik individu, komunitas maupun bangsa.

Bila seseorang mnghukum dengan suatu hukum, maka dia pasti memperhatikan penjagaan akan dirinya sendiri dan pemeliharaan terhadap maslahatnya. Demikian juga ketika suatu komunitas merumuskan hukum bagi komunitas lain, atau suatu negara merumuskan hukum untuk negara lain. Sedangkan ketika Allah mensyariatkan suatu hukum, maka tidak ada pertimbangan maslahat dan pemeliharaan pada fihak manapun. Oleh karenanya, hukum-Nya mutlak adil. Keadilan itu tidak mungkin dipikul oleh selain syariat Allah, dan tidak mungkin merealisasikannya selain hukum Allah.

Oleh karena itu, orang yang tidak rela dihukum dengan hukum Allah dan Rasulullah, merekalah orang-orang yang zalim. Mereka tidak menginginkan keadilan itu tegak dan tidak menginginkan kebenaran itu jaya. Sehingga, pada hakikatnya mereka tidak khawatir terhadap penyimpangan dalam hukum Allah dan sama sekali tidak meragukan keadilannya. Tetapi,... “sebenarnya mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Tidakkah mirip apa-apa yang menjadi kemungkinan sebab penolakan kaum munafik terhadap hukum Allah سبحانه و تعالى dan Rasulullah صلى الله عليه و سلم dengan penolakan para politisi sistem jahiliyah di abad modern dewasa ini?

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْاْ إِلَى مَا أَنزَلَ اللّهُوَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَيَصُدُّونَ عَنكَ صُدُوداً

“Apabila dikatakan kepada mereka, 'Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul', niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS. An-Nisa [4] : 61)

http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/kemiripan-politisi-sistem-jahiliyah-dengan-kaum-munafik.htm