Friday, August 12, 2011

Wanita, Pra dan Pasca Islam

Artikel Buletin An-Nur :

Wanita, Pra dan Pasca Islam
Rabu, 06 Juli 11

Kedudukan wanita Sebelum Islam

Yang dimaksud dengan masa sebelum Islam adalah masa jahiliyah, yaitu suatu
keadaan yang suram dan jauh dari risalah serta hilangnya jalan kebenaran,
yang dialami bangsa arab khususnya dan seluruh umat manusia pada umumnya.
Umat manusia hidup dalam kebobrokan moral, kecuali beberapa orang ahli
kitab, dan kondisi kaum wanita saat itu sangat memilukan. Mereka hidup
dalam keadaan menderita, merana dan teraniaya bahkan ada di antara mereka
yang dikubur dalam keadaan hidup hingga mati. Sebuah bentuk kebencian
masyarakat terhadap anak perempuan dan membiarkan hidup terhina,
sebagaimana firman Allah, artinya,“Dan apabila seseorang dari mereka
diberi khabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah)
mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang
banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia
akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya
ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang
mereka tetapkan itu.” (QS. al-Nahl :58-59)

Allah berfirman, artinya, “Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur
hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” (QS. at-Takwir:
8-9).

Apabila anak perempuan selamat dari pembunuhan keji tersebut, maka ia
hidup dalam keadaan terhina dan tidak berhak mendapatkan harta warisan
dari kerabatnya, meskipun harta warisan mereka sangat melimpah ruah,
sementara wanita hidup miskin. Tradisi bangsa Arab saat itu, hanya memberi
harta warisan kepada kaum laki-laki saja, bahkan sang wanita dianggap
warisan seperti harta benda, dan ada pula seorang laki-laki menikah dengan
banyak wanita tanpa memperhatikan prinsip keadilan, sehingga kaum wanita
hidup menderita dan teraniaya.

Kedudukan Wanita Pasca Islam

Setelah Islam datang, seluruh bentuk penindasan terhadap kaum wanita
dihapus dan kaum wanita diberikan hak-hak hidup secara wajar, Allah
berfirman, artinya,“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan.” (QS. al-Hujurat:13).

Allah menjelaskan dalam ayat di atas bahwa wanita memiliki kedudukan yang
setara dengan laki-laki dan memperoleh hak-hak kemanusian dan juga wanita
memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam masalah pahala dan dosa
akibat dari amal perbuatan mereka. Allah berfirman, artinya, “Barangsiapa
yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl:
97)

Allah berfirman, artinya, “Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik
laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan
perempuan.”(QS. al-Ahzab: 73)

Dan Allah menyatakan haram menjadikan wanita sebagai bagian dari harta
warisan sebagaimana firman Allah, artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah
kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa
yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata.” (QS. an-Nisa’:19)

Bahkan Islam telah menjadikan kaum wanita sebagai makhluk merdeka bukan
diwariskan namun mewarisi sebagaimana firman Allah, artinya, “Bagi
laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya,
dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan.” (QS. an-Nisa’:7)

Dan firman Allah, artinya, “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian
pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan
lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan;
jika anak perempuan itu seorang anak saja, maka ia memperoleh separoh
harta.” (QS. an-Nisa’:11). Hingga akhir penjelasan hak waris kaum wanita
baik ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan istri.

Dalam hal menikah, laki-laki hanya boleh menikahi empat wanita dengan
syarat mampu bersikap adil dan mampu mempergauli mereka secara baik
sebagaimana firman Allah, artinya, “Dan bergaullah dengan mereka secara
patut.” (QS. an-Nisa’:19)

Begitu juga Allah menjadikan mahar sebagai hak murni wanita dan harus
diberikan kepadanya secara sempurna kecuali jika ia memberikan dengan suka
rela kepada sang suami karena Allah berfirman, artinya, “Berikanlah mas
kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagian makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. an-Nisa’:4)

Allah juga menjadikan wanita sebagai penanggung jawab rumah suami dan
anak-anaknya sebagaimana sabda Rasulullah, “Dan seorang wanita adalah
penanggung jawab atas rumah suaminya. Dan akan diminta pertanggung
jawabannya.” (HR. Bukhari).

Dan Allah mewajibkan kepada para suami untuk memberi nafkah dan pakaian
yang baik dan wajar kepada istrinya.

Target Musuh Islam Untuk Merusak Kesucian dan Kehormatan Wanita.

Musuh-musuh Islam bahkan musuh kemanusiaan, dari kalangan orang-orang
kafir dan munafik yang mengidap penyakit hati sangat terusik dengan
kondisi wanita muslimah yang tetap menjaga kesucian, kehormatan dan harga
dirinya. Mereka ingin menjadikan kaum wanita sebagai media yang dapat
merusak orang-orang yang lemah iman dan sebagai pemuas nafsu bejat,
sebagaimana firman Allah, artinya,“Dan Allah hendak menerima taubatmu
sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu
berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenarannya).” (QS. an-Nisa’:27).

Sebagian kaum muslimin yang mengidap penyakit di dalam hatinya, ada yang
menginginkan agar wanita menjadi barang dagangan dan alat pemuas nafsu
syahwat serta sebagai barang murahan yang bisa dinikmati, baik keindahan
tubuh maupun kecantikan parasnya atau perbuatan yang lebih buruk dari itu,
maka mereka berusaha keras mengeluarkan kaum wanita dari rumahnya dengan
bekerja di kantor atau pabrik bersama kaum laki-laki, menjadi perawat
mendampingi dokter laki-laki, pramugari, pengajar pada sekolah yang
ikhtilath(campur-baur pria dan wanita), pemain sinetron atau film,
penyanyi, penyiar radio atau presenter siaran televisi dengan penampilan
yang mengundang fitnah. Di antara kaum wanita ada yang menjadi komoditi
bisnis para budak seks melalui cover-cover majalah atau menjadi foto model
surat kabar maupun majalah dengan penampilan sensual guna menaikkan oplah
dan popularitas media tersebut.

Sebagian pelaku bisnis ada yang sengaja menjadikan gambar-gambar wanita
cantik dan sensual sebagai iklan produk, gambar-gambar tersebut terpampang
pada bungkus dan kemasan produk-produk mereka. Tawaran yang sepintas
menggiurkan wanita ini membuat sebagian kaum wanita tidak betah tinggal di
rumah dan memilih menjadi wanita karier, sehingga para suami terpaksa
menyerahkan urusan rumah dan pendidikan anaknya kepada para pembantu dan
timbullah berbagai fitnah dan kejahatan di rumah. Maka berhati-hatilah
terhadap tipu daya setan. (Redaksi)

[Sumber: Disadur dari kitab Tanbihaatul Ala Ahkami Takhtashu bil
Mukminaat, DR. Fauzan bin Abdullah Al Fauzan dengan sedikit perubahan]

YAYASAN AL-SOFWA
Jl.Raya Lenteng Agung Barat No.35 PostCode:12810 Jakarta Selatan -
Indonesia
Phone: 62-21-78836327. Fax: 62-21-78836326. e-mail: info @alsofwah.or.id |
website: www.alsofwah.or.id | Member Info Al-Sofwa
Artikel yang dimuat di situs ini boleh di copy & diperbanyak dengan syarat
tidak untuk komersil.

Pemda Terancam Bangkrut Karena Kapitalisme

Pemda Terancam Bangkrut Karena Kapitalisme

Oleh: M. Ishak
Beberapa Pemerintah Daerah diisukan terancam `bangkrut'. Pasalnya APBD yang menjadi sumber pembiayaan mereka termasuk dana perimbangan dari APBN, sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai.
Berdasarkan data Departemen Keuangan 2010, daerah yang belanja pegawainya lebih dari 50% dari total belanjanya, sebanyak 290 kabupaten/kota dari 491 kabupaten/kota (59%). Konsekuensinya, porsi belanja modal mereka sangat minim. Padahal selain investasi swasta, belanja modal merupakan sumber utama pembangunan suatu daerah. Pembangunan dan pengelolaan infrastruktur publik seperti jalan, irigasi, sekolah dan rumah sakit umum misalnya, sangat bergantung pada belanja modal pemerintah daerah.

Tidak heran jika dibeberapa kabupaten/kota, pasien miskin yang mendapat Jamkesmas/jamkesda tidak lagi dapat dilayani sebagaimana mestinya seperti di RSUD Garut dan Ciamis, di wilayah Jawa Barat, dan Ponorogo di Jawa Timur. Alasannya tunggakan Pemda terhadap rumah sakit sudah sangat besar sementara biaya operasional RS kian menipis. Demikian pula, akibat keterbatasan anggaran tersebut banyak jalan kabupaten yang kondisinya sudah rusak parah namun tak kunjung diperbaiki.

Penyebab

Salah satu penyebab keterbatasan anggaran tersebut adalah pemberlakukan Otonomi Daerah (otoda) pasca orde reformasi. Dalam konsep Otoda, masing-masing daerah diberikan keleluasaan untuk mengelola APBD mereka secara otonom. Meski demikian, bukan berarti pemerintah pusat tidak campur tangan. Pemerintah pusat tetap berhak atas dana bagi hasil atas pajak dan non pajak dari setiap daerah. Pendapatan non pajak sendiri mencakup pendapatan dari sumber daya alam (pertambangan, kehutanan, minyak dan gas).

Uniknya dalam PP No. 104 tahun 2000 tentang Dana Perimbangan, untuk pendapatan pajak daerah, mayoritas diberikan kepada pemda yaitu PBB sebesar 90% dan BPHTB 80%. Demikian pula dengan pertambangan umum, kehutanan dan perikanan, jatah pemerintah daerah sebesar 80% dari total penerimaan dari sektor tersebut. Sementara untuk minyak dan gas mayoritas dikuasai oleh pemerintah pusat. Rinciannya, minyak sebesar 85% dan gas sebanyak 70%.

Entah argumentasi apa yang melandasi peraturan tersebut. Namun yang pasti pembagian seperti ini telah menimbulkan ketimpangan ekonomi antara daerah. Daerah-daerah yang potensi ekonominya besar termasuk kaya sumber daya alam, seperti daerah-daerah di Kalimantan Timur dan Riau menikmati pendapatan berlimpah. Sebaliknya, daerah-daerah miskin, seperti di NTT dan beberapa daerah di NTB, pendapatan yang mereka terima amat minim walaupun telah ditopang oleh dana perimbangan berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan dana dekonsentrasi.

Selain besarnya alokasi anggaran untuk pegawai seperti yang disebutkan di atas, distribusi anggaran yang tidak proporsional itu diperparah dengan belanja pemerintah pusat dan daerah pada pos-pos yang tidak produktif lainnya seperti pembayaran utang dan bunganya. Akibatnya dana yang semestinya mengucur ke rakyat justru mengalir ke institusi asing yang menjadi pemilik modal.

Faktor lain yang juga signifikan menguras anggaran daerah adalah penyalahgunaan anggaran melalui korupsi dana APBD. Untuk yang terakhir ini, indikatornya mudah dibaca. Berjubelnya pejabat dan mantan pejabat daerah yang yang meringkuk di balik jeruji besi membuktikan hal itu. Meskipun tidak sedikit dari mereka yang lolos bahkan tidak tersentuh jerat hukum akibat bobroknya sistem peradilan negara ini. Padahal dari hasil pemeriksaan BPK atas keuangan daerah yang dilakukan setiap tahun, bertumpuk-tumpuk data indikasi penyalahgunaan anggaran oleh oknum pemerintah daerah.

Maraknya fenomena `calo anggaran' juga merupakan ekses dari buruknya sistem distribusi anggaran di negara ini. Selain DAU dan DAK, dana dekonsentrasi dan tugas perbantuan departemen/non departemen pusat kedaerah merupakan sasaran bancakan korupsi. Pasalnya dana yang terakhir ini bersifat eksklusif dimana tidak setiap daerah mendapatkannya. Akibatnya dalam proses penganggaran dan pencairannya, banyak dipenuhi aroma KKN antara pemerintah pusat, pemda dan pihak legislatif.

Dengan demikian, daerah yang kaya bisa mendapatkan jatah lebih banyak sementara daerah yang betul-betul membutuhkan justru tidak kebagian. Kasus dihapusnya sejumlah daerah yang berhak atas Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) di Badan Anggaran DPR beberapa waktu lalu menjadi bukti kesekian kalinya akan boboroknya distribusi keuangan di negara ini.

Fenomena di atas jelas menunjukkan betapa buruknya sistem keuangan negara di negeri ini. Persoalan tersebut bukan semata disebabkan oleh prinsip dan implementasi otoda sehingga pemerintah harus kembali menganut sistem sentralistik sebagaimana pada pasa masa Orde Baru. Masalahnya bukan disitu. Sistem keuangan pemerintah di masa orde baru juga terbukti menimbulkan ketimpangan distribusi antara pusat dan daerah. Sementara saat ini ketimpangan tersebut beralih menjadi ketimpangan antar daerah yang kaya dan miskin. Akibatnya hak-hak pelayanan pemerintah terhadap penduduk di daerah tersebut terbengkalai. Dengan demikian masalah utamanya adalah kacaunya sistem kapitalisme yang menjadi fondasi sistem keuangan pemerintah negara ini.

Perspektif Islam

Hal di atas tentu berbeda dengan sistem keuangan pemerintah dalam Islam. Di dalam sistem tersebut, yang menjadi dasar adalah aqidah Islam. Dengan demikian, seluruh aturan-aturan mengenai keuangan negara bersumber dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw, Ijma' Sahabat dan Qiyas.

Secara spesifik, beberapa prinsip sistem keuangan negara dalam sistem pemerintah Islam antara lain:

1. Pengeluaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat dibagi menjadi pengeluaran yang bersifat persisten (terus menerus) yang tidak terikat oleh kondisi keuangan baitul mal dan pengeluaran yang menyesuaikan dengan kondisi keuangan baitul mal. Pada kategori pertama, jika terjadi kekurangan anggaran dari Baitul Mal, maka khalifah diperkenankan untuk menarik pajak dari rakyat yang kaya hingga dana untuk menutupi pengeluaran tersebut terpenuhi. Pos-pos tersebut yaitu: pelaksanaan jihad dan persiapannya, belanja industri militer, belanja untuk orang fakir miskin dan ibnu sabil; gaji tentara, hakim, guru, pegawai negara lainnya serta insentif orang-orang yang melakukan pelayanan kepada kaum muslim; pos pembiayaan untuk kemaslahatan dan perlindungan umat yang menimbulkan dhahar jika tidak ditunaikan seperti sekolah, rumah sakit, jalan umum; serta belanja untuk bencana seperti bencana alam, kelaparan, serangan tiba-tiba dari musuh dan sebagainya. Pada pengeluaran kedua, disesuaikan dengan anggaran seperti pembangunan jalan alternatif yang keberadaannya tidak mendesak;

2. Seluruh pendapatan yang diperoleh dari pos-pos pemasukan baik yang diperoleh oleh pusat ataupun yang berasal dari daerah dihimpun dalam Baitul Mal. Dana-dana tersebut disimpan berdasarkan jenis sumbernya. Selanjutnya dana-dana tersebut didistribusikan berdasarkan peruntukannya masing-masing. Hal ini karena masing-masing sumber tersebut telah diatur penggunaannya oleh syara' sehingga tidak boleh dicampur dengan yang lain. Dana zakat misalnya, hanya boleh didistribusikan pada delapan golongan yang telah ditetapkan oleh Al-Quran. Sementara pendapatan dari harta milik umum dapat dibelanjakan sesuai dengan ijtihad khalifah;

3. Adapun distribusi keuangan ke tiap-tiap daerah-daerah disesuaikan dengan kebutuhan mereka dan bukan berdasarkan pendapatan mereka. Dengan demikian, bisa jadi suatu daerah yang pendapatannya kecil akan mendapatkan jatah yang lebih banyak dari daerah yang kaya karena kebutuhannya yang lebih besar. Distribusi tersebut juga tidak lagi memperhatikan apakah suatu daerah itu dihuni mayoritas muslim atau ahlu dzimmah, daerah yang baru yang ditaklukkan atau daerah lama, dan sebagainya;

4. Untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas anggaran, dibentuk biro perencanaan anggaran (diwan muwazanah al-ammah) yang menyusun anggaran berdasarkan pandangan khalifah, biro audit (diwan muhasabah al-ammah) yang mencatat dan menilai kondisi keuangan negara dari sisi anggaran dan realisasinya. Adapula biro pengawasan (diwan muraqabah) yang melakukan evaluasi dan pemeriksaan terhadap data keuangan negara, seluruh departemen dan biro negara beserta pegawainya yang berkaitan dengan urusan administrasi;

5. Lebih dari itu, yang tak kalah pentingnya adalah sistem keuangan daulah khilafah merupakan satu kesatuan dan berhubungan erat dengan sistem lainnya. Penyelewengan dan penyalahgunaan anggaran negara misalnya secara efektif dapat diberantas melalui penerapan sistem sanksi (`uqubat) yang kredibel. Dengan demikian, autaran-aturan tersebut disamping aturan lainnya mampu menghasilkan pengelolaan keuangan negara yang tidak hanya syar'I namun juga berkeadilan, transparan dan akuntabel.

sumber : situs resmi hti

Bukan Teroris Kalau Kamu Kulit Putih

Bukan Teroris Kalau Kamu Kulit Putih

Diposting pada Ahad, 24-07-2011 | 23:26:49 WIB
Duarrr, ada bom meletus lagi. Belum hilang berita bom itu, datang lagi kabar penembakan massal, masih di satu lokasi (negara_red). Norwegia, tiba-tiba nama negara itu jadi headline media massa di hampir seluruh dunia moderen (yang sudah terdapat listrik dan internet).

Pendapat pertama yang muncul adalah: ini pasti ulah teroris, MUSLIM. Saya sendiri, pertama mendengar berita ledakan itu tidak begitu "nafsu" mengulik beritanya. Hanya setelah berita kedua, yakni penembakan yang menewaskan 80 orang, saya jadi tertarik mencari tahu lebih jauh. Itu juga gara-gara Time Line Twitter saya dijejali kabar seperti itu.

Sebagai pegiat media yang kontinyu mengikuti perkembangan berita soal "teroris", serta perkembangan Islam di Eropa. Pertama saya agak heran, karena setahu saya penetrasi gerakan Al Qaidah di Norwegia tidak begitu kentara, juga perkembangan Islamnya biasa-biasa saja, tidak seperti di beberapa negara Eropa lainnya yang sudah secara terbuka, ada yang mendeklarasikan untuk menegakkan Syariah Islam.

Begitu pun dengan beberapa pendapat pengamat "terorisme" internasional lainnya. Mereka tidak yakin gerakan jihad global di balik serangan di Norwegia, seperti yang saya baca di situs jaringan Associated Press.

Tapi, seperti biasanya, di forum-forum jihad internasional sudah ada beberapa anggota yang memuji-muji serangan tersebut, beberapa bahkan mengklaim itu dilakukan sebuah gerakan jihad.

Di Indonesia, serentak media-media melansir berita aksi "terorisme" ini. Dan wacana yang disajikan pun masih seperti yang lalu-lalu, bahwa tudingan pertama diarahkan kepada gerakan jihad.

Namun, pelaku serangan itu langsung tertangkap hari itu juga, dalam investigasinya di depan penyidik, pelaku bernama Anders Behring Breivik ini mengaku sebagai seorang "KRISTEN FUNDAMENTALIS". Penonton pun kecewa, mereka sudah terlanjur berharap aksi "genosida kecil" ini dilakukan orang Islam.

Saya kemudian memantau komentar-komentar di beberapa media online. Lho koq sepi? Padahal biasanya Islam dimaki-maki jika ada berita terorisme. Karena pelaku di Norwegia ini seorang Kristen Militan, koq komentar beritanya sepi, apa mungkin di sensor oleh administrator websitenya??? Hanya Allah dan pimpinan redaksi medianya yang tahu.

Bahkan, nyata-nyata berita di detik ini di tutup fasilitas komentarnya http://www.detiknews.com/read/2011/07/23/154516/1687839/1148/teror-di-norwegia-tersangka-seorang-kristen-fundamentalis?991101mainnews . Huh, ga fair!

Di dunia Twitter juga seperti itu, biasanya gerombolan JIL (Jaringan Iblis Laknat) itu akan memaki habis agama Islam dan Jihad apabila ada berita terorisme. Tapi kali ini sepi ocehan mereka, paling pol hanya komentar "Semua Agama Tidak Mengajarkan Kekerasan".

Beberapa waktu lalu, saya menulis opini ringan yang dimuat di website ini (muslimdaily.net_red), soal Teroris dan OPM. sekarang terbukti sudah, jika seseorang melakukan pembunuhan massal, baik dengan bom atau penembakan dan dia seorang Muslim, maka gelar terhormat yang ia sandang adalah TERORIS. Tapi kalau pelaku pembunuhan massal adalah seorang Kristen atau kafir atau agama selain Islam, maka gelarnya hanya MADMAN alias orang gila.

GILA!
http://www.muslimdaily.net/opini/7927/bukan-teroris-kalau-kamu-kulit-putih

Seruan Tegaknya Khilafah dan Jihad Menggema Di Seminar Pembebasan Palestina

Seruan Tegaknya Khilafah dan Jihad Menggema Di Seminar Pembebasan Palestina

Hari sabtu kemarin, 23/7, Al Aqsha Working Group mengadakan perhelatan besar tentang Palestina bertajuk ” Acara yang diselenggarakan di gedung LIPI Jakarta ini menghadirkan beberapa pembicara dari Mancanegara, diantaranya Prof. Mahmoud Shiyam (Mantan Imam Besar Masjid Al Aqsa). DR. Hani Ar Rafiq Al Awad (Dosen Univ Islam Gaza).

Prof. Ali B. Panda (The State University of Mindanao, Philipinnes). DR. Ahmed Ali Bangga (Dosen IIUM Malaysia), dan Syekh Musthafa Al Qonoo (Penasehat Hamas dan PM. Palestina.) Sedangkan salah seorang perwakilan dari Indonesia diwakili KH. Yakhsyallah Mansur M.A (Ma’had Al Fatah).

Dalam kesempatan pertamanya, Prof. Mahmoud Shiyam, menyatakan bahwa apa yang dilakukan Yahudi terhadap bangsa Palestina saat ini, merupakan bentuk imperialisme Yahudi. Ia menekankan kepada umat muslim untuk segera bersatu dan bertawakal kepada Allah untuk bahu-membahu membebaskan tanah Palestina. “Karena Insya Allah permasalahan Palestina tidak akan selesai tanpa izin Allah.” ujarnya.

Sedangkan dalam kesempatan yang sama, DR. Hani Ar Rafiq Al Awad, meminta agar umat muslim menjadikan pembebasan Al Aqsha sebagai prioritas utama. Ia menyitir sebuah hadis yang mengatakan bahwa satu dari tiga mesjid Istimewa dalam Islam adalah mesjid Al Aqsa.

Ia merangsang kepekaan umat Islam untuk mau berkaca kepada sejarah bahwa Al Aqsa terus memanggil-manggil kita untuk dibebaskan, “Seperti ia pernah memanggil Shalahuddin Al Ayyubi,” ungkapnya.

Meski Palestina terus dibombardir Zionis Israel dan umat muslim senantiasa hidup dalam kondisi memprihatinkan, ia membangkitkan rasa optimisme akan datangnya pertolongan Allah untuk mengembalikkan Al Quds kepada kaum muslimin.

“Wahai saudaraku, berbahagia dan optimislah dengan pertolongan Allah yang akan memberikan Al Quds kepada kaum muslimin sesuai dengan janjiNya.” katanya, diikuti pekikan takbir oleh seluruh peserta.

Oleh karena itu, menurutnya, langkah pertama untuk membebaskan Al Aqsa adalah dengan jalan mendirikan Khilafah Islamiyah sebagai wadah persatuan umat muslim.

“Dan Khilafah tidak akan terjadi tanpa kita kembali kepada Al Qur’an dan membiarkan terjadinya perpecahan.”

Hal inipun diamini oleh DR. Ahmad Ali Bangga. Dengan membawakan tema,” dosen asal Sudan itu menekankan betapa kebtuhan khilafah sudah sangat mendesak. Tegaknya Khilafah menjadi kewajiban bagi Umat muslim, selain pembebasan Al Quds.

Namun sayang, dalam pandangannya, kondisi umat muslim saat ini banyak terpecah-pecah. Ia menuding ashobiyyah antara kelompok Islam menjadi pemicu dibalik ini semua.

“Padahal dalam berbagai ayat, Allah menyerukan kita untuk bersatu.” Tandasnya.

Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi kelompok kafir yang justru bersatu dalam melawan kaum muslimin,

“Kenyataannya kaum kafir bersatu, sedangkan umat muslim berpecah belah karena masing-masing bangga kepada kelompoknya sendiri-sendiri,” simpulnya kecewa.

Dan sejarah Islam mencatat perpecahan umat Islam, terjadi tidak lepas dari tangan-tangan Yahudi dalam rangka memperlemah umat Islam. Karenanya, Master dari Universitas Islam Omdurman, Sudan, ini memberikan tiga jalan solusi agar umat muslim bersatu.

“Pertama Iman kepada Allah, kedua berhijrah, dan ketiga Jihad.” Pungkasnya. (eramuslim.com, 25/7/2011)

Ghibah: Seni Memakan Bangkai

Ghibah: Seni Memakan Bangkai


Ketika semua orang sibuk dengan pekerjaan, perbaikan diri dan hari- hari mereka, ada sekumpulan manusia yang justru menyibukkan diri dengan sebuah kegiatan yang membuang waktu sia- sia. Tak jarang, hal itu justru menjadi gaya hidup yang menunjang kemewahan hari- hari mereka. Kegiatan itu adalah tentang hidup orang lain dengan segala pernak- pernik aibnya yang dengan leluasa dibicarakan dengan sama sekali tanpa rasa bersalah. Hal itu adalah untuk sekedar hiburan.

Ya, hanya sekedar hiburan tanpa hajat yang penting dan untuk membunuh waktu atau untuk melegakan jalan mereka ketika mereka harus masuk dalam suatu komunitas. Bahkan, kegiatan bergaya hidup modern tersebut, terkadang membawa mereka melewati batas norma dan logika kebenaran yang disanjung- sanjungnya sediri. Konsekuensi dosa tidak lagi masalah, dan bahkan sangat remeh walau hanya sekedar mampir dipikirannya.



Mungkin banyak dari mereka yang merasa masalah hidup dan dirinya sudah sangat selesai dan rapi sehingga dia merasa perlu membicarakan aib orang lain dan menjadi hakim atas takdir orang lain, celakanya tindakan itu sangat pula membahagiakannya. Hee.. kasihan sekali. Mereka bahkan tidak sadar bahwa masalah sebenarnya dalam hidupnya sendiri sedang melingkupinya yaitu kesepian dan butuh hiburan. Maka tolonglah para manusia ini. Manusia yang tidak menyadari kerugiannya, bahwa pahala mereka mungkin juga telah berpindah untuk saudaranya yang habis- habisan digunjingnya, dan kepastian dosa telah menjadi hak patennya jika saudara tersebut tidak memaafkan atas pergunjingan yang telah dilakukan.



Maka tolonglah para manusia ini, mungkin sejenak batin mereka lupa untuk berpikir tentang, siapa yang bisa menjamin, jika orang yang dibicarakan adalah ternyata lebih mulia disisi Allah dibandingkan diri mereka sendiri.



Masya Allah, benar-benar hati yang bebas dari penyakit hanyalah dimiliki oleh orang-orang yang sholeh. Hati dan pikirannya senantiasa tidak membiarkan salah satu anggotanya, yaitu lidah dan mulut untuk justru menjadi sarang dan sumber dari sebuah kerugian fatal atas kepemilikan kemuliaan hidup.

Maka tolonglah para manusia penggunjing itu, katakan kepada mereka jika ada orang lain yang lebih tua dari kita adalah lebih baik mendidik hati dengan menyampaikan bahwa "Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal sholih dari kita, maka dia lebih baik dari kita." Dan jika ada orang lainnya yang lebih muda dari kita, "Aku telah lebih dulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku."

Maka tolonglah para manusia penggunjing itu, karena merelakan diri mereka untuk mengkonsumsi bangkai yang jelas- jelas menjijikkan bagi manusia normal. Belum lagi konsekwensi kehinaan yang akan disandangnya akibat terus dilakukannya hobi yang sama sekali tidak mendidik itu.

Allah Subhanahu Wata`ala berfirman dalam surat Al Hujurat ayat 12, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."

Dan masih... jika sebagian dari mereka tetap berkilah, bahwa mereka tidak membicarakan kesalahan melainkan hanya kebenaran yang pasti nyata telah menjadi aib orang lain.



Sejenak ingatkan kembali, tentang sabda Rasul mulia:


Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bertanya, "Tahukah kamu, apa itu ghibah?" Para sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai." Seseorang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti)." ( HR. Muslim)



Ghibah dan menfitnah (menuduh tanpa bukti) sama dua keharaman. Ketika sudah tersampaikan aturan dari sang Maha memiliki kebenaran tersebut, apakah masih pilihan mereka tertuju kepada nafsu untuk sebuah pembelaan dan tetap menganggap diri sebagai benar adanya?



Orang- orang yang menghindarkan diri dari melongok kekurangan orang lain, adalah orang yang insyaAllah mudah betindak tulus atas apapun yang dia lakukan. Betapa tidak, godaan untuk sebuah keasyikan menggunjing adalah sangat berat dan itupun berhasil dilampauinya. Dengan kata lain, dia memperlakukan orang lain seperti dia memperlakukan dirinya sendiri. Dalam hatinya, dia merasa bahwa akan sama keberatan dan sakit hati jika dia sendiri berdiri pada posisi orang yang tersakiti dengan pergunjingan,maka dari itu dia menghindarkan lidahnya dari menyakiti sesamanya.



Orang- orang bijak berkata bahwa menggunjing adalah ladang orang- orang yang terhina dan berpenyakit hatinya. Tidak ada salahnya jika hal itu berkali- kali kita katakan kepada diri dan saudara kita, mengingat jatah waktu dan kesempatan bernafas pasti akan ada titik akhirnya. Dan kesemuanya itu semoga tidak akan sia- sia, karena hidup tidak ada kesempatan kedua. hanya satu kali, dan sekali saja, maka jangan sampai salah melangkah dan salah menentukan proses penghabisan usia. Sudah cukup payah kita disibukkan dengan kekurangan diri dan aib sendiri, maka tak ada guna menghibur hati dengan sebuah kealpaan orang lain. mungkin ada baiknya jika hal itu dimulai sekarang juga, karena siapa yang bakal tahu akhir hidup itu akan diberlakukan kapan. Pastinya sebagai manusia berakal, kita tidak mau menghadapa sang maha kuasa, Allah azza wa jalla dengan penuh rasa malu karena dosa.

(Syahidah/Voa-islam.com)


http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2011/07/21/15621/ghibah-seni-memakan-bangkai/

[mediaumat] Empat Nasib Manusia

Dilihat dari segi nasib, bahagia atau sengsara saat di dunia dan di akhirat, manusia akan mengalami salah satu dari empat nasib; bahagia di dunia-bahagia di akhirat, sengsara di dunia-bahagia di akhirat, bahagia di dunia-sengsara di akhirat dan sengsara di dunia-sengsara pula di akhirat.

Sebelum keempat nasib ini dirinci, perlu dicatat bahwa“bahagia di dunia” yang dimaksud bukanlah kebahagiaan hakiki berupa kebahagiaan dan ketenangan ruhani karena berada di bawah naungan ridha ilahi. Tapi yang dimaksud adalah kebahagiaan yang oleh kebanyakan orang dipersepsikan sebagai kebahagiaan; harta melimpah, hidup nan serba mudah dan musibah yang seakan-akan enggan untuk singgah.

Nah sekarang mari kita rinci satu persatu.


Bahagia di dunia-bahagia di akhirat


Nasib yang paling diidamkan semua orang. Semboyan “kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya raya mati masuk surga” menjadi puncak khayalan yang diinginkan manusia. Tapi benarkah ada orang yang di dunia kaya dan saat di akhirat beruntung mendapat Jannah-Nya? Tentu saja ada. Itulah orang yang mendapat fadhlullah, anugerah istimewa dari Allah.


Dalam sebuah hadits yang cukup panjang, diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan bahwa suatu ketika para shahabat yang ekonominya lemah mengadu pada Nabi tentang rasa iri mereka terhadap shahabat lain yang kaya. Yang kaya bisa infak banyak tapi juga melakukan ibadah yang sama dengan yang mereka lakukan saban hari. Lalu Nabi mengajarkan dzikir-dzikir yang dapat mengimbangi pahala infak. Tapi ternyata shahabat yang kaya juga mendengar dzikir ini lalu mengamalkannya. Saat dikomplain, Nabi SAW menjawab, “ Itulah anugerah Allah yang akan diberikan kepada siapapun yang dikehendaki.”

Itulah anugerah Allah. Allah membagi rezeki sesuai kehendak-Nya. Ada yang sedikit ada yang banyak. Sebagian orang ada yang dikarunia rezeki melimpah, hidupnya pun serba mudah. Namun begitu, ternyata semua itu tidak memalingkannya dari cahaya hidayah. Harta yang dikaruniakan gunakan untuk membangun rel yang memuluskan jalan mereka menuju jannah. Rel-rel yang dibangun adalah besi-besi berkualitas dari infak fi sabilillah, sedekah kepada fakir miskin dan yatim dan berbagai proyek amal jariyah. Lebih daripada itu, harta itu juga digunakan untuk membeli berbagai fasilitas yang dapat membantu meraup ilmu mulai dari buku hingga biaya untuk belajar kepada para guru. Kesehatan dan kemudahan hidup digunakan untuk meningkatkan kualitas ibadah dan pengabdian kepada Allah.

Dengan semua ini, insyaallah, kebahagiaan yang lebih abadi di akhirat telah menanti. Kalau sudah begini, manusia semacam ini memang sulit ditandingi. Itulah karunia Allah yang diberikan kepada siapapun yang dikehendaki.


Sengsara di dunia-bahagia di akhirat


Ini nasib kebanyakan orang-orang beriman. Kehidupan di dunia bagi mereka seringnya menjadi camp pelatihan untuk menempa iman. Kesulitan hidup berupa sempitnya kran rezeki memicu munculnya ujian-ujian kehidupan seperti tak terpenuhinya kebutuhan logistik, pendidikan, sandang dan papan. Atau kesulitan hidup berupa kekurangan dalam hal fisik; buta, bisu, buntung, lumpuh dan sebagainya.Dera dan cobaan yang kerapkali menguras airmata dan menggoreskan kesedihan dalam jiwa.


Namun begitu, iman mereka menuntun agar bersabar menghadapi semua dan tetap berada di jalan-Nya. Dan pada akhirnya, selain iman yang meningkat, semua kesengsaraan itu akan diganti dengan kebahagiaan yang berlipat. Rasa sakit, sedih dan ketidaknyamanan hati seorang mukmin akan menjadi penebus dosa dan atau meningkatkan derajat. Sedang di akhirat, hilangnya dosa berarti hilangnya halangan menuju kebahagiaandi dalam jannah dengan keindahannya yang memikat. Dan tingginya derajat keimanan adalah jaminan bagi seseorang untuk mendapatkan kemuliaan di akhirat.


Allah berfirman:


“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadam, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. Al Baqarah:155-157)


Bahagia di dunia-sengsara di akhirat


Kalau yang ini adalah gambaran rata-rata kehidupan orang-orang kafir dan manusia durhaka. Sebagian mereka bergelimang harta, hidup mewah dan dihujani kenikmatan-kenikmatan melimpah. Bukan lain karena mereka bebas mencari harta, tanpa peduli mana halal mana haram.Sebagian yang lain barangkali tidak mendapatkan yang semisal. Tapi mereka mendapatkan kebebasan dalam hidup karena merasa tidak terikat dengan aturan apapun. Aturan yang mereka patuhi hanya satu “boleh asal mau atau tidak malu”.


Merekalah yang menjadikan dunia sebagai surga dan berharap atau bahkan yakin bahwa yang Mahakuasa akan memaklumi kedurhakaan dan kelalaian mereka dari perintah-Nya, lalu memasukkan mereka ke jannah-Nya. Padahal sejak di dunia mereka telah diperingatkan:


“Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras.” (QS. 31:24)


Sengsara di dunia sengsara di akhirat.


Inilah orang paling celaka dalam sejarah kehidupan manusia, dunia akhirat. Di dunia hidup miskin, susah payah mencari sesuap nasi dan hutang menumpuk karena usaha selalu tekor hingga hidup pun tak nyaman karena diburu-buru debt kolektor.Atau hidup dalam keterbatasan karena cacat di badan dan masih ditambah ekonomi yang pas-pasan. Dan dengan semua itu, mereka tidak memiliki harapan untuk hidup bahagia di akhirat meski hanya seujung jari, karena iman sama sekali tidak tumbuh dalam hati. Di penghujung hidup mereka mati dalam kondisi kafir, menolak beriman kepada Rabbul Izzati.


Dan di akhirat, neraka yang menyala-nyala telah menanti. Karena ketiadaan iman, mereka tidak akan mendapatkan belas kasihan. Hukuman akan tetap dijalankan karena di dunia mereka telah diperingatkan. Na’udzu billah, semoga kita terhindar dari keburukan ini.


Padahal yang didunia sempat merasakan kesenangan saja, apabila dicelupkan ke dalam neraka, akan musnah semua rasa yang pernah dicecapnya. Lantas bagaimana dengan yang sengsara di dunia dan berakhir dengan siksa di neraka?


عَامِلَةٌنَّاصِبَةٌ {3} تَصْلَىنَارًاحَامِيَةً

“Bekerja keras lagi kepayahan, -sedang di akhirat- memasuki api yang sangat panas (QS. Al Ghasiyah:3-4)


Kita masih bisa memilih

Dari keempat kondisi di atas, sebisanya kita tempatkan diri kita pada yang pertama. Caranya dengan sungguh-sungguh bekerja agar kehidupan dunia sukses dan mulia. Bersamaan dengan itu, kesuksesan itu kita gunakan untuk membeli kebahagiaan yang jauh lebih kekal di akhirat. Jika tidak bisa, pilihan kita hanya tinggal kondisi kedua karena yang ketiga hakikatnya sama-sama celaka dengan yang dibawahnya. Meskipun hidup di dunia kita harus berkawan dengan sengsara, tapi dengan iman di dada kita masih layak tersenyum karena harapan itu masih ada. Harapan agar dimasukkan ke dalam jannah yang serba mewah, atas ijin dan ridha dari Allah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pemurah.Wallahua’lam bishawab, wa astaghfirullaha ‘ala kulli khati`ah. (taufikanwar)


http://www.arrisalah.net/kajian/2011/07/empat-nasib-manusia.html

NU: Perlawanan Terhadap Penjajah, Perjuangan Syariah dan Khilafah

NU: Perlawanan Terhadap Penjajah, Perjuangan Syariah dan Khilafah



[Nahdlatul Oelama dulu, melawan penjajah dan ambil bagian dalam perjuangan syariah dan khilafah ]
Syabab.Com - Ada dua hal yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah NU perlawanan terhadap penjajahan, perjuangan syariah dan khilafah. Nahdlatoel Oelama lahir pada 31 Januari 1926 M./16 Rajab 1344 H. di Surabaya yang dipimpin oleh Rais Akbar Choedratoes Sjech KH. Hasjim Asj’ari. Nama Nahdlatoel Oelama merupakan kelanjutan dari nama gerakan dan nama sekolah yang pernah didirikan Nahdlatoel Wathan pada 1335 H./1916 M. di Surabaya.


Kehadiran Nahdlatoel Oelama pada periode Kebangkitan Kesadaran Nasional Indonesia mempunyai kesamaan dengan organisasi Islam yang sezaman. NU berjuang ingin menegakkan kembali kedaulatan umat Islam sebagai mayoritas. NU ingin pula menegakkan syari’ah Islam. Kebangkitan Nahdlatoel Oelama merupakan jawaban terhadap Politik Kristenisasi penjajah pemerintah kolonial Belanda yang berusaha menegakkan Hukum Barat.




Tantangan imperialis Barat, dengan Politik Kristenisasi dan upaya memberlakukan Hukum Barat, menjadikan seluruh organisasi Islam, Sjarikat Dagang Islam, Sjarikat Islam, Persjarikatan Moehammadijah, Persjarikatan Oelama, Persatoean Oemat Islam, Matla’oel Anwar, Persatoean Islam, Nahdlatoel Oelama, Perti, Al-Waslijah, serta Djamiat Choir dan Al-Irsjad, berjuang menuntut Indonesia Merdeka dan menegakkan Syariah Islam. (Ahmad Mansur Suryanegara, 2009. Api Sejarah)




Perjuangan NU juga tidak bisa dilepaskan dari cita-cita besar menjadikan Islam sebagai agama negara, menjadi dasar negara, menuju sebuah negara Islam. KH Wahid Hasyim memang memanfaatkan rancangan Pembukaan yang diusulkan tersebut sebagai suatu titik tolak untuk pengaturan lebih lanjut menuju suatu negara Islam. “Kalau presiden adalah seorang Muslim, maka peraturan- peraturan akan mempunyai ciri Islam dan hal itu akan besar pengaruhnya. Tentang Islam sebagai agama negara, hal ini akan penting artinya bagai pertahanan negara. Umumnya, pertahanan yang didasarkan kepada keyakinan agama akan sangat kuat, karena menurut ajaran Islam orang hanya boleh mengorbankan jiwanya untuk ideologi agama.”, tegas KH. A. Wahid Hasyim, salah seorang tokoh NU terkemuka (BJ. Boland, “Pergumulan Islam di Indonesia” (1985)




Dalam peran internasionalnya NU juga tidak bisa dipisahkan dari perjuangan penegakan Khilafah yang menjadi agenda penting umat Islam saat itu. Sebagai respon terhadap keruntuhan khilafah sebuah komite didirikan di Surabaya pada tanggal 4 Oktober 1924 diketuai oleh Wondosoedirdjo (kemudian dikenal sebagai Wondoamiseno) dari Sarekat Islam dan wakil ketua KHA. Wahab Hasbullah(salah satu pendiri NU). Tujuannya untuk membahas undangan kongres khilafah di Kairo

Pertemuan ini ditindaklanjuti dengan menyelenggarakan Kongres Al-Islam Hindia III di Surabaya pada tanggal 24-27 Desember 1924, Keputusan penting kongres ini adalah melibatkan diri dalam pergerakan khilafah dan mengirimkan utusan yang harus dianggap sebagai wakil umat Islam Indonesia ke kongres dunia Islam. Kongres ini memutuskan untuk mengirim sebuah delegasi ke Kairo yang terdiri dari Suryopranoto (SI), Haji Fakhruddin (Muhammadiyah) dan KHA. Wahab dari kalangan tradisi .




Karena ada perbedaan pendapat dengan kalangan Muhammadiyah, KHA. Wahab dan 3 penyokongnya mengadakan rapat dengan kalangan ulama senior dari Surabaya, Semarang, Pasuruan, Lasem, dan Pati. Mereka sempat mendirikan Komite Merembuk Hijaz. Komite ini dibangun dengan 2 maksud, yakni mengimbangi Komite Khilafat yang secara berangsur-angsur jatuh ke kalangan pembaharu, dan menyerukan kepada Ibnu Sa’ud], penguasa baru di Arab Saudi agar kebiasaan beragama yang benar dapat diteruskan . Komite inilah yang diubah namanya menjadi Nahdlatul Ulama pada suatu rapat di Surabaya tanggal 31 Januari 1926. Rapat ini tetap menempatkan masalah Hijaz sebagai persoalan utama. (Bandera Islam, 16 Oktober 1924 ; Noer, Deliar (3 Maret 1973). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. LP3ES) [salman.iskandar/mu/syabab.com]



Baca juga:

* HTI dan Kyai Muda NU di Kajen Pati Diskusi Tentang Khilafah
* Adakah Inhiraf Manhaji Pada Fikrah Nahdliyyah?