Friday, May 13, 2011

Kebatilan Istilah "Demokrasi-Islam

Kebatilan Istilah "Demokrasi-Islam



Kami melihat sebagian kaum muslimin berbicara kepada umat, bahwa mereka adalah "pendukung demokrasi", "memperjuangkan demokrasi".

Setelah kami berdiskusi dengan sebagian orang tersebut; setelah kami bicara mengenai asal-usul landasan fiosofis, dan konsep praktis dari demokrasi; setelah kami paparkan contoh-contoh kasus dalam impementasinya yang rusak; setelah kami bandingkan dengan aqidah dan syariah Islam; dan setelah kami nyatakan pertentangannya dengan tauhid, maka sebagian dari mereka mengatakan: "kami tidak sedang memperjuangkan jenis demokrasi seperti yang anda sampaikan. Demokrasi seperti itu demokrasi barat, dan memang demokrasi barat bertentangan dengan Islam. Tapi kami mengusung demokrasi yang lain, yakni demokrasi Islam, demokrasi yang dipraktekkan oleh para Khulafaa'ur Rasyidiin".



Demi Allah, Ini adalah jawaban bathil yang harus dibungkam. Wallaahul musta'aan. Sebenarnya, istilah demokrasi-Islam merupakan istilah yang mengalami contradictio in terminis. Sebab, Demokrasi-Islam terdiri dari dua istilah yang mewakili dua konsep yang asing antara satu dengan yang lain. Islam adalah sebuah sistem kehidupan yang terbangun dari pandangan hidup tertentu (aqidah Islam). Sedangkan demokrasi merupakan model pemerintahan yang ditelorkan dari pandangan hidup yang lain (bukan aqidah Islam). Singkatnya, Islam adalah idiologi tersendiri, sedangkan demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang lahir dari idiologi lain, yaitu liberalisme-sekuler (yang menjadi salah satu rival Islam).


Atas dasar itu, penggunaan istilah "demokrasi" yang ditempelkan pada istilah "Islam" adalah penggabungan yang sangat aneh. Hal itu sama anehnya dengan istilah "Marxisme-Islam", sama seperti menyebut lagu-lagu gereja dengan istilah "nasid-gereja", sama dengan menyebut tentara Amerika dengan sebutan "mujahid amerika", sama dengan menyebut seorang kristen yang rajin ke gereja dengan sebutan "seorang kristen yang sholeh". (Baca juga postingan karya Adian Husaini berjudul “Perangkap Istilah” dan “Pemurtadan Bahasa” di milis ini)



Bukankah itu merupakan penggunaan istilah yang kacau, di dalamnya terjadi pencampuradukan dua konsepsi yang sebenarnya tidak bisa dicampur. Marxisme adalah sesuatu, dan Islam adalah sesuatu yang lain, keduanya bertentangan secara diametral. Di Indonesia, nasid merupakan istilah untuk lagu-lagu Islami, sehingga tidak bisa digabungkan dengan istilah gereja. Istilah mujahid, dan sholihuun merupakan istilah yang secara spesifik digunakan untuk menyebut karakter tertentu dalam Islam, tidak bisa digunakan dalam konteks di luar Islam. Begitu pula dengan demokrasi yang merupakan anak kandung dari liberalisme-sekuler, adalah bukan Islam, bahkan musuh Islam. Sepert-itulah kejanggalan dari orang-orang yang menipu manusia dengan bermain kata-kata tanpa berfikir. Demokrasi-Islam adalah kamuflase yang memperdaya umat muslim. Dan penipuan itu harus segera diakhiri agar umat terentaskan dari kubangan lumpur.



Jawabnya, demokrasi merupakan istilah yang memiliki pengertian yang telah mapan. Pengertian itu digunakan oleh seluruh dunia untuk menyebut sistem pemerintahan yang menjadikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Ia merupakan sistem pemerintahan yang lahir dari idiologi liberalisme-sekuler. Siapa saja yang memaknai demokrasi dengan

pengertian yang berbeda dari pengertian itu berarti dia telah menyimpang dari bahasa manusia, dia telah menggunakan istilah dengan seenak perutnya. Apakah anda akan membenarkan jika ada orang yang mengaplikasikan kata "mobil" untuk sebuah kendaraan yang ditarik oleh seekor kuda yang dikendalikan oleh laki-laki yang memegang cemeti?



Bukankah orang itu telah menggunakan sebuah kata dengan cara yang bertentangan dengan konvensi manusia? Maka demokrasi harus kita maknai sesuai dengan makna yang digunakan oleh disiplin ilmu politik, sesuai dengan konsep aslinya, jika kita tidak mau dikatakan bodoh. Dengan pengertian demokrasi yang asli, pemerintahan Umar bin Khothob tidak bisa disebut demokratis, sebab Umar bin Khothob (ra) tidak menjadikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Beliau menjalankan pemerintahannya dengan menjadikan Al Qur'an dan As-sunah sebagai rujukan mutlak dalam mengambil kebijakan. Coba tanya kepada dunia dan ahli politik: "apakah kepala negara yang memutlakkan otoritas Al Qur'an dan As Sunah sebagai sumber hukum (bukan kehendak rakyat) dapat disebut negara yang demokratis? Mana bisa negara yang memutlakkan otoritas "wahyu" yang diyakini oleh penganut agama tertentu bisa disebut negara demokrasi? Mereka justru akan mengatakan: "pemerintahan Islam yang bersandar pada aturan syariah yang "kaku" itu tidak demokratis, karena tidak menghargai kebebasan".


Oleh karena itu, demokrasi bukan sekedar kata asing biasa, tapi ia merupakan istilah yang mapan, lahir dari pandangan tertentu, dan memiliki pengertian tertentu. Maka dari itu, istilah demokrasi tidak bisa diaplikasikan secara serampangan. Kenapa begitu? Karena jika digunakan secara ngawur, lepas dari konteks landasan filosofis dan konsepsi yang diwakilinya, maka penggunaannya akan tampak janggal. Seperti halnya kata presiden dan khalifah, kedua kata ini memiliki konsep tertentu, ia tidak bisa diaplikasikan di luar konteks yang sesuai dengan konsepnya. Oleh karena itu, kata presiden ini tidak bisa diganti dengan istilah lain yang memiliki konsep lain, seperti istilah khalifah. Kedua kata ini, yakni presiden dan khalifah, tidak bisa saling menggantikan, sebab keduanya mengandung konsep tersendiri, bahkan konsep yang dikandungnya merupakan konsep yang bersifat idiologis yang eksklusif. Umar bin Khothob tidak bisa diberi atribut "presiden", karena Umar (ra) memang bukan seorang presiden tapi seorang khalifah. Di lain pihak, Suharto dan Bush adalah seorang presiden, tidak bisa disebut khalifah Bush atau khalifah Suharto. Hal ini dikarenakan presiden merupakan sebuah isitilah yang penggunaannya relevan dalam negara demokrasi, dan khalifah, penggunaannya terbatas

pada negara khilafah. Jadi presiden dan khalifah bukan kata serapan biasa, keduanya tidak memiliki padanan istilah dalam bahasa yang berbeda.


Lain halnya dengan kata serapan biasa, ia bisa digunakan dengan bebas, seperti kata manajer (manager). Maka kata ini (manajer) bisa digunakan untuk mensifati siapa saja yang bertugas mengatur aktifitas sejumlah orang untuk mengerjakan tugas tertentu. Kata ini juga memiliki padanan kata dalam berbagai bahasa. Dengan demikian kata ini bisa secara universal dilekatkan pada siapa pun, karena kata manajer tidak terkait dengan faham atau idiologi apapun. Hal ini lain dengan istilah Demokrasi. Sebab istilah ini khusus ditujukan kepada sistem pemerintahan yang ditegakkan dan diyakini keshahihannya oleh orang-orang yang menganut faham liberalisme-sekuler. Sementara itu, umat Islam punya istilah khusus dalam menyebut sistem ketatanegaraan yang dimunculkan dari aqidah Islam, yaitu khilafah.


Jika demokrasi itu sama dengan Islam, dan khilafah yang asli pada masa khulafaur rasyidin dianggap sama dengan sistem demokrasi, maka seharusnya demokrasi dan sistem khilafah itu dianggap sebagai dua istilah yang memiliki konsep sama (sinonim). Ini jelas tidak bisa diterima, baik oleh umat Islam, maupun penganut demokrasi, maupun oleh semua orang yang masih berakal sehat.



Jika sistem khilafah adalah demokrasi, dan Amerika juga negara demokrasi, berarti sistem khilafah sama dengan sistem pemerintahan Amerika. Ya nggak? Katanya jika P = Q, sementara Q = R, maka seharusnya P = R., bukankah demikian? Jadi jika kita konsisten mengatakan bahwa khilafah = demokrasi, maka kita juga harus mengatakan bahwa Amerika identik dengan khilafah yang dipimpin oleh Khulafaaur Rasyidin itu. Sebab, semua orang di dunia ini mengatakan bahwa Amerika juga negara demokrasi, atau kalau anda tidak setuju dengan Amerika, taruhlah Yunani kuno sebagai ganti R. Padahal, nilai-nilai yang membangun Daulah Islam dengan nilai-nilai yang membangun Amerika atau Yunani itu sangat berbeda bahkan bertolak belakang. Dan sebagian orang Islam tidak akan rela jika dikatakan bahwa pemerintahan khulafaaur rasyidiin setipe dengan sistem Amerika atau pun yunani, begitu pula sebaliknya, orang amerika juga tidak rela jika demokrasi yang mereka banggakan dianggap sama dengan model pemerintahan Islam yang mereka anggap Uncivilized.



Logika di atas jadi terlihat aneh karena salah satu premisnya salah total, yakni anggapan bahwa khilafah sama dengan demokrasi, maka jika premis-premisnya dihubungkan secara benar, konklusinya justru terlihat janggal, menggelikan, dan tidak sesuai dengan hasil penginderaan. Masak sih Yunani kuno atau amerika bisa disamakan dengan pemerintahan empat khulafaa' awal radliyallahu 'anhum? Jadi jelas, mengatakan bahwa Khulafa'ur Rasyidin telah menjalankan demokrasi merupakan salah satu pernyataan paling "unik" di dunia, saking "uniknya" layak untuk diluruskan. Hal yang sama parahnya pernah terjadi tatkala ada yang menyuarakan sosialisme Islam (Islam kiri), dan mengatakan bahwa pemerintahan Islam pada masa lalu adalah pemerintahan yang bersifat sosialis.



Akan tetapi, istilah demokrasi saat ini sudah sangat populer. Melawan demokrasi sama artinya dengan melawan semua manusia. Maka untuk mendekati dan meraih simpati publik sebagian orang tidak menampakkan perlawanan terhadap istilah demokrasi. Mereka mengatakan kepada khalayak: "Kami juga menganut demokrasi". Ketika kami menyapa mereka: "apakah kalian membela demokrasi? Padahal demokrasi itu begini dan begitu,.. bla, bla, bla..?".

Setelah itu mereka bebisik kepada kami: "Tunggu dulu, anda jangan tergesa-gesa menyalahkan kami, sebenarnya demokrasi kami berbeda dengan demokrasi yang dipahami oleh publik, kami meyakini demokrasi Islam".



Maka disamping melakukan perancuan konsep, mereka dengan sadar juga telah melakukan tindakan kamuflase di mata publik. Sebab mereka menggunakan sebuah istilah di depan publik, akan tetapi mereka memaknai istilah itu dengan arti yang berbada dengan apa yang dipahami oleh publik.



Ini seperti seorang sufi-ghulah yang ditanya orang-orang: "apakah anda sudah sholat?", ia menjawab: "sudah". Padahal yang dimaksud penanya adalah sholat maghrib, sedang sang sufi-ekstrim memaknai sholat sebagai "penyatuan batin antara manusia dengan Allah". Apakah ini pembicaraan yang nyambung? Bukankah sang sufi-x-trim telah menipu orang-orang?



Di samping itu, dengan tidak jujur kepada publik, mereka telah mungubur dan menyembunyikan fikrah Islam, dan menampakkan diri sebagai pendukung demokrasi. Jika nanti kesadaran umat telah pulih, dan umat tahu bahwa demokrasi adalah bathil, sementara hari ini mereka terlanjur mengatakan sesuatu yang bathil, apakah nanti umat akan percaya kepada mereka? Padahal telah diketahui bahwa mereka bertahun-tahun menyuarakan sesuatu yang bathil di depan umat? Tentu mereka tidak mau hal itu terjadi, maka mereka akan selalu berusaha menyembunyikan hakekat demokrasi, menjaganya agar tidak tampak bathil di mata umat. Dengan begitu, umat akan selalu melihat mereka sebagai pembela rakyat, pembela demokrasi. Dan selamanya mereka akan seperti itu. Tindakan ini mereka namakan "dakwah bijak", dakwah yang tidak frontal, kata mereka.



Apa ini yang disebut dakwah, menampakkan kebathilan sebagai sesuatu yang haq? Padahal, kita diajari untuk mengatakan sesuatu yang haq sebagai haq, dan bathil dikatakan bathil. Maka tidak heran jika mereka selalu membantah dengan bantahan yang tidak disandarkan pada skema pendalilan yang syar'i, seperti alasan dhorurat, mashlahat, daf'ul mafsadat, dsb, seraya mengesampingkan nash-nash yang qoth'i.



Allaahumma innaa nas'alukal hudaa wash-shiraathol mustaqiim, wa na'uudzubika minasy-syayaathiin!

Salaamun 'alal mursaliin, wa aakhiru da'waanaa anil hamdulillaahi

Rabbil 'aalamiin. Titok


http://titok.wordpress.com

Peradaban Emas Khilafah

Peradaban Emas Khilafah

-->Sepanjang sejarah Khilafah tidak semuanya lurus. Khalifah adalah manusia yang juga bisa menyimpang dari Islam. Namun, penyimpangan perilaku khalifah dari hukum syariah bukan karena kesalahan sistem Khilafahnya. Karena itu, kalau ada khalifah yang terbunuh, yang salah bukanlah sistem Khilafahnya, tetapi tindakan pembunuhan itulah yang menyimpang dari hukum syariah. Karena itu, menyerang sistem Khilafah berdasarkan praktiknya yang menyimpang dari syariah Islam tentu adalah kesalahan fatal.

Dalam sejarah sistem demokrasi Amerika Serikat, empat presidennya (Abraham Lincoln, James Abram Garfield, William McKinley, dan John F Kennedy) semuanya tewas terbunuh. Sejarah demokrasi AS juga mengalami perang saudara antara pihak Utara (Union) dengan Selatan (konfederasi). Lebih dari 500 ribu orang terbunuh dalam perang ini. Meskipun demikian, pengusung demokrasi tidak pernah menyalahkan sistem demokrasi karena adanya pembunuhan terhadap presidennya atau perang saudara tersebut.

Karena Khalifah bisa menyimpang, di dalam Islam mengoreksi Khalifah bukan hanya hak, tetapi juga kewajiban. Hal ini karena Khalifah bukanlah sumber kedaulatan hukum seperti dalam sistem monarki. Khalifah adalah manusia biasa yang mungkin saja keliru. Dalam hadisnya Rasulullah saw. menyebut aktivitas mengoreksi penguasa lalim sebagai afdhal al-jihad (jihad paling utama) dan siapa pun yang meninggal karena mengoreksi pemimpin zalim sebagai sayyid asy-syuhada’.

Sekali lagi, kita harus membedakan sistem Khilafah dengan pelaksanannya dalam sejarah. Adanya penyimpangan dalam pelaksanaan sistem Khilafah tidaklah menggugurkan kewajiban menegakkan Khilafah. Sama seperti adanya orang yang keliru melaksanakan shalat bukan berarti menggugurkan kewajiban shalat. Kewajiban menegakkan Khilafah dan mengangkat kholifah tetaplah wajib adalah berdasarkan al-Quran, as-Sunnah dan Ijmak Sahabat.

Namun, dari sejarah kita bisa mengambil pelajaran bahwa setiap pelanggaran atau penyimpangan dari hukum syariah, meskipun di era Khilafah, akan membawa masalah. Apalagi kalau kita tidak melaksanakannya sama sekali seperti sekarang ini. Kita menegaskan pula, Khilafah yang akan kita tegakkan adalah Khilafah yang berdasarkan manhaj Kenabian (‘ala minhaj an-Nubuwwah), bukan yang menyimpang. Kita tentu saja bertekad, tidak mengulangi penyimpangan-penyimpangan yang pernah dilakukan oleh Khalifah dalam sejarah Kekhilafahan masa lalu.

Mengangkat sebagian sejarah Khilafah yang gelap, tetapi menutup-nutupi sejarah panjang kejayaan Khilafah adalah cara pandang yang tidak obyektif dan juga ahistoris. Apalagi menyatakan sistem Khilafah membelenggu pemikiran umat tanpa disertai bukti-bukti. Bukankah justru dalam sistem Khilafah banyak bermunculan para ulama dan cendekiawan Muslim terkemuka dengan karyanya yang gemilang—seperti para Imam Madzhab terkemuka, al-Khawarizmi, Ibnu Sina, dan banyak lagi lainnya?

Imam Syafii, misalnya, menurut al-Marwazi, karyanya mencapai 113 kitab tentang tafsir, fikih, adab dan lain-lain. Yaqut al-Hamawi mengatakan jumlahnya mencapai 174 kitab yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu an-Nadim dalam Al-Fahrasat. Yang paling terkenal di antara kitab-kitabnya adalah Al-Umm, yang terdiri dari 4 jilid berisi 128 masalah dan Ar-Risalah al-Jadidah.

Adapun Imam Ahmad bin Hanbal menyusun kitabnya yang terkenal, Al-Musnad. Beliau juga menyusun kitab tentang tafsir, an-nasikh wa al-mansukh, tarikh, dll. Imam Ahmad juga menyusun kitab Al-Manasik ash-Shagir dan al-Kabir, kitab Ash-Shalah, kitab As-Sunnah, kitab Al-Wara‘ wa al-Iman, kitab al-‘Ilal wa ar-Rijal, kitab Al-Asyribah, satu juz tentang Ushul as-Sittah, Fadha’il ash-Shahabah, dll.

Cendekiawan Muslim lainnya di era Khilafah bukan hanya fakih di bidang agama, tetapi juga menghasilkan kaya ilmu sains yang diakui dunia. Karya mereka diakui memberikan sumbangan pada era renaisaince Eropa. Menurut Sir Thomas Arnold, tanpa peran Arab (Muslim)—tentu di era Kekhilafahan Islam, ed.—peradaban modern Eropa bisa jadi tidak bangkit sama sekali. “It is highly probable that, but for the Arabs (Muslims), modern European civilization would never have arisen at all.” (Sir Thomas Arnold and Alfred Guillaume, The Legacy of Islam, 1997).

Di bidang kedokteran terdapat Ibnu Sina. Dalam Encylopedia Britannica ditulis tentang karya Ibnu Sina ini: The Canon of Medicine (Al-Qanun fi ath-Thibb) adalah buku yang paling terkenal dalam sejarah kedokteran baik di Timur dan Barat. Buku ini digunakan Sekolah Medis di Timur dan Barat selama 500 tahun. Menurut Toby E Huff, The Canon of Medicine adalah buku pertama yang mengurai obat-obatan berdasarkan pengujian, uji coba obat eksperimental klinis, uji coba terkontrol secara acak, tes efikasi, analisis faktor risiko, dan gagasan tentang sindrom dalam diagnosis penyakit tertentu (Huff, Toby, The Rise of Early Modern Science: Islam, China, and the West, Cambridge University Press, 2003).

Di bidang fisika terdapat Al-Kindi (abad IX M). Karya pakar fisika ini tentang fenomena optik diterjemahkan ke Bahasa Latin yang memberikan pengaruh besar Roger Bacon. Pakar fisika yang lain adalah Ibnu Haytam (965-1039 M). Di Barat dikenal dengan Alhazen. Ia adalah pakar di bidang optik dan pencahayaan. Sebanyak 200 judul buku tentang optic dan pencahayaan dinisbatkan kepada beliau. Teorinya lebih dulu 5 abad sebelum teori yang sama dikeluarkan Torricelli. George Sarton (1927) dalam bukunya, Introduction To The History of Science, Volume I: From Homer To Omar Khayyam, memberi gelar Ibnu Haytam dengan Fisikawan Terbesar Abad Pertengahan.

Selain itu, perpustakaan zaman Kehilafah amatlah mengagumkan. Perpustakaan Khalifah al-Hakim di Kairo, misalnya, menyediakan 1,6 juta volume buku. Mengenai hal ini, Bloom and Blair menyatakan, “Rata-rata tingkat kemampuan literasi (kemampuan melek huruf, membaca, dan menulis) Dunia Islam di abad pertengahan lebih tinggi daripada Byzantium dan Eropa. Karya tulis ditemukan di setiap tempat dalam peradaban ini.” (Islam: A Thousand Years of Faith and Power).

Keemasan Khilafah ditulis secara jujur oleh sejarahwan dunia seperti Will Durant dalam Story of Civilization. “Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka.”

Pertanyaannya, bagaimana mungkin karya-karya cemerlang ini lahir dari sistem Khilafah yang dituduhkan jumud atau terbelakang? Namun yang paling penting, kewajiban menegakkan Khilafah bukan didasarkan pada kemaslahatan yang bisa kita raih itu. Kewajiban menegakkan Khilafah adalah kewajiban syariah yang berdasarkan akidah Islam. Kewajiban Khilafah merupakan perkara ma’lum[un] min ad-din bi asdh-dharurah. Demikianlah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, “Mereka (para imam mazhab) telah bersepakat mengenai kewajiban mengangkat khalifah (menegakkan Khilafah).” [Farid Wadjdi]

KH. Kholil Ridwan : Wamakaru Wamakarullah, Wallahu Khairul Maakirin

KH. Kholil Ridwan : Wamakaru Wamakarullah, Wallahu Khairul Maakirin

KH. Kholil Ridwan, Wakil Ketua MUI, dan Penasehat DDII Pusat, memberikan pandangan-pandangannya seputar kejadian akhir-akhir ini, seperti bom bunuh diri, bom buku, dan NII. Di bawah ini petikan wawancaranya :

Eramuslim : Apa komentar ustadz dengan kejadian yang ada sekarang (terror bom) dan lainnya?

KH. Kholil Ridwan : Kita ambil hikmahnya. Seperti dalam AlQur’an dikatakan tiada sesuatu
yang terjadi di luar kehendak Allah. Termasuk bom-bom ini. Karena ini tidak mungkin di luar kehendak Allah, kita berfikir positif mencari hikmahnya. Justru dengan tuduhan-tuduhan seperti ini Islam akan tampil utuh, bangkit seperti di Timur Tengah.

"Wamakaru wamakarulloh Wallahu khoirul maakiriin." Umat Islam gak usah kecil hati karena di belakang kita ada Allah, "Intansurullah yansurkum"… Adanya bom buku, bom Serpong, pernyataan pesantren itu teroris ini adalah kenyataan pahit buat umat, yang penting jangan sampai umat ini terprovokasi oleh perang opini ini yang dimenangkan oleh mereka.

Perang opini antara terorisme dengan mujahidin, terorisme dengan jihad. Sekarang
jihad itu diidentikan dengan teroris. Padahal hakikatnya terorisme itu adalah apa yang dilakukan oleh Israel. Ini hanya akibat dari kelakuan Israel sebagai sumber masalah. Mereka menyerang Palestina, Iraq, Libya, Afganistan. Itu teroris. Mana ada demokrasi dan HAM pada mereka.

Ham mereka langgar sendiri. Kenyataan pahit ini memang harus kita terima tanpa harus merubah keyakinan bahwa Islam yang benar dan harus ditegakkan serta menegakkan Islam berarti akan mendapat pertolongan Allah. Jangan sampai kita ikut larut dengan arus opini yang menyesatkan. Sehingga ada yang ikut-ikutan mengatakan Islam tidak mengenal kekerasan, Islam harus sejuk, harus damai.

Eramuslim : Itu salah juga ya Ustadz?

KH. Kholil Ridwan : Iya dong.

Eramuslim : Sekarang kita digiring ke situ

KH. Kholil Ridwan : Itu, itu kerugian kita. Jangan sampai umat Islam ngomong kaya gitu. Kalau gak ngerti diam saja

Eramuslim : Yang ngomong petinggi-petinggi Islam juga

KH. Kholil Ridwan : Ya, itu artinya Allah ingin memperlihatkan siapa yang mukmin sejati siapa mukmin yang sekedar namanya Islam. Tadinya kita gak tahu, tapi dengan komentarnya itu umat jadi tahu. (beliau mengutip QS9:24).

Sementara pemimpin Islam yang belum tentu mukmin ini terbawa oleh zukhrufal Qoul(kalimat-kalimat yang indah). Mereka memahami Islam yang rahmatan lil’alamin diartikan Islam tidak mengenal kekerasan, semua agama mengajarkan kebaikan, itu zukhrufal qoul. Sekarang memang Islam terpojok, tapi tetap yang benar itu Islam, kita harus komit dan istiqomah.

Eramuslim : Jadi, dengan aksi teroris ini ada hikmahnya bagi Islam?

KH. Kholil Ridwan : Ya, salah satu hikmahnya umat Islam itu jadi ngerti yang namanya jihad. Bahwa jihad berbeda dengan teroris. Sehingga umat islam mau belajar tentang
jihad yang benar menurut Islam. MUI juga bikin buku tentang Jihad.

Eramuslim : Bagaimana peran ulama agar umat tidak salah paham tentang jihad?

KH. Kholil Ridwan: Memang ulama dalam artian lembaga seperti MUI yang ada dari pusat sampai kecamatan, tapi MUI tidak berfungsi optimal untuk menerangkan jihad itu apa pada umat? Tapi MUI sudah berbuat untuk ikut aktif dalam lembaga penanggulangan bahaya terorisme dan ketuanya dari MUI.

Eramuslim : Lembaganya masih ada?

KH. Kholil Ridwan : Tidak pernah dibubarkan tapi tidak aktif lagi, karena anggarannya sudah tidak ada lagi. Kegiatan lembaga tersebut fungsinya memberiakn penerangan
kepada umat tentang pemahaman jihad yang benar menurut Islam. Bahwa jihad itu tidak bisa fardiyah(pribadi), jihad itu harus ada komandonya dari pemerintah seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Eramuslim : Ada kemungkinan isu teroris ini adalah proyek?

KH. Kholil Ridwan: Kalau yang namanya operasi intelijen itu tidak ada jawaban yang absolute, mungkin ya, mungkin tidak. Jadi kalau analisis bisa saja itu rekayasa intelijen. Intelijennya tidak harus dari Indonesia, bisa intelijen asing. Dibikin proyek, proyek bom buku, bom Serpong, bom Cirebon.

Targetnya, bahwa di Indonesia terorisme berkembang, susah dideteksi, maka harus lahir UU anti terror/Intelijen. Tapi ini analisis, mungkin salah. Umat Islam harus sabar, jangan melanggar hukum. (MZS)

http://www.eramuslim.com/berita/nasional/kh-kholil-ridwah-wamakaru-makarallah-wallahu-khairul-maakirin.htm

Musuh Negara yang Sejati

Musuh Negara yang Sejati

“Musuh negara itu bukan Islam, tetapi imperialisme, kapitalisme, individualisme, komunisme!” tegas Jenderal (purn) Tyasno Sudarto. Mantan Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) mengkritik frasa “musuh negara” dalam Rancangan Undang-Undang Intelijen yang tengah digodog Dewan Perwakilan rakyat.

Pernyataan Tyasno yang disampaikan dalam Halaqoh Islam Perabadaban (HIP) ke-29 ini penting kita kutip , mengingat selama ini ada upaya sistematis dari kelompok-kelompok liberal untuk menempatkan Islam sebagai musuh. Apalagi kalau tidak dengan tudingan ekstrim kanan, radikal, teroris dan sebagainya. Menjadikan Islam sebagai musuh negara, disamping keliru juga sangat berbahaya.

Keliru , karena sesungguhnya Islam yang tidak bisa dipisahkan dari aqidah dan syariahnya, sesungguhnya adalah rahmatan lil ‘alamin. Sehingga kalau syariah Islam diterapkan justru akan memberikan kebaikan pada seluruh umat manusia baik muslim maupun non muslim. Tentu tidak masuk akal, aqidah Islam dan syariah Islam yang berasal dari Allah SWT yang arrahman dan arrahim membahayakan manusia, masyarakat atau bangsa ini. Adapun negara yang didasarkan kepada Islam (ad daulah Khilafah) adalah konsekuensi logis dari kewajiban menerapkan syariah Islam secara kaffah. Karena tanpa otoritas politik dalam hal ini negara , syariah Islam yang rahmatan lil ‘alamin tentu tidak bisa diterapkan.

Khilafah juga menjadi institusi pemersatu umat Islam seluruh dunia, karena persatuan pastilah membutuhkan kesatuan politik dan kepemimpinan. Dan persatuan yang didasarkan aqidah Islam ini tentu akan sangat kokoh daya eratnya dan luas daya jangkaunya. Sementara kita sering menyatakan bersatu kita teguh , bercerai kita rubuh. Khilafah sekaligus akan menjadi pelindung umat (al junnah), yang melindungi umat dari cengkraman penjajahan, intervensi asing, dan pembunuhan negara-negara musuh.

Menjadikan ajaran Islam berupa aqidah dan syariahnya sebagai ancaman sama saja dengan menjauhkan Islam dari kehidupan masyarakat. Padahal tidak diterapkannya Islam-lah yangmenjadi biang kerok dari berbagai persoalan masyarakat kita.

Menjadikan Islam sebagai musuh juga berbahaya. Karena berarti negara akan menganggap perjuangan syariah Islam sebagai tindakan makar dan rakyat yang memperjuangkannya sebagai pelaku subversi. Tindakan represif pun akan dilakukan atas nama keamanan negara. Seperti menangkap , menculik, menyiksa, memenjarakan, dan membunuh aktifis-aktifis Islam yang sesungguhnya ingin menyelamatkan bangsa dan negara dengan menerapkan syariah Islam.

Dan ketika negara menjadikan Islam sebagai ancaman, negara secara langsung telah menjadi kaki tangan atau boneka penjajah imperialis. Karena sesungguhnya dalam pandangan negara-negara imperialis Islam adalah ancaman bagi eksistensi penjajahan mereka. Tony Blair pernah secara terbuka menuding cita-cita umat Islam untuk menegakkan syariah Islam, khilafah, dan sikap penolakan umat Islam terhadap keberadaan negara zionis sebagai cerminan ideologi iblis.

Tidak mengherankan kalau penguasa-penguasa diktator bengis seperti Suharto, Husni Mubarak, Zainal Abidin bin Ali, Muamar Qadzafi bersikap represif terhadap gerakan Islam ideologis yang ingin memperjuangkan syariah Islam. Mereka menjadi kaki tangan negara penjajah yang tidak ingin rakyatnya bangkit dan maju dengan syariah Islam.

Ribuan aktifis Islam di tangkap , dipenjara, dan disiksa dengan keji . Hal yang sama dilakukan oleh rezim Fatah di Palestina dan rezim tirani Saudi Arabia. Penguasa diktator dan bengis ini lebih memilih menjalankan titah sang tuan meskipun harus membunuh rakyatnya sendiri. Penguasa telah menjadi musuh bagi rakyatnya sendiri.

Meskipun sudah menghamba sedemikian rupa kepada , tetap saja nasib akhir mereka sangat menyedihkan. Suharto, Zainal Abidin bin Ali, Husni Mubarak akhirnya ditumbangkan oleh rakyatnya sendiri yang melaknat mereka. Dicampakkan oleh tuannya sendiri yang tidak lagi menganggap penting mereka. Termasuk tentu mereka akan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan mereka kepada Allah SWT karena telah mendzolimi ulama dan wali Allah SWT yang ingin menegakkan dinul Islam.

Karena itu, adalah penting dalam RUU intelijen yang sedang digodok dengan tegas mengatakan bahwa Islam bukanlah ancaman. Dan dengan tegas juga mengatakan sistem kapitalisme yang diusung oleh negara-negara imperialis itulah yang menjadi ancaman negara, musuh negara, karena membahayakan rakyat dan negara.Perlu kita tegaskan ancaman kapitalisme ini bukan lagi potensi nyata, tapi terbukti di depan mata.

Puluhan juta rakyat miskin, tingginya angka pengangguran, meluasnya kemaksiatan, merupakan dampak nyata dari penerapan sistem kapitalisme di negara kita. Lahirnya uu neo liberal seperti uu migas, uu kelistrikan, uu investasi telah menjadi sarana legal memuluskan perampokan terhadap kekayaan alam kita oleh negara-negara asing. Kekayaan yang sebenarnya milik rakyat dan seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Dan bukan rahasia lagi pembuatan uu neo liberal ini merupakan bentuk intervensi langsung dari negara-negara imperialis. Bayangkan di gedung parlemen Indonesia terdapat kantor non-govermental organization atau LSM asing . Logo UNDP ada di sebuah ruangan di lantai tiga gedung DPD RI dan lantai 7 gedung Sekretariat Jenderal DPR RI. Padahal gedung negara menyimpan dokumen yang sangat penting.

Amendemen UUD 2002 tidak lepas dari dana asing. NDI (National Democration Institute) dan CETRO dengan program Constitutional Reform mendapat dana USD 4,4 milyar dan mendapat fasilitas di Badan Pekerja . Demikian juga, ADB dan USAID seperti yang dirilis di situs (www.usaid.gov) telah bekerja sama untuk membuat draf ruu migas pada tahun 2000.

Ide demokrasi dan HAM yang menjadi pilar sistem kepitalisme juga telah memperlemah negara dan menjadi alat memecah belah negara kita. Bukankah atas dasar hak menentukan nasib sendiri Timor Timur lepas ? Ancaman disintegrasi wilayah lain menyusul, tampak dari pengkondisian yang sama di lakukan di Papua dan Aceh .

Merujuk kepada syariah Islam, siapa yang sesungguhnya menjadi musuh negara adalah sangat jelas. Yaitu negara-negara yang masuk dalam katagori muhariban fi’lan , negara-negara imperialis yang secara langsung telah melakukan peperangan terhadap negeri-negeri Islam. Yaitu negara-negara imperialis seperti Amerika, Inggris, Prancis dan sekutunya yang secara nyata telah melakukan pembunuhan terhadap umat Islam di Irak, Afghanistan, Pakistan dan negeri-negeri lain.

Sikap yang harus diambil oleh negara adalah memutus hubungan dalam bentuk apapun dengan negara-negara penjajah ini. Tidak membiarkan keberadaan kedubes negara-negara penjajah ini yang menjadi markas spionase asing untuk menghancurkan negeri ini . Sehingga negara tidak memberikan jalan sedikitpun kepada mereka untuk mempengaruhi,mendominasi ,apalagi menguasai negeri Islam. Setiap aktifitas intelijen negara seharusnya difokuskan untuk mengamati berbagai gerakan negara-negara imperialis ini terutama orang-orang atau LSM yang yang diduga keras menjadi kaki tangan mereka. Sebab merekalah musuh negara yang sejati ! (Farid Wadjdi

http://hizbut-tahrir.or.id/2011/05/03/musuh-negara-yang-sejati/

Musa VS Firaun

Musa VS Firaun



Dinul Islam merupakan nikmat Allah yang tertinggi nilainya dan terpenting fungsinya untuk menata kehidupan di dunia ini. Nilai syari'at Islam ini merupakan kebenaran mutlak yang tidak tercampuri kebatilan sedikit pun. "Sesungguhnya, orang-orang yang mengingkari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu datang kepada mereka maka mereka itu pasti akan celaka dan sesungguhnya, Al-Qur'an itu adalah kitab yang mulia, yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya; yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji." (QS. Fushshilat: 41-42)



Peran syari'at Islam sebagai tatanan hidup--yang mampu menata kehidupan setiap bangsa di setiap zaman—tidak memerlukan perubahan karena adanya perubahan zaman dan ilmu pengetahuan. Ajaran ini merupakan satu-satunya konsep yang menjamin—dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala—terwujudnya ketentraman, kemakmuran, kebahagian, dan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat. Maka, sudah menjadi kewajiban bagi setiap Muslim untuk menegakkan dien ini. "Maka, berpegang teguhlah kamu pada dien (aturan hidup / undang-undang) yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya, kamu berada di atas jalan yang lurus; dan sesungguhnya, Al-Qur'an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu, dan kelak kamu akan diminta pertanggungjawaban." (QS. Az-Zukhruf: 43-44)



Namun, meski nilai dan fungsi ajaran ini begitu menakjubkan, Allah subhanahu wa ta’ala menetapkan bahwa dalam perjalanan untuk menegakkannya sangat penuh tantangan. Sehingga, amat sedikit dari mereka yang mensyukuri nikmat yang mulia ini. Tetapi, betapapun hebat dan kerasnya tantangan yang dihadapi oleh dienul Islam ini, Allah telah menetapkan bahwa dien ini akan menjadi pemenang pada putaran terakhir dan semua penentangnya pasti akan hancur. "Allah telah menetapkan, 'Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang.' Sesungguhnya, Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa." (QS. Al-Mujadilah: 21)



Yang demikian dikarenakan Islam merupakan wujud Al-Haq dan semua penentangnya adalah wujud kebatilan. Kebenaran pasti menang dan kebatilan pasti kalah. "...dan katakanlah, 'Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap'. Sesungguhnya, yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (QS. Al-Isra': 81)



Pada umumnya, tantangan dahsyat yang dihadapi oleh agama ini datang dari para penguasa yang dzalim dan kafir, sejak Islam mulai didakwahkan hingga akhir zaman kelak. Penguasa raksasa yang menentang Islam itu memiliki sarana lengkap, baik teknologi, harta, militer, dan ahli-ahli strategi untuk menipu manusia agar mudah dikuasai. Di dalam Al-Qur'an, Allah menyebut para penentang yang sombong itu dengan sebutan Fir'aun (untuk di Mesir).



Buku yang saat ini berada di tangan pembaca merupakan sebuah kajian yang sangat menakjubkan. Secara gamblang, tulisan ini menjelaskan bagaimana pergulatan para Fir'aun yang menentang kebenaran yang dibawa oleh Musa dan Harun . Fir'aun Ramses II—penguasa yang gila akan kekuasaan dan kedudukan itu—berusaha memerangi apa yang dibawa oleh Musa dan pengikutnya. Dengan segenap kekuatan yang dimilikinya, Fir'aun berupaya agar Musa dan kelompoknya bisa dilenyapkan dari muka bumi.



Yang patut mendapat perhatian di sini yaitu bahwa pertarungan antara Fir'aun dan nabi Musa tidak akan berakhir dengan kematian keduanya. Sejarah akan terus berulang. Para Fir'aun baru akan muncul di sepanjang zaman ketika ada sekelompok umat yang mencoba untuk menegakkan kebenaran. Bukan hanya sebatas simbol, bahkan gaya dan langkah-langkahnya, strategi dan taktiknya, kekuatan dan kemiliterannya pun hampir serupa. Umat Islam yang masuk dalam barisan mujahidin untuk membela agamanya juga tidak akan putus setelah wafatnya Musa Selalu saja muncul di tengah umat ini, sekelompok manusia yang tampil sebagai Thaifah Manshurah. Dia akan terus berhadapan dengan para Fir'aun itu hingga akhir zaman.



Buku ini—dengan dalil nash dan bukti sejarah yang valid—hendak memberikan sebuah pelajaran berharga, yaitu bahwa sejarah Fir'aun Mesir akan terulang untuk yang kedua kalinya. Realita ini nampaknya tidak dipahami oleh kebanyakan umat Islam sehingga banyak dari mereka yang tertipu oleh sihir Gedung Putih. Banyak di antara umat Islam—mulai dari ulama, cendekiawan, maupun rakyat awam—yang berpihak pada Fir'aun Gedung Putih. Pada saat yang sama, mereka memusuhi Usamah bin Laden dan kelompoknya. Sehingga, tanpa sadar, mereka banyak yang terjebak pada permainan Gedung Putih (istana negara) yang penuh tipu daya.



Secara umum, buku ini sangat membantu untuk meluruskan kesalahpahaman yang sangat berbahaya ini. Buku ini menjelaskan tentang kepada siapa seharusnya kita berpihak: apakah kepada kelompok setan atau kepada golongan Allah; kepada para teroris sejati atau kepada para mujahidin yang ikhlas. Maka, untuk meluruskan kebengkokan yang amat berbahaya ini, saya menganjurkan agar buku ini dibaca dan dipahami oleh kaum Muslimin, baik para mubaligh, cendekiawan, pelajar, maupun orang awamnya. Bahkan, tidak berlebihan jika saya katakan bahwa buku ini cukup baik jika dikaji pada majlis-majlis ta'lim dan forum lainnya.



Semoga Allah melimpahkan karunia-Nya kepada penulis, penerjemah, penerbit, dan pembacanya, dan semoga Allah mengampuni kesalahan dan kekeliruan yang mungkin terselip di dalam buku ini. Amiiin.



Umat-umat Terdahulu Telah Tiada Maka Perumpamaan Itu Hanyalah Untuk Kita dan Setelah Kita



Al-Qur'an baru akan menjadi petunjuk, tuntunan, dan pedoman bagi setiap muslim manakala dia meyakini bahwa kisah dan perumpamaan yang Allah berikan ditujukan untuk dirinya, bukan hanya untuk kaum yang hidup pada masa lalu. Sebab, mereka semua telah tiada maka tiada guna lagi memberi pelajaran dan peringatan kepada orang-orang yang telah tiada. Inilah yang dipahami oleh Umar r.a. . Beliau pernah berkhutbah di hadapan para sahabat, "Kaum-kaum itu telah berlalu dan tidak ada lagi yang dimaksudkan oleh Kitabullah itu selain diri kalian."



Sahabat Umar merasa bahwa khitab-khitab yang ada di dalam Al-Qur'an bukan hanya ditujukan kepada kaum sebelumnya, namun juga berlaku kepada dirinya dan para sahabat Rasul lainnya. Dengan demikian, khitab, cerita, dan perumpamaan yang Allah berikan dalam Kitab-Nya juga ditujukan kepada setiap muslim yang membacanya. Bisa juga bermakna bahwa peristiwa yang diberitakan Al-Qur'an akan terulang kembali, musibah yang menimpa kaum sebelumnya juga akan terjadi untuk kedua kalinya. Wallahu a'lam bish-shawab.



Sesungguhnya, merupakan Sunnatullah bahwa apa yang menimpa dan terjadi pada masa lalu juga akan terjadi pada masa yang akan datang, yang terjadi pada masa lalu akan terulang kembali pada waktu lain. Inilah hukum alam, Sunnatullah yang tidak akan berubah dan tidak bergeser. Peristiwa yang lampau bisa hadir kembali dengan nama tempat, tokoh, waktu, dan karakter yang berbeda, namun memiliki esensi dan susbstansi yang sama. Tak jarang satu sama lainnya memberikan makna yang saling mendukung, mengukuhkan, dan menguatkan. Hanya orang-orang yang selalu men-tadabburi-nya saja yang bisa mengambil pelajaran.



Adapun orang-orang yang telah dikunci mati hatinya, baik oleh penyakit syubhat maupun syahwat maka substansi dan esensi kisahkisah maupun perumpamaan yang dibuat di dalam Al-Qur'an tidak mampu menggerakkan hatinya, apalagi memahaminya. Jika demikian maka mereka akan kesulitan dan tidak mampu mengambil sikap pada saat semua permisalan dan kisah-kisah di dalam Al-Qur'an hadir dan muncul pada zamannya.

Al-Qur'an sendiri, sebagaimana yang diriwayatkan oleh para salaf,



di dalamnya ada khabar (kisah) orang-orang sebelum kalian, hukum bagi kalian dan berita tentang orang-orang setelah kalian."



Al-Qur'an, yang di dalamnya memuat berita tentang generasi setelah sahabat, bisa bermakna bahwa yang diceritakan adalah beberapa peristiwa akhir zaman. Di mana setiap kisahnya juga dijelaskan dalam Sunnah Nabi Namun, berita tentang orang-orang setelah para sahabat, bisa juga merupakan pengulangan peristiwa masa lalu; perbuatannya dan akibat yang akan dipikulnya.



Dengan demikian, sebagian orang yang diberi petunjuk dan ilmu dalam men-tadabburi ayat-ayat Al-Qur'an, mereka mampu mengungkap sebuah hakikat yang tidak mampu diungkap oleh orang lain.



Imam Asy Syaukani berkata : “Akan ada kisah ajaib yang terjadi persis sebagaimana kisah (Fir’aun yang ditenggelamkan) (Fathul Qadir IV/699)



Fir’aun bukanlah nama orang. Ia sebuah gelar yang dimiliki oleh seorang penguasa mesir. Fir’aun memiliki arti : al-baitul kabir mabni’un minal hajar al-abyadh. Rumah besar yang terbuat dari batu putih. Sebuah kalimat yang lebih mudah diingat dengan kata “Gedung Putih” (istana negara).



Di bawah ini adalah ikhtisar yang kami kumpulkan dari ayat-ayat Al-Qur'an yang mengisahkan tentang perseteruan Fir'aun-Musa. Strategi yang digunakan oleh Fir'aun pada masa lalu yang sebagian besar telah digunakan Amerika dalam memburu Usamah (dan Abu Bakar Basyir dll) dan kelompoknya. Silakan bagi para pembaca untuk merenungi ayat-ayat yang berbicara tentang kejahatan dan cara licik Fir'aun ini kemudian mengorelasikannya dengan strategi Amerika dalam menghancurkan umat Islam hari ini.



Inilah beberapa ikhtishar yang dapat kami simpulkan dalam beberapa ayat yang membicarakan tentang Fir'aun dan mentadabburi dengan kondisi saat ini:



Ingat..

Umar r.a. . Beliau pernah berkhutbah di hadapan para sahabat, "Kaum-kaum itu telah berlalu dan tidak ada lagi yang dimaksudkan oleh Kitabullah itu selain diri kalian."



Juga…

Imam Asy Syaukani berkata : “Akan ada kisah ajaib yang terjadi persis sebagaimana kisah (Fir’aun yang ditenggelamkan) (Fathul Qadir IV/699)





Menuduh & Memfitnah Musa orang gila

Menuduh & Memfitnah ustadz, da’i, atau mujahidin yang lurus sebagai orang perlu diwaspadai



Fir`aun berkata, "Sesungguhnya, Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila." (QS. Asy-Syu'ara: 27)



Akan memenjarakan Musa

Akan memenjarakan ustadz, da’i atau mujahidin yang ingin menegakkan syariat Islam, daulah & khilafah

Fir`aun berkata, "Sungguh, jika kamu menyembah ilah selain aku. benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan." (QS. Asy-Syu'ara: 29)



Menuduh Musa akan mengusir Fir'aun dengan Sihirnya

Menuduh ustadz, da’i yang lurus akan mengusir penguasa & elit politik dengan dakwahnya / syiar Islamnya

(Fir'aun berkata) dia hendak mengusir kamu dari negerimu sendiri dengan sihirnya; maka karena itu apakah yang kamu anjurkan? (QS. Asy-Syu'ara: 35)



Menyiksa orang yang beriman kepada Musa

Menyiksa orang yang mendukung ustadz, da’i yang lurus

Fir`aun berkata, 'Apakah kamu sekalian beriman kepada Musa sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya, dia benar-benar pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu maka kamu nanti pasti benar-benar akan mengetahui (akibat perbuatanmu); sesungguhnya, aku akan memotong tanganmu dan kakimu dengan bersilangan dan aku akan menyalibmu semuanya." (QS. Asy-Syu'ara: 49)



Mengumpulkan seluruh tentara di seluruh penjuru negeri (mada'in)

Membentuk Detasemen Salep Koreng 88, Badan Nasional Pencegah Syariat.

Kemudian, Fir`aun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tentaranya) ke kota-kota. (QS. Asy-Syu'ara: 53)



Menuduh Musa sebagai pembuat onar dan kerusakan dan hendak mengganti dien (undang-undang) yang sudah berlaku

Menuduh ustadz, da’i yang lurus sebagai teroris dan hendak mengganti dien (undang-undang) yang sudah berlaku

Dan berkata Fir`aun (kepada pembesar-pembesarnya), "Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah dia memohon kepada Tuhannya karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar dienmu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi." (QS. Al Mu’min: 26)



Menuduh Musa sebagai kelompok Syirzimah Qalilun (Teroris dan Minoritas)

Menuduh ustadz, da’i yang lurus sebagai kelompok Syirzimah Qalilun (Teroris dan Minoritas)

(Fir`aun berkata), "Sesungguhnya, mereka (Bani Israel) benar-benar golongan kecil." (QS. Asy-Syu'ara : 54)



Menyatakan bahwa pendapatnya adalah yang terbaik dan menyatakan bahwa langkah yang ditempuhnya untuk memerangi Musa adalah pilihan yang benar

Fir'aun berkata, 'Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu, selain jalan yang benar." (QS. Al Mu’min: 29)



Menuduh Musa banyak berdusta

(yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta. Demikianlah, dijadikan Fir`aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu daya Firaun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian. (QS. Al Mu’min: 37)



Menganggap Musa terkena sihir

Dan sesungguhnya, Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata maka tanyakanlah kepada Bani Israel, tatkala Musa datang kepada mereka lalu Fir`aun berkata kepadanya, "Sesungguhnya, aku sangka kamu, hai Musa, seorang yang terkena sihir." (QS. Al-Isra': 101)



Memfitnah Dan Menuduh Musa orang gila

Memfitnah Dan Menuduh ustadz, da’i yang lurus orang gila



Maka, dia (Fir`aun) berpaling (dari iman) bersama tentaranya dan berkata, "Dia adalah seorang tukang sihir atau seorang gila. " (QS. AdzDzariat: 39)



Fir'aun berjanji akan membalas Musa dengan Sihirnya

Fir'aun berjanji akan membalas ustadz, da’i yang lurus dengan Sihir media massanya

Berkata Fir`aun, 'Adakah kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa? Dan kami pun pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami tidak akan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang pertengahan (letaknya)." (QS. Thaaha: 57-58)



Menuduh Musa akan memalingkan keyakinan Fir'an dan menuduh Musa hendak mencari kekuasaan

Mereka berkata, Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di muka bumi? Kami tidak akan mempercayai kamu berdua." (QS. Yunus: 78)



Mengumpulkan semua bentuk tipudaya tukang sihir

Mengumpulkan semua bentuk tipudaya media massa (tukang sihir)

Maka, Fir`aun meninggalkan (tempat itu) lalu mengatur tipu dayanya, kemudian dia datang. (QS. Thaaha: 60)



Menuduh Musa akan mengusir Fir'aun

Menuduh ustadz, da’i yang lurus akan mengkudeta penguasa

Berkata Fir`aun, 'Adakah kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa? (QS. Thaaha: 57)



Fir'aun suka menertawakan dan mengejek Musa

Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami kepada Fir`aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka, Musa berkata, "Sesungguhnya, aku adalah utusan dari Tuhan seru sekalian alam." Maka, tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka mentertawakannya. (Az- Zukhruf: 47)



Menuduh Musa akan melenyapkan kekuasaan dan kedudukan Fir'aun dan kaumnya Fir'aun suka mengambinghitamkan Musa jika terkena bencana

Menuduh ustadz, da’i yang lurus akan melenyapkan kekuasaan dan kedudukan Fir'aun (makar) dan kaumnya Fir'aun suka mengambinghitamkan Musa jika terkena bencana

Kemudian, apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata, "Ini adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. Al-A’raf.- 131)



Menghina Musa dan Harun, "Bukankah keduanya adalah Bani Israel tunduk kepada kita?"

Dan mereka berkata, 'Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israel) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?" Maka, (tetaplah) mereka mendustakan keduanya, sebab itu mereka adalah termasuk orang-orang yang dibinasakan. (QS. Al-Mukminun: 47)



Fir'aun membuat polling, siapa yang lebih baik antara dirinya dan Musa

Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)? (QS. Az-Zukhruf 52)



Sifat Fir'aun:

Berbuat sewenang-wenang.

Memecah-belah rakyatnya.

Menindas sebagian dan membiarkan sebagian lainnya.

Berbuat kerusakan;

Sesungguhnya, Fir`aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, … (QS. Al-Qashash:



Mengaku sebagai Tuhan (Ilah) pembuat hukum dan undang-undang;

Dan berkata Fir`aun, "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka, bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta." (QS. Al-Qashash: 38)



Bersikap sombong;

Dan berlaku angkuhlah Fir`aun dan bala tentaranya di bumi (Mesir: tanpa alasan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada Kami. (QS. Al-Qashash: 39)

Dan (juga) Qarun, Fir`aun, dan Haman. Dan sesungguhnya, telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa bukti-bukti) keterangan - keterangan yang nyata. Akan tetapi, mereka berlaku sombong di (mukc bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang luput (dari kehancura-- itu). (QS. Al-Ankabut: 39)



Melampaui batas;

Sesungguhnya, Fir`aun itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya, dia termasuk orang-orang yang melampaui batas. (QS. Yunus: 83)

Pergilah kepada Fir`aun; sesungguhnya, dia telah melampaui batas. (QS. Thaaha: 24)



Suka meneror dan mendoktrin kaumnya dengan sejuta kebohongan hingga kaumnya tunduk mutlak kepada semua perintahnya dan Allah memberikan cap "kaum yang fasiq" kepada para pengikut Fir'aun;

Maka, Fir`aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena, sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. (QS. Az-Zukhruf: 54)



Sombong dan Takabur;

kepada Fir`aun dan pembesar-pembesar kaumnya, maka mereka ini takabur dan mereka adalah orang-orang yang sombong. Dan mereka berkata: 'Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israel) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?" (QS. Al-Mukminun: 46-47)



Fasiq;

Dan masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia akan ke luar putih (bersinar) bukan karena penyakit. (Kedua mukjizat ini) termasuk sembilan buah mukjizat (yang akan dikemukakan) kepada Fir`aun dan kaumnya. Sesungguhnya, mereka adalah kaum yang fasik". (QS. AnNaml: 12)



Fir'aun memiliki pasukan yang sangat banyak (Dzul Autad);

Fir`aun yang mempunyai tentara yang banyak. (QS. Shad: 12; Al-Fajr: 10)



Menuduh Musa sebagai tukang sihir

Fir`aun berkata kepada pembesar-pembesar yang berada di sekelilingnya, "Sesungguhnya, Musa ini benar-benar seorang ahli sihir yang pandai." (QS. Asy-Syu'ara: 34)

Maka, tatkala Musa datang kepada mereka dengan (membawa) mukjizat-mukjizat Kami yang nyata, mereka berkata, "Ini tidak lain hanyalah sihir yang dibuat-buat dan kami belum pernah mendengar (seruan yang seperti) ini pada nenek moyang kami dahulu." (QS. AI-Qashash: 36)

Dan tatkala telah datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata, "Sesungguhnya, ini adalah sihir yang nyata." (QS. Yunus: 76)



Wallahu a’lam



Referensi :

Abu Arafah, Asy-Syaikh Shalahuddin. Musa VS Fir’aun, Solo : Granada Mediatama, 2008

DDII: Jika Tak Terbukti, Jangan Salahkan Masyarakat Simpulkan Kasus Bom Didesain

DDII: Jika Tak Terbukti, Jangan Salahkan Masyarakat Simpulkan Kasus Bom Didesain

Akhir-akhir ini isu radikalisme dan fundamentalisme dijadikan wajah khas yang identik dengan ajaran Islam. Jika dahulu kita hanya mendengar, orientalis yang berbicara bahwa fundamentalisme dikaitkan pada Gerakan Islam tertentu, selangkah lebih maju, kini pengamat teroris (yang juga didikan Barat) justru menyudutkan ajaran Islam itu sendiri sebagai biang radikalisme.

Ayat-ayat Al Qur’an pun kemudian menjadi tertuduh. Wacana penegakkan Syariat Islam dan pendirian Negara Islam menjadi isu yang seksi untuk dimainkan. Media pun berlomba-lomba menghadirkan pengamat-pengamat terorisme baru dari mulai akademisi, pakar Intelejen, sampai mantan mujahidin. Padahal menurut, KH. Syuhada Bahri, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), ada aktor intelektual yang sengaja memainkan kasus ini.

“Isu ini dimanage oleh orang yang punya kepentingan,” tukasnya ketika ditemui Eramuslim.com, Rabu 27/04/2011, di KantoR DDII, Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat.
Bahkan menurut beliau, jika aparat penegak hukum tidak bisa membuktikan tuduhan bahwa Islam yang menjadi dalang ini semua, kasus ini bisa jadi berbalik kepada aparat penegak hukum itu sendiri.

“Kalau polisi tidak mampu menunjukkan siapa aktor intelektual dibalik itu semua, saya khawatir nanti orang akan berkesimpulkan bahwa pelakunya adalah polisi sendiri,” tambah Kyai yang aktif menurunkan ribuan Da’i ke daerah pelosok Indonesia ini.

Lalu sebenarnya siapakah dalang dibalik aksi teorisme akhir-akhir ini? Betulkah Islam sedang digembosi? Kenapa isu bom di Indonesia seakan-akan tidak ada habisnya untuk diberitakan?

Untuk mengetahui lebih jauh analisis-analisis beliau, berikut petikan wawancara Wartawan Eramuslim.com, Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi, bersama Juru Foto Muhammad Zakir Salmun, 26/04/2011, dengan KH. Syuhada Bahri. Selamat Membaca!

Akhir-akhir ini banyak kasus terorisme, siapa dalangnya?

Yang pasti kalau kita merujuk pada tuntunan Islam. Islam itu tidak mengajarkan kepada umatnya untuk melakukan kekerasan. Hanya memang orang seringkali mencoba mengklaim bahwa menyebarkan Islam dengan kekerasan. Itu kan tuduhan-tuduhan yang dilemparkan orang. Namun kalau kita merujuk kepada sumber Islam, justru Islam membawa ketenangan dan ketentraman. Kita bisa lihat satu ayat dalam Al Qur’an.

Kata Allah ‘Aku akan turunkan kepada kalian petunjuk dan siapa saja yang mengikuti petunjuk itu, tidak akan ada rasa takut.’ Berarti dia akan mendapatkan rasa aman. Jadi Islam itu diturunkan untuk membawa keamanan dan ketenangan.

Kemudian dalam kehidupan, lahirlah sebuah ketidakadilan. Dan ketidakadilan itu dipertotonkan secara jelas. Seperti contoh Israel, sudah jelas-jelas melakukan pelanggaran. Berapa kali dia melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM berat, namun seringkali ia dibela terus oleh kelompok-kelompok dan negara-negara tertentu. Jelas ini ketidakadilan.

Dulu saya masih ingat Taufik Hidayat marah ketika koknya masuk, tapi hakim garis menyatakan keluar. Taufik kemudian membanting raketnya saking kesal. Tapi yang dilakukan official membujuk Taufik agar mau melanjutkan permainan, bukan menghadapi ketidakadilan. Nah kalau cara atau pendekatan yang dilakukan seperti itu, maka ketidakadilan akan tetap langgeng dan untuk mencari sensasi menyalahkan orang, maka dimunculkanlah isu teorisme dan lain sebagainya. Dan itu bermula dari realitas ketidak adilan.

Tapi jika ada orang yang seperti itu sekarang, kemungkinan pertama dimunculkan oleh orang-oang yang tidak senang dalam rangka menyudutkan Islam. Kemungkinan kedua, dimunculkan pemahaman-pemahaman terhadap Al Qur’an dan Sunnah yang bisa melahirkan radikaslisme. Yang lebih memakai pendekatan doktriner daripada didikan.

Dan kemudian setelah itu, ini dimanage oleh orang yang punya kepentingan. Makanya kalau kita perhatikan dulu kalau berbicara terorisme itu cenderung Islam garis keras, kelompok DR Azhari dan lain sebagainya. Akan tetapi karena kelompok ini sudah hampir habis dan tidak bisa dituduh lagi mendalangi aksi terorisme, sekarang sepertinya isu ini akan digeserkan kepada NII. Dengan mengatakan ini kelompok baru tidak ada kaitannya dengan kelompok lama. Nanti jika NII habis lalu apalagi? Kalau begitu berarti ada sutradara yang kita tidak tahu siapa itu yang memanage teroris dalam rangka terus menyudutkan Islam.

Apakah Bisa Dikatakan Sutradara Itu Adalah Musuh Islam?

Kita tidak tahu, karena memang bukti itu tidak kelihatan. Tapi kalau kita melihat realitasnya, karena melihat kelompok lama sudah hampir habis, isunya digeserkan kepada kelompok lain, seperti NII KW 9. Kita juga tidak setuju cara-cara seperti itu. Tapi maksud saya penggeseran ini sepertinya mengesankan ada seorang sutradara dan aktor intelektual di belakang ini semua yang betul-betul memahami dalam rangka memanage isu ini.

Jadi Semua Ini Sudah Rangkaian?

Betul. Kalau sudah seperti itu, siapapun yang melakukan aksi terorisme, pasti Islam yang sudah dituduh. Kenapa orang-orang tidak berfikir, jangan-jangan ini keturunan tahun 1965.

Partai Komunis Indonesia, Maksud Anda?

Bisa saja, toh jika mereka yang melakukan akan digeser kepada Islam. Kan sekarang ini soal salah dan benar menjadi saru. Masalah benar dan salah itu kadang-kadang lebih ditentukan oleh media dalam menggirng opini?

Padahal NII itu kan Sudah Jelas Menyimpang? Kenapa Masih saja Dikaitkan Kepada Islam.
Itu untuk memanage isunya saja. Kita memang berpikir jika ini habis, seharusnya kan habis, tidak ada bom lagi. Tapi karena kepentingan isu terorisme ini harus tetap ada.

Lalu Tujuannya Untuk Apa?

Tujuan utamanya tidak ada lain untuk menyudutkan umat Islam. Maka itu ciri-ciri teroris selalu dikatakan celananya ngatung, berjenggot, jidatnya hitam. Kalau urusan celana ngatung banyak gadis pakai celana ngatung sekarang, berarti itu teroris juga dong?

Tapi kok Ada Salah Seorang Pemimpin Ormas Islam Terbesar Bilang Seperti Itu?

Itu yang saya katakan sudah terpengaruh bentukan opini oleh sang sutradara yang kita tidak tahu siapa itu. Kalau misalnya kita melihat sisi yang lain dimana sekarang ini ada advokasi kebebasan agama. Itu kan pelaku teror juga. Orang yang sudah mempelajari Islam, bahwa tidak ada paksaan dalam beragama, tapi kemudian diterjemahkan, pokoknya kalau orang gak salah tidak boleh juga dipaksa. Ini kan teror juga, bahkan lebih berbahaya karena yang diteror akidah. Kalau bom kan fisik, lha ini akidah kita.

Tapi Kenapa Pemerintah Tidak Menyebut Mereka Teroris? Kan Sudah Jelas Fatwa Haram MUI Tentang Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme?

Justru di sinilah karena dunia ini sudah kecil dan sudah kabur. Akhirnya kemudian ketika akan berbuat ada pesanan dari kanan-kiri, depan dan belakang, akhirnya pemerintah bingung mau mengambil sikap. Dan proses ini telah berjalan sekian lama bagaimana proses pendangkalan akidah berjalan dengan baik. Dahulu orang berzina masih bersembunyi, sekarang sudah direkam, bahkan bangga. Apalagi kemampuan media cukup canggih dalam mempengaruhi opini. Jadi saya melihatnya dari situ.

Jadi Ada Momentum Kelompok-kelompok Kebebasan Beragama Terkait Isu Terorisme? Apalagi Sekarang Disuarakan Isu Teorisme Hadir Karena Ingin Menegakkan Syariat Islam?

Iya. Jika cirinya adalah menegakkan syariat Islam, bagi orang Islam apa yang mesti ditegakkan? Paling tidak dalam diri kita Syariat Islam itu harus berlaku. Sama seperti dalam agama Kristen, jika orang Kristen yang baik dikatakan adalah orang Kristen yang tidak boleh menegakkan Syariat Kristen, lalu orang Islam yang baik tidak boleh menegakkan Syariat Islam? Lantas yang mau ditegakkan apa? Aturan manusia? Kalau aturan manusia tergantung kepentingan manusia itu sendiri. Kalau sudah begitu kita mau jadi apa?

Lalu Pemerintah Justru Menerapkan Siaga 1, kok SBY Seperti Orang Bingung?

Saya kira itu sah-sah saja. Itu memang kewenangan mereka. Cuma yang kita sayangkan mereka tidak menghitung dengan sikap yang seperti itu akan melahirkan rasa takut di kalangan bangsa. Kalau sudah seperti itu, jangan-jangan nanti ke mesid juga takut.
Ngaji Juga Takut?

Iya. Polisi itu kan pengayom masyarakat bukan penghibur masyarakat. Kalau menghibur itu urusan artis. Cuma kita ingin mengingatkan kalau dengan mudah memberikan reaksi yang seperti itu, nanti kredibilitas pemerintah akan menurun. Kenapa menurun? Karena tidak pernah Hari Raya Idul Fitri diterapkan siaga 1, tapi kenapa Paskah yang bagian kecil dari Kristen kok siaga 1? Karena dimana-mana yang terlihat diamankan oleh polisi adalah gereja. Ini kan sama dengan mengesankan umat Islam ingin menyerang, ingin menggangu.

Padahal Islam sudah jelas-jelas di dalam surat Al Kafiruun. “Katakanlah: “Wahai orang-orang kafir. Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”.

Islam sudah diajarkan dalam agamanya untuk tidak menggangu umat agama lain dalam beribadah. Sering terjadi konflik karena masing-masing agama punya kewajiban berdakwah. Kalau berdakwah kepada internal agamanya saja tidak menjadi masalah. Ini kan sering terjadi konflik ketika agama yang satu menjadikan pemeluk agama lain menjadi sasaran dakwah agamanya.

Maka Indonesia yang multi agama ini punya kewajiban untuk membuat aturan dan semua agama harus taat dalam peraturan itu. Tapi ada yang tidak mau taat, yang tidak taat itu kadang-kadang mendapat dukungan dari luar, di negara-negara dimana menjadi tempat Indonesia ngutang. (Tertawa). Katanya kan begitu.

Jadi Negara Kita Tidak Berdaulat Dalam Konteks Keagamaan?

Iya tidak juga, tapi dalam hal-hal tertentu sepertinya kita tidak punya apa-apa. Seperti kasus Ahmadiyah Apa susahnya sih? Pakistan juga dilarang, menyatakan Ahmadiyah keluar dari Islam, tapi tidak ada apa-apa.

Jadi Bagaimana Umat Seharusnya Menyikapi Fitnah Sekarang Ini?

Kalau saya melihatnya, yang pertama umat Islam harus berusaha secara optimal bagaimana mengajarkan umat memahami Islam dengan sebenarnya. Bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabat memahaminya. Bagaimana mendakwahkan Islam sebagaimana Rasulullah SAW dan sahabat melakukannya.

Kalau terjadi pelanggaran, jangan menuduh karena ini disebabkan ajaran Islam. Kalau karena salah memahami Islam, itu mungkin. Karena itu kita harus melihat bagaimana Rasulullah SAW memahami Islam.

Kalau ada pelanggaran, para aparat penegak hukum harus mampu membuktikan. Seperti kasus bom di Cirebon, kalau polisi tidak mampu menunjukkan siapa aktor intelektual dibalik itu semua, saya khawatir nanti orang akan berkesimpulkan bahwa pelakunya adalah polisi sendiri. Makanya polisi dituntut untuk mampu membuktikan
Iya karena Kasus ini Juga Terlihat Didesain…

Iya karena mereka yang mendahului menuduh seperti itu kan? Nah kalau ini tidak terbukti semuanya. Kok ada bom yang ditanam di depan Kodam Jaya, kan gak mungkin secara logika. Orang yang lewat disitu saja sudah dalam pantauan penjaga, masak ada orang yang sempat menggali lobang dan menimbun bom disitu. Ini kan apa iya? Bukankah menjaga itu lebih baik daripada mengobati? Seharusnya jika ada gerak-gerik mencurigakan, sudah seharusnya cepat ditangkal. Kalau ternyata ketika menunggu mengambil tindakan jika bom baru meledak, jangan-jangan itu sebuah pekerjaan untuk menambah penghasilan.(pz)

Minggu, 01/05/2011 08:47 WIB | email | print
http://www.eramuslim.com/berita/bincang/ddii-jika-tak-terbukti-jangan-salahkan-masyarakat-simpulkan-kasus-bom-didesain.htm

Neraka, Derita Tanpa Jeda

Neraka, Derita Tanpa Jeda

Oleh Abu Umar Abdillah @ Rabu, 16 Maret 2011 — Tulis komentar


Maka, Kami memperingatkan kamu dengan api yang menyala-nyala.Tidak ada yang
masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka, yang mendustakan (kebenaran)
dan (berpaling) dari iman. (QS.al-Lail 14-16)

Suatu hari, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengimami Shalat Maghrib dengan membaca
Surat al-Lail. Tatkala bacaan sampai pada firman-Nya, “fa andzartukum naaran
talazhzha..”, beliau menangis hingga tak mampu melanjutkan bacaannya.
Kemudian beliau mengulanginya dari awal, namun sampai pada ayat yang sama,
beliau kembali menangis dan tak sanggup melanjutkannya. Hal itu terjadi dua atau
tiga kali, lalu beliau membaca surat yang lain.

Kita memang tidak bisa mengukur persis, gejolak macam apa yang membuncah di dada
beliau, hingga air mata tumpah tak terbendung. Tapi, begitulah karakter ulama,
“innama yaksyallaha min ‘ibaadihil ‘ulama’, hanyasanya orang yang takut
kepada Allah di antara hamba-Nya adalah ulama’.

Mereka merasa menjadi obyek langsung dari Kalamullah. Lantas seperti apa
perasaan seseorang yang merasa diingatkan langsung oleh Allah? Apalagi, tatkala
peringatan itu berupa ancaman siksa neraka, yang tak ada lagi level penderitaan
yang menandinginya.

Orang yang Paling Celaka

Neraka tidak dimasuki kecuali oleh orang yang paling celaka. ”La yashlaaha
illal asyqa”, Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling
celaka. Tidak ada lagi orang yang lebih celaka darinya. Karena neraka disifati
dengan segala kepungan penderitaan dan kesengsaraan, dan dinihilkan dari segala
hiburan dan kesenangan.

Di dunia, kita memang sering menyaksikan dan mendengar kisah tentang penderitaan
seseorang. Tentang orang yang miskin papa, beratnya penyakit yang menipa, atau
dahsyatnya musibah yang menerpa. Tapi, itu semua sungguh tidak seberapa, ketika
dibanding dengan neraka. Pasti ada jeda derita di dunia, pun banyak faktor yang
bisa membuat beban menjadi ringan dirasa. Tidak sebagaimana derita di neraka,
bersabar atau tidak bersabar sama saja bagi mereka.

Intensitas siksa yang tiada jeda dan tanpa koma, bahkan tak ada sedikit waktu
meski hanya sekedar menurunnya kadar derajat siksa. Hingga para penghuninya
berkata,

”Mohonkanlah pada Rabbmu supaya Dia meringankan azab dari kami barang
sehari” (QS al-Mukmin: 49)

Menu Makanan di Neraka

Pada galibnya, makanan dan minuman itu identik dengan kenikmatan dan kelezatan.
Tapi tidak demikian halnya dengan menu yang disediakan di neraka. Makanan
menjadi siksa, minuman juga sebagai siksa, dan buah-buahan pun berupa siksa.

Ada makanan dhaari’, yang tidak menghilangkan rasa lapar, apalagi membuat
perut menjadi kenyang. Rasapun bertentangan dengan selera lidah, bahkan untuk
menelannya harus dengan merobek tenggorokan, karena ia berupa duri,

“Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, yang tidak
menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.” (QS al-Ghasyiyah:6-7)

Disediakan pula menu buah untuk mereka. Namun bukan untuk menambah vitamin atau
hidangan penutup yang menyempurnakan kenikmatan. Bentuknya menyeramkan, tumbuh
dari tempat yang sangat mengerikan,

”Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi
orang-orang yang zhalim.. Sesungguhnya ia adalah sebatang pohon yang keluar dari
dasar naar jahim. mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan. (QS. Ash-Shaffat
63-65)

Tentang rasa, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda memberikan
perumpamaan yang menakutkan,

”Seandainya satu tetes dari zaqum diteteskan ke dunia, niscaya akan merusak
kehidupan di dunia, lantas bagaimana halnya dengan orang yang memakannya?” (HR
Tirmidzi, beliau mengatakan hasan shahih)

Tidak disebutkannya akhir dari orang yang menyantapnya itu menunjukkan
kedahsyatannya, hingga sulit digambarkan dengan kata-kata, atau dibayangkan
dengan nalar manusia, semoga Allah menjauhkan kita dari neraka.

Jenis makanan lain yang disediakan bagi penghuni neraka adalah ghisliin,

“Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan
nanah.” (QS. al-Haaqah: 36)

Di antara ulama menafsirkan bahwa ghisliin adalah adonan dari seluruh kotoran
yang keluar dari tubuh penghuni neraka, baik nanah, keringat, ludah, maupun
kotoran dari depan maupun belakang, nas’alullahal ‘aafiyah.

Minuman yang Disediakan di Neraka

Jika makanan penghuni neraka begitu mengerikan, lantas bagaimana dengan
minumannya? Sebagaimana halnya makanan, mereka juga diberi aneka jenis minuman.
Tapi masing-masing minuman menjanjikan sisi penderitaan yang berbeda-beda,
dengan tingkat derita yang paling ekstrim.

Ada minuman ’hamiim’, air yang mencapai tingkat panas yang paling puncak,
hingga meluluhlantakkan segala isi perut yang meminumnya,

“dan diberi minuman dengan air yang mendidih (hamim) sehingga memotong-motong
ususnya.” (QS. Muhammad: 15)

Jauh sekali dari kesegaran, tidak pula bermanfaat untuk mengusir haus dan
dahaga, bahkan peminumnya menanggung derita tiada tara saking panasnya. Berbeda
halnya dengan minuman ‘shadiid’, siksa yang dirasakan bukan semata karena
panasnya, namun karena bau dan wujud yang sangat menjijikkan,

“Diminumnya air nanah (shadiid) itu, dan hampir dia tidak bisa menelannya.”
(QS. Ibrahim: 17)

Dan terakhir adalah minuman dari air ‘muhl’, cairan besi yang mendidih,
sebagaimana firman Allah,

“Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air
seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling
buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. 18:29)

Begitu komplit jenis penderitaan neraka yang tak diselingi sedikitpun oleh
kenikmatan ataupun kesenangan. Itulah balasan bagi orang yang mendustakan
kebenaran dan berpaling dari ketaatan. Semoga Allah menjauhkan kita dari neraka.
Amin. (Abu Umar Abdillah)

Posted in Tafsir Qolbi | Tagged derita tanpa jeda, hidangan neraka, makanan
neraka, minuman neraka, neraka, penghuni neraka, siksa neraka

http://www.arrisalah.net/analisa/tafsir-qolbi/2011/03/neraka-derita-tanpa-jeda.h\
tml