Sunday, September 22, 2024

TANGGAPAN ATAS PERNYATAAN GURU KAMI, BUYA YAHYA

 TANGGAPAN ATAS PERNYATAAN GURU KAMI, BUYA YAHYA


Oleh: Irkham Fahmi Al-Anjatani


1. Beberapa bulan terakhir, jagat dakwah di dunia maya disuguhkan pernyataan-pernyataan guru kami yang mulia, Buya Yahya (Pembina LPD Al-Bahjah Cirebon), mengenai sanad keilmuan HT (Hizbut Tahrir).


2. Meskipun beliau tidak menuduh langsung bahwa pemikiran-pemikiran HT adalah tidak “bertuan”, tetapi secara tersirat Buya Yahya sudah memandang bahwa pemikiran-pemikiran HT tidak dilandasi dengan sanad keilmuan yang mutashil hingga kepada para ulama-ulama salaf, bahkan anti madzhab.


3. Menurut penuturan orang-orang HTI, beberapa tahun yang lalu mereka pernah sowan ke kediaman Buya Yahya. Singkat cerita, Buya Yahya langsung mengajukan satu pertanyaan, “HTI itu akidahnya apa ?”, spontan dijawab oleh teman-teman HTI, “Akidah Islamiyyah”. Inilah jawaban yang ternyata membuat Buya Yahya berpikir yang tidak-tidak tentang HTI.


4. Mungkin jawaban yang diharapkan Buya Yahya dari HTI adalah, “Akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah, yang secara akidah berlandaskan pemahaman Abu Hasan al-Asy’ari dan Al-Maturidi, secara fiqih berlandaskan Madzahibul Arba’ah, dan secara Tasawuf berlandaskan pemahaman Al-Ghazali dan Abu Yazid Al-Busthami ”.


5. Lantas, apa kemudian hanya dengan jawaban yang disampaikan oleh rekan-rekan HTI itu kita dengan mudahnya langsung menyimpulkan ?.. apalagi jawaban itu keluar secara spontanitas dari teman-teman HTI, mereka belum tau arah pertanyaan Buya Yahya kemana.


6. Padahal jika harus jujur, hakikat dari jawaban (“Akidah Islamiyyah”) yang disampaikan oleh syabab-syabab HTI adalah sama saja dengan apa yang dipahami oleh Buya, lebih-lebih banyak juga syabab-syabab HTI yang aktif di pengajian-pengajian Al-Bahjah. Jawaban itu adalah jawaban sederhana yang tidak sepatutnya untuk dijadikan bahan tuduhan yang bukan-bukan.


7. Menanggapi hal tersebut, Penulis akan mengklarifikasi berbagai sangkaan-sangkaan terhadap HTI. Ini merupakan wujud rasa cinta Penulis kepada guru tercinta, Buya Yahya. Penulis sering mendengar nasehat Buya, bahwa perhatikanlah apa yang disampaikan, jangan memperhatikan siapa yang menyampaikan.


8. Walaupun yang menyampaikan anak kecil, tetapi apabila yang disampaikannya itu adalah benar, maka wajib bagi kita untuk mentaatinya. Begitupun sebaliknya, meski yang menyampaikan adalah seorang ulama terkemuka, tetapi jika yang disampaikannya itu bermasalah secara syariat, maka wajib bagi kita untuk mengingkarinya.


9. SANAD KEILMUAN HIZBUT TAHRIR

HT didirikan oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, beliau adalah pewaris ilmu dan sanad ilmu dari ayahandanya Syaikh Ibrahim bin Musthafa bin Ismail An-Nabhani. Beliau juga mendapat ilmu dan sanad ilmu dari kakek beliau SYAIKH YUSUF BIN ISMAIL AN-NABHANI, pengarang kitab “Afdhalu Ash-Shalawat ‘Ala Sayyid As-Sadat”, juga kitab “Jami'ul Karamah al Auliya'. Jika kita melihat silsilah sanad keilmuan KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri NU ) yang diterbitkan secara resmi oleh PBNU, niscaya dalam poster (catatan) itu akan tertulis nama dari Kakek pendiri Hizbut Tahrir itu.


10. Syaikh Yusuf Annabhani (kakek pendiri HT) berguru pada banyak ulama' terutama kepada Syaikh Syamsuddin al-Ambabi as-Syafi’i, satu-satunya Syaikh pada masanya yang mendapat julukan Hujjatul Ilmi dan guru besar Universitas Al-Azhar pada masa itu. Banyak ulama' Indonesia yang berguru pada beliau (syaikh Yusuf) baik langsung maupun tidak langsung. Salah satunya adalah ulama Betawi, yaitu sayid Utsman bin Abdillah bin Aqil bin Yahya aI 'Alawi, yang masyhur dengan nama julukan "Mufti Betawi".


11. Syaikh Taqiyuddin (pendiri HT) secara khusus dititipkan oleh Syaikh Yusuf An-Nabhani kepada sahabat-sahabat beliau yang mengajar di Al-Azhar sehingga Syaikh Taqiyuddin secara keilmuan terjaga dan secara sanad ilmu juga tetap tersambung. Setelah Syaikh Taqiyuddin lulus dari Al-Azhar beliau mengajar dan kemudian jadi Qadhi, baru setelah itu beliau mendirikan HT.


12. Disinilah letak keunikannya, meskipun HT sebuah gerakan politik tetapi HT memiliki kekhasan yang "mungkin" tidak dimiliki gerakan lain, yaitu terjaganya sanad ilmu para kadernya. Mereka yang berhak memberi Halqah (tatsqif) hanyalah para Musyrif yang telah mendapatkan Ijazah (lisensi) untuk mengajarkan afkar mutabanat HT kepada para anggota dibawahnya. Dan itu berlaku sejak pertamakali HT didirikan.


13. Sehingga tsaqafah (ilmu) yang didapatkan oleh para syabab HT adalah dari musrifnya, dari musrifnya lagi hingga ke pendiri dan pengarang kitab (Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani) di mana Syaikh Taqiyuddin sendiri sanadnya tersambung ke ayahnya, kakeknya, dan guru-gurunya di Al-Azhar hingga tersambung sampai ke Nabi Muhammad saw.


13. Jika kita mau untuk membuka situs resmi Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, niscaya semuanya akan tau bahwa ternyata Al-Azhar Assyarif telah memasukkan Syaikh Taqiyuddin Annabhani sebagai ulama terkemuka yang paling dikenang di kampus itu.


14. PROSES PEREKRUTAN ANGGOTA HT

Ketika HT merkerut anggota, HT tidak sekedar menyuruh calon anggota untuk mengisi formulir dan kemudian selesai, menjadi anggota resmi HT. Siapapun di antara kita (walaupun sekelas ustadz dan kiai) yang hendak bergabung dengan HT maka ia harus halaqoh (mengkaji 4 Kitab awal HT, karya Syaikh Taqiyuddin Annabhani), terlebih dahulu, umumnya ini berlangsung selama 3 hingga 4 tahun.


15. Di dalam halaqoh itu ia boleh mengkritisi “sepuasnya” berbagai materi yang ada di dalam kitab. Setelah mengkaji empat kitab itu ia ditawarkan, apakah mau bergabung menjadi anggota resmi atau tidak. Jelaslah bahwa HT bukan gerakan yang otodidak memahami nash-nash Syara', tetapi HT memahami nash syara' sebagaimana para ulama' memahaminya, bukan hanya mencomot dan membaca sendiri kitabnya, tetapi HT memiliki sanad ilmu terhadap pemahaman yang ada dalam kitab ulama'-ulama' tersebut.


16. Hal ini sangat sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Syaikh Nashir Al-Asad: “Orang yang hanya mengambil Ilmu melalui kitab saja tanpa memperlihatkannya kepada ulama dan tanpa berjumpa dalam majelis-majelis ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para ulama tidak menganggapnya sebagai ilmu, mereka menyebutnya shahafi atau otodidak, bukan orang alim”.


17. Para 'ulama menilai orang semacam ini sebagai orang yang dhaif (lemah).

Ia disebut shahafi yang diambil dari kalimat tashhif, yang artinya adalah seseorang mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendengar langsung dari para ulama, maka ia melenceng dari kebenaran. Dengan demikian, sanad dalam riwayat menurut pandangan Penulis adalah untuk menghindari kesalahan semacam ini.


18. Terakhir, penjelasan tentang bagaimana proses menegakkan Khilafah sudah sangat terang benderang di dalam kitab-kitab HT. Semuanya dikaji berlandaskan dalil-dalil syara’ secara kritis dan komprehensif. Semoga kita sekalian mau untuk mengkajinya.

SEMOGA KITA BISA MERAJUT UKHUWAH & MEMBANGUN DAKWAH..


#KhilafahAjaranIslam

No comments: