Monday, November 28, 2022

Imam Mahdi, khilafah dan cara memahaminya.

 Imam Mahdi, khilafah dan cara memahaminya.


إن ظهور مصلح إسلامي وخليفة سلفي اسمه يواطئ اسم رسول الله صلى الله عليه وسلم ثابت في أحاديث متواترة تواتراً معنويّاً،


Akan lahirnya seorang pembaharu Islam sekaligus sebagai Kholifah ( kepala negara Islam ), namanya menyamai nama Rosulullah SAW, hal ini benar berdasarkan hadist-hadist mutawatir.


 وكذلك نزول عيسى ابن مريم -عليه السلام- حكماً عدلاً متبعاً لشريعة الإسلام وداعياً إلى دين نبيِّنا محمد -عليه الصلاة والسلام- كذلك.


Demikian pula berita kenabian tentang akan turunnya Nabi Isa AS sebagai pemimpin adil, pengikut syariat Islam, menyeru manusia untuk tunduk pada agama Nabi Muhammad SAW ( Islam ), juga benar berdasarkan hadist hadist  mutawatir.


وأما رجوع الخلافة الراشدة على منهاج النبوة فثابت -أيضاً- في حديث صحيح أخرجه الإمام أحمد، وأبو داود، 


Demikian pula halnya dengan berita kenabian tentang akan kembalinya khilafah ala minhajinnibuwwah, juga ditetapkan melalui hadist shoheh riwayat imam Ahmad dan imam Abu Dawud.


والذي ينظر بعين الإنصاف والتأمل لما ورد في ذلك كله يستخلص نتيجة مؤكدة أن خلافة النبوة في آخر الزمان تعود -بإذن الله- قبل ظهور المهدي ونزول عيسى -عليه السلام- وذلك للوجوه الآتية:


Hal yang harus diteliti untuk menuju kepada kesimpulan adalah bahwa Khilafah alaminhajinnubuww akan kembali sebelum datangnya imam Mahdi dan nabi Isa AS, dengan alasan- alasan sebagai berikut:


1- أن المهدي -عليه السلام- يملأ الأرض عدلاً كما ملئت جوراً وظلماً، ومعلوم بداهة أن الأرض لم تملأ ظلماً وجوراً دفعة واحدة وإنّما بالتدرُّج، ولذلك ملؤها عدلاً لن يَحدث دفعة واحدة، فلا بُدَّ أن يتم ذلك بالتدرَّج فيلزم وجود مصلحين مهديين قبل المهدي يوطؤون للمهدي حكمه.


1. Di saat imam Mahdi memimpin, seluruh permukaan bumi dipenuhi dengan keadilan secara merata sebagaimana sebelumnya, seluruh permukaan bumi dipenuhi dengan kedzoliman dan kejahatan. 

Mudah difahami, bahwa keadaan tersebut tidak terjadi sekaligus, melainkan terjadi secara bertahap. 


Itu artinya sebelum imam Mahdi datang, sudah ada beberapa Kholifah yang hadir melakukan perbaikan menuju puncak idealnya pada masa imam mahdi.


2- أن المهدي -عليه السلام- ليس بأكرم على الله من رسولنا محمد رسول الله صلى الله عليه وسلم بل هو من أمته وأتباعه، فرسول الله صلى الله عليه وسلم -نفسُه- لم يحصل له ذلك، بل بقي خمساً وعشرين سنة حتى تم له فتح جزيرة العرب، فمن باب أولى أن يَقَعَ ذلك للمهدي الذي يملأ الأرض، فلا بُدَّ أن يسبق المهدي خلفاءُ صالحون يكون هو خاتمهم.


3. Imam Mahdi tidak lebih mulia dari nabi Muhammad SAW. 

Beliau adalah umat dan pengikut nabi Muhammad SAW.

Dengan segala kesempurnaan yang dikaruniakan kepada nabi  Muhammad SAW, beliau menghabiskan waktu cukup lama  untuk menaklukan jazirah Arab, yakni selama dua puluh lima tahun.

Tidak mungkin bagi imam Mahdi menghadirkan keadilan di seluruh permukaan bumi dengan sangat cepat mengalahkan Rosulullah SAW.


Itu artinya ada Kholifah sebelum imam Mahdi, dan beliau sebagai Khalifah terakhirnya.


3- ورد في الحديث الصحيح قوله صلى الله عليه وسلم: «يكون خليفة من خلفائكم في آخر الزمان يَحثو المال ولا يعده».

ومعلوم أن الضمير يعود على أقرب مذكور، فالضمير يعود على (الخلفاء) في آخر الزمان مما يدل بِمفهومه أن المهدي يسبق بِخلافة على منهاج النبوة، والله أعلم.


Di dalam sebuah hadist shoheh, Nabi Muhammad SAW bersabda akan ada seorang Kholifah diantara para Kholifah kalian di akhir zaman, dia mengumpulkan harta sangat  banyak hingga tidak terhitung jumlahnya.


Kholifah yang dimaksud dalam hadist di atas adalah imam Mahdi yang telah didahului oleh para Kholifah sebelumnya. Hal ini dapat diketahui dari adanya lafadz Kholifah sebagai isim dari lafadz yakunu.


إشاعة إن الخلافة لا تقوم إلا بظهور المهدي ونزول عيسى يشيع في الأمة ظاهرة التواكل والعجز والكسل، نعوذ بالله من ذلك كله، والله أعلم.


Berita kenabian tentang kepastian kiamat tidak akan terjadi sebelum turunnya imam Mahdi telah dibuat alasan oleh kebanyakan umat untuk bermalas malasan dari perjuangan menegakkan khilafah. 

Naudzu Billah mindzalik.


Wallahu a'lam bisshowab.

Saturday, November 26, 2022

FAKTA UNIK PERANG YARMUK

 FAKTA UNIK PERANG YARMUK

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq 


Perang ini terjadi antara kaum muslimin melawan Bizantium Romawi pada tahun 13 H, dua tahun setelah Rasulullah wafat, yakni di masa pemerintahan sayidina Abu Bakar Shidiq radhiyallahu'anhu.


Berikut diantara beberapa peristiwa yang terjadi dalam peperangan ini :

1. Jumlah musuh berlipat ganda

Kaum muslimin dalam perang tersebut berjumlah sekitar 36.000, dengan rincian : 27.000 jumlah awal, lalu ditambah bala bantuan pasukan Khalid dari Iraq 9.000.


 Sedangkan sebagian riwayat mengatakan 45.000. Yakni jumlah yang di Syam 36.000 lalu kedatangan pasukan Khalid 9.000 orang.


Ada juga riwayat yang mengatakan jumlah keseluruhan kaum muslimin hanya 24.000 personil.

Sedangkan jumlah prajurit Romawi menurut kebanyakan ahli sejarah adalah 240.000 personil. Ada juga yang menyebut angka 480.000 personil.


2. Kaum muslimin mengembalikan Jizyah 

Menjelang meletusnya peperangan, pasukan Islam mengembalikan pungutan Jizyah di tahun tersebut dari non muslim di sekitar Yarmuk. 


Hal ini karena mereka menyadari tentara Islam kemungkinan tidak akan bisa menjaga keamaan mereka. Mengingat gelombang serangan tentara Romawi yang berjumlah sangat besar.

Sedangkan Jizyah dari nonmuslim dalam aturan syariat dipungut diantaranya adalah untuk menjaga keamanan mereka.


3. Non muslim mendukung pasukan Islam

Kaum kafir dzimmi terkejut ketika mendapatkan pengembalian Jizyah tersebut. Mereka mengatakan lebih suka hidup di bawah pemerintahan Islam dari pada di pimpinan oleh Romawi yang mencekik mereka dengan aneka jenis pajak.

Ketika peperangan meletus, orang-orang Yarmuk menutup benteng-benteng mereka dan tidak mau memberikan bantuan logistik apapun kepada bala tentara Romawi.


4. Pasukan Infanteri Romawi di rantai

Dalam banyak pertempuran melawan muslimin, tentara Romawi lari terbirit-birit ketika baru saja melihat derap langkah pasukan Islam atau gema takbir mereka.


Maka demi menghindari adanya pasukan yang melarikan diri, sebagian pasukan infanteri Romawi di rantai satu sama lain bagian kakinya. Justru ini yang kemudian menguntungkan pasukan Islam dalam pertempuran, karena gerak musuh menjadi terbatas.


5.  Komandan peperangan yang banyak.

Demi untuk menaikkan moril pasukannya, tentara Romawi kala itu langsung dikomandoi oleh beberapa jenderal mereka yang terkenal. Selain Tazariq yang merupakan saudara kandung Kaisar Heraclius ada Vahan, Theodore Trithurius, dan Jabalah.


Sedangkan kaum muslimin justru kebalikannya. Saat permulaan perang komando tertinggi dipegang oleh sang pedang Allah, sayidina Khalid bin Walid, namun di tengah peperangan Khalid dipecat oleh sayidina Umar dan digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah.


6. Bala bantuan pasukan yang tepat waktu.

Ketika Romawi mulai merangsek maju, komandan kaum muslimin yang ada di Syam meminta bantuan kepada Khalifah Abu Bakar Shidiq radhiyallahu'anhu.


Maka beliau memerintahkan Khalid yang sedang berada di front Persia untuk berangkat ke Syam.

Khalid langsung bergerak cepat. Karena jika lambat, maka itu berarti kehancuran pasukan Syam dan bahkan juga pasukannya yang akan tiba di sana.


Ia pun memutuskan potong kompas. Melewati gurun pasir nan tandus yang selama 5 hari tak akan dijumpai air di sepanjang perjalanan.

Jarak Iraq ke Yarmuk normalnya di tempuh dengan hampir satu bulan, berhasil ditembus dalam waktu kurang dari 15 hari.


7. Salah satu komandan Romawi masuk Islam

Seperti biasa, dalam peperangan sekalipun, kaum muslimin menyampaikan dakwah dan menawarkan Islam ke pihak musuh. Salah satu jenderal Romawi yang bernama Georgius Theodorus tanpa diduga meminta bertemu Khalid di sebuah tempat yang netral.


Setelah berdialog dengan beliau, ia pun menyatakan Keislamannya. Lalu turut berperang di barisan kaum muslimin hingga menemui syahid.


Salah satu ucapan yang ikonik dari jenderal tersebut kepada Khalid adalah pertanyaannya : "Apakah Allah telah menurunkan pedang dari langit kepada Nabi kalian, lalu Dia memberikannya kepadamu, yang dengannya engkau mengalahkan siapapun yang engkau hadapi ?” 


8. Strategi perang yang diakui sebagai salah satu yang paling cemerlang dalam sejarah.

Strategi perang yang diterapkan oleh Abu Ubaidah sesuai arahan Khalid di Yarmuk benar-benar brilian dan membuat kagum para pengamat militer. Mereka menerapkan strategi mematikan diantaranya berupa jebakan :  Serang lalu mundur.


Selama berhari-hari strategi ini diterapkan. Serang lalu mundur teratur. Hingga pasukan Romawi mengira jika pasukan Islam sudah kelelahan karena sebagian mereka adalah bala bantuan yang diberangkatkan dari Irak dan baru saja tiba.

Mereka juga mendengar desas-desus adanya perpecahan di tubuh pasukan Islam dengan digantikannya panglima tertinggi pasukannya.


Maka akhirnya strategi ini berhasil. Ketika pasukan kavaleri musuh mulai masuk, pasukan muslimin yang seakan akan mundur tiba-tiba bertaut dan menghadang infanteri musuh yang berusaha menyusul kavalerinya. 

Ketika kavaleri tentara Romawi telah terpisah jauh dari Infanterinya, segera pasukan berkuda Khalid yang telah menunggu kesempatan itu menggebrak maju dan menghabisi mereka.


9. Kemenangan  yang menentukan

Yarmuk adalah kunci bagi kemenangan-kemenangan kaum muslimin selanjutnya di wilayah Romawi. Karena setelah itu, wilayah -wilayah lainnya dengan mudah dibuka, baik lewat peperangan ataupun penyerahan.


10. Khalid yang tetap mengabdi meski telah dipecat

Yarmuk adalah bukti ketulusan, keikhlasan dan iman yang memukau dari para sahabat, terutama sayidina Khalid bin Walid.


Ia tetap berjuang sebagaimana biasanya. Tak ada bedanya saat masih menjadi panglima atau telah menjadi prajurit biasa.

Moment terkenal saat terjadinya perang Yarmuk ini adalah ketika Khalid bin Walid radhiyallahu'anhu mengatur pasukan dengan sangat lincah dan cermat, salah satu pasukannya ada yang komentar, "Anda kelihatannya sangat paham medan di sini..."


Khalid cuma menjawab singkat :

هذا ملعبي

"Ini mah dulu tempat maenku..."

Saturday, November 19, 2022

Anti arab karna antek penjajah

 ```Akibat pernyataan Seorang Yang tidak Boleh Disebut Namanya yg mengatakan WNI arab jangan jadi provokator....ini diuraikan Nasionalisme WNI Arab atas perjuangan kemerdekaan RI..```


```Mengapa Sejarah Indonesia direkayasa sedemikian rupa oleh para pengkhianat Bangsa ..?```


```Mengapa Rakyat Indonesia digiring oleh para pengkhianat Bangsa untuk membenci ARAB...?```


```KARENA ORANG-ORANG ARAB dan ORANG-ORANG PRIBUMI yang MENGANUT AGAMA DARI ARAB TELAH BERHASIL MENGUSIR KOMPENI DARI NEGERI INI..!```


```MEMBACA SEJARAH YANG SEBENARNYA KITA DAPAT MENJADI TAHU DAN TIDAK LAGI TERTIPU OLEH SEJARAH PALSU


1. MENJADI TAU


Siapa yang pertama memberitakan kemerdekaan Indonesia..?```


```Koran-koran ARAB.


2. MENJADI TAU


Siapa yang pertama mengakui kedaulatan Republik Indonesia..?


ARAB, MESIR dan PALESTINA.


3. MENJADI TAU


Siapa yang pertama mengirim bantuan Senjata dari luar Indonesia pasca Proklamasi..?


ARAB, senjata dari MESIR diangkut atas biaya ARAB SAUDI.


4. MENJADI TAU


Siapa tokoh yang pertama mengucapkan Selamat atas Kemerdekaan Indonesia..?


ARAB, Syaikh Ismail Husein Mufti Palestina.


5. MENJADI TAU


Proklamasi 1945 dibacakan di Rumah Orang ARAB, Faraj Martak. Jalan Proklamasi 56.


6. MENJADI TAU


Bung Karno sakit beri-beri sebelum proklamasi, sembuh diberi MADU ARAB oleh Faraj Martak.```


```7. MENJADI TAU


Kakeknya Bung Hatta belajar di ARAB.


8. MENJADI TAU


KYAI AHMAD DAHLAN dan KYAI HASYIM menimba ILMU di NEGERI ARAB.


9. MENJADI TAU


Orang yang dianggap berbahaya oleh Snouck Hurgronje adalah Orang yang pulang dari ARAB, karena Orang yang ISLAM yang pernah Berguru di NEGERI ARAB itulah yang dengan GAGAH BERANI Melawan kompeni dan oleh sebab itu ditandai dengan gelar HAJI dan hanya HAJI yang boleh mengenakan kopiah putih agar mudah dikenali


10. MENJADI TAU


Yang Menyelamatkan Bendera Pusaka saat agresi militer Belanda II 1948 adalah Orang ARAB, Mayor Husein Muthahhar. Beliau juga penyusun lagu Dirgahayu Indonesiaku, Hymne Syukur dan Mars Pramuka.


11. MENJADI TAU


Salah satu Bapak Pendiri Bangsa Kita adalah Orang ARAB, AR. Baswedan anggota BPUPKI dan Wakil Menteri Penerangan 1946. Kakek Anies Baswedan Gubernur Jakarta.


12. MENJADI TAU


Lambang Negara Indonesia, Garuda Pancasila, dibuat oleh keturunan ARAB, Syarif Abdul Hamid al-Kadrie. Sultan Pontianak.


13. MENJADI TAU


Sultan Syarif Kasim II keturunan ARAB, menyerahkan MAHKOTA, ISTANA, dan hampir seluruh Kekayaan Kesultanan Siak Sri Inderapura kepada Pemerintah RI termasuk Uang sebesar 13 juta gulden setara lebih dari 1000 triliun Rupiah...


Segebok Uang itulah yang diberikan secara cuma-cuma oleh Sultan Syarif Kasim II kepada Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Sukarno juga Lapangan minyak Stanvac yang menjadi pemasukan utama NKRI selama 73 tahun ini


kabarkan kepada yang lain


AGAR FITNAH TIDAK LAGI DAPAT MENIPU ANAK BANGSA..


YANG KINI MULAI DIAJARKAN KEPADA MEREKA UNTUK MEMBENCI ARAB..


INDONESIA MEMANG BUKAN ARAB


NAMUN ORANG-ORANG ARAB TELAH BANYAK BERJASA DEMI INDONESIA MERDEKA

Thursday, November 17, 2022

METODE SYAIKH TAQIYUDDIN AN NABHANI DALAM MEMBENTUK PENGEMBAN DAKWAH YANG IKHLAS

 METODE SYAIKH TAQIYUDDIN AN NABHANI DALAM MEMBENTUK PENGEMBAN DAKWAH YANG IKHLAS


Ada kalimat yang begitu luar biasa yang ditulis oleh Syaikh Taqiyuddin an Nabhani rahimahullah di dalam kitab At Takatul Al Hizbiy yakni kalimat yang bertuliskan :


"Secara otomatis al-ihsasul fikriy ini akan membersihkan orang-orang yang disentuhnya dan membentuknya menjadi orang yang ikhlas, sampai-sampai sekalipun ia tidak ingin ikhlas, ia tidak akan mampu untuk tidak ikhlas."


Al-ihsasul Al fikriy sendiri bermakna adanya perasaan yang jelas/tajam, yang dihasilkan dari proses berpikir yang mendalam.


Terwujudnya al-ihsasul fikriy adalah dari sebuah manthiqul Ihsas, yakni pemahaman yang dihasilkan dari proses berpikir berdasarkan pakta yang terindera.


Keikhlasan itulah yang juga menjadi salah satu dari 4 alasan yang ditulis oleh Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab at Takatul Al Hizbiy, yakni 4 hal yang menjadi penyebab kegagalan beberapa gerakan dakwah dalam melakukan perjuangan untuk membangkitkan Islam.


Secara ringkas, 4 hal penyebab gagalnya beberapa gerakan tersebut, yakni :


1. Gerakan tersebut berdiri di atas fikrah dan thariqah yang masih kabur (belum jelas).


2. Gerakan tersebut tidak mengetahui bagaimana thariqah bagi penerapan fikrahnya.


3. Gerakan tersebut bertumpu kepada orang-orang yang belum sepenuhnya mempunyai kesadaran yang benar. Mereka pun belum mempunyai niat yang benar.


4. Orang-orang yang menjalankan tugas gerakan tersebut tidak mempunyai ikatan yang benar.


Adanya niat yang benar dalam berjuang untuk mengembalikan kehidupan Islam adalah salah satu dari 4 alasan agar suatu gerakan bisa bertahan dan berhasil dalam perjuangannya. Gerakan dakwah yang dibentuk oleh Syaikh Taqiyuddin an Nabhani rahimahullah sendiri hingga sekarang telah berusia hampir 70 tahun, sejak didirikan pada tahun 1953. 


Dan hal ini benar-benar dilakukan oleh Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam membentuk sebuah jamaah atau gerakan dakwah agar bisa tertanam keikhlasan dalam diri setiap pengemban dakwah.


Beliau menetapkan aturan bahwa siapapun yang akan menjadi bagian dari pengemban dakwah Islam Ideologis harus mengikuti kegiatan halqoh setiap pekan. Baik latar belakang orang tersebut seorang yang 'alim, ataupun tidak. Baik ia seorang Professor ataupun seseorang yang tidak pernah duduk di bangku pendidikan, semuanya sama.


Bahkan boleh jadi yang menjadi pengisi halqoh secara titel pendidikan lebih rendah. Misalnya yang hanya lulusan sekolah dasar menjadi pengisi kelompok halqoh yang lulusan sekolah tingkat pertama, atau tingkat atas bahkan yang sedang kuliah.


Atau boleh jadi para peserta halqoh tersebut adalah orang-orang yang berlatar pendidikan lulusan pondok pesantren atau dari lulusan timur tengah, sedangkan yang menjadi pengisi tak berlatar sebagaimana para peserta halqoh.


Setiap sepekan sekali, selama 2 jam mereka harus duduk membaca setiap paragraf kitab yang kemudian akan dijelaskan oleh pengisi halqohnya.


Halqoh itu dilakukan agar mereka menjadi paham bagaimana fikrah dan thariqah sebuah kelompok dakwah yang shahih untuk memulai kembali kehidupan Islam. Halqoh yang dilakukan dengan metode Talqiyan Fikriyan.


Dengan fikrah yang diajarkan di halqoh tersebut, akan terbentuk pemikiran Islamiy pada diri mereka. Dimana pemikiran Islamiy bermakna :


 الحكم على الواقع من وجهة نظر الإسلام

"Upaya menilai fakta dari sudut padang Islam"


Pemikiran Islamiy tersebut akan mempengaruhi perasaan dan perbuatan mereka. Pemikiran Islamiy tersebut yang juga menjadi standart mereka dalam melakukan penginderaan terhadap suatu fakta di depannya. Dalam hal ini adalah standart mereka dalam melihat kondisi umat Islam khususnya dan masyarakat umumnya saat tidak diterapkannya Islam secara kaffah di dalam kehidupan.


Karena selain harus halqoh, mereka juga diharuskan terlibat dalam berbagai kegiatan dakwah di tengah-tengah masyarakat. Karena halqoh bukan semata-mata untuk menjadi seorang yang berkepribadian Islam, namun juga menjadikan diri sebagai seorang pengemban dakwah.


Dengan proses halqoh yang mereka jalani, sembari terjun di tengah masyarakat untuk mendakwahkan Islam, in sya Allah akan membuat mereka menjadi orang-orang yang ikhlas dalam berdakwah. Tidak mengharapkan imbalan materi ataupun pujian dalam dakwahnya, semata-mata dilakukan karena suatu kewajiban untuk menegakkan kembali Islam, agar umat Islam benar-benar menjadi sebaik-baiknya umat (khairu ummah), dan Islam menjadi agama yang tinggi dan tidak ada yang menandinginya.


Sebagaimana firman Allah سبحانه و تعالى:


كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ


“Kamu adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.”(Q.S Ali Imran : 110)


Dan Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم yang bersabda:


الإسلام يعلو ولا يعلى عليه


"Sesungguhnya Islam itu mulia/tinggi tidak ada agama yang lebih tinggi daripadanya”. (HR. Bukhari)


Wallahu a'lam bisshowab.

Saturday, November 12, 2022

DIA SANG KHALIFATUR RASYIDIN YANG KELIMA

 DIA SANG KHALIFATUR RASYIDIN YANG KELIMA


Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq 


1. Sayidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu'anhu adalah salah satu khalifah yang sah menurut kesepakatan para ulama ahlussunnah wal Jama'ah.


 Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa Khalifatur Rasyidin selain empat shahabat yang disepakati yakni Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, beliau adalah yang kelimanya.


Hal ini berdasarkan hadits Nabi ﷺ yang berbunyi :


الْخِلاَفَةُ فِى أُمَّتِى ثَلاَثُونَ سَنَةً


“Khilafah di tengah umatku berlangsung selama 30 tahun.” (HR. Ahmad)


2. Abul Izz al Hanafi rahimahullah demikian juga ulama lain seperti Ibnu Katsir, ketika merinci masa 30 tahun dari zaman kekhalifahan berkata :


~ Abu Bakar Shidiq 2 tahun 3 bulan


~ Umar bin Khattab 10 tahun 6 bulan


~ Utsman bin Affan 12 tahun


~ Ali bin Abi Thalib 4 tahun 9 bulan


Total keseluruhan masa  Khilafah Rasyidah empat khalifah di atas adalah 29 tahun 6 bulan. Lalu ditambah Hasan memerintah selama 6 bulan, maka genaplah 30 tahun.


3. Ibnu Katsir rahimahullah berkata :


والدليل على أنه أحد الخلفاء الراشدين الحديث الخلافة بعدي ثلاثون سنة ثم تكون ملكاً وإنما كملت الثلاثون بخلافة الحسن بن علي


"Dalil yang menyatakan bahwa Hasan adalah termasuk Khalifatur Rasyidin adalah hadits : 'Kekhalifahan setelahku akan berlangsung selama 30 tahun, setelah itu adalah kerajaan'. Yakni tahun yang dijalani oleh Khalifatur Rasyidin (yang disepakati) lalu digenapkan oleh masa Hasan bin Ali.”


4. Ibnu Hajar al Haitsami rahimahullah berkata :


هو آخر الخلفاء الراشدين ...خليفة حق وإمام ...وأنها جزء مكمل لخلافة النبوة التي أخبر النبي (صلى الله عليه وسلم) والتي مدتها ثلاثون سنة.


“Hasan bin Ali adalah khalifah Rasyidah. Ia adalah pemimpin yang baik dan adil. Hasan menggenapkan masa 30 tahun dari kekhalifahan yang dikhabarkan oleh Nabi shallahu’alalihi wassalam yang akan berlangsung selama 30 tahun.”


5. Di zaman beliau, kaum muslimin terpolarisasi menjadi dua kelompok besar yang saling berhadapan : Pertama, kelompok pendukung dirinya dan yang kedua pendukung Mu‘awiyah bin Abu Sufyan.


Keduanya dibaiat menjadi amirul mukminin dan dipandang sebagai khalifah yang sah oleh pendukungnya masing-masing.


Namun sayidina Ḥasan bin Ali kemudian memilih mengalah dan menyerahkan kepada Muawiyah tampuk kepemimpinan untuk umat Islam. Padahal jika beliau mau untuk terus bersikukuh dan menempuh jalan konfrontasi, besar kemungkinan kemenangan akan berpihak kepadanya.


6. Apa yang dilakukan oleh Hasan ini telah diberitakan oleh Nabi shalallahu’alaihi wassalam sebelumnya dalam sebuah hadits :


إِنَّ ابْنِي هَذَا لَسَيِّدٌ، إِنْ يَعِشْ يُصْلِحْ بَيْنَ طَائِفَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ


“Cucuku ini adalah calon pemimpin besar. Dalam hidupnya dia akan mendamaikan antara dua kelompok ummat Islam yang sedang bertikai.” (HR. Ahmad)


Dan keputusan beliau ini berdasarkan pemahaman hadits di atas adalah benar dan merupakan pilihan yang diridhai oleh Allah ta’ala, meskipun menimbulkan kekecewaan yang mendalam kepada para pendukung dan loyalisnya.


7. Sayidina Hasan bin Ali radhiyallahu'anhu adalah sosok yang shalih, wara dan sangat takut kepada Allah. Sebuah riwayat menyebutkan, bila selesai dari berwudhu kulit beliau berubah menjadi pucat pasi. 


Dan ketika ditanyakan kepadanya apa sebab bisa demikian, maka beliau menjawab : "Sebentar lagi aku akan menghadap dzat yang memiliki Arsy."


Mazib bin Hausab berkata : "Aku belum pernah melihat ada sosok yang begitu takut kepada Allah melebihi Hasan bin Ali dan Umar bin Abdul Aziz. Seolah-olah neraka diciptakan hanya untuk mereka berdua."[1]


8. Beliau adalah orang yang juga dikenal sangat zuhud terhadap dunia. Cukuplah menjadi bukti dari itu semua, ketika ia memilih mengalah mengundurkan diri dari kekhalifahan demi menjaga agar tidak terjadi pertumpahan darah pada tahun 41 H.


Ketika beliau ditanya alasan mundur dari jabatan khalifah, Hasan bin Ali menjawab :


كانت جماجم العرب في يدي، يسالمون من سالمت، ويحاربون من حاربت، فتركتها لله


"Aku mendapatkan dukungan dari banyak orang arab yang mereka siap mendukung ketika aku berdamai dengan siapapun atau memerangi siapapun yang ingin aku perangi. Namun aku meninggalkannya semata-mata mengharap ridha Allah."[2]


Dalam riwayat lain beliau berkata : "Aku khawatir ada 70.000 atau 80.000 atau bahkan lebih banyak yang urat lehernya berlumuran darah, lalu menuntutku di hadapan Allah."


9. Saat ia terus didesak oleh pendukungnya agar tetap bertahan memegang tampuk kekhalifahan, beliau menjawab dengan tegas : "Aku tak ingin memiliki tangan yang berlumuran darah. 


Aku juga tak ingin mendapatkan sesuatu dengan cara mengorbankan kaum muslimin. Aku sudah tahu apa saja yang menguntungkanku dan apa yang saja yang merugikanku. Pulanglah kalian semua !"


10. Sayidina Hasan adalah sosok yang sangat pemurah lagi dermawan. Ciri khas yang melekat kuat pada para pemimpin-pemimpin yang baik. Ia kerap kali membagi-bagikan harta dalam jumlah yang sangat banyak. Ibnu Sirin mengatakan :


وكان يعطي الرجل الواحد مائة ألف


"Kadang kala Hasan membagikan uang hingga 100.000 dirham (7 milyar)  hanya kepada satu orang."[3]


Sa'id bin Abdul Aziz berkata :


سمع الحسن بن علي رجلا إلى جنبه يسأل الله أن يرزقه عشرة آلاف درهم، فانصرف، فبعث بها إليه


"Pernah ada orang yang berdo'a kepada Allah meminta  10.000 dirham (700.000 juta) , Hasan yang mendengar do'a tersebut bergegas pulang dan memberikan uang sejumlah itu kepada orang tersebut."[4]


Bersambung...

___________

[1] Thabaqat al Kubra (5/398)

[2] Siyar A’lam Nubala (3/274)

[3] Tahdzib al Kamal (6/234)

[4] Siyar A’lam Nubala (3/260)

Friday, November 11, 2022

Jas hijau yang hilang di orde baru

 JAS HIJAU YANG HILANG DI ORDE BARU


https://www.hwmi.or.id/2022/07/jas-hijau-yang-hilang-di-orde-baru.html


TKR pertama, Yang nanti menjadi TNI. Dan komandan divisi pertama TKR itu bernama *Kolonel KH. Sam’un*, pengasuh pesantren di Banten. Komandan divisi ketiga masih Kyai, yakni *kolonel KH. Arwiji Kartawinata* (Tasikmalaya). *Sampai tingkat resimen Kyai juga yang memimpin*.


Fakta, resimen 17 dipimpin oleh Letnan *Kolonel KH. Iskandar Idris*. Resimen 8 dipimpin *Letnan Kolonel KH. Yunus Anis*. Di batalyon pun banyak komandan Kyai. Komandan batalyon TKR Malang misalnya, dipimpin *Mayor KH. Iskandar Sulaiman* yang saat itu menjabat Rais Suriyah NU Kabupaten Malang. *Ini dokumen arsip nasional, ada Sekretariat Negara dan TNI*.

 

Tapi semua data itu tidak ada di buku bacaan anak SD/SMP/SMA. Seolah tidak ada peran Kyai. KH. Hasyim Asy'ari yang ditetapkan pahlawan oleh Bung Karno pun tidak ditulis. Jadi jasa para Kyai dan santri memang dulu disingkirkan betul dari sejarah berdirinya Republik Indonesia ini.


Waktu itu, Indonesia baru berdiri. Tidak ada duit untuk bayar tentara. Hanya para Kyai dengan santri-santri yang menjadi tentara dan mau berjuang sebagai militer tanpa bayaran. *Hanya para Kyai, dengan tentara-tentara Hizbulloh yang mau korban nyawa tanpa dibayar*. Sampai sekarang pun, NU masih punya tentara swasta namanya Banser.


Tentara itu baru menerima bayaran pada tahun 1950. Selama perjuangan 45 sampai di tahun 50-an itu, tidak ada tentara yang dibayar negara.


Kalau mau mikir, 10 November Surabaya adalah peristiwa paling aneh dalam sejarah. Kenapa? Kok bisa ada pertempuran besar yg terjadi setelah perang dunia selesai 15 Agustus.


Sebelum pertempuran 10 November, ternyata ada perang 4 hari di Surabaya. Tanggal 26, 27, 28, 29 oktober 1945. Kok ‘ujug-ujug’ muncul perang 4 hari ceritanya gimana? Jawabnya: Karena sebelum tanggal 26 Oktober, Surabaya bergolak, setelah ada fatwa resolusi jihad PBNU pada *tanggal 22 Oktober. Kini diperingati sbg Hari Santri*.


Tentara Inggris sendiri aslinya tidak pernah berfikir akan perang dan bertempur dg penduduk Surabaya. Perang sdh selesai kok, Begitu pikirnya. Tapi karena masarakat Surabaya terpengaruh fatwa dan resolusi jihad, mereka nyerang Inggris, yang waktu itu mendarat di Surabaya. Sejarah inilah yang selama ini ditutupi.


*Jika resolusi jihad ditutupi*, orang yang membaca sekilas peristiwa 10 November akan menyebut tentara Inggris ‘ora waras’. Ngapain Ngebomi kota Surabaya tanpa sebab? Tapi *kalau melihat rangkaian dari resolusi jihad, baru masuk akal*; “Oya, *mereka marah karena jenderal dan pasukannya dibunuh arek-arek Bonek Suroboyo*”.

 

*Fatwa Jihad muncul krn Presiden Soekarno meminta fatwa kepada PBNU*: apa yg harus dilakukan warga Negara Indonesia kalau diserang musuh mengingat Belanda ingin kembali menguasai. Bung Karno juga menyatakan bagaimana cara agar Negara Indonesia diakui dunia. Sejak diproklamasikan 17 Agustus, tidak ada satupun negara di dunia yang mau mengakui.


Oleh dunia, Indonesia diberitakan sebagai Negara boneka bikinan Jepang. Bukan atas kehendak rakyat. Artinya, Indonesia disebut sebagai negara yang tidak dibela rakyat. Fatwa dan Resolusi Jihad lalu dimunculkan oleh PBNU. Gara-gara itu, Inggris yang mau datang 25 Oktober tidak diperbolehkan masuk Surabaya karena penduduk Surabaya sudah siap perang.


Ternyata sore hari, Gubernur Jawa Timur mempersilakan. “Silahkan Inggris masuk tapi di tempat yang secukupnya saja”. Ditunjukkanlah beberapa lokasi, kemudian mereka masuk. Tanggal 26 Oktober, ternyata Inggris malah membangun banyak pos-pos pertahanan dengan karung-karung pasir yang ditumpuk & diisi senapan mesin.


“Lho, ini apa maunya Inggris. Kan sudah tersiar kabar luas kalau Belanda akan kembali menguasai Indonesia dengan membonceng tentara Inggris”, begitu kata arek-arek. Pada 26 Oktober sore hari, pos pertahanan itu diserang massa. Penduduk Surabaya dari kampung-kampung keluar ‘nawur’ pasukan inggris. “Ayo ‘tawur..tawuran..’!”.


Para pelaku mengatakan, itu bukan perang mas, tp tawuran. Kenapa? Gak ada komandanya, gak ada yg memimpin. “Pokoke wong krungu jihad.. jihad… Mbah hasyim.. Mbah hasyim…”. Berduyun-duyun, arek2 Suroboyo sudah keluar rumah semua dan langsung tawur sambil teriak ‘Allahu Akbar’ dan itu berlangsung 27 Oktober. *Mereka bergerak karena seruan jihad Mbah Hasyim* itu disiarkan lewat langgar-langgar, masjid-masjid, dan spiker-spiker. Pada 28 Oktober, tentara ikut arus arek2, ikut gelut dengan Inggris. Massa langsung dipimpin tentara. Dalam pertempuran 28 Oktober ini, *1000 lebih tentara Inggris mati dibunuh*.


Tapi tentara tidak mau mengakui, karena Indonesia meski sudah merdeka, belum ada yang mengakui. Itu jadi urusan besar tingkat dunia jika ada kabar tentara Indonesia yg bunuh Inggris. Tentara tidak mau ikut campur. Negara belum ada yang mengakui kok sudah klaim bunuh tentara Inggris. Itu semua ikhtiyar arek-arek Suroboyo kabeh.


Pada 29 Oktober pertempuran itu masih terus terjadi. Inggris akhirnya mendatangkan presiden Soekarno dan wakil presiden Mohammad Hatta untuk mendamaikan. Pada 30 Oktober ditandatanganilah kesepakatan damai tidak saling tembak-menembak. Yang tanda tangan Gubernur Jatim juga. Sudah damai, tapi massa kampung tidak mau damai.


*Pada 30 Oktober, akhirnya Brigadir Jenderal Mallaby di granat arek-arek Suroboyo*. Mati mengenaskan di tangan pemuda Ansor. Ditembak, mobilnya di Jembatan Merah. Sejarah kematian Mallaby ini tidak diakui oleh Inggris. Ada yang menyebut Mallaby mati dibunuh secara licik oleh Indonesia. Aneh, *jenderal mati tapi disembunyikan sebabnya karena malu*.


Inggris marah betul. Masa negara kolonial kalah. Mereka malu & bingung. Perang sudah selesai, tapi pasukan Inggris kok diserang, jenderalnya dibunuh. Apa ini maksudnya? “Kalau sampai tanggal 9 Nopember jam 6 sore pembunuh Mallaby tidak diserahkan, dan tanggal itu orang-orang surabaya masih yang memegang bedil, meriam dst. tidak menyerahkan senjata kepada tentara Inggris, maka tanggal 10 Nopember jam 6 pagi Surabaya akan dibombardir lewat darat, laut, dan udara," begitu amuk jenderal tertinggi Inggris.


Datanglah tujuh kapal perang langsung ke Pelabuhan Tanjung Perak. Meriam Inggris sudah diarahkan ke Surabaya. Diturunkan pula meriam Howidser yang khusus untuk menghancurkan bangunan. Satu skuadron pesawat tempur dan pesawat pengebom juga siap dipakai. Surabaya kala itu memang mau dibakar habis karena Inggris marah kepada pembunuh Mallaby.


Pada 9 November jam setengah empat sore, Mbah Hasyim yang baru pulang usai Konferensi Masyumi di Jogja sebagai ketua, mendengar kabar arek-arek Suroboyo diancam Inggris. *Fardhu a'in bagi semua umat Islam yang berada dalam jarak 94 kilo dari Kota Surabaya untuk membela Kota Surabaya*. 94 kilo itu- jarak dibolehkannya solat qoshor.


Wilayah Sidoarjo, Tulungagung, Trenggalek, Kediri, wilayah Mataraman, Mojokerto, Malang, Pasuruan, Jombang datang semua karena dalam jarak radius 94 kilo. Dari Kediri, Lirboyo ini datang dipimpin Kyai Mahrus. *Seruan Mbah Hasyim langsung disambut luar biasa*. Bahkan Cirebon yang lebih dari 500 kilo datang- ke Surabaya ikut seruan jihad PBNU.


Anak-anak kecil bahkan para ibu juga ikut perang. Semua ikut jihad. *Selain Mallaby, pertempuran di Surabaya menewaskan Brigadir jendral Loder Saimen*. Luar biasa pengorbanan arek-arek Surabaya, para Kyai, dan santri. 

*Tapi lihat, apa yg dilakukan pemerintah di kemudian hari kepada para Kyai ini? Dimanipulasi*.


Jangan cuma di baca doank, tapi bantu membagikan yah biar negara tahu dan paham.


Demikian kultweet #dutaislamcom dari KH. Agus Sunyoto saat menghadiri bedah buku "Fatwa dan Resolusi Jihad" di Pondok Lirboyo 3 November 2017.

Monday, November 7, 2022

DAKWAH KITA, DAKWAH PEMIKIRAN

 DAKWAH KITA, DAKWAH PEMIKIRAN

___________________________

Ustadz M. Ismail Yusanto

• • •

Disebut dakwah fikriyyah karena Rasulullah memulai dakwahnya dengan menyebarkan aqidah, pandangan hidup, pemikiran dan pemahaman Islam seraya mendobrak segala bentuk pemikiran, pandangan hidup sesat dan menghancurkan semua bentuk kepercayaan dan tradisi nenek moyang jahiliyah. 


Disebut dakwah siyasiyyah karena di dalam dakwah ini Rasulullah mengarahkan umat pada terbentuknya suatu kekuatan sebagai pelindung dan pendukung agar dakwah dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Dan disebut dakwah askariyyah karena dakwah dilancarkan juga melalui strategi dan taktik dalam jihad fi sabilillah.


Rasulullah sukses dalam mengemban risalah, membina  dan membentuk masyarakat Islam, mendirikan daulah seta menghimpun umat manusia yang sebelumnya terpecah belah dalam bentuk berbagai qobilah menjadi umat yang satu di bawah panji Islam.


Kesuksesan itu diraih bukan melalui perubahan moral atau kehidupan sosial-ekonomi terlebih dahulu meski hal itu juga diperlukan. Juga tidak melalui slogan-slogan sukuisme, kaumiyah atau ashobiyah. Keberhasilan dakwah Rasulullah diawali dengan seruan aqidah Islam yang mampu mengubah pemikiran, perasaan, perilaku dan pandangan hidup sehingga terwujud generasi sahabat yang mampu meneruskan risalah dakwah hingga tersebar ke seluruh pelosok dunia.


Dakwah yang hakiki sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saat ini telah berhenti, semenjak runtuhnya daulah khilafah, terkoyak-koyaknya umat Islam yang semula utuh bersatu sebagai ummatan wahidatan menjadi berbagai bangsa dan negara yang berdiri sendiri-sendiri serta berhentinya penaklukan Islam (futuhat Islamiyyah). Tanpa daulah dan persatuan umat, Islam menjadi lemah padahal mulanya kekuatan umat Islam sangat tangguh dan disegani oleh musuh-musuhnya.


Kini umat membutuhkan orang-orang yang sanggup mengemban risalah dakwah Islam guna membangkitkan kembali kekuatan itu. Yakni kebangkitan yang benar, yang muncul atas dasar Islam.  Umat memerlukan orang-orang yang mau menghimpun kembali barisan yang tercecer dan shaf yang terbengkalai, untuk kemudian menyatukannya ke dalam kekuatan yang akan mendorong terwujudnya kembali masyarakat Islam, agar bisa dilakukan lagi misi menyebarkan dakwah Islam ke seluruh dunia untuk yang kedua kalinya. Biidznillah, Allahu Akbar!


Allah SWT berfirman:


قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ


“Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu): Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian“. (QS. Ali-Imran: 31).

.

#UIY #dakwahpemikiran #mustanir #kaffah #literasipengembandakwah

Thursday, November 3, 2022

Apakah pengkritik penguasa kwawsriji

 Apakah kelompok yang mengkritik penguasa zalim bisa disebut khawarij? Itu tidak akan saya bahas di tulisan ini, silakan bisa dibaca di buku berjudul Catatan Kritis Seputar Dakwah Islam. Bisa dicari di Shopee.


Tapi saya hanya ingin sedikit memberikan kritik penulis buku ini, yaitu Dr. Muhammad Mahzun. Sebagian penulis sejarah Islam telah memandang bahwa permasalahan munculnya kelompok Khawarij adalah "semata-mata" dari perkara politik (kekhalifahan). Artinya, sebagian penulis tersebut melepaskan sisi terpenting dari munculnya persoalan kelompok Khawarij, yaitu sisi keimanan.


Dr. Muhammad Mahzun berpendapat, orang yang memandang persoalan kelompok Khawarij hanya dari sisi politik, telah menjadikan politik kontemporer untuk menghukumi persoalan politik masa lalu. Politik kontemporer di dunia modern seperti sekarang ini telah kehilangan "ruh" nya, dan sangat materialistik. Jauh dari perkara-perkara keimanan. Dan bisa jadi, pandangan semacam ini sangat dipengaruhi oleh polemik "pemisahan agama dan politik".


Kelompok Khawarij, dalam pandangan Dr. Muhammad Mahzun, sejak awal kemunculannya berakar pada Peristiwa Tahkim, yang mana orang-orang pengikut Ali ini telah minta Ali untuk mengikuti arahan politik Muawiyah yang dengan siasatnya dia meminta kaum muslim untuk "berhukum dengan hukum Allah". Namun, Ali yang juga merupakan seorang ahli politik dan strategi, tahu betul siasat politik Muawiyah. Karena itu, Ali menolaknya. Hingga perdebatan pun muncul antara Ali dan sebagian pendukungnya, yang berakhir dengan keluarnya (khuruj) sebagian dari mereka dari barisan pendukung Ali.


Munculnya semangat sebagian para pengikut Ali ini untuk bertahkim, menurut Dr. Muhammad Mahzun, muncul karena dorongan keimanan. Buktinya, ketika Ali menolak permintaan mereka, maka mereka jatuhkan vonis kafir kepada Ali bin Abi Thalib dan kepada siapa saja yang berpihak kepadanya. Mereka beranggapan bahwa Ali telah bertahkim kepada manusia, dan itu merupakan bentuk kekafiran. Bahkan juga termasuk Muawiyah yang dianggapnya sebagai biang kerok permusuhan di antara kaum muslim. Ini menunjukkan bahwa perkara keimanan tidak bisa dilepaskan dari peristiwa kemunculan kelompok Khawarij, atau yang lebih umum adalah peristiwa konflik berdarah umat Islam yang berujung pada perpecahan. Seolah-olah Dr. Muhammad Mahzun ingin mengatakan, separah-parahnya peristiwa yang menimpa umat Islam, tidak jauh-jauh dari keimanan. Tidak seperti kelompok sekuler. Seluruh peristiwa kehidupan yang mereka alami, semuanya materialistis. Kosong dari ruh keimanan. Saya tidak mengiyakan pandangan ini. Tapi hanya sekedar menyampaikan apa yang saya dapat dari membaca tulisan Dr. Muhammad Mahzun.


Apakah ini menunjukkan bahwa Dr. Muhammad Mahzun sedang membela kelompok Khawarij? Jawabannya sama sekali tidak. Justru di dalam buku ini, beliau banyak mengkritik kelompok ini sebagai kelompok yang sangat suka menggunakan aksi-aksi kekerasan dalam aksi politik mereka. Silakan bisa dibaca sendiri dalam buku beliau Meluruskan Sejarah Islam: Studi Kritis Peristiwa Tahkim (Tahqiq Mawaqif ash-Shahabah fi al-Fitnah).


Dengan meminjam cara pandang Dr. Muhammad Mahzun tentang kemunculan kelompok Khawarij, saya ingin menarik ke masa sekarang di negeri kita tercinta Indonesia ini, tentang apa yang disebut politik identitas (kadang disebut politik aliran) dan politik integritas. Politik identitas atau politik aliran adalah politik yang berbasis pada konsep-konsep ideologi atau agama. Sedangkan politik integritas adalah politik yang didasarkan pada kesetiaan dan sikap-sikap membangun. Oleh sebagian kalangan, politik aliran atau politik identitas dianggap sebagai politik yang berbahaya dan bersifat memecah belah, karena itu politik ini harus dihindari dan dibuang jauh-jauh. Yang ditumbuhkan haruslah politik integritas, karena dinilai memiliki sifat membangun dan progresif.


Seorang tokoh sekuler yang ingin memisahkan agama dari politik (model orang yang dikritik Dr. Muhammad Mahzun), sangat getol mengungkit-ungkit peristiwa tahkim dan juga kemunculan kelompok-kelompok dalam Islam seperti Sunni dan Syiah, dan menyebutnya sebagai politik aliran atau politik identitas. Dengan berapi-api dia beberkan peristiwa tersebut dengan narasi bahwa, "Politik identitaslah yang telah memecah belah umat Islam. Politik identitaslah yang telah membuat kaum muslim terpecah belah menjadi sunni dan syiah. Maka politik identitas, apapun yang menjadi basisnya harus disingkirkan."


Sejurus dengan itu, sang tokoh sekuler ini menyatakan, "Politik integritaslah yang seharusnya kita miliki. Integritas kita sebagai seorang warga negara, integritas kita sebagai bangsa Indonesia. Karena itu, kita harus bersatu, hilangkan sekat-sekat keberagamaan kita." Memang tidak ingin menghapuskan agama, tetapi bagi dirinya, jelas terlihat bahwa agama itu hendaknya cukup hanya dalam ranah individu dan bukan di ranah politik atau ranah publik.


Orang seperti ini ingin mencitrakan, orang-orang yang memiliki semangat keberislaman atau semangat menerapkan syariat Islam sebagai pemecah belah bangsa karena terpengaruh politik aliran atau politik identitas. Orang yang ingin menerapkan syariat Islam juga dianggap tidak memiliki integritas terhadap bangsa dan negara. Begitu narasinya dibangun. Intinya, agama harus dijauhkan dari politik. Persaingan dalam pilpres juga tidak boleh membawa-bawa semangat keberagamaan.


Dengan meminjam pandangan disampaikan oleh Dr. Muhammad Mahzun, kita bisa memahami bahwa orang-orang yang hanya membahas kelompok Khawarij dari sisi politik, termasuk orang-orang yang telah melepaskan keimanan dalam pembahasannya. Orang-orang seperti ini, tidak berbeda dengan orang sekarang yang sangat getol mengungkit-ungkit peristiwa tahkim dan kemunculan Sunni-Syiah dalam rangka membenturkan soal politik identitas dan politik integritas.


Lihat saja, ketika orang sekuler mulai membicarakan soal politik identitas dan politik integritas, apakah ada perkara-perkara keimanan yang mereka sebutkan dalam masalah tersebut. Jawabannya jelas tidak ada. Pembahasan langsung menjurus pada konten yang dimaksud, yaitu politik identitas dan politik integritas, dan sama sekali tidak membahas aspek-aspek keimanan. Dimana posisi surga dan neraka dalam pembahasan politik identitas dan politik integritas? Dimana posisi ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya saat membahas hal tersebut? Dimana posisi rasa takut kepada Allah ketika mengungkit-ungkit soal politik identitas dan politik integritas? Jawabannya, jelas tidak ada. Semua ini memang tidak ada, karena semangat pembahasan politik identitas dan politik integritas itu lepas dari keimanan. Keimanan pembahasnya hanya sebesar dirinya, dan tidak terpancar keluar. Akibatnya ya begitu itu, kadang iman, kadang tidak iman. Iman hanya terbatas pada tempat tertentu, sedangkan di tempat lain, keimanan wajib dilepaskan. Na'udzubillah.


Seorang muslim yang taat kepada Allah dan rasul-Nya, yang takut akan adzab-Nya, yang mengimani adanya hari akhir, yang mengimani adanya malaikat yang senantiasa mencatat amal perbuatan, yang mengimani adanya perintah dan larangan Allah, tentu akan menjadikan ini semua sebagai asas dari cara pandangnya, termasuk cara pandang dia terhadap politik identitas atau politik integritas. Politik identitas yang dia miliki akan semakin menegaskan dirinya sebagai seorang muslim seutuhnya, bukan seorang muslim yang hanya menggunakan iman dalam ranah tertentu dan melepaskan keimanan dalam ranah yang lain. Sedangkan integritas yang dia miliki adalah integritas dia sebagai seorang muslim dan bukan integritas seorang yang setengah muslim. Integritas seorang muslim didasarkan pada keimanan. Sehingga semangat membangunnya dan semangat persatuannya pun didasarkan pada keimanan.


Kemajuan peradaban Islam pada masa lalu, dan persatuan umat manusia di bawah naungan Islam di masa dulu, merupakan bukti nyata dari politik integritas yang dibangun berdasarkan keimanan. Muslim dan kafir dzimmi, hidup bersama dan bernaung dalam kepemimpinan politik Islam sebagaimana sejarah di masa lalu telah membuktikan.


Di masa Rasulullah saw, beliau telah menyatukan manusia dari berbagai latar belakang. Ada di antara mereka yang berasal dari perbedaan suku, seperti suku Aus dan Khazraj, atau suku-suku yang ada di Madinah dan kaum Muhajirin yang berasal dari Makkah. Ada juga sebagian Yahudi yang tunduk dan patuh dengan kepemimpinan Islam yang dibawa Rasulullah saw. Beliau pun melalui sabdanya menjamin keselamatan ahlu dzimmah, yang kemudian ditaati dan dilanjutkan khalifah-khalifah setelahnya. Hal ini tidak lain karena politik integritas yang didasarkan kepada Islam. Politik integritas dalam Islam akan menyatukan manusia dan menempatkannya pada martabat yang mulia. Hal itu karena sifat atau karakter dari Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw adalah rahmatan lil alamin atau menjadi rahmat bagi seluruh alam. Perkara-perkara yang menjerumuskan akal sehat dan berpotensi merusak manusia, baik dalam bentuk benda fisik (seperti khamr) maupun yang berbentuk pemikiran (seperti sekulerisme atau sosialisme komunisme), akan dilarang. Karena bisa menjerumuskan manusia dalam kehinaan.


Berbeda dengan politik integritas yang tidak didasarkan pada Islam. Politik ini sama sekali tidak didasarkan pada keimanan. Sehingga perkara-perkara yang berasal dari paham kebebasan atau liberalisme yang menjadikan manusia seperti binatang (bahkan lebih buruk daripada binatang), justru diperbolehkan untuk diadopsi. Bahkan kebebasan atau liberalisme inilah yang dijadikan asas politik identitas. Orang boleh beragama, orang boleh tidak beragama. Orang boleh memelihara budaya yang merusak keyakinan, orang boleh menjaga tradisi yang menyimpang dari aturan agama. Orang bebas minum khamr asal dengan ketentuan tertentu atau batasan tertentu, orang bebas pula apakah mau beragama atau tidak beragama. Satu-satunya yang tidak diperbolehkan adalah aturan agama mengatur kehidupan masyarakat. Ini yang tidak boleh. Karena itu, bagi seorang muslim, semakin Islami dia, semakin taat dia, maka dia akan dicap radikal dan bertentangan dengan politik integritas. Na'udzubillahi min dzalik.


Begitulah. Politik identitas atau politik aliran dilarang. Tidak boleh. Tidak boleh membawa-bawa agama atau simbol agama dalam politik. Tetapi bagi orang sekuler barangkali ada pengecualian. Kecuali jika mendekati masa pemilihan umum. Maka diperbolehkan melibatkan agama atau simbol-simbol agama dalam rangka meraup suara kaum muslim. Tidak heran jika banyak politisi sekuler mendadak terlihat alim dan Islami saat pemilihan umum menjelang. Inilah nasib umat Islam. Diperalat dan dipermainkan.

Wednesday, October 19, 2022

Mengoreksi penguasa adalah kewajiban,mengapa di bungkam

 MENGOREKSI PENGUASA ADALAH KEWAJIBAN, MENGAPA DIBUNGKAM?


Buletin Kaffah No. 248 (24 Dzulqa’dah 1443 H/24 Juni 2022 M)


Pemerintah dan DPR akan mengesahkan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam waktu dekat. Namun, keduanya dinilai otoriter karena tertutup dalam proses pembahasannya. Baik Pemerintah maupun DPR seperti menutup hak rakyat untuk memberikan saran atau mengkritik materi RKUHP tersebut.


Apalagi dalam RKUHP tersebut terkandung pasal yang mengancam warga negara yang dianggap melakukan penghinaan terhadap Pemerintah, Gubernur, DPR dan Polisi. Warga yang disangka melakukan tindakan tersebut diancam hukuman penjara. Banyak pihak menilai RKUHP ini akan membawa negeri ini ke era lebih otoriter. Sudahlah pembahasannya tertutup, RKUHP tersebut berisi pasal yang bisa membungkam warga yang mengkritik pemerintahnya sendiri. RKUHP tersebut juga berpotensi menutup kewajiban mengoreksi penguasa.


Bahaya Pasal Karet


Pasal-pasal yang berisi ancaman terhadap warga yang dituduh melakukan penghinaan dikhawatirkan akan menjadi pasal karet. Artinya, penafsirannya mudah ditarik kesana-kemari secara sepihak oleh penguasa. Bisa saja orang yang mengkritik Pemerintah ditafsirkan sebagai menghina sehingga pelakunya dapat dijebloskan ke dalam penjara.


Padahal selama ini rakyat Indonesia sudah merasakan kejamnya pasal-pasal karet dalam UU ITE yang banyak menelan korban. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) melaporkan bahwa sepanjang tahun 2008-2018 ada sekitar 35,92% pejabat negara (seperti menteri, kepala daerah, kepala instansi dan aparat keamanan) melaporkan warga dengan memanfaatkan UU ITE. Banyak ulama, tokoh Islam ataupun oposisi yang masuk tahanan dengan tuduhan menghina pejabat atau berencana melakukan makar.


Anehnya, hukum justru berlaku tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Sejumlah orang ditangkap karena sikap kritis terhadap kekuasaan dan para pendukungnya. Namun, tidak banyak penangkapan terhadap para buzzer yang menghina ulama, tokoh Islam dan ajaran Islam.


Hasilnya, menurut laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 2020, tingkat ketakutan warga negara dalam penyampaian kritik dan pendapat terhadap Pemerintah cukup tinggi. Dalam laporan akhir tahun tersebut disebutkan sebanyak 29 persen responden takut memberikan pendapat dan mengkritik Pemerintah. Sebanyak 36,2 persen responden atau warga negara merasa takut menyampaikan pendapat dan kritik di dunia maya. 


Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mencatat sedikitnya ada 29 kebijakan Pemerintah sejak 2015 yang dipimpin Presiden Joko Widodo yang dinilai mencerminkan tanda-tanda otoritarianisme. Kebijakannya pun bermacam-macam; mulai dari kebijakan ekonomi negara, kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat, kebijakan dwi fungsi pertahanan keamanan hingga kebijakan politik yang memperlemah partai oposisi.


Jika RKUHP ini jadi disahkan, kekuasaan Pemerintah dan DPR makin otoriter. Keduanya makin sulit dikritik. Padahal selama ini banyak kebijakan dan undang-undang yang dibuat oleh Pemerintah dan DPR tidak berpihak kepada rakyat. 


Inilah tipudaya demokrasi; mengklaim kedaulatan di tangan rakyat, tetapi justru membungkam suara kritis rakyat terhadap penguasa.


Wajib Mengoreksi Penguasa!


Di dalam Islam sudah diajarkan aktivitas muhâsabah (mengoreksi kesalahan) sesama Muslim yang pahalanya besar di sisi Allah SWT. Itulah amar makruf nahi mungkar yang menjadikan umat ini mendapat gelar umat terbaik dari Allah SWT. Allah SWT berfirman:


كُنتُمْ خَيرَ أُمَّةٍ أُخرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأمُرُونَ بِٱلمَعرُوْفِ وَتَنهَوْنَ عَنِ ٱلمُنْكَرِ وَتُؤمِنُوْنَ بِٱللَّهِ 


Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, melakukan amar makruf nahi mungkar, dan mengimani Allah (TQS Ali Imran [3]: 110).


Umat Muslim berbeda dengan kaum Bani Israil yang dilaknat oleh Nabi Dawud as. dan Nabi Isa as. karena senantiasa mendiamkan kemungkaran (Lihat: QS al-Maidah [5]: 78-79).


Amar makruf nahi mungkar yang terbesar adalah yang ditujukan kepada penguasa, yakni mengoreksi kezaliman yang mereka lakukan terhadap rakyat. Begitu mulianya amal ini sehingga disebut oleh Nabi saw. sebagai jihad yang paling utama. Beliau bersabda: 


أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ


Jihad yang paling utama adalah menyatakan keadilan di hadapan penguasa zalim (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan ad-Dailami).


Dalam hadis lain, Rasulullah saw. menyebutkan orang yang beramar makruf nahi mungkar di hadapan pemimpin zalim akan mendapatkan kedudukan sebagai pimpinan para syuhada di akhirat. Beliau bersabda:


سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، وَرَجُلٌ قَامَ إلَى إمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ، فَقَتَلَهُ


Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muththalib dan seorang laki-laki yang berdiri di hadapan penguasa zalim, lalu ia memerintah (dengan kemakrufan) dan melarang (dari kemungkaran) penguasa tersebut, kemudian penguasa itu membunuh dirinya (HR al-Hakim dan ath-Thabarani).


Sering orang mendiamkan kemungkaran penguasa dengan dalih menaati ulil amri atau menyebut hal itu sebagai amal menutupi aib sesama Muslim. Padahal mendiamkan kemungkaran penguasa adalah kemungkaran yang besar. Nabi saw. menjelaskan bahwa meninggalkan amar makruf nahi mungkar, terutama terhadap para penguasa, akan berdampak pada terhalangnya doa dan munculnya para pemimpin jahat. Beliau bersabda:


لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُسَلِّطَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ شِرَارَكُمْ ثُمَّ لَيَدْعُوَنَّ خِيَارُكُمْ فَلَا يُسْتَجَابُ لَهُمْ 


Hendaklah kalian melakukan amar makruf nahi mungkar atau (jika tidak) Allah akan menguasakan atas kalian orang-orang yang paling jahat di antara kalian, lalu orang-orang baik di antara kalian berdoa dan doa mereka tidak dikabulkan (HR al-Bazzar).


Mengoreksi penguasa bukanlah penghinaan atau pelecehan, juga bukan membuka aib sesama Muslim. Pasalnya, obyeknya adalah kebijakan mereka yang zalim pada rakyat, bukan pribadi mereka. Kebijakan zalim tersebut seperti memperjualbelikan kepemilikan umum (BBM, gas, air, listrik, dll) kepada rakyat, padahal itu adalah hak mereka; menyerahkan kepemilikan SDM kepada pihak asing-aseng; mengkriminalisasi ajaran Islam seperti jihad dan khilafah; mencurigai dakwah sebagai aktivitas terorisme; dsb. Semua ini tentu wajib dikritik dan dikoreksi. Begitu pula kelicikan penguasa seperti mencari keuntungan pribadi atau oligarki dari jasa layanan publik semisal pendidikan, kesehatan, dsb juga wajib diluruskan.


Menghalang-halangi amar makruf nahi mungkar adalah kemungkaran. Ini berarti akan melanggengkan kezaliman penguasa sekaligus bisa menyebabkan kerusakan yang sangat besar sebagaimana diingatkan oleh Rasulullah saw.:


مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي ثُمَّ يَقْدِرُونَ عَلَى أَنْ يُغَيِّرُوا ثُمَّ لَا يُغَيِّرُوا إِلَّا يُوشِكُ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللهُ مِنْهُ بِعِقَابٍ


Tidaklah ada suatu kaum, yang di tengah-tengah mereka berbagai kemaksiatan dilakukan, yang mampu mereka ubah, tetapi tidak mereka ubah, melainkan sangat mungkin Allah meratakan atas mereka azab-Nya (HR Abu Dawud).


Jika mendiamkan kemungkaran di depan mata bisa mendatangkan siksa Allah SWT, apalagi jika dibuat undang-undang yang menghalang-halangi aktivitas amar makruf nahi mungkar? Jelas lebih besar lagi kemungkarannya.


Adapun menghina pribadi seseorang, termasuk penguasa, maka ada dua kategori: Pertama, mencela seorang Muslim dengan mengungkap aib yang ada pada dirinya. Kedua, mencela Muslim tanpa mempedulikan apakah aib itu ada pada saudaranya ataukah tidak. Kedua hal ini haram. Nabi saw. bersabda:


سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ


Mencela seorang Muslim merupakan kefasikan (HR Muttafaq ‘alayh).


Terhadap aib-aib pribadi siapapun, termasuk aib penguasa, ada perintah untuk menutupinya dan larangan menyebarkannya. Rasulullah saw. bersabda:


مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللَّهُ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ


Siapa saja yang menutupi aib seorang, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat (HR. Muslim)


Warisan Romawi


Sesungguhnya Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di tengah-tengah umat hari ini adalah warisan dari kaum imperialis Belanda. Sementara Belanda menggunakan undang-undang pidana tersebut berdasarkan turunan dari code penal Prancis, dan Prancis adalah negara yang melakukan kodifikasi terhadap hukum Romawi. 


Ironis, di tengah kriminalisasi terhadap seruan penerapan syariah dan khilafah karena dianggap ide asing, transnasional, justru negeri ini memberlakukan undang-undang pidana yang berasal dari negara asing, bahkan imperialis. Hal inilah yang telah diingatkan Nabi saw.:


لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ. فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَفَارِسَ وَالرُّومِ؟ فَقَالَ: وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ


“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah saw., “Apakah mereka itu mengikuti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi.” (HR al-Bukhari).


Padahal Allah SWT telah menunjukkan kepada umat ini syariah-Nya yang pasti memberikan kebaikan dan membuka banyak keberkahan. Sudah seharusnya umat kembali pada syariah Islam sebagai bukti keimanan dan ketaatan mereka kepada Allah SWT. Mereka wajib meyakini bahwa tidak ada aturan terbaik selain syariah-Nya. 


WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb. []


---*---


Hikmah:


Allah SWT berfirman:


أَفَحُكمَ ٱلجَٰهِلِيَّةِ يَبغُونَۚ وَمَنْ أَحسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكمًا لِقَومِ يُوقِنُونَ


Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah [5]: 50). []


---*---


Download Buletin Dakwah Kaffah versi PDF & simak versi audio di:

https://buletinkaffah.id

Wednesday, October 5, 2022

BAGAIMANA SEHARUSNYA KITA MENYAMPAIKAN DAKWAH?

 *BAGAIMANA SEHARUSNYA KITA MENYAMPAIKAN DAKWAH?*


*Oleh: Yuana Ryan Tresna*


Pada kesempatan yang baik ini, saya hendak berbagi pandangan tentang bagaimana seharusnya kita menyampaikan dakwah. Saya berharap para pembaca berkenan menelaah sampai tuntas, mencermati setiap bagiannya, dan jika ada kekeliruan silahkan untuk memberikan masukan.

 

*Pertama, Din (Agama) Islam Adalah Nasihat*


Dalil akan hal ini dapat kita jumpai dalam hadits Nabi SAW,


عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus al-Dari ra, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.” (HR. Muslim)


Terkait dengan makna nasihat, al-Khatthabi rh menyampaikan,


النَّصِيْحَةُ كَلِمَةٌ يُعَبَّرُ بِهَا عَنْ جُمْلَةٍ هِيَ إِرَادَةُ الخَيرِْ لِلْمَنْصُوْحِ لَهُ

“Nasihat adalah kalimat yang bermakna untuk mewujudkan kebaikan kepada yang ditujukan nasihat.” (Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, juz 1, hlm. 219)


Nasihat kepada Allah adalah mengimani-Nya, nasihat kepada kitab-Nya adalah meyakini bahwa hukum al-Quran adalah sebaik-baiknya hukum dan tidak ada hukum yang sebaik al-Quran, nasihat kepada Rasul adalah mengikuti dan mencontohnya, nasihat kepada para pemimpin adalah menyampaikan amar makruf nahi munkar dan menyampaikan muhasabah (koreksi) atas kekeliruan kebijakan penguasa. Bahkan dalam banyak hadits disebutkan bahwa amar makruf dan nahi munkar yang utama adalah yang disampaikan kepada penguasa. 

 

*Kedua, Allah Telah Memberikan Panduan Bagaimana Kita Menyampaikan Dakwah*


Allah SWT berfirman,


ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. al-Nahl: 125).


Dari ayat di atas, ada  tiga kaidah dalam berdakwah, yaitu: (1) al-hikmah (hikmah); (2) al-mau'izah al-hasanah (pelajaran yang baik), dan (3) al-mujadalah billati hiya ahsan (mendebat dengan suatu yang lebih baik).


*Ketiga, Penjelasan Kitab Nuqthah al-Inthilaq terkait Metode Dakwah al-Quran*


Syaikh Taqiyuddin al-Nabhani menjelaskan terkait dengan hal ini dalam poin ke-33 kitab Nuqthah al-Inthilaq,


قيام الحزب في مهمته وهي حمل الدعوة الاسلامية تحتم عليه ان يكون سائرا حسب الطريقة الاسلامية. وطريقته في حملها للناس في المجتمع هي دعوتهم له بطريقة الحكمة والموعظة الحسنة والجدال بالتى هي احسن. قال تعالى {ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي احسن ان ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو اعلم بالمهتدين} والحكمة هي البرهان العقلي. والموعظة الحسنة هي التذكير الجميل. ويعني اثارة مشاعر الناس حين مخاطبة عقولهم، اواثارة افكارهم حين مخاطبة مشاعرهم، حتى تكون المشاعر مرتبطة مع الافكار فينتج العمل انتاجاً كاملا. واما الجدال بالتي هي احسن فهو النقاش الذي يحصر بالفكرة ولا يتعداها الى الاشخاص، وهذه الاحوال الثلاث في طريقة الدعوة لابد من ملاحظتها لان اكثر من يراجه الدعوة في المجتمع ثلاث فئات.

“Dalam melaksanakan tugasnya, yaitu mengemban dakwah Islam, hizb harus berjalan sesuai dengan metode Islam. Metode Islam dalam mengemban dakwah ke seluruh dunia adalah jihad, sedangkan metode hizb dalam mengemban Islam kepada khalayak di tengah-tengah masyarakat adalah dengan mengajak mereka kepada Islam dengan metode hikmah (argumentasi rasional), mau’izhah hasanah (nasihat yang baik) serta mujadalah bi-lati hiya ahsan (diskusi dengan hujah yang lebih baik). Allah SWT berfirman:


“Serulah (mereka) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (argumentasi), mau’izhah hasanah (nasihat yang baik) serta debatlah mereka dengan yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu adalah Zat yang Maha Tahu akan orang yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dialah Zat yang Maha Tahu orang-orang yang mendapat petunjuk.” (TQS. Al-Nahl: 125).


Hikmah adalah al-burhan al-aqli (argumentasi rasional), sedangkan mau’izhah hasanah adalah memberi peringatan yang baik, yaitu mempengaruhi perasaan khalayak, ketika menyeru akal mereka, serta mempengaruhi pemikiran mereka, ketika menyeru perasaan mereka, sampai perasaan dengan pemikiran mereka terintegrasi sehingga mampu menghasilkan perbuatan dengan kualitas yang sempurna. Adapun jadal (berdiskusi) dengan yang lebih baik adalah diskusi yang terbatas pada ide, dan tidak melewati batas ide, sehingga menyerang pribadi. Inilah tiga konteks metode dakwah yang wajib dicermati. Sebab, kebanyakan orang yang menghalang-halangi dakwah di tengah-tengah masyarakat adalah tiga kelompok.” (Nuqthah al-Inthilaq, No. 33)


Dalam lanjutannya, beliau lalu menyebutkan tiga kelompok yang menghalang-halangi dakwah di tengah masyarakat, yaitu: (1) Kelompok yang ingin memahami Islam. Mereka harus didakwahi dengan hikmah (argumentasi rasional) dan dilibatkan dalam halqah secara intensif; (2) Kelompok khalayak ramai, yaitu orang-orang yang tidak mempunyai cukup waktu, persiapan, situasi dan kondisi yang memungkinkan mereka melanjutkan pembinaan intensif. Mereka harus dibina secara kolektif. Mereka harus didakwahi dan dilibatkan dalam pembinaan masal (kolektif). Tujuannya agar terbentuk opini umum atas dasar kesadaran umum di tengah mereka; (3) Orang-orang yang terpesona dengan pemikiran-pemikiran lain (di luar Islam), atau orang-orang yang dalam posisi kebingungan. 


*Keempat, Jangan Terlibat Debat Kusir dengan Kelompok Ketiga yang Kebingungan dan Mengemban Pemikiran yang Rusak*


Terhadap kelompok ketiga ini, dalam Nuqthah al-Inthilaq, beliau memberikan catatan,


ولذلك لا بد ان يكون حامل الدعوة واسع الصدر معهن ، وان يأخذ دور الهجوم على افكارهم الفاسدة، ومفاهيمهم المغلوطة، وطرقهم المعوجة، وان يتجنب دور الدفاع، وان لا يقبل الاسلام متهما، بل يرفض ذلك كل الرفض ويبادر يشرح الافكار الاسلامية باسلوب البيان والشرح لا باسلوب الدفاع. ويجب ان يكون جدله بالتي هي احسن، أي ان يكون الجدل نقاشا لا جدلا عقيما

“Oleh karena itu, seorang pengemban dakwah harus berlapang dada terhadap mereka, dan berposisi menyerang pemikiran-pemikiran mereka yang rusak, pemahaman-pemahaman mereka yang manipulatif serta metode-metode mereka yang berliku-liku. Dan harus menjauhi posisi defensif, serta jangan sampai menerima Islam sebagai pihak tertuduh, tetapi harus menolak dengan tegas. Sesegera mungkin harus menjelaskan pemikiran-pemikiran Islam dengan pendekatan penjelasan (uslub bayan) dan uraian (syarah), bukan dengan pendekatan defensif. Sedangkan diskusi dengan yang lebih baik, haruslah diskusi yang berbentuk niqasy (perdebatan pemikiran), bukan debat kusir (jadal aqim).” (Nuqthah al-Inthilaq, No. 33)


*Kelima, Hendaknya Berhati-hati pada Berbagai Bentuk Pengalihan Masalah dan Saling Mencaci Secara Personal*


Masih terhadap kelompok ketiga ini, beliau memberikan peringatan agar waspada dari berbagai upaya pengalihan masalah dan agar pengemban dakwah tidak terprovokasi terhadap hasutan mereka,


وان يحاذر في نقاشه مسألتين يحاول اصحاب الافكار الفاسدة تحويل البحث نحوهما حين يحسون بالهزيمة. اما المسألة الاولى في الانتقال من بحث كاد يصل حلمل الدعوة فيه الى الحقيقة المقنعة، الى بحث آخر قبل ان يتم البحث الاول. وهذا الانتقال يجعل النقاش يدور في حلقة مفرغة ينتقل من بحث الى بحث فيمضي الوقت الطويل دون ان يصل الى الغاية من النقاش. واما المسألة الثانية فهي ان حملة الافكار الفاسدة حين يتهزمون يلجأون الى الشتائم والى الهجوم على شخص المناقش، او اشخاص الدعوة، حتى يحولوا حامل الدعوة الى الشتائم، او اشخاص الدعوة، او عن اشخاص الدعوة. فليحذر ذلك. ولا يجوز الدخول في الدفاع عن شخصه او عن أي شخص في الدعوة. وكذلك ليحذر الاجابة على الشتائم، فان كل ذلك تحويل عن الفكرة، وعن التفكير العميق، وهذا ما يريده اصحاب الفكر الفاسد. ولذلك لا بد من حصر البحث في الافكار فقط، وفي الدعوة فحسب. ويجب ان نكون هناك افكار مسلم بها عند الطرفين حتى يرجع اليها في البحث ، وما لم توجد هذه الافكار اساسا مسلما به بين الطرفين لا يمكن الدخول في نقاش، لأنه حينئذ لا يكون نقاشا.

“Dalam diskusi tersebut, hendaknya berhati-hati terhadap dua perkara, di mana pemilik pemikiran yang rusak itu akan berusaha mengalihkan pembahasan pada dua perkara tadi, ketika mereka sudah menyadari kekalahannya. 


Masalah pertama, pengalihan pembahasan -di mana  seorang pengemban dakwah hampir sampai pada kebenaran yang meyakinkan- kepada pembahasan lain ketika pembahasan pertama belum diselesaikan. Pengalihan ini mengakibatkan perdebatan tersebut berputar-putar dalam lingkaran kosong, yang beralih dari satu pembahasan ke pembahasan lain, sehingga menghabiskan waktu yang lama, dan tidak pernah sampai pada tujuan perdebatan. 


Masalah kedua, para pengemban pemikiran yang rusak tersebut ketika kalah, maka segera mengumpat dan menyerang pribadi lawan diskusinya atau orang-orang yang mendakwahinya, sehingga mengakibatkan pengemban dakwah tersebut mengumpat, atau mempertahankan dirinya atau mempertahankan pengemban dakwah yang lainnya. Karena itu, hendaknya hati-hati terhadap masalah tersebut. Dan tidak dibolehkan memasuki posisi defensif terhadap dirinya atau pengemban dakwah yang lain. Disamping harus berhati-hati dalam membalas umpatan tersebut, sebab ini semua merupakan usaha mengalihkan dari ide dan pemikiran yang mendalam. Inilah yang diinginkan oleh pemilik pemikiran yang rusak. Karena itu, pembahasan tersebut harus dibatasi pada aspek pemikirannya dan dakwahnya saja. Hendaknya ada pemikiran yang diterima oleh kedua belah pihak, sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan dalam pembahasan. Selama tidak ada pemikiran yang diterima sebagai asas oleh kedua belah pihak, maka tidak mungkin melibatkan diri perdebatan apapun. Sebab, pada saat itu tidak pernah berlangsung diskusi apapun.” (Nuqthah al-Inthilaq, No. 33)


*Keenam, Para Ulama Jarh wa Ta’dil Mengajari Kita Bagaimana Ungkapan Jarh Kalaupun harus Memberikan Celaan Secara Personal*


Dalam tradisi ilmu hadits, kita mengenal istilah al-jarh wa al-ta'dil. Jarh artinya penilaian negatif dan ta'dil adalah penilaian positif kepada seorang rawi (periwayat hadits). Esensi dari ilmu ini adalah dalam rangka mendudukkan kebenaran pada tempatnya. Jadi tidak berlebihan. Perhatikanlah imam al-Bukhari, setajam apapun jarh beliau, imam al-Bukhari tetap santun. 


Dalil kebolehan melakukan jarh adalah hadits Nabi dari 'Aisyah ra berikut, 


أَنَّ رَجُلًا اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ ائْذَنُوا لَهُ فَلَبِئْسَ ابْنُ الْعَشِيرَةِ أَوْ بِئْسَ رَجُلُ الْعَشِيرَةِ فَلَمَّا دَخَلَ عَلَيْهِ أَلَانَ لَهُ الْقَوْلَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْتَ لَهُ الَّذِي قُلْتَ ثُمَّ أَلَنْتَ لَهُ الْقَوْلَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ وَدَعَهُ أَوْ تَرَكَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ

“Bahwasanya ada seorang laki-laki meminta izin untuk bertemu dengan Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah berkata: "Izinkanlah ia masuk, sungguh sangat buruk pribadinya, atau orang yang paling buruk di kabilahnya." Setelah orang tersebut masuk, maka Rasulullah SAW berbicara kepadanya dengan Iunak. Aisyah berkata; 'Saya bertanya kepada Rasulullah; 'Ya Rasulullah, tadi sebelum orang tersebut masuk, engkau berkata seperti itu, tapi setelah ia masuk, maka engkau berkata kepadanya dengan lembut.' Rasulullah SAW menjawab: 'Hai Aisyah, sesungguhnya manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang dihindari oleh manusia karena takut kejelekannya’.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abdu Daud, Ahmad. Lafazh Muslim)


Hadits ini dengan amat jelas menunjukkan bahwa Rasulullah menjarh (mencela) seseorang yang buruk dari suatu kabilah dengan ungkapan,


فَلَبِئْسَ ابْنُ الْعَشِيرَةِ أَوْ بِئْسَ رَجُلُ الْعَشِيرَةِ 

"Sungguh sangat buruk, atau orang yang paling buruk di kabilahnya"


Imam Abu Abdillah al-Hakim menegaskan bahwa ini adalah perkaran yang memiliki bobot agama, bukan termasuk ghibah yang diharamkan. Apalagi jika dalam rangka menyeleksi hadits dari para pendusta. 


Dalil lainnya adalah hadits Nabi terkait dengan tiga orang yang melamar Fathimah binti Qais,  


قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَلَلْتِ فَآذِنِينِي فَآذَنْتُهُ فَخَطَبَهَا مُعَاوِيَةُ وَأَبُو جَهْمٍ وَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا مُعَاوِيَةُ فَرَجُلٌ تَرِبٌ لَا مَالَ لَهُ وَأَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَرَجُلٌ ضَرَّابٌ لِلنِّسَاءِ وَلَكِنْ أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ

Rasulullah SAW bersabda kepadaku: "Jika kamu telah halal (selesai masa iddah), maka beritahukanlah kepadaku." Setelah masa iddahku selesai, saya memberitahukan kepada beliau. Tidak lama kemudian Mu'awiyah, Abu Jahm, dan Usamah bin Zaid datang melamarnya, maka Rasulullah SAW bersabda: "Mu'awiyah adalah orang yang miskin harta, sedangkan Abu Jahm suka memukul wanita, sebaiknya kamu memilih Usamah." (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Ahmad. Lafazh Muslim)


Pada hadits kedua, Rasulullah juga menjarh dua orang (Abu Jahm dan Mu'awiyah) dan menta'dil satu orang yakni Usamah. Untuk menyelamatkan seorang wanita saja boleh melakukan jarh apalagi untuk menyelamatkan agama, seperti dalam menilai rawi hadits. 


Berkaitan dengan itu, dalam konteks dakwah yang bersifat fikriyah dan siyasiyah, jika diperlukan, boleh bagi da'i untuk melakukan jarh terhadap para pengkhianat agama, ahli fitnah, atau pemecah belah persatuan umat. Tujuannya dalam rangka melindungi umat dari keburukannya. Namun catatanya adalah harus memilih diksi kata yang tepat menggambarkan kondisi buruknya perilaku atau bahaya yang ditimbulkan darinya. Pilihan diski yang pantas ini akan kembali pada urf. Pada konteks ini kita menempatkan bahwa urf itu menentukan hukum. Ada nilai kepantasan yang harus diperhatikan. Sebagaimana yang dicontohkan al-Quran dan hadits-hadits Nabi. Karena hal ini bukan terkait substansi, tetapi terkait ujaran dan memilih diksi yang tinggi dan berbobot. 


*Ketujuh, Gaya Bahasa al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi Mengajarkan Kesantunan dan Ketepatan dalam Memilih Diksi Ungkapan*


Al-Quran dan al-Hadits mengajarkan kepada kita kesantunan dalam bertutur. Al-Quran adalah contoh terbaik ujaran yang “baligh” (bernilai balghah), dimana keduanya memenuhi dua unsur utama, yaitu makna yang “jalil” dan ungkapan bahasa yang fasih yang sesuai dengan situasi kondisi mutakalllim (pihak yang berbicara) dan mukhathab (pihak yang yang diajak bicara). Dengan mencermati uslub (gaya bahasa) al-Quran, maka kita akan simpulkan bahwa nilai balaghah al-Quran terpenuhi karena merupakan kalam yaang fasih serta sesuai maqam (situasi). Situasi dan kondisi yang dimaksud adalah meliputi respon yang diinginkan oleh mutakallim dari mukhathab, kondisi keduabelah pihak, serta kondisi tempat dan situasi waktu disampaikannya suatu ujaran (kalam).


Dalam ilmu Ma’ani (cabang dari ilmu Balaghah), al-Quran kadang berujar dengan ringkas namun mengandung makna yang dalam (al-ijaz), dan kadang panjang lebar (al-ithnab). Berujar dengan orang yang memiliki pengetahuan, dengan yang tidak berilmu, tentu pendekatannya berbeda. Al-Quran kadang berujar dengan dengan qashr, jika hendak memberikan fokus, penegasan, atau penekanan. Penegasan juga kadang dilakukan dengan melakukan pengulangan (takrar). Sebagai bentuk dinamisasi dalam berujar, dalam al-Quran juga kadang terdapat iltifat (pengalihan perhatian), seperti dari kata ganti kedua menjadi kata ganti ketiga. Kritik kepada orang kedua yang diajak bicara dalam bentuk kritik kepada orang ketiga (ghaib) akan terkesan lebih santun. 


Dalam kajian ilmu Bayan, gaya bahasa al-Quran dengan menggunakan berbagai bentuk kiasan akan menunjukkan ketinggian gaya bahasa al-Quran. Uslub Bayan ini mencakup perbandingan, persamaan dan ibarat (tasybih, simile), metafora (isti’arah tashrihiyyah) dan personifikasi (isti’arah makniyyah), majaz mursal (hubungan bukan persamaan), metonimi (kinayah), termasuk sindiran (ta’ridh), dll..  Berikut adalah beberapa contohnya:


(1) Al-Quran mengeritik rapuhnya posisi mereka yang menjadikan pelindung selain dari pada Allah dengan menggunakan tasybih (simile).


مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba, kalau mereka mengetahui” (QS. al-Ankabut: 41)


(2) Al-Quran menjelaskankan balasan bagi orang kafir dengan menggunakan tasybih (simile).


مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ لَا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَى شَيْءٍ ذَلِكَ هُوَ الضَّلالُ الْبَعِيدُ 

“Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat meng¬ambil manfaat sedikit pun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS. Ibrahim: 18)


(3) Al-Quran menjelaskankan buruknya kondisi orang munafik dengan menggunakan tasybih (simile).


مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لَا يُبْصِرُونَ (17) صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ (18(

“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu, dan buta; maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Al-Baqarah: 17-18)


(4) Al-Quran menjelaskankan rendahnya kesyirikan dengan menggunakan metafora (isti’arah tashrihiyyah).


فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِينَتَهُۥ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُۥ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Taubah: 40)


(5) Al-Quran menggiring opini bahwa orang kafir memusuhi manusia dengan menggunakan majaz mursal (hubungan bukan persamaan)


أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌ مِنَ الْمُلْكِ فَإِذاً لَا يُؤْتُونَ النَّاسَ نَقِيراً 

“Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia (Muhammad).” (QS. Al-Nisa: 53)


(6) Al-Quran mencela orang kafir dengan menggunakan sindiran (ta’ridh).


وَمَا لِيَ لَا أَعْبُدُ الَّذِي فَطَرَنِي وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (22) أَأَتَّخِذُ مِنْ دُونِهِ آلِهَةً إِنْ يُرِدْنِ الرَّحْمَنُ بِضُرٍّ لَا تُغْنِ عَنِّي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا وَلا يُنْقِذُونِ (23(

“Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakan diriku dan yang hanya kepada-Nya kamu (semua) akan di¬kembalikan? Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain¬nya jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudaratan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikit pun bagiku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku?” (QS. Yasin: 22)


Tujuan kalam pada ayat 22 ini adalah menyindir, yang juga ditunjukkan dengan adanya iltifat (pengalihan dari dhamir orang pertama menjadi dhamir kedua) “wa ilaihi turja’un”. Sesungguhnya yang dituju adalah “kamu”, namun dengan cerita tentang “aku”. Ayat 23 juga merupakan sindiran kepada mereka yang menyembah kepada selain Allah. 


(7) Al-Quran mencela orang yang menyerupai orang munafik dengan menggunakan sindiran (ta’ridh).


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3(

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (QS. Al-Shaf: 2-3)


Panggilan “wahai orang yang beriman” pada ayat di atas ditujukan kepada orang yang berkelakuan seperti orang munafik, merupakan sindirin kepada mereka. 


Uslub kinayah model ta’ridh (sindiran) dapat dijadikan alat menegur, mengeritik, mencela, dan tujuan kontrol sosial lainnya dengan cara yang lebih dapat diterima dan hasilnya akan lebih efektif, dibandingkan dengan kritikan atau celaan secara langsung. 


(8) Rasulullah menegur orang yang menyelisihi syariat dengan bentuk pertanyaan retoris (istifham inkariy). Dari Aisyah ra, beliau berkata,


رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ؟ فقالوا : ومن يجترئُ عليه إلا أسامةُ بنُ زيدٍ ، حِبُّ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ؟ فأتى بها رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ . فكلَّمه فيها أسامةُ بنُ زيدٍ . فتلوَّنَ وجهُ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ . فقال ( أتشفعُ في حدٍّ من حدودِ اللهِ ؟ ) فقال له أسامةُ : استغفِرْ لي يا رسولَ اللهِ

Bahwa orang-orang Quraisy pernah digemparkan oleh kasus seorang wanita dari Bani Mahzum yang mencuri di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tepatnya ketika masa perang Al Fath. Lalu mereka berkata: “siapa yang bisa berbicara dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam? Siapa yang lebih berani selain Usamah bin Zaid, orang yang dicintai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam?”. Maka Usamah bin Zaid pun menyampaikan kasus tersebut kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, hingga berubahlah warna wajah Rasulullah. Lalu beliau bersabda: “Apakah kamu hendak memberi syafa’ah (pertolongan) terhadap seseorang dari hukum Allah?”. Usamah berkata: “mohonkan aku ampunan wahai Rasulullah” (HR. al-Bukhari dan Muslim. Lafazh Muslim)


*Kedelapan, Bererapa Ayat al-Quran dan Hadits Melakukan Kritik atau Celaan secara Langsung Namun Tetap Menjaga Nalar Argumentasi dan Sesuai Situasi Kondisinya*


Celaan yang keras dan langsung setidaknya terjadi dalama tiga kondisi:


(1) Kepada orang kafir yang ingkar dan lalai. Allah SWT berfirman,


وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيراً مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai akal, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al A’raf: 179).


Orang kafir disebut binatang ternak karena tidak menggunakan akalnya untuk memahami ayat Allah. Demikian juga, mereka tidak menggunakan mata dan telinganya untuk  melihat dan mendengar ayat Allah. Binatang ternak juga masih dirasa terhormat dari pada binatang najis atau yang diharamkan. 


Dalam ayat lainnya,


تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (1) مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ (2) سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ (3) وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (4) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ (5)

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.  Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS. Al-Lahab: 1-5)


Ungkapan, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa” merupakan balasan atas ucapan abu Lahab yang mengatakan, “Apakah hanya karena itu kamu mengumpulkan kami? Sungguh kecelakanlah bagimu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Allah hendak menegaskan bahwa Abu Lahablah yang sebenarnya akan binasa, bukan nabi Muhammad SAW. 


(2) Dalam situasi perang. Di antaranya kisah perjalanan beliau SAW ke Hudaibiyah dan perjanjian Hudaibiyah yang disampaikan Imam al-Bukhari dalam hadits yang sangat panjang, diantara isinya adalah:


فَأَتَاهُ فَجَعَلَ يُكَلِّمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوًا مِنْ قَوْلِهِ لِبُدَيْلٍ فَقَالَ عُرْوَةُ عِنْدَ ذَلِكَ أَيْ مُحَمَّدُ أَرَأَيْتَ إِنْ اسْتَأْصَلْتَ أَمْرَ قَوْمِكَ هَلْ سَمِعْتَ بِأَحَدٍ مِنْ الْعَرَبِ اجْتَاحَ أَهْلَهُ قَبْلَكَ وَإِنْ تَكُنِ الْأُخْرَى فَإِنِّي وَاللَّهِ لَأَرَى وُجُوهًا وَإِنِّي لَأَرَى أَوْشَابًا مِنْ النَّاسِ خَلِيقًا أَنْ يَفِرُّوا وَيَدَعُوكَ فَقَالَ لَهُ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ امْصُصْ بِبَظْرِ اللَّاتِ أَنَحْنُ نَفِرُّ عَنْهُ وَنَدَعُهُ فَقَالَ مَنْ ذَا قَالُوا أَبُو بَكْرٍ قَالَ أَمَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْلَا يَدٌ كَانَتْ لَكَ عِنْدِي لَمْ أَجْزِكَ بِهَا لَأَجَبْتُكَ

Lalu Urwah mendatangi Rasulullah SAW, dan mulailah ia berbicara kepada Nabi SAW, lalu Nabi SAW menjawab seperti yang beliau sampaikan kepada Budail. Maka Urwahpun, ketika itu berkata: “Wahai, Muhammad, bagaimana pendapatmu, bila engkau habiskan perkara kaummu, apakah engkau pernah mendengar seorang dari bangsa Arab menghancurkan seluruh keluarganya sebelummu? Namun bila sebaliknya, sungguh aku tidak melihat orang-orang dan aku yakin orang-orang campuran tersebut, pasti akan lari dan meninggalkanmu”. Maka Abu Bakar berkata kepadanya: Sedot kemaluannya Latta! Apakah mungkin kami akan lari dan meninggalkannya? Maka Urwahpun menyahut: “Siapa itu?” Mereka menjawab: “Abu Bakar,” lalu Urwah berkata,”Seandainya bukan karena jasa baikmu kepadaku dahulu (yang) menghalangiku, tentu aku akan menjawab (pernyataan)mu ini.” (HR. Al-Bukhari)


Lanjutan hadits di atas, 


وَجَعَلَ يُكَلِّمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُلَّمَا تَكَلَّمَ أَخَذَ بِلِحْيَتِهِ وَالْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ قَائِمٌ عَلَى رَأْسِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهُ السَّيْفُ وَعَلَيْهِ الْمِغْفَرُ فَكُلَّمَا أَهْوَى عُرْوَةُ بِيَدِهِ إِلَى لِحْيَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَرَبَ يَدَهُ بِنَعْلِ السَّيْفِ وَقَالَ لَهُ أَخِّرْ يَدَكَ عَنْ لِحْيَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَفَعَ عُرْوَةُ رَأْسَهُ فَقَالَ مَنْ هَذَا قَالُوا الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ فَقَالَ أَيْ غُدَرُ أَلَسْتُ أَسْعَى فِي غَدْرَتِكَ

Urwah kembali berbicara kepada Rasulullah SAW. Setiap kali berbicara, maka ia memegangi jenggot Rasulullah. Dan al-Mughirah bin Syu’bah berdiri di belakang kepala Nabi SAW membawa pedang dan mengenakan tutup kepala besi, sehingga setiap kali Urwah menggerakkan tangannya ke arah jenggot Nabi SAW, maka al-Mughirah memukulnya dengan gagang pedang, dan berkata: “Tahan tanganmu dari jenggot Rasulullah SAW,” lalu Urwah pun mengangkat kepalanya dan berkata: “Siapa ini?” Mereka menjawab,”Al-Mughirah bin Syu’bah,” maka Urwah pun berkata: “Wahai, penghianat! Bukankan aku telah berusaha menghilangkan (kejelekan) pengkhianatanmu?” (HR. Al-Bukhari)


(3) Ketika menghadapi orang zhalim yang melampaui batas dari kalangan ahli kitab. Allah SWT berfirman,


وَلا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ وَقُولُوا آمَنَّا بِالَّذِي أُنزلَ إِلَيْنَا وَأُنزلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَهُنَا وَإِلَهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ 

“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri". (QS. Al-Ankabut: 46)


Ayat ini berisi larangan mendebat orang-orang Yahudi dan Nasrani melainkan dengan cara yang baik dan metode yang benar, yaitu dengan dakwah menggunakan argumentasi yang jelas. Hal demikian dikecualikan terhadap orang-orang yang zhalim di antara mereka yang melakukan penentangan dan kesombongan serta mengumumkan perang terhadap kaum muslim. Maka terhadap mereka diperlakukan secara tegas, seperti dihadapi dengan perang, hingga mereka menyerah atau membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.


Dalam Tafsir Ibnu Katsir, disebutkan bahwa orang zhalim yang dimaksud pada ayat di atas adalah orang-orang yang menyimpang dari jalan kebenaran. Mereka buta, tidak dapat melihat bukti yang jelas dan ingkar serta sombong. Maka jika sudah sampai pada tingkatan tersebut, cara berdebat tidak dapat dipakai lagi, melainkan melalui jalan kekerasan, dan mereka harus diperangi agar jera dan menjadi sadar. 


*Kesembilan, Sikap Kepada Penguasa yang Zhalim dan Menyengsarakan Rakyat*


Penguasa zhalim yang menyengsarakan rakyat harus dikoreksi (muhasabah). Muhasabah adalah kewajiban dari setiap muslim. Hadits Nabi SAW menyifati mereka dalam bentuk celaan yang keras.


Nabi SAW bersabda dalam beberapa hadits berikut ini, 


إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ

“Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah seorang pemimpin yang zhalim.” (HR. Al-Tirmidzi)


ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ شَيْخٌ زَانٍ وَمَلِكٌ كَذَّابٌ وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ

“Tiga orang yang Allah enggan berbicara dengan mereka pada hari kiamat kelak. (Dia) tidak sudi memandang muka mereka, (Dia) tidak akan membersihkan mereka daripada dosa (dan noda). Dan bagi mereka disiapkan siksa yang sangat pedih. (Mereka ialah): Orang tua yang berzina, Penguasa yang suka berdusta dan fakir miskin yang takabur.” (HR. Muslim)


مَنِ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يُحِطْهَا بِنُصْحٍ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ. وفي لفظ : يَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاسِ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ.

“Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya surga.” Dalam lafazh yang lain disebutkan, “Ialu ia mati dimana ketika matinya itu dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkan surga baginya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


سَيَأْتِيَ عَلَى الناَّسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتٌ يُصَدَّقُ فِيْهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيْهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيْهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيْهَا الأَمِيْنُ وَيَنْطِقُ فِيْهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيْلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ 

“Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (HR. al-Hakim).


Nabi menegaskan kerugian mereka karena mendapatkan posisi yang buruk di hari kiamat. Bahkan surga haram atas mereka (penguasa yang zhalim). Dalam hadits riwayat al-Hakim, bahkan mereka disifati dengan istilah “ruwaibidhah”, yakni “al-rajul al-tafih” (orang bodoh). Kalau kita perhatikan itu semua sedang menggambarkan fakta yang ada pada mereka dan balasan yang akan mereka terima nanti. Bukan terkait umpatan kasar yang tanpa argumentasi. Bukan pula terkait materi dalam komunikasi dakwah kepada mereka. Karena komunikasi dakwah tetap harus dalam bingkai QS. Al-Nahl: 125, bagaimanapun kondisi kebodohan (kedunguan) mereka.


*Penutup*


Tabiat utama dakwah adalah menyampaikan seruan dengan hikmah (argumentasi rasional), mau’izhah hasanah (pelajaran yang baik) dan sesekali bisa mendebat dengan suatu yang lebih baik. Artinya, meski pada kondisi tertentu boleh melakukan jarh (celaan pada aspek personal), namun itu bukan tabiat utama dakwah. Kita bisa belajar bagaimana al-Quran dan al-Hadits mengajari kita untuk memilih diksi kata dan ungkapan kalimat yang tinggi dan fasih. Saat melakukan celaanpun, al-Quran melakukan dengan dengan sindiran yang efektif. Saat kita jumpai adanya celaan terbuka dalam al-Quran dan al-Hadits, itu terbatas pada beberapa kondisi tertentu, dan relevan dengan situasi kondisnya. Hendaknya juga berhat-hati terhadap dua penyimpangan dakwah sebagaimana yang diingatkan dalam kutaib Nuqthah al-Inthilaq di atas. Meski jarh itu boleh dilakukan, tetapi tujuannya semata adalah untuk menempatkan kebenaran pada tempatnya. Belajar dari para ulama hadits, lafazh jarh adalah ungkapan yang menjelaskan fakta, disertai alasan, dan memilih diksi yang pantas sesuai dengan urf masyarakat. Karena dakwah itu untuk menundukkan hati, bukan membangkitkan kebencian dan antipati publik. Ketika Nabi menyifati pemimpin zhalim dengan sifat yang buruk, itu sebenarnya sedang menggambarkan fakta dan ancaman tempat kembali mereka, bukan tentang materi komunikasi dakwah. Karena metode dakwah harus tunduk pada QS. Al-Nahl ayat 125. Namun demikian, jika ada pengemban dakwah yang dalam ujarannya tidak pantas, lalu dia zhalimi dan difitnah oleh penguasa, maka seluruh pembela kebenaran harus berdiri menolak dan melawan kesewenang-wenangan penguasa tersebut. []


Bandung, 11 April 2020