Monday, February 28, 2022

BERNEGARA JUGA HARUS DENGAN THORIQOH MU`TABAROH

 BERNEGARA JUGA HARUS DENGAN THORIQOH MU`TABAROH


Oleh : Abulwafa Romli

https://abulwafaromli.blogspot.com/2022/02/bernegara-juga-harus-dengan-thoriqoh.html?m=1


Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

Seorang hamba untuk bisa mencapai maqom haqiqoh (hakekat) dan ma'rifah (makrifat), harus terlebih dahulu mengetahui syariah (syareat) dan suluk dalam thoriqoh (tarekat) yang benar dan muktabar. Semua itu dimulai dengan belajar dan mendapat bimbingan dari seorang mursyid, yaitu guru yang mumpuni dan telah mencapai maqom haqiqoh dan ma'rifah. Sebab kalau salah thoriqoh dan keliru mursyid, bukan haqiqoh dari Allah dan bukan ma'rifah kepada Allah yang didapat, tetapi justru Iblis yang datang dan memalsukan kepada hamba yang salah thoriqoh dan keliru mursyid itu, tentang Lauh Mahfudz tempat ilmu dan mengambil ilmu, Kursi dan 'Arasy, bahkan surga dan neraka. Iblis juga menjelma dan mengaku sebagai tuhan Allah lalu menyampaikan hal-hal munkar dan maksiat. Kemudian hamba itu menjadi tersesat dan menyesatkan hamba-hamba lainnya. 


Begitu juga dalam bernegara, agar bisa mencapai haqiqoh dan ma'rifah, kita wajib mengerti syariah bernegara lalu mempraktekkan thoriqohnya, tentu thoriqoh yang muktabar menurut para Imam mujtahidin dari para Imam ahlussunnah waljamaah sejak kurun sahabat dan seterusnya. Lalu mendapat bimbingan langsung dari mursyid yang mumpuni yang telah mencapai derajat mujtahid dan sebagai politikus Islam kaffah yang dia sendiri telah sampai pada maqom haqiqoh dan ma'rifah dalam bernegara. Karena bernegara tanpa thoriqoh yang benar dan muktabar dan tanpa mursyid yang mumpuni, bukan haqiqoh dan ma'rifah yang didapat dalam negara, tetapi langgengnya segala bentuk penjajahan oleh negara-negara kafir dan lahirnya segala bentuk kerusakan alam dan penderitaan rakyat terus menyelimuti setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa ada ujung batasnya. Kondisi ini terjadi di negeri kita Indonesia. Sudah berapa puluh tahun diklaim merdeka, tapi fakta dan realitanya tetap dan terus terjajah. Karena salah dalam mengambil dan mempraktikkan thoriqoh bernegaranya. 


DEFINISI SYARIAH, THORIQOH, HAQIQOH DAN MA'RIFAH 


Ulama nusantara yang Hijaziy, Syaikh Nawawi Banten rh mengutip perkataan Ashshowi rh terkait definisi syariah (syareat), thoriqoh (tarekat) dan haqiqoh (hakekat) :


والشريعة هي الأحكام التي كلفنا بها رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الله جل وعلا من الواجبات والمندوبات والمحرمات والمكروهات والجائزات. وقيل : هي الأخذ بدين الله تعالى والقيام بالأمر والنهي. 

"Syariah adalah hukum-hukum yang telah ditaklifkan kepada kami oleh Rasulullah SAW dari Allah Jalla wa 'Alaa, dari yang wajib-wajib, yang sunnah-sunnah, yang haram-haram, yang makruh-makruh dan yang jaiz-jaiz." Dikatakan : "Syariah adalah mengambil agama Allah ta'ala dan melaksanakan amar makruf dan nahi munkar".


والطريقة هي العمل بالواجبات والمندوبات والترك للمنهيات والتخلي عن فضول المباحات والأخذ بالأحوط كالورع، وبالرياضة من سهر وجوع وصمت. 

"Thoriqoh ialah mengamalkan yang wajib-wajib dan yang sunnah-sunnah, meninggalkan yang dilarang-dilarang, melepaskan kelebihan yang mubah-mubah, dan mengambil yang lebih hati-hati seperti sifat wara', serta riyadhoh dengan begadang (bangun malam untuk taqorrub kepada Allah), lapar dan diam".


والحقيقة فهم حقائق الأشياء كشهود الأسماء والصفات، وشهود الذات وأسرار القرآن، وأسرار المنع والجواز، والعلوم الغيبية التي لا تكتسب من معلم، وإنما تفهم عن الله كما قال تعالى : ( إن تتقوا الله يجعل لكم فرقانا ) [الأنفال : ٢٩] أي فهما في قلوبكم تأخذونه عن ربكم بغير واسطة معلم. 

Haqiqoh ialah memahami substansi segala sesuatu seperti menyaksikan (secara langsung) nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan Zat Allah, rahasia Alqur'an, rahasia larangan dan kebolehan, dan ilmu-ilmu ghaib yang tidak didapat dari guru. Tatapi hanya dipahami dari Allah sebagaimana firman-nya : "Apabila kalian bertaqwa kepada Allah, maka Dia menjadikan furqon bagi kalian" (Al Anfal ayat 29), yakni paham di hati kalian, dimana kalian mengambilnya dari Robb kalian tanpa pelantara guru".


وقال تعالى : (واتقوا الله ويعلمكم الله) [البقرة: ٢٨٢] أي بغير واسطة معلم كما قال الإمام مالك رضي الله عنه : من عمل بما علم ورثه الله علم ما لم يعلم، فأفاد بهذه الكلمات الشريعة والطريقة والحقيقة، فأشار بقوله : علم إلى الشريعة، وبقوله : عمل إلى الطريقة، وبقوله : ورثه الله علم ما لم يعلم إلى الحقيقة .

Dan Allah ta'ala berfirman : "Dan bertaqwalah kalian kepada Allah, dan Allah akan memberi tahu kalian" (Albaqoroh ayat 282), yakni dengan tanpa melalui guru. Sebagaimana Imam Malik RH berkata : "Siapa saja yang telah mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya, maka Allah mewariskan kepadanya ilmu sesuatu yang tidak diketahuinya". Imam Malik mengisyaratkan dengan kata علم ('alima/ilmu) kepada syariah, dengan عمل ('amila/amal) kepada thoriqoh, dan dengan ...ورثه (warotsahu/mewariskan kepadanya ...) kepada haqiqoh. 


ومثل بعضهم الشريعة بالسفينة، والطريقة بالبحر، والحقيقة بالؤلؤ، فلا يتحصل اللؤلؤ إلا من البحر ولا يتوصل إلى لجة البحر إلا بالسفينة .

"Seorang Ulama mengumpamakan syariah dengan bahtera, thoriqoh dengan lautan, dan haqiqoh dengan mutiara. Maka mutiara tidak bisa didapat kecuali dari lautan, dan tidak dapat sampai ke tengah lautan kecuali dengan bahtera".


ومثل بعضهم هذه الثلاثة بالنرجيل، فالشريعة كالقشر الظاهر، والطريقة كاللب، والحقيقة كالدهن الذي في باطن اللب، فلا يتحصل الدهن إلا بعد دق اللب، ولا يتوصل إلى اللب إلا بخرق القشر .

"Sebagian ulama telah mencontohkan tiga perkara tersebut dengan buah kelapa. Maka syariah seperti kulit luar, thoriqoh seperti cikal (daging kelapa), dan haqiqoh seperti santan (minyak) yang ada didalam cikal. Maka santan tidak bisa didapat kecuali setelah melembutkan dan memeras cikal, dan tidak bisa sampai ke cikal kecuali dengan membelah kulitnya".


(Muhammad bin Umar Nawawi Jawa, Maroqil 'Ubudiyyah 'ala Matni Bidayatil Hidayah, hal. 10-11, Darul Kutubil 'Ilmiyyah, DKi). 


Sedangkan Makrifat adalah bagian tertinggi dari (ilmu) haqiqoh karena berkaitan dengan ilmu dan kesaksian secara langsung melalui mata hati (bashiroh) kepada Allah, baik shifat, af'al maupun zatNya. 


HAQIQOH BERNEGARA


Haqiqoh (substansi) bernegara ialah "Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofurun" (negara yang baik serta Tuhan Maha Pengampun). Yaitu meraih kebaikan yang melimpah dari dalam negerinya secara lahir, serta mendapat ridho dan ampunan dari Robb Yang Maha Pengampun secara batin. Implementasinya, penguasa yang menerapkan hukum Allah secara kaffah serta menebarkan keadilan tanpa pilih kasih dan jauh dari nepotisme. Sehingga rakyatnya pun serentak mendengar dan ta'at kepada penguasa secara suka rela, berkecukupan lalu bersyukur, merasa aman dalam beraktivitas dan beribadah baik mahdhoh maupun ghairu mahdho, serta tentram dan damai dimanapun berada.


Haqiqoh (substansi) bernegara ialah turunnya barokah dari langit berupa hujan yang mencukupi kebutuhan dan rizki yang tidak terlihat indra lahir. Serta keluar dan dikeluarkannya barokah dari bumi, baik berupa tumbuhan dan pepohonan atau yang lainnya dari sektor migas dan aneka tambang yang melimpah dan tidak terbatas. Sehingga untuk mencukupi semua kebutuhan dalam negerinya, baik primer maupun sekunder, negara tidak butuh bantuan dari negara-negara luar yang kafir dan atheis, tidak perlu hutang riba dengan bunga sedikit maupun banyak yang membengkak dan membebani semua rakyat serta mengancam kedaulatan. Juga tidak dengan menarik pajak (jizyah) yang beranak pinak dari setiap barang dan jasa, selain pajak terbatas dari rakyat yang berhak membayarnya yaitu kafir dzimmi sebagai konpensasi dari kemudahan, perlindungan dan keamanannya. 


Dalam hal haqiqoh bernegara ini Allah swt berfirman :

لَقَدْ كَانَ لِسَبَاٍ فِيْ مَسْكَنِهِمْ اٰيَةٌ ۚجَنَّتٰنِ عَنْ يَّمِيْنٍ وَّشِمَالٍ ەۗ كُلُوْا مِنْ رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوْا لَهٗ ۗبَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَّرَبٌّ غَفُوْرٌ

"Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” (QS As Saba : 15).


Terkait jaminan turunnya barokah Allah swt juga berfirman :

 وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ...

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri percaya dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi...”. (QS Al A'rof : 96).


Jadi Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofurun adalah negara dimana penguasa dan rakyatnya terdiri dari orang-orang yang beriman dan bertakwa (beramal sholeh). Takwa dengan arti melaksanakan perintah-perintah Allah selagi punya kesanggupan dan kemampuan, serta meninggalkan larangan-larangan Allah tanpa pengecualian. Karena dalam melaksanakan perintah itu membutuhkan tenaga, sedang dalam meninggalkan larangan tidak butuh tenaga, tapi cukup diam tidak berbuat. 


KHILAFAH ADALAH THORIQOH MUKTABAR DALAM BERNEGARA


Bagi kaum muslimin hanya khilafah thoriqoh muktabar dalam bernegara. Hanya khilafah yang bisa mengantarkan kepada haqiqoh dan ma'rifah bernegara. Haqiqoh dan ma'rifah yang benar-benar datang dari Allah. Bukan haqiqoh dan ma'rifah palsu dan menipu yang datang dari Iblis dan kaum kafir atheis penjajah yang rakus laksana pasukan tikus-tikus kelaparan.

 

Khilafah itu berbeda dengan sistem pemerintahan yang lain yang dikenal di seluruh dunia. Khilafah itu bukan kerajaan, bukan imperium, bukan federasi, dan bukan demokrasi dengan semua jenisnya termasuk sistem republiknya. 


Sanad demokrasi itu dari Plato dari Yunani kemudian dikembangkan oleh Aristoteles, Monstesqueu, JJ Reuseu, dan para tokoh demokrasi kafir lainnya.


Semua sistem dan bentuk pemerintahan selain khilafah adalah thoriqoh bernegara yang tidak muktabar, salah dan sesat, dimana akan melahirkan berbagai kerusakan, kezaliman, penderitaan, kesengsaraan, kemunkaran, kemaksiatan, bahkan kekufuran dan kesyirikan yang tidak mendapat solusi syar'i. Berbagai khayalan dan penipuan keadilan dan kesejahteraan demokrasi adalah mantra sihir yang terus ditiupkan ke ubun-ubun kaum muslimin melalui buhul-buhul para penjajah dan antek-anteknya. Demokrasi itu sendiri hanyalah khayalan dan penipuan yang tidak memiliki fakta selain dusta dan pengkhianatan. Khianat kepada Tuhan Pencipta dan khianat kepada rakyat tercipta. Tidak ada keadilan dan kesejahteraan sama sekali dalam demokrasi. Karena tujuan dari penerapan demokrasi hanyalah penjajahan dan melanggengkan penjajahan. 


Sedang sanad khilafah sebagai thoriqoh bernegara itu dari para Imam mujtahidin sepanjang zaman (termasuk tabi'in dan tabi'it tabi'in) dari sahabat dari Rasulullah dari Jibril dari Allah azza wajalla. Allah sendiri yang berfirman :

وإذ قال ربك للملائكة إني جاعل في الأرض خليفة...

"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi ...". (QS Albaqoroh ayat 30).


Dalam ayat lain Allah swt menjelaskan tugas khalifah :

ياداود إنا جعلناك خليفة في الأرض فاحكم بين الناس بالحق ولا تتبع الهوى فيضلك عن سبيل الله ...

"Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan perkara di antara manusia dengan haq (adil) dan janganlah kamu mengikuti (hukum produk) hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Alloh...". (QS Shaad [38]:26).


Memang dalam Alqur'an Allah hanya menyebut kata khalifah, bukan khilafah. Tetapi kata khalifah sebagai isim shifat itu menunjukkan adanya kata khilafah sebagai mashdar ghairu mim sebelumnya, dimana keduanya saling terkait, tidak ada khalifah tanpa khilafah dan sebaliknya. Ini bisa dipahami dari susunan tashrifnya sebagai berikut; 

خلف يخلف خلافة ومخلفا فهو خليفة

Kholufa yakhlufu khilaafatan wa makhlafan fahuwa khaliifatun. 

Juga dibahas dalam ilmu nahwu terkait tashrif (shorof). Jadi tidak ada kata khalifah tanpa khilafah. Karenanya sudah populer di kalangan ulama bahwa khalifah itu pemangku jabatan khilafah, sebagaimana waliy pemangku jabatan wilayah atau walayah. Assunnah Annabawiyah juga banyak membicarakan khilafah, bukan hanya khalifah. 


Tugas khalifah secara global adalah menerapkan hukum Allah secara total atau berislam kaffah. Sedang secara perinci adalah menerapkan 6 (enam) sistem; 1) sistem pemerintahan Islam, 2) sistem ekonomi Islam, 3) sistem pendidikan Islam, 4) sistem pergaulan Islam, 5) sistem uqubat Islam, dan 6) politik dalam dan luar negeri Islam, yaitu menerapkan syariah Islam secara sempurna di dalam negeri dan menyebarkan risalah Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad fisabilillah. 


Keenam sistem tersebut mustahil bisa dijalankan oleh sistem pemerintahan selain khilafah. Karenanya tidak ada khalifah kecuali dalam sistem khilafah. Dan tidak ada khalifah tanpa penerapan syariah Islam secara kaffah. 


Khalifah juga bertugas menyatukan seluruh negeri-negeri kaum muslimin di seluruh dunia dengan terus melakukan futuhat. Karena sulit, bahkan mustahil kaum muslimin bisa bersatu tanpa terlebih dahulu menyatukan negeri-negerinya. 


Sedang penyebutan khalifah kepada presiden, raja, perdana mentri, dan penguasa lainnya, juga kepada setiap pemimpin, meskipun setingkat RT dan RW, adalah penipuan dan penyesatan yang terus dihembuskan dan dipropagandakan oleh setan-setan pasukan Iblis dari jenis manusia dari para penjajah kafir, musyrik dan atheis bersama anjing-anjing peliharaannya yang tidak henti menggonggong agar bisa terus tanpa rintangan melanggengkan penjajahan dan penjarahannya terhadap SDA negeri-negeri terjajah. Juga karena, semua penguasa dan pemimpin selain khalifah itu mustahil bisa melaksanakan tugas-tugas khalifah sebagaimana tersebut diatas.


TERAKHIR


Tidak ada pilhan lain selain khilafah sebagai thoriqoh muktabar dalam bernegara. Kaum muslimin wajib menerapkan khilafah serta meninggalkan demokrasi dengan semua jenisnya. Hakekat demokrasi meskipun banyak jenisnya, hanya satu, yaitu meletakkan kedaulatan (hak membuat dan menetapkan hukum) ditangan rakyat (oligharki). Padahal jelas Islam mewajibkan kedaulatan itu milik Asysyari' Allah swt melalui Alqur'an dan Assunnah dan dua perkara yang ditunjukkan oleh keduanya, yaitu Alijma' dan Alqiyas. Kalau kita masih tetap menolak khilafah dan ngotot menerapkan demokrasi atau sistem bid'ah dan kufur lainnya, maka selamanya akan terus terjajah hingga negeri tercinta Indonesia ini hancur menjadi negara-negara kecil yang tidak berdaya. Ketika itu, masihkah kita membanggakan "Indonesia Negeri Tercinta"! Wallahu A'lam. 


#DemokrasiAjaranPenjajah

#DemokrasiSistemKufur

#DemokrasiWarisanPenjajah

#KhilafahAjaranIslam

#KhilafahSistemIslam

#KhilafahWarisanRasulullah

#tintasiyasi

https://t.me/abulwafaromli

abulwafaromli.blogspot.com

Saturday, January 22, 2022

SANGAT PENTINGNYA MELEK POLITIK

 *SANGAT PENTINGNYA MELEK POLITIK*


Oleh: Zakariya al-Bantany


Buta yang terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik.


Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik.


Orang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik.


Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir semua pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional.” (Bertolt Bracht, penyair Jerman)[Sumber: dakwatuna.com, 27/01/2014]


Benar sekali apa yang dikatakan oleh Bertolt Bracht, penyair Jerman tersebut. Di sinilah pentingnya melek politik. Karena kita sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini, tidak bisa lepas dari yang namanya politik, mulai dari urusan kamar mandi hingga urusan dapur, bahkan hingga urusan negara.


Filsuf Yunani yaitu Socrates dan Aristoteles pun pernah menyatakan, bahwa manusia adalah zoon politicon, artinya manusia adalah makhluk yang berpolitik. Apa yang dinyatakan Socrates dan juga Aristoteles itu memang tidaklah berlebihan, karena dengan segenap potensi hidupnya, manusia mampu untuk mengatur dan mengurusi dirinya, komunitasnya dan lingkungannya.


Namun, tidak sedikit di antara kita yang malah tidak memahami karakteristik dasar yang sejatinya dimiliki setiap manusia sebagai "makhluk yang berpolitik" tersebut. Manusia kekinian seolah kehilangan jati dirinya setelah abai dengan "urusan dan aturan" yang melingkupi hidupnya.


Kenyataannya, kita cenderung apatis dan skeptis dalam memandang politik dengan anggapan politik itu adalah sesuatu yang amat berat dan sangat memusingkan kepala.


Kita pun cenderung pula apolitis dalam menyikapi setiap persoalan hajat hidup orang banyak atau masyarakat, karena sudah terlanjur alergi berat atau phobia akut membincangkan soal pengurusan dan pengaturan tersebut.


Bahkan parahnya kita pun menganggap politik itu kotor dan najis. Sehingga, kita memiliki persepsi yang salah terhadap politik dan berasumsi bila politik dicampur dengan agama atau agama dicampur dengan politik hanya akan merusak agama dan hanya membawa petaka bagi umat manusia.


Itu semua dikarenakan persepsi yang salah kaprah dalam memaknai politik hingga beranggapan politik itu kotor dan najis, sedangkan agama itu adalah suci. Sehingga semakin parah dengan berupaya keras memisahkan agama dari politik dan politik dari agama. Ini akibat terkooptasi oleh paham kufur nan sesat sekulerisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan (fashluddin 'anil hayah) dan berujung pemisahan agama dari negara (fashluddin 'anid daulah).


Di sinilah pentingnya pula memahami makna politik baik secara bahasa maupun secara istilah dan tentunya pula menurut Islam sehingga kita memiliki pemahaman yang komprehensif perihal politik tersebut dan kita pun semakin melek politik.


*Pengertian Politik:*


1. Politik Secara Bahasa


Secara bahasa, kata politik merupakan hasil serapan dari bahasa Inggris, yaitu politic. Kata padanan lainnya, yaitu policy.


Dalam bahasa Arab diistilahkan dengan kata siyasah (سياسة). Apa realitas (fakta) yang dimaksud? Dalam bahasa Inggris, politic artinya 'mengatur'. Dalam bahasa Arab, siyasah (سياسة) berasal dari kata sasa-yasusu-siyasatan (ساس-يسوس-سياسة) artinya 'mengurus'. Dalam bahasa Indonesia, kata yang sejalan dengan makna politik adalah 'urus', 'mengurus'.


Masih secara bahasa (etimologis), fakta menunjukkan bahwa kata politik berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata polis yang dapat berarti 'kota' atau 'negara kota'. Dari kata polis ini diturunkan kata-kata lain seperti polites (warga negara) dan politikos nama sifat yang berarti 'kewarganegaraan' (civic), dan politike techne untuk kemahiran politik serta politike episteme untuk ilmu politik. Orang Romawi mengambil alih kata Yunani tersebut dan menamakan pengetahuan tentang negara (pemerintah) dengan ars politica, artinya 'kemahiran (kunst) tentang masalah kenegaraan'.


Dalam Wikipedia (Ensiklopedia digital/ wikipedia.com), dikemukakan hal yang sama:


The word "Politics" is derived from the Greek word for city state, "Polis". Politics is most often studied in relation to the administration of governments (Kata "politik" berasal dari kata Yunani untuk negara kota, "polis". Politik yang paling sering dipahami dalam kaitannya dengan administrasi/ pengaturan pemerintahan).


Jadi, fakta politik menurut bahasa adalah mengatur atau mengurus.

[MD. Riyan, Political Quotient, hal. 21]


2. Politik Secara Istilah


Menurut Prof. Dr. Miriam Budiardjo, dalam buku 'Pengantar Ilmu Politik', istilah politik (politics) adalah berbagai kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Apa saja kegiatan dalam sistem politik?


Kegiatan sistem politik dimulai dari pengambilan keputusan (decision making) oleh organisasi negara (state) melalui pemerintah (government) mengenai apakah yang menjadi tujuan sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu, perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber dan sumberdaya (resources) yang ada.


Untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu, perlu dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan dipakai untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses tersebut. Cara-cara yang dipakainya dapat bersifat meyakinkan (persuasion) dan jika perlu, bersifat paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan, kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent).


Jadi, pengertian pokok politik meliputi kata kunci keberadaan negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan (policy, beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).


Politik secara istilah menurut Al-'Allamah asy-Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani Rahimahullah (Syaikhul Azhar dan Pendiri serta Amir Hizbut Tahrir Pertama) dalam bukunya 'An-Nidzhamu Hukmi fil Islam'. Beliau menjelaskan pengertian politik (siyasah) adalah pengaturan urusan masyarakat (rakyat/ publik/ umat/ bangsa, baik di dalam maupun di luar negeri dengan hukum-hukum tertentu dan dilakukan secara praktis oleh penguasa/ pemerintah, dikontrol dan diawasi oleh masyarakat (rakyat/ publik/ umat/ warga).


Menurut Imam An-Nabhani tersebut, pengertian pokok politik meliputi konsep penguasa (hukam, sulthan); pengaturan urusan rakyat (ri'ayah); penerapan aturan, baik di dalam dan di luar negeri (tathbiq ahkam); serta koreksi dan kontrol rakyat (muhasabah).


Menurut Wikipedia (www.wikipedia.com), politik secara istilah adalah proses pembuatan keputusan dalam kelompok. Meskipun umumnya istilah ini diterapkan pada perilaku dalam pemerintahan, politik dapat pula dicermati dalam semua interaksi-interaksi kelompok, termasuk dalam institusi agama, akademik, dan perusahaan.


Jadi kesimpulannya, fakta pengertian politik secara istilah (terminologi) adalah pemeliharaan atau pengaturan urusan umat, publik, masyarakat, atau rakyat, baik di dalam maupun di luar negeri. Proses aktivitas dilakukan oleh negara atau pemerintahan secara praktis dengan mengambil keputusan (baik memerintah atau melarang) untuk menjalankan aturan atau cita-cita tertentu dan bersama dengan umat, rakyat, dan stakeholder mengawasi atas apa yang dilakukannya, melalui aktivitas koreksi dan kontrol.


Inilah realitas politik dan pengertian politik yang hakiki. Politik itu aktivitas yang bertujuan mengatur dan memelihara urusan umat, baik di dalam maupun di luar negeri. Penguasa dan rakyat adalah pemain utama. Perbedaan yang terjadi adalah konsep politik sehingga ada penguasa yang jahat dan ada penguasa yang adil karena pengurusan yang dilakukan kepada rakyatnya berbeda satu sama lain.


Warna atau konsep politik suatu masyarakat bisa (ibarat) merah, hijau, kuning, atau putih, serta hitam. Bergantung pada persepsi atau pemahaman para pelakunya, baik penguasa maupun rakyatnya tentang cita-cita, pandangan hidup, atau aturan hukum-hukum. Artinya, kalau ada perbedaan di antara keduanya, warna atau konsep politik itu akan berbeda.

[MD. Riyan, Political Quotient, hal. 22-26]


*Pentingnya Politik*


Politik memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yaitu:


1. Politik adalah fitrah kemanusiaan, karena manusia itu adalah makhluk yang berpolitik (zoon politicon). Artinya secara alamiah manusia mustahil hidup dengan baik tanpa melakukan pengaturan atau pengurusan ataupun pemeliharaan kehidupannya baik yang menyangkut nalurinya (gharizah) dan kebutuhan pokoknya (hajatul 'udhawiyah) mulai dari urusan pribadi, keluarga, masyarakat hingga urusan negara.


2. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Karena itu manusia membutuhkan manusia yang lainnya dalam melangsungkan kehidupannya di muka bumi. Manusia dalam memenuhi kebutuhan pokoknya (hajatul 'udhawiyah) seperti sandang, papan dan pangan, juga dalam memenuhi nalurinya (gharizah) baik naluri mensucikan sesuatu atau naluri beragama (gharizatut tadayyun), naluri mempertahankan hidup (gharizatul baqa') maupun naluri melanjutkan keturunan atau naluri seksual (gharizatun na'u), maka menjadi sebuah keniscayaan manusia pasti akan berinteraksi dengan sesamanya. Interaksinya tersebut akan membentuk sebuah komunitas atau masyarakat.


Masyarakat sendiri adalah kumpulan individu yang memiliki pemikiran, perasaan dan aturan tertentu sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan dan tujuan keberadaannya. Untuk itu harus ada yang memimpin dan yang dipimpin serta harus ada proses pengaturan. Inilah politik, kita bisa melihat di masyarakat manapun, dalam tingkat peradaban apapun, pengaturan ini pasti terjadi. Ini semata-mata karena masyarakat ingin hidup teratur.


Kita bisa melihat suku Dani dan Asmat di Papua, suku Anak Dalam di Jambi, suku Badui di Banten, suku Dayak di Kalimantan, masyarakat suku Quraisy di Makkah, masyarakat Madinah zaman Rasulullah ﷺ, masyarakat Inca dan Aztec di Peru, masyarakat Jawa zaman Kerajaan Majapahit Hayam Wuruk dan Gajahmada, dan masyarakat Indonesia hari ini serta juga masyarakat Eropa, Afrika Amerika dan Asia hari ini. Semua masyarakat itu mengatur urusan bersama dengan cara rakyat mengangkat pemimpin dan menjalankan pengaturan dengan hukum dan cara hidup tertentu. Kita tidak melihat besar atau kecinya jumlah anggota masyarakat.


3. Politik adalah sebuah kekuasaan dalam menentukan dan pengaturan nasib hajat hidup orang banyak, dan penentu arah tujuan sebuah negara dan perubahan. Seperti:


Kesepakatan penentuan Dasar Negara, Undang-Undang Dasar dan cita-cita Negara, serta dilegislasikan dan diberlakukannya berbagai macam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.


Dan juga berbagai macam kebijakan pemerintah yang sangat menentukan keberlangsungan hidup negara dan rakyatnya. Seperti:


- Kebijakan politik ekonomi dalam negeri dan luar negeri pemerintah yang sangat bercorak ideologi demokrasi-kapitalisme-sekuler yang kini sangat neoliberal hingga berakibat demokrasi makin kebablasan, separatisme Papua naik, hutang negara naik, pasar bebas naik, aset negara dijual ke asing naik, SDA diberikan ke asing naik, harga BBM naik, Tarif Dasar Listrik naik (TDL), harga cabe naik, harga sembako naik, tarif STNK dan BPKB naik, serbuan tenaga kerja asing baik legal dan ilegal naik.


- Bahkan penistaan agama naik, ketidakadilan naik, hukum tumpul ke atas dan hanya tajam ke bawah pun naik, terdakwa penistaan agama masih tetap diaktifkan sebagai kepala daerah yang menjadi bukti pemerintah demi bela terdakwa penista agama rela melanggar hukum makin naik, pengekangan kebebasan berpendapat pun naik, hoax teriak hoax naik, kriminalisasi ajaran Islam, Ulama dan umat Islam pun naik, beban hidup rakyat makin naik hingga rakyat dalam situasi antara “hidup dan mati” pun makin naik, dan lain-lain. Yang turun hanyalah iman, akhlak, harga diri, kejujuran, keamanahan, keadilan dan kesejahteraan rakyat, serta kedaulatan.


4. Silih bergantinya peradaban umat manusia dipengaruhi oleh ideologi tertentu (seperti ideologi jahiliyah kapitalisme sekulerisme, sosialisme komunisme, dan Islam), konsepsi politik dan kebijakan-kebijakan politik dunia serta konstelasi geopolitik strategis dunia. Seperti: Bangkit dan runtuhnya peradaban Yunani kuno, Romawi, Persia, Mesir kuno, Cina, India, Khilafah Islam (Islam), Mongol, Uni Soviet (Sosialisme Komunisme), AS (Kapitalisme), dan lain-lain.


5. Politik adalah fannul mumkinaat yaitu sebuah seni kemungkinan. Di dalam politik semuanya serba mungkin. Seperti:


Perjanjian Hudaibiyah yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ sebagai kepala negara Daulah Islam pertama yang berpusat di Madinah dengan kafir Quraisy Makkah pada bulan Maret 628 M (Dzulqaidah, tahun ke-6 Hijriyah), yang berujung mengantarkan kemenangan telak Islam dengan ditaklukkannya benteng yahudi Khaibar sekitar 150km dari kota Madinah pada tahun 629 M (Rabiul Awal tahun ke-7 Hijriah) dan penaklukkan kota Makkah pada tahun 630 M tepatnya pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke-8 Hijriyah) sehingga Jazirah Arab pun sepenuhnya berhasil dikuasai oleh Daulah Islam.


Padahal banyak Sahabat sebelumnya kecewa dengan keputusan Rasulullah ﷺ yang melakukan perjanjian Hudaibiyah dengan kafir Quraisy, karena mereka berasumsi butir-butir isi perjanjian Hudaibiyah tersebut banyak merugikan Islam dan merendahkan Islam serta hanya menguntungkan kafir Quraisy. Tapi Rasulullah ﷺ tetap konsisten dan beliau menasehati serta memotivasi para Sahabatnya, bahwa beliau adalah utusan Allah dan beliau tidak akan pernah menyalahi perintah Allah, serta beliau pun meyakinkan kaum Muslimin khususnya para Sahabatnya bahwasanya Allah akan memenangkan Islam, sehingga hati kaum Muslimin pun menjadi tenang dan mereka pun akhirnya semakin yakin dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.


Runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989 menjadi simbol kuat berakhirnya Perang Dingin, padahal sebelumnya berkembang mitos di tengah masyarakat Jerman bahwa tembok berlin yang memisahkan Jerman Barat dan Timur tidak akan pernah bisa diruntuhkan.


Ditaklukkannya Konstatinopel Romawi Timur pada 6 April – 29 Mei 1453 Masehi oleh kaum Muslimin yang dipimpin Sultan Muhammad Al-Fatih yang berusia 21 tahun, setelah 800 tahun penantian dan dilakukannya usaha penaklukkan oleh Khilafah Islam sejak Rasulullah ﷺ menubuwwahkan bahwa Konstatinopel akan jatuh di tangan umat Islam.


Jatuhnya Konstatinopel menandai kekalahan telak dan jatuhnya adidaya imperium Romawi Timur di bawah kekuasaan Islam sekaligus menjadi pintu gerbang Islam berhasil menguasai 2/3 dunia khususnya daratan Eropa, padahal selama lebih dari 1000 tahun benteng kokoh Konstatinopel tidak bisa ditaklukkan oleh siapapun dari adidaya-adidaya sebelumnya.


Terjadinya Arab Spring atau Revolusi Arab pada 17 Desember 2010 – pertengahan 2012 yang menjalar dari:


- Tunisia: Presiden Tunisia Ben Ali dan pemerintahannya terguling;


- Mesir: Presiden Mesir Hosni Mubarak dan pemerintahannya terguling;


- Yaman: Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh terguling dan kekuasaan diserahkan kepada sebuah pemerintahan persatuan nasional;


- Libya: Pemimpin Libya Muammar al-Qaddafi tewas setelah sebuah perang saudara yang menghadirkan intervensi militer asing. Pemerintahannya digulingkan;


- Suriah: Presiden Bashar al-Assad yang sangat diktator menghadapi pemberontakan sipil yang damai dengan membantai dan memerangi masyarakat secara terbuka dan akhirnya perang terus terjadi hingga sekarang memakan korban 100.000 ribu lebih dari rakyatnya sendiri dan perang Suriah pun hingga kini belum berakhir;


- Bahrain: Pemberontakan sipil terhadap pemerintah ditumpas oleh otoritas dan intervensi yang dipimpin Saudi;


- Kuwait, Lebanon, dan Oman: Perubahan pemerintahan diterapkan dalam menanggapi protes;


- Maroko dan Yordania: Reformasi konstitusional diterapkan dalam menanggapi protes;


- Hingga ke Arab Saudi, Sudan, Mauritania, dan negara-negara Arab lainnya: Protes; Awalnya Revolusi Arab tersebut di luar pengetahuan dan di luar kontrol AS dan sekutu Baratnya. Tetapi seiring berjalannya waktu sebagian besar Revolusi Arab tersebut berhasil dibajak oleh AS beserta koalisi baratnya. Kecuali Revolusi Syam di Suriah yang hingga kini belum berhasil dibajak oleh AS dan sekutu baratnya, karena itulah AS dan sekutu baratnya melalui proxy atau bonekanya yaitu koalisi Syiah dan Rusia, serta pengkhianatan penguasa Turki dan penguasa Saudi yang hingga kini terus-menerus membumi-hanguskan bumi Syam Suriah, dan yang terparah tahun lalu (tahun 2016) adalah Aleppo yang menjadi lautan darah dan menjadi neraka yang menewaskan ribuan lebih rakyat sipil hanya karena mereka menginginkan Khilafah Islam dan tidak menginginkan solusi dari AS dan sekutu jahatnya, dan lain-lain.


- Jatuhnya Afghanistan kembali di tangan Taliban dan AS yang menjajah Afghanistan secara militer selama 20 tahun hengkang dari Afghanistan dan mengangkat bendera putih dengan Taliban serta melakukan perjanjian politik dengan Taliban, dan lain-lain.


6. Politik adalah hakikat kebenaran di balik tulisan atau dinding atau fakta (realitas). Politik bukanlah tulisannya atau dinding atau fakta (realitas) tersebut.


Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani rahimahullah menyatakan:


“Banyak orang membaca tetapi tidak berpikir (tentang apa yang dibacanya). Banyak pula yang membaca dan berpikir, namun proses berpikirnya tidak lurus dan tidak dapat menjangkau pemikiran-pemikiran yang diekspresikan oleh kalimat-kalimat (yang dibaca).”


Dengan kata lain, bacaan (teks) hanya sekedar ungkapan pemikiran, dan bukan pemikiran itu sendiri. Oleh karena itu, orang justru keliru jika menyangka bahwa masyarakat (termasuk Indonesia) dapat dibangkitkan hanya dengan diajari membaca dan menulis.


Bacaan tidak dapat memberikan apapun bagi proses berpikir. Termasuk juga tidak dapat digunakan untuk membangkitkan dorongan apapun untuk berpikir. Sebab, proses berpikir diwujudkan melalui fakta terindera dan informasi awal yang berkaitan dengannya.


Bacaan bukanlah fakta terindera, bukan pula informasi awal. Bacaan (teks) hanyalah ekspresi pemikiran atau sekedar “wadah” yang digunakan untuk menampung pemikiran. Jadi, bukan pemikiran itu sendiri.


Jika seorang pembaca dapat memahami dengan baik maksud berbagai ungkapan tentang pemikiran dalam teks sehingga dia dapat menangkap pemikiran-pemikirannya, itu karena pemahamannya terhadap teks cukup baik, bukan karena semata-mata membaca. Jika pembaca tersebut tidak memahami teks dengan baik, tidak akan ada pemikiran apapun yang didapat, sekalipun dia telah membacanya berjam-jam.


Jadi, berpikir terhadap teks-teks (tulisan) itu penting dipahami, agar dapat memahami teks dengan baik. Termasuk teks (tulisan) tentang politik.


Teks politik itu ada dua jenis, yaitu teks yang terdapat dalam literatur-literatur politik dan teks yang terdapat dalam berita-berita politik. Dari membaca teks-teks politik itulah berpikir politis dimulai.


Jika teks politik itu terdapat dalam literatur ilmu politik (misalnya perbandingan sistem pemerintahan), maka proses berpikirnya hampir sama dengan proses memahami teks-teks tentang pemikiran. Contoh: untuk memahami teks ilmu politik tentang pemisahan kekuasaan, maka kita tidak bisa mencukupkan diri membuat gambaran tentang bahaya sentralisasi kekuasaan, (misalnya) sentralisasi kekuasaan pada masa Orde Baru. Akan tetapi, kita harus membayangkan sentralisasi kekuasaan di negara-negara Eropa, khususnya Prancis. Sebab, Montesquieu-lah yang merupakan tokoh pemikir tentang pemisah kekuasaan pemerintahan.


Lalu, jika kita membaca teks-teks berita politik, maka (menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani), hal ini adalah berpikir yang paling sulit. Sebab, ini adalah aktivitas berpikir atas segala peristiwa, di samping melibatkan semua jenis aktivitas berpikir, mulai dari berpikir terhadap teks-teks pemikiran, teks-teks hukum, dan sebagainya. Selain itu, juga karena tidak adanya kaidah atau patokan yang dapat digunakan di dalamnya. Selama seorang pemikir atau politisi jarang mengamati berbagai berita politik, teks ilmu politik, dan jarang beraktivitas politik, kurang cermat dalam memahami teks-teks, maka akan sulit baginya untuk berpikir politis. Jadi, hal ini memang sangat sulit.


Karena itu, orang yang ingin pintar berpikir politis, ia harus selalu mengikuti berbagai macam berita dan peristiwa politik dari berbagai media massa seperti koran, radio, televisi, atau internet; bukan membaca teks-teks pemikiran politik.


Memang, membaca teks-teks pemikiran politik akan membantu seseorang berpikir politis dalam memahami berita politik. Tetapi, ini bukan keharusan. Banyak memahami teks-teks pemikiran politik hanya akan menjadikan seseorang menguasai pemikiran politik. Orang seperti ini lebih layak menjadi dosen ilmu politik daripada seorang politisi.

[sumber: Dakwah Media, Jumat, 16 Agustus 2013]


7. Politik adalah akar segala masalah problematika umat dan politik adalah tabiat perilaku para Nabi.


Dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ bersabda:


كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ


“Dulu Bani Israel diurus oleh para Nabi. Setiap kali seorang Nabi meninggal, ia digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada Nabi sesudah aku. Yang akan ada adalah para Khalifah dan mereka banyak.”Para Sahabat bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi ﷺ bersabda, “Penuhilah baiat yang pertama. Yang pertama saja. Berikanlah kepada mereka hak mereka. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa yang diminta agar mereka mengurusnya.”

(HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibn Majah)


Hadits tersebut, dan banyak lagi yang semakna dengan itu, menjelaskan kepada kita bahwa para Nabi selain menyampaikan risalah wahyu, juga mereka mempraktikkan risalah tersebut dalam sebuah masyarakat yang dipimpinnya.

Makna frasa "mengatur urusan mereka (tasuusuhum)" berasal dari akar kata sasa-yasusu-siyasatan (pengaturan). Praktik itu adalah pengaturan masyarakat dengan aturan yang bersumber dari wahyu.


Artinya, praktik pengaturan (politik) adalah perilaku yang dilakukan oleh para Nabi sepanjang masa kerisalahannya.


Kita bisa melihat, misalnya teladan kehidupan Nabi Yusuf AS, Nabi Dawud AS, Nabi Sulaiman AS ataupun Nabi Musa AS, sehingga sangat tepat praktik kehidupan para Nabi ketika mereka memimpin umat adalah kehidupan pengaturan dengan risalah (kehidupan politik). Praktik ini terjadi sepanjang masa hingga zaman Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ. Hanya Nabi Muhammad ﷺ menegaskan bahwa setelah beliau ﷺ wafat tidak ada lagi Nabi, tetapi estafet otoritas pengaturan urusan masyarakat (manusia) diserahkan kepada para Khalifah.


Rasulullah ﷺ pun telah mencontohkan bagaimana beliau memohon kekuasaan kepada Allah SWT untuk mewujudkan hal itu.


… وَاجْعَل لِّي مِن لَّدُنكَ سُلْطَانًا نَّصِيرًا


"…Dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong." (QS. Al-Isra’ (17): 80)


Imam Qatadah menjelaskan, “Nabi ﷺ menyadari bahwa tidak ada daya bagi beliau dengan perkara ini kecuali dengan sulthân (kekuasaan). Karena itu beliau memohon kekuasaan yang menolong untuk Kitabullah, untuk hudûd Allah, untuk kewajiban-kewajiban dari Allah dan untuk tegaknya agama Allah. 

[Imam ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabarî].


Kekuasaan itu tidak ada artinya jika bukan sulthân[an] nashîr[an] (kekuasaan yang menolong). Kekuasaan yang menolong itu hanyalah kekuasaan yang sedari awal memang ditujukan untuk menolong agama Allah SWT, Kitabullah dan untuk menegakkan Syariah-Nya. Kekuasan seperti ini hanyalah kekuasaan yang Islami sejak dari asasnya, bentuknya, sistemnya, hukumnya, perangkat-perangkatnya, struktur dan semua penyusunnya. Kekuasaan yang menolong seperti itu adalah Khilafah Rasyidah ‘ala minhâj an-Nubuwwah.


Adapun secara bahasa, Khalifah (jamak: Khulafaa') berasal dari kata 'Khalafa' bermakna 'menggantikan'. Sistem kenegaraannya adalah sistem Khilafah.


Khilafah adalah kepemimpinan global bagi seluruh umat Islam di dunia untuk menjalankan seluruh Syari'at Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan dan menyebarluaskan Islam ke segala penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.


Para Khalifah mereka menggantikan Rasulullah ﷺ untuk masalah pengaturan urusan manusia atau masyarakat dengan hukum-hukum Allah SWT. Bukan menggantikan Rasulullah ﷺ dalam masalah Kenabian (Nubuwwah).


Karena itulah politik adalah akar masalah segala problematika umat saat ini, yaitu tidak adanya institusi politik Islam atau pemerintahan Islam atau kekuasaan Islam atau Negara Khilafah Islam sang pelaksana Syariah dan pemersatu umat.


Pasca Khilafah Islam yang berpusat di Turki dibubarkan dan diruntuhkan oleh Inggris melalui agennya seorang yahudi yang bernama Mustafa Kamal at-Tarturk laknatullahi 'alaihi pada 03 Maret 1924 M, umat Islam pun yang sebelumnya satu jama'ah atau satu umat, satu kepemimpinan/ satu pemerintahan dan satu negara terpecah-belah menjadi lebih dari 50 negara-negara kecil yang lemah dalam sekat dan bentuk negara bangsa (nation state) dengan paham sempit nasionalismenya yang sesat.


Hingga umat Islam pun merintih kesakitan tiada kesudahan, saling berperang dan saling bunuh antar mereka serta terus-menerus tiada kesudahan umat Islam dan negeri-negeri mereka pun dijajah, dan kekayaan sumberdaya alam negeri-negeri mereka pun dirampok dengan rakusnya oleh para penjajah kafir.


Bahkan mereka umat Islam pun dibunuhi secara massal dengan sadisnya oleh musuh-musuh mereka baik penjajah kafir barat, zionis yahudi maupun penjajah kafir timur.


Umat Islam pun hingga kini terus menerus dipecundangi dan menjadi bulan-bulanan kaum kafir penjajah tersebut.


Saat ini kondisi umat Islam benar-benar seperti anak ayam yang kehilangan induknya dan bagaikan kebun tanpa pagar. Umat Islam benar-benar dalam kondisi antara hidup dan mati.


Di sinilah pula salah satu urgensi pentingnya melek politik dan berjuang secara politik menegakkan kembali Khilafah Islam. Karena, subtansi Khilafah adalah politik ilahiyah yaitu penerapan Syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan dan persatuan umat Islam (ukhuwwah al-Islamiyyah).


Dan hukum memperjuangkan penerapan Syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan melalui penegakan kembali institusi politik Khilafah Islam adalah wajib (fardhu) bagi seluruh umat Islam apapun madzhab dan harakah dakwahnya.


Janji kemenangan dan pertolongan Allah, serta kabar gembira akan tegaknya kembali Khilafah yang berjalan mengikuti metode Kenabian termaktub dalam Hadits Nabi ﷺ.


Jadi, jelaslah bahwa persoalan pengaturan (politik dengan basis wahyu) dalam tradisi Islam bukanlah hal yang baru dan asing. Ia terkait dengan peran Nabi ﷺ sejak diutus hingga menjadi pemimpin negara adidaya dan masyarakat secara de facto dan de jure di Madinah dan dilanjutkan oleh para Khalifah sesudahnya dalam sistem Khilafah Islam yang telah berkuasa lebih dari 13 abad lamanya dan telah menguasai 2/3 dunia. Tentu menjadi masalah ketika hari ini, umat Islam menjadi asing dengan politik atau menjauhkan diri dari politik. Padahal, pada saat yang sama, konsep dan dimensi perilaku para Nabi termasuk Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ adalah berpolitik di bawah naungan wahyu Allah SWT.


Dan wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Rasulullah ﷺ tersebut adalah risalah Islam. Islam sendiri merupakan akidah ruhiyah (akidah spiritual) dan sekaligus juga akidah siyasiyah (akidah politik) yang mengatur segala aspek kehidupan dan tidak sekedar mengatur aspek ritual belaka. Allah SWT berfirman:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ


"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 208)


الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا


"Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama Islam untuk kalian, telah Aku cukupkan nikmat-Ku untuk kalian, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agama kalian." (QS. Al-Maidah: 3)


Karena itulah, Islam adalah agama yang diturunkan oleh ALLAH SWT kepada Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ untuk mengatur hubungan manusia dengan al-Khaliq yaitu Allah SWT Sang Maha Pencipta yaitu mencakup perkara akidah dan ibadah (hablun minallah); mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri (hablun minan nafsi) yaitu mencakup perkara makanan, minuman, pakaian dan akhlak; dan mengatur hubungan manusia dengan sesamanya atau mu'amalah (hablun minannas) yaitu mencakup perkara politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, kesehatan, pertahanan dan keamanan, hukum dan peradilan.


*Islam Mengatur Politik*


Dalam Islam politik bukanlah sesuatu yang kotor. Politik Islam tidak identik dengan rebutan kedudukan dan kekuasaan. Dalam bahasa Arab, politik berpadanan dengan kata sâsa-yasûsu-siyâsat[an]; artinya mengurusi, memelihara.


Samih ‘Athif dalam bukunya, As-Siyâsah wa As-Siyâsah Ad-Duwaliyyah (1987: 31), menulis bahwa politik (siyâsah) merupakan pengurusan urusan umat, perbaikan, pelurusan, menunjuki pada kebenaran dan membimbing menuju kebaikan.


Karena itu, dalam Islam, politik amatlah mulia sehingga Islam dan politik tak bisa dipisahkan.

Alasannya: Pertama, Islam adalah agama yang syâmil (menyeluruh) yang mengatur berbagai aspek kehidupan. Syariah Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah ritual, moralitas (akhlak), ataupun persoalan-persoalan individual.


Syariah Islam juga mengatur mu’âmalah seperti politik, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, dsb. Islam pun mengatur masalah ‘uqûbah (sanksi hukum) maupun bayyinah (pembuktian) dalam pengadilan Islam.

Bukti dari semua ini bisa kita lihat dalam kitab-kitab fikih para ulama terkemuka yang membahas perbagai persoalan mulai dari thaharah (bersuci) hingga Imamah/ Khilafah (kepemimpinan politik Islam).


Dalam al-Qur’an, Allah SWT bukan hanya mewajibkan shaum Ramadhan; kutiba ‘alaykum ash-shiyâm (QS al-Baqarah [2]: 183), tetapi juga mewajibkan hukum qishâsh dalam perkara pembunuhan; kutiba ‘alaykum al-qishâsh (QS al-Baqarah [2]: 78).


Di dalam QS al-Baqarah [2]: 216 Allah SWT pun mewajibkan perang (jihad) dengan firman-Nya: kutiba ‘alaykum al-qitâl.


Menurut para mufassir, semua frasa kutiba ‘alaykum dalam ayat-ayat tersebut memberikan makna furidha ‘alaykum.


Al-Qur’an juga tak hanya membahas shalat, aqim ash-shalah (QS al-Baqarah [2]: 43), tetapi juga bicara ekonomi saat menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba (QS al-Baqarah [2]: 275], juga saat mewajibkan pendistribusian harta secara adil di tengah masyarakat (QS al-Hasyr [59]: 7).


Kedua, apa yang dipraktikkan langsung oleh Rasulullah ﷺ saat menjadi kepala Negara Islam di Madinah menunjukkan hal yang jelas, bahwa Islam dan politik tak dipisahkan.


Tampak jelas peran Rasulullah ﷺ sebagai kepala negara, sebagai qâdhî (hakim) dan panglima perang. Rasul ﷺ pun mengatur keuangan Baitul Mal, mengirim misi-misi diplomatik ke luar negeri untuk dakwah Islam, termasuk menerima delegasi-delegasi diplomatik dari para penguasa di sekitar Madinah.


Masjid Nabawi sendiri pada masa Rasulullah ﷺ bukan hanya digunakan untuk urusan ibadah ritual, tetapi juga menjadi tempat Rasulullah ﷺ bermusyawarah bersama para Sahabatnya untuk membicarakan segala urusan rakyatnya, termasuk mengatur strategi perang.


Hingga kini di Masjid Nabawi berdiri kokoh ustuwanah wufud (tiang delegasi). Di sinilah Rasulullah ﷺ menerima tamu-tamu kenegaraan. Posisinya paling ujung dari sudut mihrab tahajud. Terdapat pula ustuwanah haris (tiang penjaga).


Di sinilah Ali bin Abi Thalib mengawal Rasulullah ﷺ dan ditugasi menyampaikan pesan kepada para tamu.

[Al-Islam No. 823/21 Dzulhijjah 1437 H/23 September 201]


*Kesimpulan*


Fakta hakiki politik adalah pengaturan urusan masyarakat di dalam negeri dan di luar negeri dengan cara dan aturan tertentu, dilakukan oleh penguasa secara praktis, dan diawasi serta dikoreksi oleh rakyat. Politik adalah aktivitas manusia yang merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sepanjang sejarah peradaban umat manusia dalam bermasyarakat dan bernegara.


Politik Islam adalah pengaturan urusan masyarakat di dalam negeri dan di luar negeri dengan cara dan aturan Islam, dilakukan oleh penguasa secara praktis, dan diawasi serta dikoreksi oleh rakyat. Konsep politik Islam seperti inilah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ, para Khulafaur Rasyidin, dan Khalifah setelahnya sejak Khilafah Bani Umayyah, Khilafah Bani Abbasiyah hingga Khilafah Bani Utsmaniyah. Sistem politik Islam terwujud dalam sistem Khilafah. Sebuah pemerintahan yang berasal dari Allah, oleh manusia, dan untuk manusia.


Secara hakiki, warna politik (konsepsi politik) akan bergantung pada visi dan ideologi politik pelaku. Sebuah keniscayaan bagi seluruh umat manusia baik tua maupun muda untuk berpolitik. Oleh karena itu, sangat pentingnya melek politik agar dapat memahami hakikat di balik realitas berbagai macam peristiwa atau fakta-fakta politik yang terjadi dan yang akan terjadi (analisa politik), serta konsepsi politik dan aktivitas politik dalam mewujudkan perubahan yang lebih baik dan cemerlang.


Penguasaan ini juga karena berpolitik -dalam arti mengatur urusan rakyat dengan hukum dan aturan Islam- adalah sebuah kewajiban agung, yang jika dilakukan dengan ikhlas karena Allah SWT semata dan caranya benar sesuai dengan Islam, maka akan berpahala dan akan mendapatkan keberkahan di sisi Allah SWT dan akan membawa kebaikan dan keberkahan pula di tengah masyarakat. Akan tetapi, bila ditinggalkan maka hanya akan berdosa besar dan hanya akan membawa kerusakan dan balak-bencana di tengah masyarakat.


Lebih jauh dari itu, mengatur urusan umat dengan Islam adalah bukti keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT dan Rasul-Nya juga sekaligus bukti kita sebagai manusia yang berakal dan mampu mengekspresikan fitrah kemanusiaan. Dalam hal ini Rasulullah ﷺ bersabda:


من اصبح و الدنيا اكبر همه فليس من الله في شيء...و من لم يهتم للمسلمين عامة فليس منهم


"Siapa saja yang bangun pagi dan hanya memperhatikan masalah dunianya, maka orang tersebut tidak berguna sedikitpun di sisi Allah...Siapa saja yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslim, maka ia tidak termasuk golongan mereka."

[HR. Thabrani dari Abu Dzar al-Ghifari] 


Walhasil, dengan melek politik maka seseorang atau manusia akan terhindar dari buta politik yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia dan yang merusak serta menghancurkan kehidupan umat manusia. Dengan melek politik pula, maka akan mewujudkan sebuah kecerdasan politik yaitu kecerdasan atau kemampuan seseorang untuk berpikir mendalam dan cemerlang, bersikap, dan bertindak dalam mengatur urusan masyarakat, dan dalam memahami peristiwa atau fakta atau realitas yang sesungguhnya terjadi, serta kecerdasan atau kemampuan dalam memahami hakikat atau esensi dan substansi di balik setiap peristiwa atau fakta atau realitas tersebut beserta solusinya.


Dan juga semakin memahamkan dan menyadarkan kita bahwa Islam dan politik tidak terpisahkan, karena politik adalah salah satu pilar utama Islam dan politik pun bagian dari ajaran mulia Islam. Memisahkan politik dari Islam sama saja dengan merusak dan menghancurkan Islam, dan memisahkan Islam dari politik sama saja dengan merusak dan menghancurkan politik.


Jadi, dengan kecerdasan politik pula akan semakin memahamkan dan menyadarkan kita bahwasanya akar masalah dari segala carut-marutnya problematika umat manusia dan dunia saat ini adalah karena masalah politik yaitu tidak diterapkannya sistem atau ideologi (mabda') Islam secara totalitas dalam segala aspek kehidupan khususnya dalam kehidupan bernegara, akibat tidak adanya kekuasaan Islam atau pemerintahan Islam yakni institusi politik Islam Al-Khilafah.


Tapi justru saat ini yang diterapkan adalah sistem penjajah atau ideologi kufur kapitalisme sekulerisme demokrasi dan sosialisme komunisme yang terbukti hanya membawa dan menjadi biang penjajahan, kerusakan, petaka dan balak-bencana bagi umat manusia dan dunia.


Dan dengan kecerdasan politik pun akan semakin membuat kita melek politik dan memahami solusi ideologis atas segala problematika umat manusia dan dunia, yaitu hanya Islam, dengan segera mencampakkan sistem kufur demokrasi kapitalisme sekulerisme maupun sosialisme komunisme dan bersegera hijrah ke sistem Islam secara totalitas dalam segala aspek kehidupan dengan menegakkan kembali Khilafah Islam Sang Pelaksana Syariah dan Pemersatu Umat sehingga akan terwujud kembali Khairu Ummah (umat yang terbaik) dan Islam Rahmatan Lil 'Alamin yang menebar rahmah dan berkah bagi dunia dan alam semesta.


Inilah pentingnya melek politik untuk mewujudkan kecerdasan politik sehingga kita akan turut bergerak terlibat dengan struggle dalam setiap peristiwa politik sebagai bagian dari solusi Islam bagi umat manusia dan dunia, serta kita pun akan semakin memahami konstelasi geopolitik straregis dunia, dan kita juga tidak akan pernah tertipu lagi ataupun tidak akan pernah tersesatkan lagi oleh penjajah kafir terlaknat dan para penguasa pengkhianat dan ruwaibidhah boneka kafir penjajah, serta media mainstream corong penjajah dan penguasa boneka.


Sekaligus dengan melek politik yang berwujud kecerdasan politik akan pula mewujudkan terjadinya revolusi pemikiran dan kebangkitan umat secara hakiki serta akan menggerakkan kita bersatu padu bersama seluruh elemen umat Islam apapun madzhab dan harakahnya dalam ikatan shahih ideologi Islam berasas akidah Islam secara jama'i dengan hanya mengikuti metode dakwah Rasulullah ﷺ untuk segera mewujudkan revolusi ideologis yang syar'i yaitu perubahan dari peradaban sampah kapitalisme berganti menjadi peradaban baru yang penuh rahmah nan penuh berkah yaitu peradaban Islam yang agung dalam bingkai Khilafah Rasyidah Islamiyah.


Wallahu a'lam bish shawab. []


*DAFTAR PUSTAKA:*


1. MD. Riyan, Political Quotient: Meneladani Perilaku Politik Para Nabi. 


2. www.dakwatuna.com.


3. www.hizbut-tahrir.or.id. 


4. www.dakwahmedia.com.


5. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Nidzhamul Islam; Takattul Hizbiy; Mafahim Hizbut Tahrir; Daulah Islam, Ajhizah Daulah Khilafah; At-Tafkir; Sur'atul Badihah; Mafahim Siyasiy li Hizbit Tahrir; Nidzhamul Hukmi fil Islam. 


6. Hizbut Tahrir, Buletin Jumatan Al-Islam. 


7. Tabloid Media Umat. 


8. Majalah Al-Wa'ie. 


9. www.wikipedia.com.


10. DR. M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam. 


11. Ramli Abul Wafa,  Rekrontruksi Doktrin Pemikiran dan Pemikiran Politik Aswaja.

Sunday, January 16, 2022

Kedudukan ijazah alamiyah al azhar al allamah al qodhi syaikh taqiyudin an nabhani

 Copas...


*KEDUDUKAN IJAZAH 'ALAMIYAH AL AZHAR AL 'ALLAMAH AL QADHI SYAIKH TAQIYUDDIN AN NABHANI*


Oleh: Muhammad Izzah, M. Pd.I


Beberapa bulan yang lalu, ana berdiskusi santai dengan mudir pesantren BIRU Ust Rio Gunawan. Beliau menjelaskan tentang ijazah 'alamiyah yang dikeluarkan al azhar pada masa lalu yang dijelaskan oleh Syaikh Dr Usamah azhari bahwa gelar tersebut adalah gelar kehormatan kefaqihan ilmu syariat yang diujian dihadapan pakar ilmu syariat al azhar di bidang  studi yakni ;

1. Ushul Fiqih 

2. Fiqih, 

3. Tauhid

4. Hadits

5. Tafsir

6. Nahwu 

7. Shorof 

8. Balaghah ( Badi, Ma'ani, Bayan) 

9. Mantiq

10. Sirah 

Bagi mahasiswa yang lulus akan mendapatkan syahadah alamiyah. Saat ini al azhar tidak mengeluarkan lagi ijazah 'Alamiyah


di bawah kepemimpinan Syekh Muhammad Abbasi al-Mahdi al-Hanafi yang menjadi rektor ke-21. Al-Azhar mengalami pengembangan-pengembangan, diantaranya adalah pada bulan Februari 1872 M. memasukkan sistem ujian untuk mendapatkan ijazah al-Azhar. Calon alim harus berhadapan dengan suatu tim beranggotakan 6 syaikh yang ditunjuk oleh syaikh al-Azhar untuk menguji bidang studi tersebut. 


Kedudukannya Ijazah 'Alamiyah sebagai berikut ; 


1. Dianugerahkan kepada mereka yang menamatkan pendidikan spesialisasi profesi atau materi. Mereka yang memperoleh ijazah ini bisa mengajar di Lembaga-lembaga Pendidikan Agama atau Sekolah-sekolah Pemerintah. Bisa juga mengajukan ke Peradilan Agama, Lembaga Fatwa, Advokasi di Peradilan Syari'ah dan Majelis Hisbah.


2. Ijazah 'Alamiyah dengan gelar Ustadz (Profesor). Dianugerahkan kepada mereka yang ahli dalam satu bidang materi pendidikan. Bagi pemegangnya bisa mengajar di fakultas-fakultas dan di bagian spesialisasi.


Jadi, kealiman kelimuan Syaikh Taqiyuddin An Nabhani Al Azhari mendapat pengakuan secara legal para ulama azhar bahkan Syaikh usamah azhari mengatakan ulama yang mendapatkan ijazah alamiyah, kecil kemungkinan akan tergelincir secara keilmuan. bahkan sekelas sayyid qutub, hasan al bana dan Syaikh yasin tidak mendapatkan ijazah alamiyah tersebut walaupun mereka azhari juga, ungkap Syaikh Dr Usamah azhari. 


Beruntunglah para pengemban dakwah yang mewarisi keilmuan Syaikh Taqiyuddin An Nabhani melalui karya kitab - kitab yang sangat luar biasa kedalaman samudra ilmu. Alhamdulillah.

Tuesday, November 30, 2021

JEJAK KHILAFAH DI KERAJAAN NUSANTARA

 *JEJAK KHILAFAH DI KERAJAAN NUSANTARA*

*MESKI DIKUBUR TETAP TAMPAK KEJAYAANNYA*


_(Disadur dari Acara Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI di Yogyakarta)_


_*Oleh Kanjeng Senopati*_


*PERNYATAAN* Menteri Agama saat itu _Lukmanul Hakim_ dan presiden _Jokowi_ dibantah mentah-mentah oleh Ketua Umum Yayasan Raja Sultan Nusantara (Yarasutra) _Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin._ Saat itu tampak Sultan Iskandar sebagai sang primadona acara kongres tersebut.


Ada peristiwa langka, setelah acara kongres selesai presiden Jokowi berusaha untuk mendekati kepada _Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin_ yang tetap menampakkan _izzah_ (kewibawaannya) sebagai seorang Sultan Palembang ex. Kerajaan Sriwijaya walaupun dihadapan presiden.


Di hadapan sekitar 800 peserta Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI dan perwakilan dari beberapa raja dan sultan kerajaan Nusantara di Yogyakarta. Menteri Agama menyatakan bahwa Islam Indonesia yang moderat adalah versi Islam yang diharapkan dunia katanya.


Yaitu _“Islam Nusantara"_ adalah "Islam ala Indonesia". Yang katanya dinilai oleh beberapa ilmuwan dari dalam dan luar negeri dianggap dapat menjadi model yang bisa diharapkan," ujarnya. Entah ini benar atau tidak. Yang disampaikan Ahad (8/2/2015) di di pagelaran Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat, DIY. 


Namun pernyataan terkait "Islam ala Indonesia" ini ditolak oleh _Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin_ yang juga sebagai Sultan Palembang pada sambutan di kesempatan yang sama. 


Menurutnya sebelum Indonesia berdiri, berbagai kesultanan di Nusantara sudah memeluk Islam yang tidak dapat dibedakan antara satu sama lainnya. Tidak bisa dikotak-kotak berdasarkan suku masing-masing.


"Kalau Bapak Menteri tadi bilang ada Islam ini dan itu. Karena ada Islam Arab maka di Indonesia ada Islam jawa, Islam sunda, Islam bugis, Islam batak, Islam madura dll.. saya tidak sepakat !


Sebab Islam adalah agama universal, agama yang satu dan menyatukan oleh karena itu Islam adalah _rahmatan lil alamin_ dan Islam hanya satu," tegas Sultan. 


Sultan Iskandar juga menanggapi pernyataan Wakil Ketua MUI Ma’ruf Amin, yang sebelumnya mengatakan Indonesia saat ini tengah terjadi darurat pornografi, mengalami darurat narkoba, korupsi dan lainnya.


Menurut Sultan, situasi tersebut terjadi karena produk hukum di Indonesia merupakan produk kafir buatan kolonial Belanda. “Produk hukum yang saat ini ada, kenapa Indonesia ini darurat, karena Indonesia hanya meneruskan produk hukum kafir Belanda. Adalah produk hukum daripada kolonial Belanda yang _ditranslate_ ke dalam bahasa Indonesia. Cuman begitu saja..”


Di akhir sesi acara, pernyataan tegas Sultan Iskandar terlihat menuai sambutan dukungan yang luar biasa dari beberapa hadirin yang menyambutnya.


Keesokannya, tepatnya pada Senin pagi, terjadi hal yang lebih mengejutkan lagi. Pasalnya Gubernur DIY _Sri Sultan Hamengkubuono X_ mengomfirmasi hubungan Kesultanan Yogyakarta (sebelumnya bernama Kesultanan Demak) dengan _Khilafah Utsmani._


Yaitu kata beliu Sri Sultan.. Pada tahun 1479, Sultan Turki mengukuhkan Raden Patah, Sultan Demak pertama, sebagai _Khalifatullah ing Tanah Jawa_, Kesultanan Demak Bintoro sebagai perwakilan Kekhalifahan Islam (Turki) untuk Tanah Jawa di bumi nusantara, lalu dengan penyerahan bendera bertuliskan kalimat.. _Laa ilaaha illa Allah_ berwarna ungu kehitaman terbuat dari kain Kiswah Ka'bah, dan bendera bertuliskan _Muhammadurrasulullah_ berwarna hijau,’ ujar Sri Sultan di hadapan sekira 800 peserta kongres Umat Islam dan Kerajaan nusantara, pada hari Senin, 9 Februari 2015 di pelataran Kraton Kasultanan Yogyakarta.


Duplikatnya, lanjut Sri Sultan, tersimpan di Kraton Yogyakarta sebagai pusaka, penanda keabsahan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat wakil Kekhalifahan Turki. 


Sri Sultan juga menyebutkan di tahun 1903, saat diselenggarakan Kongres Khilafah di Jakarta oleh Jamiatul Khair, yang berdiri 1903, Sultan Turki mengirim utusan _Muhammad Amin Bey._ Kongres menetapkan fatwa, haram hukumnya bagi Muslim tunduk pada penguasa Belanda. “Dari kongres inilah benih-benih dan semangat jihad fisabilillah untuk meraih kemerdekaan membara,” tegas Sri Sultan.


Mendengar pidato Sri Sultan Jogja tersebut sebagian peserta kongres menyampaikan takbir.  


Pasalnya, panitia sudah mewanti-wanti agar ada delegasi dari HTI tidak menyinggung kata “khilafah” dalam kongres yang dibuka oleh Wapres Jusuf Kalla waktu itu dan ditutup oleh Presiden Jokowi itu. 


Meskipun jejak Khilafah pada kerajaan nusantara di bumi pertiwi ini berusaha ditutup-tutupi oleh kelompok liberal dan sekuler. Tapi Allah tetap saja memberikan kesempatan kepada umat Islam Indonesia generasi sekarang untuk mengetahui rekam jejak sejarah yang real dan esensial sesuai fakta yang sebenarnya. 


*TABIR KEJAYAAN KERAJAAN NUSANTARA DIBAWAH KEKHALIFAHAN SEMAKIN TERUNGKAP*


Catatan sejarah hubungan khilafah dengan Kerajaan Nusantara setidaknya diawali sejak Kerajaan Sriwijaya di Palembang.


Kerajaan Budha yang beribu kota di Palembang tersebut pernah dua kali mengirimkan surat kepada Khilafah Islam di era _Khilafah Umayah_. Pertama pada masa _Khalifah Muawiyah I_ (berkuasa 661-680 Masehi).  


Dan untuk surat yang kedua dikirimkan kepada _Khalifah Umar bin Abdul-Aziz_ (berkuasa 717– 720 M). Surat kedua didokumentasikan oleh Abdul Rabbih (860-940 M) dalam karyanya Al-Iqdul Farid. 


Potongan surat tersebut berbunyi: "Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya hukum-hukumnya.” 

 

Ahli sejarawan _SQ Fatimi_ memperkirakan surat-surat itu diterima Khalifah sekira tahun 100H/717M. Dua surat itu bisa dikatakan sebagai titik awal Islam masuk ke Nusantara meskipun juga Raja Sriwijaya beserta jajaran pemerintahannya sudah berinteraksi dengan para pedagang Islam yang datang ke Nusantara. 


Bahkan berdasarkan penelitiannya, sejarawan _Nicko Pandawa_ menyakatan sebenarnya ajaran luhur Islam sudah masuk ke Nusantara sejak masa Khulafaur Rasyidin. 


Ini menunjukkan Islam masuk ke Indonesia awal-awal beradaban Islam (abad ke-7); bukan abad ke-13 seperti yang dinyatakan Penasehat Urusan Pribumi untuk pemerintah kolonial Hindia Belanda si _Christiaan Snouck Hurgronje_ yang kadung diadopsi dalam buku pelajaran sejarah di sekolah-sekolah.


Perlahan tapi pasti, seiring semakin masifnya dakwah diterima, maka kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha di nusantara berganti menjadi _Daulah Islam_ (pemerintahan Islam) yang berbentuk kerajaan. Dan ini terjadi di seluruh kerajaan nusantara dengan bernama _kesultanan Islam._ 


Di Aceh, berdiri kerajaan Islam pertama yang bernama Kerajaan Samudera (kelak menjadi Kesultanan Samudera Pasai) dengan rajanya bernama _Meurah Silu_. Ia (berkuasa 659-688 H/1261-1289 M) mendapat gelar _Sultan Malikush Shalih dari Syarif Makkah_ semasa era Turki Saljuk (40 tahun sebelum diteruskan Turki Utsmani).  


Menurut ahli sejarawan _Septian AW_, para penguasa Muslim di Nusantara mendapatkan gelar _sultan_ dari _Syarif_ Makkah, dalam bahasa sekarang Gubernur Mekkah. Syarif Mekkah mendapatkan mandat dari Khalifah untuk melakukan itu.


Catatan sejarah, mengungkap penguasa Banten _Abdul Qadir_ (berkuasa 1625-1651), pada 1638 menerima anugerah gelar sultan dari _Syarif Mekkah_. 


Kemudian _Pangeran Rangsang_, penguasa Mataram, pada 1641 juga mendapatkan gelar _Sultan dari Syarif Makkah_ atau lebih terkenal sebagai _Sultan Agung_. 


Begitu pula Kesultanan Aceh, lalu Kesultanan Palembang dan Makassar, yang juga menjalin hubungan khusus dengan penguasa Makkah.


*MENGUSIR PENJAJAH PORTUGIS*


Dalam arsip nomor E-8009 di Museum Arsip Istana Topkapi terdapat surat dari Sultan Kesultanan Aceh Darussalam (penerus Kesultanan Samudera Pasai) ketiga _Alauddin Riayat Syah al-Qahhar_ (berkuasa 1537-1571), yang ditujukan kepada _Khalifah Sulaiman al-Qanuni_ di Istambul pada tahun 1566. 


Dalam surat itu ia menyatakan baiatnya kepada Khilafah Utsmaniyah dan memohon agar dikirimi bantuan militer ke Aceh untuk melawan Portugis yang bermarkas di Malaka. 


Pengganti _Khalifah Sulaiman al-Qanuni_, yakni Salim II, mengabulkan permohonan _Sultan al-Qahhar_ dan mengirimkan bala bantuan militer ke Aceh. Dalam surat balasannya kepada Sultan Aceh itu, _Khalifah Salim II_ menulis bahwa melindungi Islam dan negeri-negeri kerajaan Islam adalah salah satu tugas penting yang diemban oleh Khilafah Utsmaniyah. 


_Khalifah Salim II_ pun menunjuk kepala provinsi (sancak) _Alexandria di Mesir, Kurdoglu Hizir Reis_, untuk menjadi panglima perang dan dikirim ke Aceh demi memerangi kaum kafir Portugis dengan pertolongan Allah dan Rasul-Nya.


Dengan bantuan yang didapat dari Khilafah Utsmaniyah ini, _Sultan al-Qahhar_ dari Aceh dapat menyerang Portugis di Malaka pada 20 Januari 1568 dengan kekuatan 15.000 tentara Aceh, 400 Jannisaries Utsmaniyah dan 200 meriam perunggu (Amirul Hadi, 2004: 23).


Selain Sultan Aceh, para sultan lain di Nusantara selama abad ke-16 juga beraliansi dan menyiratkan kekaguman yang mendalam kepada _Khilafah Utsmaniyah._ 


_Sultan Babullah bin Khairun_ di Ternate bekerja sama dengan 20 orang ahli senjata dan tentara Khilafah Utsmaniyah ketika memerangi Portugis di Maluku sepanjang tahun 1570-1575 _(Leonard Andaya, 1993: 134, 137)._


Berkat semangat jihad dan kerja sama yang luar biasa antara kaum Muslim di Maluku dan pasukan Khilafah Utsmaniyah, sepeninggal _Sultan Babullah_ penjajah Portugis pun dapat dihancurkan dari Bumi Maluku untuk selama-lamanya ! 


Jangan lupakan jejak leluhur khilafah di bumi nusantara melalui Khilafah para raja dan sultan seluruh kerajaan nusantara dapat disatukan dan bersatu untuk bersama mengusir dan memerangi penjajah.


Pada masa kerajaan-kerajaan di nusantara belum mengenal ajaran luhur Islam masih Hindu dan Budha meraka antar kerajaan saling berperang dan menguasai tidak bersatu.


Jejak para khalifah di bumi nusantara yang telah menyatukan seluruh kerajaan di bumi nusantara ini untuk bersatu didalam satu _komando Kekhalifahan_. 


Ingat, pada masanya Nusantara ini akan kembali menjadi kekhalifahan menjadi sebuah _Daulah Islam_ besar yang berbentuk kerajaan / monarki setelah bentuk pemerintahan _republik demokrasi_ yang telah hancur ditinggalkan.


_Penulis adalah :_

_Pemerhati Spiritual Geostrategi Geopolitik Indonesia & Kerajaan Nusantara_

Saturday, November 27, 2021

Contoh Terpeliharanya Alquran

 Ketika Buya Hamka melakukan perjalanan ke Amerika tahun 1952, beliau diundang oleh Profesor Hendon untuk melihat-lihat pameran Bible (Injil) di Universitas Yale. 


Buya Hamka berkeliling sambil melihat-lihat manuskrip Bible dari abad ke abad. Bahkan ada yang berasal dari 800 tahun lalu. 


Ternyata Universitas Yale telah memimpin penelitian menyalin Bible King James yang berasal dari tahun 1612 M. Penelitian ini berjalan selama 15 tahun yang panitianya terdiri dari 40 gereja.


Mengapa penelitiannya memakan waktu selama itu? 


Sebab perkembangan Bahasa Inggris sejak 1612 M sampai saat itu (1952 M) telah mengalami banyak perubahan. Ini membuat proses transliterasi dan penerjemahan menjadi sangat sulit. 


Profesor Hendon menjelaskan kalau perdebatan antar peneliti tentang sebuah kata di Bible seringkali panas dan memakan waktu berbulan-bulan. Kalau tidak sepakat juga, mereka akan mengambil voting untuk menentukan kata tersebut. 


Sambil berbincang-bincang Profesor Hendon lalu berhenti dan berkata memuji Hamka :


"Beruntunglah Tuan jadi orang Islam?"


"Sebab tuan mempunyai Al Qur'an yang tidak usah diperkomitmenkan dan dipanitiakan. Sebab tuan mempunyai bahasa suci yang asli dan tetap."


"Bahkan Bahasa Arab yang terpakai setiap hari lah yang harus disesuaikan dengan Al Qur'an. Bukan Al Qur'an yang harus disesuaikan kepada perkembangan bahasa."

tambahnya... 


Orisinilitas ayat-ayat Al Qur'an bahkan terjaga hingga kini. Kita bisa uji mushaf tertua dengan usia 1.370 tahun yang ditemukan di Universitas Birmingham pada 2015.


Isinya sama dengan mushaf saat ini. Hal ini dikatakan sendiri oleh Profesor Universitas Birmingham yang ahli dalam Kristen dan Islam, David Thomas. 


"Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya."

(QS. al-Hijr : 9)


Sumber : Zarkasy, Hamid Fahmi dkk 2021. Rasional tanpa Liberal.

Menjawab tantangan Liberalisasi Pemikiran Islam. 


#MasyaAllah

#AllahuAkbar

Thursday, November 25, 2021

Jawab Soal Zakat Fitrah

 بسم الله الرحمن الرحيم


*Jawab Soal Zakat Fitrah*


_*Syaikh Atho Bin Kholil Abu Rasytah*_ 


Terdapat hadits-hadits shahih mengenai zakat fithrah. Kami tidak mentabanni rinciannya. Di sini saya menyebutkan kepada Anda beberapa pandangan para fuqaha yang mu’tabar dalam masalah ini. Anda sendiri bisa mengikuti (bertaqlid) kepada siapa pun yang Anda inginkan dari mereka, selama perbuatan Anda sebelumnya belum terikat dengan pandangan-pandangan (mengenai zakat fithrah) tersebut. Namun, jika perbuatan Anda sebelumnya sudah terikat dengan tata cara (pendapat) salah seorang mujtahid yang mu’tabar, maka teruskanlah apa yang Anda lakukan itu.


Abu Hanifah membolehkan mengeluarkan zakat fithrah dari benda-benda yang telah disebutkan di dalam berbagai hadits. Contohnya adalah hadits dari Abi Sa’id al-Khudri yang berkata:


«كنا نخرج زكاة الفطر إذا كان فينا رسول الله ( صاعاً من طعام أو صاعاً من تمر أو صاعاً من شعير أو صاعاً من زبيب أو صاعاً من أقط فلا أزال أخرجه كما كنت أخرجه ما عشت»


_Kami telah mengeluarkan zakat fithrah pada saat Rasulullah (masih) berada di tengah-tengah kami satu sha’ dari makanan, atau satu sha’ dari kurma, atau satu sha’ dari gandum, atau satu sha’ dari kismis, atau satu sha aqith. Aku tetap melakukan hal itu (dengan mengeluarkan benda-benda tersebut) sebagaimana aku telah mengeluarkannya selama ini._ *(HR. Bukhari dan Muslim dengan lafadz berdasarkan riwayat Muslim)*.


(Aqith atau keju adalah sari pati susu yang dimasak, kemudian dibiarkan hingga kering).


Jadi Boleh mengeluarkan zakat fithrah dengan benda-benda tersebut di atas. Boleh juga mengeluarkan zaklat fithrah dengan benda-benda lain selain benda-benda tersebut di atas. Misalnya beras dan biji adas. Banyaknya beras diukur setara dengan takaran satu sha’ kurma, kemudian dikeluarkan dalam bentuk beras. Atau juga dalam bentuk uang (nuqud) yang nilainya setara dengan nilai (harga) satu sha’ kurma, kemudian dikeluarkan dalam bentuk uang. Begitulah. Pendapat mereka ini terdapat di dalam kitab Tuhfatu al-Fuqaha.


Madzhab Imam Malik membolehkan apa yang jadi bahan makanan penduduk negeri sebagaimana yang disebutkan (dalam hadits) tadi atau yang biasa dimakan oleh masyarakat. Contohnya beras dan biji adas, kacang-kacangan dan lain-lain. Pendapatnya ini terdapat di dalam kitab Balighatu as-Salik.


Madzhab Imam Syafi’i membolehkan untuk mengeluarkan zakat fithrah dari jenis apa yang bisa dizakatkan, yaitu dari hasil pertanian, buah-buahan. Dan yang paling utama adalah apa yang biasa menjadi makanan penduduk negerinya atau apa yang biasa menjadi makanannya . Pendapat ini terdapat di dalam kitab Mughni al-Muhtaj. Dengan ukuran (takaran-pen) yang telah dijelaskan di dalam berbagai hadits.


Madzhab Imam Hambali membolehkan mengeluarkan zakat fithrah hanya dari benda- benda yang telah disebutkan (di dalam hadits). Beliau tidak membolehkan selain dari benda-benda tersebut. Namun demikian, jika tidak dijumpai salah satu jenis dari beberapa jenis benda-benda tersebut, maka dibolehkan mengeluarkan zakat fithrah dengan sejenis bahan makanan yang layak, berupa biji-bijian jagung/shorgum, beras … Pendapat ini terdapat di dalam kitab al-Mughni.


Sha’ adalah takaran, yaitu ukuran volume tertentu.  Berat isi timbangannya berbeda-beda  tergantung biji apa yang memenuhi volumenya. Satu sha’ gandum setara dengan 2,25 kg gandum, atau lebih detail lagi setara dengan 2.176 gram gandum. 


Di kalangan para mujtahid yang disebutkan tadi, seluruhnya tidak membolehkan zakat fithrah dikeluarkan dalam bentuk nilai tertentu dari mata uang, kecuali pendapat Abu Hanifah.


Kami tidak mentabanni rincian dari benda-benda yang harus dikeluarkan sebagai zakat fithrah; apakah dibolehkan zakat fithrah dikeluarkan dalam bentuk uang atau tidak? Anda boleh bertaklid (mengikuti pendapat) berdasarkan keinginan Anda yang dianggap memuaskan. Apabila apa yang telah Anda lakukan itu terkait dengan pendapat salah seorang mujtahid, maka teruskanlah apa yang telah Anda lakukan itu. Zakat fithrah harus dikeluarkan sebelum shalat Ied. Boleh juga zakat fithrah dikeluarkan satu atau dua hari sebelum Ied, dan disalurkan kepada fakir miskin.


Anda boleh menyerahkan zakat fithrah langsung, demi menenteramkan diri anda, kepada orang-orang yang berhak (yaitu fakir miskin-pen), juga boleh mewakilkannya kepada seseorang –yang anda percayai-- untuk menyerahkannya kepada orang-orang yang berhak.


20 Nopember 2003

Wednesday, November 24, 2021

Kritik khilmus edisi 21

 (Kritik Khilmus | Edisi 21)

"TIDAK ADA CONTOHNYA ORANG BERIMAN HIDUP DI LUAR KEPEMIMPINAN NABI ATAU KHALIFAH"


Oleh : Abulwafa Romli

https://abulwafaromli.blogspot.com/2021/11/tidak-ada-contohnya-orang-beriman-hidup.html?m=1


Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

Sudah puluhan kali saya mendengar pernyataan dan membaca tulisan dari Khalifah palsu dan warga Khilmus ; "Tidak ada contohnya orang / orang-orang beriman hidup diluar kepemimpinan Nabi atau khalifah".


Kali ini diwakili oleh Abu Jiddan :


======mulai=====

Abu Jiddan :

Tidak ada contohnya orang beriman hidup diluar kepemimpinan Nabi atau kholifah

=====selesai=====


JAWABAN SAYA :


Apa mereka tidak ngerti fase mulkan jabriyyah (fase tidak ada khilafah) 

atau fase tidak ada jamaatul muslimin dan tidak pula ada imamnya, dimana keduanya terdapat di dua hadits yang diriwayatkan dari Hudzaifah. Di fase itu orang-orang beriman dalam bernegaranya tidak dipimpin oleh khalifah, tapi oleh raja dan presiden. 


Rata-rata warga khilmus itu pas-pasan dalam ilmu agama terkait sistem khilafah, maka mereka mudah sekali dibohongi oleh khalifah palsunya. 


Somoga link di bawah bisa menambah pemahaman agama terkait khilafah dan jamaatul muslimin bagi warga Khilmus :


1. Makna hadits Hudzaifah terkait fase kepimpinan umat Islam; 

https://abulwafaromli.blogspot.com/2016/02/makna-hadits-hudzaifah-terkait-fase.html?m=1


2. Mendudukkan makna hadits Hudzaifah terkait kebaikan dan keburukan atau fase tidak ada Jamaatul Muslimin dan tidak pula ada Imam Jamaatul Muslimin:

https://abulwafaromli.blogspot.com/2016/03/mendudukan-makna-hadits-hudzaifah-bin.html?m=1


3. Khilafah ala minhajin nubuwwah pada hadits Hudzaifah adalah Umar bin Abdul Aziz?! 

https://abulwafaromli.blogspot.com/2016/05/khilafah-minhajin-nubuwwah-pada-hadis.html?m=1


MENGKLAIM KHILAFAH ALA MINHAJIN NUBUWWAH, TAPI TIDAK MENGIKUTI SUNNAH NABI DAN SUNNAH KHULAFA ROSYIDIN


Ini juga logika ngawur Khilmus :


=====mulai=====

Abu Jiddan :

Bagaimana bisa muncul yang palsu lalu yang asli muncul sesudahnya?

Bukankah secara akal sehat yang kedua pasti mencontoh yang pertama. Tolong anda jangan terlalu ambisius untuk membenarkan pendapat anda sendiri tanpa menggunakan akal anda. 

=====mulai=====


JAWABAN SAYA :


Khilmus itu benar-benar telah mengklaim khilafah ala minhajin nubuwwah. Sedang khilafah ala minhajin nubuwwah yang dimaksud oleh Nabi adalah khilafahnya Alkhulafa Arrosyidin. Ini berarti khilafah pertama karena diikuti oleh khilmus. Berarti juga khilmus itu yang terakhir karena mengikuti yang peetama. Berbeda ketika khilmus mengaku khilafah ala minhajil baraja, maka khilmus yang pertama dan yanh asli. Lalu ketika ada khilafah ala minhajil baraja yang kedua yang tidak sama dengan yang pertama, maka itu yang palsu. Semoga bisa dipahami. Karena kalau tidak mengikuti khilafah rosyidah atau alkhulafa arrosyidin sebagai pemilik khilafah ala minhajin nubuwah, maka sebenarnya khilmus itu ikut khilafah siapa?


Sungguh, bukan khilafah palsu kalau tidak dusta dan menipu. Khilmus mengklaim mengikuti Nabi atau nubuwwah sejak baru diutusnya, sejak belum mendapat kekuasaannya. Tapi Khilmus tidak mengikuti sunnah Nabi, karena sudah berani mengambil bai'at dari orang-orang yang sama sekali tidak memiliki wilayah kekuasaan hakiki atau otonomi. Ini adalah berdusta atas nama Nabi. Nabi tidak pernah mengambil bai'at in'iqod dari sahabat yang tidak memiliki wilayah kekuasaan hakiki seperti sahabat muhajirin di fase Mekkah. Juga Nabi tidak pernah mengambil bai'at ta'at sebelum punya kekuasaan hakiki. 


Khilmus mengklaim sebagai khilafah ala minhajin nubuwwah. Tapi khilmus tidak mengikuti sunnah Alkhulafa Arrosyidin sebagai pemilik khilafah ala minhajin nubuwwah dalam mengambi bai'at in'iqod maupun bai'at ta'at setelah memiliki kekuasaan hakiki, dalam menerapkan Islam secara kaffah dan dalam melakukan futuhat guna menambah wilayah kekuasaannya. 


Dengan dua dusta di atas, Khilmus terus menerus mengajak ummat untuk berbaiat, mendengar dan ta'at kepada khalifah palsunya, bahkan menarik berbagai infak dari warganya. Khilmus juga telah memakai simbol-simbol atau nama-nama struktur khilafah dalam struktur administrasinya.


Selanjutnya Khilmus khilafah palsu itu benar-benar sedang mempraktekkan kepalsuannya, yaitu dengan menganggap salah, sesat sampai syirik kepada umat Islam yang menolak bergabung kepadanya. Sungguh terlalu! Bersegeralah bertaubat wahai saudara-saudaraku! 


TERAKHIR :


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah al harrani rh berkata :

بل الواجب خلافة النبوة، لقوله صلى الله عليه وسلم : عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين من بعدي، تمسكوا بها، وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور، فكل بدعة ضلة، بعد قوله : من يعش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيرا. وهذا أمر وتحضيض على لزوم سنة الخلفاء، وأمر بالاستمساك بها، وتحذير من المحدثات المخالفة لها، وهذا الأمر منه والنهي دليل بين في الوجوب. 

"Tetapi yang wajib adalah Khilafah Nubuwwah ('alâ minhâjin nubuwwah), berdasarkan sabda Rasulullah saw: "Beepegang teguhlah kalian terhadap sunnahku dan sunnah khulafa rasyidin setelahku, pegang teguh dan genggam erat-eratlah ia. Dan jauhilah oleh kalian perkara yang diada-adakan, karena setiap bid'ah itu sesat", yaitu setelah beliau bersabda: "Barang siapa dari kalian yang hidup sepeninggalku nanti akan menjumpai perselisihan yang banyak". Ini merupakan perintah dan anjuran keras untuk menetapi sunnah para khalifah tersebut (khulafa' rasyidin), dan perintah untuk berpegang teguh padanya, serta peringatan atas perkara-perkara bid'ah yang menyalahinya (menyalahi sunnah khulafa rasyidin). Adanya perintah sekaligus larangan dari beliau ini merupakan dalil yang jelas menunjukkan bahwa khilafah itu wajib." (Ibnu Taimiyyah, Alkhilafah Walmulk, hlm 28).


Walhasil, berkhilafah itu harus jujur, tidak dusta dan tidak menipu. Berkhilafah ala minhajin nubiwwah harus benar-benar mengikuti sunnah Nabi saw dan sunnah Alkhulafa' Arrosyidin. Semoga bermanfaat. Aamiin. 


#KhilafahAjaranIslam

#KhilafahAjaranAhlussunnah

#KhilafahAjaranAswaja

#KhilafahWarisanRasulullah

#IslamRahmatanLilAlamin

#IndonesiaBerkahDenganSyariah

#SyariahDiterapkanDenganKhilafah

#tintasiyasi

https://t.me/abulwafaromli

abulwafaromli.blogspot.com

Monday, November 22, 2021

MENEGUHKAN SYAIKH TAQIYYUDDIN ANNABHANI SEBAGAI MUJTAJID MUTLAK

 MENEGUHKAN SYAIKH TAQIYYUDDIN ANNABHANI SEBAGAI MUJTAJID MUTLAK

(Edisi 03)


Oleh : Abulwafa Romli

https://abulwafaromli.blogspot.com/2021/11/meneguhkan-syaikh-taqiyyuddin-annabhani_52.html?m=1


Kelima: Daftar kitab-karyakitab karya Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani.

Di bawah adalah karya-karya ilmiah Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani yang sangat cemerlang:

 

1. Nizham al-Islam (sistem Islam)

2. Al-Takattul al-Hizbi (pembentukan partai politik)

3. Mafahimu Hizb al-Tahrir (konsepsi Hizbut Tahrir)

4. Al-Nizham al-Iqtishad fi al-Islam (sistem ekonomi Islam)

5. Al-Nizham al-Ijtima’iy fi al-Islam (sistem pergaulan Islam)

6. Nizham al-Hukmi fi al-Islam (sistem pemerintahan Islam)

7. Al-Dustur (undang-undang dasar)

8. Muqaddimah al-Dustur (pengantar undang-undang dasar) 

9. Al-Daulah al-Islamiyyah (negara Islam)

10. Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, tsalatsata ajza’in (kepribadian Islam, tiga juz)

11. Mafahim Siyasiyyah li Hizb al-Tahrir (konsepsi politik Hizbut Tahrir)

12. Nazharat siyasiyyah (pandangan politik)

13. Nidaun Haar (panggilan hangat)

14. Al-Khilafah (khilafah)

15. Al-Tafkir (berpikir)

16. Al-Kurrasah (buku catatan)

17. Sur’atul Badihah (secepat kilat)

18. Nuqthatul Inthilaq (titik permulaan)

19. Dukhulul Mujtama’ (memasuki masyarakat)

20. Inqazhu Falesthin (menyelamatkan Palestina)

21. Risalatu ‘Arab (risalah Arab)

22. Tasalluhu Mishra ( mempersenjatai Mesir)

23. Al-Ittifaqiyat al-Tsunaiyyah al-Mishriyyah al-Suriyyah wa al-Yamaniyyah

24. Hallu Qadhiyyati Falesthina ‘ala Thariqati al-Amriqiyyah wa al-Inkiliziyyah 

25. Al-Siyasah al-Iqtishadiyyah al-Mutsla (politik ekonomi ideal)

26. Naqdhul Isytirakiyyatil Markisiyyah (bantahan terhadap sosialisme marxisme)

27. Kaifa Hudhimat al-Khilafah (bagaimana khilafah dihancurkan)

28. Nizham al-‘Uqubat (sistem persanksian)

29. Ahkam al-Bayyinat (hukum pembuktian)

30. Ahkam al-Shalat (hukum-hukum shalat)

31. Naqdh al-Qanun al-Madani (bantahan terhadap undang-undang sipil)

32. Al-Fikru al-Islami (pemikiran Islam), dll.

 

Dan untuk mempermudah penyebarannya kitab Kaifa Hudhimat al-Khilafah, Nizham al-‘Uqubat, Ahkam al-Bayyinat, Ahkam al-Shalat, al-Fikru al-Islami Al-Siyasah al-Iqtishadiyyah al-Mutsla, Naqdhul Isytirakiyyatil Markisiyyah, dan Naqdhu al-Qanun al-Madani, ditulis atas nama syabab Hizbut Tahrir. Dan masih ada ribuan nasyrah pemikiran, politik dan ekonomi yang telah ditulis oleh Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani RH. (Lihat: Muhammad Muhsin Radhi, Hizbut Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu fi Iqamati Daulati al-Khilafati al-Islamiyyati, dgn pengawasan Prof. Dr. Walid Ghafuri al-Badri, hal. 28, Wizarah al-Ta’lim al-Ali wa al-Bahtsi al-Ilmi al-Jami’ah al-Islamiyyah / Kulliyyah Ushuluddin, Oktober 2006).

 

Daftar kitab-kitab karya Syaiklh Taqiyyuddin an-Nabhani diatas sudah cukup untuk membuktikan bahwa beliau adalah mujtahid mutlak, dan karya-karya tersebut juga sudah cukup untuk menjadi rujukan sebuah madzhab fikih. Sedang terkait mujtahid mutlak ghairu muntasib atau mujtahid mutlak muntasib, maka hanya Alloh dan beliau yang mengerti, karena beliau tidak menjelaskan bahwa kaidah-kaidah istinbathnya itu hasil istinbathnya sendiri atau hasil tabanni dari guru-gurunya. Sebagaimana empat imam besar juga yang disebut-sebut sebagai mujtahid mutlak tidak menjelaskannya.

 

Keenam: Terkait pernyataan M Idrus Ramli:

“Seorang alim bisa dikatagorikan sebagai mujtahid apabila telah diakui oleh para ulama dan telah memenuhi syarat-syarat berijtihad. Sementara tidak seorangpun dari kalangan ulama yang mengakui Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani telah memenuhi syarat-syarat ijtihad sebagai mujtahid atau bahkan hanya mendekati saja derajat seorang mujtahid tidak ada yang mengakui. Sehingga ketika keilmuan seseorang tidak diakui oleh para ulama, maka keilmuannya sama dengan tidak ada. Dan ini berarti Syaikh al-Nabhani bukanlah seorang mujtahid atau mendekatinya”. (Lihat; Hizbut Tahrir dalam Sorotan, hal. 111-116).

 

M Idrus Ramli sebagaimana Syaikh Abdullah Harori dalam kitab al-Gharah-nya, dalam pernyataannya sama sekali tidak menjelaskan kriteria ulama yang pengakuan atau kesaksiannya terhadap seseorang sehingga bisa disebut sebagai mujtahid dapat diterima, juga berapa jumlah ulama tersebut. Sedang yang dapat ditangkap dari pernyataan itu hanyalah buruk sangka yang berlebihan terhadap Syaikh Taqiyyuddin. Kalau yang dimaksud oleh Idrus Ramli adalah para ulama seperti al-Hafizh al-Dzahabi serta para ulama sebelum dan sesudahnya yang telah wafat sebelum lahirnya Syaikh Taqiyyuddin, maka betapa bodohnya Idrus Ramli, karena bagaimana mungkin para ulama yang telah wafat bersaksi bahwa Syaikh Taqiyyuddin adalah Mujtahid.

 

Kalau yang dimaksud adalah para ulama salathin seperti Abdullah al-Harori al-Ahbasy dan sesamanya atau seperti ulama wahabi yang kontra Hizbut Tahrir, maka juga sangat keliru, karena aktivitas Syaikh Taqiyyuddin yang selalu mengkritik dan mengkoreksi pemerintahan (salathin) yang zalim itu menjadi pemicu bagi kemarahan mereka, sehingga mereka berani membayar para ulama salathin untuk menjatuhkan kewibawaan serta merusak nama baik Syaikh Taqiyyuddin, maka mengharap pengakuan dan kesaksian atas kemujtahidan Syaikh Taqiyyuddin dari mereka, itu sama halnya dengan mengharap anak sapi keluar dari batu.

 

Kalau yang dimaksud adalah para ulama yang saleh yang semasa dengan Syaikh Taqiyyuddin, maka Idrus Ramli juga sangat keliru, karena di antara mereka tidak sedikit yang belum membaca kitab-kitab Syaikh Taqiyyuddin yang sangat cemerlang dan penuh dengan solusi kebangkitan dan kejayaan Islam dan kaum muslim, dan tidak sedikit pula yang telah termakan oleh fitnah terhadap Syaikh Taqiyyuddin dari ulama salathin. Dan kalau yang dimaksud adalah para ulama saleh yang belum termakan fitnah yang semasa dengan Syaikh Taqiyyuddin dan yang setelahnya, maka Idrus Ramli juga sangat keliru, karena ash-hab Syiakh Taqiyyuddin dan mayoritas aktivis Hizbut Tahrir dari berbagai belahan dunia yang jumlahnya ribuan adalah para ulama yang saleh dan mukhlish, dan mereka telah mengakui dan menyaksikan bahwa Syaikh Taqiyyuddin adalah mujtahid, bahkan tidak sedikit yang mengatakan bahwa beliau adalah mujtahid mutlak, bahkan sebagai mujaddid (pembaharu). Di antara pengakuan dan kesaksian mereka adalah sebagai berikut:


Muhammad Muhsin Radhi dalam tesisnya menyatakan:

“Derajat keilmuan Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani dapat dilihat dari sejumlah karya ilmiahnya yang tidak sedikit yang mencakup semua tuntutan kehidupan (pribadi, masyarakat dan negara) yang dibutuhkan oleh umat untuk mencapai kebangkitan serta mengembalikan derajat hakikinya (sebagai sebaik-baik umat) di antara umat-umat yang lain. Sungguh pada semua karya ilmiahnya telah nampak pembaharuan (tajdid) dalam lapangan pemikiran, fiqih dan politik. Oleh karena itu, produk pemikirannya adalah usaha terdepan dari seorang pemikir muslim pada masa ini. Sehingga beliau adalah pemimpin bagi para pemimpin pemikiran dan politik pada abad 20 ini, sehingga setelah itu tidak asing lagi kami menemukan orang-orang yang menjadikan Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani berada di barisan para ulama mujtahid dan mujaddid.

 

Ustadz Ghanim Abduh sebagai syabab qudama terkemuka Hizbut Tahrir menuturkan, bahwa Sayyid Quthub RH dalam kesempatan ilmiahnya pernah menyanjung Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani dan membantah seseorang yang melempar tuduhan miring terhadap beliau. Dan di antara pernyataan Sayyid Quthub adalah: “Sesungguhnya Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani ini dengan karya-karya ilmiahnya telah sampai ke derajat para ulama terdahulu kami”.

 

Dan Prof. Dr. Muhammad bin Abdullah al-Mas’ari telah menyifati Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani seraya berkata: “Beliau adalah mujaddid abad ini, panutan ulama dunia, seorang alim yang berjihad, imam rabbani (orang yang telah mencapai derajat makrifat), Abu Ibrahim Taqiyyuddin al-Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir), yang telah meletakkan batu pondamen bagi pemikiran Islam kontemporer yang tinggi, dan bagi pergerakan yang ikhlas dan sadar, semoga Allah meninggikan derajatnya bersama anbiya’, shiddiqin, syuhada’ dan ulama shalihin”. (Lihat: Muhammad Muhsin Radhi, Hizbut Tahrir Tsaqafatuhu wa Manhajuhu fi Iqamati Daulati al-Khilafati al-Islamiyyati, dgn pengawasan Prof. Dr. Walid Ghafuri al-Badri, hal. 33, Wizarah al-Ta’lim al-Ali wa al-Bahtsi al-Ilmi al-Jami’ah al-Islamiyyah / Kulliyyah Ushuluddin, Oktober 2006). 

 

Jadi kalau kita mau jujur dan obyektif, semua kitab di atas dan yang lainnya sebagai karya ilmiah Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani, sudah cukup untuk menjadi saksi dan bukti konkrit bahwa beliau benar-benar seorang mujtahid dan mujaddid, karena semuanya langsung digali dari sumber syari’at Islam melalui dalil-dalil yang telah disepakati oleh semua ulama Ahlussunnah Waljama’ah ala Rasulullah SAW, yaitu al-Qur’an, al-Sunnah, al-Ijma’ dan al-Qiyas al-Syar’iy, dan berdasarkan pemahaman terhadap fakta dan realita yang sangat mengkristal. Dan kalau kita mau jujur, obyektif dan tidak fanatik, kalau setandar mujtahid muthlaq adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’iy dan Imam Ahmad, maka karya-karya ilmiyyah yang dimiliki Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani itu melebihi dari karya-karya ilmiah salah satu dari empat imam besar tersebut, karena banyak karya ilmiah Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani yang baru dan belum ada yang mendahului.

 

Maka daripada kita berdosa karena buruk sangka kepada Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani, lebih baik kita meraih pahala dengan baik sangka kepada beliau, karena baik sangka kepada sesama muslim adalah karakter Ahlussunnah Waljama’ah, sedang baik sangka kepada orang kafir adalah karakter kaum liberal yang munafik. Kerena kita semua akan bertanggung jawab dihadapan Allah, sebagaimana Syaikh Taqiyyuddin juga akan bertanggung jawab dihadapan-Nya. Dan kita semua berharap bisa datang kepada Allah dengan hati yang selamat (bi qalbin salim).

 

Akhir Kalam:

Sesungguhnya sudah sangat jelas bahwa Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani tidak pernah mengklaim dirinya sebagai mujtahid mutlak atau mujaddid. Akan tetapi justru karya ilmiah belaiulah yang membuktikan atau menunjukkan bahwa beliau layak mendapat gelar sebagai mujtahid mutlak atau mujaddid. Sedangkan tuduhan bahwa beliau banyak menganjurkan ijtihad kepada ash-hab atau murid-muridnya, kalaupun ini benar, maka juga tidak ada yang salah selagi memenuhi syarat-syaratnya. Kerena empat imam besar juga telah melakukan hal yang sama terhadap ash-habnya. Dalam hal ini Imam Ahmad bin Hanbal ra berkata:

 

خذوا علمكم من حيث أخذه الأئمة ولا تقنعوا بالتقليد فإن ذلك عمي في البصيرة.

“Ambilah ilmu kalian dari mana para imam telah mengambil ilmunya, dan janganlah kalian merasa puas dengan taqlid, karena hal itu dapat membutakan mata hati”. (Lihat: Syaikh Abdul Wahhab Sya’roni, al-Mizan al-Kubro, juz I, hal. 12, Maktabah Daaru Ihyaa’ al-Kutub al-Arobiyyah, Indonesia).

 

Dan Syaikh Abdul Wahhab Sya’roni sendiri berkata:

وقد كان الأئمة المجتهدون كلهم يحثون أصحابهم على العمل بظاهر الكتاب والسنة ويقولون: إذا رأيتم كلامنا يخالف ظاهر الكتاب والسنة فاعملوا بالكتاب والسنة واضربوا بكلامنا الحائط...

“Sesungguhnya para imam mujtahid semuanya mendorong ash-habnya agar mengamalkan zhahir al-Kitab dan Sunnah, dan mereka sama berkata: “Ketika kalian mengetahui perkataan kami menyalahi zhahir al-Kitab dan Sunnah, maka amalkanlah zhahir al-Kitab dan Sunnah, dan hantamkan (buanglah) perkataan kami ke pagar…”.(Lihat: Syaikh Abdul Wahhab Sya’roni, al-Mizan al-Kubro, juz I, hal. 55, Maktabah Daaru Ihyaa’ al-Kutub al-Arobiyyah, Indonesia).

 

Keberadaan mujathid mutlak di masa sekarang juga sangat dibutuhkan, karena berbagai bid’ah dan khurofat yang datang dan memancar dari akidah materialisme dan sekularisme, dan dari ideologi komunisme dan kapitalisme, telah memporak porandakan tatanan pemikiran, perasaan dan sistem yang datang dan memancar dari akidah Islam dan ideologi Islam.

 

Faktanya juga membuktikan bahwa orang-orang atau kelompok yang menolak mujtahid mutlak yang datang pada masanya dan pada masa ini, mereka justru mengangkat orang-orang atau ulama liberal sebagai mujtahid dimana pendapatnya diambil dan ditaklidi untuk mengesahkan tatanan pemikiran, perasaan dan sistem yang datang dan memancar dari akidah materialisme dan sekularisme, dan dari ideologi komunisme dan kapitalisme.

 

Dengan demikian datangnya mujtahid mutlak pada setiap masa adalah hak dan keadilan Alloh SWT untuk menjaga kemurnian syariat-Nya, hingga menjelang datangnya kiamat. Wallohu A’lamu bi ash-Shawwab.

 

(Abulwafa Romli, Alumnus ’94, Pon Pes Lirboyo Kediri JATIM).


#KhilafahAjaranIslam

#KhilafahAjaranAhlussunnah

#KhilafahAjaranAswaja

#KhilafahWarisanRasulullah

#IslamRahmatanLilAlamin

#IndonesiaBerkahDenganSyariah

#SyariahDiterapkanDenganKhilafah

#tintasiyasi

https://t.me/abulwafaromli

abulwafaromli.blogspot.com

Bukti Alquran bukan karangan Muhammad SAW

 JIKA ORANG NON MUSLIM BERTANYA, KEPADAMU :

*"APA BUKTINYA BAHWA "AL-QUR'AN" ITU MEMANG DARI ALLAH SWT. PENCIPTA JAGAD RAYA INI DAN BUKAN SEKEDAR KARANGAN MUHAMMAD SAW..."*


Maka, dengan tersenyum Ramah Jawablah...!!!


Insya ALLAH, saya akan Jawab, secara Ilmiah...

Semoga Anda pun memikirkan Jawaban saya ini, dengan Pikiran yang Jernih tanpa dipengaruhi Subyektivitas dan Fanatisme Kelompok...


*Bukti Pertama :*


Dari Analisa Sejarawan, terbukti bahwa memang Muhammad SAW. Ummi : Buta-Huruf dan tidak pernah Sekolah, karena memang pada Masa itu Belum ada Sekolah...


Masyarakat Arab belum mengenal ILMU, seperti :

Ilmu Politik, Ekonomi, Matematika, Sosiologi, Kenegaraan, Ilmu Etika dll.


Mungkinkah Orang yang Buta-Huruf dan Tidak Mengenal ILMU, bisa bicara : Masalah Hukum, Tata-Negara, Sistem Ekonomi, Etika dll. yang semua Pembicaraan tsb. ada didalam *"AL-QUR'AN"* ?


Tentu saja Jawabannya : "Tidak-Mungkin..."


Artinya, bahwa : *"AL-QUR'AN"* bukan Karangan : Muhammad SAW.

Tidak mungkin menurut Akal-Sehat Orang Buta-Huruf yang tidak mengenal ILMU sama sekali bisa bicara Hukum, Kenegaraan, Undang-Undang Kemasyarakatan, Akhlaq, Sosiologi dan Ratusan Kalimat-kalimat Bijak Secara Spontan dengan Bahasa yang memukau para Ahli Bahasa Arab...


*Bukti Ke-2 :*


*"AL-QUR'AN,"* banyak bicara tentang Sejarah, Sejak Zaman ADAM AS. hingga ISA AS. Padahal Muhammad SAW, tidak pernah dapat Informasi tentang Sejarah Hidup mereka...


Cerita tentang Musa AS. dan ISA AS. sangat lengkap. Bahkan Seorang Pendeta sangat ber-Syukur, ternyata didalam *"AL-QUR'AN"* ada Pembelaan terhadap Kesucian Bunda MARIA yang oleh Orang Yahudi dituduh telah ber-Zina sehingga melahirkan ISA A.S. Dari mana Muhammad SAW. dapat Cerita Seluruh Kisah Para Nabi tsb. padahal di Mekah dan Madinah hampir2 tidak ada Orang Kristen...


Jelas Akal-Sehat kita akan menolak jika dikatakan *"AL-QUR'AN,"* karangan : Muhammad SAW.


Begitu juga Cerita tentang Musa AS. sangat lengkap, padahal Orang Yahudi tidak ada yang mengajarkan *TAURAT,* kepada Nabi yang tinggal di Mekah. Bahkan di Mekah hampir-hampir tidak ada Orang Yahudi...


*Bukti Ke-3 :*


Dulu ada Seorang Pelaut Eropa. Kebetulan diatas Kapalnya ada *"AL-QUR'AN"* terjemah.


Sekedar mengisi kekosongan selama dalam Pelayaran, beliau iseng membaca-baca *"AL-QUR'AN,"* terjemah tsb. Beliau sangat terpesona dengan pembicaraan *"AL-QUR'AN"* tentang Lautan, Badai dan Sterpeson yang terkait. Bahasanya pun sangat Dalam dan Puitis.

Ketika beliau berlabuh di India dia bertanya-tanya kepada Muslim disana tentang Muhammad SAW, dari Muslim India tsb. dia memperoleh Keterangan bahwa Muhammad SAW, Hidup ditengah Gurun-Pasir dan tidak pernah melihat Lautan...

Maka dia sangat yakin, bahwa Mustahil *"AL-QUR'AN,"* karangan : Muhammad SAW, yang bisa dengan sangat Indah Melukiskan Lautan, padahal Beliau tidak pernah melihat Laut. Sehingga ia pun segera memutuskan masuk Islam.


*Bukti Ke-4 :*


Didalam Surah Al Furqan Ayat 53, ALLAH SWT, berfirman : 

_"Dan Dialah (ALLAH) yang membiarkan 2(dua) Laut yang mengalir berdampingan yang satu Tawar dan Segar, yang lainnya Asin dan Pahit. Dan Dia jadikan diantara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus._

_Haha... dari mana Muhammad SAW, Lelaki Gurun Pasir itu tahu, padahal Beliau tidak mengerti sedikit pun tentang Lautan dan bahkan dua Laut yang beda Rasa dan Warna itu pada Masa Hidup Beliau, belum ditemukan Orang..."_


Jadi sekali lagi, tidak mungkin *"AL-QUR'AN"* tsb. Karangan : Muhammad SAW.


*Bukti Ke-5 :*


Pada masa Muhammad SAW.y hidup, ada dua Negara Imperium yaitu Imperium Romawi dan Persia.

Dua Imperium ini sering berperang. Ketika dimasa Hidup Beliau, Persia berhasil mengalahkan Romawi. Hal ini membuat Masyarakat Musyrik, Mekah menjadi gembira karena Orang Persia juga Penyembah Berhala. Sebaliknya Orang Islam bersedih karena Romawi menganut Agama Nasrani yang seakar dengan Islam. Kemudian turun Ayat menghibur Orang Islam, Surah Ar Rum- Ayat 2,  3  &  4, menjelas bahwa beberapa tahun lagi akan kembali terjadi Peperangan dan Peperangan tsb akan  dimenangkan oleh Romawi sehingga Umat Islam yang Pro Romawi pun menjadi gembira. 

Ayat ini pun ditertawai oleh Kaum Musyrik Qurais dianggap sebagai Bualan, Muhammad saja karena waktu itu Romawi terlihat sudah sangat lemah...


Maka Abu Bakar menantang Orang Musyrik untuk bertaruh dengan taruhan Belasan Ekor Unta. Tantangan diterima oleh Musyrik Qurais dan tujuh Tahun kemudian apa yang diramalkan *"AL-QUR'AN"* pun terjadi :

Romawi kembali Perang dengan Persia dan Peperangan dimenangkan Orang Romawi.

Jika *"AL-QUR'AN"* bukan dari ALLAH  SWT. dan hanya sekedar karangan : Muhammad SAW. tentu saja Beliau tidak akan bisa meramal sesuatu yang akan terjadi dimasa depan...


*Bukti Ke-6 :*


Seluruh Ahli Bahasa dan Ahli Syair dari kalangan Musyrik Qurais mengakui secara Jujur bahwa Kalimat- kalimat *"AL-QUR'AN"* sangat tinggi kandungannya, sangat Indah susunan kata-katanya dan sangat memukau. Tidak ada sebelumnya kalimat-kalimat Cerita, Nasehat dan kalimat Berita yang ditulis, Manusia yang sebagus *"AL-QUR'AN"* sampai sampai Orang Qurais pun menjuluki Muhammad SAW, sebagai Tukang Sihir, yang kata-katanya bisa memukau semua Orang. Dan bukti yang lebih mencengangkan lagi dari Jutaan Kitab yang pernah ada di Dunia ini hanya *"AL-QUR'AN"* lah satu satunya Kitab yang bisa dihapal secara Pas, kata demi kata oleh Jutaan Orang. Bahkan Orang yang tidak mengerti Bahasa-Arab, seperti Ribuan Anak-Anak Indonesia mampu menghapal *"AL-QUR'AN"* yang lebih dari 600 Halaman...


Adapun Pastur dan Pendeta, tidak akan mampu menghapal *INJIL* (Bibel) kata demi kata secara Pas, walau hanya 100 Halaman...?


Hal ini menunjukkan bahwa ALLAH SWT. sebagai yang menurunkan *"AL-QUR'AN."* telah mengatur sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi semua Orang untuk menghapalnya.


*Bukti Ke-7 :*


Dalam Surah Yunus ayat 92, diceritakan, bahwa : Jasad FIR'AUN musuhnya MUSA AS. akan diselamatkan ALLAH SWT. 


Padahal Peristiwa Sejarah MUSA AS. dan FIR'AUN tsb terjadi 1.200 Tahun sebelum Masehi.

Pada awal Abad ke-19 Tahun 1896, seorang Ahli Purbakala : *"Loret,"* menemukan dilembah Raja-Raja Luxor Mesir satu Mumi yang dari Data-data Sejarah terbukti bahwa ia adalah, *FIR'AUN* yang bernama : *MANIPLAH...*


Pada tanggal 8 Juli 1908 Elliot Smith, mendapat Izin untuk membuka Pembalut Fir'aun & ternyata Jasadnya masih Utuh seperti yang diberitakan *"AL-QUR'AN."*


Nah, mungkinkah Muhammad SAW. yang buta huruf tsb bisa mengetahui hal tsb. padahal didalam *TAURAT* dan *INJIL* pun tidak ada diceritakan ?


Tidak dapat tidak, Akal Sehat yang Jujur akan berkata, bahwa *"AL-QUR-AN"* bukan karangan : Muhammad SAW.


*Bukti Ke-8 :*


Dalam *"AL-QUR'AN,"* Surat Yunus 10 : 15, ALLAH SWT. menjelaskan, bahwa Cahaya Matahari bersumber dari dirinya sendiri, sedangkan Cahaya Bulan adalah Pantulan.


Dari mana Muhammad SAW. bisa tahu, padahal dia Buta-Huruf dan Ilmu Alam Zaman itupun belum sampai kesitu, bahkan belum ada Kajian Keilmuan...


*Bukti Ke-9 :*


*"AL-QUR'AN"* turun secara acak. Kadang kala turun karena ada suatu Peristiwa atau Pertanyaan, Sahabat maupun Orang Kafir. Jadi tidak ada upaya penyusunan kalimat. Kebanyakan Ayat turun secara Spontan dan disampaikan Muhammad SAW. secara Lisan.

Namun yang terjadi sangat mencengangkan. Banyak terdapat Keharmonisan yang diluar Nalar Manusia.

Dari hasil studi bertahun-tahun Syeikh Abdul Razzak Naufal menemukan Hal-hal yang menakjubkan yang kemudian ia paparkan dalam Kitab yang ia tulis : *"MUKJIJAT AL-QUR-AN AL KARIEM."* 


*Satu :*

Terdapat keseimbangan kata dengan lawan katanya :

Alhaya' ( hidup ) dan Al-Maut ( mati ) disebut sama sama 145 kali.


Annaf ( manfaat ) dan Mudorat disebut dalam jumlah yang sama 50 kali.


Panas dan Dingin 4 kali


Kebaikan dan Keburukan : 167 kali.


Kufur dan Iman, dalam bentuk kata Indifinite masing-masing 17 kali ... dll


*Dua :*

Kata hari dalam bentuk tunggal berjumlah 365 ( jumlah 1 Tahun )

Kata hari dalam bentuk Jamak berjumlah 30 kali penyebutan (Angka satu Bulan)

Kata yang berarti Bulan hanya disebut 12 kali, menunjukkan jumlah Setahun. Dll...


Apakah semua ini kebetulan ?


Mudah mudahan dengan keterangan sedehana ini bisa meningkatkan Kualitas Iman kita dari Haqqul Yaqin menjadi Ainul Yaqin : Keyakinan yang sudah terbukti dan tidak bisa dibantah..


Dan dengan Anda membagikan ilmu yang sangat penting ini untuk diketahui banyak orang, Anda pun terhitung telah melakukan Amal-Jariah yang sangat penting dalam urusan Syiar Islam.


Barakallah li wa lakum

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

_______________________Semoga Bermanfaat n Share k Saudara2 anda 😊