Sunday, February 4, 2018

Isu toleransi beragama menyerang islam dan syariahnya

ISU TOLERANSI BERAGAMA MENYERANG ISLAM DAN SYARIAHNYA.
.
Oleh: KH. Muhammad Shiddiq al-Jawi
Pengantar Redaksi:
.
Istilah toleransi dalam kehidupan beragama terlanjur dianggap istilah yang positif. Dalam batas-batas tertentu mungkin iya. Namun, dalam perkembangannya akhir-akhir ini, istilah toleransi ternyata dibajak oleh kalangan sekular-liberal sekadar menjadi alat yang digunakan untuk menyerang Islam dan kaum Muslim. Mengapa begitu? Apa alasannya? Apa pula efek dari propagandakan tolerenasi beragama bagi Islam dan kaum Muslim? Lalu bagaimana sebetulnya Islam mendudukkan toleransi beragama di hadapan para pemeluk agama lain?Untuk menjawab beberapa pertanyaan di atas, kali ini Redaksi mewawancarai Ketua DPP HTI, KH Shiddiq al-Jawi di seputar isu dan wacana toleransi beragama. Ustadz, apakah penggunaan istilah toleransi terlihat sering merugikan Islam dan umat Islam?
.
Ya, sering. Misalnya pada saat Perayaan Natal, banyak para pejabat Muslim bahkan termasuk Presiden, yang menghadiri acara perayaan Natal dengan alasan toleransi. Padahal bagi seorang Muslim, turut merayakan peringatan Natalan hukumnya haram. Mengapa? Karena turut serta merayakan Natalan bagi seorang Muslim adalah perbuatan menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bil kuffâr) yang telah diharamkan Islam. Rasulullah saw. telah bersabda dalam hadits riwayat Abu Dawud, “Man tasyabbha bi qawm[in] fahuwa minhum.” Artinya, siapa saja yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk ke dalam golongan mereka.
.
Jadi seharusnya, dalam hal Natalan ini, toleransi pejabat pemerintah yang Muslim cukup ditunjukkan dengan membiarkan kaum Nasrani merayakannya, yaitu tidak melarangnya, bukan turut serta merayakannya. Kalau toleransi diartikan turut merayakan, berarti istilah toleransi sudah melampaui batas, sudah sesat dan menyesatkan. Jelas ini merugikan Islam dan umat Islam.
.
Apa saja contoh kasus toleransi yang digunakan untuk menghambat Islam?
.
Kasusnya banyak. Selain perayaan Natal oleh pejabat Muslim tadi, masih ada kasus Kristenisasi, Ahmadiyah dan LGBT. Dalam pandangan Islam, tiga hal tersebut adalah sesuatu yang haram dan mungkar. Seorang Muslim tidak boleh membiarkan atau memberikan toleransi terhadap tiga fenomena tersebut di tengah masyarakat yang mayoritas Muslim di Indonesia. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis riwayat Muslim, “Man ra’a minkum munkar[an] fal-yughayyirhu biyadihi, fa in lam yastathi’ fabilisânihi fa in lam yastathi’ fa-biqalbihi wa dzâlika adh’aful îmân.” Artinya, siapa saja yang menyaksikan suatu kemungkaran, hendaklah dia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika dia tak mampu, ubahlah dengan ucapannya. Jika tak mampu juga, ubahlah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.
.
Itulah sabda Nabi saw. yang mewajibkan perubahan atas kemungkaran. Artinya, tidak boleh ada toleransi yang tujuannya membiarkan atau melestarikan kemungkaran.
.
Namun sekarang, atas nama toleransi, umat Islam dipaksa membiarkan kemungkaran-kemungkaran itu. Kristenisasi, yang berarti upaya pemurtadan orang Islam untuk menjadi orang Kristen, didiamkan saja oleh pemerintah. Ahmadiyah yang memurtadkan orang Islam karena meyakini ada nabi lagi setelah Nabi Muhammad saw. juga didiamkan oleh Pemerintah.
.
LGBT juga demikian. Walau jelas-jelas haram, dan menjijikkan tentunya, tetap ada sebagian umat Islam yang mendukung LGBT atas nama toleransi.
.
Walhasil, dengan istilah toleransi, suatu kemungkaran yang mestinya diubah atau dihilangkan, malah dibiarkan, dilestarikan dan terus eksis. Ini jelas menghambat Islam.
.
Ada beragam alasan untuk membenarkan toleransi model itu. Misal, untuk keharmonisan masyarakat, kita harus menghormati agama lain, kelompok lain. Tidak boleh satu ajaran mendominasi. Masyarakat negeri ini beragam bukan hanya Islam. Menurut ustadz, bagaimana?
.
Begini. Sebenarnya yang berkembang saat ini adalah toleransi model Barat, bukan toleransi ala Islam. Toleransi Barat ini latar belakang kemunculannya adalah konflik antara agama Katolik dan Protestan dalam masyarakat Barat pada era Reformasi, kira-kira abad ke-16 Masehi. Menurut Prof. Muhammmad Ahmad Mufti dalam kitabnya Naqdu at-Tasâmuh al-Librâli (Kritik Terhadap Toleransi Liberal), ide toleransi Barat didasarkan pada 3 (tiga) gagasan pokok: sekularisme (al-lâdiniyyah), relativisme (an-nisbiyyah) dan pluralisme-demokrasi (at ta’addudiyah wa ad dimuqrathiyyah).
.
Sekularisme menjadi syarat mutlak bagi terwujudnya toleransi. Sebabnya, kalau agama campur tangan dalam urusan masyarakat, yaitu negara menggunakan suatu agama untuk mengatur masyarakat, maka yang terjadi adalah dominasi satu agama atas agama lain. Dominasi satu agama ini tidak akan dapat dihentikan, kecuali dengan jalan memisahkan agama dari negara.
.
Relativisme menjadi konsekuensi logis sekularisme. Relativisme merupakan pandangan bahwa kebenaran masing-masing agama itu relative. Tidak ada kebenaran sebuah agama yang absolute. Karena itu tidak boleh ada pemaksaan suatu keyakinan agama kepada penganut agama lain. Pandangan ini tak mungkin ada, kecuali setelah ada sekularisme, yaitu setelah agama dipisahkan dari urusan negara.
.
Adapun pluralisme-demokrasi, merupakan cara pandang liberal terhadap kemajemukan masyarakat baik kemajemukan secara agama, politik, budaya, dan asal usul, sedemikian sehingga masing-masing kelompok dianggap mempunyai hak legal untuk eksis di tengah kemajemukan yang ada.
.
Nah, dengan memahami tiga ide dasar itu, kita bisa menjelaskan dan mendudukkan berbagai alasan yang sering dipakai untuk menjustifikasi toleransi ala Barat yang ada saat ini. Misalnya kalau dikatakan toleransi perlu agar “tidak boleh satu ajaran mendominasi”, ini berarti akar idenya adalah relativisme agama. Kalau dikatakan bahwa “harus menghormati agama lain” atau “masyarakat ini beragam bukan hanya Islam” maka akar idenya adalah pluralisme-demokrasi. Demikiran seterusnya.
.
Bagaimana pandangan Islam terhadap ide-ide yang mendasari toleransi ala Barat tersebut?
.
Ketiga ide tersebut tidak relevan untuk umat Islam dan sekaligus bertentangan dengan Islam. Saya katakan tidak relevan dengan umat Islam karena tiga ide tersebut lahir dalam konteks sosio-historis masyarakat Eropa yang Kristiani, yaitu lahir pada Era Reformasi Gereja abad ke-15 dan ke-16 Masehi. Saat itu terjadi konflik antara raja yang berkolaborasi dengan agamawan Katolik, melawan kelompok reformasi dari golongan Protestan, seperti kelompok Martin Luther King. Jadi ide toleransi Barat itu sungguh tidak lahir dari rahim sejarah umat Islam yang berpegang pada akidah dan syariah Islam. Maka dari itu, menerapkan ide toleransi Barat yang didasarkan pada tiga ide tadi, yaitu sekularisme, relativisme dan pluralisme-demokrasi, jelas tidak relevan sama sekali dengan umat Islam. Kalau toleransi ala Barat itu tetap diterapkan di tengah masyarakat Muslim, jelas itu suatu bentuk pemaksaan, atau tepatnya penjajahan, yang justru paradoks dengan semangat toleransi yang selalu digembar-gemborkan Barat. Wong mau menerapkan ide toleransi kok malah melalui jalan pemaksaan, lalu di mana toleransinya?
.
Selain tak relevan dengan umat, tiga ide tersebut juga bertentangan dengan Islam itu sendiri. Sekularisme bertentangan dengan Islam, karena Islam tidak mengenal pemisahan agama dari Negara. Sebaliknya, Islam mempunyai sistem pemerintahan yang diwajibkan Islam atas umat Islam, yaitu Khilafah. Relativisme juga bertentangan dengan Islam, karena al-Quran menyatakan dengan penuh ketegasan, bahwa hanya agama Islam sajalah yang benar dan diridhoi Allah (QS Ali Imran [3]: 19). Pluralisme-demokrasi juga bertentangan dengan Islam. Pasalnya, meski Islam mengakui kemajemukan (pluralitas) sebagai realitas empirik, misalnya manusia itu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku (QS al-Hujurat: 13), Islam berbeda secara fundamental dengan demokrasi dalam hal cara pandang dan pengaturan atas kemajemukan masyarakat. Dalam demokrasi, pengaturan kemajemukan dijalankan menurut hukum buatan manusia, bukan menurut hukum suatu agama tertentu. Sebaliknya, dalam Islam, kemajemukan masyarakat diatur hanya dengan syariah Islam semata.
.
Apakah penggunaan toleransi selama ini dilakukan dengan standar ganda? Seperti apa bisa diberikan contohnya?
.
Memang, kalau saya cermati, toleransi di Indonesia diterapkan dengan standar ganda. Tidak ada standar tunggal yang baku dan diterapkan dalam segala keadaan secara adil. Celakanya, standar ganda tersebut banyak merugikan Islam dan umat Islam. Misalnya, saat Nyepi di Bali, umat Islam yang tidak merayakan Nyepi dipaksa untuk tidak beraktivitas seharian penuh, dengan alasan toleransi. Jadi standarnya adalah, “pihak minoritas menghormati agama mayoritas”. Anehnya, pada saat bulan Ramadhan, ada seruan agar “yang berpuasa harus menghormati yang tidak berpuasa”. Ini benar-benar logika aneh bin ajaib, karena seharusnya standarnya adalah “pihak minoritas menghormati agama mayoritas”. Mestinya, “yang tidak berpuasa menghormati yang puasa.” Jadi terbukti toleransi di Indonesia mempunyai standar ganda, yaitu standar pertama “pihak minoritas harus menghormati agama mayoritas” seperti kasus Nyepi di Bali. Lalu standar kedua, “pihak mayoritas harus menghormati yang minoritas” seperti kasus seruan Ramadhan tadi. Ini gila, bukan?
.
Contoh lain standar ganda toleransi adalah kasus penghapusan tujuh kata Piagam Jakarta, yaitu hapusnya kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Umat Islam sering dipuji sudah bersikap toleran dengan menerima penghapusan tersebut. Padahal jelas penghapusan itu merugikan Islam dan umat Islam. Alasan penghapusan saat itu, sebagaimana disebut Endang Saifuddin Anshari dalam bukunya Piagam Jakarta, karena “ada golongan non-Islam dari Indonesia Timur yang tidak setuju dan akan memisahkan diri kalau tujuh kata itu tidak dihapus.” Ini sungguh aneh karena berarti standarnya adalah “golongan mayoritas harus bersikap toleran terhadap golongan minoritas.” Bukankah standarnya seharusnya “golongan minoritas harus bersikap toleran terhadap golongan mayoritas”? Bukankah seharusnya bangsa Indonesia Timur yang non-Islam itu yang justru toleran terhadap kewajiban menjalankan syariah Islam itu?
.
Apakah di balik penggunaan toleransi itu ada phobia Islam, phobia syariah dan stigma negatif terhadap Islam?
.
Oh, jelas sekali itu. Penjelasannya begini. Tadi sebelumnya sudah saya jelaskan, bahwa toleransi yang ada sekarang adalah toleransi ala Barat, bukan toleransi yang islami. Maka dari itu, tiga ide pokok yang menjadi dasar toleransi Barat yakni sekularisme, relativisme dan pluralisme-demokrasi sudah pasti menjadi asumsi atau anggapan dasar untuk toleransi saat ini walau sifatnya implisit. Nah, karena landasan toleransi saat ini adalah sekularisme, maka wajar kalau mereka sangat anti terhadap Islam atau syariah atau Khilafah. Mengapa? Karena semua itu jelas akan dianggap bertentangan dengan prinsip sekularisme. Demikian juga karena toleransi yang ada sekarang asasnya adalah relativisme, maka para penganjur toleransi walaupun orang Islam, tidak akan mungkin menganggap Ahmadiyah adalah suatu penyimpangan atau kemungkaran. Mengapa demikian? Karena para penganjur toleransi itu memandang jika Ahmadiyah dianggap menyimpang dari ajaran Islam, berarti itu bentuk pemaksaan agama kepada kaum Ahmadiyah. Begitu juga karena landasan toleransi sekarang adalah pluralisme-demokrasi, yang mengharuskan pengaturan kehidupan berdasar aturan non agama, maka wajar kalau para penganjur toleransi menjadi phobia terhadap syariah.
.
Jadi, yang menjadi masalah adalah, ide toleransi yang ada sekarang adalah toleransi ala Barat yang liberal, yang didasarkan pada sekularisme, relativisme, dan pluralisme-demokrasi, yang ujung-ujungnya akan membawa pada sikap anti terhadap Islam.
.
Bagaimana Islam mengatur keragaman dan mengatur non-Muslim dan agama selain Islam?
.
Dalam hal pengaturan keragaman atau kemajemukan masyarakat, secara garis besar ada dua ketentuan syariah Islam. Pertama: Jika yang diatur itu umat Islam, maka yang menjadi aturan adalah syariah Islam. Maka dari itu, umat Islam harus tunduk kepada syariah Islam dalam segala hal yang terkait dengan kehidupan mereka, misalnya adat-istiadat, bahasa, cara berbusana, kesenian, perkawinan, makanan, dan sebagainya.
.
Kedua: Jika yang diatur adalah umat non-Islam seperti penganut Yahudi, Nasrani, Hindu, Budha, dan sebagainya, maka aturan yang diterapkan ada dua macam. Jika menyangkut kehidupan umum, misalnya dalam bidang kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya, maka umat non-Islam harus tunduk kepada syariah Islam. Adapun jika menyangkut kehidupan pribadi, seperti agama, ibadah, makanan, pakaian, dan perkawinan, maka umat non-Islam dibolehkan menjalankan agamanya masing-masing. Mereka tidak boleh dipaksa masuk Islam. WalLâhu a’lam. []
.
[Sumber: ABAD KHILAFAH Network]

Kala pengadilan menvonis potong tangan sultan Muhammad al fatih

#InilahHebatnyaHukumIslamBilaDiterapkan
.
KALA PENGADILAN MEMVONIS POTONG TANGAN SULTAN MUHAMMAD AL FATIH
.
Mahkamah.co. Sultan Muhammad Al Fatih, Sang Penakluk, divonis oleh Mahkamah Syariat agar tangannya dipotong. Vonis itu dikeluarkan oleh qadhi, karena Sultan Al Fatih memerintahkan memotong tangan seorang insiyur Romawi. Sultan Al Fatih mematuhi perintah pengadilan itu. Bagaimana ceritanya?
.
Sultan Al Fatih secara nyata membuktikan kebenaran Hadist Rasulullah akan takluknya Konstantinopel di tahun 1453. Penaklukkan itu membuat gempar seantero dunia.
.
Sultan Al Fatih kemudian mengubah Konstantinopel menjadi pusat ibukota Utsmaniyah. Selama kepemimpinan Sultan Al Fatih, Utsmaniyah mencapai puncaknya. Kehidupan berjalan baik dan maju. Namun hasrat Sultan Al Fatih untuk terus menaklukkan tak terhenti. Bahkan dia sempat merangsek menuju kota Roma. Hal inilah yang membuat penguasa Roma, mengungsi dari singgasananya.
.
Meski demikian, kepemimpinan Sultan Al Fatih di dalam negeri bisa dibilang cukup adil. Hukum yang diterapkan benar-benar berwibawa. Malah dia sendiri sempat divonis bersalah hukuman potong tangan oleh Mahkamah al Isti'naf (pengadilan) di era itu.
.
Kasusnya bermula ketika Sultan Al Fatih berniat mendirikan sebuah masjid Jami’ di kota Islambol itu. Dia kemudian menugaskan seorang Insinyur Romawi, Epsalanti, untuk memimpin dan mengawasi proyek pembangunan Masjid itu. Epsalanti memang dikenal insinyur yang mumpuni.
.
Salah satu perintah Sultan, bahwa tiang-tiang masjid Jami’ itu mesti dibuat dari bahan marmer. Tiang-tiang itu juga harus dibuat tinggi, agar masjid Jami' bisa dilihat dari berbagai penjuru. Sultan Al Fatih pun menentukan batas ketinggian yang harus dicapai itu. Perintah itu langsung ditujukannya kepada Epsalanti tadi.
.
Akan tetapi dalam pembangunannya, Epsalanti malah memotong tiang-tiang itu. Hingga ketinggian tiang Masjid Jami' itu tak seperti yang dipesan oleh Sultan. Epsalanti bersikap demikian karena suatu sebab. Ketika Sultan mengetahui hal itu, dia marah besar. Epsalanti dianggap melakukan pencurian karena mengurangi ketinggian tiang-tiang tadi. Sultan Al Fatih pun memerintahkan agar tangan Epsalanti dipotong.
.
Ternyata keputusan itu langsung dieksekusi. Tangan Epsalanti dipotong. Pasalnya tiang-tiang yang sudah dibawa dari tempat yang jauh, menjadi tak berguna sama sekali. Perintah potong tangan itu dikeluarkan Sultan Al Fatih dalam keadaan emosi dan marah.
.
Tapi nasi sudah jadi bubur. Tangan Epsalanti sudah terpotong. Sultan Al Fatih pun sempat menyesali keputusannya itu. Karena dianggapnya perintah itu terlalu berlebihan.
.
Namun di mata Epsalanti, tindakan Sultan itu sudah kelewatan. Itu sudah dianggap sebuah kedzaliman, begitulah pandangan Epsalanti. Alhasil dirinya pun mengadukan Sultan Al Fatih kepada Mahkamah Al Isti'naf itu.
.
Di Mahkamah itu ada seorang qadhi yang dikenal adil. Namanya Syaikh Shari Khidr Jalabi. Dialah yang kemudian mengadili kasus ini. Qadhi Syakh Shari Khidr Jalabi kemudian mengutus orang untuk memanggil Sultan Al Fatih untung datang ke pengadilan. Karena, walau sebagai Sultan, Al Fatih mendapat aduan dari seorang rakyatnya yang menuntut keadilan.
.
Mendapat panggilan dari qadhi, Sultan tak ragu menghadiri pengadilan itu. Ketika hari persidangan, Sultan Al Fatih pun masuk ke ruangan sidang. Sultan Al Fatih kemudian duduk di barisan tempat duduk yang disediakan. Tapi sikap Sultan itu kemudian dihardik oleh qadhi Syaikh Shari Khidr Jalabi.
.
"Anda tidak boleh duduk, Tuan!" hardik sang Qadhi, tanpa ragu. Sultan Al Fatih terkejut. Dia terdiam.
.
"Engkau harus tetap berdiri di samping lawan engkau itu," tegas Qadhi lagi.
.
Sultan Al Fatih pun menurut. Sosok yang begitu disegani oleh belantara Eropa, diam seribu bahasa didepan sang Qadhi. Karena Al Fatih sangat mematuhi hukum Islam.
.
Kemudian Sultan Al Fatih berdiri berjejer dengan Epsalanti itu. Sang Insiyur itu kemudian membeberkan kedzaliman yang telah diterimanya itu. Ketika giliran Sultan berbicara, Al Fatih mendukung apa yang telah dijelaskan oleh sang Insiyur. Dia tak membantahnya.
.
Setelah Sultan Al Fatih selesai bicara, ia pun diminta berdiri. Qadhi Syakh S
.
hari Khidr Jalabi berpikir sejenak. Tidak lama kemudian Qadhi itu mengeluarkan vonisnya untuk Sultan Al Fatih.
"Berdasarkan aturan-aturan Syariat, maka tangan Engkau juga harus dipotong sebagai bentuk qishash, wahai Sultan!"
Yang terkejut justru sang insinyur ketika mendengarkan putusan itu. Dia tak menyangka, seorang Sultan Islam, yang menunjuk Qadhi itu sebagai hakim, malah dikenakan hukuman potong tangan oleh qadhi itu sendiri.
.
Tubuh Epsalanti sampai bergetar mendengar putusan qadhi itu, atas kasus yang dilaporkannya. Sultan Al Fatih hanya terdiam sembari berdoa. Epsalanti sama sekali tak menyangka vonis seperti itu yang bakal dikeluarkan oleh qadhi. Padahal niat awal Epsalanti adalah dia menuntut ganti rugi karena tangannya telah dipotong.
.
Epsalanti kemudian bangkit. Dengan suara gemetar, tercekak dan terbata-bata, dia malah memutuskan untuk menarik kasusnya itu.
.
"Saya tak menyangka hasilnya seperti ini, saya memutuskan untuk menarik pengaduan saya terhadap Sultan," tutur Epsalanti terbata-bata. Padahal Sultan Al Fatih sudah sangat menerima putusan itu. Karena hal itu merupakan konsekwensi yang harus ditegakkan bagi seorang muslim.
.
Epsalanti pun berujar lagi bahwa sesungguhnya dia berharap adanya ganti rugi belaka atas kasus yang dialaminya. Karena dia beralasan memotong tangan Sultan Al Fatih sama sekali tak member manfaat buat dirinya.
.
Karena permintaan Epsalanti yang seperti itu, Qadhi pun memutuskan agar Sultan Al Fatih membayarkan 10 keping Dinar kepada Epsalanti, sebagai ganti rugi atas memotong tangannya. 10 Dinar itu mesti dibayarkan Sultan Al Fatih setiap bulan kepada Epsalanti. Begitulah hukuman itu dijatuhkan.
.
Namun Sultan Al Fatih memutuskan untuk membayar 20 Dinar setiap hari sepanjang hidupnya kepada sang insinyur itu. Hal itu dilakukan Sultan Al Fatih sebagai hadiah atas ungkapan kegembiraannya karena lolos dari hukuman qishash dan bentuk penyelesaiannya atas kasus itu.
.
Begitulah sistem peradilan Islam. Kisah keadilan seperti ini tentu sangat muskyl ditemui dalam sistem hukum yang tak merujuk pada Al Quran dan As Sunnah.
.
sumber: Kitab Rawai' min at-Tarikh al-'Usmani.

Asal usul DEMOKERASI

ASAL USUL DEMOKRASI
Oleh Bushido Santoso
.
1. Demokrasi berasal dari bahasa yunani,
δημοκρατία (dēmokratía) yang artinya
kekuasaan rakyat, Demokrasi terbentuk dari kata
: δῆμος (dêmos) yang berarti rakyat dan
κράτος (kratos) yang berarti kekuatan atau
kekuasaan. Maka Dari Segi bahasa, Demokrasi
sering di artikan dengan “Pemerintahan Rakyat”
.
2.Istilah "Demokrasi" pertama kali muncul di
Athena (Yunani)sekitar tahun 508-507 SM,
Pencetusnya adalah Cleisthenes, Cleisthenes
inilah yang sekarang di kenal sebagai “Bapak
Demokrasi”
.
3.Namun umur Madzab demokrasi ala
Cleisthenes ini tidak berlangsung lama,
Demokrasi Mati Setelah di cetuskan, Ini terbukti
tidak ada satupun Negara yang Menerapkan
Sistem pemerintahan ini. Yunani masih di
kendalikan penuh oleh Romawi kuno, yang
menerapkan sistem Teokrasi.
.
4. TEOKTASI adalah system pemerintahan
Gabungan antara pemerintahan Monarki
Absolud dengan Gereja. Gereja bahu membahu
dengan kaum bangsawan dalam menipu rakyat
dengan memberi dogma “Kedaulatan Tuhan”
.
5. Raja adalah Kepanjangan Tangan Tuhan, Titah
Raja adalah Kebenaran Mutlak yang tidak boleh
di kritik dan di bantah. Karena Kekuasaan Raja
yang Tidak terbatas ini, maka Teokrasi
menciptakan pemimpin Dzalim, Otoriter dan
menindas Rakyat (Karena Raja Tidak memiliki
Lembaga yang mengawasi jalannya
pemerintahannya).
.
6. Karena penindasan kaum bangsawan kepada
rakyatnya (di sokong gereja), maka pada abad
14 M terjadi Pergolakan Pemikiran antara para
Filosof dengan Kaum bangsawan (Yang di
dukung Gereja). Pergolakan ini memaksa gereja
(atas titah raja) melakukan Inkuisisi dengan
membunuh 300 Ribu Ilmuan (32 Ribu di
antaranya di bakar Hidup Hidup) atas nama
Kristus.
.
7. Kekejaman sistem teokrasi ini berakhir pada
tanggal 15 mei 1648, dengan terjadinya
perjanjian Westphalia yang mengakhiri Holly
Roman Emperor (kekaisaran romawi)
.
8. Lalu kita pasti bertanya tanya, Sistem apa
yang akan di gunakan oleh para Filosof untuk
mengatur pemerintahan baru nanti ?
.
9. Karena trauma pada sistem teokrasi masa
lampau, dimana ketika itu gereja (Agama) ikut
andil dalam pemerintahan. Gereja justru bahu
membahu dengan kaum bangsawan menindas
rakyatnya, maka para filosof ini menciptakan
ideologi baru yang bernama Sekulerisme,
Sekulerisme adalah sebuah ide yang
memisahkan Agama dari Kehidupan. Agama
cukup mengurusi masalah ibadah saja,
hubungan makhluk dengan Tuhannya, di gereja
gereja saja, Agama terlarang ikut andil dalam
masalah publik (pemerintahan). Ide ini kemudian
di Topang Oleh Ide liberalisme dan kapitalisme.
.
10. Liberalisme adalah Sebuah ide yang
memberikan Hak Sebebas bebasnya kepada
individu tanpa perlu ada keterikatan dengan
apapun (terutama keterikatan dengan Gereja/
Agama)
.
11. Kapitalisme adalah sebuah ide yang
memberikan Individu kebebasan seluas luasnya
untuk Menguasai Pasar, untuk mengexsplorasi
kekayaan Alam tanpa harus terikat dengan
aturan apapun. (sebelumnya (dalam sistem
teokrasi) Pasar hanya di kuasai oleh para
bangsawan saja, yang kaya dan berkuasa hanya
sebatas keturunan raja semata, namun melalui
ide Kapitalisme ini para Borjuis (pemilik Kapital/
modal) meminta Bagian untuk ikut menikmati
Kekayaan.
.
12.Nah setelah para Filosof ini memiliki 3 Ide
Pokok yaitu : SEKULERISME (Sistem politiknya),
LIBERALISME ( sistem pergaulan hidup / tatanan
masyarakat) dan KAPITALISME ( Sistem
Ekonominya) maka ide ide tersebut tidaklah
lengkap tanpa ada sistem Pemerintahannya.
.
13. Dan Akhirnya di pilihlah Sistem DEMOKRASI
untuk menyempurnakan Ide Ide dari para
Filosof tadi, Kenapa di pilih Demokrasi ????
Karena Prinsip demokrasi “kedaulatan Rakyat” di
nilai Pas Untuk menandingi dan menjadi Anti
tesis/lawan dari “Kedaulatan Tuhan” yang
pernah di gaungkan Gereja tadi (dalam sistem
Teokrasi)
.
14. Akhirnya Demokrasi REBORN, bangkit dari
liang kematian…..
.
15. Demokrasi Modern ala Plato, Montesque
(trias political)inilah yang digunakan untuk
menopang sistem Kapitalisme buatan adam
smith dan david ricardo hingga berjaya saat ini.
Kesimpulan :
.
A. Demokrasi bukan berasal dari Islam, namun
demokrasi lahir dari hasil fikir para Filosof
sebagai anti tesis dari sistem Teokrasi.
.
B. Demokrasi lahir kembali (reborn) sebagai
Reaksi atas Kezaliman Gereja yang bahu
membahu dengan kaum bangsawan
membantai rakyatnya sendiri ( Inkuisisi /
pembunuhan masal para ilmuan atas nama
Kristus)
.
C. Demokrasi juga lahir atas ketidak mampuan
Gereja Menjawab ilmu pengetahuan, kasus
seperti di penjaranya Galileo sampai mati karena
menganggap Matahari sebagai Pusat Tata Surya,
hanya karena mengungkapkan kebenaran yang
di sembunyikan gereja (gereja saat itu
menganggap Bumilah pusat tata surya).
.
D. Begitupun ketika para ilmuan(filosof)
mengatakan bumi itu bulat mereka juga di siksa
karena pendapatnya berbeda dengan gereja
(bumi itu pipih seperti Koin mata uang).
.
E. Demokrasi juga lahir karena Kegagalan Gereja
merumuskan sebuah Ideologi bagi manusia ( ini
wajar karena agama Nasrani itu bukan Sebuah
Mabda/dien, Bukan sebuah aturan hidup bagi
manusia, agama Nasrani sekedar mengurusi
ibadah Ritual semata)
.
F. Dari kesimpulan di atas, semoga bisa
membuka mata kita….bahwa demokrasi bukan
lahir dari konsep islam, demokrasi bukan
tuntunan Nabi Saw, Demokrasi merupakan hasil
olah fikir (produk akal) orang kafir.
.
G. Lalu pantaskah kita mengambil demokrasi
dengan menyampakan syariah & khilafah yang
telah nyata merupakan tuntunan Nabi dan ajaran
Allah Swt ? berfikirlah wahai orang orang yang
beriman, janganlah kalian seperti keledai yang
selalu terjerembab dalam lubang kehinaan !!
.
#IslamRahmatanLilAlamin
Copas

Sidang Pembuktian Gugatan PTUN: Pertarungan antara Dakwah Islam dan Represifme Penguasa

Sidang Pembuktian Gugatan PTUN: Pertarungan antara Dakwah Islam dan Represifme Penguasa.
.
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
.
Ketua KAPI (Koalisi Advokat Pembela Islam)
Kornas Koalisi 1000 Advokat Bela Islam
.
Tidak ada yang spesial dalam sidang agenda pembuktian pada hari Kamis, tanggal 11 Januari 2018. Kuasa Hukum HTI dari kantor Ihza & Ihza Law Firm mengajukan bukti-bukti tertulis terkait upaya gugatan PTUN yang diajukan. Objek sengketa TUN adalah Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan.
.
Namun, ada peristiwa yang menarik yang menurut hemat penulis penting untuk dikabarkan. Pada sidang perkara dengan register No. 211/G/2017/
.
PTUN.JKT, sebagaimana sidang sebelumnya -selalu dihadiri oleh para ulama dan tokoh- yang memenuhi area persidangan untuk memberi dukungan kepada HTI. Sebaliknya, masa pendukung Pemerintah tampak sedikit. Tidak terlihat lagi orang dengan kaos bertulis "Cebong NKRI" hadir dalam persidangan.
.
Polaritas dukungan peserta sidang begitu nampak dan sangat kontras. Pihak Pemerintah didukung oleh massa dengan kaos dan tulisan nyeleneh. Sementara pihak HTI dalam setiap persidangan selalu diikuti dan didukung para ulama baik yang masih muda atau yang sudah sepuh, khusuk menyimak setiap persidangan. Sesekali teriakan takbir "ALLAHU AKBAR" menggema diruang pengadilan.
.
Ada juga pihak-pihak yang mencoba terus mencari panggung dengan berdalih pro Pancasila, penjaga kebhinekaan (tentu saja termasuk yang mengatasnamakan cebong NKRI), mengajukan diri sebagai pihak intervensi. Mungkin pihak-pihak ini tidak paham, ini sidang administrasi, harus ada hubungan kausalitas langsung untuk menjadi pihak yang terdampak oleh objek KTUN yang memenuhi unsur "kongkrit, individual dan final". Mereka ini masih berhalusinasi sidang PTUN seperti sidang MK. Tentu saja, dalam putusan sela pihak intervensi ini ditolak kembali, sebagaimana pihak-pihak intervensi pada persidangan sebelumnya.
.
Secara administrasi rasanya sulit -jika tidak dikatakan mustahil- pihak Pemerintah melalui kemenkumham dapat membuktikan kesalahan HTI. Bagaimana tidak ? SK yang menjadi objek gugatan didalihkan terbit dengan dasar Perpu No. 2 tahun 2017 (saat ini telah disahkan menjadi UU No. 16 tahun 2017). Perppu diterbitkan 10 Juli 2017, objek KTUN diterbitkan 19 Juli 2017. Artinya, dalam tenggang 9 hari sejak 10 Juli 2017 sampai dengan 19 Juli 2017, apa yang mau dibuktikan Pemerintah ?
.
Dalam tenggang 9 hari, Pemerintah tidak pernah mengeluarkan surat teguran atau peringatan, baik ketika UU ormas diberlakukan atau pada periode jeda pasca Perppu ormas diterbitkan. Lantas, Pemerintah mau membuktikan apa ?
.
Muncul argumen sebagaimana diajukan Mendagri Tjahyo Kumolo pada sidang MK yang memuat video kegiatan HTI tahun 2013 yang dijadikan dasar untuk mencabut status BHP HTI. lantas, mungkinkah peristiwa ditahun 2013, dijadikan pertimbangan pencabutan SK pada tahun 2017, padahal SK pencabutan didasarkan Perppu ormas yang juga terbit tahun 2017? Apakah dalam dunia hukum menganut asas retroaktif ?
.
Sidang PTUN: Dakwah vs Represifme Penguasa
.
Kengototan Pemerintah membubarkan HTI, sampai-sampai untuk memenuhi syahwat ini Pemerintah menebitkan Perppu, menunjukan bahwa pemerintah sedang mempraktikkan diktatorisme konstitusi. Meminjam penjelasan Pak Chandra Purna Irawan dari KSHUMI, diktatorisme konstitusi maksudnya adalah menjalankan kekuasaan secara diktator dengan legitimasi hukum dan undang-undang.
.
Perppu menjadi legitimator tindakan Represifme penguasa yang secara sepihak membubarkan HTI, tanpa mediasi, tanpa peringatan, bahkan tanpa pengajuan permohonan pencabutan dihadapan sidang pengadilan.
.
Siapapun bisa memberi penjelasan di pengadilan tentang kesalahan argumen Pemerintah di pengadilan, tetapi siapapun tidak akan mampu memberi penjelasan atas adanya tudingan dan fitnah.
.
Pemerintah tidak pernah mengklarifikasi tudingan dan fitnah yang dialamatkan kepada HTI, jadi bagaimana HTI bisa memberi penjelasan ? Apalagi jika keputusan atas tudingan itu karena sentimen politik, karena kekalahan Ahok misalnya, lantas apa yang mau dijelaskan ?
.
Sehingga, nampak jelas bahwa pertarungan dalam persidangan PTUN Jakarta timur antara HTI vs Pemerintah adalah pertarungan antara dakwah Islam dan Represifme penguasa. Apa soal ? Karena HTI sejak awal mengusung dakwah Islam, tidak mendakwahkan apapun kepada umat selain dari dakwah Islam. Khilafah yang dituding Pemerintah sebagai ideologi HTI sesungguhnya adalah ajaran Islam. Penulis selaku aktivis HTI sejak bertemu HTI dibangku kuliah hingga saat ini telah dikenalkan diskursus Khilafah sebagai ajaran Islam. Seluruh ajaran dakwah yang disampaikan HTI adalah murni dakwah Islam, bukan yang lain.
.
Nampaknya ini yang sulit bagi Pemerintah, Pemerintah paham untuk membubarkan HTI perlu mengalienasi HTI dari umat. Namun, akhirnya umat jua yang memberi penilaian. Apakah umat akan memberikan kepercayaan kepada penjelasan Khilafah ajaran Islam yang disampaikan HTI yang selama ini hidup, berada dan bersama umat. Atau umat memilih tafsir "ideologi Khilafah" yang diproduksi dan dipasarkan penguasa dzalim.
.
Khatimah
.
Sesungguhnya letak pertarungan dakwah Islam dan Represifme rezim bukan terletak pada putusan akhir pengadilan di PTUN. Pertarungan politik antara dakwah Islam dan Represifme penguasa InsyaAllah akan dimenangkan umat yang sudah rindu ingin diatur kembali dengan syariat Islam.
.
Peradilan dunia tidak bisa menjamin keadilan yang hakiki, sebagaimana Al Quran telah menggambarkan cerita dan hikmah dari kisah umat-umat terdahulu. Pada rezim represif Namrud, rezim gagal mengajukan bukti bahwa perusak berhala adalah nabi Ibrahim AS. Nabi Ibrahim bahkan mampu menunjukan argumen, bahwa berhala yang paling besar itulah yang merusak berhala lainnya, karena kapak ada di leher berhala yg paling besar.
.
Namun, rezim Namrud yang IQ nya 200 sekolam menolak argumen Ibrahim dengan menyatakan mana bisa patung merusak patung lainnya, dimana akalnya? Lantas, ketika disampaikan argumen bagaimana mungkin manusia berakal justru menyembah patung? Rezim cebong Namrudz diam, seraya menggunakan Represifme dengan mengeluarkan vonis membakar nabi Ibrahim AS.
.
Begitu juga ketika dalam persidangan nabi Yusuf AS, keterangan ahli menyebut bahwa jika baju yang robek bagian depan Yusuf yang salah, jika bagian belakang maka Zulaikha yang keliru. Namun, toh vonis represif penguasa tetap saja mempersalahkan Yusuf AS dan menjebloskannya ke penjara, meskipun baju yang robek ada di bagian belakang.
.
Semoga persidangan PTUN di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta ini adalah persidangan Qadli Suraih yang memutus sengketa Ali ra, yang tegas menegakkan keadilan meskipun mengadili perkara penguasa. Memberikan Putusan Pengadilan yang akan menghentikan Represifme penguasa sekaligus memberikan pembelaan dan keadilan bagi dakwah Islam.
.
Wahai pengemban dakwah, sesungguhnya pertolongan itu hanya ada pada Allah SWT, melalui kedekatan hamba pada Allah SWT, melalui ketaatan sempurna pada Allah SWT. Maka jemputlah pertolongan itu dengan mendekat kepada-Nya, bersimpuh kepada-Nya, dan hanya tawakal kepadanya.
.
Tidak ada daya upaya, melainkan hanya pertolongan Allah SWT. Sungguh kemenangan itu makin dekat, qarinah pertolongan Allah SWT itu kian nampak, yang dibutuhkan dari kita pengemban dakwah adalah sabar dan ikhlas, dan terus Istiqomah di jalan dakwah.
.
Wallahu a'lam bish Showab. [].

HTI salah pakai kaidah ?

HTI SALAH PAKAI KAIDAH.??*
.
HTI salah pakai kaidah ما لا يتم الواجب إﻻ به فهو واجب untuk dirikan khilafah?
.
Muslimedianews.com ~ HTİ berkata : Menegakkan syariat islam itu wajib hukumnya, dan syariat tidak akan bisa tegak kecuali dengan berdirinya khilafah, oleh sebab itu mendirikan khilafah itu juga wajib hukumnya.
.
Mereka berdalih dengan salah satu Qoidah Fiqhiyah yang berbunyi :
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
Sesuatu yang tidak akan sempurna kewajiban kecuali dengannya maka sesuatu tersebut menjadi wajib hukumnya
.
Maka saya (Ust. Dawam Muallim) jawab :
.
Pertama : Menegakkan syariat islam itu memang wajib hukumnya, tapi siapa yang mewajibkan berdirinya khilafah? Karena Allah Ta'ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk ta'at sesuai dengan kemampuannya, dan tidak memaksa untuk mendirikan khilafah.
.
Kedua : Qoidah Fiqhiyah yang anda gunakan untuk berhujjah itu salah sasaran dan juga salah pemahaman, karena maksud Qoidah itu adalah bahwa "Sesuatu" tersebut sudah diperintahkan oleh syariat, semisal sholat itu wajib, dan sholat tidak akan sempurna kecuali dengan wudhu, oleh sebab itu wudhu menjadi wajib ketika hendak sholat, dan perlu anda ketahui bahwa wudhu itu juga sudah diperintahkan oleh Allah Ta'ala dan juga oleh Rasululloh SAW. Hal ini berada dengan zakat, maka zakat tidak akan sempurna kecuali dengan nishob, dan nishob tidak serta merta menjadi wajib, karena Allah Ta'ala dan Rasululloh SAW tidak pernah mewajibkan setiap muslim untuk menjadi orang kaya harta dengan memiliki harta lebih dari satu nishob. Demikian pula haji, maka haji tidak akan sempurna kecuali dengan istitho'ah (kemampuan lahir dan batin), lalu apakah istitho'ah itu juga menjadi wajib?
.
Dan setelah saya jelaskan panjang lebar ini kok ternyata anda masih belum faham juga, maka berarti anda itu kebangetaaaaaan (perlu diperiksakan ke RSJ terdekat).... oke
.
<<<<<<---------------------------------->>>>>>
.
Maka saya (Abulwafa Romli) menjawab :
.
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
Terlihat setinggi apapun ilmu seseorang, ketika dipakai untuk menolak dakwah syariah dan khilafah, pasti ada yang salah dan sesat pada ilmunya. Di sini akan saya bongkar kesalahan dan kesesatannya :
.
KESALAHAN PERTAMA :
Dawam Muallim salah dalam mencontohkan wudhu untuk shalat masuk ke dalam kaidah:
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
"Sesuatu yang perkara wajib tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu itu adalah wajib". Karena shalat itu disyaratkan (masyruuth) dengan wudhu, seperti hajji disyaratkan (masyruuth) dengan istitha'ah, zakat disyaratkan dengan nishab. Jadi wudhu, istitha'ah dan nishab itu tidak bisa masuk ke dalam ما لا يتم الواجب إلا به / "Sesuatu yang perkara wajib tidak bisa sempurna kecuali dengannya". Jadi posisi wudhu itu sama dengan posisi istitha'ah dan nishob,sama-sama menjadi syaratnya, tidak ada perbedaan antara ketiganya.
.
Lebih jelasnya begini :
Sesuatu yang perkara wajib tidak bisa sempurna kecuali dengan nya / ما لا يتم الواجب إلا به itu terbagi menjadi dua ;
1. Perkara wajib / الواجب yang kewajibannya disyaratkan (masyruuth) dengan sesuatu / ما .
.
Tidak ada khilaf diantara ulama ushul, bahwa menghasilkan syarat itu tidak wajib. Sedang yang wajib hanyalah sesuatu yang telah datang dalil dengan kewajibannya, seperti kewajiban shalat tertentu disyaratkan dengan thoharoh (wudhu atau mandi). Dan thoharoh itu tidak wajib dari sisi seruan (khithob) dengan shalat, tetapi thoharoh hanyalah syarat untuk melaksanakan perkara wajib, dan perkara wajib dalam seruan (khithob) dengan shalat hanyalah shalat ketika syaratnya wujud, yaitu thoharoh. Juga terkait hajji disyaratkan (masyruuth) dengan istitho'ah dan zakat disyaratkan dengan nishab. Dan dalam hal ini ulama telah membuat kaidah sendiri yaitu ;
ما لا يتم الوجوب إلا به فليس بواجب
.
"Sesuatu yang kewajiban tidak bisa sempurna kecuali dengan nya, maka sesuatu itu tidak wajib". Jadi kaidahnya berbeda.
.
2. Perkara wajib yang kewajibannya tidak disyaratkan (masyruuth) dengan sesuatu, tetapi disyaratkan terjadi. Ini terbagi menjadi dua ;
.
2.1. Sesuatu yang bisa dikuasai (maqduur) oleh orang mukallaf. Maka sesuatu ini menjadi wajib dengan seruan tuntutan yang sama atas perkara wajib, tanpa ada perbedaan.
.
Contohnya, seperti membasuh kedua siku, maka tidak bisa sempurna melaksanakan perkara wajib, yaitu membasuh kedua tangan sampai kedua siku, kecuali dengan membasuh bagian dari kedua siku. Jadi hasilnya perkara wajib berupa membasuh kedua tangan itu bergantung kepada hasilnya membasuh bagian dari kedua siku. Oleh karenanya, membasuh bagian dari kedua siku adalah perkara wajib, walaupun tidak datang seruan dengannya, tetapi seruan itu datang dengan sesuatu yang adanya perkara wajib bergantung dengannya. Jadi seruan dari Asy Syaari' itu mencakup kepada perkara wajib, juga mencakup kepada sesuatu yang melaksanakan perkara wajib itu tidak bisa sempurna kecuali dengan nya. Dan penunjukkan seruan (dalalatul khithaab) atas sesuatu itu adalah penunjukkan keharusan (dalalah iltizaam).
.
Bagian ini mencakup segala sesuatu yang melaksanakan perkara wajib tidak bisa sempurna kecuali dengannya, dan sesuatu itu bukan syarat bagi perkara wajib.
.
2.2. Sesuatu yang tidak bisa dikuasai oleh orang mukallaf, maka sesuatu itu tidak wajib, karena firman Allah Ta'ala :
لا يكلف الله نفسا إلا وسعها
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" (Albaqoroh: 286). Dan sabda Nabi saw :
وإذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم . رواه البخاري و مسلم
"Dan ketika aku perintah kalian dengan suatu perkara, maka laksanakanlah ia, selagi kalian punya kesanggupan" (HR Bukhari dan Muslim).
.
Dan membebankan sesuatu yang tidak disanggupi oleh orang mukallaf itu tidak boleh, karena termasuk menisbatkan kezaliman kepada Allah SWT.
.
Contohnya, hingga saat ini Hizbut Tahrir belum bisa menegakkan khilafah karena masih belum mampu atau belum memiliki kesanggupan, tetapi para syabab Hizbut Tahrir tidak berdosa karena sudah mau berusaha.
.
KESALAHAN KEDUA :
Adalah perkataan Dawam Muallim, "siapa yang mewajibkan berdirinya khilafah? Karena Allah Ta'ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk ta'at sesuai dengan kemampuannya, dan tidak memaksa untuk mendirikan khilafah".
.
Sungguh yang mewajibkan berdirinya khilafah adalah Allah SWT dan Rasulullah SAW. Dan cara mewajibkannya tidak seperti ucapan orang bodoh lagi dungu, "Aku Allah atau Aku Rasulullah mewajibkan atas kalian agar mendirikan khilafah". Akan tetapi kewajiban dari Allah SWT dan Rasulullah SAW itu bisa digali dari dalil-dalil syara' dan di sini saya hanya akan menyampaikan tiga dalil syara'nya, yaitu satu ayat al-Qur’an dan dua hadits nabawi, sebagai berikut:
.
1. Allah swt berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَطِيْعُوا اللهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَأُوْلِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ، فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْئٍ فَرُدُّوْهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُوْلِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيْلًا.
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". QS An-Nisa [4]: 59.
.
Pada ayat di atas Allah swt telah menyuruh kaum mukmin agar melaksanakan tiga ketaatan sekaligus; Taat kepada Allah, taat kepada Rasulullah dan taat kepada ulul amri (pemerintah). Perintah taat kepada Allah dan Rasulullah adalah secara mutlak. Sedang perintah taat kepada ulil amri, Allah telah membatasinya dengan kata “minkum”, dan kata “ulil amri” juga diathafkan (digandengkan) kepada kata “ar-Rasul”. Dengan demikian, ulil amri yang wajib ditaati adalah ulil amri yang telah memiliki dua kriteria; Pertama, ulil amri yang taat kepada Allah dan Rasulullah, dimana telah ditunjukkan oleh kata “minkum”, yaitu ulil amri dari kalian yang telah taat kepada Allah dan Rasulullah. Kedua, ulil amri yang pemerintahannya mengikuti pemerintahan Rasulullah saw, dimana telah ditunjukkan oleh peng-athaf-an kata “ulil amri” kepada kata “ar-Rasul”. Dengan demikian ulil amri yang memenuhi dua kriteria di atas itu hanya ada pada khalifah dengan pemerintahan khilafahnya. Dan ketika khalifah tidak ada, maka ayat itu menjadi perintah untuk mengadakannya, karena mustahil bagi Allah menyuruh kaum muslim untuk menaati sesuatu yang tidak ada.
.
2. Rasulullah saw telah bersabda:
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى إِخْتِلَافًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسَنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِى النَّارِ. رواه أحمد وأبو داود والترميذي وابن ماجه عن العرباض بن سارية رضي الله عنه.
.
"Aku wasiat kepada kalian dengan taqwa kepada Allah swt, mendengar dan taat (kepada khalifah atau amir), meskipun kalian dipimpin oleh seorang hamba sahaya, karena sesungguhnya siapa saja di antara kalian yang masih diberi hidup, maka ia akan melihat banyak perselisihan. Maka hendaklah kalian berpegang teguh (meyakini, mempraktekkan dan memperjuangkan) dengan sunahku dan sunah para khalifah yang cerdas dan mendapat petunjuk, gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham, dan jauhilah segala perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru adalah bid'ah, setiap bid'ah adalah sesat dan setiap sesat itu di neraka". HR Imam Ahmad, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Majah dari Irbadl bin Sariyah ra.
.
Pada hadits di atas Nabi saw telah mewajibkan (mewasiatkan) atas kaum muslim agar mendengar dan taat kepada ulil amri, meskipun yang menjadi ulil amri adalah seorang budak sahaya. Dan beliau saw telah mengabarkan bahwa dikemudian hari akan terjadi banyak perselisihan, yaitu perselisihan dalam urusan politik, karena konteks hadits ini membicarakan urusan politik. Oleh karena itu, Nabi saw pada sabda berikutnya telah memerintahkan agar kaum muslim berpegang teguh dengan sunnahnya juga dengan sunnah para khalifah yang cerdas dan mendapat petunjuk, yaitu empat khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra). Berpegang teguh dengan sunnah Nabi saw itu secara umum dimana mencakup semua urusan kehidupan beragama. Sedang berpegang teguh dengan sunnah para khalifah yang empat itu secara khusus, yaitu dalam urusan politik, karena empat sahabat tersebut adalah para pemimpin politik, yaitu para khalifah, dalam negara khilafah. Lalu Nabi saw melarang kaum muslim dari segala bid’ah, yaitu bid’ah yang menyalahi sunnah Nabi saw secara umum, dan bid’ah yang menyalahi sunnah para khalifah yang empat secara khusus, yaitu bid’ah dalam urusan politik, karena seperti diatas konteks hadits ini adalah konteks politik.
.
Dengan demikian, sangat jelas bahwa doktrin politik Islam (Ahlussunnah Waljama’ah) adalah doktrin politik khilafah, bukan selain khilafah, karena di samping Nabi saw telah menyuruh berpegang teguh dengan sunnah para khalifah yang empat, juga telah melarang segala bid’ah yang menyalahi sunnah tersebut.
.
3. Rasulullah saw bersabda:
بَادِرُوْا بِالْأَعْمَالِ فِتَناً كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيْعُ أَحَدُهُمْ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا قَلِيْلٍ. رواه أحمد ومسلم والترميذي عن أبي هريرة رضي الله عنه.
“Bersegeralah kalian ber-aktifitas untuk mengatasi fitnah yang seperti malam yang gelap, dimana seorang laki-laki mukmin di pagi hari dan kafir di sore hari, mukmin di sore hari dan kafir di pagi hari. Salah seorang dari mereka menjual agamanya dengan materi dunia yang sedikit”. HR Ahmad, Muslim dan Tirmidzi dari Abu Hurairah ra.
.
Nabi saw telah menyuruh kaum muslim agar ber-aktifitas untuk mengatasi fitnah yang laksana malam yang gelap. Fitnah yang laksana malam yang gelap adalah fitnah yang menyelimuti semua sendi dan lini kehidupan, baik kehidupan keluarga, masyarakat maupun kehidupan bernegara. Fitnah dengan kriteria seperti itu saat ini tidak ada yang lain, selain fitnah ideologi. Dan saat ini hanya ideologi kapitalisme yang sedang menyelimuti dunia dengan kegelapannya. Karena dari ideologi kapitalisme telah memancar berbagai kebebasan yang menjadi pangkal fitnah terhadap umat manusia secara umum, dan terhadap umat Islam secara khusus. Ideologi kapitalisme juga telah memancarkan berbagai ide, pemikiran dan sistem, seperti HAM, demokrasi, pluralisme, singkretisme, dialog antar agama dan doa bersama lintas agama.
.
Saat ini, sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi saw, dengan mudahnya seorang mukmin menjadi kafir hanya karena diimingi materi dunia yang sedikit. Sebut saja salah satu partai politik yang pada awalnya sangat getol memperjuangkan tegaknya syariat Islam, belum lama ini dengan beraninya dan tanpa malu-malu salah seorang pentolannya menolak syariat dan diamini oleh yang lainnya. Lalu bagaimana dengan partai politik yang sejak awal sudah anti formalisasi syariat. Belum lagi terkait sejumlah individu dari para tokoh organisasi Islam, mereka dengan mudahnya menjadi corong-corong peradaban Barat yang kapitalis dan menolak formalisasi syariat dan khilafah, padahal organisasinya mengklaim paling Aswaja, lagi-lagi hanya karena diimingi materi dunia yang sedikit.
.
Oleh karena itu, aktifitas yang diperintahkan oleh Nabi saw dan yang dibutuhkan saat ini, adalah aktifitas menegakkan ideologi Islam, yaitu menegakkan Khilafah Rasyidah Mahdiyyah yang akan menerapkan Islam secara total, karena ideologi Islam itu laksana siang yang terang benderang, dimana dalam satu riwayat Nabi saw pernah bersabda: “Taroktukum ‘ala al-baidlaa’ allati lailuhaa kanahaarihaa” (Aku tinggalkan kalian di atas agama yang terang benderang dimana malam harinya seperti siang harinya). Jadi gelapnya ideologi kapitalisme itu harus dilawan dengan terangnya ideologi Islam. Tidak dengan aktifitas yang kecil-kecil yang laksana menyalakan lilin dan lampu di malam yang gelap gulita, seperti mendirikan berbagai jam’iyyah istighatsah, amar-makruf dan nahi-munkar, dan organisasi keagamaan yang lain, karena semuanya tidak akan dapat mengalahkan fitnah ideologi kapitalisme yang sedan.g menyelimuti dunia.
.
Saya tidak menyalahkan aktifitas berbagai jam’iyyah dan organisasi lilin dan lampu di atas. Akan tetapi kesalahannya adalah ketika mereka berhenti ditempatnya. Artinya aktifitas itu menjadi puncak tujuannya, sehingga tidak nyambung dengan aktifitas ideologis yang besar. Dan lebih salah lagi ketika mereka justru menolak penerapan ideologi Islam melalui penegakkan khilafah. Jadi mereka lebih senang hidup di malam yang gelap dan enggan bahkan menolak hidup di siang hari yang terang. Itulah letak kesalahannya.
.
Ringkas kata, sesungguhnya konteks (mafhum) hadis diatas adalah menyuruh kaum muslim agar beraktifitas menerapkan ideologi Islam, yaitu melalui penegakkan kembali daulah khilafah rasyidah mahdiyyah, sebagai doktrin dan institusi politik ASWAJA.
.
KESALAHAN KETIGA :
.
Dawam Muallim sama sekali tidak memahami perbedaan antara TIDAK MAMPU dan TIDAK MAU. Terkait dengan para syabab Hizbut Tahrir adalah tidak mampu karena semuanya sudah mau bahkan sudah berjuang. Akan tetapi menegakkan khilafah itu bukan hanya kewajiban atas Hizbut Tahrir, tetapi kewajiban atas seluruh ummat Islam, tentu sesuai kesanggupannya masing-masing. Sungguh, seandainya seluruh ummat Islam itu sudah mau dan sudah berjuang, maka menegakkan khilafah itu mudah dan cepat, tidak perlu bertahun-tahun. Sebagaimana ummat Islam dahulu, ketika khilafah runtuh maka ummat segara menegakkannya dalam waktu dekat. Karena sudah mau dan sudah berjuang. Begitu pula sekarang, ketika ummat sudah mau dan sudah berjuang, maka tegaknya khilafah hanya menghitung pekan atau bulan saja.
.
Ingat, bahwa ummat Islam adalah semua muslim-muslimah yang ada di dalam semua jama'ah dan jam'iyyah islamiyyah, dan berada di seluruh negeri-negeri Islam, bukan hanya di Hizbut Tahrir.
.
Jadi firman Allah SWT dan sabda Nabi SAW diatas, yakni firman Allah Ta'ala :
لا يكلف الله نفسا إلا وسعها
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" (Albaqoroh: 286). Dan sabda Nabi saw :
وإذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم . رواه البخاري و مسلم
.
"Dan ketika aku perintah kalian dengan suatu perkara, maka laksanakanlah ia, selagi kalian punya kesanggupan" (HR Bukhari dan Muslim), keduanya sangat tepat ditujukan kepada para syabab Hizbut Tahrir dan lainnya, yaitu mereka yang sudah mau dan sudah berjuang, bukan kepada mereka yang masih belum mau dan belum berjuang.
.
AKHIR KALAM :
Dari pemaparan di atas, sangat tepat memasukkan penegakkan khilafah untuk kesempurnaan kewajiban ber-Islam kaaffah ke dalam kaidah:
.
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
"Sesuatu yang perkara wajib tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu itu adalah wajib". Karena ber-Islam kaaffah itu tidak disyaratkan dengan khilafah, dan penegakkan khilafah dicakup oleh dalil wajibnya ber-Islam kaaffah, karena khilafah termasuk ajaran Islam ... ... ...
(Jadi siapa yang perlu diperiksakan ke RSJ terdekat)
.
Wallahu a’lam bish shawaab ...
http://www.abulwafaromli.com/…/…/hti-salah-pakai-kaidah.html
#KhilafahAjaranIslam Yang Akan Mewujudkan Rahmatan Lil Alamin

KENAPA PENGUASA ARAB ANTI KHILAFAH

*KENAPA PENGUASA ARAB ANTI KHILAFAH*
Oleh: _Arif B Iskandar_
.
Maaf, ini adalah bacaan untuk orang yang berpikir. Yang tidak mau berpikir, yang lebih banyak menggunakan rasa amarah murka, dendam dan benci dan sejenisnya dilarang keras membaca tulisan ini.
.
Kenapa? Karena bisa merusak aqidah dan tauhid anda.
.
Sekali lagi maaf, ini bukan fatwa. Ini adalah refleksi dan sikap saya pribadi dalam menulis, maka sangat dianjurkan untuk tidak membaca tulisan ini, apalagi jika iman anda sudah setinggi langit. Tulisan ini tidak akan berbasa-basi. No compromise!
.
Hidup ini sederhana, jangan buat gaduh kalau tidak ingin di buat gaduh, jangan cari-cari masalah kalau ngak ingin bermasalah, jangan menuduh bukan-bukan tanpa bukti atau fakta.
.
*Mari kita berbicara ilmiah.*
.
Pertama-tama, saya ingin bertanya kepada anda, menurut anda, apakah memperjuangkan Khilafah merupakan kesalahan? Menyesatkan? Atau bid’ah lah kata orang yang aqidahnya setinggi langit. Apakah sesat!?
.
_“Jika menegakkan khilafah suatu kesalahan dan menyesatkan, saya minta bukti dari segi Al Quran, Sunnah, Ijma dan Qiyas?”_
.
*Kedua*, saya masih bertanya, jika saya memperjuangkan khilafah adalah kesalahan dan menyesatkan, walau 4 imam madzhab mewajibkannya. Lalu bagaimana orang yang mengingkari khilafah?
.
Berkaitan dengan ini, saya lebih spesifik lagi, kenapa negara arab dan penguasa-penguasa arab menolak khilafah? Apakah karna tidak ada dalilnya? Atau karna faktor dendam dan benci!?
Saya akui…
.
Salah satu kehebatan negara Arab Saudi selama ini adalah keberhasilannya dalam menipu kaum Muslim, seakan-akan negaranya merupakan cerminan dari negara Islam yang menerapkan al-Quran dan Sunnah.
.
Keluarga Kerajaan juga menampilkan diri mereka sebagai pelayan umat hanya karena di negeri mereka ada Makkah dan Madinah yang banyak dikunjungi oleh kaum Muslim seluruh dunia.
.
Penguasa Saudi juga terkesan banyak memberikan bantuan kepada kelompok-kelompok Islam maupun negeri-negeri Islam untuk mencitrakan mereka sebagai “pelayan umat” dan penjaga dua masjid suci Khadim al-Haramain.
.
Akan tetapi, citra seperti itu semakin pudar mengingat sepak terjang keluarga Kerajaan selama ini, terutama persahabatannya dengan Amerika dan sekutunya yang mengorbankan kaum Muslim.
.
Arab Saudi merupakan salah satu negara di Dunia Islam yang cukup strategis, terutama karena di negara tersebut terdapat Baitullah di Makkah yang menjadi pusat ibadah haji kaum Muslim seluruh dunia.
.
Apalagi perjalanan Islam tidak bisa dilepaskan dari wilayah Arab Saudi. Sebab, di sanalah Rasulullah saw. lahir dan Islam bermula hingga menjadi peradaban besar dunia.
.
Arab Saudi juga sering menjadi rujukan dalam dunia pendidikan Islam karena di negara tersebut terdapat beberapa universitas seperti King Abdul Aziz di Jeddah dan Ummul Qura di Makkah yang menjadi tempat belajar banyak pelajar Islam dari seluruh dunia.
.
Dari negara ini, muncul Gerakan Wahabi yang banyak membawa pengaruh di Dunia Islam.
Lebih jauh, Saudi sering dianggap merupakan representasi negara Islam yang berdasarkan al-Quran dan Sunnah.
.
Namun demikian, di sisi lain, Saudi juga merupakan negara yang paling banyak dikritik di Dunia Islam.
.
Sejak awal pembentukannya, negara ini dianggap memberontak terhadap Khilafah Utsmaniyah.
.
Sejarahnya juga penuh dengan pertumpahan darah lawan-lawan politiknya.
.
Banyak pihak juga menyoroti tindakan keras yang dilakukan oleh rezim ini terhadap pihak-pihak yang menentang kekuasaan Keluarga Saud.
.
Tidak hanya itu, Saudi juga dikecam karena menyediakan daerahnya untuk menjadi pangkalan militer AS.
.
Kehidupan keluarga kerajaan yang penuh kemewahan juga banyak menjadi sorotan.
Secara ekonomi, Saudi juga menjadi incaran negara-negara besar di dunia karena faktor kekayaan minyaknya.
.
*PENGUASA ARAB PERSAHABATAN DENGAN Israel,*
.
Oke, ini mulai nampak terang benerang, siapa sesungguhnya yang tersesat dan penghianat itu, saya atau anda?
.
_Sebagai sesama muslim, tentu anda dan saya tidak suka berbau sesatkan?_
.
Apalagi saudara itu sampai saling berkhianat. Untuk menutupi penghianatan itu.
.
_Hanya satu cara, Klaim ahlu sunnah. Klaim Salaf, klaim ini dan itu. Bolehlah, namun fakta sejarah tidak dapat di bohongi._
.
_Mengutip Perkataan David Ben Gurion._ Perdana Menteri Israel yang pertama:
*_“Seandainya saya seorang pemimpin Arab, saya tidak akan pernah menandatangani sebuah perjanjian dengan Israel._*
.
Adalah hal yang normal; kami telah merampas negara mereka. Benarlah, Tuhan menjanjikan tanah itu kepada kami, tapi bagaimana hal itu dapat menarik perhatian mereka?
.
Tuhan kami bukanlah Tuhan mereka. Telah ada Anti Semitisme, Nazi, Hitler, Auschwitz, tapi apakah itu kesalahan mereka? Mereka tidak melihat malainkan satu hal: kami telah datang dan telah mencuri tanah mereka. Kenapa mereka mau menerima itu?”
Begitu katanya. (BACA : Kutipan oleh Nahum Goldmann in Le Paraddoxe Juif. The Jewish Paradox :121)
.
Bahkan Ben Gurion, perdana menteri pertama Israel menganggap penanda tanganan sebuah perjanjian dengan seorang penguasa muslim dengan Negara Israel adalah suatu pengkhianatan atas masyarakat yang mereka wakili.
.
Namun, pada hari ini para penguasa muslim itu tidak hanya puas dengan pengkhianatan yang mereka lakukan dengan menanda tangani perjanjian-perjanjian dengan Negara Israel, bahkan mereka juga bekerja untuk melakukan normalisasi hubungan antara Negara yang keberadaanya tidak sah itu dengan Negara-negara muslim dan mereka juga melawan setiap penentangan atas Negara penjajah Israel.
.
_Hal inilah yang menyebabkan mengapa Ben Gurion menganggap para penguasa muslim itu berada satu tenda dengan Israel ketika dia mengatakan bahwa para penguasa Arab adalah barisan pertama pertahanan bagi Israel, dia juga mengatakan “Para rezim muslim adalah artifisial dan mudah bagi kamu untuk menganggap remeh mereka”_
.
Apa yang dia maksud sebagai artifisial adalah bahwa para penguasa muslim itu telah dipaksakan keberadaanya atas ummat sejak dihancurkannya Khilafah Usmani pada tahun 1924. (BACA : David Ben-Gurion, Mei 1948, kepada Staf Umum. Dari Ben-Gurion, A Biography, karangan Michael Ben-Zohar, Delacorte, New York 1978)
~~~~
*Pertanyaannya adalah, mengapa penguasa arab tidak bisa lepas dari cengkraman israel dan amerika?*
*Kaitannya…*
.
Mengapa penguasa arab anti terhadap khilafah, anti pergerakan khilafah? Dan menyesatkan perjuangan khilafah?
.
Jika penguasa arab anti khilafah, klaim negara islam arab itu hanya omong kosong! Negara islam kok anti khilafah?
.
“Ada main sama yahudi dan amerika ya? “hayoo ngaku.
.
*Benarkah Saudi merupakan negara Islam?*
*Jawabannya, “Tidak sama sekali”*
.
Apa yang dilakukan oleh negara ini justru banyak yang menyimpang dari syariat Islam. Beberapa bukti antara lain:
.
Berkaitan dengan sistem pemerintahan, dalam pasal 5A Konstitusi Saudi ditulis:
.
*_“Pemerintah yang berkuasa di Kerajaan Saudi adalah Kerajaan. Dalam Sistem Kerajaan berarti kedaulatan mutlak ada di tangan raja”_*
.
Artinya Rajalah yang berhak membuat hukum. Meskipun Saudi menyatakan bahwa negaranya berdasarkan pada al-Quran dan Sunnah, dalam praktiknya, dekrit rajalah yang paling berkuasa dalam hukum.
.
*_“Sementara itu, dalam Islam, bentuk negara adalah Khilafah Islamiyah, dengan kedaulatan ada di tangan Allah SWT”_*
.
Dalam sistem kerajaan, rajalah yang juga menentukan siapa penggantinya; biasanya adalah anaknya atau dari keluarga dekat, sebagaimana tercantum dalam pasal 5C:
.
*_“Raja memilih penggantinya dan diberhentikan lewat dekrit kerajaan. Siapa pun mengetahui, siapa yang menjadi raja di Saudi haruslah orang yang sejalan dengan kebijakan AS”_*
.
*_“Sementara itu, dalam Islam, Khalifah dipilih oleh rakyat secara sukarela dan penuh keridhaan”_*
.
Dalam bidang ekonomi, dalam praktiknya, Arab Saudi menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Ini tampak nyata dari dibolehkannya riba (bunga) dalam transaksi nasional maupun internasional di negara itu.
.
Hal ini tampak dari beroperasinya banyak bank ribawi di Saudi seperti The British-Saudi Bank, American-Saudi Bank, dan Arab-National Bank. Hal ini dibenarkan berdasarkan bagian b pasal 1 undang-undang Saudi yang dikeluarkan oleh Raja (No M/5 1386 H).
.
Saudi juga menjadi penyumbang saham IMF, organisasi internasional bentuk AS yang menjadi “lintah darat ” yang menjerat Dunia Islam dengan riba.
.
Saudi adalah penanam saham no. 6 yang terbesar dalam organisasi itu. Ada bukti lain yang menunjukkan bahwa ekonomi Saudi adalah ekonomi kapitalis, yakni bahwa Saudi menjadikan tambang minyak sebagai milik individu (keluarga Kerajaan dan perusahaan asing), padahal minyak adalah milik umum (milkiyah ‘amah) yang tidak boleh diberikan kepada individu.
.
Kerajaan Saudi juga dibangun atas dasar rasialisme dan nasionalisme. Hal ini tampak dari pasal 1 Konstitusi Saudi yang tertulis:
.
*_“Kerajaan Saudi adalah Negara Islam Arab yang berdaulat_*(a sovereign Arab Islamic State).
.
Sementara itu, dalam Islam, Khilafah adalah negara Islam bagi seluruh kaum Muslim di dunia, tidak hanya khusus orang Arab. Tidak mengherankan kalau di Saudi seorang Muslim yang bukan Saudi baru bisa memiliki bisnis atau tanah di Saudi kalau memiliki partner warga Saudi.
.
Atas dasar kepentingan nasional, Raja Fahd pada 1997 mengusir ratusan ribu Muslim di luar Saudi (sebagian besar dari India, Pakistan, Mesir, dan Indonesia) dari Arab Saudi karena mereka dicap sebagai pekerja ilegal.
.
Bahkan, untuk beribadah haji saja mereka harus memiliki paspor dan visa. Sementara itu, dalam Islam, setiap Muslim boleh bekerja dan berpergian di wilayah manapun dari Daulah Khilafah Islamiyah dengan bebas. Pada saat yang sama, Saudi mengundang ratusan non-Muslim dari Eropa dan tentara Amerika untuk bekerja di Saudi dan menempati pangkalan militer di negara itu.
.
Tidak hanya itu, demi alasan keamanan keluarga Kerajaan, berdasarkan data statistik kementerian pertahanan AS, negara-negara Teluk (termasuk Saudi) sejak tahun 1990-November 1995 telah menghabiskan lebih dari 72 miliar dolar dalam kontrak kerjasama militer dengan AS. Saat ini, lebih dari 5000 personel militer AS tinggal di Saudi.
.
*MEMBERONTAK KEPADA KHILAFAH, BERSEKUTU DENGAN INGGRIS.*
.
Secara resmi, negara ini memperingati kemerdekaannya pada tanggal 23 September. Pada saat itulah, tahun 1932, Abdul Aziz yang dikenal juga dengan sebutan Ibnu Sa‘ud.
.
Memproklamirkan berdirinya Kerajaan Saudi Arabia “al-Mamlakah al-‘Arabiyah as-Su‘udiyah” Abdul Aziz pada saat itu berhasil menyatukan dinastinya. Menguasai Riyad, Nejed, Ha-a, Asir, dan Hijaz.
.
Abdul Aziz juga berhasil mempolitisasi pemahaman Wahabi untuk mendukung kekuatan politiknya.
.
Sejak awal, Dinasti Sa‘ud secara terbuka telah mengumumkan dukungannya dan mengadopsi penuh ide Wahabi yang dicetuskan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang kemudian dikenal dengan Gerakan Wahabi.
.
Dukungan ini kemudian menjadi kekuatan baru bagi Dinasti Sa‘ud untuk melakukan perlawanan terhadap Khilafah Islamiyah.
.
Hanya saja, keberhasilan Dinasti Sa‘ud ini tidak lepas dari bantuan Inggris. Mereka bekerjasama untuk memerangi pemerintahan Khilafah Islamiyah.
.
Sekitar tahun 1792-1810, dengan bantuan Inggris mereka berhasil menguasai beberapa wilayah di Damaskus. Hal ini membuat Khilafah Islamiyah harus mengirim pasukannya untuk memadamkan pemberontakan ini.
.
Fase pertama, pemberontakan Dinasti Saud berhasil diredam setelah pasukan Khilafah Islamiyah berhasil merebut kota ad-Diriyah.
.
Namun kemudian, beberapa tahun kemudian, Dinasti Sa‘ud, di bawah pimpinan Abdul Aziz bin Abdurrahman, berupaya membangun kembali kekuataannya.
.
Apalagi pada saat itu, Daulah Khilafah Islamiyah semakin melemah.
.
Pada tahun 1902, Abdul Aziz menyerang dan merebut kota Riyadh dengan membunuh walinya Gubernur Khilafah ar-Rasyid.
.
Pasukan Aziz terus melakukan penaklukan dan membunuh pendukung Khilafah Utsmaniyah dengan bantuan Inggris.
.
“Salah satu sahabat dekat Abdul Aziz Abdurrahman adalah Harry St. John Pilby, yang merupakan agen Inggris”
.
Philby menjuluki Abdul Aziz bin Abdurrahman sebagai “Seorang Arab yang Beruntung”, sementara Abdul Aziz menjulukinya dengan “Bintang Baru dalam Cakrawala Arab”
Philby adalah orang Inggris yang ahli Arab yang telah lama menjalin hubungan baik dengan Keluarga Sa‘ud sejak misi pertamanya ke Nejed pada tahun 1917. Pada tahun 1926, Philby tinggal di Jeddah. Dikabarkan kemudian, Philby masuk Islam dan menjadi anggota dewan penasihat pribadi Raja pada tahun 1930.
(Lihat: Goerge Lenczowsky, Timur Tengah di Tengah Kencah Dunia, hlm. 351).
.
Keterangan tambahan dari status diatas.
Di halaman2 awal, buku Kayfa hudimat al-khilafah karya Abdul Qadim Zallum (Amir HT II) dalam bab Munculnya Gerakan Wahhabi disebutkan bahwa sejak awal, Muhammad bin Saud (pendiri daulah Su’udiyah) adalah antek inggris. (sayang tidak disebutkan sumbernya!) Dan dia menjadikan gerakan Wahabi sebagai tunggangannya. Diperalat atau dimanfaatkan. Dan menjadikan pendapat2 pendirinya yakni Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab sebagai legalitas atas kebijakan2nya, dan menjadikannya sebagai madzhab negaranya.
.
Syaikh Zallum tidak menjelek2an Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab walau mengkritiknya dan gerakannya.. Bahkan menyebut Syaikh Muhammad sebagai seorang Mujtahid.
.
Penyebutan Wahabi asalnya dari pemerintah Inggris. Untuk memberikan kesan buruk. Secara gerakan ini dipandang sangat mmbahayakan dan mengancam Inggris.
.
Permusuhannya terhadap Inggris luar biasa sebagaimana permusuhannya terhadap kesyirikan. Nama gerakan aslinya adalah Muwahidun yang para pengikutnya disebut ikhwan. Lahir di Nejed.
Disebut Muwahidun karena misi dakwah dan gerakannya adalah Tauhid. Yang mana di Nejed dan sebagian besar wilayah Arab, baik yang dikuasai Utsmani atau yang bukan, kesyirikan kembali meraja lela luar biasa pada waktu itu.
.
Dalam dakwahnya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ini mengalami banyak sekali penentangan yang keras dan pengusiran. Beliau berfikir bahwa Dakwah Tauhid ini tidak akan bisa tegak tanpa adanya kekuatan dan kekuasaan. Berapa penguasa wilayah atau “sultan2 kecil” yang beliau kontak, baik itu “wali” nya utsmani atau bukan, semua menolak dengan keras dan mengusir beliau. Hingga beliau dapatkan “nushrah” dari Muhammad bin Saud penguasa Ad-Dir’iyyah yang menerima dakwahnya.
.
Kemudian bersama2 menyebarkan dan menegakkan ajaran Tauhid ini dengan dakwah dan kekuatan/kekuasaan dengan berdirinya dawlah Saudiyah.
.
Jadi model dakwah yang mirip2 ijtihad ht yakni kontak2 tokoh dan “thalabun-nushrah” justeru sudah dijalankan gerakan “Wahabi” jauh2 hari sebelumnya.
Kala itu Daulah Turki Utsmani sendiri sudah tidak bisa diharapkan karena didominasi oleh berbagai macam bid’ah dan shufiyyah sesat dan kesyirikan2 (lht di buku Bangkit Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah nya Syaikh Ash-Shalabi).
.
Wali Utsmani di Mesir yang ditugasi pemerintah pusat Utsmani untuk menumpas gerakan Muwahidun, yakni Muhammad Ali Pasha dan anaknya, Ibrahim Pasha (kebalik gak ya??) yang paling sadis dalam memerangi gerakan dan dakwah tauhid kala itu adalah antek Prancis. Sesuatu yg tdk disadari oleh pemerintah pusat di Turki.
.
Daulah Su’udiyah didirikan oleh Imam Muhammad bin Saud amir Ad-Dir’iyyah pada thn 1744. Masa ini dan beberapa puluh tahun setelahnya masih lurus in syaa Alloh.
.
Kemudian menyimpang parah pada masa raja Abdul Aziz pada tahun 1922 kalau gak salah, dengan menjalin kerjasama dan menjadi antek inggris.
.
Masa itu pula para ikhwan muwahidun terpecah. Ada yang masih pro dinasti saud, ada yang kemudian keluar, mufaraqah dari dan bahkan memerangi dinasti saud yang sudah jauh menyimpang itu. (Lht. Membongkar Kekafiran Negara Saudi, Syaikh Al-Maqdisi)
.
Dan tentang bagaimana hubungan antara pemerintah Saudi dengan Amerika, ada salah satu buku terpercaya yang bisa dibaca: Wa’du Kissinger karya Syaikh DR. Safar Hawali, dosen aqidah di univ. Ummul Qura Makkah yang kemudian beliau ditangkap, dicopot dari jabatannya dan lalu diusir oleh pemerintah Saudi karena bukunya tsb. Padahal isi buku tersebut adalah fakta, peringatan kepada pemerintah dan nasehat kepada dewan ulama kibar Saudi.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan

BENARKAH HIZBUT TAHRIR MUDAH MENGKAFIRKAN ORANG LAIN?

BENARKAH HIZBUT TAHRIR MUDAH MENGKAFIRKAN ORANG LAIN?


Berikut ini adalah kutipan dari salah satu subbab dalam kitab Hizbut Tahrir: Tsaqafatuhu wa Manhajuhu karya Muhammad Muhsin Radhi, yang mengupas tsaqafah dan metode Hizbut Tahrir dalam menegakkan negara khilafah. Di salah satu subbab itu terdapat subbab tentang at-takfir (pengkafiran). Untuk mengetahui lebih lanjut pemahaman Hizbut Tahrir tentang konsep takfir (pengkafiran), mari kita lihat penjelasan berikut ini.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Saya (Muhammad Muhsin Radhi) tidak menemukan di dalam kitab-kitab Hizbut Tahrir dan publikasi-publikasinya bahasan tersendiri yang mengkaji topik pengkafiran (takfir). Akan tetapi saya menemukan sejumlah selebaran dan jawab su’al yang menyinggung persoalan ini dengan bentuk yang umum, belum terperinci. Hizbut Tahrir berpendapat tidak boleh mengkafirkan seseorang di antara kaum Muslim, selama ia bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad Rasulullah, disertai dengan keyakinan hatinya, dan selama ia tidak mengingkari sesuatu di antara persoalan agama yang telah diketahui secara pasti, serta tidak mengingkari hukum yang telah ditetapkan berdasarkan dalil yang qath’i. Dalam hal ini Hizbut Tahrir berdalil dengan sabda Rasulullah SAW.:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Barangsiapa yang mati, sedang ia yakin bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, maka ia masuk surga”[1]

Dan sabdanya:
مَنْ لَقِيتُ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ بَشَّرْتُهُ بِالْجَنَّةِ
“Siapapun yang aku temui sedang ia bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, dengan disertai keyakinan hatinya, maka aku sampaikan kabar gembira kepadanya dengan surga”. [2]

Dan nash-nash yang sejenisnya.

Kemudian, Hizbut Tahrir menyatakan:
“Nash-nash ini jelas bahwa siapa pun yang bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, dan Muhammad Rasulullah, dengan disertai keyakinan hatinya, maka ia termasuk di antara penghuni surga, bukan penghuni neraka. Siapa saja yang menjadi penghuni surga, maka tidak mungkin kecuali ia seorang Muslim, mustahil ia seorang Kafir. Hal ini menunjukkan bahwa seorang Muslim tidak dikafirkan sebab dosa yang dilakukannya, selama ia tidak mengingkari sesuatu di antara persoalan agama yang telah diketahui secara pasti, serta tidak mengingkari sesuatu (hukum) yang telah ditetapkan berdasarkan dalil yang qath’i.[3]

Hizbut Tahrir mengutip pernyataan Imam Nawawi: “Ketahuilah bahwa mazhab ahlul haq (Ahlussunnah) adalah tidak mengkafirkan seseorang di antara ahlul qiblah (orang yang bertauhid) sebab ia melakukan dosa, serta tidak mengkafirkan orang yang menjadi budak nafsu dan pelaku bid’ah. Dan siapa pun yang mengingkari sesuatu di antara agama Islam yang diketahui dengan pasti, maka ia dihukumi murtad dan kafir. Begitu juga hukum bagi yang menghalalkan zina, khamr, pembunuhan, atau perkara-perkara haram yang lain, yang keharamannya diketahui dengan pasti”.[4]

Sebagimana yang disebutkan oleh Hizbut Tahrir di beberapa selebarannya bahwa seorang Muslim dikafirkan sebab salah satu dari empat perkara: al-i’tiqad (keyakinan), asy-syak (keraguan), al-qaul (perkataan) dan al-fi’l (perbuatan). Adapun keyakinan, maka itu jelas. Sebab orang yang meyakini, misalnya, al-Masih itu putra Allah, dikafirkan, meskipun ia melakukan semua amalan-amalan Islam. Begitu juga orang yang meragukan al-Qur’an sebagai firman Allah, misalnya, dikafirkan, meskipun ia melakukan semua amalan-amalan Islam.

Hizbut Tahrir menjelaskan bahwa pernyataan yang tidak menunjukkan pengingkaran secara pasti atas sesuatu yang qath’i, namun masih ada kemungkinan lain, maka ia tidak dikafirkan.

Adapun jika pernyataan itu menunjukkan dengan pasti pengingkaran atas sesuatu yang oleh Islam diperintahkan untuk diyakininya, atau sesuatu itu merupakan perkara yang pasti dan ditetapkan melalui jalan yang menghasikan keyakinan, yakni ia merupakan sesuatu yang pasti, maka hal ini perlu dilihat dulu. Jika penyataan itu mengutip dari orang lain dengan sekedar mengutip tanpa menyakininya, maka ia tidak dikafirkan, yakni orang yang menyampaikan kekufuran bukan kafir. Hanya saja jika penyampaian itu termasuk pengajaran pemikiran-pemikiran kufur, maka harus diajarkan bersamanya bantahannya di atas metode al-Qur’an. Jika tidak, maka ia berdosa.

Adapun jika pernyataan yang menunjukkan pengingkaran atas sesuatu yang pasti itu keluar dari dirinya sendiri, maka ia dikafirkan, baik ia meyakini maupun tidak. Seperti orang yang mengatakan: Allah itu zalim. Atau mengatakan: al-Qur’an itu dari Muhammad bukan dari Allah. Sehingga dalam hal ini ia dikafirkan. Sebab pernyataan ini secara pasti menunjukkan atas pengingkaran kepada sesuatu yang sifatnya qath’i.

Sedangkan perbuatan, maka melakukan perbuatan-perbuatan kufur, tidak diragukan lagi adalah kufur. Apabila seorang Muslim menjalankan peribadatan agama Nashrani (Kristen), maka ia kufur. Ikut bersama mereka, ketika mereka sedang menjalankan peribadatannya adalah kufur. Bersujud kepada patung adalah kufur. Menggunakan syi’ar peribadatan yang di dalamnya orang Kristen melangsungkan peribadatannya adalah kufur. Mengajarkan peribadatan agama Kristen atau Yahudi adalah kufur. Membangun gereja adalah kufur. Menyumbang untuk pembangunan gereja adalah kufur. Dan seterunya. Tidak ada bedanya antara peribadatan agama Kristen dengan agama Budha, antara peribadatan agama Kristen dengan bersujud kepada patung, semuanya kufur, melakukannya juga kufur. Sebagaimana perbuatan-perbuatan ini dilakukan oleh orang-orang kafir, yaitu Kristen, Yahudi, Majusi dan yang lainnya. Sebab mereka diperintahkan melakukannya sesuai agama mereka, dan sesuai tuntutan akidah mereka, yang karena akidah itulah mereka menjadi kufur. Maka semuanya merupakan perbuatan-perbuatan kufur. Apalagi perbuatan yang dinyatakan dengan tegas oleh syara’ bahwa yang melakukannya adalah kufur. Perbuatan-perbuatan ini juga merupakan perbuatan-perbuatan kufur. Dua jenis dari perbuatan-perbuatan ini adalah kufur secara pasti.

Adapun pelaku perbuatan-perbuatan ini perlu dilihat dahulu, sebagaimana perkataan. Apabila perbuatan itu tidak bisa ditakwil lagi, dalam arti perbuatan yang ia lakukan tidak meneriman takwil, sebab ia melakukan perbuatan yang orang-orang kafir diperintahkan untuk melakukannya, atau melakukan perbuatan yang oleh syara’ dinyatakan kufur, maka dalam hal ini jelas orang yang melakukan adalah kafir. Sedangkan, apabila perbuatan itu masih menerima takwil, dalam arti ia melakukannya mungkin bisa ditakwil, bahwa ia melakukan tidak seperti yang orang kafir diperintahkan, maka dalam hal ini ia tidak dikafirkan, sebab ia masih memenangkan aspek iman. Seperti orang yang membawa Taurat dan membacanya. Sebab, orang kafir diperintah membacanya karena motivasi ibadah dan keyakinan, dan dalam hal ini bisa saja ia membacanya untuk pengetahuan, atau untuk membantah isinya. Orang yang masuk kedalam gereja tidak dikafirkan. Sebab orang kafir diperintah masuk untuk peribadatan. Mungkin dalam hal ini terkadang ia memasukinya untuk melihat-lihat. Dan begitu juga seterusnya. Apabila di sana masih ada peluang takwil apapun, dan tidak untuk diniati, maka pelakunya tidak dikafirkan.[5]

Adapun orang yang mengatakan bahwa kufur adalah apa yang dikatakan kufur oleh syara’. Sementara itu tidak terdapat satu pun nash syara’ bahwa membangun gereja, melakukan peribadatan agama Nashrani, atau melakukan perbuatan di antara perbuatan-perbuatannya adalah kufur.

Pernyataan ini dibantah oleh Hizbut Tahrir bahwa syara’ benar-benar telah menyatakan sesungguhnya akidah Nashrani itu kufur. Kekufuran itu datang dari segala sesuatu yang ada di dalamnya: pemikirannya, hukum-hukumnya, dan perbuatan-perbuatan yang diperintahkannya. Sehingga pemikirannya kufur, hukumnya kufur, dan perbuatannya juga kufur. Syara’ benar-benar telah menegaskan bahwa perbuatan-perbuatan yang diperintahkan oleh akidah kufur adalah kufur juga. Sebab arti kufur itu adalah melakukan kekufuran. Sehingga melakukan peribadatan agama Nashrani atau melakukan perbuatan di antara perbuatan-perbuatan agama Nashrani adalah kufur secara pasti.[6]

Dalam Jawab Su’al seputar persoalan, apabila kaidah hukum yang tidak diketahu (dikhususkan) contohnya diterapkan atas orang yang melakukan perbuatan di antara perbuatan-perbuatan kufur, seperti membantu perlengkapan gereja, sedang ia tidak mengerti hukum dalam hal ini. Hizbut Tahrir menjawab: “Sesungguhnya kaidah yang tidak diketahui (dikhususkan) contohnya, maka kaidah umum mencakup orang yang melakukan perbuatan di antara perbuatan-perbuatan kufur, seperti membangun gereja. Hanya saja ia tidak mengerti hukum di antara hukum-hukum yang tidak diketahui contohnya itu”.[7]

Di antara perkara-perkara penting yang dikaji oleh Hizbut Tahrir terkait dengan masalah pengkafiran adalah bahasan tentang berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah. Lalu, Hizbut Tahrir menyebutkan firman Allah SWT.:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”.[8]

Dan firman-Nya:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”.[9]

Dan firman-Nya:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik”.[10]

Melalui ayat-ayat ini, Hizbut Tahrir berpendapat bahwa barangsiapa yang berhukum kepada selain yang diturunkan Allah SWT., maka ia tidak lepas dari dua perkara: mungkin ia berhukum kepada selain yang diturunkan Allah SWT., dan ia meyakini bahwa Islam sudah tidak layak lagi untuk diterapkan, maka orang yang demikian ini kafir, keluar dari agama Islam; atau mungkin juga ia berhukum kepada selain yang diturunkan Allah SWT., namun ia masih meyakini bahwa Islam layak dan pantas untuk diterapkan, maka orang yang demikian ini hanya berkaisat, tidak kafir.

Adapun cara menentukannya, maka perhatikan, sesungguhnya sikap dan perbuatan para penguasa menunjukkan hal itu. Barangsiapa yang sikap dan perbuatannya menunjukkan pada tidak adanya keyakinan bahwa Islam layak dan pantas untuk diterapkan --meski ia menampakkan selain itu-- maka atasnya diterapkan firman Allah SWT.: “Mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. Sebab, mereka tidak beriman kepada kelayakan Islam untuk pemerintahan dan peradilan. Mereka dikafirkan sebab sikap dan perbuatannya ini, yakni mereka tidak beriman dengan Islam. Mereka, tidak diragukan lagi adalah kafir. Sebab, mereka bebas (tidak terbebani) ketika menerapkannya. Adapun apabila para penguasa itu masih beriman kepada kelayakan Islam, namun hubungannya dengan orang-orang kafir membuat mereka menerima hukum selain hukum Allah, mungkin karena takut, atau mungkin karena mereka yakin bahwa mereka tidak mampu menerapkan Islam, maka mereka tidak kafir, selama iman mereka masih ada. Sebab mereka tidak merasa bebas (terbebani) ketika menerapkannya. Akan tetapi dengan perbuatannya itu mereka zalim dan fasik. Karena mereka melakukan keharaman.

Sebagaimana Hizbut Tahrir menjelaskan bahwa berhukum dengan selain yang diturunkan Allah itu kufur, zalim dan fasik tidak terbatas untuk para penguasa saja, namun untuk manusia dalam menjalani hubungan yang sifatnya individual, atau pada semua hubungannya. Sesungguhnya, siapa saja yang meyakini bahwa Islam tidak layak untuk solusi problem ini dan itu, dan yang layak itu selain Islam, maka ia kafir. Adapun jika ia meyakini kelayakan Islam, namun ia takut kepada penguasa dan tekanan undang-undang, maka ia zalim dan fasik.[11]

Hizbut Tahrir juga menjelaskan: “Dari sini, keyakinan untuk memisahkan agama dari kehidupan, atau memisahkannya dari negara adalah kekufuran yang nyata”.[12]

Sebab, Hizbut Tahrir berpendapat bahwa mayoritas penguasa kaum Muslim tidak hanya bermaksiat, atau berbuat fasik saja, namun mereka melakukan kekufuran secara nyata, yang mengeluarkannya dari agama Islam. Sesungguhnya mulut-mulut dan pena-pena yang dijadikan alat pembenaran oleh mereka para penguasa, dan pembenaran bagi sistem kufur yang diterapkannya adalah mulut-mulut dan pena-pena yang pemiliknya orang-orang munafik, kufur, mereka kufur yang sebenarnya, yang akan mengeluarkannya dari agama Islam. Sesungguhnya mereka yang setuju dengan sepenuh hati terhadap para penguasa dan dengan sistem kufur yang mereka terapkan adalah kafir, kufur yang sebenarnya, yang akan mengeluarkannya dari agama Islam.[13]

Di dalam Jawab Su’al tentang menghina agama: “Menghina agama adalah kufur jika penghinaan terhadap agama dilakukan dengan sengaja, dan memang diniati untuk menghina agama. Adapun apabila penghinaan terhadap agama itu kebiasaannya ketika marah, atau pada saat bertengkar dengan orang lain, maka ia dianggap bermaksiat, bukan kufur. Dan apa yang terjadi pada manusia sekarang, yang akhir-akhir ini mereka banyak mencela agama, bahwa mayoritas mereka tidak bermaksud mencela dan melecehkan agama, maka dengan cacian dan penghinaan ini mereka hanya bermaksiat dan berdosa saja. Mereka bukan orang-orang kafir yang murtad. Sedang orang yang bermaksiat dan melakukan dosa besar tidak menyebabkan perceraian dengan istrinya, sehingga hubungan suami istri tetap berlangsung antara keduanya”.[14]

Dan kami mengakhiri masalah pengkafiran (takfir) menurut Hizbut Tahrir dengan mengutip apa yang diyatakannya mengenai hukum murtad.

Hizbut Tahrir berkata: “Hukum murtad bagi seorang Muslim adalah jika seorang Muslim murtad dari agamanya, maka ia diminta untuk bertaubat. Jika ia tidak bertaubat, maka ia dibunuh, dengan catatan apabila ada negara yang menerapkan hudud. Sedang di Dar (Negara) Kufur, tentu di sana tidak ada negara yang menerapkan hudud, maka kaum Muslim di sana memperlakukannya seperti perlakuan terhada orang-orang Musyrik, sehingga jika ia perempuan tidak boleh dinikahi oleh laki-laki Muslim, dan jika ia laki-laki tidak boleh dinikahkan dengan wanita Muslim, serta kaum Muslim tidak boleh memakan sembelihannya. Adapun jika ia bukan Muslim, yakni kafir, maka apabila ia kafir kitabi dan ia murtad lalu masuk agama lain, maka di Dar (Negara) Islam, ia tidak dibunuh. Bahkan ia berhak meninggalkan agamanya dan lalu memeluk agama lain. Ia tidak termasuk ke dalam sabda Rasulullah SAW.:

مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ

“Barangsiapa yang mengganti agamanya, maka ia harus dibunuh”.[15]

Sebab orang-orang kafir adalah satu agama. Hanya saja, jika ia seorang kafir kitabi yang keluar dan masuk ke dalam agama lain yang bukan kitabi, maka sembelihannya tidak boleh dimakan, dan jika perempuan tidak boleh dinikahi, artinya ia diperlakukan seperti perlakuan terhadap pemeluk agama yang murtad. Dalam hal ini tidak ada bedanya antara yang ada di Negara Islam dengan yang ada di Negara Kafir. Atas dasar itu, seorang Muslim apabila menjadi penganut Ba’ats, Sosialis, atau Druze, maka ia sungguh telah murtad dari Islam. Selanjutnya, ia diperlakukan seperti perlakuan terhadap orang-orang murtad. Adapun bukan Muslim apabila ia menjadi penganut Baath, maka ia tidak murtad dari agamanya, sebab penganut Baath menyatakan pemisahan agama dari negara, sehingga ia tidak murtad dari agamanya. Sedang apabila ia menjadi penganut Sosialis atau Druze, maka ia murtad dari agamanya. Dan selanjutnya ia diperlakukan seperti perlakuan terhadap orang-orang Musyrik. Sehingga jika ia perempuan, maka ia tidak boleh dinikahi, dan sembelihannya tidak boleh dimakan”.[16]

Berdasarkan metodologi sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Hizbut Tahrir mengkaji sejumlah permasalahan-permasalahan yang terkait dengan akidah. Seperti: qadha’ dan qodar,[17] kemaksuman Rasul,[18] wahyu,[19] petunjuk dan kesesatan,[20] tawakkal,[21] sifat-sifat Allah SWT.,[22] rezeki,[23] kematian,[24] dan lainnya. Beberapa permasalahan ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan para ulama. Namun beberapa yang dikritisi oleh Hizbut Tahrir, dan menempatkannya sebagai topik yang memang diperdebatkan, serta menjelaskan pendapat-pendapat ulama terkait dengan hal itu. Kemudian Hizbut Tahrir mengelurkan pendapat yang berbeda dengan yang lain, di antara pendapat-pendapat yang telah ada sebelumnya.

Pendek kata, saya (Muhammad Muhsin Radhi) berpendapat bahwa Hizbut Tahrir tidak menyimpang dalam hal metode dan dasar-dasar umum bagi akidah dari apa yang telah ditetapkan oleh jumhur ulama. Meskipun di beberapa kesimpulan yang terperinci untuk beberapa persoalan akidah Hizbut Tahrir terkadang sampai pada sesuatu yang belum pernah dicapai oleh ulama sebelumnya. Seperti yang saya dapati bahwa Hizbut Tahrir memasukkan pada pemikiran Islam dalam masalah-masalah akidah beberapa perkara penting yang pantas untuk diperhatikan, utamanya dalam mendefinisikan akidah menurut pengertian umum, serta syarat kesesuaian dengan fitrah dan diterima akal dalam menetapkan sah tidaknya sebuah akidah.

CATATAN KAKI:

[1] Diriwayatkan oleh Muslim. Lihat: Shahih Muslim, vol. I, hlm. 55.
[2] Diriwayatkan oleh Muslim. Lihat: Shahih Muslim, vol. I, hlm. 59.
[3] Lihat: Jawab su’al, 1 Dzul Hijjah 1410 H./22 Juni 1990 M..
[4] Syarah an-Nawawi ‘ala Muslim, vol. I, hlm. 150.
[5] Lihat: Memorandum dengan judul: al-Qiyam bi Amali Kufrin Kufrun Shurahun, dikeluarkan Hizbut Tahrir, 8 Rajab 1380 H./26 Desember 1960 M.. Memorandun ini dikeluarkan tidak lama setelah Perdana Menteri Libanon yang Muslim, Shaib Salam, Ketua Parlemen yang Muslim, Shabri Hamadah, para Menteri yang mereka itu Muslim, beberapa anggota Parlemen yang mereka juga Muslim melakukan salatnya Kaum Nashrani dalam Bakrki di Libanon. Memorandum dengan judul: Zu’ama’ al-Muslimin Yu’duna al-Jizyah li al-Hukkam an-Nashara Shalatan fi al-Kana’is wa Irtidadan an al-Islam, dikeluarkan Hizbut Tahrir, 18 Rajab 1281 H./16 Desember 1961 M.; dan Jawab Su’al, 25 Maret 1969 M.
[6] Lihat: Memorandum dengan judul: al-Qiyam bi Amali Kufrin Kufrun Shurahun, dikeluarkan Hizbut Tahrir, 8 Rajab 1380 H./26 Desember 1960 M.. Memorandun ini dikeluarkan tidak lama setelah Perdana Menteri Lebanon yang Muslim, Shaib Salam, Ketua Parlemen yang Muslim, Shabri Hamadah, para Menteri yang mereka itu Muslim, beberapa anggota Parlemen yang mereka juga Muslim melakukan shalatnya Kaum Nashrani dalam Bakrki di Lebanon.
[7] Lihat: Jawab Su’al, 25 Maret 1969 M..
[8] QS. Al-Maidah [5] : 44.
[9] QS. Al-Maidah [5] : 45.
[10] QS. Al-Maidah [5] : 47.
[11] Lihat: Nizham al-Hukmi fi al-Islam, hlm. 240; pamplet dengan judul: Hukm al-Islam fi at-Taqayyud bi Ahkam al-Islam, dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir, 16 Dzul Qa’dah 1395 H./11 September 1975 M.; nasyrah “Syahru Ramadhana Alladzi Unzila fihi al-Qur’ana Hudan li Annasi wa Bayyinatin min al-Huda wa al-Furqan”, Hizbut Tahrir/wilayah Yordania, 29 Sya’ban 1403 H./10 Juni 1963 M.; dan Jawab Su’al, 1395 H./1975 M.. Di sini perlu ditegaskan bahwa masalah menghukumi penguasa yang berhukum dengan selain yang diturunkan Allah dengan kufur, fasik dan zalim, bukan masalah melawan penguasa ketika penguasa menampakkan kekufuran secara nyata.
[12] Lihat: Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, vol. I, hlm. 27.
[13] Lihat: Nasyrah “Syahru Ramadhana Alladzi Unzila fihi al-Qur’ana Hudan li Annasi wa Bayyinatin min al-Huda wa al-Furqan”, Hizbut Tahrir/wilayah Yordania, 29 Sya’ban 1403 H./10 Juni 1963 M..
[14] Lihat: Jawab Su’al, 15 Pebruari 1977 M..
[15] Diriwayatkan oleh Bukhari. Lihat: Shahih Bukhari, vol. VI, hlm. 2537.
[16] Lihat: Jawab Su’al, 2 Juni 1970 M..
[17] Lihat: Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, vol. I, hlm. 66-97; Nizham al-Islam, hlm. 14-21; Izalah al-Atrubah an al-Judzur, hlm. 11-31; Mafahim Hizb at-Tahrir, hlm. 24-26; al-Fikr al-Islami, hlm. 49-51; dan Nida’ Har, hlm. 6-7.
[18] Lihat: Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, vol. I, hlm. 134-136; dan al-Fikr al-Islami, hlm. 77-79.
[19] Lihat: Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, vol. I, hlm. 137-141.
[20] Lihat: Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, vol. I, hlm. 98-104; dan Izalah al-Atrybah an al-Judzur, hlm. 42-44.
[21] Lihat: Izalah al-Atrubah an al-Judzur, hlm. 40-41.
[22] Lihat: Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, vol. I, hlm. 116-124.
[23] Lihat: Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, vol. I, hlm. 112-124; dan Izalah al-Atrybah an al-Judzur, hlm. 32-37.
[24] Lihat: Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, vol. I, hlm. 104-111; Izalah al-Atrubah an al-Judzur, hlm. 38-39; dan al-Fikr al-Islami, hlm. 20-22.