Friday, May 13, 2011

\\Wasiat Syaikh Al Mujahid Usamah bin Ladin

saya yakin spirit jihad untuk menghancurkan amerika yang masuk kenegeri negeri
muslim akan selalu bergelora ...... Usir tentara AS yang telah menewaskan anak
cucu kita di Irak , Afganistan ..Pakistan , Paletin .....


\\Wasiat Syaikh Al Mujahid Usamah bin Ladin

Voa-Islam.com - Inilah intisari Surat Syaikh Al Mujahid Usamah bin Ladin yang
terangkum dalam buku “At-Taujihat Al-Manhajiyyah 3, Idha’at ala Thariqil
Jihad” yang ditulis langsung oleh Usamah bin Ladin.

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Risalah ini sengaja saya sampaikan kepada Anda semua, khususnya dalam
mengobarkan semangat (tahridh) untuk berjihad, melawan mata rantai penjajahan
besar yang terus mengguncang dan menyerang umat kita. Apalagi, sebagian
penjajahan itu sudah tampak dengan dengan sangat jelas:

Seperti penjajahan yang dilakukan bangsa salibis terhadap Baghdad dengan dibantu
oleh orang-orang murtad terhadap negeri Khilafah, dengan kedok inspeksi terhadap
senjata pemusnah masal.

Contoh lain adalah berbagai konspirasi licik untuk menghancurkan Masjidil Aqsha
dan memberants jihad serta mujahidin di negeri Palestina tercinta dengan kedok
Peta Jalan Damai (Road Map) dan perjanjian Jenewa untuk misi perdamaian.

Demikian juga arus media informasi bangsa salibis yang terus memojokkan umat
Islam..Niat busuk Amerika akhirnya terbukti melalui pernyataan-pernyataan mereka
tentang mendesaknya diadakan perubahan keyakinan, gaya hidup, dan akhlak kaum
muslimin, supaya kaum muslimin menjadi orang yang paling memiliki sikap
toleransi – menurut istilah mereka.

Lebih jelasnya, sebenarnya mereka melancarkan perang terhadap agama dan ekonomi.
Mereka ingin menjauhkan manusia dari menghambakan diri kepada Allah dan
mengubahnya menjadi budak sesama manusia; mereka bertujuan menjajah negeri, dan
merampok kekayaan alamnya. Anehnya lagi, bangsa salib memaksakan sistem
demokrasi dan budaya Amerika dengan menggunakan rudal-rudal bom. Makanya, yang
kita nantikan di masa mendatang nampaknya jauh lebih menyeramkan dan pahit.

Penjajahan Irak hanyalah satu dari sekian mata rantai konspirasi jahat bangsa
Zionis-Salibis. Pada gilirannya nanti, penjajahan global akan merambah
negara-negara Teluk lain, sebagai titik awal untuk memperluas cengkeraman dan
hegemoni mereka terhadap seluruh negara di dunia. Sebab menurut negara-negara
besar, kawasan Teluk adalah kunci untuk menguasai dunia, karena mereka melihat
cadangan minyak dunia terbesar ada di sana.

Jadi, pejajahan Baghdad hanyalah pelaksanaan dari pemikiran dan langkah politik
Amerika yang sudah dirancang jauh hari. Kawasan Teluk sudah menjadi target sejak
lama, hari ini masih saja menjadi target, dan akan terus menjadi target di masa
depan.

Lantas, apa yang sudah kita persiapkan untuk menghadapinya?

Serangan pasukan Zionis-Salibis yang menyerang umat pada hari ini, secara mutlak
adalah serangan yang paling berbahaya dan ganas, pasukan ini mengancam umat
secara keseluruhan, baik dunianya maupun agamanya.

Bukankah Bush sendiri mengatakan bahwa ini adalah perang Salib? Bukankah dia
sendiri mengatakan perang ini akan berlangsung bertahun-tahun dan targetnya ada
60 negara? Kalau kita hitung, bukankah negara-negara Islam berjumlah hampir 60
negara?

Tidakkan Anda semua melihat? Bukankah mereka sendiri mengatakan akan mengubah
agama masyarakat kawasan Teluk yang menyebabkan kebenciannya kepada rakyat
Amerika?

Sungguh mereka ingin menyerang Islam dan ajaran tertingginya (jihad) sebelum
menyerang yang lainnya. Mereka mengerti bahwa mereka tidak akan bisa menikmati
kekayaan alam dan negeri kita selama kita masih menjadi muslim dan mau berjihad.
Renungkanlah semua ini dengan seksama!

●●●●●

Masih dari ungkapan Usamah bin Ladin:

“Dulu, negeri-negeri Islam tidak berhasil dibebaskan dari penjajahan militer
kaum salibis, kecuali dengan mengangkat panji jihad di jalan Allah. Karenanya,
dengan berkedok perang melawan teroris dan bantuan kaum munafik, hari ini bangsa
Barat mati-matian untuk merusak citra jihad dan membunuh siapa saja yang coba
mengangkat panjinya.”

Pada dasarnya, mereka semua tahu, bahwa jihad adalah senjata sangat efektif
untuk menggagalkan seluruh program penjajahan mereka. Jihadlah jalannya, maka
ikutilah jalan tersebut. Sebab, kalau kita mencari cara melawan mereka dengan
selain cara Islam, kita hanya seperti orang yang berputar di lingkaran kosong…

Demi Allah, saya menginginkan keselamatan agama dan dunia kalian. Betapa tidak?!
Kalian adalah saudara-saudaraku seagama, secara nasab pun kalian adalah
keluargaku, dan penunjuk jalan tidak akan berdusta kepada keluarganya. Maka
bukalah telinga dan hati kalian, agar kita bisa mengkaji persoalan yang rumit
ini, dan bagaimana cara untuk keluar dari jalan yang bertubi-tubi ini.

●●●●●

Nampak dengan nyata, bahwa para penguasa dunia Arab itu lemah dan berkhianat.
Mereka tidak berjalan di atas manhaj Islam yang lurus. Tetapi berjalan sesuai
hawa nafsu dan keinginan syahwatnya. Inilah yang menyebabkan mundurnya
perjalanan umat sejak beberapa dekade silam.

Selanjutnya, kita bisa saksikan dengan jelas bahwa solusinya adalah berpegang
teguh pada agama Allah; setelah itu mengangkat kepemimpinan yang kuat lagi
terpercaya, yang menegakkan aturan Al Qur'an kepada kita, serta menegakkan panji
jihad secara sungguh-sungguh...


"Waspadalah semua seruan yang mengajak untuk membuang senjata dengan kedok
dakwah kepada kedamaian. Karena pada dasarnya, itu adalah seruan yang akan
menghinakan dan menyerahkan kita dimangsa musuh. Tidak ada yang mengkampanyekan
seruan-seruan seperti ini selain orang jahil atau munafiq."


●●●●●

Maka, para da'i yang menyeru kepada perbaikan, harus mengetahui, bhwa jalan
menuju perbaikan dan persatuan Islam serta bersatunya mereka di bawah kalimat
tauhid, bukanlah dengan muhadharah (seminar-seminar) yang bersifat teoritis atau
menulis buku saja, tapi harus ada proyek nyata yang melibatkan seluruh elemen
umat - sesuai kemampuan masing-masing, yang tersederhana adalah berdoa dan
memohon kepada Allah, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.

Karena jihad di jalan Allah adalah bagian tak terpisahkan dari Islam, bahkan ia
adalah puncak Islam, mana mungkin Islam akan bertahan tanpa ada puncaknya!

Dan jihad ini sangat mendesak sekali dalam rangka mempertahankan eksistensi
umat, mempertahankan harga diri dan kelanggengannya...

●●●●●

"Saya serukan kepada pemuda Islam untuk berjihad, terutama di Palestina dan
Irak. Saya berwasiat pada diri saya sendiri dan kaum muslimin untuk bersabar dan
bertaqwa, serta melancarkan serangan kepada musuh semaksimal mungkin, dengan
tetap menjaga betul, jangan sampai darah kaum muslimin ikut tertumpah dalam
operasi tersebut...

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang sabar dan bertaqwa.


http://voa-islam.com/news/indonesiana/2011/05/02/14480/wasiat-syaikh-al-mujahid-\
usamah-bin-ladin/

Terlalu! DPR Hamburkan Uang Rakyat Rp 1,2 M untuk Revisi 2 Pasal

Terlalu! DPR Hamburkan Uang Rakyat Rp 1,2 M untuk Revisi 2 Pasal


Jakarta - Rombongan Komisi III DPR tanpa publikasi ke masyarakat berkunjung ke
Jerman selama sepekan. Untuk revisi 2 pasal RUU MK, Komisi III DPR menggunakan
anggaran fantastis hingga Rp 2,2 miliar.


“Anggota Komisi III yang saat ini sedang berada di Jerman, sudah jelas akan
menghambur-hambur uang pajak rakyat sebesar Rp 1,2 miliar. Jadi, pada bulan
April sampai awal Mei 2011 ini, anggota DPR yang melakukan pelesiran ke luar
negeri, secara total telah menghabiskan uang pajak rakyat dengan sia-sia sebesar
Rp 14,5 miliar,” ujar Koordinator Advokasi dan Investigasi Sekretariat
Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi,
dalam siaran pers, Senin (2/5/2011).



Uchok menyayangkan anggaran sebesar itu hanya digunakan untuk studi banding yang
tidak begitu penting. Hal ini dianggapnya sebagai pemborosan uang negara secara
berjamaah oleh anggota DPR.


“Uang sebesar Rp 1,2 miliar sebetulnya tidak perlu dihambur-hambur di Jerman.
Oleh karena revisi RUU MK hanya 2 pasal saja, dan dalam melakukan revisi RUU MK
ini sebetulnya tidak memerluhkan anggaran sebesar Rp 1,2 miliar alias nol
anggaran,” kritiknya.


Uchok berharap aggota DPR menghentikan kunjungan kerjanya ke luar negeri.
“Sekali lagi stop kunjungan pelesiran DPR. Karena ini menandakan kepada publik
bahwa anggota DPR sedang merusak lembaga demokrasi sendiri yang bernama lembaga
perwakilan rakyat tersebut,” tandasnya.


Daftar kunjungan kerja empat alat kelengkapan DPR selama masa reses DPR 8 April
hingga 8 Mei 2011 yang diolah oleh Seknas FITRA dari RK dan Dipa DPR tahun 2011
yang mengikuti standar Kemenkeu no. 100/PMK.02/2011 adalah sebagai berikut:


1. Kunjungan Komisi I DPR ke Amerika Serikat 1-7 Mei 2011 menghabiskan anggaran
Rp 1.405.548.500
2. Kunjungan Komisi I DPR ke Turki 16-22 April 2011 menghabiskan anggaran Rp
879.908.000
3. Kunjungan Komisi I DPR ke Rusia menghabiskan anggaran Rp 1.286.713.750
4. Kunjungan Komisi I DPR ke Prancis menghabiskan anggaran Rp 944.593.250
5. Kunjungan Komisi I DPR ke Spanyol menghabiskan anggaran Rp 1.201.826.500
6. Kunjungan Komisi X DPR ke Spanyol 24-30 April 2011 menghabiskan anggaran Rp
1.320.374.500
7. Kunjungan Komisi X DPR ke China menghabiskan anggaran Rp 668.730.500
8. Kunjungan Komisi VIII DPR ke China 17-24 April 2011 menghabiskan anggaran Rp
668.730.500
9. Kunjungan Komisi VIII DPR ke Australia menghabiskan aggaran Rp 811.800.250
10. Kunjungan BURT DPR ke Inggris 1-7 Mei 2011 menghabiskan anggaran Rp
1.574.638.500
11. Kunjungan BURT DPR ke Amerika Serikat menghabiskan anggaran Rp 1.966.986.500
12. Kunjungan rombongan Ketua DPR ke luar negeri 1 – 6 Mei 2011 ke Irak
menghabiskan anggaran Rp 618.993.250
13. Kunjungan Komisi III DPR ke luar negeri tanggal 25 april – 1 Mei ke Jerman
menghabiskan anggaran 1.222.130.250.


Jumlah total anggaran yang dihabiskan RP 14.571.210.750. (detiknews.com,
2/5/2011)

Temu Tokoh dan Ulama Semarang : Khilafahlah yang Dapat Menghadapai Pentagon Trap

Temu Tokoh dan Ulama Semarang : Khilafahlah yang Dapat Menghadapai Pentagon Trap

HTI Press. Alhamdulillah, semua karena pertolongan Allah. Acara temu tokoh dan ulama di Semarang berjalan sukses. Sekitar seratus sepuluh tokoh yang berasal dari para ulama, tokoh birokrat, organisasi masa dan LSM berkumpul di Gedung LPMP Srondol Semarang, pada Hari Ahad, 17 April 2010 pukul 10 WIB diakhiri pas adzan Zhuhur berkumandang. Beberapa tamu tokoh juga hadir dari Jepara, Pemalang, Kendal dan Rembang.

Acara temu tokoh dan ulama ini dipandu oleh moderator Ust Mushonif Huda dari Lajnah Khusus Ulama DPD I Jateng, menghadirkan dua pembicara yaitu Ustadz M Rahmat Kurnia dari DPP HTI dan Ust M Ainul Yaqien yang sudah familiar di hadapan para tokoh dan ulama Semarang. Setelah pembacaan ayat suci Alquran dan sambutan ketua DPD II HTI Semarang, Ust Agus Suyanto, acara dimulai dengan testimoni tokoh sekaligus ulama terkenal di Semarang, Bp Habib Hasan Thoha Putra. Beliau adalah Ketua Badan Wakaf Sultan Agung, Pemilik Percetakan AlQuran Toha Putra, serta masih banyak amanah lain yang beliau emban.

Dalam Testimoninya, beliau berharap begitu banyak kepada Hizbut Tahrir Indonesia, untuk merapat, menggalang ukhuwah dengan masyarakat dengan kesantunan dan keilmuwannya untuk selalu menyampaikan syariah dan membendung faham liberalisme yang yang begitu masiv di sebarluaskan oleh pengikut pengikut liberalisme. Karena begitu besar bahayanya faham liberalisme ini yang sudah terbukti merusak sendi sendi kehidupan Islam, serta menimbulkan kesenjangan dan ketidakadilan di masyarakat. Beliau juga menambahkan seluruh elemen umat Islam, harus menguatkan ukhuwah, meluruskan akidah Islamnya, serta menguatkan sektor ekonomi Islam. Semua ini untuk mendakwahkan syariah dan khilafah, untuk membina masyarakat karena khilafah pasti akan datang, hanya Alloh masih merahasiakannya. Semoga cepat terwujud.

Ust M Rahmat Kurnia dalam paparannya, memberikan ulasan mengenai ancaman liberal dari penghilangan hukum hukum Islam hingga penghilangan sholat. Liberalisme menyerang dari segala penjuru . Dengan seperti ini, Negara mestinya menjadi benteng akan tetapi sekarang berubah menjadi corporate state yang menjadikan negara menjadi instrumen bisnis. Selain itu jebakan segilima (pentagon trap) sudah merasuk dalam alam fikiran dan sendi kehidupan masyarakat. Jebakan segilima itu adalah HAM, Demokrasi, Pasar Bebas, Gender, dan Hak Cipta yang kesemuanya merupakan ide kufur. Jebakan segilima menafikkan amar makruf nahi munkar, menghilangkan Hak Alloh, menghilangkan ekonomi di negeri sendiri, menghilangkat kodrati perempuan dan perlindungan untuk perempuan, serta menghilangkan kemandirian ekonomi. Semua ini hanya dapat dilawan dengan negara khilafah yang mempunyai empat pilar yaitu Halal haram dari Alloh, Kekuasaan di tangan rakyat, Khalifah mengadopsi hukum untuk diterapkan sebagai hukum publik, dan hanya ada satu khalifah untuk seluruh kaum muslimin sedunia.

Ust M Ainul Yakin, menyampaikan bahwa perubahan di masyarakat hanya bisa dengan perubahan pemikiran yang berkembang di masyarakat. Dengan perubahan pemikiran ini akan terbentuk pemahan yang benar.

Acara ditutup dengan sesi tanya jawab. Salah satu peserta mempertanyakan apa yang sudah dilakukan HTI dalam menghadapi kasus ahmadiah. Kemudian Ust Rakhmat Kurnia menjawad dengan detail dari dakwah yang disampaikan HTI melalui organnya, medianya, menggelar masyiroh di kota kota besar di Indonesia, sampai dengan diskusi diskusi dengan tokoh ulama dan tokoh ahmadiah untuk membendung faham sesat ahmadiah. HTI juga ikut aktif dalam pencarian fakta yang ada dalam kasus Cikesik di Banten bersama Tim Pembela Muslim. Kemudian Ust Rakhamat Kurnia balik bertanya (yang tidak disangka oleh penanya dan hadirin-red) “lalu apa yang sudah dilakukan Bapak-Bapak ?” Tentu sulit terjawab pertanyaan ini, yang kemudian Ust Rakhmat Kurnia mengajak hadirin untuk berjuang berdakwah bersama dengan HTI. Ajakan ini mendapatkan respon yang baik, terbukti dengan angket ajakan berdakwah dengan HTI disambut positif oleh para peserta. Allahu Akbar ! (Ilamiyah Jateng)

Hak Beribadah non-Muslim dalam Negara Khilafah

Hak Beribadah non-Muslim dalam Negara Khilafah

Negara Khilafah, meski merupakan negara kaum Muslim di seluruh dunia, tidak
berarti rakyatnya harus semuanya Muslim. Karena itu, keislaman bukanlah syarat
mutlak diterimanya seseorang sebagai warga Negara Khilafah. Seseorang bisa
menjadi rakyat Negara Khilafah menetap di wilayah Khilafah, serta loyal pada
negara dan sistemnya. Seorang Muslim yang tinggal di luar wilayah Islam tidak
dianggap sebagai warga negara Khilafah. Sebaliknya, orang non-Muslim yang
tinggal di wilayah Islam dan tunduk pada hukum Islam (kafir dzimmi) dianggap
sebagai warga Negara Khilafah.1

Non-Muslim yang menjadi warga Negara Khilafah akan mendapatkan perlakuan yang
sama dengan kaum Muslim. Terhadap mereka diberlakukan hukum Islam sama dengan
kaum Muslim. Sebab, hukum Islam pada dasarnya ditujukan kepada seluruh umat
manusia, bukan hanya untuk kaum Muslim saja. Dalam QS Saba’ (34) ayat 28
dijelaskan bahwa orang kafir juga diseru untuk terikat dengan hukum Islam, baik
dalam perkara ushul, seperti seruan untuk beriman kepada Allah, sebagaimana
dijelaskan dalam banyak ayat yang lain, ataupun dalam masalah furu’, yaitu
dengan melaksanakan syariah Islam. Dalam al-Quran dijelaskan pula bahwa kelak
orang kafir, ketika di dalam neraka, ditanya:

مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ، قَالُوا لَمْ
نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ، وَلَمْ نَكُ
نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ

Apa gerangan yang membuat kalian terjerumus ke Neraka Saqar? Mereka menjawab,
“Kami (ketika di dunia) tidak pernah melakukan shalat, juga tidak memberi
makan orang miskin.” (QS al-Mudatstsir [74]: 42-44).


Allah SWT juga dengan keras mengancam mereka yang meninggalkan hukum Islam,
termasuk dalam aspek furu’ tersebut, sebagaimana firman-Nya:

وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ، الَّذِينَ لا
يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالآخِرَةِ
هُمْ كَافِرُونَ

Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya, (yaitu)
orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka mengingkari (kehidupan)
akhirat (QS Fushilat [41]: 6-7).


Jika dalam perkara furu’ tersebut tidak ada kewajiban bagi mereka, tentu hal
itu tidak akan menyebabkan mereka masuk neraka, dan tidak menjadi alasan bagi
Allah mengecam mereka. Karena itu, ini menjadi dalil, bahwa kaum kafir pun
diseru dalam perkara furu’.2 Ini dari aspek khithab (seruan) atau taklif
(beban hukum).

Adapun dalam aspek penerapan hukum Islam oleh negara, maka Islam telah
membedakannya menjadi dua. Pertama: hukum Islam yang dalam pelaksanaannya
membutuhkan syarat harus Muslim. Dalam hal ini, orang non-Muslim tidak boleh
melaksanakannya. Bahkan mereka harus dicegah dan dilarang. Misal: shalat, puasa,
zakat, haji, membaca al-Quran, dan sejenisnya. Orang kafir tidak boleh
melaksanakannya. Ini seperti kasus kaum Ahmadi, yang jelas murtad; mereka harus
dicegah untuk mengerjakan shalat, puasa, haji dan membaca al-Quran. Sebab, untuk
melakukan semua itu disyaratkan harus Muslim.

Kedua: hukum Islam yang dalam pelaksanaannya tidak membutuhkan syarat harus
Muslim. Dalam hal ini, orang non-Muslim dibolehkan melaksanakannya, seperti
jihad, misalnya; bahkan adakalanya wajib, seperti sistem ekonomi, pendidikan,
sanksi hukum, pemerintahan, politik luar negeri, dan sebagainya. Karena itu,
mereka pun wajib menerapkan hukum Islam.3 Allah SWT berfirman:

فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ
اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ

Hukumilah mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu (QS
al-Maidah [5]: 48).

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ
اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ

Hukumilah perkara di antara mereka menurut apa yang Allah turunkan, dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (QS al-Maidah [5]: 49).


Kata ganti (dhamir) hum pada frasa fahkum baynahum terkait dengan orang Yahudi
yang menjadi warga Negara Islam yang ketika itu terikat perjanjian dengan
Rasalullah saw. Ketentuan ini berlaku umum bagi seluruh warga negara non-Muslim
yang tinggal di wilayah Negara Islam. Kendati demikian keumuman perintah bagi
Rasulullah saw, yang juga berlaku bagi setiap kepala Negara Islam untuk
menerapkan hukum Islam tersebut di-takhsish dengan perkara-perkara yang
menyangkut akidah dan hukum yang mereka anggap sebagai akidah. Ini termasuk
pengecualian yang ditetapkan oleh Rasulullah saw. sendiri. Takhsis itu merupakan
hak yang diberikan kepada mereka oleh negara.


Hak Beribadah dan Berakidah

Meskipun kaum kafir menjadi obyek seruan (al-mukhathab) seruan Islam, baik dalam
perkara ushul maupun furu’, dalam implementasinya tidak demikian. Mereka,
misalnya, tidak boleh dipaksa untuk memeluk Islam, dan tetap dibiarkan memeluk
agama serta keyakinan mereka (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 256). Sebaliknya, mereka
akan mendapatkan jaminan untuk tetap memeluk agama dan akidah mereka, termasuk
kebebasan dan jaminan untuk melaksanakan ritual agama mereka tanpa ada
intimidasi, paksaan maupun yang lain.

Dalam sebuah hadis yang dikeluarkan Abu Ubaid dalam kitabnya, Al-Amwal, melalui
jalur Urwah, Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّهُ مَنْ كَانَ عَلَى يَهُودِيَّةٍ أَوْ
نَصْرَانِيَّةٍ فَإِنَّهُ لاَ يُفْتَنُ
عَنْهَا ، وَعَلَيْهِ الْجِزْيَةُ

Siapapun yang beragama Yahudi atau Nasrani (berkedudukan sebagai dzimmi), maka
dia tidak diganggu untuk melaksankan ajaran agamanya. Mereka dikenakan jizyah.4


Karena itu, setiap perkara yang terkait dengan akidah, walaupun bagi kita bukan,
harus dibiarkan dan mereka tidak boleh dipaksa untuk meninggalkannya. Begitu
juga dalam perkara yang ditetapkan Rasulallah saw. seperti kebolehan meminum
khamr dalam lingkungan khusus mereka, termasuk melaksanakan tatacara pernikahan
sesuai dengan ajaran mereka. Hanya saja, ini berlaku jika keduanya non-Muslim.
Jika pengantin prianya Muslim dan perempuannya non-Muslim, maka pernikahan atau
penceraian mereka dilakukan sesuai dengan ajaran Islam.

Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, seluruh warga negara yang
non-Muslim, baik kafir dzimmi, mu’ahad (kafir yang terikat perjanjian) ataupun
musta’min (kafir yang tinggal di Negara Khilafah dengan visa khusus), wajib
terikat dengan hukum Islam; kecuali hukum shalat, zakat, puasa, haji dan hukum
lain yang pelaksanaannya mengharuskan syarat harus Muslim. Mereka tidak dituntun
untuk berjihad, tetapi dibolehkan ikut.


Hak Memiliki Rumah Ibadah

Hak memeluk akidah dan menjalankan ibadah bagi warga non-Muslim mencakup di
dalamnya hak untuk memiliki rumah ibadah. Karena itu, rumah ibadah ini merupakan
harta mereka yang harus dijaga. Selain itu, ketentuan ini juga didasarkan pada
larangan menghancurkan rumah ibadah, sebagaimana dinyatakan dalam fiman Allah
SWT:

وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ
بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ
وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ
فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا

Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia atas sebagian yang
lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah
ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama
Allah (QS al-Hajj [22]: 40).


Imam al-Qurtubi memaknai ayat ini, bahwa sekiranya Allah SWT tidak memerintahkan
para nabi untuk memerangi musuh-musuh mereka, niscaya orang musyrik akan dengan
mudah menguasai dan menghancurkan rumah-rumah ibadah itu. Beliau menambahkan,
bahwa kewajiban jihad ini merupakan kewajiban yang juga dibebankan kepada para
nabi terdahulu. Selanjutnya, mengutip pendapat Ibn Huwaiz, beliau menyatakan,
ayat ini berisi larangan menghancurkan tempat-tempat ibadah Ahli Dzimmah, tetapi
mereka tidak boleh dibiarkan membuat tempat ibadah baru (selain yang mereka
miliki saat perjanjian), dilarang pula memperluas dan meninggikannya.5

Larangan untuk membangun rumah ibadah yang baru juga merupakan kesepakatan para
fukaha. Sebab, hal itu bisa menampakkan dan meninggikan simbol-simbol kekufuran.
Rasulullah saw., sebagaimana dituturkan Ibn ‘Adi dari ‘Umar bin al-Khatthab,
juga bersabda:

لاَ تُبْنَى كَنِيْسَةٌ فِي الإسْلاَمِ
وَلاَ يُجَدَّدُ ماَ خُرِبَ مِنْهَا

Tidak boleh membangun gereja (dalam wilayah Negara Islam) dan tidak pula
memperbarui yang sudah runtuh.


Para fukaha memahami konteks hadis ini adalah untuk wilayah yang ditaklukkan
oleh kaum Muslim dengan pengerahan kekuatan (‘anwah), sehingga tanahnya
menjadi hak kaum Muslim, baik raqabah (zat)-nya ataupun manfa’ah
(kegunaan)-nya. Namun, jika berada di wilayah yang dibuka dengan sulh
(perjanjian), maka diserahkan kepada Khalifah. Khalifah Umar Ibn al-Khaththab,
ketika melakaukan sulh dengan kaum Nasrani Syam, menulis surat yang berisi
larangan membangun tempat ibadah baru di tempat mereka.6

Hadis di atas juga menjadi dalil atas larangan membangun kembali bangunan gereja
yang telah hancur. Adapun merenovasi gereja dibolehkan, karena tidak termasuk
ihdast (membuat baru), tetapi hanya istidamah (menjaga keberadaanya). Perincian
hal ini telah banyak dibahas oleh para fukaha dalam kitab-kitab fikih mereka.


Penyebaran Agama Lain

Warga negara non-Muslim dilarang menyebarkan ajaran agama mereka di wilayah
Negara Khilafah. Sebab, hal itu termasuk perkara yang membatalkan status dzimmah
mereka (naqidhan lil ‘ahd), yaitu dengan menimbulkan fitnah di tengah-tengan
kaum Muslim. Keluar dari ajaran Islam (murtad) merupakan umm al-jara’im (induk
kriminal). Pelakunya harus segara diajak kembali kepada Islam. Jika menolak, ia
dikenakan had al-qatl (sanksi hukuman mati).

Karena itu, upaya mengajak seseorang untuk murtad dari Islam merupakan
pelanggaran besar. Jika itu dilakukan oleh Ahli Dzimmah, perjanjian mereka batal
demi hukum. Demikian kesepakatan para fukaha.7


Jaminan Keamanan bagi Ahli Dzimmah

Orang non-Muslim yang hidup dan menjadi warga Negara Khilafah mendapatkan
perlakukan dan hak yang sama dengan kaum Muslim. Harta dan darah mereka terjaga
sebagaimana darah dan harta kaum Muslim. Diriwayatkan al-Khathib dari Ibn
Mas’ud, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

مَنْ آذَى ذِمِّيًّا فَأنَا خَصْمُهُ وَمَنْ
كُنْتُ خَصْمَهُ خَصَمْتُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ

Barangsiapa menyakiti dzimmi, maka aku berperkara dengannya, dan barangsiapa
berperkara dengan aku, maka aku akan memperkarakannya pada Hari Kiamat (HR
as-Suyuthi, al-Jami’ as-Shaghir).


Hadis ini menjadi dalil atas larangan menyakiti warga non-Muslim, baik terhadap
diri, kehormatan, ataupun harta mereka. Siapapun yang mencederai orang
non-Muslim akan terkena diyat, sebagaimana yang dikenakan ketika mereka
melakukankannya terhadap kaum Muslim. Siapa saja yang membunuh salah seorang di
antara mereka akan dikenai had qishash. Jika hartanya dicuri, maka pencurinya
dikenai hukum potong tangan. Demikian seterusnya.

Praktik seperti ini telah berlangsung sepanjang sejarah Islam, terutama ketika
kaum Muslim berada di puncak kejayaan dan kekuatannya. WalLahu a’lam. []


Catatan kaki:

1 Muqaddimatu ad-Dustur aw al-Asbab al-Mujibah lahu al-Qism al-Awwal, Min
Mansyurat Hizb at-Tahrir, Dar al-Ummah, Beirut, cet. II, 2009, hlm. 23-28. Lihat
juga: Dr. Kamal Sa’id Habib, Kaum Minoritas dan Politik Negara Islam, Pustaka
Thariqul Izzah, Bogor, cet. I, 2007, hlm. 88.

2 Muqaddimatu ad-Dustur aw al-Asbab al-Mujibah lahu al-Qism al-Awwal, Min
Mansyurat Hizb at-Tahrir, Dar al-Ummah, Beirut, cet. II, 2009, hlm. 29-36.

3 Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah
al-Juz’ at-Tsalits, Dar al-Ummah, Beirut, cet. III, 2005, hlm. 30-32.

4 Abu ‘Ubaid, Al-Amwal, Dar al-Ummah, Beirut, cet. II, 2009, hal. ; Ibn Hajar
al-Asqalani, Talhish al-Habir fi Ahadits ar-Rafi’i al-Kabir, Madinah
al-Munawwarah, 1964, IV/122.

5 Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
Beirut, XII/68.

6 Ibn Qudamah, Al-Mughni, VIII/524; al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, IX/202; Dr.
Rawwas Qal’ah Jie, Mawsu’ah Fiqh ‘Umar bin al-Khatthab, Dar an-Nafais,
Beirut, cet. V, 1997, hlm. 408-409.

7 Dr. Rawwas Qal’ah Jie, Mawsu’ah Fiqh ‘Umar bin al-Khatthab, Dar
an-Nafais, Beirut, cet. V, 1997, hlm. 417.

http://hizbut-tahrir.or.id/2011/04/09/hak-beribadah-non-muslim-dalam-negara-khil\
afah/

Menyongsong Konferensi Rajab 1432 H: Kegemilangan Pertanian Pada Masa Khilafah

Menyongsong Konferensi Rajab 1432 H: Kegemilangan Pertanian Pada Masa Khilafah

Bidang pertanian mendapat perhatian yang besar dalam Islam. Islam memberikan
dorongan ruhiah yang besar untuk bertani atau berladang atau lebih umum menanam
bebijian atau pepohonan. Rasulullah saw. pun bersabda:


Tidaklah seorang Muslim menanam sebatang pohon (berkebun) atau menanam sebutir
biji (bertani), lalu sebagian hasilnya dimakan oleh burung, manusia atau
binatang, melainkan baginya ada pahala sedekah (HR al-Bukhari, Muslim,
at-Tirmizi dan Ahmad).


Selain dorongan ruhiah, peran negara yang menjalankan politik ekonomi Islam juga
amat penting dan berperan besar. Hasilnya, kaum Muslim berhasil meraih
kegemilangan di sektor pertanian serta memberikan konstribusi besar bagi
kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia selama berabad-abad. Semua itu terekam
baik dalam sejarah kaum Muslim dan diakui oleh sejarahwan Barat sekalipun.

Kemajuan besar di sektor pertanian itu menunjukkan besarnya peran kebijakan
pertanian Khilafah ketika itu. Kebijakan itu dimaksudkan untuk meningkatkan
produksi pertanian dan menjamin kelangsungannya. Kebijakan itu mencakup
kebijakan intensifikasi, ekstensifikasi, pembangunan infrastruktur pertanian,
litbang dan dukungan kepada petani.

Intensifikasi dilakukan untuk meningkatkan produktivitas. Di antaranya dalam
bentuk penggunaan sarana produksi pertanian yang lebih baik seperti bibit
unggul, penggunaan pupuk, obat-obatan dan saprotan, dsb. Intensifikasi juga
dilakukan dengan jalan penciptaan, penyebarluasan serta penggunaan teknik
budidaya dan produksi modern yang lebih efisien di kalangan petani.

Pola intensifikasi sudah dilakukan sejak awal. Setidaknya pada awal abad ke-9,
sistem pertanian modern telah menjadi pusat kehidupan ekonomi dan organisasi di
negeri-negeri Muslim. Pertanian di Timur Dekat, Afrika Utara dan Spanyol
didukung sistem pertanian yang maju, menggunakan irigasi yang canggih dan
pengetahuan yang sangat memadai. Kaum Muslim telah menguasai teknik budidaya
modern untuk kebun buah dan sayuran. Mereka juga tahu bagaimana membasmi
serangga dan menggunakan dosis pupuk yang tepat.

Umat Islam pun telah mengembangkan teknik pemuliaan tanaman dan hewan yang maju
sehingga bisa menghasilkan bibit unggul baik tanaman maupun hewan ternak. Kaum
muslim dikenal memiliki kuda-kuda terbaik, ternak domba penghasil daging maupun
wol. Kaum Muslim juga mampu mengembangkan varietas tanaman yang ungggul, selain
memunculkan varietas baru dan menambahkan keragaman tanaman yang ada.

Sejumlah jenis tanaman yang sebelumnya tak dikenal berhasil dikembangkan dan
diperkenalkan. Contohnya, jeruk “sour orange” dan lemon. Buah asli Asia ini
dibawa umat Islam dari India ke Arab sebelum abad ke-10 dan dikembangkan hingga
akhirnya juga dikenal di Suriah, Asia Kecil, Palestina, Mesir dan Spanyol. Dari
Spanyol lalu menyebar ke seluruh Eropa Selatan dan dikenal sebagai Seville
Orange.

Kaum Muslim juga memiliki pengetahuan yang sangat baik tentang tanah, jenisnya,
kandungannya dan karakteristiknya; kelembaban, termasuk cuaca dan iklim serta
tanaman apa yang cocok. Mereka juga menguasai teknik pembuatan pupuk dan
komposisi penggunaannya.

Untuk meningkatkan produktivitas pertanian, kaum Muslim mengembangkan sistem
irigasi yang canggih. Dalam hal ini juga diadopsi teknik dan teknologi modern
seperti penggunaan kincir untuk mengangkat air dari sungai lalu dialirkan
melalui jaringan irigasi. Dengan itu satu lahan bisa dipanen sampai tiga kali
setahun dan dengan jenis tanaman yang berbeda.

Selain intensifikasi juga dilakukan ekstensifikasi untuk menambah luas areal
tanam dan luas lahan. Salah satunya dengan ihyâ’ul mawat (menghidupkan tanah
mati), yaitu siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi
miliknya. Hukum ini selain turut berperan dalam pendistribusian lahan pertanian
juga menjamin luas areal tanam. Dengan itu tidak ada lahan yang terlantar dan
semua lahan menjadi produktif. Berbeda dengan sekarang, ada jutaan hektar lahan
terlantar, dan pada saat yang sama juga ada jutaan petani tidak punya lahan.

Luas lahan ditingkatkan dengan membuka lahan baru. Misalnya seperti yang
dilakukan Khilafah Bani Umayyah dengan mengeringkan daerah rawa-rawa dan daerah
aliran sungai di Irak serta menyulapnya menjadi lahan pertanian yang subur.
Perluasan juga dilakukan dengan mengubah lahan yang tandus dan tidak subur
dengan jalan dibangun saluran irigasi ke daerah itu. Lahan-lahan baru itu lalu
dibagikan kepada para petani yang tidak punya lahan atau lahannya sempit.

Kemajuan pertanian tidak bisa diraih tanpa dukungan infrastruktur yang baik dan
memadai. Ini disadari betul oleh para khalifah. Infrastruktur penting adalah
irigasi. Khilafah Umayyah membangun jaringan irigasi yang canggih di seluruh
wilayah dan yang terkenal di wilayah Irak. Sistem jaringan irigasi ini lalu
diintroduksi ke Spanyol pada masa pemerintahan Islam di sana. Pompa-pompa juga
dikembangkan untuk mendukung irigasi itu. Awalnya digunakan pompa ungkit.
Berikutnya dikembangkan pompa Saqiya yang digerakkan dengan tenaga hewan. Yang
fenomenal adalah dikembangkan kincir air sejak abad ke-3 H (9 M) untuk
mengangkat air sungai dan diintegrasikan dengan penggilingan. Ada ratusan di
sepanjang sungai Eufrat dan Tigris. Infrastruktur lainnya adalah jalan. Jalan
terus dibangun dan ditingkatkan kualitasnya sejak masa Khalifah Umar bin
al-Khaththab.

Khilafah juga membiayai pemeliharaan kanal-kanal besar untuk pertanian. Air dari
Sungai Eufrat dialirkan hampir ke seluruh wilayah Mesopotamia atau Irak
sekarang, sedangkan air dari Tigris dialirkan ke Persia. Negara juga membangun
sebuah kanal besar yang menghubungkan dua sungai di Baghdad. Kekhalifahan
Abbasiyah memelopori pengeringan rawa-rawa agar digunakan untuk pertanian.

Khilafah juga merehabilitasi desa-desa yang rusak dan memperbaiki ladang yang
mengering. Pada abad ke-10, di bawah kepemimpinan sultan dari Bani Samanid,
daerah antara Bukhara dan Samarkand, Uzbekistan berkembang pesat dan menjadi
satu dari empat surga dunia. Tiga lainnya adalah wilayah Persia Selatan, Irak
Selatan dan di sekitar Damaskus, Suriah.

Khilafah juga memberikan dukungan kepada para petani. Di antaranya dukungan
permodalan baik dalam bentuk pemberian seperti yang diberikan pada masa Khalifah
Umar bin al-Khaththab kepada para petani di Irak, atau dalam bentuk pinjaman
tanpa bunga seperti pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan utang itu baru
dikembalikan dua tahun setelahnya.

Khilafah juga mengembangkan iklim yang kondusif bagi kegiatan penelitian dan
pengembangan sains dan teknologi, termasuk di bidang pertanian. Banyak
laboratorium dibangun, begitu pula perpustakaan dan lahan-lahan percobaan. Para
ilmuwan diberi berbagai dukungan yang diperlukan, termasuk dana penelitian,
selain penghargaan atas karya mereka. Lalu lahirlah banyak sekali ilmuwan
pelopor di bidang pertanian. Misalnya, Abu Zakaria Yahya bin Muhammad Ibn
Al-Awwan, tinggal di Seville. Ia menulis buku Kitâb al-Filâhah yang
menjelaskan rincian tentang hampir 600 jenis tanaman dan budidaya 50 jenis
buah-buahan; hama dan penyakit serta penanggulanganya; teknik mengolah tanah;
sifat-sifat tanah, karakteristik dan tanaman yang cocok; juga tentang kompos.
Ada juga Abu al-Khair, seorang ahli pertanian abad ke-12 di Spanyol. Ia menulis
dan menjelaskan empat cara untuk menampung air hujan dan membuat perairan
buatan. Khair menegaskan perlunya penggunaan air hujan untuk
membantu proses reproduksi pohon zaitun dengan cara stek. Ia juga menguraikan
teknik pembuatan gula dari Tebu.

Ahmad al-Muwairi dalam bukunya Nihayah al-‘Arab fi Funun al-Adab menjelaskan,
pada masa itu juga telah berkembang industri gula yang didukung oleh perkebunan
tebu di Faris dan al-Ahwaz, yang kemudian menyebar ke seluruh wilayah Laut
Tengah. Ia juga menginformasikan penggunaan bajak berat (maharit kibâr) yang
digunakan sebelum penanaman tebu.

Ada pula ahli pertanian dari Damaskus, Riyad ad-Din al-Ghazzi al-Amiri
(935/1529). Dia menulis sebuah buku tentang pertanian yang terperinci. Ibnu
Bassal (1038-1075), seorang ilmuwan di Andalusia, memelopori penggunaan
teknologi “flywheel “ (roda gila) untuk meningkatkan kemampuan Noria atau
Na’ura (roda kincir air). Teknologi kincir termasuk kincir angin sudah
dijelaskan dalam Kitab al-Hiyal karya Banu Musa bersaudara abad ke-3 H (9 M).
Muhammad bin Zakaria ar-Razi dalam kitabnya al-Hawi (abad X M), menggambarkan
kincir air di Irak yang bisa mengangkat sebanyak 153.000 liter perjam, atau
2.550 liter permenit. Buku ini juga menggambarkan output dari satu kincir air
dengan ketinggian 5 meter di Irak dapat mencapai 22.000 liter perjam.

Maka dari itu, wajar dengan kebijakan itu dan kebijakan lainnya, tercapai
kegemilangan pertanian pada masa Khilafah. Berdasarkan catatan sejarah dan
komentar para ilmuwan termasuk dari Barat, sistem pertanian pada era Spanyol
Muslim merupakan sistem pertanian yang paling kompleks dan paling ilmiah, yang
pernah disusun oleh kecerdikan manusia.

Joseph McCabe, cendekiawan berkebangsaan Inggris, mengungkapkan, di bawah
kendali Muslim Arab (pada masa Khilafah), perkebunan di Andalusia jarang
dikerjakan oleh budak. Perkebunan dikerjakan oleh para petani sendiri. Saat yang
sama, bangsa Eropa masih dikukung oleh sistem feodal, saat tanah pertanian
dikuasai oleh para tuan tanah dari kalangan bangsawan, sedangkan petaninya hanya
sebagai buruh tani yang miskin.

Di sepanjang Sungai Guadalquivir Spanyol juga terdapat 12 ribu desa yang
berkecukupan, bahkan makmur. Revolusi Pertanian Islam telah diawali pada abad
ke-7 yang membuat negeri-negeri Islam berkembang pesat dan memiliki masyarakat
makmur dari hasil pertanian. Para ahli geografi awal mengungkapkan, terdapat 360
desa di Fayyum, sebuah provinsi di selatan Kairo, Mesir, yang masing-masing
dapat menyediakan kebutuhan makanan bagi penduduk seluruh Mesir setiap hari. Ada
pula 200 desa di sepanjang Sungai Tigris, Irak, yang pertaniannya juga maju.
Sensus yang dilakukan pada abad ke-8 di Mesir mengungkapkan bahwa dari 10 ribu
desa di Mesir, tak ada desa yang memiliki bajak kurang dari 500 unit.

Tak aneh, wilayah-wilayah yang sebelumnya terelakang secara pertanian, setelah
berada di bawah Khilafah mengalami kemajuan yang pesat. Wilayah Mediteranian
yang sebelumnya terbelakang, dengan datangnya Islam, segalanya pun berubah. Kaum
Muslim yang datang ke wilayah itu memperkenalkan berbagai macam tanaman baru
sehingga garapan pertanian pun kian beragam. Seorang ahli agronomi Andalusia,
seperti at-Tignari yang berasal dari Granada, membuat referensi tentang
tanaman-tanaman yang memberikan kontribusi besar bagi peningkatan pertanian yang
cukup signifikan.

Seorang orientalis dari Prancis, Baron Carra de Vaux, menyebutkan sejumlah
tanaman dan hewan yang dibawa umat Islam dari Timur ke Spanyol, di antaranya:
tulip, bakung, narcissi, lili, melati, mawar, persik, plum, domba, kambing,
kucing Anggora, ayam Persia, sutra, dan katun. Salah satu tanaman penting di
antaranya adalah tebu. Kapas mulai dibudidayakan di Andalusia pada akhir abad
ke-11 hingga tercapai swasembada kapas bahkan diekspor. Dengan produksi
pertanian yang semacam ini, penduduk kosmopolitan di kota-kota Islam, termasuk
yang ada di Spanyol, mampu memenuhi kotanya dengan beragam produk buah dan
sayuran yang sebelumnya tak dikenal di Eropa.

Masih banyak catatan gemilang di bidang pertanian pada masa Khilafah. Semua itu
bisa diulang kembali, bahkan bisa jauh melebihi, pada masa sekarang dan akan
dating, yaitu dengan tegaknya kembali Khilafah Rasyidah di tengah-tengah kita.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []

Deradikalisasi & Isu Pemanis NII (Membaca Relevansi Isu dan Target)

Deradikalisasi & Isu Pemanis NII (Membaca Relevansi Isu dan Target)

Oleh: Harits Abu Ulya

(Pemerhati Kontra-Terorisme & Ketua Lajnah Siyasiyah DPP-HTI)

Siapa yang tidak kenal dengan Densus 88?, hampir semua orang Indonesia familiar dengan satu nama ini. Apalagi dalam isu terorisme selalu tampil bak bintang film dan “pahlawan”. Tapi saat ini banyak orang mulai akrab dengan sebuah lembaga baru yang bernama BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), karena para pejabatnya sering nongol di layar kaca menjadi “artis” dalam isu “terorisme”, dipimpin seorang yang selevel menteri dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Apa bedanya antara dua institusi diatas? Yang paling penting adalah, BNPT memiliki kewenangan luas dan khusus di bidang kontra-terorisme. Dan Densus 88 menjadi bagian dari instrumen penindakan BNPT. Isi BNPT juga nyaris bukan orang baru, banyak orang Densus 88 ditarik menjadi Deputi atau direktur di Lembaga baru ini yang dibentuk melalui kepres No 46 tahun 2010, resmi di-teken Presiden tanggal 16 Juli 2010. Dan sejak BNPT berjalan maka isu-isu terkait “terorisme” orang-orang BNPT yang sering tampil di muka media. Bahkan ketua BNPT, Ansyad Mbai Laksana seorang orator politik; banyak membangun opini dan propaganda yang tendensius dengan seabrek kepentingan politiknya dibanding bicara fakta. Sejauh ini belum terbuka di hadapan publik tentang mekanisme kontrol terhadap kerja lembaga BNPT.

Hal yang menarik dari BNPT, keseriusannya melakukan langkah “lembut” (soft measure) dibawah payung strategi yang bernama “deradikalisasi”. Sebuah strategi bagian dari proyek “kontra-terorisme”. Dan ini harus jalan karena pendekatan secara keras dianggap belum bisa mereduksi dan menghabisi seluruh potensi yang mengarah kepada tindakan “terorisme”. Bahkan dianggap belum efektif menyentuh akar persoalan terorisme secara komprehensif. Strategi penegakan hukum juga dirasa kurang memberikan efek jera dan belum bisa menjangkau ke akar radikalisme. Sekalipun diakui cukup efektif untuk “disruption“, ia tidak efektif untuk pencegahan dan rehabilitasi sehingga masalah terorisme terus berlanjut dan berkembang. Jadi ini adalah sebuah program yang lebih banyak berbentuk pendekatan lunak (soft approach), baik kepada masyarakat luas, kelompok tertentu maupun individu tertentu yang dicap “radikal”, “teroris” dan semacamnya.

Maka wajar saja jika proyek seperti ini rawan munculnya teknik kotor untuk memuluskan. Artinya perlu diciptakan kondisi dan situasi yang bisa memediasi program ini berjalan seperti yang diharapkan. Mengingat dari strategi yang ditempuh, obyek sasaran jangka panjangnya jelas-jelas adalah kelompok yang dianggap mengusung ideologi radikal atau fundamentalis. Dalam konteks ini ada pendekatan formal, misalnya langkah BNPT menggandeng MUI di akhir 2010 dengan membuat program Halqoh Nasional Penanggulangan Terorisme dan Radikalisme.

Acara ini diselenggarakan di enam kota besar Indonesia, meliputi Jakarta (11 Nopember), Solo ( 21 Nopember), Surabaya (28 Nopember), Palu (12 Desember) dan terakhir di Medan (30 Desember) tahun lalu. Proyek BNPT tapi Penggagas acara ini diatas-namakan MUI Pusat dan Forum Komunikasi Praktisi Media Nasional (FKPMN) yang diketuai oleh Wahyu Muryadi (Pimred Majalah Tempo). Ketika agenda ini berlangsung, fakta berbicara lain; hampir di semua tempat mendapatkan resistensi dari kalangan ulama’ dan tokoh masyarakat, audien cukup kritis, karena melihat banyak kesenjangan dan kejanggalan antara “niat baik” BNPT dengan fakta di lapangan yang membuat umat Islam merasa terdzalimi. Sebuah fakta yang tidak bisa diingkari dalam upaya menumpas “terorisme”; sarat pelanggaran HAM, extra judicial killing terhadap orang-orang yang disangka “teroris”, seolah berjalan nyaris tanpa koreksi. Bahkan tindakan “Hard Power” ini menjadi sumber kekerasan dan membuat siklus kekerasan yang tidak berujung. Negara seolah berubah menjadi “state terrorism”, kemudian melahirkan perlawanan baru dari berbagai level dengan beragam cara.

Di sisi lain, cara-cara yang tidak terbuka juga sangat mungkin dilakukan agar proyek deradikalisasi dengan motif jangka panjangnya mulus berjalan. “Mindset control” melalui media adalah keniscayaan dan krusial menjadi kebutuhan proyek ini. Maka dalam konteks ini, kita bisa membaca relevansi antara isu yang dikembangkan media tentang NII. Pertanyaannya, kenapa harus NII? Jawaban yang logis adalah; eksistensi NII adalah fakta sejarah di bumi Indonesia, dengan berbagai variannya NII hingga kini (varian tertentu) menjadi anak asuh dari entitas kekuasaan dengan kepentingan politiknya. Maka jika hari ini dihembuskan ulang tentang NII, bidikan sesungguhnya bukan dalam rangka menghancurkan dan memberangus NII. Tapi mengambil satu aspek, yakni terminologi “negara Islam” (alias: darul Islam, daulah Islam). Proyek deradikalisasi, mengharuskan target bisa diraih diantaranya; masyarakat resisten terhadap terminologi dan visi politik dari sebuah kelompok yaitu “negara Islam”. Penerapan Islam dalam format Negara harus menjadi momok bagi kehidupan sosial politik masyarakat Indonesia, sekalipun penghuninya mayoritas adalah orang Islam. Karena format Indonesia yang sekuler dan liberal dalam bingkai demokrasi adalah “harga mati” menjadi muara dari proyek ini, karenanya wajib mengeliminasi setiap “ancaman” terhadapnya.

Masyarakat masih segar ingatannya; ketika terjadi peristiwa kriminal perampokan Bank CIMB di kota Medan-Sumut, Kapolri saat itu (Bambang HD) menyatakan bahwa motif perampokan adalah hendak mendirikan negara Islam. Dan ini terulang pada kasus paket Bom Buku, pihak BNPT (Ansyad Mbai) “berorasi” bahwa pelakunya adalah pengusung dan pejuang negara Islam (Khilafah) dan yang menjadi obyek sasarannya adalah penghalang Khilafah. Dengan logika sehat, sulit rasanya untuk membaca hubungan tindakan dengan motif politiknya dalam kasus-kasus diatas, tapi masyarakat melihat pihak BNPT dan instrumennya ngotot mempropagandakan tentang visi politik dari setiap peristiwa yang mereka klaim sebagai “terorisme”.

Maka sesungguhnya ini adalah perang opini dan propaganda, berangkat dari sikap Islamphobia. Sikap paranoid yang berlebihan, sebagaimana berlebihnya pemerintah mengumumkan “Siaga 1″ untuk seluruh wilayah Indonesia menjelang “Paskah” umat kristiani dengan alasan dan argumentasi yang tidak bisa dicerna oleh orang-orang yang paham betul masalah aspek-aspek keamanan dan pertahanan ini.

Ala kulli haal, isu NII adalah tidak lebih layaknya pemanis dan menjadi “sambal” dari sebuah menu. Bisa juga menjadi “teror NII“, Ia diangkat ke permukaan untuk di ambil visi politiknya saja, di bawa untuk mendramatisir dan sifat mendesaknya sebuah proyek deradikalisasi harus berjalan dengan maksimal dan melibatkan banyak pihak, bahkan kebutuhan mendesak adanya regulasi (UU) yang bicara tentang keamanan negara, karena dengan berbagai peristiwa “terorisme” dibangun sebuah wacana Indonesia dalam sikon “gawat darurat” karena menghadapi gejala tumbuh suburnya Ideologi impor yang hendak menjadikan Indonesia Darul Islam (negara Islam).Wajar kalau saat ini masyarakat banyak terprovokasi, misalkan komponen ormas NU melalui Ansor-nya hendak membuat Densus-99 untuk menangkap setiap kelompok yang dicurigai melakukan pelatihan dan mengembangkan paham radikal, sama berlebihannya dengan mengintruksikan kepada seluruh anggotanya untuk melakukan swepping di seluruh masjid NU se-Indonesia untuk membersihkan dari paham radikal dan fundamentalis.

Deradikalisasi menjadi media baru lahirnya adu domba dan potensial memprovokasi lahirnya kontraksi dan gesekan sosial lebih serius antar umat Islam sendiri. Umat Islam dalam jebakan adu domba yang bernama proyek “kontra-terorisme” dengan berbagai strateginya termasuk deradikalisasi. Waspadalah wahai kaum muslimin, karena orang-orang munafik yang benci kepada Islam, siang dan malam menyusun rencana dan agenda untuk memadamkan cahaya Islam atas alasan “demokrasi”,”toleransi”, dan “kebinekaan“. Wallahu a’lam bisshowab

Diskriminasi Media Massa

Diskriminasi Media Massa

Hanin Mazaya

Sebuah pepatah mengatakan “jika anda ingin menguasai Dunia maka kuasai media (informasi)”. Benar tidaknya pepatah tersebut, yang jelas dewasa ini media massa memiiki fungsi strategis dalam kontrol sosial masyarakat. Tak dipungkiri pula bahwa media massa punya andil besar dalam mempengaruhi kebijakan sang pengampu kebijakan sebuah negri, termasuk di Indonesia.

Karena pemberitaan media pula, banyak kasus yang terjadi ditengah-tengah masyarakat membuat pihak berwenang segera bertindak cepat untuk menyelesaikan persoalan. Disisi lain, disadari atau tidak, media juga telah menjadi alat untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas isu yang mengancam kekuasan.

Media yang baik tentu adalah media yang bersikap objektif, adil, dan tidak deskriminatif terhadap sebuah golongan masyarakat di dalam pemberitaannya. Selain itu media tersebut harus mampu merekontruksi masyarakat dan Negara untuk menuju kebaikan. Dalam konteks keindonesian, untuk menuju Indonesia yang lebih baik dan berkeadilan.

Namun sayang, terkadang hal itu belum dapat terpenuhi sepenuhnya oleh media-media umum cetak maupun elektronik di Indonesia saat ini. Khususnya apabila hal ini menyangkut permasalahan Islam dan kaum muslim di negri ini.

Apakah saat ini media benar-benar sudah terkena imbas dari sebuah rekomendasi oleh seorang pengamat dari barat , Ariel Kohen, berikut: “AS harus menyediakan dukungan kepada media lokal untuk membeberkan contoh-contoh negatif dari aplikasi syariah)”. Sedangkan ide-ide yang harus terus menerus diangkat ialah menjelekkan citra Islam: perihal demokrasi dan HAM, poligami, sanksi kriminal, keadilan Islam, minoritas, pakaian wanita,kebolehan suami untuk memukul istri.” (Cheril Benard, Cicil democratic Islam, partners, resources, and strategies, the rand corporation halaman.1-24).

Apa yang terjadi di Medan serta beberapa tempat lain adalah salah contoh dari sekian banyak contoh. Bahwa telah terjadi pembakaran dan pengrusakan terhadap rumah-rumah Allah, namun nyaris tanpa pemberitaan dari media massa. Hal ini bertolak belakang jika kejadian sama menimpa tempat ibadah lain, maka ramai-ramai umat Islam yang akan langsung dikambing hitamkan. Gegap gempita pemberitaannya pun begitu terasa.

Sebagaimana dalam keterangan pers realease PAHAM (Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia) Indonesia sebagaimana dikutip voa-islam.com (13/4) bahwa telah terjadi beberapa aksi anarkis terhadap beberapa Masjid, diantaranya:

1. Pembakaran dan pengrusakan Masjid Nur Hikmah di Dusun Lima Desa Aek Loba Kecamatan Aek Kuasan, Kabupaten Asahan.

2. Pembakaran dan pengrusakan Masjid Taqwa di Kelurahan Aek Loba, Kecamatan Aek Kuasan, Kabupaten Asahan.

3. Pembongkaran Masjid Al IKhlas di Jl. Timur No. 23, Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan.

4. Pembakaran rumah, pengrusakan masjid dan penganiayaan massif di Jl. Kp Melayu, Selambo, Dusun Tiga, Desa Amplas, Kecamatan Percutseituan, Kabupaten Deli Serdang, Medan.

5. Pembakarn Masjid Fii Sabilillah di Jl. Lintas Tobasa, Lumban Lowu, Kabupaten Toba Samosir, Toba Samosir.

6. Pembakaran Masjid Besitang, Desa Selamet, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat.

Contoh lain, media juga gampang sekali mencap seorang muslim sebagai teroris meski si fulan belum terbukti sebagai teroris. Justru yang jelas-jelas teroris, misalnya Tibo Cs. Terpidana hukuman mati kasus Poso dahulu juga tak pernah mendapat gelar teroris, padahal sudah terbukti melakukan teror. Begitu pula kasus-kasus anarkis yang melibatkan umat Islam, dengan hanya memberitakan kulit luar persoalan.

Dikhawatirkan jika kemudian ada reaksi dari umat Islam atas kejadian ini, lalu hanya umat Islam yang disalahkan tanpa melihat duduk persoalan. Bagaimanapun tindakan pengrusakan terhadap tepat ibadah yang sah secara hukum adalah jelas tidak boleh ditolelir, maka harus segera ditindak tegas.

Kepada pihak berwenang, kita berharap untuk segera mengusut tuntas kejadian ini tanpa menunggu tekanan publik guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, dan memberi hukum setimpal bagi para pelakunya. Buktikan bahwa negri ini adalah Negara hukum. Hukum harus ditegakkan untuk semua warga Negara, bukan hanya untuk kelompok tertentu saja.

‘Alakullihal, saat ini kita rindu dan membutuhkan sebuah sistem yang mampu mengatur dengan baik sebuah Negara yang berpenduduk hiterogen atau majemuk. Menciptakan ketentraman bersama bagi setiap pemeluk agama, baik Islam maupun Non Muslim.

Menjadikan media massa yang lebih bermakna. Bagi Negara khilafah, di dalam negri media berfungsi untuk membangun masyarakat islami yang kokoh . Sedang di luar negeri, ia berfungsi untuk menyebarkan Islam, baik dalam suasana perang maupun damai, untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam sekaligus membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia. (Masyru’ Dustur Dawlah al-Khilafa, alwaie 10/2008).

Suatu contoh kehidupan sebuah masyarakat yang begitu indah. Hingga membuat orang barat sekalipun memberikan kredit positif, simak saja penuturan TW Arnold dalam The Preaching of Islam berikut: “ Ketika Konstantinopel kemudian dibuka oleh keadilan Islam pada 1453, Sultan Muhammad II menyatakan dirinya sebagai pelindung Gereja Yunani. Penindasan pada kaum Kristen dilarang keras dan untuk itu dikeluarkan sebuah dekrit yang memerintahkan penjagaan keamanan pada Uskup Agung yang baru terpilih, Gennadios, beserta seluruh uskup dan penerusnya. Hal yang tak pernah didapatkan dari penguasa sebelumnya. Gennadios diberi staf keuskupan oleh Sultan sendiri. Sang Uskup juga berhak meminta perhatian pemerintah dan keputusan Sultan untuk menyikapi para gubernur yang tidak adil,”.

Sangat terkutuk pihak yang telah membakar dan merusak masjid-masjid itu. Hal ini menunjukkan bahwa Islam saat ini sedang diremehkan dan dilecehkan. Sungguh, kita sangat merindukan sistem Islam itu. Sistem yang akan menjaga kemuliaan kaum muslim dan memberikan perlakuan yang baik bagi non muslim. Aneh kalau masih ada yang tidak rindu. Wallahu a’lam.



Ali Mustofa Akbar

http://arrahmah.com/read/2011/04/17/11929-diskriminasi-media-massa.html