Buletin Dakwah Kaffah No. 109
[4 Shafar 1441 H | 4 Oktober 2019]
HANYA ISLAM
YANG BISA MERAWAT KEBERSAMAAN & KEBERAGAMAN
Belakangan Tanah Air seperti tak lepas dirundung musibah konflik dan kerusuhan, khususnya di Tanah Papua. Di lapangan warga yang menjadi korban kerusuhan didominasi warga pendatang, khususnya asal suku Minang dan Bugis. Kondisi ini mencemaskan. Pasalnya, Indonesia dihuni beragam suku, bangsa, agama dan budaya. Potensi terjadinya konflik etnik di tengah-tengah masyarakat amatlah besar.
Islam dan Keberagaman
Sejarah dunia sering diisi konflik dan penaklukkan antaretnik yang berujung pada penjajahan, diskriminasi dan eksploitasi bangsa yang ditaklukkan. Suku Indian sebagai penghuni asli benua Amerika tertindas dan tersisih secara sosial maupun ekonomi. Bahkan tanah nenek moyang mereka tak bisa lagi dimiliki. Sekarang populasinya di seluruh tanah Amerika hanya sekitar 2,09 persen dari seluruh populasi warga AS. Di Australia, suku Aborigin hanya berjumlah 3,3 persen dari seluruh warga negara Australia. Baik suku asli Indian ataupun Aborigin mengalami banyak penindasan dan pembunuhan oleh bangsa Barat kulit putih yang menguasai tanah asli mereka.
Keadaan ini berbeda dengan saat umat manusia hidup dalam naungan Islam. Selama 14 abad Khilafah Islam menguasai hampir 2/3 wilayah di dunia, tak pernah terjadi penjajahan, diskriminasi maupun eksploitasi terhadap warga asli negeri tersebut.
Islam, saat pertama kali dibawa oleh kaum Muslim dari Jazirah Arab, sama sekali tidak memperlihatkan arogansi kesukuan. Islam justru membawa semangat persaudaraan dan persamaan. Tentu karena Islam mengakui adanya keragaman suku-bangsa. Islam meletakkan kemuliaan manusia bukan pada suku-bangsa, pendatang atau warga asli, warna kulitnya; tetapi pada ketakwaannya kepada Allah SWT (Lihat: TQS al-Hujurat [49]: 13).
Nabi Muhammad saw. pernah bersabda kepada Abu Dzarr ra:
انْظُرْ فَإِنَّكَ لَيْسَ بِخَيْرٍ مِنْ أَحْمَرَ وَلاَ أَسْوَدَ إِلاَّ أَنْ تَفْضُلَهُ بِتَقْوَى
“Lihatlah, engkau tidak lebih baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam kecuali engkau mengungguli mereka dengan takwa.” (HR Ahmad).
Kaum Muslim dengan beragam suku-bangsa hidup rukun dan damai hampir selama 14 abad sebagai satu umat. Wilayah kekuasaan Khilafah Islam yang terbentang dari Afrika sampai Asia berhasil menata persatuan dan kerukunan antarumat manusia. Persatuan dan kerukunan itu diawali dengan persatuan dan kerukunan kaum Muhajirin dan Anshar di Madinah.
Berikutnya di negeri-negeri lain, Islam berhasil melebur perbedaan suku-bangsa, warna kulit dan bahasa dalam ikatan akidah Islam. Selama belasan abad Islam berhasil mempersatukan umat manusia dalam ikatan akidah Islam. Di sisi lain, warga non-Muslim terpelihara jiwa dan kehormatan mereka dalam naungan syariah Islam.
Bandingkan dengan negara-negara Barat. Amerika Serikat, misalnya, membutuhkan waktu ratusan tahun untuk bisa menghapuskan perbudakan terhadap warga kulit hitam, dan untuk mengakui kesetaraan warga kulit putih dengan warga kulit hitam. Bahkan sampai hari ini pun diskriminasi karena perbedaan warna kulit di AS masih terus terjadi.
Belasan abad silam, Islam telah menghapuskan dan mengharamkan seseorang membanggakan asal-muasal keluarganya dan suku bangsanya. Ubai bin Kaab ra pernah mendengar seorang pria berkata, "Hai keluarga fulan!" Lalu Ubay berkata kepada dia, "Gigitlah kemaluan bapakmu!" Ubay mencela dia terang-terangan tanpa memakai bahasa kiasan. Orang itu berkata kepada Ubay, "Wahai Abul Mundzir (Abu Ubay), engkau bukanlah orang yang suka berkata keji." Ubay berkata kepada dia, “Sungguh aku mendengar Rasulullah saw pernah bersabda, Siapa saja yang berbangga-bangga dengan slogan-slogan Jahiliah maka suruhlah ia menggigit kemaluan ayahnya..." (HR Ahmad).
Seandainya kita melihat dengan jujur pula mengapa keberagamaan di negeri ini dapat terjaga selama bertahun-tahun, jawabannya karena mayoritas warga di negeri ini adalah Muslim yang memahami kewajiban berbuat baik kepada sesama umat manusia, tanpa memandang suku, bangsa termasuk agama.
Provokasi Asing
Runtuhnya persatuan umat Muslim di Dunia Islam justru terjadi setelah masuknya paham asing berupa nasionalisme dan patriotisme ke negeri-negeri kaum Muslim. Misalnya melalui kaki tangan kolonial Inggris, pada tahun 1834, didirikan perkumpulan rahasia yang merencanakan seruan kebencian di tengah-tengah bangsa Arab terhadap Khilafah Utsmaniyah di Turki. Pada saat itu mereka menyebarkan seruan dan pamflet-pamflet permusuhan terhadap Khilafah Utsmaniyah yang mereka pandang sebagai penjajah bangsa Arab.
Kolonial Inggris juga menghasut permusuhan kaum Muslim dengan kaum Nasrani hingga terjadi konflik dan pembantaian massal pada tahun 1860 di wilayah Libanon. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada masa Kekhilafahan melainkan setelah Inggris melalui kaki tangannya dapat menyusup dan menghembuskan paham-paham primordialisme ke tengah-tengah kaum Muslim. Akibatnya, muncul konflik etnik dan agama: bangsa Arab dengan Turki; Muslim dengan Nasrani; termasuk umat Kristen dengan kaum Druze.
Dengan demikian bukan Islam dan Khilafah Islam yang menjadi pemicu konflik ataupun peperangan antaretnik di kawasan Timur Tengah. Inflitrasi pemikiran asinglah yang menjadi penyebab perpecahan dan konflik tersebut. Upaya ini berujung pada keruntuhan Khilafah Islamiyah pada masa itu.
Kehidupan Terpelihara, Kerukunan Terjaga
Umat manusia yang terpelihara dalam naungan Islam tak bisa dilepaskan dari kemuliaan syariah Islam yang memberikan pemeliharaan dan perlindungan kepada setiap warga. Menurut ajaran Islam, di antara dosa besar dan sanksi berat yang ditimpakan atas pelaku kejahatan adalah dalam kasus pembunuhan. Allah SWT berfirman:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
Siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya (TQS al-Maidah [5]: 32).
Tidak peduli berapa banyak orang yang terlibat dalam pembunuhan, Allah SWT memberikan ancaman yang begitu keras terhadap para pelakunya. Nabi saw bersabda:
لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ الأَرْضِ اجْتَمَعُوا عَلَى قَتْلِ مُسْلِمٍ لَكَبَّهَمُ اللهُ جَمِيعًا عَلَى وُجُوهِهِمْ فِي النَّارِ
Andai penduduk langit dan bumi berkumpul membunuh seorang Muslim, sungguh Allah akan menjerumuskan mereka semuanya dengan wajah mereka tersungkur di dalam neraka (HR ath-Thabarani).
Larangan membunuh warga tanpa alasan yang haq juga berlaku pada kalangan non-Muslim. Nabi saw mengancam siapa saja yang menghilangkan nyawa non-Muslim tanpa alasan yang haq:
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيْحَهَا تُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ أَرْبَعِيْنَ عَامًا
Siapa yang membunuh seorang muahad (orang kafir yang terikat perjanjian dengan Negara Islam) tak akan mencium bau surga. Sungguh bau surga itu tercium dari jarak perjalanan 40 tahun (HR al-Bukhari).
Hukum yang agung ini sanggup memelihara kehidupan umat manusia sehingga kerukunan tercipta.
Beberapa riwayat sahih menceritakan bagaimana para khalifah menegakkan hukum secara adil terhadap siapa saja. Ketika ada seorang warga Kristen Koptik di Mesir yang mengadu kepada Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab ra karena mendapat tindakan kekerasan dari Gubernur Mesir Amr bin al-Ash ra dan putranya, palu hukum yang adil pun dijatuhkan. Khalifah Umar memanggil Gubernur Mesir beserta putranya lalu menjatuhkan sanksi qishash atas mereka. Setelah sanksi dijalankan, Khalifah Umar ra menegur keras Gubernur Mesir dengan perkataan yang menjadi kemudian menjadi adagium hukum yang agung:
مَتَى اِسْتَعْبَدْتُمْ النَّاسَ وَ قَدْ وَلَدَتْهُمْ أُمُّهَاتُهُمْ أَحْرَارًا؟
“Sejak kapan kalian memperbudak manusia, sedangkan ibu mereka melahirkan mereka dalam keadaan merdeka?” (Dr. Akram Diya al-Amri, Ashr al-Khilafah ar-Rasyidah, hlm. 127).
Kaum Muslim di bawah naungan Khilafah Islam juga berhasil menciptakan kesejahteraan yang berkeadilan di tengah-tengah umat manusia. Syariah Islam menata agar setiap warga negara (Muslim dan non-Muslim) mendapat jaminan kebutuhan pokok semisal sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Berkat keadilan hukum-hukum Islam inilah maka gejolak sosial dan konflik di tengah-tengah masyarakat dapat dihilangkan dan kerukunan pun tercipta.
Tegakkan Islam
Karena itu kerusuhan yang terus-menerus melanda negeri ini patut diselesaikan dari akar persoalannya. Caranya dengan menjadikan Islam sebagai pengikat seluruh kaum Muslim dan membuat mereka kembali bersaudara dalam ikatan ukhuwah islamiyah. Dengan itu mereka saling memelihara harta, darah dan kehormatan satu sama lain.
Kemudian tegakkanlah syariah Islam. Sebab, hanya syariah Islam yang bisa memberikan rasa keadilan bagi setiap orang, bukan hanya Muslim. Syariah Islam juga menjamin kehidupan yang mensejahterakan setiap warga negara, Muslim dan non-Muslim. Syariah Islam akan memberangus oligarki dan monopoli ekonomi yang hanya memperkaya segelintir orang dan membiarkan banyak warga dalam jurang kemiskinan.
Inilah cara Islam menciptakan dan merawat kebersamaan selama belasan abad, sekaligus menciptakan peradaban yang unggul dan memuliakan umat manusia. []
Hikmah:
Allah SWTberfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sungguh Kami telah menciptakan kalian terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kalian saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengawasi.
(TQS al-Hujurat [49]: 13). []
Download file PDF di tautan https://bit.ly/2n3Ywuj
[4 Shafar 1441 H | 4 Oktober 2019]
HANYA ISLAM
YANG BISA MERAWAT KEBERSAMAAN & KEBERAGAMAN
Belakangan Tanah Air seperti tak lepas dirundung musibah konflik dan kerusuhan, khususnya di Tanah Papua. Di lapangan warga yang menjadi korban kerusuhan didominasi warga pendatang, khususnya asal suku Minang dan Bugis. Kondisi ini mencemaskan. Pasalnya, Indonesia dihuni beragam suku, bangsa, agama dan budaya. Potensi terjadinya konflik etnik di tengah-tengah masyarakat amatlah besar.
Islam dan Keberagaman
Sejarah dunia sering diisi konflik dan penaklukkan antaretnik yang berujung pada penjajahan, diskriminasi dan eksploitasi bangsa yang ditaklukkan. Suku Indian sebagai penghuni asli benua Amerika tertindas dan tersisih secara sosial maupun ekonomi. Bahkan tanah nenek moyang mereka tak bisa lagi dimiliki. Sekarang populasinya di seluruh tanah Amerika hanya sekitar 2,09 persen dari seluruh populasi warga AS. Di Australia, suku Aborigin hanya berjumlah 3,3 persen dari seluruh warga negara Australia. Baik suku asli Indian ataupun Aborigin mengalami banyak penindasan dan pembunuhan oleh bangsa Barat kulit putih yang menguasai tanah asli mereka.
Keadaan ini berbeda dengan saat umat manusia hidup dalam naungan Islam. Selama 14 abad Khilafah Islam menguasai hampir 2/3 wilayah di dunia, tak pernah terjadi penjajahan, diskriminasi maupun eksploitasi terhadap warga asli negeri tersebut.
Islam, saat pertama kali dibawa oleh kaum Muslim dari Jazirah Arab, sama sekali tidak memperlihatkan arogansi kesukuan. Islam justru membawa semangat persaudaraan dan persamaan. Tentu karena Islam mengakui adanya keragaman suku-bangsa. Islam meletakkan kemuliaan manusia bukan pada suku-bangsa, pendatang atau warga asli, warna kulitnya; tetapi pada ketakwaannya kepada Allah SWT (Lihat: TQS al-Hujurat [49]: 13).
Nabi Muhammad saw. pernah bersabda kepada Abu Dzarr ra:
انْظُرْ فَإِنَّكَ لَيْسَ بِخَيْرٍ مِنْ أَحْمَرَ وَلاَ أَسْوَدَ إِلاَّ أَنْ تَفْضُلَهُ بِتَقْوَى
“Lihatlah, engkau tidak lebih baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam kecuali engkau mengungguli mereka dengan takwa.” (HR Ahmad).
Kaum Muslim dengan beragam suku-bangsa hidup rukun dan damai hampir selama 14 abad sebagai satu umat. Wilayah kekuasaan Khilafah Islam yang terbentang dari Afrika sampai Asia berhasil menata persatuan dan kerukunan antarumat manusia. Persatuan dan kerukunan itu diawali dengan persatuan dan kerukunan kaum Muhajirin dan Anshar di Madinah.
Berikutnya di negeri-negeri lain, Islam berhasil melebur perbedaan suku-bangsa, warna kulit dan bahasa dalam ikatan akidah Islam. Selama belasan abad Islam berhasil mempersatukan umat manusia dalam ikatan akidah Islam. Di sisi lain, warga non-Muslim terpelihara jiwa dan kehormatan mereka dalam naungan syariah Islam.
Bandingkan dengan negara-negara Barat. Amerika Serikat, misalnya, membutuhkan waktu ratusan tahun untuk bisa menghapuskan perbudakan terhadap warga kulit hitam, dan untuk mengakui kesetaraan warga kulit putih dengan warga kulit hitam. Bahkan sampai hari ini pun diskriminasi karena perbedaan warna kulit di AS masih terus terjadi.
Belasan abad silam, Islam telah menghapuskan dan mengharamkan seseorang membanggakan asal-muasal keluarganya dan suku bangsanya. Ubai bin Kaab ra pernah mendengar seorang pria berkata, "Hai keluarga fulan!" Lalu Ubay berkata kepada dia, "Gigitlah kemaluan bapakmu!" Ubay mencela dia terang-terangan tanpa memakai bahasa kiasan. Orang itu berkata kepada Ubay, "Wahai Abul Mundzir (Abu Ubay), engkau bukanlah orang yang suka berkata keji." Ubay berkata kepada dia, “Sungguh aku mendengar Rasulullah saw pernah bersabda, Siapa saja yang berbangga-bangga dengan slogan-slogan Jahiliah maka suruhlah ia menggigit kemaluan ayahnya..." (HR Ahmad).
Seandainya kita melihat dengan jujur pula mengapa keberagamaan di negeri ini dapat terjaga selama bertahun-tahun, jawabannya karena mayoritas warga di negeri ini adalah Muslim yang memahami kewajiban berbuat baik kepada sesama umat manusia, tanpa memandang suku, bangsa termasuk agama.
Provokasi Asing
Runtuhnya persatuan umat Muslim di Dunia Islam justru terjadi setelah masuknya paham asing berupa nasionalisme dan patriotisme ke negeri-negeri kaum Muslim. Misalnya melalui kaki tangan kolonial Inggris, pada tahun 1834, didirikan perkumpulan rahasia yang merencanakan seruan kebencian di tengah-tengah bangsa Arab terhadap Khilafah Utsmaniyah di Turki. Pada saat itu mereka menyebarkan seruan dan pamflet-pamflet permusuhan terhadap Khilafah Utsmaniyah yang mereka pandang sebagai penjajah bangsa Arab.
Kolonial Inggris juga menghasut permusuhan kaum Muslim dengan kaum Nasrani hingga terjadi konflik dan pembantaian massal pada tahun 1860 di wilayah Libanon. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada masa Kekhilafahan melainkan setelah Inggris melalui kaki tangannya dapat menyusup dan menghembuskan paham-paham primordialisme ke tengah-tengah kaum Muslim. Akibatnya, muncul konflik etnik dan agama: bangsa Arab dengan Turki; Muslim dengan Nasrani; termasuk umat Kristen dengan kaum Druze.
Dengan demikian bukan Islam dan Khilafah Islam yang menjadi pemicu konflik ataupun peperangan antaretnik di kawasan Timur Tengah. Inflitrasi pemikiran asinglah yang menjadi penyebab perpecahan dan konflik tersebut. Upaya ini berujung pada keruntuhan Khilafah Islamiyah pada masa itu.
Kehidupan Terpelihara, Kerukunan Terjaga
Umat manusia yang terpelihara dalam naungan Islam tak bisa dilepaskan dari kemuliaan syariah Islam yang memberikan pemeliharaan dan perlindungan kepada setiap warga. Menurut ajaran Islam, di antara dosa besar dan sanksi berat yang ditimpakan atas pelaku kejahatan adalah dalam kasus pembunuhan. Allah SWT berfirman:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
Siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya (TQS al-Maidah [5]: 32).
Tidak peduli berapa banyak orang yang terlibat dalam pembunuhan, Allah SWT memberikan ancaman yang begitu keras terhadap para pelakunya. Nabi saw bersabda:
لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ الأَرْضِ اجْتَمَعُوا عَلَى قَتْلِ مُسْلِمٍ لَكَبَّهَمُ اللهُ جَمِيعًا عَلَى وُجُوهِهِمْ فِي النَّارِ
Andai penduduk langit dan bumi berkumpul membunuh seorang Muslim, sungguh Allah akan menjerumuskan mereka semuanya dengan wajah mereka tersungkur di dalam neraka (HR ath-Thabarani).
Larangan membunuh warga tanpa alasan yang haq juga berlaku pada kalangan non-Muslim. Nabi saw mengancam siapa saja yang menghilangkan nyawa non-Muslim tanpa alasan yang haq:
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيْحَهَا تُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ أَرْبَعِيْنَ عَامًا
Siapa yang membunuh seorang muahad (orang kafir yang terikat perjanjian dengan Negara Islam) tak akan mencium bau surga. Sungguh bau surga itu tercium dari jarak perjalanan 40 tahun (HR al-Bukhari).
Hukum yang agung ini sanggup memelihara kehidupan umat manusia sehingga kerukunan tercipta.
Beberapa riwayat sahih menceritakan bagaimana para khalifah menegakkan hukum secara adil terhadap siapa saja. Ketika ada seorang warga Kristen Koptik di Mesir yang mengadu kepada Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab ra karena mendapat tindakan kekerasan dari Gubernur Mesir Amr bin al-Ash ra dan putranya, palu hukum yang adil pun dijatuhkan. Khalifah Umar memanggil Gubernur Mesir beserta putranya lalu menjatuhkan sanksi qishash atas mereka. Setelah sanksi dijalankan, Khalifah Umar ra menegur keras Gubernur Mesir dengan perkataan yang menjadi kemudian menjadi adagium hukum yang agung:
مَتَى اِسْتَعْبَدْتُمْ النَّاسَ وَ قَدْ وَلَدَتْهُمْ أُمُّهَاتُهُمْ أَحْرَارًا؟
“Sejak kapan kalian memperbudak manusia, sedangkan ibu mereka melahirkan mereka dalam keadaan merdeka?” (Dr. Akram Diya al-Amri, Ashr al-Khilafah ar-Rasyidah, hlm. 127).
Kaum Muslim di bawah naungan Khilafah Islam juga berhasil menciptakan kesejahteraan yang berkeadilan di tengah-tengah umat manusia. Syariah Islam menata agar setiap warga negara (Muslim dan non-Muslim) mendapat jaminan kebutuhan pokok semisal sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Berkat keadilan hukum-hukum Islam inilah maka gejolak sosial dan konflik di tengah-tengah masyarakat dapat dihilangkan dan kerukunan pun tercipta.
Tegakkan Islam
Karena itu kerusuhan yang terus-menerus melanda negeri ini patut diselesaikan dari akar persoalannya. Caranya dengan menjadikan Islam sebagai pengikat seluruh kaum Muslim dan membuat mereka kembali bersaudara dalam ikatan ukhuwah islamiyah. Dengan itu mereka saling memelihara harta, darah dan kehormatan satu sama lain.
Kemudian tegakkanlah syariah Islam. Sebab, hanya syariah Islam yang bisa memberikan rasa keadilan bagi setiap orang, bukan hanya Muslim. Syariah Islam juga menjamin kehidupan yang mensejahterakan setiap warga negara, Muslim dan non-Muslim. Syariah Islam akan memberangus oligarki dan monopoli ekonomi yang hanya memperkaya segelintir orang dan membiarkan banyak warga dalam jurang kemiskinan.
Inilah cara Islam menciptakan dan merawat kebersamaan selama belasan abad, sekaligus menciptakan peradaban yang unggul dan memuliakan umat manusia. []
Hikmah:
Allah SWTberfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sungguh Kami telah menciptakan kalian terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kalian saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengawasi.
(TQS al-Hujurat [49]: 13). []
Download file PDF di tautan https://bit.ly/2n3Ywuj