Saturday, October 31, 2020

Umur Aisyah saat menikah dengan Rasulullah saw

 Umur Aisyah saat menikah dengan Rasulullah saw

Terjemahan artikel bahasa Inggris, dari : The Ancient Myth Exposed By T.O. Shanavas , di Michigan. © 2001 Minaret from The Minaret Source: http://www.iiie.net/

Seorang teman kristen suatu kali bertanya ke saya, ” Akankah anda menikahkan saudara perempuanmu yang berumur 7 tahun dengan seorang tua berumur 50 tahun?” Saya terdiam. Dia melanjutkan,” Jika anda tidak akan melakukannya, bagaimana bisa anda menyetujui pernikahan gadis polos berumur 7 tahun, Aisyah, dengan Nabi anda?” Saya katakan padanya,” Saya tidak punya jawaban untuk pertanyaan anda pada saat ini.” Teman saya tersenyum dan meninggalkan saya dengan guncangan dalam batin saya akan agama saya. Kebanyakan muslim menjawab bahwa pernikahan seperti itu diterima masyarakat pada saat itu. Jika tidak, Orang-orang akan merasa keberatan dengan pernikahan Nabi saw dengan Aisyah. Bagaimanapun, penjelasan seperti ini akan mudah menipu bagi orang-orang yang naif dalam mempercayainya. Tetapi, saya tidak cukup puas dengan penjelasan seperti itu. Nabi merupakan manusia tauladan, Semua tindakannya paling patut dicontoh sehingga kita, Muslim dapat meneladaninya. Bagaimanapun, kebanyakan orang di Islamic Center of Toledo, termasuk saya, Tidak akan berpikir untuk menunangkan saudara perempuan kita yang berumur 7 tahun dengan seorang laki-laki berumur 50 tahun. Jika orang tua setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, walaupun tidak semuanya, akan memandang rendah thd orang tua dan suami tua tersebut. Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi intruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur dibawah 18 tahun , dan calon isteri dibawah 16 tahun. Tahun 1931, Sidang dalam oraganisasi-oraganisi hukum dan syariah menetapkan untuk tidak merespon pernikahan bagi pasangan dengan umur diatas (Women in Muslim Family Law, John Esposito, 1982). Ini memperlihatkan bahwa walaupun di negara Mesir yang mayoritas Muslim pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat diterima. Jadi, Saya percaya, tanpa bukti yang solidpun selain perhormatan saya thd Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis brumur 7 tahun dengan Nabi berumur 50 tahun adalah mitos semata. Bagaimanapun perjalanan panjang saya dalam menyelelidiki kebenaran atas hal ini membuktikan intuisi saya benar adanya. Nabi memang seorang yang gentleman. Dan dia tidak menikahi gadis polos berumur 7 atau 9 tahun. Umur Aisyah telah dicatat secara salah dalam literatur hadist. Lebih jauh, Saya pikir bahwa cerita yang menyebutkan hal ini sangatlah tidak bisa dipercaya. Beberapa hadist (tradisi Nabi) yang menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi, hadist-hadist tsb sangat bermasalah. Saya akan menyajikan beberapa bukti melawan khayalan yang diceritakan Hisyanm ibnu `Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi dari sebutan seorang tua yang tidak bertanggung jawab yang menikahi gadis polos berumur 7 tahun.

BUKTI #1: PENGUJIAN THD SUMBER Sebagaian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari Bapaknya,Yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini. Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, dimana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua. Tehzibu’l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : ” Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq ” (Tehzi’bu’l-tehzi’b, Ibn Hajar Al- `asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50). Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: ” Saya pernah dikasih tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq” (Tehzi’b u’l-tehzi’b, IbnHajar Al- `asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50). Mizanu’l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: “Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu’l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu’l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).

KESIMPULAN: berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah jelek dan riwayatnya setelah pindha ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel. KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam: pra-610 M: Jahiliya (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu 610 M: turun wahyu pertama AbuBakr menerima Islam 613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat 615 M: Hijrah ke Abyssinia. 616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam. 620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah 622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina 623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah

BUKTI #2: MEMINANG Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun. Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: “Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari 2 isterinya ” (Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979). Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa jahiliyah usai (610 M). Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.

KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.

BUKTI # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah Menurut Ibn Hajar, “Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun… Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah ” (Al-isabah fi tamyizi’l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978). Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.

KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar. BUKTI #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma’ Menurut Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d: “Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la’ma’l-nubala’, Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu’assasatu’l-risalah, Beirut, 1992). Menurut Ibn Kathir: “Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933). Menurut Ibn Kathir: “Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau bebrapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933) Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: “Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H.” (Taqribu’l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi’l-nisa’, al-harfu’l-alif, Lucknow). Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisuh usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (622M). Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana Aisyah berumah tangga. Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun. Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..? kesimpulan: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.

BUKTI #5: Perang BADAR dan UHUD Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab karahiyati’l-isti`anah fi’l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: “ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar. Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Ghazwi’l-nisa’ wa qitalihinnama`a’lrijal): “Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].” Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud and Badr. Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): “Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb.” Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 years akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perangm, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud

KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.

BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan) Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: “Saya seorang gadis muda(jariyah dalam bahasa arab)” ketika Surah Al-Qamar diturunkan(Sahih Bukhari, kitabu’l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr). Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon). Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karean itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi. Kesimpulan: riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.

BUKTI #7: Terminologi bahasa Arab Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepada nya ttg pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: “Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi bertanya ttg identitas gadis tsb (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah. Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun. Kata yang tepat untuk gadis belia yangmasih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaiaman kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin”. Oleh karean itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).

Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah “wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan.” Oleh karean itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.

BUKTI #8. Text Qur’an Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur’an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun? Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat , yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur’an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid doaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri. Ayat tsb mengatakan : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?? (Qs. 4:6) Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan “sampai usia menikah” sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan. Disini, ayat Qur’an menyatakan ttg butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka. Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis tsb secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambi tugas sebagai isteri. Oleh karean itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa AbuBakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun.. Sama sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun. Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,” berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?” Jawabannya adalah Nol besar. Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya? AbuBakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur’an. Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau akan menolak dengan tegas karean itu menentang hukum-hukum Quran.

Kesimpulan: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karean itu, Cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.

BUKTI #9: Ijin dalam pernikahan Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan. Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan. Adalah tidak terbayangkan bahwa AbuBakr, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras ttg persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun. Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah. kesimpulan: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami ttg klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karean itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.

SUMMARY: Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah saw dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernha keberatan dengan pernikahan seperti ini, karean ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat. Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable. Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karean adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam. Oleh karean itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur’an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab.

Catatan Kajian Ilmiah Aisyah Istri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam disampaikan oleh Ustadz Dr.Syafiq Riza Basalamah hafizhahullah.

 Catatan Kajian Ilmiah Aisyah Istri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam disampaikan oleh Ustadz Dr.Syafiq Riza Basalamah hafizhahullah.

By Karyani Rukman, dibantu oleh Admin Dakwah Al-Hanif

Aisyah Radiyallahu Anha adalah salah satu dari 9 istri Rasulullah. Beliau adalah bunda kita, beliau adalah ibunda orang beriman. Tapi tidak semua orang yang mengaku muslim mengakui Aisyah sebagai ibundanya. Padahal dalam surah Al Ahzab ayat 6 telah jelas disampaikan bahwa beliau adalah ibundanya orang orang beriman.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺃَﻭْﻟَﻰ ﺑِﺎﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻣِﻦْ ﺃَﻧﻔُﺴِﻬِﻢْ ﻭَﺃَﺯْﻭَﺍﺟُﻪُ ﺃُﻣَّﻬَﺎﺗُﻬُﻢْ ﻭَﺃُﻭْﻟُﻮ ﺍﻟْﺄَﺭْﺣَﺎﻡِ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢْ ﺃَﻭْﻟَﻰ ﺑِﺒَﻌْﺾٍ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮِﻱﻥَ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻥ ﺗَﻔْﻌَﻠُﻮﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺋِﻜُﻢ ﻣَّﻌْﺮُﻭﻓﺎً ﻛَﺎﻥَ ﺫَﻟِﻚَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻣَﺴْﻄُﻮﺭﺍً ‏( ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ : ٦ )

“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah).” (QS Al-Ahzab [33]: 6)

Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa istri-istri Nabi adalah ibunda bagi orang-orang yang beriman, itu sebabnya tidak halal istri-istri Nabi dinikahi setelah beliau wafat. Tapi sebagian dari kita justru sering mengidolakan wanita-wanita lain yang bukan ‘siapa-siapa’. Banyak di antara kita yang menjadi follower medsos artis-artis molek yang sebenarnya mereka tidak pantas dijadikan contoh, karena mereka tidak membangun kehidupan masyarakat Islami dan tidak menumbuhkan nilai-nilai kebaikan. Bahkan banyak di antara mereka yang justru mengumbar aurat dan gemar gonta-ganti pasangan.

Saat ini jika ditanya tentang Aisyah maka yang diceritakan hanya keindahan dan keromantisannya bersama Nabi. Maka ketahuilah bawa romantisme itu telah berlalu dan sekarang ada ilmu-ilmu yang diwarisi dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melalui ibunda Aisyah. Ada suka dan duka dalam kehidupan runah tangga Aisyah radhiallahu anha. Hendaknya kita pelajari juga bagaimana kesabaran dan kesulitan hidupnya selama berumah tangga dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Kajian ini adalah untuk mengupas kehiduan beliau secara keseluruhan.

Tidak mudah menjadi istri Nabi. Sekalipun istri-istri Nabi hidup bersama orang yang paling mulia, tapi mereka hidup dalam kemiskinan, rumah hanya 5 × 5 meter. Dari bulan ke bulan sering kali dapur istri-istri Nabi tidak berasap. Mereka tidak punya bahan makanan untuk dimasak. Belum lagi Aisyah itu adalah salah satu istri dari 9 istri Nabi. Nabi hanya bermalam di rumah Aisyah tiap 9 malam sekali, jadi Nabi hanya menginap sekali dalam 9 hari. Dan beliau menerima dengan sabar kondisi itu. Bandingkan dengan wanita-wanita sekarang, baru ada kabar suaminya akan menikah lagi saja dunia serasa akan kiamat. Padahal dia baru akan punya satu orang madu, sedangkan Aisyah madunya 8 orang.

Betapa perjuangan Aisyah sangat berat, beliau sangat sabar. Beliau tahu bahwa hidup di dunia ini bukan hanya untuk bersenang-senang, ada perjuangan di dalamnya. Aisyah pernah memiliki badan yang sangat kurus karena selain kehidupan yang sulit beliau juga pernah difitnah berzina.

Aisyah adalah putri Abu Bakar, ayahnya muslim, ibunya muslimah. Beliau lahir pada tahun ke-4 kenabian Rasulullah. Jadi saat itu Abu Bakar sudah masuk Islam. Ibunda Aisyah bernama Ummu Ruman binti Umair bin Amier. Saat itu ada kebiasaan menjodohkan anak, lumrah menurut budaya tradisi dan agama pada saat itu. Bila tidak jadi menikah, ya tidak apa-apa. Disebutkan dalam Thabaqat Ibn Saad bahwa di usia Aisyah 6 tahun, Nabi meminangnya. Jangan bandingkan kondisi saat itu dengan kondisi saat ini, kita harus melihatnya dengan kacamata yang berbeda. Zaman dulu belum ada ketentuan wanita baru boleh menikah saat usia 17 tahun. Saat Rasulullah meminang, ada janji Abu Bakar untuk menjodohkan putrinya dengan Jubair putra Mut’im bin Adi bin Naufal, sehingga sebelum menerima pinangan Rasulullah, Abu Bakar meminta izin terlebih dulu pada Mut’im. Setelah diizinkan barulah Abu Bakar menerima pinangan Rasulullah.

Setelah Khadijah meninggal, Nabi menikah dengan Saudah. Setahun kemudian menikah dengan Aisyah pada tahun ke-10 atau ke-11 kenabian. Usia Aisyah saat itu 6 tahun. Nabi menikahi Aisyah hanya akad saja, kemudian tidak menjalani hubungan sebagaimana pasangan suami istri. Aisyah tetap dalam perawatan orang tuanya. Setelah hijrah ke Madinah, barulah Aisyah hidup dan bergaul sebagaimana layaknya suami istri dengan Rasulullah. Saat itu usia Aisyah sudah 9 tahun. Sekali lagi kita gunakan kaca mata kebiasaan masyarakat pada zaman itu. Kita lihat juga sejarah tidak ada satupun dari kalangan musyrik yang senantiasa menyerang Islam dan kaum muslimin, atau kalangan munafik yang selalu mencari celah untuk mengejek kaum muslimin, atau kaum yahudi yang pernah tinggal bersama Nabi di Madinah yang pernah mempermasalahkan pernikahan Aisyah dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Di masa itu pernikahan seperti itu lumrah.

Ada hikmah yang agung dari pernikahan Rasulullah dengan Aisyah. Antara lain mempererat hubungan Nabi dengan ayah Aisyah yaitu Abu Bakar. Selain menikahi Aisyah, Rasulullah juga menikahi putri Umar. Kemudian beliau menikahkan putrinya dengan Utsman dan dengan Ali.

Pendidikan di rumahnya sudah full Islami. Kemudian pindah dari pendidikan orangtua nya ke pendidikan Rasulullah dan Aisyah menjadi kepanjangan lidah Rasulullah dalam memberikan penjelasan hukum-hukum Islam. Jadi sekali lagi dalam pernikahan itu tidak masalah jika ada perbedaan usia. Di negeri kita ada beberapa public figure yang duda kemudian menikahi wanita yang usianya lebih muda dari usia anaknya, dan ternyata hal itu biasa biasa saja tidak ada yang mempermasalahkan.

Aisyah adalah seorang alimah atau berilmu. Keutamaan Aisyah tidak bisa dibandingkan dengan Ibu Kartini atau pahlawan-pahlawan wanita lainnya. Aisyah tidak pernah meminta kesetaraan antara wanita dan laki-laki, beliau tahu diri, tidak mungkin wanita mengambil peran laki-laki. Yang harus ada antara laki-laki dan wanita adalah saling mendukung. Allah subhanahu wa Ta'ala sudah menjelaskan bahwa laki laki itu tidak seperti wanita

ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﭐﻟﺬَّﻛَﺮُ ﻛَﭑﻟْﺄُﻧﺜَﻰٰ

(Ali Imran 36)

Yang menginginkan kesamaan antara lelaki dan perempuan maka hakekatnya dia menzahlimi perempuan. Ada tugas lelaki yang tidak bisa diberikan ke perempuan.

Kemuliaan Aisyah dibanding perempuan-perempuan lainnya di zaman Nabi adalah seperti *tsarid* (makanan paling enak saat itu) yang berada di antara makanan-makanan biasa. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

ﻭَﺇِﻥَّ ﻓَﻀْﻞَ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ ﻛَﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﺜَّﺮِﻳْﺪِ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﺎﺋِﺮِ ﺍﻟﻄَّﻌَﺎﻡِ

"Dan keutamaan Aisyah atas semua wanita seperti keutamaan tsarid atas segala makanan"

Nabi mencintai Aisyah, maka kita juga wajib mencintai Aisyah. Ketika ditanya siapa wanita yang paling dicintai Nabi, jawab Rasulullah adalah Aisyah. Dan yang laki-laki adalah bapaknya Aisyah, yaitu Abu Bakar.

Bila ada shahabat yang akan menghadiahi sesuatu pada Nabi, maka shahabat itu biasanya menunggu saat Nabi gilir di rumah Aisyah. Hal ini menimbulkan kecemburuan istri-istri yang lain. Fatimah putri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam diutus untuk menyampaikan hal itu pada Rasulullah. Tapi Rasulullah malah mengatakan kepada putrinya: cintailah wanita yang kucintai.

Aisyah menceritakan 10 kelebihan yang Allah berikan kepadanya, sebagaimana hal ini disebutkan oleh Ibn Sa'ad dalam Thabaqat :

1. Hanya Aisyah yang dinikahi Nabi dalam kondisi masih gadis.

2. Hanya Aisyah istri Nabi yang kedua orang tuanya muhajirin.

3. Allah langsung yang menjelaskan kesucian Aisyah ketika difitnah berzina.

4. Jibril pernah datang pada Nabi membawa rupa Aisyah, rupa wajah Aisyah diletakkan di atas kain sutra dan diperlihatkan pada Nabi dalam mimpinya. Kemudian Jibril memerintahkan Nabi untuk menikahinya.

5. Aisyah mandi dengan Nabi dalam satu tempat air dan hal itu tidak pernah dilakukan dengan istri yang lain.

6. Wahyu sering turun ketika Nabi sedang berada dalam keadaan satu selimut dengan Aisyah.

7. Nabi meninggal dalam pangkuan Aisyah.

8. Nabi meninggal di rumah Aisyah dan memang pada saat itu sedang gilir di rumah Aisyah.

9. Nabi dimakamkan di rumah Aisyah.

10. (Ustadz Syafiq lupa…qodarullah)

Aisyah pernah difitnah berzina dengan Sofwan, tapi ternyata berita itu dusta. Beliau istri seorang Nabi dan dituduh berzina. Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak mengetahui perkara ghaib, sehingga tidak tahu yang sebenarnya terjadi. Sikap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam terhadap Aisyah sempat berubah. Romantis itu sempat hilang setelah kaum munafik menyebarkan berita dusta bahwa Aisyah berzina dengan Shafwan. Aisyah sampai sakit dan dirawat di rumah ayah bundanya. Dalam Surat An-Nur ayat 11 Allah membela Aisyah dan menjelaskan bahwa beliau tidak berzina. Saat difitnah, Aisyah bersabar, sebagaimana halnya beliau juga bersabar dengan kemiskinan. Aisyah hanya berkata sebagaimana yang dikatakan Nabiyullah Ya'qub alaihisalam

ﻓَﺼَﺒْﺮٌ ﺟَﻤِﻴﻞٌ ۖ ﻭَﭐﻟﻠَّﻪُ ﭐﻟْﻤُﺴَﺘَﻌَﺎﻥُ ﻋَﻠَﻰٰ ﻣَﺎ ﺗَﺼِﻔُﻮﻥَ …

… ” maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan”.. (Yusuf:18)

Aisyah diuji agar nampak mana emas imitasi dan mana emas murni. Ujian adalah cara untuk menyingkap siapa diri kita. Ujian bisa turun melalui suami, anak, atau siapa dan apa pun. Allah Ta'ala berfirman

ﺃَﺣَﺴِﺐَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺃَﻥْ ﻳُﺘْﺮَﻛُﻮﺍ ﺃَﻥْ ﻳَﻘُﻮﻟُﻮﺍ ﺁﻣَﻨَّﺎ ﻭَﻫُﻢْ ﻻ ﻳُﻔْﺘَﻨُﻮﻥَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami Telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? al-‘Ankabut:2

Untuk para wanita ketahuilah bahwa ketika engkau mengatakan, "Saya beriman" maka engkau akan diuji. Engkau akan diuji dengan suami, anak, tetangga, istri-istri suamimu, agar nampak siapa yang benar imannya.

Kualitas iman Aisyah sudah teruji dan pembelaan dari Allah sudah turun dan ayat itu bisa kita baca sampai hati ini. Tidak perlu peringatan Hari Aisyah karena Aisyah dan perjuangannya sudah terbukti.

Aisyah telah meriwayatkan 2210 hadits. Kalau bicara ilmu fiqih Aisyah… maa sya Allah, para shahabat banyak yang bertanya masalah syariat dan beliau menjelaskannya pada para sahabat di balik tabir. Abu Salamah mengatakan tidak ada orang yang lebih paham sunnah kecuali Aisyah. Banyak wahyu yang turun pada Nabi ketika beliau berada dalam selimut Aisyah.

Aisyah bagaimanapun adalah seorang wanita. Beliau memiliki kecemburuan. Pernah Nabi mendapat kiriman makanan dari istri yang lain ketika sedang berada di rumah Aisyah. Dan Aisyah tidak menyukai itu, makanan itu ditepisnya. Dalam hal ini, Aisyah adalah wanita biasa yang juga bisa cemburu. Maka Nabi memaklumi hal itu.

Aisyah gemar bersedekah, sedekah habis-habisan, dan lebih mengutamakan kebutuhan orang lain daripada kebutuhan dirinya sendiri. Sebagaimana ayahnya yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq yang dermawan maka 'buah itu tidak jatuh jauh dari pohonnya'. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah mengatakan, "Tidak ada harta seseorang yang paling bermanfaat seperti hartanya Abu Bakar." Pernah Nabi sedang membutuhkan harta dan Abu Bakar membawakan seluruh hartanya untuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersedekah kambing dan menyuruh istri-istri Nabi untuk membagikan daging kambing kepada orang lain. Maka setelah dibagikan daging kambing tersebut Nabi shallallahu alayhi wa sallam bertanya kepada Aisyah radhiyallahu anhā: "Wahai Aisyah, bagian mana dari kambing tersebut yang masih tersisa?"

Maka kata Aisyah: "Tidak ada yang tersisa kecuali hanya bagian paha kambing."

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:

"Seluruh kambing tersisa kecuali bagian paha kami."

Sayyidina Muawwiyah radhiallahu anhu pernah memberi uang 100.000 dirham kepada Aisyah radhiallahu anha. Di zaman itu harga kambing senilai 5 s/d 10 dirham, jadi 100.000 dirham itu senilai 10.000 ekor kambing. Jika harga seekor kambing 2 juta maka uang itu senilai 2 milyar. Uang hasil pemberian Sayyidina Muawaiyah radhiallahu anhu itu langsung diinfakkan oleh Ibunda Aisyah. Beliau tidak terpikir untuk merenovasi rumahnya, dapurnya, memperluas kamar, ganti hordeng, atau ganti kendaraan. Urwah bin Zubair, keponakan Aisyah bercerita bahwa Aisyah bersedekah sebesar 70.000 dirham padahal pakaiannya sendiri penuh tambalan, sebagaimana hal itu disebutkan dalam Thabaqat Ibn Saad. Kita bandingkan wanita wanita zaman sekarang: mobilnya, pakaiannya, jamnya, tasnya, dan kekayaannya. Kita lihat berapa mereka bersedekah. Mungkin mereka bersedekah 1 juta. Namun jika dibandingkan dengan sedekah yang dikeluarkan Aisyah tidak ada apa-apanya. Itulah Aisyah yang kita belajar darinya tentang kesabaran, bersyukur, tidak mudah mengeluh, dan rajin sedekah.

Abdullah bin Zubair bin Awwam pernah melakukan sesuatu. Abdullah bin Zubair bin Awwam ketika menjadi pemimpin membatasi gerak Aisyah dalam masalah mengeluarkan harta. Aisyah kemudian bersumpah untuk tidak berbicara dengannya. Abdullah akhirnya minta maaf dan Aisyah memaafkan serta membayar kaffarat atas sumpahnya. Suatu hari Abdullah bin Zubair bin Awwam memberi uang kepada Aisyah sebesar 100.000 dirham. Uang itu kemudian dibagikan seluruhnya oleh Aisyah dari pagi sampai sore. Ketika sore Aisyah mengatakan kepada pembantu perempuan untuk menyiapkan makanan untuk berbuka puasa. Kemudian pembantu itu mengatakan kepada Aisyah kenapa tidak disisakan barang 1 dirham untuk membeli daging, sehingga kita tidak berbuka dengan roti. Aisyah pun mengatakan jangan salahkan dirinya, mengapa tidak bilang sebelumnya.

Berbicara masalah kedermawanan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah mengingatkan para wanita untuk banyak bersedekah, walaupun dengan perhiasannya karena penghuni neraka itu kebanyakan dari kalangan wanita. Dan sedekah itu bisa mencegah suul khatimah, penyakit, dan kebinasaan. Dan Aisyah telah memberikan teladan kedermawanan.

Aisyah itu seorang yang pemalu, dan selalu berhijab. Ketika suaminya meninggal dan dikuburkan di rumahnya, beliau ketika ziarah ke kuburan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan tidak memakai jilbab. Demikian pula ketika ayahnya meninggal dan dikuburkan di samping suaminya beliau pun ketika ziarah tidak berjilbab. Namun ketika Umar meninggal dan dikuburkan di samping suami dan ayahnya, beliau ketika ziarah memakai jilbab karena ada Umar yang bukan mahram Aisyah. Demikian rasa malu Aisyah...lalu bagaimana dengan wanita wanita zaman sekarang...

Ketika sakit yang menghantarkannya kepada kematiannya, para shahabat menjenguknya. Abdullah bin Abbas menjenguknya dan memujinya. Aisyah pun berkata bahwa dia tidak mau ada seorangpun yang memujinya, dan dia ingin menjadi seseorang yang dilupakan manusia. Demikianlah rasa takut Aisyah yang khawatir dengan pujian manusia. Aisyah wafat tahun 57 hijriah bulan Ramadhan di usia kurang lebih berusia 63 tahun. Shahabat Abu Hurairah menshalatkan beliau setelah pelaksanaan shalat witir.

Demikian pelajaran dari perjalanan hidup Aisyah. Dan kita tahu bahwa para istri Nabi tidak boleh berbicara dengan laki laki dengan suara lemah lembut. Dan perintah itu juga tertuju kepada wanita wanita muslimah agar mencegah orang yang ada penyakit di hatinya menjadi suka.

Cilegon, 1 Ramadhan 1441/ 24 April 2020

Wednesday, September 30, 2020

Sejarah PKI

 https://youtu.be/zjxm4Z1U1mY


[Beserta transkripnya]


SEJARAH PKI

 

Mau tau sejarah PKI?


Saya ambil momentum-momentum yang penting saja. Perhatikan baik-baik! Di bulan Mei tahun 1914, tatkala Indonesia masih dijajah oleh pemerintah Hindia belanda, datanglah 85 Tokoh Komunis Hindia Belanda yang berasal dari Partai Sosialis Belanda. Mereka datang ke Indonesia, mereka tinggal di Indonesia, lalu mereka membentuk Asosiasi Perburuhan. Asosiasi Buruh.


Mereka rekrut buruh-buruh di Pelabuhan, buruh-buruh Pabrik, buruh-buruh Perusahaan. Mereka beri nama ISDV. Dalam bahasa belanda itu singkatan dari Indische Sociaal Democratische Vereenigin, kurang lebih artinya Asosiasi Perburuhan Hindia Belanda.


Kemudian ISDV didirikan, semua pengurusnya orang Belanda, tapi anggotanya orang kita (orang Indonesia). Buruh-buruh dibujuk, pekerja dibujuk, petani dibujuk. Dijanjikan perlindungan, dijanjikan pembelaan : Kalau ikut Asosiasi ini, karena yang memimpinnya orang Belanda, kalau ada apa-apa nanti dibela sama orang Belanda. Banyak buruh dan petani yang tidak paham, sekedar ingin cari selamat, sekedar ingin dapat fasilitas, mereka masuk ke ISDV.


Makin hari makin kuat, makin hari makin banyak buruh yang ikut ISDV. Lalu di tahun 1917 orang-orang Belanda Komunis ini, yang dipimpin oleh Henk Sneevliet ( Ketua ISDV) mereka provokasi buruh, mereka provokasi buruh pabrik, buruh pelabuhan, buruh perusahaan, buruh perkebunan, untuk melakukan pemogokan, sekaligus kerusuhan besar!


Mereka bikin kerusuhan besar. Bakar pabrik, bakar perkebunan. Untuk apa? Tidak lain dan tidak bukan, ISDV menuntut pemerintah Hindia Belanda untuk menolak System Kapitalis dan menerapkan System Komunis. Jadi di Belanda itu ada dua kekuatan, yaitu : Kekuatan Kapitalis dan Kekuatan Komunis. Mereka mau ganti, Kapitalis harus dirubuhkan, ganti dengan pemerintahan Komunis.


Catat baik-baik. 


Saat itu ISDV melakukan kerusuhan sosial terhadap Belanda bukan untuk kemerdekaan Republik Indonesia! Saya ulangi sekali lagi, bukan untuk kemerdekaan Republik Indonesia! Mereka hanya bikin kerusuhan sosial untuk menggulingkan pemerintahan Kapitalis Belanda menjadi pemerintahan Komunis Belanda! Artinya kerusuhan itu hanya untuk kepentingan Komunis Belanda! 


Kenapa ini perlu saya garis bawahi? 


Sebab anak-anak PKI yang ada saat ini, dimana-mana sesumbar : 

Dulu kami Pejuang. Dulu PKI berontak kepada Belanda.!

Dulu tahun 1917 kami berontak! 

Kami bakar pabrik, kami bakar perkebunan, kami bakar itu perusahaan.

Kami pejuang-pejuang yang berani. Kami pahlawan!


Banyak anak muda kita yang tidak paham! Percaya kalau PKI pahlawan!


Begitu mereka bikin kerusuhan, akhirnya tokoh-tokoh komunis Belanda tersebut ditangkap oleh pemerintah Hindia Belanda dan dikembalikan ke Negeri Belanda. Kecuali beberapa gelintir orang-orang belanda yang dianggap tidak terlibat dalam kerusuahan. Sisanya semuanya dipulangkan, termasuk henk Sneevliet – Ketua ISDV. Tapi ISDV tidak dibubarkan oleh belanda. 


Kenapa tidak dibubarkan? Sebab Belanda bilang ini anggotanya sudah banyak, ada dimana-mana. Sayang kalau dibubarkan. Tapi Belanda ingin ambil alih agar belanda bisa menguasai Buruh dan para Petani.


Singkat cerita, masuk tahun 1920. Atau saya ingatkan dulu ; masuk tahun 1920, ISDV menggelar Kongres di Semarang – Jawa Tengah dan mengganti nama menjadi Perserikatan Komunis di Hindia Belanda yang disingkat PKH. (Perserikatan Komunis Hindia Belanda). Jadi artinya, di tahun 1920 dia keluarkan watak aslinya. Bahwa mereka adalah Perserikatan Komunis, Perhimpunan Komunis, Paguyuban Komunis.


Lalu siapa yang memimpinnya?


Ketika itu ada dua orang Indonesia dijadikan pemimpin, Pertama adalah Semaun dari Surabaya, yang kedua adalah Darsono dari Kota Solo. Padahal dua orang ini sebelumnya ikut Syarekat Islam (SI). Pada saat ISDV didirikan, (ada) kerjasama dengan Syarekat Islam. Karena Syarekat Islam kira ini (ISDV) cuma Asosiasi Buruh, tidak ada kaitan dengan Komunis, alasan kedua : karena ISDV anti Kapitalis. Syarekat Islam juga anti Kapitalis. Punya musuh bersama, sama-sama anti kapitalis, makanya dia (ISDV dan SI) gabung.


Tapi, begitu 1920, ISDV mengganti nama menjadi Perserikatan Komunis Hindia Belanda, bubar! Syarekat Islam tidak mau lagi untuk bersatu dengan mereka (ISDV). Syarekat Islam yang saat itu dipimpin oleh Hadji Oemar Said Tjokroaminoto menolak untuk kerjasama lagi dengan PKI (Baca : Komunis).


Ingat! Waktu itu namanya belum PKI, namanya masih PKH. 1914 namanya ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereenigin), 1920 berubah menjadi PKH (Perserikatan Komunis Hindia Belanda). 


Lalu tahun 1924, akhirnya Perserikatan Komunis Hindia Belanda (PKH) mengganti nama lagi. Kali ini namanya adalah Partai Komunis Indonesia yang disingkat PKI.


Kemudian di tahun 1926 dan 1927. Partai komunis Indonesia (PKI) karena sudah merasa lebih kuat, kali ini anggotanya lebih banyak. Dia bujuk buruh-buruh, dia bujuk petani-petani,dia bujuk orang-orang miskin untuk masuk kedalam Partai Komunis Indonesia (PKI). Begitu anggotanya sudah lebih banyak dibandingkan tahun 1917, akhirnya tahun 1926 lagi-lagi mereka melakukan kerusuhan.


Mereka bakar pabrik-pabrik , bakar perkebunan, bakar perusahaan. Mereka lakukan kerusakan dimana-mana. Pemerintah Hindia belanda marah. Akhirnya pimpinan PKI ketika itu yaitu Semaun, Darsono, muso dan Alimin – semuanya ditangkap. Dan semua dibuang ke Moscow – Rusia. 


Pimpinan PKI dibuang ke Rusia, mereka bisa hidup di Rusia. 

Lalu bagaimana dengan petani? Bagaimana dengan buruh yang mereka rekrut?  


13.000 petani ditangkap oleh Belanda. Puluhan mereka gantung, ratusan mereka siksa habis-habisan. Dari dulu PKI senang mengorbankan rakyat kecil . Mengorbankan buruh, mengorbankan petani. Biadab!

Akhirnya PKI (Partai Komunis Indonesia) dibubarkan oleh Belanda. 1924 PKI dibubarkan oleh Belanda.

13.000 petani – buruh ditangkap dan dibuang ke Tanah Merah di Papua – Irian. 


Puluhan digantung oleh Belanda dijalan-jalan. Yang dibunuh oleh Belanda, yang digantung oleh Belanda, petani-petani kecil, buruh-buruh kecil. Tapi pimpinan-pimpinannya ; Muso, Alimin, pimpinan-pimpinan kelas kakapnya semua dipindahkan ke Moscow – Rusia. 


Jadi PKI jangan ngaku-ngaku. 

Anak-anak muda PKI sekarang ngaku ; 


Kami Pahlawan. 

Kami Pejuang! 

Dulu dua kali kami berontak kepada Belanda! 1917, 1927! 


BOHONG!!!


Mereka tidak melakukan pemberontakan untuk kemerdekaan Republik Indonesia!

Mereka, ketika itu hanya diperalat oleh tokoh-tokoh Komunis Belanda untuk menggulingkan Pemerintahan Kapitalis Hindia Belanda agar berganti menjadi Pemerintahan Komunis Hindia Belanda!

Buktinya! Di tahun 1924 ketika PKI dideklarasikan, - dulu yang membangun pertama kali Komunis di Indonesia yaitu Henk Sneevliet – yang dipulangkan oleh Belanda, Resmi untuk mewakili PKI untuk menghadiri Kongres Komunisme Internasional di Moscow.


Seluruh tokoh Komunis Belanda menjadi anggota PKI dan mewakili PKI hadir di Kongres Komunis di Jerman, Kongres Komunis di Cina, Kongres Komunis di Moscow – Unisoviet . PKI telah menjadi jaringan Komunis Internasional sejak tahun 1924.


Makanya begitu tahun 1927, begitu dia (PKI) melakukan huru-hara, dibubarkan oleh Pemerintah Belanda. Sebab Pemerintah Hindia Belanda adalah Pemerintah Kapitalis yang bekerjasama dengan Pemerintah Amerika, dan tidak mau berkiblat kepada Cina maupun Unisoviet.


BAGAIMANA PKI KEMBALI KE INDONESIA?


Begitu dilarang. Muso dibuang ke Rusia, Alimin dibuang ke Rusia, mereka tidak berani untuk kembali ke Indonesia karena Belanda masih berkuasa. Begitu Indonesia merdeka, tanggal 17 Agustus 1945, siapa yang merumuskan kemerdekaan? Yang merumuskan kemerdekaan adalah tokoh-tokoh Islam dan tokoh-tokoh Nasional. Tidak ada tokoh PKI!


Tokoh-tokoh Islam : Kyai Haji Wahid Hasyim – Pimpinan Nahdatul Ulama, Kyai Haji Abdul Kahar Mudzakkir – Pimpinan Muhammadiayah, Kyai Haji Agus Salim – Pimpinan Syarekat Islam. Dan dari Tokoh Nasionalisnya : Bung Karno (Ir Soekarno) Bung Yamin (Moehammad Yamin) Bung Hata (Mohammad Hatta). Mereka inilah yang merumuskan Kemerdekaan Republik Indonesia. PKI tidak ikut! PKI tidak merumuskan!PKI tidak ikut dalam Rapat Persiapan untuk Kemerdekaan Indonesia. Sebab memang PKI tidak pernah berpikir Indonesia Merdeka! Catat itu baik baik!


Merdekalah kita pada 17 Agustus 1945. Begitu kita Merdeka, eee … tokoh-tokoh PKI dari Moscow pulang. Musonya Pulang, Aliminnya pulang, rame-rame pulang. Kenapa mereka berani pulang? Karena belanda sudah lari, karena Belanda sudah tidak menjajah Indonesia lagi.


Kemana mereka waktu  Jepang menjajah kita? 

Kemana?

Kalau memang mereka pejuang kemerdekaan, mestinya saat Jepang datang mereka turun! 

Tidak! Mereka tidak turun melawan Belanda maupun melawan Jepang!

Begitu kita merdeka, mereka balik lagi.

Begitu mereka balik, tanggal 21 Oktober 1945. Baru dua bulan kita merdeka, mereka deklarasikan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dipimpin oleh Muso.


Begitu mereka dirikan PKI, mereka tidak dianggap Bung Karno, tidak dianggap Bung Hatta, Ormas Islam tidak menganggap. Akhirnya mereka (PKI) pakai cara picik. Bagaimana supaya mereka dianggap? Mereka lakukan teror dimana-mana.


Di awal bulan Nopember, (Satu) Mereka bergerak di basis mereka. Ketika itu sudah banyak pengikut di Tegal, Brebes, Pemalang, Pekalongan, mereka rebut. Bupatinya mereka tangkap, Camatnya mereka tangkap, Lurahnya mereka tangkap, Kepala Polisi mereka di wilayah tangkap. Mereka paksa untuk turun dari jabatan, mereka ganti dengan orang-orang mereka.kalau tidak mau mereka turun, mereka dibunuh. Makanya beberapa bupati mereka bunuh, Camat mereka bunuh, Kepala-kepala desa mereka bunuh. (yang tidak mau turut kepada mereka). 


Akhirnya mereka rebut Keresidenan Pekalongan, meliputi Tegal, Brebes, Pemalang, dan mereka serbu Cirebon. Tentara ditangkapi, tentara dilucuti. Cirebon, Bupatinya ditangkap. Bukan itu saja, mereka juga masuk ke daerah Banten. Di Banten ada Ce Mamat – Tokoh PKI Banten. Mereka culik Bupati lebak, Rd Hardiwinangun, mereka bunuh di Jembatan Serang (Sungai Cisiih). Tidak sampai disitu, mereka bergerak ke Tangerang, mereka culik tokoh Nasional, Otto Iskandar Dinata - Mereka tangkap, mereka sembelih, karena tidak setuju dengan PKI!


Jadi supaya anda tahu, kenapa mereka melakukan itu? Karena mereka punya Basis. Basisnya buruh dan petani. Dimana mereka punya Basis, mereka bunuh yang tidak mau tunduk kepada mereka. Dimana mereka tidak punya basis, mereka pura-pura baik kepada umat Islam. Di Jawa Barat, PKI tidak ada Basisnya. Alhamdulillah. Ini Jawa barat dari dulu sampai sekarang Basis Islam, bukan Basis PKI.


Lantas apa hasil terror yang dilakukan oleh PKI?


Ketika itu kita baru merdeka. Yang namanya baru merdeka, pemerintah masih lemah. Tentara masih lemah, Polisi masih lemah. Baru merdeka dua bulan dirongrong sama PKI Biadab. Makanya PKI bisa rebut, Brebes, Tegal , Pemalang, Tangerang, Serang. Karena pada saat itu Bung Karno masih lemah, Pemerintahan masih lemah. 


Taktik mereka (PKI) Berhasil. Akhirnya mereka dipanggil oleh Bung Karno. Bung Karno bujuk mereka untuk tidak mengganggu rakyat. Hasilnya, tahun 1947, terpaksa akhirnya Bung Karno (tidak ada jalan lain) Tokoh PKI diangkat menjadi Perdana Menteri Republik Indonesia. Dialah yang bernama Amir Syarifuddin Harahap. Jadi Amir Syarifuddin Harahap itu Tokoh PKI!


Niat Bung Karno baik. Kalau PKI dikasih tempat, PKI dibagi tempat dipemerintahan, dia (PKI) gak bunuh Camat, gak bunuh Lurah, gak bunuh Bupati (sebab) ini Negara baru merdeka, belum lagi Belanda mengancam mau kembali, mau rebut lagi Indonesia, mau jajah Indonesia. Demikian kelicikan PKI.


Mari kita lihat. Bagaimana begitu Amir Syarifuddin jadi Perdana Menteri? Orang-orang PKI dimasukkan ke dalam lini-lini pemerintahan. PKI dimasukkan ke Tentara, Polisi, Pegawai Negeri Sipil, PKI diangkat jadi Camat, diangkat jadi Bupati, dimana-mana PKI jadi Pejabat. Angkatan Darat disusupi PKI. Angkatan Udara disusupi PKI, angkatan Laut disusupi PKI. Kepolisian disusupi PKI. 


PKI menguasai. Masyumi protes, Ulama protes, Kyai Protes. Datang ke Bung Karno, supaya Amir Syarifuddin diberhentikan jadi Perdana Menteri. Ini berbahaya, semua pejabat diganti dengan (Orang-orang) PKI. Tapi ketika itu Bung Karno tidak punya alasan. 


Alasan itu datang setahun kemudian. Tanggal 17 Januari tahun 1948. Terjadi perjanjian Renville antara Indonesia dengan Belanda. Indonesia diwakili oleh Perdana Menterinya yaitu Tokoh PKI Amir Syarifuddin, dan hasilnya, isi perjanjiannya : Merugikan Indonesia, menguntungkan Belanda. Membuka Pintu Belanda balik lagi ke Indonesia.


Marah Tokoh-tokoh Islam, Marah Tokoh-tokoh Nasionalis. Rame-rame mereka datangi Bung Karno. (Kompak saat itu Nasionalis dengan Umat Islam dan para Ulama). Dan akhirnya tanggal 23 Januari 1948 (hanya 5 hari setelah Perjanjian Renville) Amir Syarifuddin diberhentikan dari (jabatan) Perdana Menteri. Kabinetnya dibubarkan.


Lalu siapa yang diangkat sebagai pengganti? Soekarno mengangkat Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri. Karena tokoh-tokoh Islam Nasionalis meminta Mohammad Hatta menyelamatkan Indonesia dari PKI. 


Mohammad Hatta langsung ambil alih. Beliau jadi Perdana Menteri. Begitu masuk bulan Mei 1948, yang beliau lakukan adalah mengadakan Program RERA (Rekonstruksi Rasionalisasi). Artinya seluruh Orang PKI yang ada di TNI, PNS, yang jadi Pejabat, diberhentikan oleh Bung Hatta.


Akhirnya PKI marah. Tentara-tentara (antek) PKI tidak mau berhenti. Mereka marah, mereka tidak mmau keluar dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Kepolisian dan tidak mau berghenti dari jabatannya. Namun tetap diberhentikan. 


Lalu apa yang terjadi?


Begitu (semua) diberhentikan maka, seluruh tokoh PKI yang masih ada di luar negeri, baik yang ada di China maupun Moscow beramai-ramai turun ke Indonesia. Bulan Agustus 1948 mereka gelar Kongres untuk melawan Bung Hatta. Mereka merasa Bung Hatta sudah merusak segala rencananya.Dan hasilnya tanggal 5 September, PKI secara terbuka mengumumkan, meminta kepada Presiden Soekarno agar Negara Kesatuan Republik Indonesia berkiblat kepada Unisoviet.


Jadi, PKI bilang : Indonesia harus berkkiblat kepada Unisoviet. Indonesia harus bersatu dengan Unisoviet. Indonesia tidak boleh diatur oleh Amerika yang Kapitalis. Indonesia harus menjadi Negara yang Sosialis Komunis. Dan, keinginannya ditolak oleh Bung Karno.

Begitu ditolak, yang terjadi pada tanggal 10 September – PKI mengumumkan – di Madiun, satu Negara Baru yang namanya adalah Negara Republik Soviet Indonesia. Dideklarasikan Presidennya Muso. Wakil Presidennya Amir Syarifuddin – Mantan Perdana Menteri Republik Indonesia.


Setelah itu diberikan peringatan oleh Bung Karno (untuk) bubar! Stop! Tidak Boleh ada Negara dalam Negara! Namun Mereka tidak mau tahu. Lalu setelah itu Ulama-Ulama di Madiun, Pimpinan Pondok Pesantren di Magetan,- dimana-mana, yang tidak mau mengakui Negara Republik Soviet Indonesia, - mereka serbu - mereka bunuh! Pesantren- Pesantren mereka bakar, Kyai-kyai mereka bunuh. Itu terjadi dari tanggal 10 September. 


Gubernur Jawa Timur Mereka culik dan bunuh. Kepala Rumah Sakit Solo mereka culik dan bunuh. Kepala Kepolisian Madiun mereka culik mereka sembelih (bunuh). Itu terjadi pada tanggal 10 September, 11, 12, 13, puncaknya tanggal 17 September ; Seorang Ulama Besar Nahdatul Ulama - Kyai Haji Sulaiman Zuhdi Affandi - ditangkap dengan 108 Santri dan Ustadz. Mereka diseret ke sebuah sumur di Desa Soco kabupaten Magetan. Disembelih satu persatu, dimasukkan ke dalam lubang sumur, dibunuh!


Dari situ mereka rebut satu persatu. 18 September 1948 mereka rebut Madiun, Ponorogo, Pacitan, Rembang, Cepu, Purwodadi, Sukerejo, Magetan, - semua kota-kota di Jawa tengah direbut oleh mereka. 


Pertanyaannya, mengapa mereka bisa merebut? 


Karena mereka punya senjata. Ada militer jadi PKI, ada Angkatan Darat jadi PKI. Ada Angkatan Laut jadi PKI. Ada Angkatan Udara jadi PKI. Ada Polisi jadi PKI. Mereka punya senjata, mereka tidak mau berhenti. Dengan senjata mereka rebut semua Kota yang ada di Jawa Tengah.


Sampai disitu, sepanjang 18 September sampai 21 September 1948, - mereka bikin dua ladang pembantaian : 1. Di pabrik Gula Gorang-Gareng di Magetan, 2. Di Pabrik Gula Alastua. Itu ratusan Masyarakat mereka tarik. Orang Nahdatul Ulama (NU), Banser, Masyumi, semua mereka tarik, mereka culik – dimasukkan dalam pabrik gula Gorang Gareng. Mereka sembelih satu persatu. Saking banyaknya yang mereka bunuh, saking banyaknya yang mereka potong, - itu banjir darah didalam pabrik gula Gorang gareng. Tinggi darah lewat mata kaki! Biadab!


Jangan bilang PKI pahlawan! 

Kita punya datanya! kita punya faktanya!

Dan masih ada saksi hidup yang mengalami peristiwa tersebut!

Kita punya foto-fotonya! 

Biadab!!!


Dan mereka bikin 7 sumur yang mereka sebut sebagai Sumur Neraka! Setiap sumur, ratusan mayat mereka ceburkan kesana! Mayat Bupati, mayat Camat, mayat Kepala Kepolisian, Mayat Kyai, mayat Santri, mayat Pimpinan Partai Islam, mayat Banser, semua mereka ceburkan kedalam 7 Sumur. Satu sumur ada 200 kerangka mayat, ada 300 kerangka mayat, Biadab! Ke 7 Sumur (tersebut) ada di kabupaten Magetan.


Tadinya itu tidak terungkap. Itu peristiwa terjadi tahun 1948, tidak ada yang tahu. Keluarga pada ‘nyari. Keluarga Bupati ‘nyari, mana suami saya? Suami saya jadi Bupati diculik oleh PKI, dimana dia? Santri-santri pada ‘nyari, termasuk (keluarga) K. H Sulaiman Zuhdi pimpinan Pondok Pesantren. Pesantrennya dibakar, Kyainya kemana? Semua santri ‘nyari. 


Baru pada tahun 1950, beberapa orang-orang PKI yang ditangkap, akhirnya mereka insyaf, dan mereka yang menunjukan itu tempat. Mereka tunjukkan disana sumurnya. Karena setelah sumur itu mereka masukkan mayat, sumur itu mereka tutup sehingga orang tidak tahu kalau ditempat tersebut ada sumur. Lalu bulan Januari tahun 1950 tersebut, ribuan masyarakat ; Magetan, Madiun, Pacitan, ramai-ramai turun ke sumur-sumur tersebut. Mereka gali. Mereka temukan ribuan mayat dari 7 kubur (sumur).  


Dan (saat) diidentifikasi ketemu bahwa : ini (dari mayat-mayat tersebut) adalah : Bupati Blora, Bupati Magetan, - ketemu satu-satu – ini yang kyai Sulaiman Zuhdi. Mereka sembelih semuanya (sebelum) mereka masukkan ke dalam sumur tersebut. Biadab!


Tapi Alhamdulillah, ketika itu Panglima Besar jendral Soedirman – Begitu Madiun dan semua Kota – di bulan September dikuasai PKI, Tentara Republik Indonesia turun ke Madiun. Dari Jawa Barat – Siliwangi, turun. Dari jawa Timur – turun. Untuk mengepung PKI di Jawa Tengah. Ketika itu Tentara-Tentara Nasional dari Siliwangi ribuan turun. Begitu juga dari Jawa Timur yang dipimpin oleh Kolonel Gatot Soebroto. Atas perintah Panglima Besar Jendral Soedirman, Perang terjadi 12 hari 12 malam di Kota Madiun. Akhirnya pada tanggal 30 September, seluruh Kota Madiun berhasil diambil alih oleh Pemerintah Pusat melalui TNI angkatan Darat yang Pro Pemerintah.  


Lalu PKI keluar dari madiun, Mereka marah. Dan mereka melakukan 30 September mereka keluar, tanggal 4 Oktobernya - seluruh tawanan mereka bunuh! Ribuan tawanan yang mereka tawan dari Madiun, Magetan, Ponorogo, Wonogiri, Sukerejo, Surakarta, - Semua yang mereka tawan mereka bunuh! Karena mereka kalah. Mereka (PKI) terus didesak. Baru akhir (bulan) November, seluruh jawa berhasil dikuasai, PKI berhasil dikalahkan.


Selesai bulan November 1948 PKI berhasil diatasi, masuk bulan Desember – Belanda datang, Agresi Militer Ke II. Jadi kita dirongrong oleh PKI. PKI bukan pejuang. PKI merongrong Republik. Hampir-hampir kita kalah dari Belanda, Hampir-hampir kita jatuh lagi ke Belanda. November PKI dikalahkan, Belanda datang lagi ke Indonesia untuk menjajah lagi republik ini.


Akhirnya bulan November Muso ditangkap, Amir Syarifuddin ditangkap dan dieksekusi. Tapi, Soekarno terlalu penuh belas kasih. Soekarno tetap tidak mau bubarkan PKI. Semua tokoh minta kepada Soekarno (agar) keluarkan Dekrit untuk membubarkan PKI. Dia (PKI) sudah membunuh ribuan orang, membunuh pejabat, membunuh Jendral, membunuh Tentara, membunuh Kyai, membunuh Santri. 


Tapi Soekarno tidak mau mmembubarkan. Apa kata Soekarno?


“Itu ‘kan kesalahan segelintir orang. Itu ‘kan yang salah Muso sama Alimin. Itu ‘kan yang salah Amir Syarifuddin, yang lain jangan disalahkan.”


Akhirnya PKI tidak dibubarkan.


Semenjak saat itu PKI diambil alih oleh D.N Aidit. Muso selesai, mati sudah. Sekarang masanya Dipo Nusantara Aidit. Dia dengan Nyoto mengambil alih PKI. 


KEBANGKITAN PKI


Lalu bagaimana cara dia (PKI) Bangkit?


Kali ini, karena Soekarno yang tidak membubarkan mereka (PKI), mereka rangkul (lagi) Bung Karno. Mereka dekati bung Karno. Mereka puji-puji Bung Karno. Bahkan, Seluruh Program bung Karno mereka dukung. Sampai-sampai Bung Karno sayang kepada mereka (PKI). 


Supaya anda tahu!


Akhirnya, tahun 1951 mereka mulai mengkonsolidasikan diri. Dan tahun 1955 PKI resmi ikut Pemilihan Umum (PEMILU) Pertama di Indonesia. Dan mengejutkannya, PKI menang 4 besar! Artinya PKI setelah berontak ternyata masih banyak yang memilih! Menjadi 4 besar, setelah TNI, Masyumi, NU, - PKI. 4 besar Partai menang, salah satunya PKI! 


Sudah Berontak!

Sudah Membunuh!

Dimaafkan, sampai boleh ikut PEMILU!

Jadi 4 Besar!


Lalu apa yang terjadi?


Begitu (PKI) menang PEMILU, dan Soekarno makin dekat dengan PKI. PKI makin disayang oleh Bung Karno. Walaupun - Bung Karno bukan PKI, Tapi Bung Karno disayang oleh PKI dan sayang kepada PKI! Akhirnya Ualama-Ulama marah. Di bulan September 1957, digelar Kongres Ulama Se-Indonesia di Palembang Sumatra – Sumatra Selatan. 


Utusan para Ulama se-Indonesia, dalam pertemuan Kongres di Palembang adalah ; Meminta kepada Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit, Pelarangan Paham Komunis dan Pembubaran Partai PKI. Ini Ulama sudah kompak, semuanya berkumpul. Ini bukan Organisasi yang kumpul, (tapi) segenap Ulama.


Lalu bagaimana sikap Bung Karno?


Bung Karno menolak. Bung Karno tidak mau membubarkan Partai Komunis Indonesia.


Lalu apa yang terjadi setelah itu?


Karena Bung karno tidak mau membubarkan PKI, akhirnya ada segelintir tokoh Islam bersama Tentara-tentara Nasionalis di Sumatra – Mereka marah kepada Bung Karno. Mereka koreksi Pemerintahan Soekarno. Mereka berontak. Mereka dirikan PRRI ( Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia). Sebetulnya PRRI itu sudah ada. Itu pun Pemberontakan sebenarnya untuk melawan PKI. Untuk menjauhkan Bung Karno dari PKI. Untuk menyelamatkan Indonesia dari PKI. Hanya saja, PRRI Konsolidasinya tidak kuat kebawah. Kalau PKI kuat ke bawah. Akhirnya pemberontakan PRRI berhasil dipadamkan oleh Bung Karno. 


Lalu apa yang terjadi setelah itu?


Itu tahun 1957-1958. Akhirnya tahun 1960, PKI memprovokasi Bung Karno. Bung Karno Punya ide ; 


“Kalau Indonesia mau damai. Kalau Indonesia mau Jaya. Nasional, Agama dan Komunis harus bersatu!”


Jadilah Politik NASAKOM.


Dia (Soekarno) keluarkan Nasakom. Ketika itu NU ikut mendukung Nasakom.TNI mendukung Nasakom. PKI nomor satu dukung Nasakom. Masyumi tidak mendukung. Karena Masyumi tidak mendukung, di tahun itu juga Masyumi dibubarkan oleh Bung Karno! Masyumi adalah Partai Islam terbesar saat itu. Partai Islam terbesar. Majlis Syuro Muslimin Indonesia dibubarkan! 


Kemudian di tahun 1963, PKI memprovokasi lagi Bung Karno. Supaya Ganyang Malaysia. 


Kenapa diprovokasi supaya ganyang Malaysia? Ada apa? 


Ada dua tujuan : 


Sebab PKI bekerjasama dengan Partai Komunis Malaysia untuk menyatukan Indonesia – Malaysia menjadi Negara Komunis Malindo (Malaysia – Indonesia). 


Bukan itu saja, PKI sudah hitung. Kalau Indonesia perang melawan Malaysia, tentaranya kurang. Kalau tentaranya kurang maka PKI minta Buruh dan Petani dipersenjatai. 


Licik PKI!


Ulama protes, tidak boleh ada Ganyang Malaysia. Tidak boleh Buruh dan Tani dipersenjatai. Berbahaya! Ormas Islam Yang bernama GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia) Demontrasi. Tolak Itu semua. Dibubarkan! GPII dibubarkan oleh Soekarno! HMI dibubarkan oleh Soekarno! Pokoknya yang tidak setuju dengan Politik bung Karno, - semua dibubarkan!


Bukan itu saja, Ulama-Ulama yang protes ditangkap, dipenjara! 


Siapa saja dipenjara?


1. KH Buya Hamka

2. KH Yunnan Helmi Nasution 

3. KH E Z Muttaqien (Tokoh Jawa Barat)

4. KH Soleh Iskandar


Ada belasan Kyai. Semuanya ditangkap, dijebloskan ke penjara karena Anti PKI. 


Jadi di sini, saya tidak mengatakan Soekarno PKI. Tidak.

Bung Karno Posisinya lemah, PKI-nya Kuat.


PKI minta Masyumi dibubarin. Dibubarin.

PKI minta GPII dibubarin. Dibubari.

PKI minta Bung Karno perang lawan Malaysia.Perang.

PKI minta kepada Bung Karno supaya Kyai-Kyai, Ulama-Ulama yang anti Politik Nasakom ditangkap. Ditangkap semua.


Berarti PKI Kuat. Dahsyat kekuatan PKI! Biar sodara tahu!


Akhirnya, bulan Juli tahun 1965, secara resmi - Bung Karno mengizinkan dibentuknya angkatan Kelima, Buruh dan Tani diberikan senjata!


Begitu diizinkan, maka PKI mendatangkan 2.000 Kadernya. Dibawa ke Jakarta. Dikumpulkan dilapangan Halim Perdana Kusuma - untuk dilatih perang!


Mereka diajarkan cara melempar Granat! 

Diajarkan cara menembak!

Resmi!

Legal!

Seizin Presiden!


Itu bulan Juli 1965. Mereka atur sebuah rencana. 


Partai Murba, itu dulu kawannya PKI, yang mendirikan Tan Malaka. Dulu Tan Malaka ikut PKI, tapi begitu tahu kekejaman PKI, dia keluar dari PKI. Dia dirikan partai baru, namanya Partai Murba. Partai Musyawarah Rakyat Banyak.


Partai Murba memberi tahu kepada Soekarnno : “Awas PKI mau Kudeta!”


PKI malah meminta kepada Bung Karno : “Bubarkan Partai Murba!” – Dibubarkan!


GERAKAN 30 SEPTEMBER PARTAI KOMINIS INDONESIA (G30S-PKI)


Tibalah bagian Akhir. 

Tanggal 30 September.


Tentara-tentara Angkatan darat sudah “gerah” dengan PKI. Jendral-Jendral gerah. Karena banyak Kolonel direkrut PKI. Karena banyak Prajurit direkrut PKI. Semua Jendral Gerah. PKI tahu kalau Jendral-Jendral ini gerah. Bagi PKI ini ancaman!


Akhirnya pada tanggal 30 September pagi. Gerwani (Gerakan Waniata Indonesia) milik PKI dan Pemuda Rakyat Milik PKI Demo besar-besaran di Jakarta. Puluhan ribu orang demontrasi 30 September pagi.


Malamnya, mereka (PKI) culik 7 Jendral kita! Mereka culik, mereka bawa ke Lubang Buaya. Semuanya mereka bunuh! Dan meraka masukkan ke dalam Lubang Buaya. 


Ada Jendral Ahmad Yani, Letjen MT.Haryono, kemudian masih banyak lagi : (Letjen R.Suprapto, Letjen S.Parman, Mayjen Panjaitan dan Mayjen Sutoyo Siswomiharjo). Yang selamat saat itu  - tidak terbunuh – adalah Jenderal Abdul Haris Nasution.Tapi sungguhpun Beliau tidak terbunuh, pengawalnya terbunuh – Kapten Pierre Tendean. Putinya, yang baru berusia 5 Tahun tetap ditembak oleh PKI!


Anak kecil!

Perempuan! 

Baru usia 5 tahun! 

Ditembak! 

Beberapa hari kemudian anak tersebut Meninggal!

Itulah Ade Irma Nasution.


Biadab!


Bukan sampai disitu! Di Yogyakarta Brigjen Katamso Darmokusumo, mereka tangkap dan mereka bunuh! Kolonel Sugiono di Yogyakarta juga mereka bunuh! Bahkan ada Polisi Ajudan Inspektur Polisi, Karel Sasuit Toeboen yang menjaga Rumah Wakil Perdana Menteri II Dr J Leimena – Bersebelahan dengan Rumah Jendral Abdul Haris Nasution – juga mereka tembak malam itu. Begitu selesai mereka bunuh. Besoknya, tanggal 1 Oktober Radio Republik Indonesia (RRI) mereka kuasai.


PKI mengumumkan ; 


“Hari ini, telah dibentuk Dewan Revolusi Baru mengambil alih kekuasaan!” 


Dan liciknya mereka –  Supaya Rakyat tidak marah, mereka bilang : 


“Soekarno tetap Presiden kita!”


Tapi ketika itu TNI angkatan Darat, Jendral-jendralnya terbunuh. Tinggal ada satu, yaitu Jendral Abdul Haris Nasution dalam keadaan Syok, luka, karena berusaha menyelamatkan diri dari sergapan PKI. 


Dan ketika itu ada Letnan Jendral Soeharto yang diminta oleh kawan-kawannya untuk segera memimpin TNI Angkatan Darat. 


Akhirnya Soeharto memimpin TNI Angkatan Darat. Dia serbu radio Republik Indonesia pada tanggal 2 Oktober. Dia rebut. Dia umumkan lagi ke seluruh Indonesia ; 


“Bahwa Kudeta PKI kacau balau! Negara tidak bisa diambil alih oleh PKI! Tentara mengambil alih dan Soekarno tetap sebagai Presiden.”


Jadi mereka (PKI) ini licik. Mereka mau mengadu domba. Sehingga Presiden Soekarno bingung harus bersikap apa. Yang sini bela Soekarno, yang sana bela Soekarno. Ya. Ketika itu posisi Soekarno lemah. 


Akhirnya Soeharto mengerahkan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) - Kalau sekarang disebut Kopasus – Dipimpin oleh Sarwo Edhi – (Mertua dari SBY). RPKAD dipimpin oleh Sarwo Edhi menyerbu halim Perdana Kusuma. Mereka bertempur (dengan PKI). Ternyata di sana ada Tentara Angkatan Darat yang jadi PKI, ada Angkatan Laut yang jadi PKI, ada Angkatan Udara yang jadi PKI, ada Polisi yang jadi PKI. Mereka semuanya ditangkap! Bahkan yang menggerebek rumah-rumah Jendral itu Cakrabirawa. Cakrabirawa itu tentara – itu Pengawal Presiden. Merekalah yang menculik para Jendral - mereka yang membunuh! Mereka bekerja buat PKI! Artinya pada masa itu tentara sekalipun telah disusupi oleh PKI.


Akhirnya setelah direbut halim Perdana Kusuma, tanggal 5 Oktober baru dikeluarkan itu Jenazah para Jendral yang ada di Lubang buaya.


Melihat kekejaman PKI seperti itu, Nahdatul Ulama (NU) pecah kongsi. Marah NU. Akhirnya NU dan Ansor turun demo di kota-kota di Pulau Jawa. Menolak kekejaman PKI. PKI tersinggung. 13 Oktober NU – Banser turun ke jalan diseluruh Kota di Pulau Jawa. PKI tersinggung. 


Lalu apa yang mereka (PKI) lakukan?


Di basis-basis PKI : Kyai NU disembelih! Banser disembelih! Bahkan di Banyuwangi – tidak kurang dari 66 Orang anggota Banser mereka culik, mereka racuni, mereka sembelih dan dimasukkan ke sumur. 


Akhirnya di bulan Oktober tersebut terjadi bentrok besar-besaran antara NU dan PKI. Di setiap Kampung, setiap desa, tiap Kecamatan. 

Jangan anda bilang NU yang bunuh PKI! (sebab) PKI yang lebih dulu membunuh NU!

Dikampung-kampung basis PKI, NU dibunuhi!

NU disembelih! Banser disembelih!


Makanya NU tidak diam! Banser tidak diam! 

Mereka turun – Di basis-basis NU, di basis-basis Banser semua orang PKI ditangkapi!

Saling bunuh! Saling hantam!

Dan akhirnya - PKI Kalah!

NU yang diberikan kemenangan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.


Sodara, kami di FPI mengumpulkan berbundal-bundal. Semua foto-foto dan nama-nama korban. Ulama-Ulama NU yang menjadi korban, kawan-kawan Banser yang dibunuh oleh PKI. 


Makanya anak-anak muda hati-hati. Kalau anda buka/ngajinya sama Syeh Google. Banyak sekarang ngaji sama Syeh Google. 


Tulis PKI, langsung dijawab sama Syeh Google - Banyak tulisan-tulisan yang dibuat oleh PKI. Yang PKI ceritakan ; 


Kami dibunuh NU. 

Kami disembelih Banser. 

Ketika itu NU jahat, Banser jahat. 

Masa kami disembelih, masa kami dibunuh. 


Tapi, mereka bunuh Kyai, mereka tidak cerita. 


Sekarang, mereka balik cerita. Mereka bilang NU yang jahat. Ulama yang jahat. Kami Korban. Kami Pejuang. 


Mereka putar balik! Mereka bilang yang jahat Soeharto. Yang jahat Orde Baru. Kami Cuma korban. 


Jangan mau diputar balikkan fakta!!!


*****


Tulisan ini diangkat dari video YouTube Amil Islam Channel dengan Pembicara : Habib Rizieq Shihab 

---------

Friday, September 11, 2020

THARIQAH, USLUB, WASILAH, DAN GHAYAH

Monggo yg kemarin minta artikel ttg ini bisa dikopas


THARIQAH, USLUB, WASILAH, DAN GHAYAH


[Agus Trisa]


Secara mendasar, manusia hidup di dunia ini adalah dalam rangka memenuhi dua hal yang melekat pada dirinya, yaitu kebutuhan jasmani (fisik) dan dorongan naluri. Untuk memenuhinya, manusia memerlukan dua hal, yaitu “alat” untuk memenuhinya kebutuhan dan “aktivitas” yang digunakan untuk memenuhinya. Alat dan aktivitas manusia itu banyak jenisnya. Ada yang sifatnya baku (tetap, tidak bisa digantikan yang lain), ada yang sifatnya tidak baku (fleksibel, bisa digantikan yang lain). Maka, manusia harus bisa mengidentifikasi berbagai “alat” dan “aktivitas” yang beragam ini, agar dalam menjalani kehidupan, hidup manusia terarah, terukur, dan tidak berakhir menjadi hal-hal yang kurang bermanfaat atau sia-sia.


Contohnya adalah lapar. Lapar adalah salah satu indikasi keberadaan kebutuhan jasmani (fisik). Setiap manusia, selama dia hidup, dia akan merasakan lapar. Maka manusia harus mencari alat dan aktivitas yang bisa membuatnya tidak lagi lapar. Untuk alatnya, tentu bisa berbagai macam alat. Alat di sini tentu maknanya adalah berupa makanan. Bisa dengan ubi (singkong), nasi, roti, ketela, jagung, sereal, atau yang lainnya.


Sedangkan untuk aktivitasnya, hanya satu yang bisa digunakan untuk memenuhinya, yaitu makan. Maka, makan ini menjadi aktivitas yang bersifat tetap atau baku. Sebab, aktivitas makan tidak bisa diganti dengan minum atau tidur. Sekalipun orang minum seember air atau tidur 10 jam, tetap itu tidak akan bisa menjadi “obat” lapar. Jadi, aktivitas makan ini menjadi aktivitas baku manusia yang tidak bisa diganti dengan aktivitas lain.


Adapun cara makannya seperti apa; apakah harus tiga kali sehari (makan pagi, makan siang, dan makan malam), atau dua kali sehari (sahur dan berbuka), atau selalu makan setiap kali merasa lapar, ini adalah cara-cara makan yang sifatnya fleksibel, beragam cara bisa ditempuh. Maka, aktivitas makan, mau tidak mau tetap harus ditempuh manusia. Tetapi makan bukanlah sesuatu yang hendak dituju manusia. Sebab, akhir atau ending dari aktivitas makan, adalah hilangnya rasa lapar, dan bukan aktivitas makan itu sendiri. 


Dengan kata lain, tujuan orang makan adalah menghilangkan lapar, bukan “memenuhi aktivitas makan”. Misalnya, kita makan siang. Kita makan siang semata-mata karena saat itu kita lapar. Bukan karena “jam makan siang”. Seandainya saja, kita makan pagi (sarapan) terlalu banyak sehingga pada siang hari kita tidak merasa lapar, namun kita tetap memaksakan diri untuk makan (karena sudah jam makan siang), maka aktivitas makan siang ini tujuannya bukanlah menghilangkan rasa lapar, tetapi tujuannya adalah “terwujudnya aktivitas makan”, dalam hal ini aktivitas makan siang adalah bagian dari cara makan tiga kali sehari (makan pagi, makan siang, makan malam). 


Tetapi jika kita makan siang, padahal kita masih kenyang karena makan pagi terlalu banyak, itu artinya kita makan siang bukan dalam rangka memenuhi tujuan makan yaitu “hilangnya rasa lapar”, tetapi dalam rangka memenuhi yang lainnya. Bisa saja tujuannya adalah “mewujudkan prinsip makan tiga kali sehari (makan pagi, siang, malam)”, atau bisa juga karena “ingin memenuhi selera makan karena ada menu baru”, dan sebagainya. Padahal, hukum asal makan adalah untuk “menghilangkan rasa lapar”. Ini contoh yang pertama.


Contoh lain adalah berkelompok. Berkelompok adalah indikasi yang menunjukkan adanya naluri manusia untuk mempertahankan eksistensi dirinya (bersama kelompoknya). Dari sisi dasar pendiriannya, ada begitu banyak jenis kelompok dalam kehidupan manusia. Ada kelompok yang didirikan atas dasar kepentingan materi, dan ada kelompok atas dasar kepentingan non-materi (atas dasar kepentingan kesamaan ide atau ideologi, kepentingan kesamaan nasib, kesamaan kepentingan perasaan, kepentingan kesamaan nasab, dan sebagainya). Sebuah kelompok didirikan karena manusia merasa nyaman dengan adanya kesatuan atau berbagai kesamaan tadi. Sedangkan dari sisi bentuknya, kelompok juga memiliki beberapa jenis. 


Ada keluarga, ada ormas, ada partai politik, ada majelis taklim, ada pula negara. Berbagai kelompok tadi didirikan dengan tujuan-tujuan tertentu. Apa tujuannya? Itu sangat bergantung pada jenis kelompoknya. Jika sebuah negara didirikan, maka tujuan-tujuannya meliputi kesejahteraan (ketercukupan) kebutuhan mansyarakat (warga negara), mencerdaskan kehidupan masyarakat, menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat. 


Dengan kata lain, tujuannya adalah menjaga jiwa, akal, dan kehormatan masyarakat. Inilah tujuan dari orang-orang yang mendirikan negara. Tanpa adanya negara (kekuasaan), maka berbagai tujuan tadi akan susah terwujud. Maka negara merupakan "alat baku" untuk tercapainya tujuan-tujuan tadi. Mengapa negara disebut sebagai alat baku? Sebab, tidak ada jalan lain untuk mewujudkan berbagai tujuan tadi, kecuali dengan adanya negara (kekuasaan, politik). Tidak bisa dengan model pendirian ormas, partai politik, majelis taklim, dan sejenisnya. Kalau pun ada ormas, partai politik, dan majelis taklim yang ingin berbuat sesuatu untuk masyarakat, aktivitasnya juga pasti sangat terbatas, tidak bisa menjangkau seluruh warga masyarakat. Bisa jadi karena sumber daya yang dimiliki juga terbatas.


Misalnya dengan menggalang bantuan sosial atau kemanusiaan atau pendidikan atau kesehatan, kemudian mendirikan sekolah-sekolah atau rumah sakit. Hal-hal semacam ini hanya berlaku terbatas, tidak seluruh warga negara bisa dijangkau. Mengapa terbatas? Ya karena tidak memiliki kekuasaan, karena itu tidak kuasa (terbatas) dalam memenuhi seluruh kepentingan warga masyarakat. Berbeda jika hal-hal semacam itu dilakukan oleh negara (kekuasaan). Jika negara sudah berdiri, maka berbagai cara akan ditempuh oleh negara untuk mewujudkan tujuan-tujuannya di atas tadi, bukan hanya yang bisa dijangkau ormas, parpol, atau lembaga sosial. 


Caranya bisa bermacam-macam, bisa mendirikan berbagai macam sekolah, rumah sakit, bandara, membangun berbagai BUMN untuk mengelola sumber daya alam, memberikan permodalan untuk masyarakat, mendirikan lembaga-lembaga penjaga keamanan (baik keamanan dalam/polisi dan keamanan luar negeri/

tentara), mendirikan lembaga peradilan, mendirikan lembaga-lembaga administrasi negara, dan sebagainya. Ini semua adalah cara untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendirian negara. 


Karena itu bisa diambil kesimpulan, keberadaan negara, sebenarnya bukanlah tujuan. Karena tujuannya didirikannya negara adalah dalam rangka mencapai kesejahteraan (ketercukupan) kebutuhan mansyarakat (warga negara), mencerdaskan kehidupan masyarakat, menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat. Jika negara bukan tujuan, lalu negara itu sebagai apa? Jawabannya sebagaimana disinggung di atas, negara merupakan “alat baku" untuk mewujudkan tujuan-tujuan tadi. Mengapa disebut alat baku? Sebab, tidak ada jalan lain untuk mewujudkan tujuan-tujuan tadi selain dengan adanya negara.


Buruknya kondisi suatu negara, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya, bisa jadi juga merupakan akibat dari tidak dipahaminya konsep ini secara benar. Misalnya, munculnya jargon NKRI harga mati. Jargon ini bisa jadi muncul karena menganggap bahwa NKRI (negara) adalah tujuan. Pernyataan ‘harga mati’ inilah yang mengindikasikan bahwa negara adalah tujuan. Sebab, istilah harga mati merupakan ungkapan untuk menunjukkan kerasnya usaha dalam hal mempertahankannya, sedangkan tidak ada suatu usaha keras ditempuh selain untuk meraih tujuan. Sehingga diambil kesimpulan bahwa dari pernyataan tersebut, bisa jadi muncul anggapan (artinya bisa jadi ya, bisa jadi tidak) bahwa keberadaan NKRI adalah tujuan. Dan apa yang bisa dilakukan seseorang ketika tujuannya sudah tercapai? 


Jawabannya, tidak akan ada lagi usaha keras yang dia tempuh, kecuali hanyalah aktivitas-aktivitas kecil saja. Maka dengan asumsi NKRI adalah tujuan, wajar jika setelah NKRI tegak, maka usaha untuk mewujudkan kesejahteraan (ketercukupan) kebutuhan mansyarakat (warga negara), mencerdaskan kehidupan masyarakat, menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat, hanya dilakukan dengan sekedarnya. Mengapa? Ya, karena tujuan sudah tercapai. Akibatnya, rakyat akan merasakan kerugian yang luar biasa, baik rugi sumber daya alam (sumber daya alam dirampok asing) maupun rugi sumber daya manusianya (akhlak atau moralitas rakyat rusak karena pengaruh paham asing). Ini sebagai akibat dari salah memahami, bahwa keberadaan negara disangka tujuan. Padahal, tidak tepat jika menjadikan negara sebagai tujuan. Ini kalau dilihat dari anggapan bahwa NKRI adalah tujuan.


Sama halnya juga dengan memahami kekuasaan. Ketika menjelang pemilu, suasana di negara demokrasi begitu semarak, ramai. Partai politik, calon anggota legislatif, calon presiden, atau calon kepala daerah yang akan tampil “bertarung” dalam panggung demokrasi, akan mengeluarkan segala daya dan upaya untuk bisa meraih kekuasaan, memenangkan pertarungan. Biaya miliyaran mereka keluarkan, hanya untuk tercapainya tujuan. Apa tujuannya? Yaitu kekuasaan. Sampai di sini, siapa pun memahami, bahwa kekuasaan memang tujuan dari para peserta pertarungan demokrasi.


Padahal, jika kita memahami konsep normal suatu pemikiran asal, kekuasaan seharusnya tidak dianggap sebagai tujuan. Sebab, tujuannya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan (ketercukupan) kebutuhan mansyarakat (warga negara), mencerdaskan kehidupan masyarakat, menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat. Ini tujuan asalnya, dan bukan meraih kekuasaan. Kekuasaan, hanyalah jalan baku untuk bisa mewujudkan tujuan-tujuan tersebut. Kenapa jalan baku? Ya, seperti dijelaskan di atas, karena hanya dengan kekuasaanlah berbagai tujuan bisa terwujud, bukan dengan jalan yang lain. 


Kesalahan dalam memahami mana tujuan dan mana jalan baku dalam bernegara, akan berakibat pada terbengkalainya kepentingan rakyat. Kita bisa melihat, setelah seseorang jadi penguasa (memenangkan pertarungan demokrasi), apakah kebijakan mereka benar-benar akan berpihak kepada rakyat? Tentu kita bisa melihatnya sendiri. Utang negara yang semakin menggunung. Siapa yang harus membayar? Tentu rakyat. Subsidi energi (listrik dan BBM) dicabut. Siapa yang harus menanggung? Tentu rakyat. Sumber daya alam mengeluarkan hasil yang melimpah. Siapa yang menikmati? Tentu bukan rakyat. Ini terjadi, sebagai akibat dari memahami kekuasaan sebagai tujuan. Padahal, sebagaimana layaknya memahami negara, kekuasaan hanyalah jalan baku untuk mencapai tujuan-tujuan.


Berdasarkan penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani dan dorongan naluri, manusia harus betul-betul memperhatikan aktivitas dan alat yang akan digunakan untuk memenuhinya; mana yang merupakan cara baku, cara tidak baku, alat yang tepat untuk memenuhi, alat yang tidak tepat untuk memenuhi; serta tujuan dari dilakukannya aktivitas tersebut. Jika hal tersebut tidak dipahami dengan baik, maka niscaya kehidupan manusia tidak akan berjalan efektif, efisien, terukur, dan terarah. 


Bisa dibayangkan, antara yang baku dengan yang tidak baku kebolak balik; mengira alat adalah tujuan padahal alat hanyalah sarana meraih tujuan; aktivitas baku tertukar dengan aktivitas tidak baku dan mengira memenuhi aktivitas baku sebagai tujuan. Ini semua adalah kekacauan hidup sebagai akibat dari tidak dipahaminya “cara-cara menjalani kehidupan”. Akhirnya, tujuan hidup manusia menjadi semakin kabur, tidak jelas mau seperti apa, tidak jelas mau dibawa kemana. Jika ketidakjelasan hidup ini dianut individu, maka hal itu hanya akan berdampak pada dirinya sendiri. Tetapi jika hal semacam ini dianut oleh suatu bangsa, atau pemimpin masyarakat, maka dampaknya akan sangat luas.


KHILAFAH, BUKANLAH TUJUAN


Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani memberikan penjelasan tentang hal ini. Beliau membedakan mana yang termasuk tujuan, sarana, cara, dan jalan. Tujuan adalah apa-apa yang ingin dicapai. Tujuan adalah ending dari segala usaha. Tujuan disebut dengan ghayah. Aktivitas atau “alat” yang bersifat baku dan tidak bisa digantikan yang lain dalam rangka memenuhi tujuan (ghayah), oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani disebut dengan istilah metode (thariqah/jalan). Pemakaian kata ‘alat’ dalam tanda kutip di sini hanya untuk memudahkan memahami, bukan alat yang dimaksud dalam konteks sarana (wasilah).


Dengan memahami ini, maka thariqah merupakan hukum syara’ tertentu yang harus (wajib) dilakukan. Sedangkan aktivitas yang bersifat fleksibel atau tidak baku dalam rangka meraih tujuan, disebut dengan cara/gaya (uslub). Sementara berbagai sarana prasarana atau “alat-alat” yang digunakan untuk meraih tujuan disebut dengan sarana (wasilah). Wasilah dan uslub ini sangat berkaitan erat. Sebab, membahas tentang wasilah, tidak akan bisa dilepaskan dari membahas tentang uslub.


Contohnya adalah Khilafah. Khilafah adalah jalan baku untuk mencapai tujuan perjuangan Islam. Disebut jalan baku, karena tidak ada jalan lain untuk mencapai tujuan, selain dengan Khilafah. Maka, khilafah adalah sebuah thariqah atau metode atau jalan baku untuk tercapainya tujuan. Lantas, apa tujuan yang hendak dicapai? Tujuan yang hendak dicapai adalah diterapkannya syariat Islam secara keseluruhan atau menjalankan kehidupan Islam. Disebut “menjalankan kehidupan Islam” sebab, kehidupan yang Islami tidak akan berjalan (terwujud) tanpa penerapan syariat Islam secara keseluruhan. Inilah tujuan yang (seharusnya) hendak dicapai oleh banyak organisai pergerakan Islam.


Jadi, Khilafah bukanlah tujuan. Khilafah adalah sebuah metode (thariqah) atau jalan baku untuk mencapai tujuan. Sedangkan tujuannya (ghayah), tidak lain adalah menerapkan syariat Islam. Mengapa penerapan syariat Islam dijadikan tujuan? Sebab, menerapkan syariat Islam adalah suatu kewajiban dan penerapan syariat Islam akan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Allah berfirman:


ﻓَﺎﺣْﻜُﻢْ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﺑِﻤَﺎ ﺃَﻧْﺰَﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﻻ ﺗَﺘَّﺒِﻊْ ﺃَﻫْﻮَﺍﺀَﻫُﻢْ ﻋَﻤَّﺎ ﺟَﺎﺀَﻙَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤَﻖِّ


“…maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu…” (QS. al-Maidah: 48)


ﻭَﺃَﻥِ ﺍﺣْﻜُﻢْ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﺑِﻤَﺎ ﺃَﻧْﺰَﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﻻ ﺗَﺘَّﺒِﻊْ ﺃَﻫْﻮَﺍﺀَﻫُﻢْ ﻭَﺍﺣْﺬَﺭْﻫُﻢْ ﺃَﻥْ ﻳَﻔْﺘِﻨُﻮﻙَ ﻋَﻦْ ﺑَﻌْﺾِ ﻣَﺎ ﺃَﻧْﺰَﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺇِﻟَﻴْﻚَ


“Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan kamu terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu….” (QS. al-Maidah: 49)


Apa yang diturunkan Allah? Tidak lain adalah wahyu yang terdapat dalam al-Quran dan as-Sunah, dan apa yang ditunjukkan keduanya, yaitu ijma’ sahabat dan qiyas. Wahyu Allah ini meliputi akidah (keyakinan), dan syariah (tata aturan hidup bagi manusia). Syariah meliputi tiga aspek : (1) aspek yang mengatur interaksi manusia dengan Allah, yang tercakup dalam aturan berakidah dan aturan beribadah; (2) aspek yang mengatur interaksi manusia dengan dirinya sendiri yang meliputi aturan-aturan tentang makanan-minuman, pakaian, dan akhlak; dan (3) aspek yang mengatur interaksi manusia dengan sesama manusia, yang meliputi muamalat dan uqubat (sistem sanksi). Muamalat dalam Islam meliputi fiqh muamalah (fikih ekonomi), fiqh munakahah (fikih sosial/pergaulan pria dan wanita), dan fiqh siyasah (fikih berpolitik, bagaimana mengatur tatanan masyarakat). Sedangkan keberadaan uqubat (sistem sanksi) adalah dalam rangka menjaga agar penerapan muamalat Islam berjalan baik. Inilah ruang lingkup dari syariat Islam yang wajib untuk diterapkan.


Karena menerapkan syariat Islam adalah kewajiban, dan kaum muslimlah yang akan menerapkannya, maka kaum muslim harus terbangun kesadarannya (sadar bahwa syariat Islam wajib diterapkan oleh mereka). Jika terbangunnya kesadaran kaum muslim untuk menerapkan syariat Islam merupakan tujuan yang ingin dicapai, maka berdakwah di tengah-tengah kaum muslim agar terikat dengan syariat Islam, merupakan jalan baku (thariqah) untuk membangun kesadaran kaum muslim. Jadi, dakwah adalah thariqah atau jalan baku untuk meraih tujuan, yaitu tumbuhnya kesadaran kaum muslim untuk menerapkan syariat Islam.


Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami, jika Khilafah atau mendirikan Khilafah dijadikan tujuan (sesuatu yang ingin dicapai dan ending dari segala usaha), maka jamaah (ormas, kelompok) dalam Islam tidak perlu melakukan aktivitas dakwah. Organisasi tersebut cukup membentuk laskar-laskar kemiliteran. Jika dirasa sudah cukup kuat, maka tibalah saatnya melakukan kudeta, kepung istana negara, sandera kepala negara, lalu deklarasikan berdirinya Khilafah. Tercapailah tujuan. Tidak perduli, apakah umat Islam siap atau tidak dengan diterapkan syariat Islam. Tidak perduli dalam perjalanan Khilafah apakah terjadi pelanggaran terhadap syariat Islam atau tidak. Sebab, itu bukanlah tujuan. Karena yang menjadi tujuannya adalah Khilafah. Inilah yang akan terjadi, jika Khilafah dijadikan tujuan (ghayah). Dan dalam pandangan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, pemahaman seperti ini adalah salah.


Tetapi jika “menerapkan syariat Islam” atau “menjalankan kehidupan Islam” adalah yang dijadikan tujuan dari perjuangan jamaah (ormas, kelompok) dalam Islam, maka metode (thariqah) yang harus ditempuh tidak lain adalah dengan dakwah untuk membangun kesadaran masyarakat tentang wajib dan pentingnya syariat Islam. Justru penerapan syariat Islam inilah yang merupakan inti dari aktivitas setelah Khilafah berdiri. Maka, tujuan belum dikatakan tercapai (berhasil), jika setelah Khilafah berdiri, justru terjadi banyak pelanggaran syariat Islam. Jadi, bisa diambil kesimpulan, bahwa Khilafah tidak boleh dijadikan tujuan perjuangan jamaah (ormas, kelompok) dalam Islam, tetapi yang harus menjadi tujuannya adalah agar umat menerapkan syariat Islam.


Dari pemahaman tersebut, maka kelompok atau jamaah dakwah Islam seperti HTI yang berjuang ingin menegakkan Khilafah, tidak akan menjadikan Khilafah menjadi tujuan perjuangan. Tetapi bagi ormas HTI, Khilafah “sekedar” metode atau thariqah atau jalan untuk mencapai tujuan yang sebenarnya, yaitu menerapkan syariat Islam secara kaaffah (menyeluruh). Karena itulah, HTI tidak akan dan tidak akan pernah memiliki atau membentuk laskar atau sayap militer dalam bentuk apa pun. 


Jika sampai ada aktivitas semacam ini (pembentukan kelaskaran), itu artinya HTI telah keluar (melanggar) prinsip-prinsip dalam seluruh aktivitasnya, dan tentulah akan bertentangan dengan konsep thariqah, uslub, wasilah, dan ghayah yang digagas pendirinya, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Maka, pernyataan mantan Kepala BNPT, Ansyaad Mbai dalam sidang PTUN yang menyatakan bahwa HTI memiliki sayap milter yang disembunyikan, jelas adalah pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta alias dusta. Dia kurang belajar atau kurang dalam memahami HTI itu seperti apa. Allah berfirman :


ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳُﺆْﺫُﻭﻥَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨَﺎﺕِ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻣَﺎ ﺍﻛْﺘَﺴَﺒُﻮﺍ ﻓَﻘَﺪِ ﺍﺣْﺘَﻤَﻠُﻮﺍ ﺑُﻬْﺘَﺎﻧًﺎ ﻭَﺇِﺛْﻤًﺎ ﻣُﺒِﻴﻨًﺎ


“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS al-Ahzab: 58)


Agar umat terbangun kesadaran akan penting dan wajibnya menerapkan syariat Islam, maka harus ada dakwah. Pembahasan tentang dakwah ini begitu luas, baik dari sisi objek (sasaran), materi dakwah, maupun cara/gaya berdakwah. Dalam konteks objek atau sasarannya, maka sasaran dakwah itu ada dua, yaitu kaum muslim dan nonmuslim. Dakwah untuk orang nonmuslim adalah dakwah untuk mengajak mereka masuk ke dalam agama Islam. Sedangkan dakwah kepada sesama orang Islam adalah dakwah untuk mengajak mereka agar lebih baik lagi dalam menjalani hidup dengan aturan agama Islam. 


Sementara itu dari sisi materi dakwahnya, ini sangat bergantung pada pemahaman da’i terhadap kondisi realitas yang ada. Jika seorang da’i menganggap bahwa permasalahan mendasar umat adalah masalah akidah maka materi dakwahnya berfokus pada pembinaan akidah. Jika seorang da’i menganggap bahwa permasalahan mendasar umat adalah kerusakan akhlak, maka dakwahnya berfokus pada pembinaan akhlak. Jika seorang da’i menganggap bahwa akar permasalahan umat adalah politik (ketiadaan Khilafah), maka fokus dakwahnya adalah pada bidang politik Islam. Begitu seterusnya. Semua materi dakwah memang sangat bergantung dari pemahaman seorang da’i tentang realitas kondisi umat.


Sedangkan untuk cara atau gaya dakwah, ini sangat berkaitan dengan cara penyampaiaan materi-materi dakwah. Cara atau gaya dakwah merupakan bentuk dari uslub dalam dakwah. Ada dakwah yang dilakukan dengan cara tatsqif jama’i (pembinaan secara umum) seperti mengadakan pengajian umum di masjid atau aula, seminar di gedung pertemuan, muktamar di lapangan besar; ada pula yang dilakukan dengan cara membentuk kelompok-kelompok kajian (halqah). Ada dakwah yang dilakukan dengan penyiaran di media massa (televisi, koran, majalah, radio), ada dakwah yang dilakukan melalui penyampaian syair-syair (nasyid). Ada yang dilakukan di indoor (di dalam ruangan), ada juga yang outdoor (di ruang terbuka). Ada yang sembunyi-sembunyi, ada yang dengan model terbuka. Dan sebagainya. Semua ini masuk dalam ranah (uslub) dalam berdakwah. Tetapi tanpa dibedakan mana thariqah, uslub, wasilah, dan ghayah; maka akan muncul keruwetan pemahaman sebagaimana dijelaskan di atas. 


Karena itu, dalam berdakwah, setiap da’i hendaknya tetap memandang mana thariqah, mana uslub, mana wasilah, dan mana ghayah. Ini penting untuk dipahami, sebagaimana pentingnya memahami bahwa persoalan lapar itu hanya bisa diselesaikan dengan makan, dan bukan minum. Makan pun tidak harus dengan nasi, tetapi bisa juga dengan singkong atau roti. Makan pun tidak harus tiga kali sehari (makan pagi, makan siang, makan malam), karena bisa juga dengan dua kali sehari (sahur dan berbuka), empat kali sehari (makan pagi, makan siang, makan sore, makan malam), atau seperlunya saja (makan hanya pada saat lapar). Jangan sampai seorang da’i terjebak dalam aktivitas, namun tanpa memahami realitas atau hakikat dari aktivitas tersebut; apakah termasuk thariqah, uslub, wasilah, dan ghayah.


‘DAKWAH BISA TERSELENGGARA DI RUANG PUBLIK’ BUKANLAH TUJUAN


Dakwah secara terbuka di tempat umum, misalnya dengan mengadakan pengajian akbar di lapangan besar dengan alasan bisa menampung banyak orang. Dilihat dari sisi aktivitasnya, ini termasuk uslub berdakwah. Bukan thariqah dakwah yang bersifat baku. Dakwah seperti ini memang menguntungkan, karena bisa mendatangkan banyak peserta dan pesan dakwah bisa tersebar secara meluas. Tetapi tetap harus diperhatikan bahwa tujuan (ghayah) dari aktivitas dakwah, adalah untuk membangun kesadaran umat akan Islam, baik akidah maupun syariahnya. Tujuan (ghayah) dari dakwah, bukanlah “terselenggaranya acara dakwah”. 


Sehingga seandainya saja ada penguasa kafir yang melarang penggunaan ruang publik untuk aktivitas dakwah seperti Lapangan Monas atau Gelora Bung Karno, sesungguhnya itu bukanlah akhir dari dakwah. Kejadian seperti ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa dakwah ini telah berakhir, atau merupakan bencana bagi Islam. Kurang pas lagi, jika kemudian diikuti dengan pandangan, misalnya, “Berarti kelak kita harus mendukung calon kepala daerah muslim agar dakwah di ruang publik bisa dilegalkan.” Sikap seperti ini seringkali muncul sebagai ikutan dari adanya kejadian yang menghalangi dakwah. 


Padahal, jika dipikir lebih mendalam, sikap seperti ini sama artinya dengan menganggap bahwa “dakwah di ruang publik” (misalnya Lapangan Monas atau Gelora Bung Karno), adalah thariqah (hal yang baku) yang tidak bisa tidak, harus terlaksana. Atau, menganggap bahwa “dakwah di ruang publik” adalah ghayah (tujuan, akhir dari segala sesuatu), yang ketika gagal terlaksana maka berakhir sudah segala-galanya. Padahal, ini (dakwah di ruang publik) bukanlah thariqah melainkan ‘sekedar’ uslub dalam berdakwah, yang jika kurang berhasil dalam uslub ini maka harus dipikirkan uslub lain, agar tujuan (ghayah) dari dakwah bisa tercapai. Apa itu? Yaitu tercapainya kesadaran umat akan Islam. 


Lebih jauh lagi, secara politik, sikap seperti di atas justru akan bisa menyebabkan kekalahan politik umat. Umat akan menjadi mudah dibelokkan dari satu sikap ke sikap lain, umat akan menjadi lebih mudah untuk dibeli kepentingan-kepentingannya hanya karena kondisi-kondisi seperti di atas. Umat akan bisa dimanfaatkan oleh partai-partai politik tertentu untuk meraup suara sebanyak-banyaknya, karena memang jumlah suaralah yang menjadi tolok ukur kemenangan di dalam sistem demokrasi. Oleh karena itu, jamaah-jamaah dakwah Islam diharapkan dapat membimbing umat menuju sikap berpegang pada prinsip, agar perjuangan umat tidak kehilangan arah, sebagai akibat dari tidak bisa membedakan mana thariqah, uslub, wasilah, dan ghayah.


Keberadaan jamaah dakwah dalam rangka mewujudkan tujuan dakwah merupakan hal yang sangat penting. Bahkan, hal ini merupakan perintah dari Allah:


ﻭَﻟْﺘَﻜُﻦْ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﺃُﻣَّﺔٌ ﻳَﺪْﻋُﻮﻥَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻭَﻳَﺄْﻣُﺮُﻭﻥَ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ ﻭَﻳَﻨْﻬَﻮْﻥَ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِ ۚ ﻭَﺃُﻭﻟَٰﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ


“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)


MASUK JAMAAH DAKWAH, BUKANLAH TUJUAN


Karena itulah, di dunia ini ada begitu banyak jamaah dakwah, entah berbentuk organisasi massa atau yayasan yang bergerak di bidang sosial dan dakwah, atau juga berbentuk partai politik. Di Indonesia sendiri, jamaah dakwah itu ada NU, Muhammadiyah, Persis, MTA, HTI, FPI, Dewan Dakwah, Syarikat Islam, al-Washliyah, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan aktivitas dakwah, keberadaan jamaah-jamaah dakwah tersebut merupakan wasilah dalam rangka mewujudkan ghayah, yaitu kesadaran umat akan pentingnya menjadikan Islam (baik akidah maupun syariahnya) sebagai jalan hidup. Maka, orang boleh-boleh saja mau ngaji di mana pun dia mau jika memang ingin turut berperan dalam rangka aktivitas penyadaran umat. Bisa masuk NU (Nahdhatul Ulama), Muhammadiyah, MTA (Majelis Tafsir Al-Quran), FPI (Front Pembela Islam), HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), Persis (Persatuan Islam), Dewan Dakwah, atau yang lainnya. Jadi, kalau ada orang yang mengira bahwa orang diajak masuk jamaah dakwah tertentu adalah untuk dicuci otaknya, atau masuk jamaah dakwah tertentu adalah semata-mata demi kepentingan jamaah tersebut, ini menunjukkan bahwa orang tersebut sudah mengira bahwa jamaah dakwah adalah ghayah (tujuan). Padahal tidak. Orang yang menganggap semacam ini sesungguhnya sedang berhalusinasi.


Orang tersebut mengira, orang diajak ngaji di NU semata-mata untuk kepentingan NU, orang ngaji di Muhammadiyah semata-mata untuk kepentingan Muhammadiyah, orang ngaji bersama FPI semata-mata untuk kepentingan FPI, orang ngaji bersama HTI semata-mata untuk kepentingan HTI, orang ngaji bersama MTA semata-mata untuk kepentingan MTA. Sampai-sampai ditambahi pernyataan “Kelompok-kelompok dakwah itu adalah bid’ah, mereka berpecah belah, tidak usah ikut firqah-firqah tersebut.” Dikiranya, ngaji dengan jamaah-jamaah dakwah tersebut tujuannya semata-mata demi besarnya tubuh jamaah tersebut (semoga Allah menghilangkan pikiran-pikiran seperti ini). Ini pemahaman yang salah atau keliru dalam memahami jamaah dakwah. Bahkan, keliru atau salah kaprah pemahamannya, sebagai akibat dari tidak bisa membedakan mana thariqah, uslub, wasilah, dan ghayah. Ruwet. 


Padahal, keberadaan jamaah-jamaah dakwah tersebut di atas, bukanlah ghayah atau tujuan orang ngaji (semoga setiap jamaah tidak menjadikan besarnya jamaah sebagai tujuan). Jamaah dakwah hanyalah wasilah (sarana) untuk tujuan yang sebenarnya. Apa itu? Yaitu agar orang yang ngaji semakin memahami Islam, baik akidah maupun syariahnya. Adapun adanya perbedaan atau keragaman jamaah dakwah (ada banyak jamaah dakwah), itu dikarenakan adanya perbedaan dalam memahami realitas persoalan-persoalan umat. Perbedaan cara pandang terhadap persoalan umat inilah yang berimbas pada perbedaan fokus aktivitasnya, sebagaimana sudah disinggung di atas. Jadi, kalau mau ngaji bersama jamaah-jamaah dakwah, ya dipersilakan saja. Asal tetap memahami, bahwa masuk ke dalam jamaah tersebut bukanlah tujuan, tetapi jamaah dakwah hanyalah sebagai wasilah (sarana) untuk meraih tujuan yang sebenarnya. Mau memilih yang mana? Ya, itu tergantung pada masing-masing orang, sesuai dengan pemahamannya sendiri-sendiri terhadap permasalahan umat dan jalan apa yang akan ditempuh oleh masing-masing jamaah dakwah.


Wallahu a’lam.