Monday, March 10, 2014

Dunia Islam 2013 : Masih Dijajah, Khilafah Solusinya

Dunia Islam 2013 : Masih Dijajah, Khilafah Solusinya

Sama dengan tahun-tahun sebelumnya sepanjang tahun 2013 ini umat Islam dunia masih diliputi berbagai persoalan. Intinya, dunia Islam masih dijajah. Baik penjajahan itu secara langsung dengan pendudukan militer, ataupun penjajahan dalam bentuk lain secara ideologi, ekonomi, politik atau sosial budaya.
Secara ideologi hampir semua negeri Islam mengadopsi ideologi kapitalisme sebagai dasar negara dan asas pengaturan masyarakat. Penjajahan ideologi inilah yang memberikan jalan bagi penjajahan dalam bentuk lainnya baik itu ekonomi, politik, sosial budaya, atau pendidikan.

Tidaklah mengherankan kalau secara ekonomi, meskipun negeri-negeri Islam memiliki sumber daya alam yang melimpah, rakyatnya miskin. Mereka dieksploitasi perusahaan-perusahaan kapitalis asing.
Irak, Afghanistan, Palestina,masih diduduki oleh tentara-tentara penjajah. Atas nama perang melawan terorisme, membantu menegakkan demokrasi,  penjajah membunuh kaum Muslimin,  menciptakan konflik dengan cara adu domba dengan berbagai isu etnis, sekte, atau paham keagamaan. Hasilnya lebih dari 1 juta umat Islam terbunuh di Irak. Tidak terhitung berapa yang terbunuh di Palestina dan Afghanistan.
Amerika Serikat dengan menggunakan pesawat tanpa awak (drone), secara leluasa melakukan pembantaian massal. Ribuan umat Islam terbunuh di Afghanistan, Pakistan, dan Yaman. Mesin pembunuh ini bisa leluasa karena dibiarkan oleh penguasa-penguasa negeri Islam yang menjadi boneka-boneka Barat.  Mereka pun melakukan rutinitas memuakkan pasca melakukan pembantaian. Amerika pura-pura minta maaf, pemimpin boneka pura-pura mengecam. Namun pembantaian massal terus berlanjut.

Penguasa-penguasa boneka negeri Islam, alih-alih melindungi rakyat dan kekayaan alam negeri Islam, mereka malah menjadi pembunuh bagi rakyatnya sendiri  dan memberikan jalan negara-negara penjajah untuk merampok kekayaan negeri Islam.

Rezim militer Mesir di bawah pimpinan Jenderal boneka as-Sisi, membunuh ratusan umat Islam yang mendukung Presiden Mursi. Ribuan dipenjara, ditahan, dan disiksa secara kejam. Media massa dikontrol penuh, beberapa di antaranya dibredel. Semua ini berjalan dengan dukungan Amerika dan negara-negara Barat.

Kudeta militer di Mesir , membuktikan kembali kepada kita, jalan demokrasi adalah penuh tipuan. Meskipun Mursi menang secara demokratis, namun tetap saja Barat tidak percaya 100 % dan lebih mendukung militer sekuler yang setia menjadi pelayan mereka.

Di Suriah, rezim Bashar Assad yang buas , melakukan pembantaian massal terhadap rakyatnya sendiri. Ratusan ribu dibunuh secara keji dengan menjatuhkan bom-bom berdaya ledak tinggi dan senjata kimia mematikan. Mayoritas yang menjadi korban adalah anak-anak dan para wanita. Diperkirakan lebih dari  1 juta rakyat Suriah mengungsi dalam kondisi yang menyedihkan.

Apa yang terjadi di Suriah menunjukkan bagaimana Barat melakukan konspirasi global untuk menghentikan perjuangan umat Islam di sana menegakkan khilafah Islam. Untuk itu mereka tetap mempertahankan rezim buas Assad karena belum mendapat pengganti yang tepat. Negara-negara regional Timur Tengah seperti Saudi, Turki, Mesir, Irak dan Iran kemudian berbagi peran untuk mengokohkan kebijakan Amerika.
Konflik berdarah berlangsung Afrika seperti Somalia, Nigeria, Afrika tengah, atau Sudan dengan korban raturan ribu orang.  Semua ini tidak bisa dilepaskan dari campur tangan Amerika dan sekutu-sekutu Baratnya yang rakus untuk menguasai kekayaan alam negeri-negeri Islam.

Di negeri-negeri yang umat Islam merupakan minoritas, nasibnya menyedihkan.  Seperti di Xianjiang Cina, Myanmar, Filipina, Thailand, atau India . Perlakuan diskriminatif  terus terjadi, pembunuhan pun terus berlangsung. Padahal umat Islam hidup di negeri mereka sendiri, di tanah miliknya.
Hal yang sama dialami umat Islam di negara-negara Barat . Umat Islam dilarang menggunakan hijab, dipersulit membangun masjid, masjid dilempari, dituduh teroris dan ekstrimis. Semua ini terjadi sering dengan menguatnya islamophobia yang didukung oleh politisi , cendekiawan, dan ditumbuhsuburkan dengan kebijakan negara-negara Barat yang anti Islam.

Melihat kondisi umat Islam yang memilukan ini,  apa yang diperjuangkan oleh Hizbut Tahrir tanpa kenal lelah menjadi sangat penting dan wajib kita perhatikan. Hizbut Tahrir telah merumuskan akar masalah dari seluruh problem dunia Islam yaitu:  sistem kufur yang diterapkan di negeri-negeri Islam dan keberadaan penguasa-penguasa boneka.  Hizbut Tahrir juga telah merumuskan solusinya dengan jelas dan gamblang: melanjutkan kehidupan Islam dengan menerapkan syariah Islam secara total di bawah negara khilafah.
Hizbut Tahrir pun telah merumuskan jalan perjuangan sesuai manhaj Rasulullah SAW . Pertama, dengan cara mencetak kader-kader dakwah yang bersyakhsiyah islamiyah sebagai ujung tombak perjuangan. Kedua, membangun kesadaran umat yang akan melahirkan opini umum sehingga umat bergerak menuntut perubahan dengan dasar Islam dan tuntutan yang jelas yaitu tegaknya khilafah.

Ketiga, dengan melakukan thalabun nushrah, mendatangi elite-elite strategis yang memiliki kekuasaan riil seperti militer. Berdakwah kepada mereka, mengajak mereka kembali berpegang teguh pada Islam, sehingga mereka memberikan dukungan penuh yang didasarkan kepada Islam untuk tegaknya khilafah.
Inilah jalan yang jelas , tegas, benar, yang akan mengantarkan umat Islam ke jalan kemenangan. Bukan dengan jalan demokrasi yang terbukti gagal, bukan pula dengan cara people power, ataupun kudeta militer yang tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW.

Atas izin dan pertolongan Allah SWT,  perjuangan ini pasti akan berhasil yang ditandai dengan munculnya kesadaran umum di tengah masyarakat akan Islam, kewajiban syariah dan khilafah,  ditambah dengan dukungan dari ahlul quwwah  (yang memiliki kekuasaan riil). Sungguh, tidak ada yang bisa menghalangi tegaknya kembali khilafah.

Pertanyaan penting yang tersisa adalah di mana peran kita? Apakah kita diam atau menjadi penghalang? Tentu kita tidak memilih jalan ini,  karena ini menimbulkan murka Allah SWT. Maka, pilihan benar kita adalah ikut berjuang bersama dengan sungguh-sungguh dan kerja keras sehingga mengantarkan kita kemenangan di dunia dan surga-Nya Allah SWT di akhirat kelak. Allahu Akbar! [] Farid Wadjdi

2014: Tetap Optimis dan Sabar

2014: Tetap Optimis dan Sabar

2013 telah berlalu. Alhamdulillah, banyak capaian positif yang sudah kita peroleh dalam perjuangan ini. Di antaranya: Pertama, makin besar dan tumbuhnya tubuh dakwah (tanmiyatul-jism). Kedua, makin menguatnya opini umum (ijadul-ra’yi) tentang Khilafah yang muncul dari kesadaran.
Alhamdulillah, dengan gerak dakwah yang tidak kenal lelah dari seluruh komponen, rijalud-da’wah yang bergabung bersama untuk memperjuangkan Khilafah semakin banyak. Kualitas mereka juga makin meningkat; diterima dan diakui oleh masyarakat. Mereka adalah para kader ideologis dari berbagai bidang; ada mahasiswa, dosen, ulama, penguasa, birokrat, para ibu, hingga masyarakat biasa.

Para rijalud-da’wah ini maju  membongkar persoalan masyarakat dari akarnya. Mereka menyampaikan kebobrokan ideologi Kapitalisme sekular dengan pemikiran-pemikiran utamanya seperti demokrasi, HAM, pluralisme, atau liberalisme ekonomi. Mereka sekaligus memberikan solusi yang yang jelas, tegas dan fokus atas berbagai persoalan umat itu, yaitu mengembalikan kehidupan Islam dengan menerapkan seluruh syariah Islam dibawah naungan Khilafah Islam. Bukan berhenti pada slogan, mereka juga menyampaikan agasan-gagasan yang sistemik, menyeluruh hingga detil dalam segala aspek. Dengan itu masyarakat  mendapatkan gambaran bagaimana sistem Islam yang sesungguhnya dan bagaimana langkah perjuangan yang harus dilakukan.

Di hadapan para ulama, para rijalud-da’wah menyampaikan gagasan dakwahnya dengan dalil-dalil yang kuat yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah dengan mengutip pendapat-pendapat ulama terkemuka dari kitab-kitab mu’tabarah. Semua itu disampaikan dengan kerendahatian dan lembut namun tetap tegas dan apa adanya, sebagaimana sikap seharusnya dari pengemban dakwah ketika berhadapan dengan para ulama.
Alhamdulillah, para ulama yang sejatinya merupakan pewaris nabi, yang hatinya bersih dan terbuka untuk kebenaran, menerima gagasan-gagasan mereka yang sebagian besar berusia muda namun matang dalam perjuangan. Tentu mereka bukan sedang menggurui para ulama, tetapi mengajak ulama bersama-sama kembali pada posisi mereka sebagai pewaris para nabi dengan misi yang jelas: menerapkan ajaran Islam.
Para rijalud-da’wah pun blusukan ke tengah-tengah masyarakat bawah; bukan untuk membangun citra palsu, tetapi bergaul di tengah masyarakat, menyampaikan Islam, mengajak mereka bangga dengan Islam dan mau memperjuangkan Islam. SubhanalLah, para rijalud-dakwah yang sesungguhnya merupakan bagian dari  masyarakat yang ‘biasa-biasa’ itu sedikit demi sedikit berhasil memberikan pencerahan tentang Islam, menyadarkan masyarakat, hingga banyak di antara masyarakat yang kemudian bergerak dan bergerak bersama dakwah.

Meskipun mereka harus menghadapi hidup yang tidak mudah dengan berbagai persoalan pribadi dan keluarga mereka, hamba-hamba Allah yang mulia itu tidak pernah berkeluh-kesah. Mabda’ Islam telah membuat mereka tetap menjadikan perjuangan dakwah sebagai poros. Kepedihan dan luka dalam kehidupan tidak menghalangi dakwah mereka meskipun sekejap.

Dengan kerja keras para pengemban dakwah, pilar penting yang kedua yaitu terbentuknya pemikiran umum (ijadul-ra’yi) tentang syariah dan Khilafah semakin menguat. Syariah dan Khilafah semakin dibicarakan dimana-mana. Ide syariah dan Khilafah yang tadinya asing semakin dikenali oleh masyarakat dari berbagai kalangan, tentu dengan segenap pro dan kontranya.

Kalaupun ada yang menolak, harus kita sikapi sebagai hal yang lumrah. Penyebabnya bisa berbagai macam. Ada yang tidak paham sehingga harus kita pahamkan. Ada yang kurang paham sehingga perlu ditambah kepahamannya. Ada yang salah paham hingga perlu kita luruskan. Memang ada juga yang tidak mau paham. Nah, yang ini  tak perlu kita benci, tetapi kita doakan tanpa henti.

Hasilnya, alhamdulillah, masyarakat berbondong-bondong untuk hadir dalam berbagai acara Hizbut Tahrir. Contohnya acara Muktamar Khilafah 2013 yang di Jakarta saja dihadiri lebih dari 120 ribu umat. Puluhan ribu umat juga hadir di daerah-daerah. Perlu dicatat, umat hadir bukan karena mereka dibayar. Bahkan mereka harus merogoh kantung sendiri untuk bisa hadir, dengan segala tantangannya.
Namun, perjuangan belumlah selesai. Ke depan ada dua hal yang kita butuhkan dan kita tingkatkan: optimisme dan kesabaran. Optimisme penting untuk membuat perjuangan ini tetap bergelora, tidak pernah putus asa dan tetap terarah. Kita optimis bahwa kemenangan dari Allah SWT akan kita peroleh. Insya Allah, Khilafah dalam waktu dekat akan tegak.

Optimisme kita bukan tanpa dasar. Pasalnya, kemenenangan umat Islam dengan kembalinya Khilafah Islam merupakan wa’dulLah (janji Allah) dan kabar gembira dari Rasulullah saw. (busyra RasulilLah). Bukankah Allah SWT dan Rosul-Nya tidak pernah berdusta?

Perkembangan terkini dunia global pun mengkrital pada dua kubu: Kapitalisme atau Islam; demokrasi atau Khilafah! Arah Dunia Islam pun semakin jelas: umat menginginkan Khilafah. Arab Spring yang dibajak menjadi demokratisasi, terbukti gagal. Yang menggagalkannya ternyata Barat sendiri. Meskipun menang secara demokratis, Mursi akhirnya digulingkan oleh Barat melalui Jenderal as-Sisi.
Hal ini semakin mengokohkan sikap umat, bahwa jalan demokrasi penuh tipudaya dan tidak pernah berpihak pada Islam dan umat Islam. Jalan satu-satunya yang kini menjadi pilihan umat adalah perjuangan menegakkan Khilafah. Tegaknya Khilafah hanya tinggal menunggu waktu.

Selain optimis, kita pun harus sabar. Perjuangan memang penuh dengan liku dan ujian. Kita tetap harus bersabar dengan tetap fokus pada tujuan perjuangan menerapkan syariah Islam dan Khilafah; bersabar untuk tetap berpegang teguh pada manhaj dakwah Rasulullah saw.; bersabar dalam menghadapi tantangan dakwah  yang muncul dari masyarakat  seperti celaan, ketidakpahaman, bahkan fitnah; juga bersabar menghadapi ujian alami dakwah mulai dari bujukan harta dan kekuasaan, penyiksaan, boikot, ataupun propaganda.

Mengikuti jalan dakwah Rasulullah saw., juga berarti mengikuti jalan kesabaran beliau, termasuk sabar dalam menunggu pertolongan Allah SWT (nashrulLah). Namun, kita tidak perlu kita bertanya kapan pertolongan Allah datang. Yang menjadi tugas kita adalah berjuang, berjuang dan berjuang, hingga kemenangan itu datang. Allahu Akbar! [Farid Wadjdi]

Refleksi Akhir Tahun 2013 RAPOT MERAH REZIM SEKULER

Refleksi Akhir Tahun 2013 RAPOT MERAH REZIM SEKULER

[Al-Islam edisi 686, 23 Shafar 1435 H – 27 Desember 2013 M]
Indonesia, negeri kaya tapi tak henti dirundung nestapa. Nasib serupa dialami kaum Muslim di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, dinamika politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam selama 2013 menunjukkan betapa negeri ini belum mapan dan jauh dari harapan.
Politik: Demokrasi dan Gurita Korupsi
Tahun 2013, tahun penting menjelang suksesi kepemimpinan. Parpol pun berancang-ancang berebut kekuasaan. Puluhan parpol mendaftar, namun hanya 12 parpol yang berhak berebut suara di pemilu. Hampir semuanya partai lama. Kalau pun baru, orangnya stok lama.
Di saat yang sama, tabir busuk parpol mulai terkuak. Syahwat mengumpulkan uang dengan segala cara untuk membiayai proses politik demokrasi tak bisa ditahan lagi. Jadilah parpol menjadi sarang para koruptor. Wakil-wakil rakyat satu per satu dicokok oleh KPK.
Korupsi juga dilakukan oleh birokrat di berbagai sektor. Dilakukan oleh pejabat berbagai kementerian, jenderal polisi, kepala SKK Migas, badan yang mengurusi pengelolaan usaha hulu migas, bahkan ketua MK.
Korupsi juga menyebar ke seantero negeri, dilakukan oleh para kepala daerah. Kemendagri mencatat, 309 kepala daerah terjerat kasus korupsi sejak pilkada langsung pada 2005, baik berstatus tersangka, terdakwa maupun terpidana. Dirjen Otda Djohermansyah Djohan menilai faktor utama semua itu adalah tingginya biaya politik selama pilkada.
Itulah mengapa, muncul politik dinasti. Begitu ada yang berkuasa, kekuasaan terus dipertahankan pada dinastinya. Pakar menyebutnya ‘cacat bawaan demokrasi’.
Sebab mendasarnya adalah bobrok dan rusaknya sistem politik demokrasi. Cukuplah jadi bukti, banyaknya pejabat politik, politisi dan kepala daerah yang merupakan produk langsung demokrasi, ramai-ramai terjerat korupsi. Bahkan begitu rusaknya sistem ini, siapapun yang masuk ke dalamnya, yang semula baik, akhirnya terseret juga dan yang berusaha bertahan untuk tetap baik harus terus makan hati, jika tidak terpental.
Ekonomi: Jago Utang, Dikuasai Asing
Hingga November 2013, utang pemerintah mencapai Rp 2.354,54 triliun, naik Rp 376,83 triliun (Rp 34,26 triliun perbulan) dari utang di akhir 2012 sebesar Rp 1.977,71 triliun.
Utang menjadi andalan Indonesia karena kekayaan alam telah digadaikan kepada asing. Rektor UGM Prof Pratikno mengatakan, hingga September aset negara sekitar 70-80 persen telah dikuasi oleh asing. Asing telah menguasai 50 % aset perbankan, 70-75% sektor migas dan batubara, 70% sektor telekomunikasi, bahkan 80-85% hasil pertambangan emas dan tembaga.
Dalam situasi seperti itu, pemerintah tak berkutik, titah asing tak bisa ditolak. Dengan berbagai dalih dan alasan, mulai Sabtu (22/6/2013) harga BBM bersubsidi dinaikkan pemerintah. Premium menjadi Rp 6.500 perliter dan solar Rp 5.500 perliter.
Itu terjadi di tengah dampak krisis ekonomi yang belum pulih, membuat rakyat makin susah, dan ekonomi negeri ini melambat. Kemiskinan pun terus tak terpecahkan. BPS mencatat, per Maret 2013 masih ada 28,7 juta orang miskin atau 11,37%. Tapi, jumlah penerima raskin 2013 sebelum kenaikan BBM ada 15,5 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS), atau 62 juta orang (asumsikan satu keluarga 4 orang). Jumlah RTS penerima BLSM malah lebih besar lagi.
Fakta lapangan menunjukkan kemiskinan cenderung makin kronis. Ini pula yang dirasakan Gubernur DKI Joko Widodo. Saat sidang paripurna DPRD DKI Jakarta April 2013, Jokowi memaparkan penduduk miskin pada September 2012 berjumlah 366.770 orang (3,70 %), lebih tinggi dari angka pada September 2011 berjumlah 355.200 orang (3,64 %).
Angka pengangguran ikut menegaskan. BPS mencatat, pengangguran terbuka ada 7,39 juta orang per Agustus 2013 (6,25 % ), meningkat 6,14 % dari periode yang sama 2012 berjumlah 7,24 juta orang.
Belanja APBN-P 2013 sebesar Rp 1.726,19 triliun dinaikkan Rp 116,2 triliun menjadi Rp 1.842,4 triliun di APBN 2014. Ironisnya, pengeluaran APBN lebih banyak untuk kepentingan birokrasi termasuk untuk fasilitas dan perjalanan dinas, dan untuk bayar utang dan bunganya. Sebaliknya, pengeluaran langsung kepada rakyat—diantaranya subsidi— terus dikurangi.
Di sisi penerimaan dinaikkan dari Rp 1.502 triliun (APBN-P 2013) menjadi Rp. 1.667,1 triliun di APBN 2014. Penerimaan dari pajak dinaikkan dari Rp. 1.148,36 triliun (76,5%) menjadi Rp 1.280,4 triliun (76,8%). Artinya, beban pungutan pajak atas rakyat makin bertambah. Lagi-lagi pemerintah lebih suka menambah beban pungutan terhadap rakyat, sementara kekayaan alam milik rakyat justru diserahkan kepada swasta terutama asing.

Sosial Budaya: Kian Rusak dan Liberal
Tahun 2013 banyak terjadi konflik horisontal. Demokrasi yang diangankan melahirkan tatanan masyarakat yang lebih baik ternyata sebaliknya. Masyarakat kian liberal dan terputus jalinan persaudaraannya.
Konflik antar anggota masyarakat terjadi hampir harian. Banyak masalah berujung pada kekerasan dan anarkisme. Bentrok antarkampung, antarsuku, antarpreman, antarsekolah, antarormas, antarpendukung calon kepala daerah, bahkan antargeng kerap terjadi. Dan negara tampak tak berdaya.
Budaya kekerasan ini berimbas kepada lahirnya manusia-manusia sadis. Kriminalitas tumbuh sangat mengkhawatirkan. Pembunuhan makin beragam modus operandinya.
Sementara kalangan remaja tergerus moralnya. Seks bebas menggejala. Video mesum tak hanya dibuat kalangan dewasa, tapi remaja hingga siswa SMP. Bahkan ada pelajar SMP di Surabaya yang memucikari kawan-kawannya sendiri.
Di sisi lain, pendidikan gagal melahirkan generasi terbaik. Banyak koruptor justru pernah mengenyam pendidikan tinggi. Bahkan diantaranya ada yang bergelar profesor dan doktor. Terbukti, pendidikan yang berjalan, kering dari nilai-nilai moral dan etika, apalagi agama. Yang terlahir justru generasi yang permisif, hedonis, materialis, dan individualis.

Internasional: Umat Islam Teraniaya
Situasi dunia Islam belum berubah. Bahkan di beberapa tempat makin buruk. Umat Islam menjadi keganasan berbagai rezim. Di Suriah, lebih dari 125 ribu Muslim dibantai oleh rezim Bashar Assad. Anehnya, dunia membiarkan pembunuhan massal tersebut.
Di Palestina, umat Islam masih menjadi bulan-bulanan tentara Israel. Rumah mereka dihancurkan dan diganti permukiman Yahudi. Bahkan bagian bawah Masjid Al-Aqsha dibuat terowongan untuk membangun tempat peribadatan kaum terlaknat itu. Umat Islam di Gaza diblokade dari segala penjuru. Terowongan yang menghubungkan Gaza-Mesir dihancurkan. Sementara itu, di Afghanistan umat Islam terus dijajah oleh Amerika Serikat dan penguasanya sendiri.
Di belahan dunia lainnya, kaum minoritas Muslim terus jadi bulan-bulanan. Muslim di Xinjiang (Cina), Rohingya (Myanmar), dan Pattani (Thailand) berjuang untuk membebaskan diri dari kekejaman rezim penguasa. Sementara di Barat, minoritas Muslim sering mendapatkan perlakukan diskriminatif. Mereka semua tak bisa berbuat banyak, kecuali bertahan dan membela diri dengan kemampuan yang ada

Menarik Ibrah
Pertama, Setiap penerapan sistem sekuler, yakni sistem yang tidak bersumber dari Allah SWT, Pencipta manusia, kehidupan dan alam semesta, pasti akan menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi umat manusia. Sebab Allah SWT mengingatkan:
﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴾
Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (TQS al-A’raf [7]: 96)

Maka semua itu semestinya menyadarkan kita semua untuk bersegera meninggalkan semua bentuk sistem dan ideologi kufur, terutama kapitalisme dan kembali kepada jalan yang benar, yang diridhai oleh Allah SWT.
Kedua, dalam kenyataannya Barat tak pernah membiarkan rakyat di negeri-negeri muslim membawa negaranya ke arah Islam. Mereka selalu berusaha agar sistem yang diterapkan tetaplah sistem sekuler meski dibolehkan dengan selubung Islam, dan penguasanya tetaplah mau berkompromi dengan kepentingan Barat. Itulah yang terjadi saat ini di negeri ini, sebagaimana tampak dari proses legislasi di parlemen dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah, khususnya di bidang ekonomi dan politik yang lebih menguntungkan kepentingan Barat. Cengkeraman Barat juga tampak di negeri-negeri muslim yang tengah bergolak seperti di Suriah, begitu juga di Mesir dan negeri- negeri lain di kawasan Timur Tengah. Kenyataan ini juga semestinya memberikan peringatan umat Islam untuk tidak mudah terkooptasi oleh kepentingan penjajah. Juga peringatan kepada penguasa dimanapun untuk menjalankan kekuasaannya dengan benar, penuh amanah demi tegaknya kebenaran Islam, bukan demi memperturutkan nafsu serakah kekuasaan dan kesetiaan pada negara penjajah.
Ketiga, bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan yang tengah membelit negeri ini, maka kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya sistem yang berasal dari Dzat yang Maha Baik, itulah syariah Islam. Dan pemimpin yang amanah adalah yang mau tunduk pada sistem yang baik itu. Di sinilah esensi seruan Selamatkan Indonesia Dengan Syariah yang gencar diserukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia.
Keempat, Karena itu seluruh komponen umat Islam harus bekerja sama dan berusaha sungguh-sungguh penuh keikhlasan dan kesabaran untuk menghentikan sekularisme dan menegakkan syariah dan khilafah. Hanya dengan sistem berdasar syariah yang dipimpin oleh seorang khalifah, Indonesia dan juga dunia, benar-benar bisa menjadi baik. Syariah adalah jalan satu-satunya untuk memberikan kebaikan dan kerahmatan Islam bagi seluruh alam semesta, sedemikian sehingga kezaliman dan penjajahan bisa dihapuskan di muka bumi. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []

Komentar Al Islam:
Menjelang pemilu 2014, DPR semakin rajin mengusulkan pemekaran daerah. Setelah mengusulkan pembentukan 65 daerah otonom baru, kini DPR kembali mengajukan usulan 22 daerah otonom baru. Dalam tahun sidang 2013-2014, DPR telah mengusulkan 87 daerah otonom baru. (Kompas, 23/12)
  1. Padahal dari hasil evaluasi sementara Kementerian Dalam Negeri terhadap daerah yang dimekarkan sejak diberlakukanya ketentuan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB), hampir 80 persen daerah pemekaran di Indonesia dinyatakan gagal dalam menjalankan misi memakmurkan masyarakat wilayahnya.
  2. Itu bukti, motiv pemekaran daerah lebih untuk bagi-bagi kekuasaan dan untuk kepentingan pemilu dengan memperalat alasan untuk memajukan daerah dan melayani serta menyejahterakan rakyat.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Cara Lain Memalak Rakyat

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Cara Lain Memalak Rakyat

Al-Islam edisi 687, 1 Rabiul Awwal 1435 H – 3 Januari 2014 M 
Meski ada protes dan keraguan pemberi pelayanan kesehatan untuk berpartisipasi pada Jaminan Kesehatan Nasional yang akan diterapkan 1 Januari 2014, cukup banyak klinik, puskesmas atau rumah sakit yang bergabung.
Menurut Wamenkes, Ali Ghufron Mukti, sejauh ini ada sekitar 15.800 dokter praktek mandiri, klinik dan puskesmas yang akan memberi pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan tingkat lanjutan akan dilakukan sekitar 1.700 rumah sakit pemerintah dan swasta yang tersebar di Indonesia. (Kompas, 30/12/2013).
Bukan Jaminan, Tapi Asuransi Kesehatan Nasional
Katanya jika program JKN sempurna, seluruh rakyat akan mendapat jaminan kesehatan. Katanya, jika JKN sudah jalan, rakyat akan mendapat pelayanan kesehatan gratis.
Itu hanya propaganda. Realitanya justru sebaliknya. Yang ada bukanlah jaminan kesehatan nasional, akan tetapi asuransi kesehatan nasional. Dua hal yang sangat berbeda bahkan berkebalikan.
Pelaksanaan JKN per 1 Januari 2014 ini adalah amanat dari UU No. 40 th. 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No. 24 th. 2011 tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS).
UU SJSN Pasal 19 ayat 1 menegaskan: Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Prinsip asuransi sosial adalah mekanisme pengumpulan dana bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya (Pasal 1 ayat 3). Prinsip ekuitas artinya tiap peserta yang membayar iuran akan mendapat pelayanan kesehatan sebanding dengan iuran yang dibayarkan.
UU ini secara fundamental telah mengubah kewajiban negara dalam memberikan jaminan kesehatan menjadi kewajiban rakyat. Hak rakyat justru diubah menjadi kewajiban rakyat. Konsekuensinya, rakyat kehilangan haknya untuk mendapat jaminan kesehatan yang seharusnya wajib dipenuhi oleh negara.
UU ini “menghilangkan” kewajiban dari negara dan memindahkannya ke pundak rakyat. Rakyat wajib menanggung pelayanan kesehatannya sendiri dan sesama rakyat. Itulah prinsip kegotong-royongan SJSN yaitu prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilannya (penjelasan pasal 4).
Bukan Gratis, Tapi Wajib Bayar
Dalam sistem JKN ini tidak ada yang gratis. Justru seluruh rakyat wajib membayar dahulu, tiap bulan. JKN adalah asuransi sosial. Hanya peserta yang membayar premi yang akan dapat layanan kesehatan JKN. Itu wajib bagi seluruh rakyat sesuai prinsip kepesertaan wajib UU SJSN. Yakni seluruh penduduk wajib jadi peserta asuransi sosial kesehatan (JKN), dan tentu wajib membayar premi/iuran tiap bulan. Pasal 17: “(1) Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu. (2) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala.”
Iuran untuk orang miskin dibayar oleh pemerintah (ayat 4) dan mereka disebut Penerima Bantuan Iuran (PBI), atas nama hak sosial rakyat. Tapi hak itu tidak langsung diberikan kepada rakyat, tetapi dibayarkan kepada pihak ketiga (BPJS) dari uang rakyat yang dipungut melalui pajak. Jadi realitanya, rakyat diwajibkan membiayai layanan kesehatan diri mereka dan sesama rakyat lainnya.
Jadi tidak ada yang gratis untuk rakyat. Justru rakyat wajib bayar iuran, baik layanan itu ia pakai atau tidak. JKN lebih tepat disebut layanan kesehatan prabayar, persis seperti layanan telepon prabayar. Sebab setiap rakyat wajib bayar premi (iuran) tiap bulan, baik layanan itu dimanfaatkan bulan itu atau tidak. Jika tidak bayar maka tidak akan mendapat manfaat layanan kesehatan JKN.
Besarnya iuran per bulan telah ditetapkan. Dalam Perpres ditetapkan nominal iuran PBI per jiwa Rp. 19.225, akan mendapat layanan rawat inap kelas 3. Iuran PNS/TNI/Polri/pensiunan sebesar 5% per keluarga (2% dari pekerja dan 3% dari pemberi kerja) dan akan dapat layanan rawat inap kelas 1 untuk golongan III ke atas atau yang setara, dan rawat inap kelas 2 untuk di bawah golongan III.
Untuk pekerja penerima upah selain PNS dan lainnya, iuran ditetapkan 4,5% per keluarga (0,5% dari pekerja dan 4% dari pemberi kerja) hingga 30 Juni 2015, dan menjadi 5% per keluarga (1% dari pekerja dan 4% dari pemberi kerja) mulai 1 Juli 2015. Mereka akan mendapat layanan rawat inap kelas 1 jika bergaji lebih dari dua kali pendapatan tidak kena pajak (sekitar Rp. 4 juta) dan rawat inap kelas 2 jika bergaji di bawahnya. Jika pekerja bergaji Rp 2 juta, sampai 30 Juni 2015, ia harus membayar Rp. 10 ribu per keluarga (untuk 5 anggota keluarga), dan pemberi kerja harus membayar Rp. 80 ribu untuk tiap pekerjanya. Dan mulai 1 Juli 2015, tiap pekerja harus membayar Rp. 20 ribu, dan pemberi kerja harus membayar Rp. 80 ribu untuk tiap pekerjanya. Jadi pemberi kerja tiap bulan harus membayar Rp. 80 ribu dikalikan jumlah pekerjanya.
Sementara untuk pekerja bukan penerima upah (bekerja sendiri) atau bukan pekerja, iuran Rp. 25.500 per jiwa (layanan rawat inap kelas 3), Rp. 42.500 per jiwa (rawat inap kelas 2), dan Rp. 59.500 per jiwa (rawat inap kelas 1). Untuk satu keluarga tinggal dikalikan jumlah anggota keluarga. Jumlah itulah yang wajib dibayarkan tiap bulan.
Jika ada biaya lebih dari yang dikover JKN, maka harus dibayar sendiri. Masalahnya, tarif yang ditetapkan sangat kecil. Contohnya, untuk RS Pratama, praktik dokter, dan fasilitas kesehatan yang setara tarif yang dikover hanya Rp. 8.000-10.000 per peserta per bulan; praktek dokter gigi malah hanya Rp 2.000.
Perpres tentang JKN, menetapkan prosedur layanan JKN, bahwa peserta harus mendapat pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar. Di fasilitas lain hanya boleh jika di luar wilayah atau kegawatdaruratan medis. Itu artinya, meski masih di kota yang sama, jika bukan di tempat peserta terdaftar, tidak akan dikover oleh JKN, artinya harus bayar sendiri.

“Memalak” Rakyat, Himpun Dana
JKN (Jaminan Sosial Nasional) merupakan cara lain memungut dana secara wajib – “memalak”- seluruh rakyat. Tiap orang akan terkena pungutan. Pemberi kerja akan terkena pungutan sangat besar. Makin banyak pekerjanya, makin besar pungutan yang harus dibayarnya. Biaya itu bisa saja dimasukkan harga jual produk/jasa. Maka beban seluruhnya kembali kepada rakyat pada umumnya.
Lebih menyesakkan lagi, jika telat bayar, tidak diberi layanan, bisa didenda, bahkan tidak diberi pelayanan administratif publik seperti ngurus KTP, akte, sertifikat, IMB, dsb. Pemberi kerja atau kepala keluarga yang tidak mendaftarkan pekerja atau anggota keluarganya, bisa dikenai sanksi bahkan sampai sanksi pidana. Inilah kezaliman luar biasa. Sudah dipalak, jika telat dijatuhi sanksi, jika menghindar bisa dipidana.
Itulah “pemalakan” rakyat untuk menghimpun dana besar. Kompas (26/12) menyebutkan, penyelenggara jaminan kesehatan diperkirakan akan mengumpulkan dana iuran peserta sedikitnya Rp. 80 triliun per tahun. Akumulasi dana ini akan bertambah besar saat BPJS ketenagakerjaan beroperasi penuh pada 1 Juli 2015 dan menyelenggarakan jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian dan jaminan pensiun.
Dana Jaminan Sosial itu wajib disimpan dan diadministrasikan di bank kustodian yang merupakan BUMN (Pasl 40 UU BPJS). Artinya Bank BUMN bisa mendapat sumber dana baru. Sesuai amanat Pasal 11 UU BPJS, dana itu diinvestasikan. Tentu dalam bentuk surat berharga, termasuk Surat Utang Negara dan surat berharga swasta. Dengan itu, negara dapat sumber dana baru. Selain negara, swasta dan para kapitalis juga akan menikmati dana itu yang diinvestasikan melalui instrumen investasi mereka. Mungkin karena itulah Barat (khususnya melalui Bank Dunia, IMF, ADB, USAID) sangat getol bahkan mendekte agar SJSN dalam bentuk asuransi sosial itu segera eksis dan berjalan.

Islam: Pelayanan Kesehatan Kewajiban Negara
Dalam Islam, pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang wajib disediakan oleh negara secara gratis. Fasilitas kesehatan merupakan fasilitas publik yang diperlukan oleh rakyat. Semua itu merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik (al-mashâlih wa al-marâfiq), yang wajib dipenuhi negara, sebab termasuk apa yang diwajibkan oleh ri’ayah negara sesuai dengan sabda Rasul saw:
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
Imam adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar)

Secara praktis, penyediaan layanan kesehatan gratis telah dipraktekkan dan dicontohkan oleh Nabi saw sebagai kepala negara, dan para Khulafa’ur Rasyidin. Hal itu menjadi sunnah Nabi saw dan ijmak sahabat bahwa negara wajib menyediakan pelayanan kesehatan gratis untuk seluruh rakyat. Itu menjadi hak setiap individu rakyat sesuai kebutuhan layanan kesehatan yang diperlukan tanpa memandang tingkat ekonominya.
Dana untuk itu bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditetapkan syariah. Bisa dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum, seperti hutan, bermacam tambang, migas, panas bumi, hasil laut dan kekayaan alam lainnya. Juga dari kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i, usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk menyediakan pelayanan kesehatan berkualitas dan gratis untuk seluruh rakyat.
Namun semua itu hanya bisa terwujud, jika Syariah Islam diterapkan secara total dalam sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Untuk itu, kewajiban kita semua, umat Islam, untuk sesegera mungkin mewujudkannya. Lebih dari itu, mewujudkannya adalah kewajiban syar’i dan konsekuensi dari akidah Islam yang kita yakini. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []

Komentar Al Islam:
Satu dasawarsa sejak KPK dibentuk pada 29 Desember 2003, ternyata korupsi di Indonesia semakin canggih modusnya dan melibatkan banyak pelaku, termasuk pihak asing. Korupsi pun makin menjadi ancaman bagi keutuhan Indonesia sebagai negara kesatuan, karena sering masuk pada lingkaran kekuasaan dan menjadikan rakyat sebagai korban pemiskinan sistemik. (Kompas, 30/12/2013).
  1. Akibat penerapan sistem politik demokrasi, apalagi dengan biaya tinggi, semua itu wajar saja terjadi.
  2. Diperparah dengan penerapan sistem ekonomi kapitalisme, pemiskinan rakyat secara sistemik pun makin menjadi-jadi, dan sebaliknya memperkaya kapitalis khususnya asing.
  3. Terapkan sistem politik Islam, niscaya korupsi bisa diberantas. Dengan dibarengi penerapan sistem ekonomi Islam, niscaya rakyat seluruhnya akan sejahtera.

Pemerintah Melegalkan Khamr: Membuka Pintu Kerusakan

Pemerintah Melegalkan Khamr: Membuka Pintu Kerusakan

[Al-Islam edisi 689, 15 Rabiul Awal 1435 H-17 Januari 2014 M]
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani peraturan presiden (perpres) baru tentang pengendalian minuman beralkohol (mihol). Aturan baru itu adalah Perpres No. 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol yang ditandatangani SBY pada 6-12-2013. Melalui peraturan itu, pemerintah kembali mengategorikan minuman beralkohol sebagai barang dalam pengawasan. (lihat, Republika.co.id, 3/1/2014).
Khamr Tidak Dilarang, Hanya Diatur
Perpres itu menegaskan bahwa khamr pada dasarnya tidak dilarang. Hanya, produksi dan peredaran/penjualan khamr diatur dan diawasi. Pasal 3 ayat 3: “Pengawasan sebagaimana dimaksud meliputi pengawasan terhadap pengadaan minuman beralkohol dari produksi dalam negeri atau asal impor serta peredaran dan penjualannya.”
Perpres itu membagi minuman beralkohol (mihol) dalam tiga golongan. Golongan A, mihol dengan kadar etanol sampai 5%. Golongan B, mihol dengan kadar etanol 5 – 20 %. Dan golongan C, mihol dengan kadar etanol 20 – 55 %.
Menurut Perpres ini, mihol hanya boleh diproduksi oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin usaha industri dari Menteri Perindustrian; atau diimpor oleh pelaku usaha yang memiliki izin impor dari Menteri Perdagangan. Peredararan mihol hanya dapat dilakukan setelah memiliki izin dari Kepala BPOM Kemenkes. Dan dari Pasal 4 ayat 4, mihol hanya dapat diperdagangankan oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin memperdagangkan Minuman Beralkohol dari Menteri Perdagangan.
Pasal 7, mihol golongan A, B, dan C hanya dapat dijual di: a. Hotel, Bar, dan Restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepariwisataan; b. Toko bebas bea; dan c. Tempat tertentu yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan Gubernur untuk DKI Jakarta. Di luar tempat-tempat tersebut, mihol golongan A juga dapat dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan. Perpres ini juga memberikan wewenang kepada Bupati/Walikota dan Gubernur untuk DKI Jakarta menetapkan pembatasan peredaran mihol dengan mempertimbangkan karakteristik daerah dan budaya lokal.
Jadi Perpres itu jelas melegalkan mihol (khamr). Menurut Perpres itu, khamr legal untuk diproduksi dan diimpor, asal mendapat izin. Khamr juga legal untuk dijual ditempat tertentu asal ada izin. Bahkan khamr golongan A boleh dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan, seperti dalam botol, kaleng, kemasan pack, dan sebagainya.

Bukan Demi Kemaslahatan Umat
Dengan otonomi daerah banyak daerah membuat perda anti miras. Banyak diantaranya lalu disebut perda syariah anti miras.
Namun perda-perda itu dipersoalkan oleh Kemendagri karena dianggap menyalahi Kepres No. 3/1997. Kepres itu tidak melarang miras (khamr) tetapi hanya mengatur pembatasan miras (khamr).
Kepres No. 3/1997 itu pun digugat ke Mahkamah Agung. Pada tanggal 18 Juni 2013, MA melalui putusan MA Nomor 42P/HUM/2012 menyatakan Kepres No. 3/1997 itu sebagai tidak sah, dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Maka dibuatlah Perpres No. 74/2013 untuk menggantikan Kepres tersebut. Jika dilihat isinya masih sama, hanya sedikit perubahan dan tambahan.
Jika Kepres No. 3/1997 dipakai untuk mempersoalkan perda-perda anti miras, hal itu akan terulang dengan Perpres No. 74/2013 ini. Kapuspen Kemendagri, Restuardy Daud, mengatakan, perpres yang baru juga tak serta-merta memberikan pemda kebebasan tak terbatas menerbitkan perda pelarangan minuman keras. Ia mengatakan, “Perpres itu mengatur pengendalian dan pengawasan dan nantinya akan sinkronisasi dengan peraturan daerah” (Republika.co.id, 3/1/2014). Ia menegaskan, Perpres 74/2013 tetap harus ditaati meskipun kepala daerah atau pun Dinas Perdagangan Perindustrian terkait mempunyai regulasi tertentu.
Artinya, Kemendagri akan “mengklarifikasi” perda-perda syariah anti miras agar tak berbenturan dengan perpres yang baru. Itu sama saja meminta (memerintahkan) agar perda-perda syariah anti miras dibatalkan atau diubah sehingga tidak lagi melarang miras secara total, tetapi hanya mengatur dan membatasinya yaitu melaksanakan Perpres 74/2013 itu. Dengan itu maka kegaduhan yang terjadi sebelumnya sangat boleh jadi akan terulang. Jika itu benar-benar terjadi, maka penyebabnya adalah terbitnya perpres ini.
Padahal aspirasi masyarakat banyak menginginkan agar miras yaitu khamr dilarang. Sudah banyak sekali akibat buruk yang muncul akibat miras. Meski diklaim Perpres itu untuk melindungi masyarakat, yang terjadi justru sebaliknya. Perpres itu ibarat membuka pintu kerusakan. Sebab khamr (miras) adalah pintu kerusakan, induk keburukan. Nabi saw memperingatkan:
«الْخَمْرُ أُمُّ الْخَبَائِثِ وَمَنْ شَرِبَهَا لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ مِنْهُ صَلاَةً أَرْبَعِينَ يَوْمًا فَإِنْ مَاتَ وَهِىَ فِى بَطْنِهِ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً »
“Khamr itu adalah induk keburukan dan siapa meminumnya, Allah tidak menerima sholatnya 40 hari. Jika ia mati dan khamr itu ada di dalam perutnya maka ia mati dengan kematian jahiliyah.” (HR ath-Thabrani, ad-Daraquthni, al-Qadha’iy)

Menurut WHO sebanyak 320.000 orang di dunia meninggal per tahun karena penyakit berkaitan dengan alkohol. Di daerah, Kapolres Kendari AKBP Anjar Wicaksana, pernah menyebutkan, penyebab kejahatan yang banyak terjadi dalam kurun waktu Bulan Juni 2013 sekitar 80% dimulai dari konsumsi miras (baubaupos.com/16/7/2013). Sementara itu Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri Kombes (Pol) Agus Rianto mengemukakan, kecelakaan yang disebabkan pengendara mengkonsumsi miras hingga pertengahan tahun 2013 ada 49 kasus, meningkat dari tahun sebelumnya (jaringnews.com/12/8/2013). Begitu pula sudah banyak diungkap, para pelaku kejahatan biasanya menenggak khamar sebelum beraksi.
Di sisi lain, yang untung jelas para “pebisnis khamr”. Sebab bisnis jalan terus, uang pun terus mengalir, meski sedikit terpengaruh. Negara juga mendapat pemasukan dari cukai dan pajak mihol. Ironisnya, semua itu dengan mengorbankan kemaslahatan masyarakat pada umumnya. Semua itu terjadi karena yang dijadikan pegangan adalah ideologi sekuler demokrasi kapitalisme. Demokrasi menyerahkan pembuatan hukum kepada manusia. Sementara, doktrin ekonomi kapitalisme, menganggap khamr, sebagai barang ekonomis, selama ada permintaan, harus dipenuhi. Maka tidak boleh dilarang, hanya diatur saja.

Islam Membabat Khamr
Berbeda dengan peraturan buatan manusia itu, dalam Islam khamr adalah haram. Allah SWT berfirman:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (TQS al-Maidah [5]: 90)

Rasul saw. menjelaskan bahwa semua minuman yang memabukkan merupakan khamr dan haram.
«كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ»
“Semua yang memabukkan adalah khamr dan semua khamr adalah haram.” (HR Muslim)

Keharaman khamr itu berlaku baik sedikit ataupun banyak.
«مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ، فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ»
“Apa (minuman/cairan) yang banyaknya memabukkan maka sedikitnya adalah haram” (HR Ahmad dan Ashhabus Sunan)

Khamar itu haram dijual. Rasul saw. menegaskan:
«إِنَّ الَّذِي حُرِّمَ شَرْبُهَا حُرِّمَ بَيْعُهَا»
“Sesungguhnya apa yang diharamkan meminumnya maka diharamkan pula menjualnya.” (HR Muslim)

Selain itu, terkait Khamr ada sepuluh pihak yang dilaknat. Dari Anas bin Malik bahwa Rasul saw bersabda:
«لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ r فِي الخَمْرِ عَشَرَةً: عَاصِرَهَا، وَمُعْتَصِرَهَا، وَشَارِبَهَا، وَحَامِلَهَا، وَالمَحْمُولَةُ إِلَيْهِ، وَسَاقِيَهَا، وَبَائِعَهَا، وَآكِلَ ثَمَنِهَا، وَالمُشْتَرِي لَهَا، وَالمُشْتَرَاةُ لَهُ»
“Rasulullah saw melaknat dalam hal khamr sepuluh pihak: yang memerasnya, yang diperaskan, yang meminumnya, yang membawanya, yang dibawakan, yang menuangkan, yang menjualnya, yang memakan harganya, yang membeli dan yang dibelikan.” (HR at-Tirmidzi dan Ibn Majah)

Dari semua itu, maka Islam tegas melarang dan mengharamkan khamr. Juga melarang penjualan khamr dan sepuluh pihak lainnya. Itu artinya, khamr dilarang beredar di masyarakat.
Dan siapa saja yang minum khamar, sedikit atau pun banyak, jika terbukti di pengadilan, maka dalam Islam ia dijatuhi sanksi jilid sebanyak 40 atau 80 kali. Anas menuturkan:
«كان النبي r يَضْرِبُ فِي الخَمْرِ باِلجَرِيْدِ وَالنَّعَالِ أَرْبَعِيْنَ»
“Nabi Muhammad saw. mendera orang yang minum khamar dengan pelepah kurma dan terompah sebanyak empat puluh kali dera.”(HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Abu Dawud)

Ali bin Abi Thalib juga menuturkan:
«جَلَّدَ رَسُوْلُ اللّهِ r أَرْبَعِيْنَ، وَأبُو بَكْرٍ أَرْبَعِيْنَ، وعُمَرُ ثَمَانِيْنَ، وَكُلٌّ سُنَّةٌ، وهَذَا أحَبُّ إِليَّ»
“Rasulullah saw. mencambuk (orang minum khamr) empat puluh kali, Abu Bakar mencambuk empat puluh kali, Umar mencambuk delapan puluh kali. Masing-masing adalah sunnah. Dan ini adalah yang lebih aku sukai.” (HR Muslim)

Sementara untuk pihak selain yang meminum khamr, maka sanksinya berupa sanksi ta’zir. Bentuk dan kadar sanksi itu diserahkan kepada Khalifah atau qadhi, sesuai ketentuan syariah. Tentu sanksi itu harus memberikan efek jera.

Wahai Kaum Muslimin
Dengan bekal ketakwaan individu yang senantiasa dipupuk oleh negara, maka individu akan enggan menyentuh khamr. Negara pun tidak boleh memfasilitasi baik langsung maupun tidak langsung, terhadap peredaran khamr. Dan siapa saja yang meminum khamr dan yang terlibat terkait khamr dijatuhi hukuman syar’i tersebut. Dengan semua itu, Islam akan mampu membabat khamr, dan menyelamatkan orang dari belenggu miras. Namun semua itu hanya terwujud, melalui penerapan syariah secara kaffah di bawah naungan Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Itulah kewajiban kita yang harus segera kita tunaikan. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.[]
Komentar:
Untuk menutup defisit anggaran, serta membayar utang jatuh tempo, pemerintah Indonesia berencana menerbitkan surat utang berupa surat berharga negara (SBN) dengan nilai Rp 357,96 triliun tahun ini. Dari nilai tersebut, sebanyak Rp 205,07 triliun, digunakan untuk murni pembiayaan defisit anggaran tahun ini. Sisanya atau Rp 152,89 triliun adalah untuk membayar utang jatuh tempo atau refinancing. (detikfinance, 11/1/2014)
  1. Padahal hingga November 2013, utang pemerintah Indonesia sudah mencapai Rp 2.354,54 triliun. Artinya, tiap orang dari 248,9 juta penduduk Indonesia termasuk bayi yang baru lahir terbebani utang Rp 9,4 juta.
  2. Utang sudah menumpuk tapi pemerintah masih gemar ngutang. Inilah prestasi negeri ini: jago ngutang.
Print Friendly

Mahalnya Biaya Capres

Mahalnya Biaya Capres

[Al-Islam edisi 691, 29 Rabiul Awal 1435 H – 31 Januari 2014 M]
Seorang calon presiden butuh dana hingga Rp 3 triliun untuk mengikuti pemilihan presiden di Indonesia. Hal ini karena capres sudah harus bergerak sebelum rangkaian kampanye yang ditetapkan KPU. ”Dana yang dilaporkan ke KPU hanya Rp 300 miliar-Rp 500 miliar. Ini karena penghitungan dimulai sejak tahapan resmi KPU dimulai”, kata Ketua Balitbang Partai Golkar Indra J Piliang di Jakarta, Sabtu (25/1).
Dana triliunan rupiah itu digunakan untuk membiayai perjalanan sosialisasi, relawan, logistik partai, pertemuan dengan ormas, survei, dan iklan. ”Proporsi untuk iklan cukup banyak karena bisa menjangkau seluruh Indonesia. Hanya turun ke lapangan saja tidak akan efektif,” ujar Indra. (kompas.com, 26/1).
Menurut Pengamat politik dari Charta Politika, Arya Fernandes, ada tiga faktor yang membuat biaya capres makin mahal (inilah.com, 26/1). Pertama, adanya perubahan model kampanye dengan pemilihan presiden secara langsung. Menurutnya, perubahan ini membuat biaya politik sangat mahal. Yang diuntungkan orang-orang yang punya duit banyak.
Faktor kedua, munculnya iklan di televisi yang menjadi alat efektif untuk pengaruhi pemilih dan jangkauannya yang luas. Arya mencontohkan, dana kampanye Obama (Presiden AS) setelah 2008, sebanyak 54% habis di iklan. Menurutnya, di 2014 nanti, setengah dana capres juga akan habis di iklan.
Faktor ketiga, pergeseran politik yang makin personal, maka orang makin butuh personal branding (pencitraan personal). Semua itu butuh biaya. Biaya mahal juga dibutuhkan bagi siapa saja yang maju dalam pemilu legislatif.
Mahalnya biaya capres bukan hanya terjadi di negeri ini. Mahalnya biaya menjadi pemimpin bisa jadi merupakan karakteristik sistem politik demokrasi. Di negara yang demokrasinya dianggap lebih maju, biaya pencapresan juga sangat mahal.
Di Amerika Serikat misalnya, menurut Center for Responsive Politic (http://www.opensecrets.org/pres12/) pada pemilu presiden 2012 lalu dana yang dibelanjakan oleh tim kampanye Mitt Romney, calon dari Republik yang kalah mencapai US$ 1,238 miliar atau sekitar Rp 12,38 triliun (1 US$= Rp 10.000). Sementara belanja tim kampanye Obama mencapai US 1,107 miliar dolar atau sekitar Rp 11.07 triliun.
Sementara itu Politico melaporkan bahwa ketua Federal Election Commission Ellen Weintraub mengumumkan belanja pemilu di AS tahun 2012 mencapai US$ 7 miliar. Terdiri dari total belanja kandidat US$ 3,2 miliar, belanja partai US$ 2 miliar dan belanja grup luar (organisasi pendukung) US 2,1 miliar (http://www.motherjones.com/mojo/2013/02/2012-election-cost-7-billion-obama-romney).
Obama pada tahun 2008 membelanjakan US$ 730 juta atau sekitar Rp 7,3 triliun untuk menjadi presiden AS. Jumlah itu dua kali jumlah yang dibelanjakan oleh George Bush pada tahun 2004 dan lebih dari 260 kali yang dibelanjakan Abraham Lincoln pada tahun 1860 (jika dihitung dengan dolar pada tahun 2011).
Biaya besar juga masih tetap dibutuhkan untuk pencapresan di Perancis. Padahal biaya pencapresan di Perancis dianggap sangat murah. Sebab belanja kampanye dibatasi oleh Undang-undang, termasuk tidak boleh ada iklan di televisi dan setiap kandidat diberi dana kampanye oleh negara sebesar 8 juta Euro. Meski demikian, pada tahun 2007 Sarkozy untuk memenangi pemilu dan menjadi presiden harus membelanjakan 21 juta Euro. Sementara lawannya seorang sosialis Ségolène Royal membelanjakan 20 juta Euro (http://www.huffingtonpost.com/sophie-meunier/france-election-laws_b_1438456.html)
Kompensasi
Pertanyaannya, dari mana dana sebesar itu? Dana sebesar itu sebagian bisa berasal dari kantong kandidat sendiri. Sebagian lainnya berasal dari donor, baik perusahaan atau individu, termasuk sumbangan kecil-kecil dari individu.
Ada pepatah, tidak ada makan siang gratis. Semua donasi itu, terutama yang berasal dari perusahaan atau individu kapitalis/pemilik modal, tentu tidak gratis, melainkan harus diberi kompensasi baik langsung maupun tidak langsung. Dalam hitungan kapitalis, donasi itu merupakan investasi yang harus kembali beserta keuntungan.
Kompensasi kepada para pemodal kampanye itu bisa diberikan secara langsung dalam bentuk proyek-proyek. Karena itulah, kenapa tak jarang terdengar atau terungkap adanya pengaturan proyek untuk pihak-pihak tertentu baik di tingkat legislatif maupun eksekutif.
Kompensasi juga bisa diberikan secara tidak langsung. Yaitu dengan jalan dibuat kebijakan-kebijakan, peraturan dan undang-undang yang mengakomodasi kepentingan-kepentingan kapitalis. Contohnya, pemberian berbagai fasilitas fiskal, keringanan pajak, pajak ditanggung negara, pembebasan bea, dan sebagainya. Atau kebijakan pemberian konsesi pengusahaan tambang, hutan, perkebunan dan sebagainya. Dan jika perlu peraturan diubah untuk mengakomodasinya. Bisa juga dalam bentuk peraturan yang membuka jalan bagi investasi kapitalis secara leluasa, seperti berbagai peraturan dan undang-undang liberal misal, UU penanaman modal, UU Migas, UU kelistirikan, UU Minerba, UU pengadaan tanah, UU SJSN dan BPJS, dan sebagainya.
Akibatnya, negara pun menjadi korporatokrasi di mana pemerintahan dan pengaturan negara dilakukan layaknya perusahaan. Hubungan rakyat dengan pemerintah tidak lagi hubungan pelayanan dan ri’ayah, tetapi menjadi seperti hubungan dagang, di mana pemerintah bertindak sebagai pedagang dan rakyat diposisikan sebagai konsumen. Akibat lainnya, kekayaan alam yang semestinya menjadi milik seluruh rakyat akhirnya diserahkan kepada swasta. Keuntungannya lebih banyak untuk kemakmuran para kapitalis. Di sisi lain, berbagai subsidi untuk rakyat pun dikurangi dan jika mungkin dihilangkan. Makin besarnya biaya politik baik untuk capres maupun caleg, maka corak korporatokrasi itu ke depan akan makin kental. Kepentingan rakyat akan makin terpinggirkan.
Konsekuensi
Mahalnya biaya politik menjadi capres dan caleg itu juga akan melahirkan konsekuensi berupa pengembalian modal yang dikeluarkan oleh calon. Jika jalan legal yang ditempuh, maka akan ada pelegalan agar penguasa dan politisi (anggota legislatif) memiliki penghasilan legal yang besar. Setidaknya kecenderungan seperti itu telah berkali-kali tampak. Misalnya dalam berbagai usulan agar gaji anggota legislatif atau gaji pejabat termasuk presiden dinaikkan. Jika pun gaji tidak naik, maka penghasilan yang bisa dibawa ke rumah oleh seorang pejabat akan dibuat sebesar mungkin.
Saat ini, ternyata penghasilan gubernur dan wakil gubernur bisa dibilang sangat besar dan semuanya legal menurut peraturan yang ada. Hal itu bisa seperti yang dirilis oleh LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) tentang pendapatan yang diterima gubernur dan wakil gubernur (wagub) dalam sebulan (http://news.liputan6.com/read/761648/10-gubernur-gaji-tertinggi-jokowi-teratas-riau-terbuncit).
Menurut Knowledge Manager Fitra Hadi Prayitno, penghasilan gubernur dan wagub yang besar, datang dari gaji pokok yang dilipatgandakan. Hal itu sesuai PP Nomor 69 Tahun 2010, dan tunjangan operasional berdasarkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) sesuai PP no 109 Tahun 2000. Makin besar PAD, penghasilan gubernur dan wagub akan makin besar. Data FITRA itu menyebutkan diantaranya penghasilan perbulan Gub. DKI Jakarta Rp 1,759 miliar dan Wagub Rp 1,740 miliar; Gubernur Jabar Rp 710,026 juta dan Wagub Rp 691,546 juta; Gubernur Jatim Rp 670,843 juta dan Wagub Rp 655,723 juta. Angka itu adalah angka penghasilan berasal dari gaji, tunjangan dan pendapatan lainnya sesuai peraturan.
Konsekuensi dari mahalnya biaya politik itu, ke depan akan bisa disaksikan dibuatnya peraturan dan UU yang memberikan gaji, tunjangan, fasilitas dan penghasilan yang makin besar untuk penguasa dan anggota legislatif. Para penguasa dan politisi akhirnya tidak lagi berperan sebagaimana seharusnya yaitu sebagai pemelihara dan pelayan umat, tetapi justru menjadi tuan bagi rakyat dan rakyat diposisikan sebagai pelayan. Padahal peran penguasa adalah memelihara dan mengatur urusan-urusan rakyat. Kepentingan dan kelaslahatan rakyat haruslah dikedepankan dan diutamakan, bukan kepentingan pribadi. Rasul saw bersabda:
«فَالأَمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ»
“Dan seorang pemimpin adalah pemelihara kemaslahatan masyarakat dan dia bertanggungjawab atas mereka.” (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad)
Konsekuensi lain dari mahalnya biaya politik itu, adalah terjadinya korupsi, kolusi, manipulasi dan sejenisnya, untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan. Sudah menjadi anekdot bahwa dalam lima tahun menjabat, dua tahun awal untuk mengembalikan modal dan dua tahun terakhir untuk mengumpulkan modal bagi proses politik berikutnya. Dalam Islam hal itu adalah haram dan dilarang keras, bahkan pelakunya diancam tidak akan masuk surga. Rasul saw bersabda:
«مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ»
Tidaklah seorang hamba diserahi Allah mengurus urusan rakyat, dia mati dan pada hari kematiannya ia menipu rakyatnya, kecuali Allah haramkan baginya surga (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad)
Wahai Kaum Muslimin
Semua itu akan berujung pada terjadi kerusakan akibat kebijakan, peraturan dan perundangan yang bercorak liberal kapitalistik berlandaskan ideologi sekuler. Juga akibat perilaku buruk dan merusak yang dilakukan oleh para penguasa, pejabat dan politisi.
Tidak ada jalan untuk memperbaiki dan menyelamat masyarakat dari semua kerusakan itu kecuali dengan kembali kepada petunjuk dan aturan yang diturunkan oleh Allah yang Maha Bijaksana. Dan itu tidak lain adalah dengan menerapkan syariah secara total di bawah naungan sistem politik yang digariskan oleh Islam yaitu Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah.[]
Komentar:
Kepala PPATK M Yusuf mengatakan transaksi mencurigakan di partai politik meningkat 20-25 persen menjelang pelaksanaan pemilu. (Republika, 28/1)
  1. Itu terjadi akibat sistem politik yang berbiaya mahal. Itu adalah awal dari persekongkolan politisi-pemodal dan menguatnya korporatokrasi. Itulah salah satu sumber kebobrokan sistem poltiim demokrasi.
  2. Akibatnya, kepentingan rakyat terpinggirkan dan sumber daya kekayaan milik rakyat diserahkan kepada swasta. Rakyat tinggal gigit jari.
  3. Hanya dengan sistem politik Islam dalam naungan khilafah saja, penguasa, pejabat dan politisi akan benar-benar memperhatikan urusan rakyat; dan kekayaan milik rakyat benar-benar untuk kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat.

Kehormatan dan Nyawa Makin Tak Terlindungi

Kehormatan dan Nyawa Makin Tak Terlindungi

Al-Islam edisi 692, 7 Rabiuts Tsani 1435 H – 7 Februari 2014 M
Di DKI Jakarta dan sekitarnya, selama Januari – awal Februari terjadi sejumlah pembunuhan: Feby Lorita, ditemukan tewas di bagasi mobil Nisan March, Sabtu (25/1); Ny. Adika Adi Putri dibunuh di Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakpus, Senin (3/2); Septiawan dibunuh di Gang Bedeng, Jl. Sahardjo, Tebet, Jaksel, Jumat (31/1); penemuan mayat L Edward dalam karung di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakpus, Selasa (4/2); penemuan mayat laki-laki di Kali Pesanggrahan, Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jaksel, Senin (27/1); penemuan mayat perempuan di Km 7+800 Tol Jatibening, Bekasi, Jumat (17/1); Epi Suhendar membunuh anaknya sendiri Ihsan Fazle Mawla, Senin (27/1); Desi Hayatun Nupus dibunuh oleh suaminya, Erik (30), di Rawabebek Kotabaru, Bekasi Barat, Minggu (25/1). Dua sosok jasad ditemukan di Jl. Ir H Juanda, Bekasi Timur, Sabtu (25/1). Sebelumnya, Deni Sulaiman ditemukan tewas di Gang Anggrek, Cimanggis, Depok, Kamis (23/1).
Di Medan, ketua Ikatan Pemuda Karya (IPK) Frengky Simatupang dibunuh oleh lima orang (Poskotanews.com, 29/1). Di Lampung, Rido Hasan, Sabtu (1/2) tewas ditusuk tersangka F di Desa Candimas, Natar, Lampung Selatan. Di Lumajang Jatim, Siman warga Merakan Kec. Padang Lumajang, pada Sabtu (1/2) membunuh Usnan yang tengah berhubungan intim dengan isteri Siman (Poskotanews.com, 2/2).
Pemerkosaan juga banyak terjadi selama awal 2014. Di Lampung kasus pemerkosaan atas seorang gadis oleh belasan laki-laki belum juga kelar. Di Jakarta seorang wanita dinodai oleh empat orang petugas Trans Jakarta di halte Harmoni. Percobaan perkosaan juga terjadi atas seorang mahasiswi di Jakut. Sementara di Bandung, seorang mahasiswi mengalami perkosaan pada 27/1.
Kriminal Marak, Sistem Gagal Lindungi Warga
Maraknya kejahatan itu membuat rasa aman makin hilang. Orang telah begitu mudah membunuh, memperkosa, dan berbuat kejahatan. Kehormatan dan nyawa begitu mudah dihilangkan, bahkan kadang karena dipicu oleh hal-hal sepele.
Angka kejahatan di negeri ini terbilang besar. Tahun 2013, Polda Metro Jaya mencatat ada 51.444 kasus kriminal di Jakarta dan sekitarnya, atau satu kejahatan tiap 10 menit 13 detik. Pembunuhan 74 kasus, naik 2 kasus (3%) dari tahun 2012. Artinya satu pembunuhan tiap lima hari. Pencurian dengan kekerasan 1.004 kasus dan pencurian dengan pemberatan 5.011 kasus. Sementara, dari 57 kasus pemerkosaan selama tahun 2013, baru 36 kasus berhasil diselesaikan. Di tahun 2014, Polda Metro Jaya memprediksi praktik kejahatan akan meningkat. (detikNews, 29/12/2013)
Di Bekasi, tahun 2013 ada 1771 kasus pidana, naik 12 % atau naik 201 kasus dari tahun 2012. (Beritabekasi.co, 2/1/2014). Di Bangkalan, di tahun 2013 angka kejahatan 523 kasus atau naik 5,02 % dari tahun 2012 (mediamadura.com, 2/1/2014).
Sepanjang 1998-2010, tercatat 4.845 kasus perkosaan di Indonesia, atau 1 perkosaan setiap hari. Kebanyakan korban adalah anak-anak. Sementara di Jogjakarta, menurut Thontowi dari Rifka Annisa data kasus yang terlapor di Rifka Annisa, sepanjang 2009 – 2012, terjadi 131 kasus perkosaan dan 71 kasus pelecehan seksual. Pada Januari-September 2013, terjadi 32 kasus perkosaan dan 10 kasus pelecehan seksual. (itoday.com).
Akibat Sistem Sekuler Kapitalistik
Kriminolog Universitas Asyafi’iyah, Masriadi Pasaribu, mengatakan banyaknya kasus pembunuhan merupakan suatu fenomena. Masyarakat sangat mudah tersinggung. Ketika ketersinggungan terus dipelihara, lama-kelamaan menjadi dendam. Tinggal menunggu amarah yang memuncak. Menurutnya, “Masyarakat Ibu Kota dan daerah penyangga sudah dalam tahap stres yang tinggi sehingga melakukan pembunuhan dijadikan cara yang dianggap efektif untuk menghilangkan kepenatan dan menuntaskan amarah.”
Faktor ketidakharmonisan rumah tangga dan faktor kecemburuan juga berperan, seperti kasus pembunuhan Desy Hayatun Nupus yang tengah hamil. Menurut Humas Polres Bekasi Kota AKP Siswo Motif, sementara diduga karena cemburu. (detikNews, com, 29/1). Septiawan tewas di jl. Saharjo Jaksel jadi korban salah sasaran karena mirip dengan selingkuhan isteri pelaku (poskotanews.com, 1/2).
Kadang pembunuhan dipicu oleh faktor ekonomi. Epi Suhendar membunuh anaknya sendiri diduga karena faktor beban pekerjaan serta himpitan ekonomi (detikNews, 29/1) atau karena ia takut dipecat dari tempat kerjanya karena kurang memenuhi target. Sementara pembunuhan Frengky Simatupang di Medan diduga terkait permasalahan lahan tanah garapan (poskotanews.com, 29/1). Di Bangkalan, menurut Kapolres Bangkalan AKBP Sulistiyono, “banyaknya kasus kriminalitas di kabupaten Bangkalan karena masih sedikitnya lapangan pekerjaan, sebab para pelaku kriminal rata-rata pengangguran.” (mediamadura.com, 2/1/2014)
Bila diperhatikan, berbagai kasus kejahatan (pembunuhan) itu disebabkan oleh banyak faktor saling berkaitan yang semuanya bermuara pada penerapan sistem sekuler kapitalistik. Sistem sekuler tidak memperhatikan masalah iman dan takwa. Bahkan, sekulerisme yang diterapkan justru makin menipiskan iman dan takwa.
Sistem kapitalistik membuat beban hidup (beban ekonomi) rakyat makin besar. Tingkat stress di masyarakat pun makin tinggi yang makin mudah membuat orang gelap mata dan berbuat kejahatan.
Sementara paham liberal membuat pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan termasuk yang sudah bersuami/isteri. Perselingkuhan akhirnya banyak terjadi.
Semua itu diperparah, dengan bobroknya sistem hukum pidana dan sanksi yang tidak bisa mencegah orang berbuat jahat. Dalam sistem hukum buatan manusia yang sedang diterapkan, orang tidak bisa mendapatkan keadilan melalui hukum, muncullah tindakan balas dendam atau main hakim sendiri (street justice).
Walhasil, maraknya kejahatan baik pembunuhan, perkosaan, pencurian dan lainnya itu adalah akibat sistem sekuler kapitalistik yang diterapkan saat ini. Selama sistem sekuler kapitalistik dengan hukum buatan manusia itu masih diterapkan, maka angka kejahatan akan tetap tinggi dan makin meningkat. Rasa aman bagi masyarakat pun makin tipis dan hilang. Kehormatan dan nyawa seolah makin murah, makin tidak berharga dan makin mudah dilanggar dan dihilangkan.
Hanya Dengan Sistem Islam Bisa Tuntas
Mencegah dan mengatasi berbagai tindak kejahatan tidak bisa terwujud dalam sistem sekuler kapitalistik sekarang ini. Sebab sistem sekuler kapitalistik itu sendiri justru menjadi faktor mendasarnya.
Mencegah dan mengatasi kejahatan hanya bisa dilakukan tuntas dengan sistem Islam yang menerapkan syariah Islam secara total. Dalam Islam, kehidupan masyarakat dibangun berlandaskan akidah Islam, iman dan takwa. Negara wajib membina iman dan takwa warganya.
Penerapan sistem ekonomi Islam membuat distribusi harta terjadi secara merata dan berkeadilan. Dalam Islam, negara diwajibkan menjamin lapangan kerja untuk rakyat secara riil. Negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan pokok baik pangan, papan dan sandang tiap individu rakyat. Hal itu bisa direalisasi dengan mekanisme ekonomi dan non ekonomi yang telah diatur dalam syariah Islam. Negara juga wajib menjamin pemenuhan kebutuhan akan pendidikan, pelayanan kesehatan dan keamanan untuk rakyat secara langsung dan bebas biaya. Semua itu mungkin diantaranya dengan dijadikannya kekayaan alam dan berbagai kepemilikan umum sebagai milik seluruh rakyat, harus dikelola negara, tidak boleh diserahkan kepada swasta, dan semua hasilnya digunakan demi kemaslahatan rakyat.
Sementara dengan penerapan sistem ‘uqubat Islam, rasa keadilan bisa diraih. Orang yang terbukti berzina, jika belum pernah menikah dihukum jilid seratus kali, dan jika pernah menikah maka dirajam hingga mati. Pemerkosa harus dijatuhi dengan sanksi ini dan bisa ditambah sanksinya sebab selain berzina, juga disertai kekerasan. Pelaksanaan hukuman itu harus disaksikan oleh khalayak.
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (TQS an-Nur [24]: 2)

Orang yang membunuh dengan disengaja, dihukum qishash (dihukum bunuh) kecuali dimaafkan oleh ahli waris korban, dan dia harus membayar diyat 100 ekor onta, 40 diantaranya sedang bunting. Sementara untuk selain pembunuhan disengaja, pelaku harus membayar diyat 100 ekor onta atau 1.000 dinar atau sekitar Rp 2 miliar (1 dinar= Rp 1.946.883,- geraidinar.com, 4/2)-. Pelaksanaan qishash, rajam dan hukuman jilid harus disaksikan oleh khalayak.
Sanksi itu memberikan efek jera mencegah orang berbuat kejahatan. Efek jera itu bukan semata karena beratnya hukuman, tetapi juga karena pelaksanaan hukuman itu bisa disaksikan dan diketahui oleh masyarakat. Allah menegaskan, di dalam qishash ada kehidupan.
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (TQS al-Baqarah [2]: 179)

Wahai Kaum Muslimin
Dengan penerapan sistem Islam secara total itu, masalah maraknya kejahatan tidak akan terjadi. Kalaupun terjadi, akan dengan mudah dan segera bisa diselesaikan dengan tuntas. Dengan itu rasa aman akan dirasakan oleh seluruh rakyat. Kehormatan, darah, harta dan nyawa akan benar-benar terlindungi. Kuncinya adalah segera diterapkan syariah Islam secara menyeluruh dan itu tidak akan terwujud kecuali di bawah naungan Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []

Komentar:
Komisi Pemberantasan Korupsi menilai dana saksi partai politik dalam pemilu berpotensi dikorupsi karena tak jelas perencanaan dan pengawasannya. Daripada terjadi penyelewengan, KPK merekomendasikan agar pemerintah tidak mengalokasikan anggaran itu dalam APBN (Kompas, 4/2).
  1. Sudah biasa, setiap menjelang pemilu, penyelewengan dana meningkat. Ingat, penyelewengan dana lainnya sangat mungkin banyak terjadi.
  2. Itu adalah akibat logis dari sistem politik yang mahal. Itulah kebobrokan sistem politik demokrasi.