Friday, May 13, 2011

Deradikalisasi & Isu Pemanis NII (Membaca Relevansi Isu dan Target)

Deradikalisasi & Isu Pemanis NII (Membaca Relevansi Isu dan Target)

Oleh: Harits Abu Ulya

(Pemerhati Kontra-Terorisme & Ketua Lajnah Siyasiyah DPP-HTI)

Siapa yang tidak kenal dengan Densus 88?, hampir semua orang Indonesia familiar dengan satu nama ini. Apalagi dalam isu terorisme selalu tampil bak bintang film dan “pahlawan”. Tapi saat ini banyak orang mulai akrab dengan sebuah lembaga baru yang bernama BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), karena para pejabatnya sering nongol di layar kaca menjadi “artis” dalam isu “terorisme”, dipimpin seorang yang selevel menteri dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Apa bedanya antara dua institusi diatas? Yang paling penting adalah, BNPT memiliki kewenangan luas dan khusus di bidang kontra-terorisme. Dan Densus 88 menjadi bagian dari instrumen penindakan BNPT. Isi BNPT juga nyaris bukan orang baru, banyak orang Densus 88 ditarik menjadi Deputi atau direktur di Lembaga baru ini yang dibentuk melalui kepres No 46 tahun 2010, resmi di-teken Presiden tanggal 16 Juli 2010. Dan sejak BNPT berjalan maka isu-isu terkait “terorisme” orang-orang BNPT yang sering tampil di muka media. Bahkan ketua BNPT, Ansyad Mbai Laksana seorang orator politik; banyak membangun opini dan propaganda yang tendensius dengan seabrek kepentingan politiknya dibanding bicara fakta. Sejauh ini belum terbuka di hadapan publik tentang mekanisme kontrol terhadap kerja lembaga BNPT.

Hal yang menarik dari BNPT, keseriusannya melakukan langkah “lembut” (soft measure) dibawah payung strategi yang bernama “deradikalisasi”. Sebuah strategi bagian dari proyek “kontra-terorisme”. Dan ini harus jalan karena pendekatan secara keras dianggap belum bisa mereduksi dan menghabisi seluruh potensi yang mengarah kepada tindakan “terorisme”. Bahkan dianggap belum efektif menyentuh akar persoalan terorisme secara komprehensif. Strategi penegakan hukum juga dirasa kurang memberikan efek jera dan belum bisa menjangkau ke akar radikalisme. Sekalipun diakui cukup efektif untuk “disruption“, ia tidak efektif untuk pencegahan dan rehabilitasi sehingga masalah terorisme terus berlanjut dan berkembang. Jadi ini adalah sebuah program yang lebih banyak berbentuk pendekatan lunak (soft approach), baik kepada masyarakat luas, kelompok tertentu maupun individu tertentu yang dicap “radikal”, “teroris” dan semacamnya.

Maka wajar saja jika proyek seperti ini rawan munculnya teknik kotor untuk memuluskan. Artinya perlu diciptakan kondisi dan situasi yang bisa memediasi program ini berjalan seperti yang diharapkan. Mengingat dari strategi yang ditempuh, obyek sasaran jangka panjangnya jelas-jelas adalah kelompok yang dianggap mengusung ideologi radikal atau fundamentalis. Dalam konteks ini ada pendekatan formal, misalnya langkah BNPT menggandeng MUI di akhir 2010 dengan membuat program Halqoh Nasional Penanggulangan Terorisme dan Radikalisme.

Acara ini diselenggarakan di enam kota besar Indonesia, meliputi Jakarta (11 Nopember), Solo ( 21 Nopember), Surabaya (28 Nopember), Palu (12 Desember) dan terakhir di Medan (30 Desember) tahun lalu. Proyek BNPT tapi Penggagas acara ini diatas-namakan MUI Pusat dan Forum Komunikasi Praktisi Media Nasional (FKPMN) yang diketuai oleh Wahyu Muryadi (Pimred Majalah Tempo). Ketika agenda ini berlangsung, fakta berbicara lain; hampir di semua tempat mendapatkan resistensi dari kalangan ulama’ dan tokoh masyarakat, audien cukup kritis, karena melihat banyak kesenjangan dan kejanggalan antara “niat baik” BNPT dengan fakta di lapangan yang membuat umat Islam merasa terdzalimi. Sebuah fakta yang tidak bisa diingkari dalam upaya menumpas “terorisme”; sarat pelanggaran HAM, extra judicial killing terhadap orang-orang yang disangka “teroris”, seolah berjalan nyaris tanpa koreksi. Bahkan tindakan “Hard Power” ini menjadi sumber kekerasan dan membuat siklus kekerasan yang tidak berujung. Negara seolah berubah menjadi “state terrorism”, kemudian melahirkan perlawanan baru dari berbagai level dengan beragam cara.

Di sisi lain, cara-cara yang tidak terbuka juga sangat mungkin dilakukan agar proyek deradikalisasi dengan motif jangka panjangnya mulus berjalan. “Mindset control” melalui media adalah keniscayaan dan krusial menjadi kebutuhan proyek ini. Maka dalam konteks ini, kita bisa membaca relevansi antara isu yang dikembangkan media tentang NII. Pertanyaannya, kenapa harus NII? Jawaban yang logis adalah; eksistensi NII adalah fakta sejarah di bumi Indonesia, dengan berbagai variannya NII hingga kini (varian tertentu) menjadi anak asuh dari entitas kekuasaan dengan kepentingan politiknya. Maka jika hari ini dihembuskan ulang tentang NII, bidikan sesungguhnya bukan dalam rangka menghancurkan dan memberangus NII. Tapi mengambil satu aspek, yakni terminologi “negara Islam” (alias: darul Islam, daulah Islam). Proyek deradikalisasi, mengharuskan target bisa diraih diantaranya; masyarakat resisten terhadap terminologi dan visi politik dari sebuah kelompok yaitu “negara Islam”. Penerapan Islam dalam format Negara harus menjadi momok bagi kehidupan sosial politik masyarakat Indonesia, sekalipun penghuninya mayoritas adalah orang Islam. Karena format Indonesia yang sekuler dan liberal dalam bingkai demokrasi adalah “harga mati” menjadi muara dari proyek ini, karenanya wajib mengeliminasi setiap “ancaman” terhadapnya.

Masyarakat masih segar ingatannya; ketika terjadi peristiwa kriminal perampokan Bank CIMB di kota Medan-Sumut, Kapolri saat itu (Bambang HD) menyatakan bahwa motif perampokan adalah hendak mendirikan negara Islam. Dan ini terulang pada kasus paket Bom Buku, pihak BNPT (Ansyad Mbai) “berorasi” bahwa pelakunya adalah pengusung dan pejuang negara Islam (Khilafah) dan yang menjadi obyek sasarannya adalah penghalang Khilafah. Dengan logika sehat, sulit rasanya untuk membaca hubungan tindakan dengan motif politiknya dalam kasus-kasus diatas, tapi masyarakat melihat pihak BNPT dan instrumennya ngotot mempropagandakan tentang visi politik dari setiap peristiwa yang mereka klaim sebagai “terorisme”.

Maka sesungguhnya ini adalah perang opini dan propaganda, berangkat dari sikap Islamphobia. Sikap paranoid yang berlebihan, sebagaimana berlebihnya pemerintah mengumumkan “Siaga 1″ untuk seluruh wilayah Indonesia menjelang “Paskah” umat kristiani dengan alasan dan argumentasi yang tidak bisa dicerna oleh orang-orang yang paham betul masalah aspek-aspek keamanan dan pertahanan ini.

Ala kulli haal, isu NII adalah tidak lebih layaknya pemanis dan menjadi “sambal” dari sebuah menu. Bisa juga menjadi “teror NII“, Ia diangkat ke permukaan untuk di ambil visi politiknya saja, di bawa untuk mendramatisir dan sifat mendesaknya sebuah proyek deradikalisasi harus berjalan dengan maksimal dan melibatkan banyak pihak, bahkan kebutuhan mendesak adanya regulasi (UU) yang bicara tentang keamanan negara, karena dengan berbagai peristiwa “terorisme” dibangun sebuah wacana Indonesia dalam sikon “gawat darurat” karena menghadapi gejala tumbuh suburnya Ideologi impor yang hendak menjadikan Indonesia Darul Islam (negara Islam).Wajar kalau saat ini masyarakat banyak terprovokasi, misalkan komponen ormas NU melalui Ansor-nya hendak membuat Densus-99 untuk menangkap setiap kelompok yang dicurigai melakukan pelatihan dan mengembangkan paham radikal, sama berlebihannya dengan mengintruksikan kepada seluruh anggotanya untuk melakukan swepping di seluruh masjid NU se-Indonesia untuk membersihkan dari paham radikal dan fundamentalis.

Deradikalisasi menjadi media baru lahirnya adu domba dan potensial memprovokasi lahirnya kontraksi dan gesekan sosial lebih serius antar umat Islam sendiri. Umat Islam dalam jebakan adu domba yang bernama proyek “kontra-terorisme” dengan berbagai strateginya termasuk deradikalisasi. Waspadalah wahai kaum muslimin, karena orang-orang munafik yang benci kepada Islam, siang dan malam menyusun rencana dan agenda untuk memadamkan cahaya Islam atas alasan “demokrasi”,”toleransi”, dan “kebinekaan“. Wallahu a’lam bisshowab

Diskriminasi Media Massa

Diskriminasi Media Massa

Hanin Mazaya

Sebuah pepatah mengatakan “jika anda ingin menguasai Dunia maka kuasai media (informasi)”. Benar tidaknya pepatah tersebut, yang jelas dewasa ini media massa memiiki fungsi strategis dalam kontrol sosial masyarakat. Tak dipungkiri pula bahwa media massa punya andil besar dalam mempengaruhi kebijakan sang pengampu kebijakan sebuah negri, termasuk di Indonesia.

Karena pemberitaan media pula, banyak kasus yang terjadi ditengah-tengah masyarakat membuat pihak berwenang segera bertindak cepat untuk menyelesaikan persoalan. Disisi lain, disadari atau tidak, media juga telah menjadi alat untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas isu yang mengancam kekuasan.

Media yang baik tentu adalah media yang bersikap objektif, adil, dan tidak deskriminatif terhadap sebuah golongan masyarakat di dalam pemberitaannya. Selain itu media tersebut harus mampu merekontruksi masyarakat dan Negara untuk menuju kebaikan. Dalam konteks keindonesian, untuk menuju Indonesia yang lebih baik dan berkeadilan.

Namun sayang, terkadang hal itu belum dapat terpenuhi sepenuhnya oleh media-media umum cetak maupun elektronik di Indonesia saat ini. Khususnya apabila hal ini menyangkut permasalahan Islam dan kaum muslim di negri ini.

Apakah saat ini media benar-benar sudah terkena imbas dari sebuah rekomendasi oleh seorang pengamat dari barat , Ariel Kohen, berikut: “AS harus menyediakan dukungan kepada media lokal untuk membeberkan contoh-contoh negatif dari aplikasi syariah)”. Sedangkan ide-ide yang harus terus menerus diangkat ialah menjelekkan citra Islam: perihal demokrasi dan HAM, poligami, sanksi kriminal, keadilan Islam, minoritas, pakaian wanita,kebolehan suami untuk memukul istri.” (Cheril Benard, Cicil democratic Islam, partners, resources, and strategies, the rand corporation halaman.1-24).

Apa yang terjadi di Medan serta beberapa tempat lain adalah salah contoh dari sekian banyak contoh. Bahwa telah terjadi pembakaran dan pengrusakan terhadap rumah-rumah Allah, namun nyaris tanpa pemberitaan dari media massa. Hal ini bertolak belakang jika kejadian sama menimpa tempat ibadah lain, maka ramai-ramai umat Islam yang akan langsung dikambing hitamkan. Gegap gempita pemberitaannya pun begitu terasa.

Sebagaimana dalam keterangan pers realease PAHAM (Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia) Indonesia sebagaimana dikutip voa-islam.com (13/4) bahwa telah terjadi beberapa aksi anarkis terhadap beberapa Masjid, diantaranya:

1. Pembakaran dan pengrusakan Masjid Nur Hikmah di Dusun Lima Desa Aek Loba Kecamatan Aek Kuasan, Kabupaten Asahan.

2. Pembakaran dan pengrusakan Masjid Taqwa di Kelurahan Aek Loba, Kecamatan Aek Kuasan, Kabupaten Asahan.

3. Pembongkaran Masjid Al IKhlas di Jl. Timur No. 23, Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan.

4. Pembakaran rumah, pengrusakan masjid dan penganiayaan massif di Jl. Kp Melayu, Selambo, Dusun Tiga, Desa Amplas, Kecamatan Percutseituan, Kabupaten Deli Serdang, Medan.

5. Pembakarn Masjid Fii Sabilillah di Jl. Lintas Tobasa, Lumban Lowu, Kabupaten Toba Samosir, Toba Samosir.

6. Pembakaran Masjid Besitang, Desa Selamet, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat.

Contoh lain, media juga gampang sekali mencap seorang muslim sebagai teroris meski si fulan belum terbukti sebagai teroris. Justru yang jelas-jelas teroris, misalnya Tibo Cs. Terpidana hukuman mati kasus Poso dahulu juga tak pernah mendapat gelar teroris, padahal sudah terbukti melakukan teror. Begitu pula kasus-kasus anarkis yang melibatkan umat Islam, dengan hanya memberitakan kulit luar persoalan.

Dikhawatirkan jika kemudian ada reaksi dari umat Islam atas kejadian ini, lalu hanya umat Islam yang disalahkan tanpa melihat duduk persoalan. Bagaimanapun tindakan pengrusakan terhadap tepat ibadah yang sah secara hukum adalah jelas tidak boleh ditolelir, maka harus segera ditindak tegas.

Kepada pihak berwenang, kita berharap untuk segera mengusut tuntas kejadian ini tanpa menunggu tekanan publik guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, dan memberi hukum setimpal bagi para pelakunya. Buktikan bahwa negri ini adalah Negara hukum. Hukum harus ditegakkan untuk semua warga Negara, bukan hanya untuk kelompok tertentu saja.

‘Alakullihal, saat ini kita rindu dan membutuhkan sebuah sistem yang mampu mengatur dengan baik sebuah Negara yang berpenduduk hiterogen atau majemuk. Menciptakan ketentraman bersama bagi setiap pemeluk agama, baik Islam maupun Non Muslim.

Menjadikan media massa yang lebih bermakna. Bagi Negara khilafah, di dalam negri media berfungsi untuk membangun masyarakat islami yang kokoh . Sedang di luar negeri, ia berfungsi untuk menyebarkan Islam, baik dalam suasana perang maupun damai, untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam sekaligus membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia. (Masyru’ Dustur Dawlah al-Khilafa, alwaie 10/2008).

Suatu contoh kehidupan sebuah masyarakat yang begitu indah. Hingga membuat orang barat sekalipun memberikan kredit positif, simak saja penuturan TW Arnold dalam The Preaching of Islam berikut: “ Ketika Konstantinopel kemudian dibuka oleh keadilan Islam pada 1453, Sultan Muhammad II menyatakan dirinya sebagai pelindung Gereja Yunani. Penindasan pada kaum Kristen dilarang keras dan untuk itu dikeluarkan sebuah dekrit yang memerintahkan penjagaan keamanan pada Uskup Agung yang baru terpilih, Gennadios, beserta seluruh uskup dan penerusnya. Hal yang tak pernah didapatkan dari penguasa sebelumnya. Gennadios diberi staf keuskupan oleh Sultan sendiri. Sang Uskup juga berhak meminta perhatian pemerintah dan keputusan Sultan untuk menyikapi para gubernur yang tidak adil,”.

Sangat terkutuk pihak yang telah membakar dan merusak masjid-masjid itu. Hal ini menunjukkan bahwa Islam saat ini sedang diremehkan dan dilecehkan. Sungguh, kita sangat merindukan sistem Islam itu. Sistem yang akan menjaga kemuliaan kaum muslim dan memberikan perlakuan yang baik bagi non muslim. Aneh kalau masih ada yang tidak rindu. Wallahu a’lam.



Ali Mustofa Akbar

http://arrahmah.com/read/2011/04/17/11929-diskriminasi-media-massa.html

Teroris, Bom Bunuh Diri, NII, dan Pemilu 2014

Teroris, Bom Bunuh Diri, NII, dan Pemilu 2014

Kamis, 28/04/2011

Hari-hari bangsa Indonesia terus disuguhi adegan dan drama tentang bom bunuh diri, teroris, dan sekarang NII. Dari perisitwa ini dibentuk opini melalui media. Dengan skala yang massive. Ada ancaman teroris, bom bunuh diri, dan sekarang kelompok NII.

Rakyat terus disuguhi opini yang mengancam, menakutkan, dan perlunya tindakan preventif, serta melakukan perlunya tindakan repressif terhadap sumber ancaman. Teroris yang melakukan bom bunuh diri, terus disebarkan melalui media massa, yang berulang-ulang disertai dengan opini dari orang-orang yang disebut sebagai "pakar". Semuanya tujuannya untuk membenarkan bahwa Indonesia sedang dalam bahaya. Indonesia dalam ancaman teroris yang akut.

Presiden SBY menyatakan, Indonesia "siaga satu", karena begitu gentingnya negara ini, akibat ancaman teroris. Genting, karena dalam skala tertentu sudah membahayakan negara. Seperti peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di Masjid Adz-Dzikro, Mapolres, Cirebon, yang berlangsung saat shalat Jum'at. Peristiwa di Mapolres Cirebon itu mengakibatkan puluhan korban luka-luka, dan menewaskan pelakunya, Mohamad Syarif.

Sebelumnya, terjadi ledakan di Utan Kayu, di Radio 68, yang menjadi tempat mangkal kelompok JIL (Jaringan Islam Liberal), dan dikaitkan dengan sasarannya Ketua JIL Ulil Abshor yang sekarang menjadi salah satu Ketua Partai Demokrat.

Dari ledakan "bom buku" di Utan Kayu itu, justru sekarang aparat Densus 88, telah menangkap puluhan orang, termasuk yang dituduh sebagai dalang "bom buku", yang tak lain alumni IAIN Ciputat, Pepi Fernando. Tentu, tak pernah di prediksi bagaimana IAIN Ciputat, yang selama ini dikenal gudangnya kaum "sekuler", tiba-tiba melahirkan kader-kader yang menjadi pelaku "bom"?

Pepi sendiri selama di IAIN tidak dikenal sebagai aktivis gerakan Islam. Pepi lebih dikenal sebagai anak "hura-hura", dan berkerja sebagai sutradara infotaiment, dan sekarang menjadi sosok yang sangat menakutkan, menjadi "mastermind" pelaku pemboman. Inilah yang menjadi teka-teki publik. Pepi sendiri mempunyai seorang isteri yang dikabarkan bekerja di BNN (Badan Narkotika Nasional), yang dipimpin oleh mantan Kepala Densus 88, Gories Mere, yang sekarang menjadi kepala BNN.

Di tengah-tengah situasi dan kondisi yang masih serba semrawut di bidang keamanan ini, muncul yang tak kalah heboh. Media massa melansir tentang NII, yang dinilai bukan hanya terlibat dalam pemboman yang ada sekarang ini, tetapi terjadinya sejumlah peristiwa yang berkaitan dengan "hilangnya" anak-anak muda, yang menjadi korban perekrutan NII.

Bangsa Indonesia terus disuguhi dengan peristiwa-peristiwa yang sebenarnya tidak terlalu menjadi ancaman serius. Tetapi, karena mendapatkan "covered" media massa, dan dibumbui dramatisasi dengan berbagai opini oleh orang-orang yang mempunyai tujuan untuk kepentingan tertentu, kemudian masalahnya menjadi sangat serius. Tidak mempunyai dampak keamanan yang sangat berbahaya. Tidak sampai mengancam kedaulatan negara, bahkan ancaman keamanan sekalipun.

Teroris, bom bunuh diri, dan NII hanyalah menjadi sebuah "shadow enemy" (musuh bayangan), yang diarahkan kepada kelompok Islam yang dianggap radikal dan fundamentalis sebagai "common enemy" (musuh bersama) seluruh bangsa. Pola strategi ini hanyalah pola gerakan intelijen, yang mendesain opini yang diarahkan kepada sasaran yang dianggap menjadi ancaman masa depan. Bukan ancaman sekarang. Benih-benih munculnya kelompok radikal dan fundamentalis itu, diantisipasi secara dramatis dengan menggunakan pola opini. Memisahkan dan menghilangkan dukungan dan simpati rakyat terhadap kekuatan radikal dan fundamentalis.

Ketika zaman Ali Murtopo masih menjadi Aspri Presiden Soeharto, pola yang sama diciptakan yaitu dengan menciptakan apa yang disebut sebagai"shadow enemy" dan di blow up yang sangat luar biasa, seperti membuat isu "Komji" (Komando Jihad). Ada tokoh-tokoh yang dikorbankan, seperti mereka-orang-orang yang mempunyai afiliasi dengan Ali Murtopo. Maka, "Komji" yang didesain Ali Murtopo itu, kemudian menjadi "common enemy", dan Ali Murtopo dapat memukul kelompok-kelompok garis keras Islam, yang dianggap menjadi ancaman rezim Soeharto.

Dalam skala global, Presiden AS George Bush, mendeklarasikan perang secara unilateral terhadap Saddam Husien, yang dituduh memiliki senjata pemusnah massal. AS melakukan agresi militer ke Irak, yang menimbulkan korban manusia yang tidak sedikit, terutama kematian rakyat Irak. Bukan hanya Saddam yang mati.

Tetapi, diujung sejarah kekuasaannya, Presiden George Bush, mengatakan bahwa Saddam tidak memiliki senjata pemusnah massal itu. Isu senjata pemusnah massal Saddam, hanyalah rekaan palsu oleh agen CIA, seperti dituturkan saat, ia meninggalkan Gedung Putih. Tindakan preventif CIA dengan menggunakan tangan Presiden George Bush memukul Saddam, karena dinilai sudah menjadi ancaman terhadap kepentingan AS dan sekutunya Israel.

Adakah cerita dan peristiwa tentang teroris, bom bunuh diri, NII, semuanya adalah "rekaan", yang tujuannya agar tidak akan muncul kekuatan Islam radikal (fundamentalis), agar tidak muncul di permukaan lanskab politik di Indonesia menjelang pemilu 2014? Dengan terus-menerus diciptakan suasana "fears" itu, kelompok yang dituduh sebagai Islam radikal dan fundamentalis tidak mampu lagi melakukan konsilidasi.

Selanjutnya, ketakutan yang akut dan kampanye media massa yang massive, dipastikan rakyat Indonesia akan menolak kelompok-kelompok radikal (fundamentalis) yang sejatinya mereka ingin mempraktekkan Islam secara "lurus", tanpa harus berkompromi dengan segala bentuk kemungkaran dan kebathilan.

Adakah di era reformasi ini, yang penuh dengan kebebasan dan keterbukaan, tiba-tiba berlangsung kampanye secara massive perang melawan "terorisme", sedangkan kekuatan yang disebut sebagai teroris, pelaku bom bunuh diri, dan NII, semuanya hanyalah berbentuk artifisial alias "jadi-jadian" belaka, karena tidak ada keterbukaan dalam penangan masalah ini.

Sementara itu, bahaya laten yang menggerogoti kehidupan bangsa ini, semakin membahayakan negara, seperti infiltrasi asing, yang terus menerus yang akan mencaplok dan menguasai Indonesia. Ancaman korupsi yang semakin meluas, tanpa adanya tindakan hukum yang memadai.

Sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, tanpa adanya "law enforcement", hanyalah akan menjadikan Indonesia sebagai negara yang bangkrut, akibat para pengkhianat, yang tidak dapat dijerat oleh hukum. Di Cina yang menganut idelogi komunis (atheis), para pelaku korupsi dihukum mati, dan tidak ada toleransi. Tetapi, di Indonesia pelaku korupsi, bisa tidur nyenyak, karena mereka tahu hanya akan mendapatkan hukuman yang ringan.

Ancaman masa depan Indonesia bukan satu-satunya dari terorisme, bom bunuh diri, dan NII, tetapi ancaman yang nyata terhadap Indonesia, bangkrutnya moral para penyelenggara negara, yang sudah tidak mampu melindungi negara dan rakyatnya. Karena mereka sudah bermental korup dan tidak terjamah oleh hukum. Wallahu'alam.

http://www.eramuslim.com/editorial/teroris-bom-bunuh-diri-nii-dan-pemilu-2014.htm

Pornografi: Menghancurkan Umat, Mengundang Bencana

Pornografi: Menghancurkan Umat, Mengundang Bencana

[Al Islam 554] Pornografi di negeri ini makin hari makin marak. Hal itu diantaranya ditandai dengan maraknya bintang film porno asing yang didatangkan untuk membintangi film nasional. Meski film yang dibuat bukan ber-genre pornografi, tapi tetap saja para aktris itu diminta melakukan beberapa adegan yang menjual erotisme. Makin maraknya pornograf juga bisa dilihat dari banyaknya kasus pornografi hingga adegan seks yang dilakukan oleh orang dewasa hingga anak-anak dan pelajar yang beredar di internet.

Komisi Perlindungan Anak (KPAI) mencemaskan kasus pornografi yang kian marak di masyarakat sehingga menyerukan darurat pornografi (Republika, 25/4). Berbagai pihak pun menyerukan agar pornografi diperangi dan para pelakunya ditindak. Sayangnya kesadaran untuk memerangi pornografi masih dinilai rendah.

Pornografi Menghancurkan Umat

Pornografi menyimpan daya rusak luar biasa terhadap masyarakat, diantaranya:

Pertama, pornografi ternyata merusak para penikmatnya terutama anak baik secara fisik maupun psikis. Diantara daftar bahaya itu terihat dalam box
Dampak fisik dan psikis pornografi terhadap anak:
• Cara menganalisis, menilai, pemahaman, pengambilan keputusan, makna hubungan dan hati nurani anak akan rusak.
• Anak mudah depresi, mudah tersinggung, menarik diri, lebih mengarah pada seks dalam berbahasa dan mengisolasi diri.
Menurut Mark B Kastleman, psikolog khusus penanganan bagi korban pornografi:
• Anak dan remaja memiliki mental model porno atau perpustakaan porno yang bisa diakses kapan saja dan di mana saja
• Menyebakan kerusakan otak permanen: Visual Crack Cocain/Erototoksin)
• Anak yang belum baligh bisa menjadi pecandu pornografi seumur hidup sehingga iman akan rusak dan terkikis.
• 5 bagian otak bisa rusak : Orbito frontal midfrontal, Insula hippocampus temporal, Nucleus accumbers patumen, Cingalute dan Cerebellum.
Sumber: KPAI (Republika, 25/4)

Kedua, memicu terjadinya perzinaan dan perkosaan. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), selama tahun 2010, telah terjadi 40 kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual yang dialami oleh anak setelah pelaku menonton video porno Ariel. Para pelaku mengaku sebelum memperkosa, mereka terangsang seteah menonton video itu.

Maret lalu, di Palembang, Sumatera Selatan, sejumlah anak laki-laki berusia 12 tahun beberapa kali berpesta seks dengan pasangan mereka. Di kejadian kedua, beberapa anak memaksa dua bocah perempuan berusia 5 tahun melayani mereka, disaksikan bocah laki-laki lain. Yang ketiga kalinya, terjadi di sebuah lokasi pesta. Anak laki-laki memaksa perempuan di bawah umur mereka melakukan perbuatan seksual. Akibat perbuatan mereka, para orang tua pelaku dipanggil kepolisian (sumutpos.com, 21/3).

Ketiga, pornografi akan menyuburkan seks bebas alias perzinaan. Perzinaan pastinya mendatangkan resiko kehamilan di luar nikah. Karena kehamilan itu tidak dikehendaki, maka jalan pintasnya adalah diaborsi. Akibatnya asus aborsi akan makin banyak. Menurut data yang dikeluarkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di tahun 2010, diperkirakan setiap tahun jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta. Parahnya, 800 ribu di antaranya terjadi di kalangan remaja (tribunnews.com, 1/12/2010).

Keempat, pornografi menyebabkan maraknya penyakit kelamin. Porografi memicu makin maraknya pelacuran dan seks bebas. Akibatnya penyakit kelamin pun merebak, sebab penularannya mayoritas melalui pelacuran dan seks bebas itu. Dinas Kesehatan DKI Jakarta mendapatkan temuan bahwa ribuan remaja di Jakarta menderita penyakit kelamin. Angka penderita penyakit kelamin di Jakarta berjumlah 9.060 orang, dengan rincian 5.051 orang berjenis kelamin perempuan dan sisanya laki-laki. Dari total jumlah penderita tersebut, 3.007 di antaranya masih berusia antara 14 dan 24 tahun (vivanews.com, 26/4). Sementara jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia mencapai 130 ribu orang pada tahun 2010 (antaranews.com, 15/11/2010). Angka sebenarnya diperkirakan lebih besar lagi sebab angka itu diyakini hanya sebagai puncak gunung es belaka.

Kelima, pornografi menyuburkan perilaku seks bebas yang bisa menyebabkan makin banyaknya kelahiran anak di luar nikah. Sementara perilaku sek bebas khususnya di kalangan mereka yang sudah menikah bisa mengancam keharmonisan suami-istri, kekacauan nasab, makin banyak keluarga yang hancur dengan segala akibatnya, merusak tatanan kehidupan keluarga dan menghancurkan institusi keluarga yang pada akhirnya akan makin memperbesar masalah sosial di tengah masyarakat.

Keenam, Pornografi dan seks bebas menyebabkan bencana kemanusiaan. Karena selain mendatangkan bahaya penyakit fisik, keduanya merusak kehormatan dan nasab manusia. Karena seks bebas, lahirlah ribuan anak-anak yang tak jelas nasabnya. Dalam pandangan Islam ini adalah dosa yang sangat besar. Nabi saw. bersabda:

ãóÇ ãöäú ÐóäúÈò ÈóÚúÏó ÇáÔøöÑúßö ÈöÇááåö ÃóÚúÙóãõ ãöäú äõØúÝóÉò æóÖóÚóåóÇ ÑóÌõáñ Ýöíú ÑóÍöãò áÇó íóÍöáøõ áóåõ

Tidak ada dosa sesudah syirik kepada Allah yang lebih besar dari dosa orang yang menumpahkan spermanya pada rahim yang tidak halal baginya. (HR. Ibn Abiy Dunya).

Ketujuh, Pornografi jika dibiarkan akan mengundang datangnya bencana. Rasul saw mengingatkan:

« … áóãú ÊóÙúåóÑú ÇáúÝóÇÍöÔóÉõ Ýöí Þóæúãò ÞóØøõ ÍóÊøóì íõÚúáöäõæúÇ ÈöåóÇ ÅöáÇøó ÝóÔóÇ Ýöíúåöãú ÇáØøóÇÚõæúäõ æóÇúáÃóæúÌóÇÚõ ÇáøóÊöí áóãú Êóßõäú ãóÖóÊú Ýöí ÃóÓúáÇóÝöåöãú ÇáøóÐöíúäó ãóÖóæúÇ …»

… Tidaklah fahisyah -perbuatan keji termasuk pornografi, pornoaksi dan zina- nampak di suatu kaum hingga mereka melakukannya terang-terangan kecuali akan menyebar di tengah mereka penyakit Tha’un dan berbagai penyakit yang belum terjadi di generasi-generasi yang sudah berlalu sebelum mereka. (HR. Ibn Majah, al-Bazar, al-Hakim, al-Bayhaqi, dan Abu Nu’aim)

Biangnya: Kapitalisme, Sekluerisme-Demokrasi & Liberalisme

Siapapun tidak ada yang ingin dirinya atau keluarganya menjadi korban pornografi, apalagi kejahatan seksual. Akan tetapi, selama sekulerisme-demokrasi dan kapitalisme menjadi pilar kehidupan bangsa, maka sepanjang itu pula masyarakat tidak akan bisa terlepas dari cengkraman pornografi dan kejahatan seksual. Sekularisme menolak peran agama dalam kehidupan umum. Nilai-nilai dan aturan agama (Islam) tidak boleh diikutkan dalam masalah publik. Liberalisme mengajarkan bahwa setiap manusia bebas berperilaku dan mengekspresikan diri selama tidak merugikan orang lain. Selama ini para pelau pornografi sealu berlindung dibalik ide kebebasan itu. Sementara demokrasi menyerahkan pembuatan aturan dan hukum kepada rakyat melalui wakil mereka. Hukum akhirnya dibelenggu oleh ide kebebasan, kepentingan dan dorongan hawa nafsu termasuk kepentingan para kapitalis.

Sementara kapitalisme mengajarkan untuk mencari keuntungan sebesar-sebarnya tanpa mempedulikan caranya benar atau salah, baik atau buruk bahkan meski mengancam masyarakat sekalipun. Pornografi dan eksploitasi erotisme menjadi jalan mudah menangguk kentungan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pornografi telah menjadi bisnis miliaran dolar. Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring belanja akses situs porno dari Indonesia ternyata mencapai US$ 3.673 per detik atau setara dengan Rp 33 juta lebih setiap detiknya (vivanews.com, 15/7/2010).

Syariah Memberantas Pornografi

Melihat betapa besarnya dampak buruk, bahaya dan bencana yang bisa timbul dari pornografi, sudah sepatutnya umat menendang jauh budaya pornografi ini. Tidak ada kata lain kecuali pornografi harus dibabat habis. Namun hal itu tidak mungkin bisa dilakukan dalam bngkai sistem yang ada sekarang. Sebab ideologi dan sistem sekarang yaitu sekulerisme-demokrasi dan kapitalisme justru menjadi biang penyebabnya. Alih-alih memberantasnya, di bawah payung kebebasan, sekulerisme dan demokrasi itu kebejatan pornografi justru dimungkinkan kian menjadi.

Hanya syariah islam sajalah yang bisa membabat pornografi dan menyelamatkan masyarakat dari bahayanya. Islam dengan tegs memandang pornografi sebagai kemungkaran yang harus dilenyapkan; bukan diatur, apalagi dilegalisasi. Untuk itu, syariah islam memiliki serangkaian aturan dan hukum yang bisa membabat pornografi itu. Islam mengatur tetang aurat, yaitu bagian tubuh yang harus ditutupi dan tidak boleh ditampakkan. Islam juga melarang penyebaran segala bentuk pornografi dan pornoaksi di tengah masyarakat. Siapapun yang melanggarnya akan dikenai sanksi yang berat. Islam juga melarang beberapa perilaku yang berkaitan dengan tata pergaulan pria dan wanita. Islam melarang tabarruj wanita (berhias berlebihan di ruang publik), ber-kh­alwat (berdua-duaan) dengan wanita bukan mahram (apalagi berpelukan dan berciuman), ber-ikhtilât (bercampur-baur antara pria-wanita), dan segala perbuatan yang dapat mengantarkan pada perzinaan.

Hanya dengan penerapan syariat Islam secara total di bawah payung khilafah, umat dapat merasakan keamanan dan kehormatan sebagai manusia yang sebenarnya. Wanita dimuliakan dan pergaulan dibangun dengan landasan saling tolong menolong. Karena itu sudah saatnya umat membuang sekulerisme-demokrasi dan kapitalisme dan menggantinya dengan syariah Islam dalam bingkai Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian.

ÇÓúÊóÌöíÈõæÇ áöÑóÈøößõãú ãöäú ÞóÈúáö Ãóäú íóÃúÊöíó íóæúãñ áÇó ãóÑóÏøó áóåõ ãöäó Çááåö ãóÇ áóßõãú ãöäú ãóáúÌóÃò íóæúãóÆöÐò æóãóÇ áóßõãú ãöäú äóßöíÑò

Patuhilah seruan Tuhan kalian sebelum datang suatu hari yang tidak dapat ditolak kedatangannya. Kalian tidak memperoleh tempat berlindung pada hari itu dan tidak pula dapat mengingkari (dosa-dosa kalian) (QS asy-Syura [42]: 47).

Wallâh a’lam bi ash-shawâb.[]

Komentar al-Islam:

Wikileaks: tahanan Guantanamo digantung selama interogasi (hidayatullah.com, 26/4)
1. Contoh tindakan biadab tak berperikemanusiaan yang dilegalkan oleh negara pengekspor sistem bobrok Demokrasi-Kapitalisme (AS). Bukti kebobrokan dan kehipokritan ideologi barat.
2. Penguasa dunia islam hendaknya sadar tidak mengekor dan membebek tipudaya ASyang megorbankan Islam dan umatnya.
3. Hanya dengan Islam,umat akan bebas dari kezaliman. Waktunya Khilafah memimpin dunia.

Ribuan ton ikan impor ilegal yang ditahan di pelabuhan perikanan dan bandar udara dilepaskan ke dalam negeri (Kompas, 25/4)
1. Ironis, negeri dengan jutaan kilometer laut dengan potensi jutaan ton ikan, harus impor ikan bahkan meloloskan ikan impor ilegal.
2. Inilah akibat sistem ekonomi kapitalisme, rakyat (dalam hal ini nelayan) jadi terus jadi korban. Sementara potensi kekayaannya dinikmati oleh para kapitalis khususnya asing
3. Hanya dengan sistem ekonomi Islam kekayaan negeri ini bisa dinikmati oleh rakyatnya.

Mengenal Ciri-Ciri Gerakan NII

Mengenal Ciri-Ciri Gerakan NII

Selasa, 26/04/2011 15:05 WIB

Sekarang media massa hingar bingar dengan peristiwa dialami anak-anak muda yang "hilang", dan kemudian diketemukan dalam keadaan seperti "linglung", serta menurut pengakuan mereka, mereka mengalami pencucian otak. Benarkah mereka yang "hilang" itu menjadi korban dari proses cuci otak yang dilakukan oleh NII?

Berbagai kajian yang pernah diterbitkan media massa Islam, menilai ada NII yang menyimpang jauh dari ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, dan disebut-sebut memiliki kaitan erat dengan Pondok Pesantren Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat.

Pondok pesantren modern ini berdiri pada akhir tahun 1990-an, dan diresmikan oleh Presiden RI B.J. Habibie. Pondok Pesantren yang dipimpin oleh Abu Toto alias Syeikh Panji Gumilang itu, bukan hanya diresmikan oleh Presiden BJ Habibie semata, tetapi sejumlah tokoh penting pernah berkunjung dan memberikan bantuan kepada Pesantren Az-Zaytun, konon termasuk diantaranya sejumlah tokoh penting militer dan intelijen, dan bahkan diisukan mendapat suntikan dana dari Pemerintah Kerajaan Inggris.

Sampai sekarang media massa meributkan tentang NII dan dikaitkan dengan Az-Zaytun, tetapi tidak pernah ada tindakan apapun terhadap pesantren dan pengasuhnya. Seakan Pesantren itu kebal dari aparat dan hukum. Sementara itu, orang-orang yang mempunyai kaitan dengan NII, banyak yang kemudian menjadi tersangka atau dipenjara dalam waktu tertentu. Entah dituduh sebagai teroris atau melakukan gerakan yang dianggap menjadi ancaman keamanan negara.

Berbagai media massa Islam menampilkan hasil-hasil penelitian, analisis para pakar, hingga kesaksian para mantan santri pesantren tersebut sebagai bukti “kesesatan” Al-Zaytun dengan NII "jadi-jadiannya”.

Banyak yang mengatakan bahwa yang muncul ke permukaan yang menjadi fenomena sekarang ini, dan berlanjut menjadi sebuah permasalahan pelik, merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk menghancurkan umat Islam di Indonesia. Seandainya, argumentasi ini benar, wajar bagi umat Islam untuk menjadikan pihak-pihak yang terkait dengan gerakan tersebut sebagai ancaman serius yang selalu harus diwaspadai.

Sebuah media menyebutkan ciri-ciri kelompok bawah tanah yang mengatasnamakan NII tersebut. Berikut ini adalah sebagian ciri-cirinya:

1. Dalam mendakwahi calonnya, mata sang calon ditutup rapat, dan baru akan dibuka
ketika mereka sampai ke tempat tujuan.


2. Para calon yang akan mereka dakwahi rata-rata memiliki ilmu keagamaan yang relatif rendah, bahkan dapat dibilang tidak memiliki ilmu agama. Sehingga, para calon dengan mudah dijejali omongan-omongan yang menurut mereka adalah omongan tentang Dinul Islam. Padahal, kebanyakan akal merekalah yang berbicara, dan bukan Dinul Islam yang mereka ungkapkan.

3. Calon utama mereka adalah orang-orang yang memiliki harta yang berlebihan, atau
yang orang tuanya berharta lebih, anak-anak orang kaya yang jauh dari keagamaan,
sehingga yang terjadi adalah penyedotan uang para calon dengan dalih demi dakwah Islam. Tetapi semua itu, hanya sebagai alat (sarana) untuk menyedot uang.

4. Pola dakwah yang relatif singkat, hanya kurang lebih tiga kali pertemuan, setelah
itu, sang calon dimasukkan ke dalam keanggotaan mereka. Sehingga, yang terkesan
adalah pemaksaan ideologi, bukan lagi keikhlasan. Dan, rata-rata, para calon memiliki kadar keagamaan yang sangat rendah. Selama hari terakhir pendakwahan, sang calon dipaksa dengan dijejali ayat-ayat yang mereka terjemahkan seenaknya, hingga sang calon mengatakan siap dibai'at.

5. Ketika sang calon akan dibai'at, dia harus menyerahkan uang yang mereka namakan
dengan uang penyucian jiwa. Besar uang yang harus diberikan adalah Rp 250.000 ke
atas. Jika sang calon tidak mampu saat itu, maka infaq itu menjadi hutang sang calon
yang wajib dibayar.

6. Tidak mewajibkan menutup aurat bagi anggota wanitanya dengan alasan kahfi.

7. Tidak mewajibkan shalat lima waktu bagi para anggotanya dengan alasan belum futuh (masih fatrah Makkah). Padahal, mereka mengaku telah berada dalam Madinah. Seandainya mereka tahu bahwa selama di Madinah-lah justru Rasulullah saw. benar-benar menerapkan syari'at Islam.

8. Sholat lima waktu mereka ibaratkan dengan doa dan dakwah. Sehingga, jika mereka
sedang berdakwah, maka saat itulah mereka anggap sedang mendirikan shalat.

9. Shalat Jum'at diibaratkan dengan rapat/syuro. Sehingga, pada saat mereka rapat,
maka saat itu pula mereka anggap sedang mendirikan shalat Jum'at.

10. Untuk pemula, mereka diperbolehkan shalat yang dilaksanakan dalam satu waktu
untuk lima waktu shalat.

11. Infaq yang dipaksakan per periode (per-bulan), sehingga menjadi hutang yang wajib
dibayar bagi yang tidak mampu berinfaq.

12. Adanya qiradh (uang yang dikeluarkan untuk dijadikan modal usaha)yang diwajibkan walaupun anggota tak memiliki uang, bila perlu berhutang kepada kelompoknya. Pembagian bagi hasil dari qiradh yang mereka janjikan tak kunjung datang. Jika diminta tentang pembagian hasil bagi itu, mereka menjawabnya dengan ayat Al Qur'an sedemikian rupa sehingga upaya meminta bagi hasil itu menjadi hilang.

13. Zakat yang tidak sesuai dengan syari'at Islam. Takaran yang terlalu melebihi dari yang semestinya. Mereka menyejajarkan sang calon dengan sahabat Abu Bakar
dengan menafikan syari'at yang sesungguhnya.

14. Tidak adanya mustahik di kalangan mereka, sehingga bagi mereka yang tak mampu
makan sekalipun, wajib membayar zakat/infaq yang besarnya sebanding dengan dana
untuk makan sebulan. Bahkan, mereka masih saja memaksa pengikutnya untuk mengeluarkan 'infaq'. Padahal, pengikutnya itu dalam keadaan kelaparan.

15. Belum berlakunya syari'at Islam di kalangan mereka, sehingga perbuatan apapun
tidak mendapatkan hukuman.

16. Mengkafirkan orang yang berada di luar kelompoknya, bahkan menganggap halal
berzina dengan orang di luar kelompoknya.

17. Manghalalkan mencuri/mengambil barang milik orang lain.

18. Menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan, seperti menipu/berbohong,
meskipun kepada orang tua sendiri.

Sebuah fenoma seperti puncak gunung es, yang sekarang ini terus berkembang di tengah-tengah masyarakat, dan mempunyai dampak luas dalam kehidupan umat Islam. Dengan stigma yang sangat menganggu, setiap peristiwa yang dikaitkan dengn NII akan selalu berdampak negatif.

Cobalah dipahami dan dipikirkan 18 ciri yang merupakan "methode" gerakan NII, yang akhir-akhir mendapatkan perhatian luas masyarakat. (mh)

http://www.eramuslim.com/berita/nasional/mengenal-ciri-ciri-nii.htm

Laporan Dialog Antara Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia dengan Komisi VIII DPR-RI di Melbourne

Laporan Dialog Antara Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia dengan
Komisi VIII DPR-RI di Melbourne




Sesi Pertanyaan :

Setelah mendengar paparan tadi, saya cukup mengakui kalau Bapak Abdul Kadir Karding (PKB) , memiliki kemampuan komunikasi yang hebat, beliau mencoba ‘meredam’ suasana hadirin yang ada di ruang Bhinneka dengan ‘lelucon-lelucon’ dan dengan paparan gaya bahasa yang lugas, tenang dan terstruktur. Mungkin inilah sebabnya beliau terpilih menjadi ketua rombongan, karena kalau dari apa yang saya lihat secara pribadi beliaulah yang memiliki kemampuan ‘public speaking’ yang paling mencolok dibanding anggota-anggota yang lain. Karena kalau dilihat ada beberapa anggota yang hanya duduk di kursi panelis tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka (selain memperkenalkan diri), ada yang hanya mencatat dan ada pula yang hanya sesekali saja berkomentar. Kalau dilihat memang ‘all in all’, sepertinya memang sudah menjadi tugasnya Bapak Karding untuk ‘menjinakan’ para hadirin :)

Pada saat sesi tanya jawab dimulai, ada 3 penanya pertama (dari beberapa yg berusaha secara antusias) :

1. Bagus Nugroho (Mahasiswa Program S3 Bidang Aeronautics Melbourne University & Nano Tech dari Oxford University) Mengenai dana yang dikeluarkan untuk 11 anggota komisi VIII ditambah 5 orang staff ahli yang pergi studi banding ke Australia, menurut perhitungan Bagus, jumlah dana yang di keluarkan adalah sekitar Rp. 811 juta untuk selama 6 hari atau sekitar US$ 5000 per orang per minggu. pertanyaannya adalah mengapa sebesar itu? bukankah itu dana yang sangat besar untuk dikeluarkan, mengingat tingkat efektifitas yang rendah dari hasil studi banding?

2. Dirgayuza Setiawan (Wakil Ketua PPIA - Mahasiswa Jurusan Media )

Yuza, mencoba menyangkal argumen Bapak Karding, yang mempertanyakan mengapa surat terbuka PPIA dikirimkan terlebih dahulu ke media dibanding langsung ke beliau : menurut Yuza, karena semua channel yang ada telah dicoba berikut mengakses website pribadi Bapak Karding yang ternyata berstatus ‘suspended’. Dari website DPR-RI pun, tidak ada keterangan nomor kontak & alamat email yang bisa dihubungi. Karena itu Yuza menghubungi media untuk meminta informasi.

Seperti telah diketahui sebelumnya dalam wawancara radio Australia di Canberra, Bapak Karding mengatakan bahwa alasan anggota Komisi VIII tidak mengunjungi daerah Northern Teritory (NT) adalah karena beliau menangkap adanya “sinyal-sinyal” keengganan dari pemerintah Australia untuk membolehkan mereka pergi ke NT. Dikarenakan menurut beliau issue penduduk miskin Aborigin di Australia adalah issue yang sensitif apalagi untuk kunjungan perlemen asing. Pada saat yang sama Yuza mengatakan, hal yang sama tidak terjadi terhadap beberapa mahasiswa Indonesia yang sedang mengadakan penilitian di NT untuk mensurvei penduduk miskin, pemerintah Australia justru membantu dengan sepenuh hati. Hal yang menjadi pertanyaan Yuza adalah, “sinyal-sinyal” seperti apakah dan bagaimana cara menginterpretasikan sinyal yang ditangkap Bapak Karding sehingga jatuh pada kesimpulan bahwa pemerintah Australia enggan mengizinkan anggota Komisi VIII DPR-RI pergi ke NT ? Terlebih daerah NT adalah daerah dengan konsentrasi penduduk miskin terbanyak di Australia.


Pertanyaan yang lain adalah, mengapa kunjungan yang dilakukan hanya mampu menghubungi pejabat-pejabat setingkat negara bagian, tapi tidak sampai pada tingkat pemerintah federal? DPR cenderung dianggap tidak siap dalam menyiapkan bahan-bahan dan memilih narasumber (kurangnya koordinasi & tidak tepat sasaran) dan kalaupun ini memang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari, kenapa ada visa salah satu anggota tim Komisi VIII yang ditolak oleh pemerintah Australia?

3. Usep Abdul Matin (Mahasiswa S3 bidang Sosiologi di Monash University)

Beliau menanyakan tentang kerukunan hidup beragama terutama masalah perlakuan pemerintah terhadap pengikut Syi’ah di Indonesia.


Sesi Komisi VIII Menjawab (Hadirin Mulai Gelisah/Gusar) :

Lagi-lagi saya harus akui kelihaian Bapak Abdul Kadir Karding untuk urusan ‘skill’ public speaking, sepertinya beliau menguasai betul medan & trik untuk mengulur-ulur waktu, salah satunya adalah dengan melambatkan tempo bicara, dan berbicara hal-hal yang diluar konteks pembicaraan. Hal ini menyebabkan waktu yang tersisa tinggal sedikit. Beberapa kali Dirgayuza (Wakil Ketua PPIA) menginterupsi anggota komisi VIII untuk “straight to the point” pada pertanyaan yang ditanyakan.

Salah seorang anggota Komisi VIII dalam menjawab/menanggapi pertanyaan dari Bagus Nugroho bahkan membandingkan anggaran yang diterima oleh Komisi VIII dalam studi banding kali ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan salah satu staff kementerian Australia yang katanya bisa menerima 3 kali lipat dari apa yang diterima oleh Komisi VIII. Hello!!! Australia itu kan pendapatan per kapitanya lebih besar dari Indonesia, Kira-kira sekitar US$ 55590 per tahun. Indonesia sekitar US$ 3015 per tahun (sumber wikipedia). Apa mereka itu nggak mikir ya sebelum menjawab???

Beberapa anggota dewan yang diberi kesempatan untuk menjawab memulai dengan meminta kepada kawan-kawan PPIA untuk tidak terkesan menghakimi/mengadili mereka dalam dialog kali ini. Bahkan ada yang mengalami suasana “kebatinan” (mungkin maksudnya feeling so emotional) ketika mengunjungi Australia kali ini seraya bercerita tentang beberapa anaknya yang dulu pernah bersekolah di Melbourne, Australia dan suaminya yang pernah menjadi ketua perhimpunan pelajar pada saat itu. Secara pribadi menurut saya, jawaban-jawaban yang diberikan lebih bersifat normatif dan tidak pada inti permasalahan dan cenderung berputar-putar. Apakah ini suatu kesengajaan untuk mengulur waktu? Wallahualam...Hanya Tuhan yg tahu...

Karena jawaban tidak dirasakan mengena dan berputar-putar untuk hal-hal yang tidak penting sementara waktu semakin sempit, banyak hadirin yang mulai melakukan interupsi sehingga suasana ruang Bhinneka menjadi gaduh. Tidak hanya itu beberapa sesekali sudah mulai terdengar suara cemoohan dan kata-kata “huuuu...kecewaaaaa!!!” dari para hadirin. Ketika mendekati pukul 21:00, pihak KJRI berusaha untuk menutup sesi tanya jawab, dengan alasan kesibukan anggota dewan pada keesokan harinya: which is Sunday of course ..:) bukankah adalah hak kita sebagai rakyat untuk meminta / menanyakan hal-hal yang dirasa perlu ke wakil rakyat kita di parlemen? Pada saat ini suasana semakin riuh dan sudah ada hadirin yang berteriak-teriak langsung bertanya ... tanpa moderator ... :) terus terang suasana sudah sedikit agak kacau pada waktu itu. Bahkan ada beberapa yang langsung meninggalkan ruangan dan langsung pulang.


1304406245706311786

Salah satu anggota Komisi VIII DPR-RI mencoba untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Mahasiswa Indonesia di Melbourne. Courtesy of:Dirgayuza Setiawan.


Here comes the Bomb Shell ...

Salah satu kawan saya (pas saat sesi kacau) sempat berteriak ... “Kenapa nggak pakai teleconference aja sih Pak ?” pada saat itu, Bapak Karding menjawab : “Wah itu kan teknisnya terlalu rumit ... “ sontak mendengar jawaban tadi hadirin yang umumnya mahasiswa langsung tertawa ... lalu ada lagi yang nyeletuk “Pak mau dibikinin account Skype sama saya nggak Pak ?”

Trus ada beberapa anggota Komisi VIII, yg mengatakan, karena keterbatasan waktu kawan2 bisa menghubungi kami lewat email. Tapi ketika serentak kami menanyakan apa alamat email beliau, yang keluar adalah ... xxxx@yahoo.com :) . Beberapa hadirin termasuk saya tampak kesal dengan jawaban tersebut, kemudian hadirin menanyakan: “Kami ingin alamat resmi bapak!” , dan dibalas dengan: “nanti ....nanti akan diberikan .... “ pada saat ini penyiar radio PPI Internasional menginterupsi “Tolong disebutkan saja pak disini , jadi semua orang bisa dengar ...” , bahkan dengan tantangan itupun sepertinya mereka bapak-bapak/ibu-ibu anggota Komisi VIII itu tidak tahu ...apa alamat email resmi mereka ... saya lihat ada 1 orang staff ahli yang mendampingi komisi VIII sibuk bolak balik mencoba membagikan kartu nama ( yang itupun dalam kartu nama tersebut tercantum alamat imel Gmail & Yahoo ) ... ????

Karena suasana panik dan makin riuh, salah seorang ibu (staff anggota komisi VIII) berteriak, “ KALAU ADA YANG PERLU DITANYAKAN... SILAKAN SAJA KIRIM KE ALAMAT EMAIL : KOMISI DELAPAN AT YAHOO DOT COM.. !!!! “ pada saat itu .. tawa hadirin langsung pecah .. saya sendiri geleng-geleng kepala dan sudah tidak tahu mau bicara apa lagi ... (selengkapnya lihat saja disini: http://www.youtube.com/watch?v=8dEjGOPfAqA&feature=youtu.be ) Ada teman yg bilang : Wah kalo gitu mah gak usah jadi anggota DPR, anak saya yg masih kecil juga udah bisa bikin email yahoo sendiri ... :) BTW: setelah acara selesai salah seorang kawan mencoba mengirim test mail (via BB) ke :

· komisiviii@yahoo.com
· komisi8@yahoo.com
· komisidelapan@yahoo.com
· komisiviii@yahoo.co.id
· komisi8@yahoo.co.id
· komisidelapan@yahoo.co.id and guess what, none of them is working ...!!! semua email test bouncing back ke sender , alias alamat yang diberikan tidak ada ...!!!! Lagi-lagi karena tidak puas, saya beserta istri & kawan-kawan mendekati ibu salah satu staff ahli pendamping anggota komisi VIII dalam kunjungan kerja ini, sambil menanyakan alamat resmi, saat itu beliau bilang :
“Lihat aja di website DPR nanti kan ada daftar masing-masing komisi,nanti dari situ ada alamat imelnya “

Lagi lagi, kita cek via HP , dan ...ternyata tidak ada (kalau tidak percaya silakan cek sendiri ke www.dpr.go.id ) , kalau begini mana yang benar ? kalau yang bekerja di DPR saja tidak tahu alamat kontak resmi yang bisa dihubungi, bagaimana dengan orang lain?? Dan jangan salah bahwa, 1 staff DPR memiliki 7 asisten (staf ahli), Unfortunately sepertinya tidak satupun dari ke-7 asisten beserta anggota DPR itu sendiri tahu alamat kontak resmi mereka ???

Kalau untuk hal yang sangat mendasar saja mereka tidak kompeten,

bagaimana mereka akan membela kepentingan rakyat yang akan mereka wakili

???

Bagaimana tidak, DPR RI, parlemen dari negara dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar di dunia, parlemen dari negara anggota G-20 (negara dengan salah satu kekuatan ekonomi & pangsa pasar terbesar di dunia) serta mempunyai anggaran ber-triliun2 rupiah utk gedung baru, lengkap dgn fasilitas & tunjangan lainnya .... masih memakai alamat email gratis utk kontak terhadap rakyat yg di wakilinya ... ???? Tidakkah mereka berpikir, bahwa parlemen kita akan menjadi bahan olok-olok parlemen Australia begitu melihat kartu nama dengan alamat imel dari Yahoo / Gmail ???

Ketika ditanya alamat kontak mereka, umumnya mereka kebingungan menjawabnya, yang menurut saya sangat-sangat aneh bukan?? Bagaimana mereka mau mendengar aspirasi rakyat yang mereka wakili jika alamat kontak untuk dihubungipun mereka kebingungan menjawabnya ??

Setelah acara diskusi selesai, beberapa dari kami yang tidak puas, langsung menyerbu dan bertanya langsung ke anggota komisi VIII, ada dari beberapa diantara mereka tidak membawa kartu nama!!! Bagaimana mereka ingin memperkenalkan diri di hadapan anggota parlemen Australia jika kartu nama saja mereka tidak bawa, dan kalaupun ada, mereka mencantumkan alamat imel gratis (yahoo/gmail) sebagai alamat kontak mereka !!! Pada saat saya mencoba bertanya ke Bapak Karding tentang kunjungan studi banding, saya tanyakan: “Pak bukankah menjadi paradoks bagi DPR bahwa kunjungan studi banding dalam rangka mengentaskan kemiskinan tapi di saat yang sama DPR menghambur-hamburkan uang rakyat yang akan dientaskan kemiskinannya ???”

Ironis sekali memang ternyata, dan syukur ...kalau bukan karena kesempatan ini, saya mungkin hanya bisa mendengar dari media massa tentang perilaku anggota DPR, tapi untuk saat ini saya bisa melihat, mendengar & mengalaminya sendiri di depan mata. Saat itu kami sempat bingung dan bertanya ke salah satu staff senior KJRI : “ Pak apa memang sudah separah inikah keadaan institusi di negara kita ? “ beliau menjawab ( dan mencoba berdiplomasi ) : “Maaf dik saya sendiri belum berkecimpung di dunia politik, mengenai komentar, saya pikir, adik bisa lihat sendiri apa yg terjadi tadi” ... ( kayaknya beliau juga shock )

Sebagai Penutup :

BTW: Beberapa kawan sebelum pulang kita sempat bercanda “kayaknya abis malem ini kita bakal susah tidur nih ... “ dan banyak yang geleng-geleng kepala sampai keluar pintu KJRI, sepertinya kita masih belum percaya dengan apa yg kita lihat.

Entah mau dibawa kemana negara ini, jika para pemegang amanahnya saja tidak kompeten di bidangnya.

Dan memang ternyata benar, sampai sekarang pukul 6:30 pagi pun saya belum bisa tidur ... :) bahkan hingga keesokan harinya, seorang kawan berkelakar di milis “Mungkin coba aja imel ini: k0M151d3L4P4n@yahoo.com kali aja mereka ber-Alay ria...hehehe...”

Laporan oleh: Teguh Iskanto
Diedit oleh: Didi Rul

Tuduh Usamah Kafir, Ansyad Mbai Dipermalukan Wartawan Media Islam

sumber voaislam

Tuduh Usamah Kafir, Ansyad Mbai Dipermalukan Wartawan Media Islam

Jakarta (voa-islam) - Sekedar Asbun alias asal bunyi, dengan entengnya, Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyad Mbai menyebut mujahid Usamah bin Ladin kafir, bukan Islam. Ia meyakini ungakapannya itu, setelah berdiskusi dengan beberapa syaikh di Saudi Arabia.

Statemen Ansyad yang "anti Islam" itu mengundang protes salah seorang wartawan media Islam dalam sebuah session tanya jawab. Tak bisa menjawab, Ketua BNPT itu pun dipermalukan dan terlihat naik pitam, begitu reaksioner.

Hal itu terungkap dalam sebuah Diskusi Publik Indosiana “Mengupas Radikalisme di Sekitar Kita: Langkah Bersama Mengembalikan Iklim Toleransi di Indonesia” yang diadakan oleh Universitas Paramadina bekerjasama dengan Tempo Institute, Rabu (4 Mei 2011) di Universitas Paramadina di Jakarta.

“Empat bulan yang lalu, saya diundang ke Riyadh dan berdiskusi dengan beberapa syekh yang menangani soal radikalisme. Kata mereka, Usamah tidak diakui di Saudi Arabia. Usamah itu bukan Islam. Usamah tidak punya hak berdakwah atas nama Islam di Saudi. Sekolahnya saja bukan dari syariat. Tapi di Indonesia, Usamah oleh kelompok radikal, menjadi idola, bahkan seperti nabinya," kata Ansyad.

Dalam session tanya jawab, wartawan media Islam bertanya pada Ansyad Mbai, kenapa bapak mengatakan Usamah bin Ladin itu kafir, bukan Islam. Anda menyebut syaikh Saudi mengatakan demikian. Syaikh siapa yang mengatakan Usamah itu kafir? “Paling banter, ulama Saudi itu hanya mengatakan Usamah itu kelompok khawarij, tapi bukan kafir. Bahkan Syaikh Utsaimin yang menjadi rujukan kelompok salafi pernah memuji Usamah bin Ladin." tanya sang wartawan.

Lalu apa jawaban Ansyad? Harus diakui, ada kelompok yang suka mentakfir (mengkafirkan orang lain). Ansyad nampak berpikir.Saat memberi penjelasan, Ansyad sempat membantah Usamah dianggap kafir. Padahal, saat bicara sebelumnya, ia mengatakan Usamah bukan Islam. Mendengar jawaban Ansyad yang tidak konsisten, wartawan media Islam lain yang berdiri di bagian belakang, berteriak, “Lha, tadi bapak bilang Usamah kafir, lalu bantah tidak bilang kafir. Kok gak konsisten gitu,” sela wartawan.

Lalu dijawab juga oleh Ansyad, “Seingat saya yang mengatakan Usamah bukan Islam adalah Syaikh Muhammad siapa gitu? Ia pengajar di Riyadh di bawah departemen dalam negeri yang menangani radikalisme. Yang jelas, ada tiga doctor yang mengatakan itu. “Saya punya dokumentasinya. Jangalah kita buat bingung masyarakat,” ujar Ansyad.

Pertanyaan berikut, masih wartawan media Islam yang sama, lalu apa yang salah dengan syariat Islam, begitu juga dengan pemikiran Negara Islam? Kenapa Anda mendramatisir informasi seputar Pepi yang diduga pelaku bom Serpong? Kenapa wartwan tidak bisa memverifikasi Pepi, sehingga wartawan tidak bisa dijejali informasi satu arah dari polisi. “Statemen Pak Ansyad banyak yang kontradiktif,” kata sang wartawan yang pernah meliput ke Gaza dan dijadikan sandera oleh Israel ini.

Kata Ansyad, sudahlah jangan dibolak balik. Ayo lah kita berdiskusi secara sehat. Ketua BNPT itu mengalihkan pembicaraan. “Kelompok radikalisme itu suka menebar kebencian dan permusuhan. Pemerintahan pun dianggap thogut, aparat dicap kafir, dilarang mengucapkan Assalamualaikum kepada polisi. Itu yg terjadi Poso. Ini kata Jafar Umar Thalib lho. Aneh, teroris kok dijadikan pahlawan. Lalu teroris itu dibilang jasadnya harum,” tandasnya. ¡ü Desastian