Friday, May 13, 2011

Mengenal Ciri-Ciri Gerakan NII

Mengenal Ciri-Ciri Gerakan NII

Selasa, 26/04/2011 15:05 WIB

Sekarang media massa hingar bingar dengan peristiwa dialami anak-anak muda yang "hilang", dan kemudian diketemukan dalam keadaan seperti "linglung", serta menurut pengakuan mereka, mereka mengalami pencucian otak. Benarkah mereka yang "hilang" itu menjadi korban dari proses cuci otak yang dilakukan oleh NII?

Berbagai kajian yang pernah diterbitkan media massa Islam, menilai ada NII yang menyimpang jauh dari ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, dan disebut-sebut memiliki kaitan erat dengan Pondok Pesantren Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat.

Pondok pesantren modern ini berdiri pada akhir tahun 1990-an, dan diresmikan oleh Presiden RI B.J. Habibie. Pondok Pesantren yang dipimpin oleh Abu Toto alias Syeikh Panji Gumilang itu, bukan hanya diresmikan oleh Presiden BJ Habibie semata, tetapi sejumlah tokoh penting pernah berkunjung dan memberikan bantuan kepada Pesantren Az-Zaytun, konon termasuk diantaranya sejumlah tokoh penting militer dan intelijen, dan bahkan diisukan mendapat suntikan dana dari Pemerintah Kerajaan Inggris.

Sampai sekarang media massa meributkan tentang NII dan dikaitkan dengan Az-Zaytun, tetapi tidak pernah ada tindakan apapun terhadap pesantren dan pengasuhnya. Seakan Pesantren itu kebal dari aparat dan hukum. Sementara itu, orang-orang yang mempunyai kaitan dengan NII, banyak yang kemudian menjadi tersangka atau dipenjara dalam waktu tertentu. Entah dituduh sebagai teroris atau melakukan gerakan yang dianggap menjadi ancaman keamanan negara.

Berbagai media massa Islam menampilkan hasil-hasil penelitian, analisis para pakar, hingga kesaksian para mantan santri pesantren tersebut sebagai bukti “kesesatan” Al-Zaytun dengan NII "jadi-jadiannya”.

Banyak yang mengatakan bahwa yang muncul ke permukaan yang menjadi fenomena sekarang ini, dan berlanjut menjadi sebuah permasalahan pelik, merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk menghancurkan umat Islam di Indonesia. Seandainya, argumentasi ini benar, wajar bagi umat Islam untuk menjadikan pihak-pihak yang terkait dengan gerakan tersebut sebagai ancaman serius yang selalu harus diwaspadai.

Sebuah media menyebutkan ciri-ciri kelompok bawah tanah yang mengatasnamakan NII tersebut. Berikut ini adalah sebagian ciri-cirinya:

1. Dalam mendakwahi calonnya, mata sang calon ditutup rapat, dan baru akan dibuka
ketika mereka sampai ke tempat tujuan.


2. Para calon yang akan mereka dakwahi rata-rata memiliki ilmu keagamaan yang relatif rendah, bahkan dapat dibilang tidak memiliki ilmu agama. Sehingga, para calon dengan mudah dijejali omongan-omongan yang menurut mereka adalah omongan tentang Dinul Islam. Padahal, kebanyakan akal merekalah yang berbicara, dan bukan Dinul Islam yang mereka ungkapkan.

3. Calon utama mereka adalah orang-orang yang memiliki harta yang berlebihan, atau
yang orang tuanya berharta lebih, anak-anak orang kaya yang jauh dari keagamaan,
sehingga yang terjadi adalah penyedotan uang para calon dengan dalih demi dakwah Islam. Tetapi semua itu, hanya sebagai alat (sarana) untuk menyedot uang.

4. Pola dakwah yang relatif singkat, hanya kurang lebih tiga kali pertemuan, setelah
itu, sang calon dimasukkan ke dalam keanggotaan mereka. Sehingga, yang terkesan
adalah pemaksaan ideologi, bukan lagi keikhlasan. Dan, rata-rata, para calon memiliki kadar keagamaan yang sangat rendah. Selama hari terakhir pendakwahan, sang calon dipaksa dengan dijejali ayat-ayat yang mereka terjemahkan seenaknya, hingga sang calon mengatakan siap dibai'at.

5. Ketika sang calon akan dibai'at, dia harus menyerahkan uang yang mereka namakan
dengan uang penyucian jiwa. Besar uang yang harus diberikan adalah Rp 250.000 ke
atas. Jika sang calon tidak mampu saat itu, maka infaq itu menjadi hutang sang calon
yang wajib dibayar.

6. Tidak mewajibkan menutup aurat bagi anggota wanitanya dengan alasan kahfi.

7. Tidak mewajibkan shalat lima waktu bagi para anggotanya dengan alasan belum futuh (masih fatrah Makkah). Padahal, mereka mengaku telah berada dalam Madinah. Seandainya mereka tahu bahwa selama di Madinah-lah justru Rasulullah saw. benar-benar menerapkan syari'at Islam.

8. Sholat lima waktu mereka ibaratkan dengan doa dan dakwah. Sehingga, jika mereka
sedang berdakwah, maka saat itulah mereka anggap sedang mendirikan shalat.

9. Shalat Jum'at diibaratkan dengan rapat/syuro. Sehingga, pada saat mereka rapat,
maka saat itu pula mereka anggap sedang mendirikan shalat Jum'at.

10. Untuk pemula, mereka diperbolehkan shalat yang dilaksanakan dalam satu waktu
untuk lima waktu shalat.

11. Infaq yang dipaksakan per periode (per-bulan), sehingga menjadi hutang yang wajib
dibayar bagi yang tidak mampu berinfaq.

12. Adanya qiradh (uang yang dikeluarkan untuk dijadikan modal usaha)yang diwajibkan walaupun anggota tak memiliki uang, bila perlu berhutang kepada kelompoknya. Pembagian bagi hasil dari qiradh yang mereka janjikan tak kunjung datang. Jika diminta tentang pembagian hasil bagi itu, mereka menjawabnya dengan ayat Al Qur'an sedemikian rupa sehingga upaya meminta bagi hasil itu menjadi hilang.

13. Zakat yang tidak sesuai dengan syari'at Islam. Takaran yang terlalu melebihi dari yang semestinya. Mereka menyejajarkan sang calon dengan sahabat Abu Bakar
dengan menafikan syari'at yang sesungguhnya.

14. Tidak adanya mustahik di kalangan mereka, sehingga bagi mereka yang tak mampu
makan sekalipun, wajib membayar zakat/infaq yang besarnya sebanding dengan dana
untuk makan sebulan. Bahkan, mereka masih saja memaksa pengikutnya untuk mengeluarkan 'infaq'. Padahal, pengikutnya itu dalam keadaan kelaparan.

15. Belum berlakunya syari'at Islam di kalangan mereka, sehingga perbuatan apapun
tidak mendapatkan hukuman.

16. Mengkafirkan orang yang berada di luar kelompoknya, bahkan menganggap halal
berzina dengan orang di luar kelompoknya.

17. Manghalalkan mencuri/mengambil barang milik orang lain.

18. Menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan, seperti menipu/berbohong,
meskipun kepada orang tua sendiri.

Sebuah fenoma seperti puncak gunung es, yang sekarang ini terus berkembang di tengah-tengah masyarakat, dan mempunyai dampak luas dalam kehidupan umat Islam. Dengan stigma yang sangat menganggu, setiap peristiwa yang dikaitkan dengn NII akan selalu berdampak negatif.

Cobalah dipahami dan dipikirkan 18 ciri yang merupakan "methode" gerakan NII, yang akhir-akhir mendapatkan perhatian luas masyarakat. (mh)

http://www.eramuslim.com/berita/nasional/mengenal-ciri-ciri-nii.htm

Laporan Dialog Antara Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia dengan Komisi VIII DPR-RI di Melbourne

Laporan Dialog Antara Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia dengan
Komisi VIII DPR-RI di Melbourne




Sesi Pertanyaan :

Setelah mendengar paparan tadi, saya cukup mengakui kalau Bapak Abdul Kadir Karding (PKB) , memiliki kemampuan komunikasi yang hebat, beliau mencoba ‘meredam’ suasana hadirin yang ada di ruang Bhinneka dengan ‘lelucon-lelucon’ dan dengan paparan gaya bahasa yang lugas, tenang dan terstruktur. Mungkin inilah sebabnya beliau terpilih menjadi ketua rombongan, karena kalau dari apa yang saya lihat secara pribadi beliaulah yang memiliki kemampuan ‘public speaking’ yang paling mencolok dibanding anggota-anggota yang lain. Karena kalau dilihat ada beberapa anggota yang hanya duduk di kursi panelis tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka (selain memperkenalkan diri), ada yang hanya mencatat dan ada pula yang hanya sesekali saja berkomentar. Kalau dilihat memang ‘all in all’, sepertinya memang sudah menjadi tugasnya Bapak Karding untuk ‘menjinakan’ para hadirin :)

Pada saat sesi tanya jawab dimulai, ada 3 penanya pertama (dari beberapa yg berusaha secara antusias) :

1. Bagus Nugroho (Mahasiswa Program S3 Bidang Aeronautics Melbourne University & Nano Tech dari Oxford University) Mengenai dana yang dikeluarkan untuk 11 anggota komisi VIII ditambah 5 orang staff ahli yang pergi studi banding ke Australia, menurut perhitungan Bagus, jumlah dana yang di keluarkan adalah sekitar Rp. 811 juta untuk selama 6 hari atau sekitar US$ 5000 per orang per minggu. pertanyaannya adalah mengapa sebesar itu? bukankah itu dana yang sangat besar untuk dikeluarkan, mengingat tingkat efektifitas yang rendah dari hasil studi banding?

2. Dirgayuza Setiawan (Wakil Ketua PPIA - Mahasiswa Jurusan Media )

Yuza, mencoba menyangkal argumen Bapak Karding, yang mempertanyakan mengapa surat terbuka PPIA dikirimkan terlebih dahulu ke media dibanding langsung ke beliau : menurut Yuza, karena semua channel yang ada telah dicoba berikut mengakses website pribadi Bapak Karding yang ternyata berstatus ‘suspended’. Dari website DPR-RI pun, tidak ada keterangan nomor kontak & alamat email yang bisa dihubungi. Karena itu Yuza menghubungi media untuk meminta informasi.

Seperti telah diketahui sebelumnya dalam wawancara radio Australia di Canberra, Bapak Karding mengatakan bahwa alasan anggota Komisi VIII tidak mengunjungi daerah Northern Teritory (NT) adalah karena beliau menangkap adanya “sinyal-sinyal” keengganan dari pemerintah Australia untuk membolehkan mereka pergi ke NT. Dikarenakan menurut beliau issue penduduk miskin Aborigin di Australia adalah issue yang sensitif apalagi untuk kunjungan perlemen asing. Pada saat yang sama Yuza mengatakan, hal yang sama tidak terjadi terhadap beberapa mahasiswa Indonesia yang sedang mengadakan penilitian di NT untuk mensurvei penduduk miskin, pemerintah Australia justru membantu dengan sepenuh hati. Hal yang menjadi pertanyaan Yuza adalah, “sinyal-sinyal” seperti apakah dan bagaimana cara menginterpretasikan sinyal yang ditangkap Bapak Karding sehingga jatuh pada kesimpulan bahwa pemerintah Australia enggan mengizinkan anggota Komisi VIII DPR-RI pergi ke NT ? Terlebih daerah NT adalah daerah dengan konsentrasi penduduk miskin terbanyak di Australia.


Pertanyaan yang lain adalah, mengapa kunjungan yang dilakukan hanya mampu menghubungi pejabat-pejabat setingkat negara bagian, tapi tidak sampai pada tingkat pemerintah federal? DPR cenderung dianggap tidak siap dalam menyiapkan bahan-bahan dan memilih narasumber (kurangnya koordinasi & tidak tepat sasaran) dan kalaupun ini memang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari, kenapa ada visa salah satu anggota tim Komisi VIII yang ditolak oleh pemerintah Australia?

3. Usep Abdul Matin (Mahasiswa S3 bidang Sosiologi di Monash University)

Beliau menanyakan tentang kerukunan hidup beragama terutama masalah perlakuan pemerintah terhadap pengikut Syi’ah di Indonesia.


Sesi Komisi VIII Menjawab (Hadirin Mulai Gelisah/Gusar) :

Lagi-lagi saya harus akui kelihaian Bapak Abdul Kadir Karding untuk urusan ‘skill’ public speaking, sepertinya beliau menguasai betul medan & trik untuk mengulur-ulur waktu, salah satunya adalah dengan melambatkan tempo bicara, dan berbicara hal-hal yang diluar konteks pembicaraan. Hal ini menyebabkan waktu yang tersisa tinggal sedikit. Beberapa kali Dirgayuza (Wakil Ketua PPIA) menginterupsi anggota komisi VIII untuk “straight to the point” pada pertanyaan yang ditanyakan.

Salah seorang anggota Komisi VIII dalam menjawab/menanggapi pertanyaan dari Bagus Nugroho bahkan membandingkan anggaran yang diterima oleh Komisi VIII dalam studi banding kali ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan salah satu staff kementerian Australia yang katanya bisa menerima 3 kali lipat dari apa yang diterima oleh Komisi VIII. Hello!!! Australia itu kan pendapatan per kapitanya lebih besar dari Indonesia, Kira-kira sekitar US$ 55590 per tahun. Indonesia sekitar US$ 3015 per tahun (sumber wikipedia). Apa mereka itu nggak mikir ya sebelum menjawab???

Beberapa anggota dewan yang diberi kesempatan untuk menjawab memulai dengan meminta kepada kawan-kawan PPIA untuk tidak terkesan menghakimi/mengadili mereka dalam dialog kali ini. Bahkan ada yang mengalami suasana “kebatinan” (mungkin maksudnya feeling so emotional) ketika mengunjungi Australia kali ini seraya bercerita tentang beberapa anaknya yang dulu pernah bersekolah di Melbourne, Australia dan suaminya yang pernah menjadi ketua perhimpunan pelajar pada saat itu. Secara pribadi menurut saya, jawaban-jawaban yang diberikan lebih bersifat normatif dan tidak pada inti permasalahan dan cenderung berputar-putar. Apakah ini suatu kesengajaan untuk mengulur waktu? Wallahualam...Hanya Tuhan yg tahu...

Karena jawaban tidak dirasakan mengena dan berputar-putar untuk hal-hal yang tidak penting sementara waktu semakin sempit, banyak hadirin yang mulai melakukan interupsi sehingga suasana ruang Bhinneka menjadi gaduh. Tidak hanya itu beberapa sesekali sudah mulai terdengar suara cemoohan dan kata-kata “huuuu...kecewaaaaa!!!” dari para hadirin. Ketika mendekati pukul 21:00, pihak KJRI berusaha untuk menutup sesi tanya jawab, dengan alasan kesibukan anggota dewan pada keesokan harinya: which is Sunday of course ..:) bukankah adalah hak kita sebagai rakyat untuk meminta / menanyakan hal-hal yang dirasa perlu ke wakil rakyat kita di parlemen? Pada saat ini suasana semakin riuh dan sudah ada hadirin yang berteriak-teriak langsung bertanya ... tanpa moderator ... :) terus terang suasana sudah sedikit agak kacau pada waktu itu. Bahkan ada beberapa yang langsung meninggalkan ruangan dan langsung pulang.


1304406245706311786

Salah satu anggota Komisi VIII DPR-RI mencoba untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Mahasiswa Indonesia di Melbourne. Courtesy of:Dirgayuza Setiawan.


Here comes the Bomb Shell ...

Salah satu kawan saya (pas saat sesi kacau) sempat berteriak ... “Kenapa nggak pakai teleconference aja sih Pak ?” pada saat itu, Bapak Karding menjawab : “Wah itu kan teknisnya terlalu rumit ... “ sontak mendengar jawaban tadi hadirin yang umumnya mahasiswa langsung tertawa ... lalu ada lagi yang nyeletuk “Pak mau dibikinin account Skype sama saya nggak Pak ?”

Trus ada beberapa anggota Komisi VIII, yg mengatakan, karena keterbatasan waktu kawan2 bisa menghubungi kami lewat email. Tapi ketika serentak kami menanyakan apa alamat email beliau, yang keluar adalah ... xxxx@yahoo.com :) . Beberapa hadirin termasuk saya tampak kesal dengan jawaban tersebut, kemudian hadirin menanyakan: “Kami ingin alamat resmi bapak!” , dan dibalas dengan: “nanti ....nanti akan diberikan .... “ pada saat ini penyiar radio PPI Internasional menginterupsi “Tolong disebutkan saja pak disini , jadi semua orang bisa dengar ...” , bahkan dengan tantangan itupun sepertinya mereka bapak-bapak/ibu-ibu anggota Komisi VIII itu tidak tahu ...apa alamat email resmi mereka ... saya lihat ada 1 orang staff ahli yang mendampingi komisi VIII sibuk bolak balik mencoba membagikan kartu nama ( yang itupun dalam kartu nama tersebut tercantum alamat imel Gmail & Yahoo ) ... ????

Karena suasana panik dan makin riuh, salah seorang ibu (staff anggota komisi VIII) berteriak, “ KALAU ADA YANG PERLU DITANYAKAN... SILAKAN SAJA KIRIM KE ALAMAT EMAIL : KOMISI DELAPAN AT YAHOO DOT COM.. !!!! “ pada saat itu .. tawa hadirin langsung pecah .. saya sendiri geleng-geleng kepala dan sudah tidak tahu mau bicara apa lagi ... (selengkapnya lihat saja disini: http://www.youtube.com/watch?v=8dEjGOPfAqA&feature=youtu.be ) Ada teman yg bilang : Wah kalo gitu mah gak usah jadi anggota DPR, anak saya yg masih kecil juga udah bisa bikin email yahoo sendiri ... :) BTW: setelah acara selesai salah seorang kawan mencoba mengirim test mail (via BB) ke :

· komisiviii@yahoo.com
· komisi8@yahoo.com
· komisidelapan@yahoo.com
· komisiviii@yahoo.co.id
· komisi8@yahoo.co.id
· komisidelapan@yahoo.co.id and guess what, none of them is working ...!!! semua email test bouncing back ke sender , alias alamat yang diberikan tidak ada ...!!!! Lagi-lagi karena tidak puas, saya beserta istri & kawan-kawan mendekati ibu salah satu staff ahli pendamping anggota komisi VIII dalam kunjungan kerja ini, sambil menanyakan alamat resmi, saat itu beliau bilang :
“Lihat aja di website DPR nanti kan ada daftar masing-masing komisi,nanti dari situ ada alamat imelnya “

Lagi lagi, kita cek via HP , dan ...ternyata tidak ada (kalau tidak percaya silakan cek sendiri ke www.dpr.go.id ) , kalau begini mana yang benar ? kalau yang bekerja di DPR saja tidak tahu alamat kontak resmi yang bisa dihubungi, bagaimana dengan orang lain?? Dan jangan salah bahwa, 1 staff DPR memiliki 7 asisten (staf ahli), Unfortunately sepertinya tidak satupun dari ke-7 asisten beserta anggota DPR itu sendiri tahu alamat kontak resmi mereka ???

Kalau untuk hal yang sangat mendasar saja mereka tidak kompeten,

bagaimana mereka akan membela kepentingan rakyat yang akan mereka wakili

???

Bagaimana tidak, DPR RI, parlemen dari negara dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar di dunia, parlemen dari negara anggota G-20 (negara dengan salah satu kekuatan ekonomi & pangsa pasar terbesar di dunia) serta mempunyai anggaran ber-triliun2 rupiah utk gedung baru, lengkap dgn fasilitas & tunjangan lainnya .... masih memakai alamat email gratis utk kontak terhadap rakyat yg di wakilinya ... ???? Tidakkah mereka berpikir, bahwa parlemen kita akan menjadi bahan olok-olok parlemen Australia begitu melihat kartu nama dengan alamat imel dari Yahoo / Gmail ???

Ketika ditanya alamat kontak mereka, umumnya mereka kebingungan menjawabnya, yang menurut saya sangat-sangat aneh bukan?? Bagaimana mereka mau mendengar aspirasi rakyat yang mereka wakili jika alamat kontak untuk dihubungipun mereka kebingungan menjawabnya ??

Setelah acara diskusi selesai, beberapa dari kami yang tidak puas, langsung menyerbu dan bertanya langsung ke anggota komisi VIII, ada dari beberapa diantara mereka tidak membawa kartu nama!!! Bagaimana mereka ingin memperkenalkan diri di hadapan anggota parlemen Australia jika kartu nama saja mereka tidak bawa, dan kalaupun ada, mereka mencantumkan alamat imel gratis (yahoo/gmail) sebagai alamat kontak mereka !!! Pada saat saya mencoba bertanya ke Bapak Karding tentang kunjungan studi banding, saya tanyakan: “Pak bukankah menjadi paradoks bagi DPR bahwa kunjungan studi banding dalam rangka mengentaskan kemiskinan tapi di saat yang sama DPR menghambur-hamburkan uang rakyat yang akan dientaskan kemiskinannya ???”

Ironis sekali memang ternyata, dan syukur ...kalau bukan karena kesempatan ini, saya mungkin hanya bisa mendengar dari media massa tentang perilaku anggota DPR, tapi untuk saat ini saya bisa melihat, mendengar & mengalaminya sendiri di depan mata. Saat itu kami sempat bingung dan bertanya ke salah satu staff senior KJRI : “ Pak apa memang sudah separah inikah keadaan institusi di negara kita ? “ beliau menjawab ( dan mencoba berdiplomasi ) : “Maaf dik saya sendiri belum berkecimpung di dunia politik, mengenai komentar, saya pikir, adik bisa lihat sendiri apa yg terjadi tadi” ... ( kayaknya beliau juga shock )

Sebagai Penutup :

BTW: Beberapa kawan sebelum pulang kita sempat bercanda “kayaknya abis malem ini kita bakal susah tidur nih ... “ dan banyak yang geleng-geleng kepala sampai keluar pintu KJRI, sepertinya kita masih belum percaya dengan apa yg kita lihat.

Entah mau dibawa kemana negara ini, jika para pemegang amanahnya saja tidak kompeten di bidangnya.

Dan memang ternyata benar, sampai sekarang pukul 6:30 pagi pun saya belum bisa tidur ... :) bahkan hingga keesokan harinya, seorang kawan berkelakar di milis “Mungkin coba aja imel ini: k0M151d3L4P4n@yahoo.com kali aja mereka ber-Alay ria...hehehe...”

Laporan oleh: Teguh Iskanto
Diedit oleh: Didi Rul

Tuduh Usamah Kafir, Ansyad Mbai Dipermalukan Wartawan Media Islam

sumber voaislam

Tuduh Usamah Kafir, Ansyad Mbai Dipermalukan Wartawan Media Islam

Jakarta (voa-islam) - Sekedar Asbun alias asal bunyi, dengan entengnya, Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyad Mbai menyebut mujahid Usamah bin Ladin kafir, bukan Islam. Ia meyakini ungakapannya itu, setelah berdiskusi dengan beberapa syaikh di Saudi Arabia.

Statemen Ansyad yang "anti Islam" itu mengundang protes salah seorang wartawan media Islam dalam sebuah session tanya jawab. Tak bisa menjawab, Ketua BNPT itu pun dipermalukan dan terlihat naik pitam, begitu reaksioner.

Hal itu terungkap dalam sebuah Diskusi Publik Indosiana “Mengupas Radikalisme di Sekitar Kita: Langkah Bersama Mengembalikan Iklim Toleransi di Indonesia” yang diadakan oleh Universitas Paramadina bekerjasama dengan Tempo Institute, Rabu (4 Mei 2011) di Universitas Paramadina di Jakarta.

“Empat bulan yang lalu, saya diundang ke Riyadh dan berdiskusi dengan beberapa syekh yang menangani soal radikalisme. Kata mereka, Usamah tidak diakui di Saudi Arabia. Usamah itu bukan Islam. Usamah tidak punya hak berdakwah atas nama Islam di Saudi. Sekolahnya saja bukan dari syariat. Tapi di Indonesia, Usamah oleh kelompok radikal, menjadi idola, bahkan seperti nabinya," kata Ansyad.

Dalam session tanya jawab, wartawan media Islam bertanya pada Ansyad Mbai, kenapa bapak mengatakan Usamah bin Ladin itu kafir, bukan Islam. Anda menyebut syaikh Saudi mengatakan demikian. Syaikh siapa yang mengatakan Usamah itu kafir? “Paling banter, ulama Saudi itu hanya mengatakan Usamah itu kelompok khawarij, tapi bukan kafir. Bahkan Syaikh Utsaimin yang menjadi rujukan kelompok salafi pernah memuji Usamah bin Ladin." tanya sang wartawan.

Lalu apa jawaban Ansyad? Harus diakui, ada kelompok yang suka mentakfir (mengkafirkan orang lain). Ansyad nampak berpikir.Saat memberi penjelasan, Ansyad sempat membantah Usamah dianggap kafir. Padahal, saat bicara sebelumnya, ia mengatakan Usamah bukan Islam. Mendengar jawaban Ansyad yang tidak konsisten, wartawan media Islam lain yang berdiri di bagian belakang, berteriak, “Lha, tadi bapak bilang Usamah kafir, lalu bantah tidak bilang kafir. Kok gak konsisten gitu,” sela wartawan.

Lalu dijawab juga oleh Ansyad, “Seingat saya yang mengatakan Usamah bukan Islam adalah Syaikh Muhammad siapa gitu? Ia pengajar di Riyadh di bawah departemen dalam negeri yang menangani radikalisme. Yang jelas, ada tiga doctor yang mengatakan itu. “Saya punya dokumentasinya. Jangalah kita buat bingung masyarakat,” ujar Ansyad.

Pertanyaan berikut, masih wartawan media Islam yang sama, lalu apa yang salah dengan syariat Islam, begitu juga dengan pemikiran Negara Islam? Kenapa Anda mendramatisir informasi seputar Pepi yang diduga pelaku bom Serpong? Kenapa wartwan tidak bisa memverifikasi Pepi, sehingga wartawan tidak bisa dijejali informasi satu arah dari polisi. “Statemen Pak Ansyad banyak yang kontradiktif,” kata sang wartawan yang pernah meliput ke Gaza dan dijadikan sandera oleh Israel ini.

Kata Ansyad, sudahlah jangan dibolak balik. Ayo lah kita berdiskusi secara sehat. Ketua BNPT itu mengalihkan pembicaraan. “Kelompok radikalisme itu suka menebar kebencian dan permusuhan. Pemerintahan pun dianggap thogut, aparat dicap kafir, dilarang mengucapkan Assalamualaikum kepada polisi. Itu yg terjadi Poso. Ini kata Jafar Umar Thalib lho. Aneh, teroris kok dijadikan pahlawan. Lalu teroris itu dibilang jasadnya harum,” tandasnya. ¡ü Desastian

Negara Intel Indonesia (NII) KW 9

Negara Intel Indonesia (NII) KW 9

Oleh Irfan S Awwas, Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin



Apabila kita mendengar isu Negara Islam Indonesia (NII), maka yang terlintas dalam pandangan masyarakat adalah, kelompok yang ingin mengganti NKRI dengan Negara Islam, dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Seperti, mengeksploitasi wanita bercadar untuk merampok dan memeras uang, termasuk mengancam dibunuh bila keluar dari komunitas tersebut.



Akibatnya, serentetan persepsi negatif itu, tidak saja berdampak buruk bagi komunitas itu, tapi juga terhadap Islam itu sendiri. Bahkan akhir-akhir ini, tidak saja mengaitkan gerakan Islam Syari’at dengan NII, tapi juga menyematkan labelalisasi terorisme.



Kasus terbaru adalah terungkapnya kasus Laila Febriani alias Lian, 7 April 2011, pegawai honorer Departemen Perhubungan, yang terdampar dua hari di Masjid At Ta'awun dikawasan Puncak, Bogor. Ketika ditemukan, Lian dalam kondisi linglung dicurigai akibat indoktrinasi aliran sesat, bahkan ia sudah merubah gaya berpakaiannya dengan mengenakan Jilbab Lebar dan bercadar.



Dibalik kasus ini muncul kesan untuk memojokkan citra berbusana Muslimah dengan jilbab lebar dan bercadar. Tak hanya itu, Lian menyebut banyak pria berjenggot tebal diantara mereka yang mengindoktrinasinya.



Gerakan NII Palsu



Upaya mendiskreditkan misi NII yang diproklamirkan SM. Kartosuwiryo, 12 syawal 1368 H/ 7 Agustus 1949 M, telah dilakukan bukan saja oleh mereka yang memusuhinya. Tapi, yang lebih berbahaya justru munculnya gerakan sempalan NII, yang melakukan penyimpangan atas nama NII oleh orang yang malah mengaku sebagai penerus perjuangan NII. Salah satu upaya jahat itu dilakukan oleh Totok Abdussalam alias AS Panji Gumilang, pimpinan Ma’had Al-Zaytun, Inderamayu, Jawa Barat, di bawah payung gerakan NII KW 9.



Padahal, misi NII yang diperjuangkan SM. Kartosuwiryo dan NII KW 9 versi AS Panji Gumilang membawa misi kontradiktif, berbeda dalam tujuan, dan bertentangan secara aqidah. NII atau DII/TII Kartosuwiryo berjuang menegakkan Negara Islam Indonesia berdasarkan Quran dan Sunnah. Sebaliknya, NII KW 9 yang dipimpin AS Panji Gumilang dengan Ma’had Al-Zaytun sebagai sentral aktivitasnya, melakukan penipuan, dan pemerasan atas nama NII. Pemahaman keagamaan, dan prilaku pengikutnya yang sama sekali tidak bisa dikategorikan Islami, adalah fakta kongkrit. Mereka menafsirkan ayat-ayat Al-Quran menggunakan metode safsathah, tafsir semau gue berdasarkan kepentingan hawa nafsu.



Karakteristi NII KW 9 versi Panji Gumilang dapat dilihat dari pemahaman keagamaan, dan perilaku pengikutnya:



Pertama, ingkar Sunnah: Pengajian-pengajian diselenggarakan sangat eksklusif dan tertutup. Materi awal tentang kebenaran Al-Quran, berikutnya akan selalu menggunakan Al-Quran sebagai rujukan, jarang sekali menggunakan hadits. Alasannya, adanya perkataan Nabi SAW : “Inna khairul hadits kitaballah – sebaik-baik hadits adalah kitabullah.” Mereka menolak hadits dengan menggunakan dalil hadits. Dalam hal ini, NII KW 9 menggunakan kalimat yang benar untuk tujuan kebathilan, sebagaimana dikatakan Imam ‘Ali bin Abi Thalib, Kalimatu haqqin yuradu biha bathilun.”



Sedang Ustadz yang memberikan pengajian selalu menyembunyikan identitasnya, dengan alasan security (keamanan). Bukan itu saja, calon pengikut NII KW 9 diajak ke suatu tempat untuk dibai’at, selama dalam perjalanan matanya ditutup.



Mereka menafsirkan ayat-ayat Al-Quran semau gue, sesuai kepentingan hawa nafsunya. Penggunaan hujjah Al-Quran hanya sekedar alat legitimasi atas suatu pemahaman sesat. Misalnya, peristiwa Isra’ Mi’raj ketika Rasulullah Saw naik ke langit ke tujuh, mereka artikan sebagai tujuh tingkat struktur pemerintahan, yaitu RT, RW, Lurah, Camat, Bupati, Gubernur, dan Presiden. Ibadah shalat dianggap bukan kewajiban setiap Muslim, karena belum futuh Makkah, padahal Al-Quran sudah turun 30 juz dan Rasulullah Saw sudah wafat.



Kedua, menghalalkan yang diharamkan Allah : Siapa saja di luar kelompoknya dianggap kafir, karena itu halal darahnya dan dan hartanya boleh dirampas, dengan menganggapnya sebagai harta rampasan (fa’i). Jama’ahnya diperas, dijadikan objek pengumpulan dana dengan alasan infaq dan shadaqah, sementara penggunaan dana yang terkumpul tidak transparan. Para anggota jama’ah yang tidak berinfaq dianggap berhutang. Karena itu mereka membolehkan pengikutnya untuk mencuri, merampok, berdusta atas nama agama demi memenuhi tuntunan bai’atnya.



Istilah NII hanyalah kedok, untuk memudahkan rekrutmen para aktivis Muslim, sementara di sisi lain mereka menghalalkan darah dan harta sesama Muslim diluar kelompoknya, persis perilaku dan pemahaman kaum komunis PKI.



Kelompok NII (Negara Intelijen Indonesia) KW 9 ini disinyalir banyak pengamat dan aktivis Muslim, sebagai pembawa misi terselubung untuk menghancurkan Islam dari dalam. Melakukan penyimpangan aqidah dan syari’ah dengan memakai label Islam, mengikuti pandangan Napoleon Bonaparte yang menyatakan : “Jika mau membunuh kuda, gunakan kuda.”



Gerakan NII KW 9, juga mengusung misi intelijen. Tujuannya membangun citra negatif bagi gerakan yang bertujuan menegakkan Syari’ah Islam secara kaffah, menakut-nakuti umat Islam. Labelisasi Islam terhadap perilaku dan pemahaman yang bertentangan dengan ajaran Islam, adalah di antara metode dakwah yang ditempuh NII KW 9 pimpinan Totok Salam alias AS Panji Gumilang. Pusat gerakan aliran sesat KW 9 di Ma’had Al-Zaytun (bukan Az-Zaytun), Haurgeulis, Kabupaten Inderamayu, Jawa Barat.



Jadi, Darul Islam atau NII pimpinan SM. Kartosuwiryo yang diproklamasikan 12 syawal 1368 H / 7 Agustus 1949 M, hanya menjadi tameng gerakan KW 9 (Komandemen Wilayah 9), sama sekali tidak memiliki kaitan sejarah, baik secara harakiyah maupun ideologis dengan NII KW 9 pimpinan Totok Salam. Hal ini penting ditegaskan, agar masyarakat tidak keliru menilai, dan tidak rancu dalam memahami peran sentral Darul Islam dalam membangkitkan semangat jihad, untuk membasmi kebathilan.



NII bentukan intelijen ini sungguh jauh benar karakternya dengan NII yang semua dirintis Kartosoewirjo, Daud Beureuh. Upaya formalisasi syariat Islam di lembaga negara selalu dikaitkan dengan Negara Islam Indonesia (NII), karena dianggap memiliki benang merah dengan Darul Islam atau NII pimpinan SM. Kartosuwiryo.



Darul Islam, dipandang sebagai embrio atas suatu paham yang mengedepankan pentingnya melaksanakan Syari’at Islam secara sistemik, melalui jalur kekuasaan pemerintahan. Karena tanpa kekuasaan, Islam tidak akan bisa secara optimal melaksanakan misi Rahmatan Lil ‘Alamin.



Maka di zaman SM Kartosuwiryo, istilah NII bukan sekadar nama sebuah gerakan keagamaan, melainkan institusi Negara dengan konstitusi Islam yang memiliki kekuasaan berdaulat penuh. Memberi label NII pada aktivitas gerakan keagamaan, sangat riskan dari sudut pandang keamanan, juga dapat disalah gunakan sebagai alat penipuan secara ideologis.



Penolakan penggunaan nama NII terhadap aktivitas yang hanya sekadar gerakan, tanpa basis teritorial serta otoritas kekuasaan yang jelas, selain sebagai upaya mengamankan dan mengamalkan amanah perjuangan. Juga, meluruskan pemahaman yang keliru, memberi nama pada sesuatu yang bukan menjadi namanya. Menganggap gerakan sebagai Negara, koordinasi sebagai kekuasaan pemerintahan, sangat rentan terhadap penyusupan dan penyalahgunaan wewenang.



Negara Intelijen



Pada tanggal 27 Agustus 1999, masyarakat pergerakan Islam dikejutkan oleh sebuah pemberitaan berkenaan dengan diresmikannya sebuah pesantren oleh Presiden B.J. Habibie, di Indramayu (Jawa Barat). Pesantren termegah di Asia Tenggara itu bernama Ma’had Al-Zaytun, yang dipimpin oleh Syaikh Al-Ma’had AS Panji Gumilang.



Yang membuat kalangan pergerakan terkejut bukanlah semata-mata karena kemegahan pesantren yang berdiri di tengah-tengah kemiskinan rakyat sekitarnya, tetapi terutama karena sosok yang bernama AS Panji Gumilang, yang tak lain adalah Abu Toto, alias Toto Salam.



Pada tanggal 14 Mei 2003 Jenderal AM Hendropriyono (dalam kapasitasnya sebagai Kepala BIN), atas nama Presiden RI (waktu itu) Megawati, memenuhi undangan Panji Gumilang untuk menancapkan patok pertama bangunan gedung pembelajaran yang diberi nama Gedung Doktor Insinyur Haji Ahmad Soekarno. Kehadiran Jenderal Hendropriyono ketika itu diikuti hampir seluruh pejabat tinggi BIN.



Pada Pemilu Legislatif 5 April 2004, terdapat sekitar 11.563 pemilih yang tersebar di 39 TPS Khusus Al-Zaytun, hampir seluruhnya (92,84 persen) diberikan kepada Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) pimpinan Jenderal Purn. Hartono dan Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut—putri Soeharto). Selebihnya (618 suara) diberikan kepada Partai Golkar.



Tanggal 5 Juli 2004, masyarakat kembali dikejutkan oleh pemberitaan seputar Pemilihan Presiden, yaitu ketika Al-Zaytun berubah sementara menjadi ‘TPS Khusus’ yang menampung puluhan ribu suara (24.878 jiwa) untuk mendukung calon presiden Jenderal Wiranto. Ketika itu, puluhan armada TNIAD hilir-mudik mengangkut ribuan orang dari luar Indramayu yang akan memberikan suaranya di TPS tersebut. Dalam perkembangannya, hasil dari TPS Khusus ini dianulir.



Sebelum kasus penimbunan senjata oleh Brigjen Koesmayadi diungkap oleh KSAD Jenderal TNI Djoko Santoso (yakni pada 29 Juni 2006), beberapa tahun sebelumnya sejumlah aktivis Islam pernah melaporkan kepada aparat kepolisian tentang adanya timbunan senjata di Al-Zaytun, pada sebuah tempat yang dinamakan Bunker. Laporan itu baru ditindak-lanjuti aparat kepolisian beberapa bulan kemudian, setelah ratusan senjata itu dipindahkan ke tempat lain, dan bunker tempat penyimpanan senjata sudah berubah fungsi. Senjata-senjata itu milik seorang jenderal aktif yang sangat berpengaruh pada masanya.



Dari rentetan fakta di atas, tampaknya sulit untuk mencegah bila ada yang menyimpukan bahwa Toto Salam alias Abu Toto adalah sosok yang disusupkan ke dalam gerakan Islam, dengan proyek mercusuarnya berupa Ma’had Al-Zaytun.



foto ilustrasi: wiralodra

http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/negara-intel-indonesia-nii-kw-9.htm

PASUKAN BERGAJAH

PASUKAN BERGAJAH

KEMBALI kita kepada Raja Zu Nuwas, raja Yaman yang fanatik Yahudi, yang memerintah negeri yang makmur dan kayaraya, yang telah melenyapkan penduduk Najran di dalam lobang bunuhan, kerana penduduk itu menganut agama Nasrani yang diajarkan oleh Nabi Isa a.s.

Rupanya ada seorang lelaki penduduk Najran yang dapat meloloskan diri dari pembunuhan kejam itu. Orang ini dapat lari dan meminta pertolongan kepada raja Rum, atas nasib penduduk Najran yang beragama Nasrani yang telah mengalami nasib buruk itu.

Kerana letaknya Yaman terlalu jauh dari kerajaan Rum (Syam) maka raja Rum menganjurkan kepada orang itu untuk minta bantuan raja Habsyah (Ethiopia sekarang), kerana raja itu memang kuat dan beragama Nasrani pula. Raja Rum lalu menulis surat kepada raja Habasyah. Surat itu dibawa oleh orang itu sendiri menuju negeri Habsyah. Sesudah Najasyi (Nagus, raja Habsyah) membaca surat raja Rum itu, dia lalu mendoa kepada Allah, mudah-mudahan Allah s.w.t. memberkati arwah penduduk Najran yang penuh iman dan taqwa itu. Doa ini diucapkannya dengan airmata yang berlinang-linang, terharu sangat atas nasib penduduk Najran yang tabah dan sabar itu.

Raja Najasyi tidak dapat menahan sabarnya terhadap Raja Zu Nuwas Yahudi yang ganas itu. Dia ingin membalas dendam, demi untuk kepentingan agama dan ummat Nasrani seluruhnya. Tentera besar lalu disiapkannya, dikirim langsung menuju Yaman untuk membalas kekejaman dengan kekejaman pula. Pertempuran hebat lalu terjadi antara tentera Habsyah di bawah pimpinan Raja Najasyi, melawan tentera Yaman di bawah pimpinan Raja Zu Nuwas. Tentera Yarnan dapat dikalahkan, negara Yaman seluruhnya jatuh di bawah kekuasaan Habsyah.

Raja Habsyah (Najasyi) lalu mengangkat Abrahah menjadi gabenor di Yaman.

Penduduk Yaman yang fanatik Yahudi itu dikristenkan seluruhnya. Jauh di sebelah utara negeri Yaman, ada sebuah kota tua yang bersejarah, iaitu Kota Makkah, dimana terdapat sebuah Rumah Tuhan, Kabah namanya. Satu Rumah yang didirikan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail beberapa abad yang silam. Ke sanalah ummat manusia Arab dari berbagai-bagai negeri datang saban tahun berkumpul menunaikan haji untuk menyembah Tuhan mereka yang terdiri dari patung-patung batu yang mereka tancapkan di sekitar Kabah itu. Tidak sedikit pula tiap tahun penduduk Yaman sendiri datang ke sana berkumpul dan berhaji, menurut haji jahiliah itu. Dengan kedatangan ummat manusia yang banyak itu saban tahun, maka negeri Makkah itu menjadi ramai dan bangsa Quraisy yang menguasai Rumah Tuhan (Kabah) itu, makin terhormat dan mendapat penghidupan yang layak pula. Lalu timbul niat buruk di hati Abrahah, iaitu agar dengan menjalankan pengaruhnya yang besar dia akan membelokkan ummat manusia itu jangan lagi datang ke Makkah saban tahun, tetapi hendaknya datang ke Yaman saja untuk menunaikan haji itu. Untuk ganti Kabah di Makkah, lalu dia mendirikan gereja besar di kota San’a, ibukota negeri Yaman ketika itu dan kepada gereja besar itulah ummat manusia dianjurkannya menunaikan haji saban tahun. Dengan jalan begitu, orang-orang itu dapat ditariknya ke dalam agama Nasrani dan kedatangan manusia yang banyak itu akan menambah kemakmuran negerinya sendiri. Gereja besar itu dibuatnya sebaik-baiknya, dihiasi dengan berbagai-bagai ukiran yang menarik hati penuh dengan perkakas yang berharga.

Sungguhpun begitu, tidak seorang juga di antara manusia bangsa Arab yang mahu menunaikan haji ke gereja besar Sana itu, sekalipun sudah hebat dianjurkan dan diperintahkan oleh raja besar pula. Hati mereka terus tertambat ke Kabah yang ada di kota Makkah, sekalipun Kabah itu tidak begitu menarik mata tampaknya, malah tidak mempunyai perhiasan-perhiasan yang mewah-mewah. Entah kerana fanatik kejahiliahan, entah kerana lain hal, kerana makbul-nya doa Nabi Ibrahim dan Ismail ketika meletakkan batu pertama buat pembikinan Kabah itu: “Ya, Allah,” doa Ibrahim. “Jadikanlah hati manusia tertarik ke Kabah ini dan berilah penduduknya rezeki yang merupakan buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur kepada Engkau.”

Alangkah marahnya hati Abrahah dan bangsa Yaman sendiri setelah terbukti, bahawa tidak seorang juga bangsa Arab yang mahu merobah Kabah mereka ke Yaman. Kerana marahnya itu, Abrahah lalu bersumpah akan menuntuhkan Kabah yang ada di kota Makkah dengan kekuatan senjata yang ada padanya. Bila Kabah itu sudah diruntuhkan fikirnya, terpaksa semua bangsa Arab akan datang ke Yaman, ke gereja besar yang sudah disediakannya itu untuk menunaikan haji.

Abrahah lalu mempersiapkan tentera yang besar jumlahnya dengan berkenderaan gajah. Pasukan ini lalu berangkat menuju ke kota Makkah untuk meruntuhkan Kabah.

Setelah orang-orang Arab mendengar berita ini, berita raja Habsyah akan datang dengan tentera besar yang semuanya berkenderaan gajah untuk meruntuhkan Ka’bah, Rumah Suci yang mereka hormati dan akan merusakkan semua berhala-berhala mereka yang bergantungan di dalamnya; mereka bersiap untuk mempertahankannya dengan segala kekuatan yang ada padanya.

Tetapi sebentar saja, mereka semuanya terpaksa menyerah ditawan oleh pasukan Abrahah, memang kerana mereka kekurangan tenaga dan kekuatan persenjataannya.

Perlawanan mereka yang sudah patah ini, disusul pula oleh perlawanan lainnya dari bangsa Arab juga, tetapi mereka pun mengalami nasib yang sama, sama-sama ditawan dan tidak dapat berbuat apa-apa terhadap pasukan Abrahah yang kuat serta ramai itu.

Sebaliknya, Abrahah menjadi bertambah membusungkan dada dengan kemenangan-kemenangannya yang gilang-gemilang itu. Pasukannya terus maju menuju Makkah dan semakin dekat mereka ke kota Makkah, semakin jelas sifat takabur mereka.

Sebelum memasuki daerah kota Makkah, Abrahah memerintahkan pasukannya berhenti duhulu, kerana dia mahu mengirimkan surat seruan terhadap penduduk Makkah. Dalam surat itu penduduk Makkah diperintahkan tunduk dan mengalah saja dan membiarkan pasukannya masuk meruntuhkan Kabah itu, sambil Abrahah mencari penunjuk jalan untuk mendapatkan jalan yang aman menuju ke pusat kota Makkah.

Di dekat kota Taif, di desa yang bernama Mugammas, Abrahah dengan diiringkan pengawalnya, lalu keluar-masuk daerah Tihamah, dimana Abrahah merampas semua kekayaan bangsa Quraisy yang tinggal di desa itu. Dua ratus ekor unta kepunyaan Abdul Muttalib Bin Hasyim (nenek Muhammad s.a.w.) turut dirampasnya pula, sedangkan Abdul Muttalib ini adalah seorang yang paling terhormat dipandang bangsa Qunaisy, kerana dialah yang memegang kunci dan menjadi pengawas Rumah Suci Kabah itu. Kejadian yang tidak tahu adat ini, sangat menerbitkan kekegoncangan dan kemarahan yang memuncak di kalangan bangsa Quraisy. Mereka banyak yang ingin membunuh Raja Abrahah ketika itu juga. Tetapi apa daya, kekuatan yang ada padanya tidak memungkinkan untuk melancarkan perlawanan, mereka hanya tinggal mengurut dada menahan marah di hatinya. Seluruh bangsa Quraisy yang menjadi penduduk Makkah geram dan marah bukan kepalang. Tiba-tiba datanglah seorang utusan Abrahah membawa sepucuk surat, dimana dinyatakan bahawa Abrahah ingin bertemu dengan ketua (Samyid) kota Makkah sendiri.

Abdul Muttalib Bin Hasyim datang menemui utusan sebagai Kepala Makkah, pemimpin rakyat Quraisy dan onang yang bertanggungjawab terhadap Ka’bah. Utusan itu segera berkata kepadanya: “Raja Abrahah berpesan kepada tuan bahawa raja bukan datang untuk memerangi bangsa Quraisy, tetapi hanya untuk meruntuhkan rumah Kabah saja. Kalau tuan dan bangsa Quraisy tidak menghalangi maksudnya itu, maka tidak akan terjadi pertumpahan darah dan raja memesan supaya tuan datang menemuinya.” Abdul Muttalib menjawab: “Demi Allah, kami tidak akan memerangi kamu, sebab tidak ada kekuatan bagi kami untuk berperang.” “Kalau begitu mari kita menghadap raja,” kata utusan itu mengajak Abdul Muttalib.

Utusan itu dengan diiringkan Abdul Muttalib dan beberapa pemuka dan pembesar Quraisy berjalan bersama-sama menuju perkemahan tentera Abrahah untuk bertemu dengan Abrahah. Oleh utusan itu, Abdul Muttalib diperkenalkan kepada Abrahah:

“Inilah ketua bangsa Quraisy. Sifatnya pemurah dan kasihsayang terhadap sesama manusia, selalu mengorbankan hartanya untuk orang-orang yang terlantar, sifatnya tenang dan segenap bangsa Quraisy hormat dan tunduk kepadanya.”

Abdul Muttalib diperlakukan sebagai tetamu terhonmat. Raja Abrahah berkenan duduk bersama-sama Abdul Muttalib di atas sebuah tikar dan bercakap-cakap. Dalam percakapan itu Abdul Muttalib hanya minta, agar semua untanya yang telah dirampasnya dikembalikan kepadanya. Mendengar permintaan itu, Abrahah menjadi hairan dan berkata: “Kami datang untuk meruntuhkan Kabah, kenapa engkau hanya membicarakan tentang dua ratus ekor unta saja, sedangkan agama dan Kabah yang engkau puja itu engkau lupakan?”

Abdul Muttalib menjawab: “Saya ini hanya tuannya unta-unta itu, adapun Kabah itu ada tuannya sendiri yang akan memeliharanya.” “Kalau begitu engkau tidak akan menghalang saya?” tanya Abrahah pula. “Itu adalah urusan tuan dengan tuan Kabah itu sendini,” jawab Abdul Muttalib pula.

Untuk menyenangkan hati Abdul Muttalib, semua unta yang dirampas itupun dikembalikan semuanya. Mendengar itu, datanglah utusan dari suku bangsa Tihamah, meminta agar semua hartabenda Tihamah yang dirampas itupun dikembalikan pula kepada bangsa Tihamah, tetapi permintaan ini tidak didengar oleh Abrahah, ditolaknya mentah-mentah, sehingga bangsa Tihamah kembali dengan tangan hampa dan geram hati. Abdul Muttalib menasihatkan kepada Abrahah, agar tentera Abrahah menempuh jalan ke lereng gunung dalam memasuki kota Makkah, kerana jalan itulah yang paling aman dari gangguan manusia.Hari sudah mulai malam yang gelap-gulita. Di malam itulah tentera Abrahah akan memasuki kota Makkah untuk menghancurkan Kabah. Keadaan penduduk kota Makkah mulai panik, Abdul Muttalib kembali ke kota; dilihatnya semua penduduk kecil-besar, laki-laki perempuan sudah sibuk mengungsi, dengan membawa semua barang-barang dan binatang ternak, menghindarkan diri dari bahaya yang mungkin timbul. Terdengarlah tangis anak-anak bayi yang sedang digendung ibunya, bunyi dan jeritan kambing dan unta yang dikerahkan mengungsi bersama-sama, sedu-sedan perempuan-perempuan dan orang-orang yang sudah tua-tua.

Abdul Muttalib dengan diiringkan para cerdik-cendekianya, menuju ke Kabah untuk mengucapkan doanya. Setelah mereka masing-masing mencium Kabah serta mendoa agar Allah memelihara Kabah dari bencana tentera bergajah Raja Abrahah. Mereka meninggalkan Kabah dengan airmata yang berlinang-linang, menuju ke puncak sebuah bukit, untuk menyaksikan kejadian selanjutnya. Setelah kota Makkah sunyi sepi dari penduduk yang sudah sama mengungsi itu, maka tentera Abrahah mulai bergerak untuk memasuki kota Makkah yang terbuka itu dengan semangat yang menang perang, riuh gembira, sombong dan congkak tidak terhingga. Masing-masing dengan kenderaan gajah yang besar-besar, berbaris pasukan demi pasukan. Tiba-tiba Allah mengutus burung-burung Ababil, yang datang pasukan demi pasukan pula. Masing-masing burung itu membawa batu kecil yang bernama Sijjil dengan paruhnya. Batu-batu kecil itu oleh burung-burung itu dijatuhkan tepat mengenai kepada masing-masing pasukan bergajah. Hasilnya bukan hanya luka parah, tetapi pasukan Abrahah dan gajah-gajahnya menjadi hancur dan lumat selumat-lumatnya, laksana rumput yang dikunyah sapi. Bertebaran daging dan tulang mereka di atas tanah, tidak seorang pun yang terluput dari bahaya maut. Melihat kejadian yang luarbiasa itu, Abrahah mulai takut, lalu kembali melarikan diri, pulang menuju Sana dimana dia lalu mati kerana luka yang dideritanya dalam perang ajaib itu.

Kota Makkah terpelihara dari bahaya bencana, begitu pula Kabah yang mulia itu; bahkan sampai sekarang pun belum pernah Kabah itu dapat dirusakkan oleh tentera negeri manapun.

Kejadian hebat dan ajaib itu, menjadi tahun sejarah yang pertama bagi seluruh bangsa Arab dan di tahun itu pulalah tydak lama kemudian di kota Makkah itu lahir seorang Manusia suci, Nabi Muhammad s.a.w. Kejadian itu adalah tanda dan hikmat kelahiran Nabi mulia ini pula. Dengan lahirnya Nabi Muhammad itu nanti, Kabah tetap menjadi Rumah Suci dengan erti yang sebenarnya sampai sekarang dan sampai hari kiamat nanti. Ke sanalah ummat manusia Islam dari berbagai negeri jauh dan dekat, berbagai bangsa dan warna kulit berkumpul saban tahun, untuk menunaikan ibadat haji mereka sebagai yang diperintahkan Allah. Dari tahun ke tahun, dari abad ke abad, makin banyak juga orang yang datang ke sana, bukan makin sedikit, bahkan lebih banyak dari pengunjung-pengunjung kota-kota Washington, London, kota Paris, Moscow dan lain-lain. Lain dan beda sekali maksud kunjungan orang-orang ke kota-kota Washington, London, Paris dan Moscow dari maksud kunjungan orang ke kota Makkah saban tahun, sebagai perbedaan malam dengan siang.

Cukupkah Emas sebagai Alat Tukar

Depok, 26 April 2011

Cukupkah Emas sebagai Alat Tukar


Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara
Semua sumber daya alam, termasuk emas adalah terbatas, maka emas akan selalu cukup sebagai alat tukar. Sebagai alat tukar emas tidak sendirian.


Setiap kali masih saja ada sejumlah orang yang mengatakan bahwa emas tidak akan mencukupi dipakai sebagai alat tukar. Ini karena ketidakmengertian orang-orang tersebut tentang beberapa hal. Penjelasan berikut semoga membuat orang yang tidak mengerti ini menjadi mengerti, dan tidak meragukan lagi bahwa ketentuan Allah dan RasulNya, salallahu'alaihi wassalam, sudah pasti yang terbaik.

Sudah banyak artikel yang disampaikan yang ada di www.wakalanusantara.com ini, tapi memang tidak secara khusus membahas soal jumlah emas dalam kaitan dengan 'ekonomi dunia'. Sebab isu ini sebenarnya tidak relevan dalam muamalat. Dalam muamalat, pertukaran hanya akan terjadi antar sumber daya alam saja. Jadi, mana bisa sumber daya alam ditukar dengan sumber daya alam yang lain, tidak mencukupi?



Khusus mengenai isu 'jumlah emas tidak akan cukup', ini muncul karena ketidakpahaman bahwa alat dalam Islam bukan cuma emas saja. Selain emas, ada perak, dan semua benda yang lazim dipakai sebagai alat tuakr, bisa dipakai sebagai uang asal bisa distandarisasi. Rasul, salallahu'alaihi wassalam, menyebutkan, sebagai contoh saja enam komoditi: emas, perak, gandung, syair, kurma dan garam. Kalau di Jawa gabah biasa jadi alat bayar, dan cukup lazim juga digunakan sebagai alat tukar-misalnya menukar jasa pemanenan, yang di jawa disebut bawon.



Selain itu, 'uang' saat ini tidak mencukupi karena sekitar 98% -nya untuk membayari sesuatu yang tidak ada, yakni 'bubble' saja. Dalam Islam, gelembung ekonomi ini, kita sebut sebagai riba. Ekonomi riil saat ini cuma sekitar 2% dari total 'ekonomi' yang ada saat ini. Maka, berapapun sumber daya alam yang ada saat ini tidak akan cukup untuk membiayai 'ekonomi'. Karena 'ekonominya' melawan fitrah, mengingkari bahwa sumber daya alam itu terbatas, yakni nilai dari sesuatu yang intrinsik pada sumber daya alam itu dipalasukan menjadi fantasi, pada nilai nominal di atas uang fiat. Uang kertas sepenuhnya adalah Riba.


Maka, dengan sistem uang kertas, kalau di dunia ini ada 5 buah bumi pun, apalagi cuma satu, kalau saja bisa dan ada yang menjualnya, pasti akan bisa dibeli dengan uang kertas. Karena nilainya bahkan bisa dibubuhkan hanya dengan coretan pada selembar cek, atau dengan mengetik beberapa bit komputer saja. Tetapi dengan dinar emas atau dirham perak, tranmsaksi itu tidak bisa dilakukan, dan tentu saja emas dan perak tidak akan cukup jumlahnya untuk membeli separuh bumi saja. 

Bukankah menjadi cukup mudah dipahami bumi dan isinya saat ini semakin rusak karena kita menggunakan uang kertas? Dengan dinar emas atau dirham perak, dan sumber daya lain sebagai alat tukar, transaksi akan terjadi sebatas fitrah, sebatas anugerah Allah, subhanahu wa ta'ala, kepada manusia. Uang kertas adalah ekspresi nafsu manusia yang tak terbatas itu. Hingga Goethe, Pujangga Besar Jerman, dalam drama terkenalnya, Dr Faust, menyebutkan uang kertas sebagai ciptaan setan.

Terakhir, jangan lupa bahwa selain dinar emas dan dirham perak, kita juga akan menerapkan fulus, yakni koin tembaga, untuk keperluan jual beli benda-benda atau barang yang kecil nilainya. Yakni di bawh nilai koin dirham perak terkecil. Kalau di Indonesia fulus tidak akan digunakan untuk belanja barang dengan harga mulai dari 0.5 Dirham. Jumlah tembaga ini, yang jauh lebih banyak dari emas dan perak, akan mengkover sebagian traksaksi kecil-kecil dan harian.

Bisa ditambahkan bukti empiris pertumbuhan produksi emas di dunia ini, rata-rata, adalah sekitar 3% pertahun. Pertumbuhan jumlah manusia di dunia ini, rta-rata, juga sekitar 2-3%. Nilai perdagangan riil di seluruh muka bumi ini juga tercatat sekitar 2-3%. Boleh jadi inilah gambaran fitrah yang ada dalam kehidupan ini.

Ketidakpahaman sejumlah orang dalam memahamai hakekat alat tukar berbasis komoditi ini adalah akibat keracunan doktrin-doktrin menyesatkan yang diajarkan di sekolah-sekolah, yang kita sebut sebagai 'ilmu ekonomi'. Ini bukan ilmu, tapi formula untuk posisi ideologi tertentu, yakni ideologi riba.


http://www.wakalanusantara.com/detilurl/Cukupkah.Emas.sebagai.Alat.Tukar/781/id

Negara Islam: Lokal Atau Global?...

Negara Islam: Lokal Atau Global?

Oleh: Hafidz Abdurrahman

Fenomena mencuatnya kembali isu NII (Negara Islam Indonesia) dengan segala kontroversinya, ikut mencuatkan kembali opini tentang bentuk Negara Islam. Menyimak namanya, NII atau Negara Islam Indonesia, maka opini yang terbangun darinya adalah sebuat negara Islam lokal. Selain berbagai penyesatan yang menyertainya, dipeliharanya isu NII ini juga bisa menjadi stigma tersendiri bagi umat Islam yang memperjuangkan tegaknya negara Rasulullah SAW itu. Tulisan ini sendiri bukan untuk mengurai semua isu yang berkembang seputar NII, tetapi hanya mengurai gagasan negara Islam yang sebenarnya justru bertentangan dengan ajaran Islam.

Ini wajar saja, karena Kartosuwiryo yang dinobatkan sebagai imam saat itu, bukanlah seorang pemikir dan mujtahid. Bahkan, sebagaimana yang tampak pada Qanun Asasi yang dideklarasikan oleh NII Kartosuwiryo, jelas dinyatakan bahwa negara Islam Indonesia berbentuk Republik (Jumhuriyyah) (Bab I, pasal 1, ayat 2). Selain itu, syariat Islam juga hanya diberlakukan kepada kaum Muslim (Bab I, pasal 1, ayat 3). Di dalam qanun yang sama juga dinyatakan, bahwa pemerintahan dijalankan oleh Imam dan Dewan Imamah (Bab I, pasal 3, ayat 2 dan Bab IV, pasal 10 juga pasal 11, ayat 2). Semakin lengkap kesalahannya, ketika qanun yang sama menegaskan, bahwa Imam adalah orang Indonesia asli (Bab IV, pasal 12, ayat 1). Ini mempertegas konsep nation state NII.

Dari hasil analisa terhadap Qanun Asasi NII Kartosuwiryo ini tampak bahwa negara Islam yang dideklarasikan itu tidak jelas bentuknya. Mengacu kepada bentuk negara, berdasarkan teori tata negara, bentuk negara ada tiga, yaitu kesatuan, federasi atau persemakmuran. Namun, tidak jelas, negara yang dimaksud berbentuk apa? Sedangkan Islam telah menetapkan, bahwa bentuk Negara Islam (Khilafah) adalah negara kesatuan, bukan federasi atau persemakmuran. Meskipun wilayahnya terdiri dari berbagai wilayah yang membentang hingga 2/3 belahan dunia. Karena Khilafah merupakan satu-satunya negara kaum Muslim, dengan seorang kepala negara, meski didiami oleh suku dan bangsa yang berbeda-beda.

Penegasan ini dinyatakan oleh Nabi, “Jika ada dua khalifah telah dibai’at, maka bunuhlah yang terakhir di antara keduanya.” (HR. Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri). Sabda Nabi ini dijadikan dasar oleh para ulama untuk menetapkan bentuk negara, bahwa negara Khilafah bukanlah federasi atau persemakmuran, tetapi negara kesatuan. Dalam komentarnya, Imam an-Nawawi menegaskan, “Hadits ini berisi larangan pendiriannya (imamah/khilafah) untuk dua orang.” (Lihat, an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Juz XII/191). Hadits yang sama juga dijadikan dasar oleh al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dan al-‘Allamah Syaikh Abd al-Qadim Zallum, bahwa negara Khilafah adalah negara kesatuan (Lihat, an-Nabhani, Muqaddimatu ad-Dustur, hal. 89).

Konsep negara kesatuan ini meniscayakan hanya ada satu negara bagi kaum Muslim di seluruh dunia. Karena itu, Negara Khilafah ini didefinisikan oleh al-‘Allamah Syaikh an-Nabhani dan ‘Abd al-Qadim Zallum dengan, “Kepemimpinan umum bagi kaum Muslim di seluruh dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.” (Lihat, an-Nabhani dan Zallum, Nidzam al-Hukm fi al-Islam, hal. 35). Satu negara dengan satu kepala negara, yaitu Khalifah serta satu UUD dan perundang-undangan, yaitu hukum syariah yang berlaku di seluruh wilayahnya. Tidak ada peraturan daerah (perda), yang berbeda satu dengan yang lain, dan hanya berlaku untuk penduduk di daerah tertentu, bukan untuk yang lain, sebagaimana dalam sistem federasi.

Karena negara kesatuan ini terdiri dari berbagai suku dan bangsa, dengan wilayah yang terbentang di seluruh dunia, maka Negara Khilafah ini juga bukan nation state, sebagaimana yang dinyatakan oleh NII dalam Qanun Asasi-nya. Sebagai negara kesatuan, kepala negaranya adalah Muslim yang menjadi warga negara Khilafah, bisa berbangsa Indonesia, Malaysia, Turki, Pakistan, Palestina, Suriah, Mesir, Spanyol atau yang lain. Ketika Nabi ditanya, apakah kekuasaan sepeninggal baginda akan diserahkan kepada Bani Amir bin Sha’sha’ah, dengan tegas Nabi menyatakan, “Sesungguhnya urusan milik Allah. Allah akan berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki.” (Lihat, Ibn Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyyah, Juz II/38). Sabda Nabi ini menjadi dasar, bahwa syarat kepala negara dari suku atau bangsa tertentu, jelas telah ditolak oleh Nabi SAW. Kecuali Quraisy, karena ada nas yang menyatakan demikian. Meski, ini juga tidak bersifat mutlak, tetapi hanya merupakan syarat afdhaliyyah (keutamaan).

Berdasarkan paparan di atas bisa disimpulkan, bahwa Negara Khilafah ini merupakan negara global, bukan negara lokal. Meskipun merupakan negara global, Khilafah juga tidak berbentuk persemakmuran, seperti Inggris atau Prancis; juga tidak berbentuk federasi, seperti Malaysia atau Amerika Serikat; juga tidak berbentuk liga bangsa-bangsa, seperti PBB, sebagaimana yang pernah dinyatakan oleh Muhammad al-Ghazali dan Ikhwan al-Muslimin. Tetapi, negara Khilafah merupakan bentuk negara dan sistem pemerintahan yang khas dan unik. Berbeda dengan bentuk dan sistem pemerintahan manapun di muka bumi ini.

Negara Khilafah juga tidak berbentuk kerajaan (monarchi), yang dipimpin oleh seorang raja, baik sebagai kepala negara maupun kepala pemerintahan, sebagaimana dalam sistem monarchi absolut, seperti Kerajaan Arab Saudi; atau hanya sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan, sebagaimana dalam sistem monarchi parlementer, seperti Kerajaan Malaysia. Khilafah juga tidak berbentuk republik, yang dipimpin oleh presiden, baik dalam sistem presidensial, seperti RI pada zaman Soeharto, maupun dalam sistem parlementer, seperti RI pada zaman Soekarno, dengan PM Natsir, dan lain-lain.

Khilafah juga bukan sistem demokrasi, yang menganut konsep trias politika, dengan kedaulatan di tangan rakyat. Sebab, kedaulatan dalam sistem pemerintahan Islam berada di tangan syariah. Khilafah juga bukan sistem teokrasi, yang memosisikan kepala negaranya sebagai wakil tuhan, dan tidak bisa melakukan kesalahan. Karena kepala negara Khilafah adalah manusia biasa, dan bisa bersalah sebagaimana manusia yang lainnya.

Selain tidak mengenal trias politik (split of power), pembagian kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif, Islam juga tidak mengenal model kepemimpinan kolegial (kolektif) sebagaimana dalam sistem demokrasi, atau konsep Dewan Imamah dalam konsep NII. Karena kepempimpinan dalam Islam bersifat tunggal (al-qiyadah fardiyyah) pada diri Khalifah. Khalifah dibantu oleh para Mu’awin (pembantu), baik di bidang pemerintahan, seperti Mu’awin Tafwidh, maupun di bidang administrasi, seperti Mu’awin Tanfidz.

Namun, posisi Mu’awin berbeda dengan menteri kabinet, atau dalam bahasa Malaysia, Jamaah Menteri. Karena dengan tegas Nabi menyatakan, “Jika ada tiga orang bepergian, maka hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpin.” (HR. Ibn Huzaimah). Lafadz, “salah seorang di antara mereka (ahadahum)” mempunyai mafhum mukhalafah (konotasi terbalik), yaitu larangan mengangkat lebih dari seorang menjadi pemimpin. Hadits ini juga menjadi dasar, bahwa kepemimpinan dalam Islam bersifat tunggal, bukan kolektif atau kolegial.

Meski demikian, harus diberi catatan, bahwa tidak berarti dengan konsep kepemimpinan tunggal, Khilafah akan menjadi negara yang korup, sebagaimana dalam teori politik Kapitalis yang oportunis. Karena, di sana ada fungsi check and balance yang selalu dijalankan oleh Majelis Umat, partai politik dan umat. Bahkan, ada fungsi pemakzulan yang bisa dilakukan oleh Mahkamah Mazalim. Dengan begitu, potensi terjadinya kekuasaan yang korup itu telah tertutup rapat dalam sistem Khilafah. Ini telah dibuktikan dalam sejarah keemasan Islam. Bukan sekedar teori, mimpi apalagi fantasi.


http://hizbut-tahrir.or.id/2011/05/08/negara-islam-lokal-atau-global/