Sunday, April 10, 2011

ടെന്സുസ് ൮൮ ഹിന ഇസ്ലാം !

Densus 88 Hina Islam! Latihan Anti Teror, Teriakkan Takbir

Surabaya (voa-islam.com) - Islam benar-benar babak belur dipermainkan Densus 88 Jatim, dalam simulasi penanganan bom di kereta komuter Stasiun Wonokromo, Kamis (24/3), menggunakan simbol ISLAM!!! Dalam latihan antiteroris, Densus 88 benar-benar tak beradab dan tidak menghargai perasaan umat Islam sebagai pemilik suara mayoritas di negeri terbesar ke empat didunia, dan negeri muslim terbesar di dunia.

Kecaman datang akibat ulah Densus 88 Polda Jatim yang menggelar simulasi penanganan bom di kereta komuter dari Stasiun Wonokromo ke Stasiun Gubeng hari Kamis (24/3) kemarin.

Apa pasal? apalagi kalau bukan pengunaan label pada kotak bom bertuliskan "Jihad Fisabilillah Demi Kebenaran" dan juga menggunakan teriakan takbir dari orang yang digambarkan sebagai teroris yang digunakan Densus 88 Anti Teror dalam simulasi penanganan teroris ini dituding telah melecehkan umat Islam.

kotak bom bertuliskan "Jihad Fisabilillah Demi Kebenaran" dan beradegan takbir dari orang yang digambarkan sebagai teroris yang digunakan Densus 88 Anti Teror adalah penghinaan yang sangat jelas

"Secara tidak langsung, polisi Jawa Timur telah sengaja dan terus terang menganggap bahwa seluruh umat Islam adalah teroris," kecam Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) Pusat, Mustofa B Nahrawardaya.

Tudingan itu disampaikan Tim Pembela Muslim (TPM) dan Forum Pembela Islam (FPI).

"Presiden sudah saatnya menegur keras terhadap Polda Jatim maupun lembaga yang terlibat dalam simulasi itu. Jika tidak, Presiden bisa dianggap terlibat langsung atau pun tidak langsung terhadap penggunaan simbol Islam yang dipakai dalam simulasi," jelasnya.

Mustofa pun mengingatkan agar polisi tidak usah menunggu reaksi besar umat Islam, mengingat penyalahgunaan simbol tersebut jelas menyalahi etika kerukunan beragama di Indonesia. Aparat yang digaji oleh masyarakat yang memang mayoritas Islam.

Islam, takbir dan Jihad, tidak selayaknya berbuat semena-mena, dan tidak mengindahkan tata krama kehidupan bermasyarakat.

Jika tidak ada permintaan maaf, sama saja polisi mengajak umat Islam untuk berperang dengan warga sendiri. Ini tidak akan mendukung upaya pemerintah yang konon akan memerangi terorisme, karena dengan model seperti polisi jawa Timur itu, justru akan memunculkan teroris model baru.

Kenapa tidak teriakkan Haleluya saja? Densus 88 Takut Gories Mere, ya?

Mengapa Islam jadi korban lagi? Selayaknya Umat Islam patut menuntut permintaan maaf dari Densus 88 segera! (detik/voa-islam.com)

http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/03/25/13936/densus-88-hina-islam-latihan-anti-teror-teriakkan-takbir/

3/25/2011 10:32 PM

Uang di Rekening Itu, Bukan Uang Kami

Uang di Rekening Itu, Bukan Uang Kami
Selasa, 29/03/2011 09:09 WIB | email | print

Allah SWT memberikan rezeki dari jalan yang tidak di sangka - sangka.
" Bun, ini di BRI ada uang yang jumlahnya hampir sama dengan gaji di kantor yang lama!" ujar suamiku di ujung telpon selular dari atm dekat kantornya.
" Ah masa sih, Yah.... " jawabku tak percaya
" Iya benar... masa aku salah sih ... nih, aku ambil ya uangnya ... nah kan keluar," tindakan yang sangat menggelikan.

" Yang bener ah... Alhamdulilah kalau begitu, nanti kita pikirkan di rumah, itu duit dari mana dan akan kita belanjakan apa...! " sahutku gembira.

Kira - kira seperti itulah dialog kami di sebuah pagi yang amat cerah dan indah. Sebulan yang lalu suamiku baru saja pindah kantor dari kantor A ke kantor B. Jika dihitung dengan cermat harusnya ia tidak lagi menerima uang gaji dari kantor A. Itulah sebabnya saya masih menganggap suami berilusi sampai ia benar-benar membawa uang itu ke rumah.
Ada beberapa kemungkinan, bonus akhir tahun, kelalaian bagian finance kantor A, sampai uang Gayus yang nyasar. Semua pilihan itu mempunyai konsekuensi. Kami pun mengambil kesimpulan sendiri yang kami anggap teraman, mungkin ini bonus akhir tahun yang jumlahnya mirip dengan gaji. Aman kan !

Tanpa berpikir lama, tanpa perlu mengecek sana sini, serentetan daftar belanja untuk menghabiskan uang kaget itu pun sudah saya siapkan. Membeli sejumlah pakaian, makan di restoran cepat saji favorit kami, menghadiahkan orang-orang terdekat, dan tak lupa melunasi kewajiban yang tak kunjung lunas selama ini. Uang itu pun habis tak bersisa.

Satu bulan berlalu, di tanggal yang sama, uang kaget itu kembali menunjukan eksistensinya.

"Bun, ini ada uang lagi di BRI jumlahnya gak jauh beda!" kata suamiku, "ya, kalau pun berbeda itupun paling hanya seribu dua ribu."
"Ayah yakin, ini pasti uang gaji, " sambungnya.
"Waduh gawat kalau uang gaji. Kita harus ganti yang kita pakai bulan kemarin dong," jawabku dengan nada tak rela.

Dalam hatiku terlintas, A perusahaan yang besar. Perusahaan A pasti tak merasa kehilangan kan. Toh ini kelalaian mereka. perusahaan A juga tak akan tutup hanya karena uang itu mengalir ke rekening kami kan. Paling hanya sampai bulan Februari saat masa kontrak suamiku habis di perusahaan A, dan tak ada yang tahu selain kami dan keluarga.
Sayangnya ini bukan persoalan tutup atau tidak tutup, tahu atau tidak tahu. Tapi uang itu bukan uang kami. Uang itu bukan rezeki kami. Gaji dibayarkan ketika seseorang bekerja untuk sebuah perusahaan , sementara suamiku sudah pindah kerja dari perusahaan A sejak dua bulan lalu. Jadi jelas itu bukan hak kami . Sama halnya kami menemukan uang di jalan dan kami tahu siapa pemiliknya. Kami harus mengembalikan uangnya.
Lantas, bagaimana dengan uang sebelumnya yang sudah tinggal nama. Sungguh tak rela kalau aku harus memangkas anggaran belanja hanya untuk menggantikan uang yang sudah kami pakai. Astagfirullah. Kami mohon ampun kepada-Mu ya Rabb.

Allah Swt berfirman, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah Swt, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya,” (QS ath-Thalaq: 2-3).

Sungguh , Kami lupa Kau Maha Melihat. Kau Mahakaya. Adalah mudah bagi Allah Swt menurunkan rezeki yang ia kehendaki buat kami dengan jalan yang halal. Kalau yang ini, ini bukan rezeki kami. Ini ujian bagi kami. Ujian yang menggiurkan. Allah Swt Mahakaya. Seluruh jagad raya ini milik Allah Swt. Termasuk rumahku, perusahaan A, uang kaget itu, bahkan UFO yang mampir di Sleman jika benar ada.

“Dan jikalau Allah Swt melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah Swt menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27).

"Mau tak mau, besok Ayah ke kantor A untuk mengembalikan uangnya," sahut suamiku.
"Ya sudahlah kalau kantor A meminta uang itu dikembalikan kita cicil saja," kataku.
Keesokan harinya suamiku datang menemui HRD kantor A. Setelah berdiskusi, hasilnya pihak HRD menganggap itu kelalaian mereka dan berterimakasih kepada suamiku karena telah mengembalikan uangnya.

Sesungguhnya HRD tersebut menyelamatkan kami, untuk memakan harta yang yang bukan hak kami, tak terbayangkan jika harta itu mengalir dalam darah anak kami, ataupun menjelma menjadi pakaian kami. HRD juga akan mengusahakan agar kami tak perlu mengganti uang kaget pertama. Semoga saja hasilnya nanti tak memberatkan kami.
Semoga Allah menggantinya dengan yang lebih banyak dan lebih berkah baik buat kami juga pembaca. Amin.

Penulis: Yuhyi Lestari.

http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/uang-di-rekening-itu-bukan-uang-kami.htm

Rekonseptualisasi Poligami Kontemporer

Rekonseptualisasi Poligami Kontemporer
Monday, 07/02/2011 09:50 WIB | email | print

OLEH : CUT ASMAUL HUSNA TR,S.H.,M.Kn
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinlah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi:dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinlah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (An-Nisa : 3)

Issue poligami merupakan topik yang cukup menarik dibicarakan pada saat ini. Selain karena poligami itu terkait secara langsung dengan keadilan dan ketidakadilan Suami dalam menjalankan rumah tangga berganda, juga karena adanya anggapan bahwa hingga saat ini kontroversial pro dan kontra poligami masih diperdebatkan banyak kalangan.
Mencuatnya issue poligami akhir-akhir ini baik di media massa maupun elektronik, tidak terlepas dari perkawinan kedua para pemimpin ummat. Poligami merupakan perkawinan yang dinilai kontroversial bagi sebagian komunitas masyarakat Indonesia sekarang ini, mulai dari kalangan masyarakat kelas elite, pengusaha, cendikiawan, bahkan pejabat publik.

Sebagai konsekwensi dari produk kontroversial tersebut, Pemerintah berinisiatif untuk segera merivisi Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, junkto Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1990 mengenai perubahan PP Nomor 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS. Paradigma yang akan di bangun adalah tidak hanya efektifitas pemberlakuannya bagi PNS saja, akan tetapi juga berlaku bagi Pegawai Swasta. Fenomena pro dan kontra masih aktual (hot issue) diperbincangkan berbagai kalangan sampai detik ini.

Mengutip Surat An-Nisa ayat :3 di atas, jelas bagi kita umat Islam, Allah Azza Wa Jalla telah memberikan hak kepada seorang lelaki untuk berpoligami sampai 4 orang isteri. Menanggapi ayat ini, para mufassir (ahli tafsir) menjelaskan, tujuan dari berpoligami adalah takut terjerat ke dalam perbuatan zina.

Penafsiran kontemporer terhadap praktik poligami sekarang “dilarang”, tidak lebih akibat pola hidup permisif, konsumtif, dan bertabiat liberalis-kapitalistik. Umat Islam pun kehilangan orientasi, pijakan, dan harga diri. Nilai-nilai akhlak Islam yang dianut dan dimuliakan, kini ditinggalkan bahkan dicibir. Anehnya, perbuatan zina yang sering dilakoni pejabat publik mendapat legitimasi.

Membicarakan rekonseptualisasi poligami kontemporer sekarang ini, bukan maksud penulis untuk melegitimasi kekeliruan yang sering dilakukan setiap suami ketika mereka berpoligami. Berbabagai macam ragam kekeliruan seorang suami ketika berpoligami, tidak lantas kita kaum muslimah untuk menentang hukum Allah.

”Barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya dan Kami masukkan ia ke dalam neraka Jahannam.(Memang), Jahanam itu tempat kembali yang buruk” (An-Nisa : 115).

Para ulama sepakat bahwa orang yang mengingkari atau membenci ayat Al-Quran adalah murtad, demikian pula, orang yang mengingkari hadist-hadist mutawatir. Orang-orang yang mengingkari poligami (padahal dasar hukumnya disebutkan dalam Al-Quran dan Hadist), maka tidak diragukan lagi kekafiran dan kemurtadan bagi mereka.

Zaman kontemporer ini merupakan zaman syubuhat (tuduhan dan keraguan) yang dicanangkan oleh musuh-musuh Islam. “…… Sedangkan orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran”) (An-Nisa : 27).

Regulasi Perilaku Poligami

Fenomena yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat kita, adalah setelah suami berpoligami, istri pertama dan anak-anaknya sering dan nyaris terabaikan, apalagi bagi suami yang tidak mapan penghasilannya dan minimnya pengetahuan serta pengamalan terhadap nilai-nilai agamanya (baca Islam), baik secara materi maupun maknawi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5ayat (1) memberi jalan alternatif bagi suami yang berpoligami dengan syarat alternatif berupa : Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, Isteri tidak dapat melahirkan keturunan serta dengan syarat komulatif berupa : Adanya persetujuan dari Isteri/ Isteri-isteri, adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka dan adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.

Dari ketentuan di atas, maka timbul permasalahan bagaimana barometer dan indikator jaminan bahwa suami mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka, baik jaminan dalam bentuk materil maupun inmateriil ? secara teknis seharusnya Pemerintah membuat petunjuk pelaksana (juklak) atau petunjuk teknis (juknis), guna untuk mengantisipasi kesimpangsiuran penafsiran dan efektifitas undang-undang tersebut.
Persoalan lainnya,bagaimana bila syarat-syarat tersebut tidak dapat terpenuhi sedangkan suami ingin berpoligami? Disebutkan dalam beberapa penelitian, sebanyak 70% pria Amerika Serikat pernah berselingkuh dari isteri mereka. Terdapat lebih 35 juta pria yang sudah beristeri menjalin hubungan asmara di luar perkawinan. Dengan kata lain, 70% isteri mereka menderita, karena suaminya berkhianat. Fenomena itu mendorong para wanita membentuk Forum WATE, yang singkatan dari bahasa Inggris yang terjemahannya “Wanita dan Suaminya yang Berselingkuh” (Lihat Min Ajli Tahrir Haqiqi li Al-Mar’ah :48-49).
Hak untuk melakukan perkawinan merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) dan berada dalam ruang lingkup hukum keluarga(family recht) Dengan demikian seyogianya tidak boleh ada aturan dalam suatu negara untuk melarang, atau tidak memberikan hak bagi warganegaranya laki-laki untuk melangsungkan perkawinan secara sah untuk kedua kalinya.

Poligami merupakan pilihan sosial (social of changes), oleh karena itu tidak diperlukan campur tangan Pemerintah yang melampaui batas dalam perkara ini, apalagi dalam syariat Islam, poligami merupakan perbuatn yang dihalalkan, bagaimana hukumnya perbuatan yang halal kemudian diharamkan dan diberikan sanksi pidana bagi yang berpoligami, dilematis memang.

Sementara mengapa Pemerintah tidak mengambil inisiatif untuk membuat rancangan undang-undang (RUU) Anti Perselingkuhan bagi PNS dan Pegawai Swasta, dan diberikan sanksi pidana yang tegas bagi yang melanggarnya.

Apabila Pemerintah ingin membuat peraturan tentang izin perkawinan dan perceraian bagi pegawai negeri sipil yang konon akan diperluas juga bagi pegawai swasta, aturan hukumnya seharusnya bersifat fakultatif (mengatur) bukan bersifat imperatif (memaksa), agar bagi mereka yang ingin berpoligami harus memenuhi ketentuan dan syarat-syarat untuk berpoligami guna mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan hukum, terutama bagi Isteri kedua dan isteri-isteri selanjutnya dan anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut, demikian juga sebaliknya bagaimana perlindungan hukum terhadap Isteri dan anak-anak yang lahir dari perkawinan terdahulu apabila suami yang berpoligami tidak dapat menjalankan kewajibannya secara adil. Bila aturan-aturan ini dapat diterapkan, maka keprihatinan dan kekhawatiran sebagian kalangan dapatlah diminimalisir secara hukum.

Menurut hemat Penulis, suatu produk UU atau peraturan lain di bawahnya yang dilahirkan, hendaknya tidaklah merupakan side of interest elite politik dan elit publik dan juga bukan euforia sesaat opini publik. Dan pada situasi dan kondisi yang dialami bangsa Indonesia saat ini, Pemerintah sebagai Regulator bersikap arif dan bijak untuk lebih mencurahkan perhatian dan fokus pada kepentingan Nasional.

Back To Basic Al-Quran Dan Hadits

Diprediksi fenomena poligami tingkat intensitasnya akan terus mengalami peningkatan pada masa-masa yang akan datang. Kemajuan di bidang teknologi informasi yang ditandai dengan semakin meluasnya penggunaan telepon seluler dan media internet, serta kemajuan teknologi transportasi yang begitu pesat, telah mempercepat mobilitas orang –orang dari satu tempat ke tempat lain dengan biaya yang relatif murah, dan menyebabkan pergaulan manusia menjadi mendunia.

Dalam kondisi seperti ini seringkali pergaulan manusia mengabaikan norma-norma agama. Jika masalah ini tidak dapat segara dicarikan solusinya , berupa undang-undang atau peraturan pemerintah yang sesuai dengan syariat yang telah digariskan dalam Al-Quran dan Al-Hadist, dikhawatirkan akan menimbulkan masalah sosial, seperti hidup serumah tanpa ikatan perkawinan (kumpul kebo), timbulnya topengan untuk nikah diam-diam hanya sekedar untuk dapat melangsungkan perkawinan secara sah, dan tindakan-tindakan penyeludupan hukum lainya, seperti yang banyak terjadi di depan mata kita, baik ia berasal dari kalangan jelata, selebritis ataupun pejabat publik.

Suatu hal yang tidak dapat dibantah, bahwa UU No.1 Tahun 1974 dan PP No.10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990 telah mengebiri sebagian hak asasi manusia laki-laki, untuk melangsungkan perkawinan yang kedua kalinya. Hal ini telah menyebabkan laki-laki yang hendak melakukan perkawinan kedua kalinya, mencari jalan sendiri dengan berbagai cara.

Mungkin ada yang sebagian yang tidak takut dosa hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah, berselingkuh, jajan, dan sebagian lain yang takut akan dosa nikah secara diam-diam. Selama hubungan itu dijalani masih aman bagi para pihak, mungkin tidak ada persoalan, tapi bagaimana jika dalam hubungan itu lahir anak, bagaimana status anak menurut hukum? Ketika Bapak Biologis meninggal, bagaimana dengan warisan terhadap anak tersebut? Dan bagaimana pula status isteri muda yang ditinggalkan?
Islam adalah agama yang realistis. Menghadapi persoalan sesuai dengan kenyataan yang ada. Di samping tidak melalaikan naluri seks dan fitrah manusiawi laki-laki yang pada dasarnya berbakat poligami. Logika, bahwa Allah Azza Wa Jalla memperkenankan sebagian kecenderungan (mail) demi memenangkan maslahat poligami, karena poligami mengandung maslahat besar. Jika tidak, maka kecenderungan (mail) di sini dilarang untuk selamanya, dan bersikap adil itu di antara isteri adalah kewajiban.

Firman Allah SWT : “Kamu sekali-kali tidak dapat bernuat adil di antara isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu mcenderung (kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung” (An-Nisa’ “ 129).

Ketika Islam memperbolehkan poligami, tidak berarti bahwa salah seorang isteri boleh mengalahkan isteri yang lain. Bahkan, masing-masing dari isteri itu harus mendapat bagiannya masing-masing, baik itu tempat tinggal, nafkah lahir-bathin, pakaian dan sebagainya. Sungguh, Allah menyuruh kamu berbuat adil dan berbuat kebajikan (An-Nahl : 90).

Sabda Rasulullah SAW “Barang siapa beristeri dua kemudian terlalu cenderung kepada salah seorang di antaranya, maka pada hari Kiamat ia datang dengan bahunya cenderung sebelah “.

Oleh sebab itu, maka poligami dalam keadaan seperti ini tidak dibenarkan. Dan keadaan poligami seperti ini yang banyak dilakoni para suami pada saat ini, sehingga banyak kalangan yang menggugat atau bahkan menghujat poligami.

Pada dasarnya pemberian izin bagi pria untuk boleh menikah lebih dari satu, merupakan sarana terbesar dalam rangka pengembangan manusia. Rasulullah SAW memerintahkan agar umat Islam memperbanyak jumlah keturunan, karena di hari Kiamat nanti akan dibanggakan jumlah mereka.

Poligami dalam Islam dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dan menutup kerusakan. Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan isterinya. Ia bertanggung jawab akan hal itu. Manajemen pemimpin dan sikap adil terhadap yang dipimpinnya adalah batasan yang memisahkan antara kecerdasan dan kekuatan agamanya dengan kedunguannya dan kelalaiannya.

Kekhawatiran terhadap perilaku poligami saat ini lebih pada perilaku pribadi suami yang melakoninya. Sering kali tanpa dinafikan bahkan hampir sebagian besar suami berpoligami berlaku zhalim terhadap istri dan anak-anak yang terdahulu pada perkawinan sebelumnnya.

Bentuk-bentuk kezhaliman suami dalam berpoligami yang terjadi dewasa ini, diantaranya adalah: Suami meninggalkan salah satu isterinya karena perselisihan kecil, tanpa didahului nasihat dan peringatan terlebih dahulu, kecenderungan dalam pemberian kasih dan cinta, tidak adil dalam memberi nafkah, tak adil dalam mencurahkan kasih sayang, istri dan anak-anak terlantar tanpa pemberian nafkah, istri terpaksa bekerja mencari nafkah untuk memenuhi keperluan hidupnya.

Ironisnya anak dan isteri menderita batin berkepanjangan. Anak dan isteri menjadi korban poligami. Bila kehidupan poligami yang seperti ini dijalankan, maka poligami dalam keadaan ini dosa.. Itulah sebabnya mengapa Allah menandaskan poligami dengan adad (jumlah). “Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin” (Al-Ma’idah ‘ 50).

Tidak mudah memang melakoni poligami, apabila para suami takut tidak dapat berbuat adil, maka cukuplah satu baginya. Banyak fakta terjadi di depan mata, suami yang melakoni poligami tidak dapat berbuat adil bahkan cenderung menganiaya sekaligus berperilaku di luar akal sehat.

Memahami agama saja tidak menjadi indikator untuk berbuat adil. Mencari solusi atas fenomena poligami seperti ini, maka kita akan merujuk pada ketentuan Allah, terutama bagi para suami yang kurang agamanya, akal dan muru’ah (kehormatan pribadi), di antaranya para suami harus : Bertaqwa kepada Allah dan merasakan pengawasan-Nya, menahan pandangan, senantiasa qana’ah, merenungkan orang yang lebih rendah derajatnya dalam hal keduniaan, pahami makna kecantikan dengan benar, mengendalaikan hawa nafsu syahwat dan merenungkan berbagai akibatnya.

Bagi pengambil kebijakan baik itu Ulama maupum Umara, untuk segera merekonseptualisasi poligami yang diatur dalam peraturan yang ada sekarang untuk menselaraskan dengan hukum yang telah digariskan dalam Al-Quran dan Al-Hadist. Dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi sekarang, hendaknya kita memikirkan secara objektif dan meninggalkan konsepsi-konsepsi poligami yang salah.

Banyaknya kejadian yang menggemparkan dan memalukan, mengakibatkan kontradiksi dan pertentangan serta kecenderungan berbuat diluar batas norma-norma yang telah digariskan. “Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinlah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. Maha Benar Allah dengan Segala Firman-Nya.

Penulis Dosen Fakultas Hukum
UNIMAL. Lhokseumawe

http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/rekonseptualisasi-poligami-kontemporer.htm

Perempuan Nikah Lagi Sebelum Resmi Cerai

Perempuan Nikah Lagi Sebelum Resmi Cerai

Assalamualaikum Warohmatullah Wabarokatuh

Pak Ustadz yang saya hormati

Saya mempunyai seorang kakak laki-laki. Beliau sedang dekat dengan seorang wanita dan hubungan ini insyaAllah serius menuju pernikahan. Tapi wanita tersebut sekarang sedang berstatus menpunyai suami tapi sudah berpisah selama satu tahun lebih karena alasan sudah tidak ada lagi kecocokan antara keduanya.

Suami wanita tersebut berselingkuh dan ingin menikah lagi dengan wanita lain tetapi wanita itu tidak mau atau tidak mengikhlaskan. Dan lebih memilih bercerai.

Bagaimana hukum nya jika pernikahan kakak saya dilakukan sebelum wanita itu resmi bercerai secara hukum? Apakah seorang wanita yang sudah tidak dinafkahi secara lahir maupun batin sudah dikatakan bercerai secara otomatis oleh agama? Dan bagaimana pula status tersebut jika suami belum mau menceraikan isteri tersebut?

jawaban

Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Di antara wanita yang haram dinikahi adalah wanita yang masih punya suami, di mana dirinya belum dicerai secara syar''i oleh suaminya.

Adapun urusan seorang suami sudah tidak seranjang, atau tidak cinta lagi, bahkan tidak pernah memberi nafkah, sama sekali tidak ada kaitannya dengan perceraian secara syar''i. Sebab di dalam syariat Islam, perceraian itu hanya dilakukan dengan salah satu dari dua macam.

Pertama, dengan lafadz yang sharih. Maksudnya suami mengatakan secara tegas dan nyata kepada isterinya kata cerai. Atau lafadz kata yang semakna dengannya tanpa bisa ditafsirkan dengan makna yang lain. Misalnya lafadz thalak ataufiraq.

Cukup dengan mengatakan demikian kepada isterinya, meski tanpa kehadiran saksi, maka jatuhlah talak satu kepada isteri.

Kedua, dengan lafadz kina''i. Maksudnya suami mengatakan cerai kepada isterinya tetapi dengan menggunakan bahasa simbolis atau ungkapan-ungkapan yang masih bisa ditafsirkan sebagai bukan cerai.

Misalnya dia berkata kepada isterinya, "Pulanglah kamu ke rumah orang tuamu." Perkataan ini masih bisa ditafsirkan lain selain cerai. Sebab bisa saja suami memintanya untuk bersilaturrahim ke rumah orang tuanya dan bukan berniat menceraikannya.

Kecuali bila di suatu tempat sudah ada ''urf atau adat kebiasaan yang tidak bisa ditafsirkan lain kecuali cerai. Namun tidak semua negeri punya kebiasaan seperti ini. Maka apakah sudah cerai atau belum, semua akan terpulang kepada niat hati sang suami saat mengatakan hal itu. Kalau niatnya memang menceraikan, maka jatuhlah talak. Tapi kalau niatnya tidak menceraikan, maka tidak jatuh talak apa pun.

Setelah Talak Jatuh Masih Ada ''Iddah

Apabila suami telah menjatuhkan talak kepada isterinya, baik lewat jalur sharih atau pun kina''i, belum berarti hubungan suami isteri di antara mereka berdua lantas terputus. Masih ada masa ''iddah yang harus dijalani oleh isteri agar dirinya halal bagi orang lain untuk menikahinya.

Masa iddah itu lamanya bukan berdasarkan hari, minggu atau bulan, melainkan berdasarkan hitungan lama masa haidh dan lama masa suci dari haidh. Dalam bahasa Al-Quran disebut dengan istilah quru''.

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri tiga kali quru''. (QS. Al-Baqarah:228)

Ada dua versi penafsiran para ulama tentang quru'' yang dimaksud. Pertama, dan ini yang lebih kuat, yaitu masa suci dari haidh. Kedua, lama masa haidh itu sendiri.

Selama tiga kali quru'' atau tiga kali suci dari haidh, seorang isteri yang dicerai suaminya masih boleh dirujuk cukup di ''dalam kamar'', tidak perlu menggelar akad nikah ulang.

Namun bila telah selesai tiga kali suci dari haidh, apa boleh buat, kalau suami mau balik lagi, dia harus menyiapkan akad nikah seolah menikah baru lagi.

Wallahu ''alam bishshawab, wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

http://www.ustsarwat.com/web/ust.php?id=1199347599

Menyemai Jihad, Menuai Kemenangan

Menyemai Jihad, Menuai Kemenangan

Kamis, 10 Maret 2011

Mengapa Alergi Jihad?

Tentang orang-orang anti jihad, yang menganggap jihad sebagai aksi radikal, telah ada sejak dahulu kala. Sejarah Islam telah mencatat orang-orang yang alergi jihad. Mereka bukan sekedar orang-orang kafir, malah yang paling berbahaya adalah mereka mengklaim diri sebagai muslim.

Pada zaman Rasulullah misalnya, telah ada orang-orang yang antipati terhadap jihad. Salah satunya diabadikan oleh Allah dalam firmannya,

������ ��������������� �������������� ������� ������� ������� ���������� ���� ����������� ��������������� �������������� ���� ������� ������� ��������� ��� ���������� ��� �������� ���� ����� ��������� ������� ������ ���� ������� �����������

�Orang-orang yang tidak ikut perang itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: �Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini.� Katakanlah: �Api neraka jahannam lebih panas,� jika mereka mengetahui.� (at-Taubah: 81)

Pada dekade berikutnya, seiring bermunculannya sekte-sekte sesat, sikap antipati dan alergi jihadpun tumbuh subur. Dalam disertasi doktoralnya yang berpredikat mumtaz (cumlaude), Ahammiyatul Jihad fi Nasyri ad-Dakwah al Islamiyah (Urgensi Jihad dalam Penyebaran Dakwah Islam), DR. �Ali bin Nafi� al-Ulyani menyebutkan beberapa kelompok yang memiliki aqidah alergi jihad. Beberapa sekte itu ialah,

-->Murji�ah. Sekte ini menafikan jihad.

-->Shufiyah, muncul di awal abad 3 H.

-->Qadiyaniyah, muncul saat penjajah Inggris menguasai India. Sekte ini bekerja untuk kepentingan Inggris, dan mendaulat penguasa Inggris sebagai Amirul Mukminin yang sah.

Sebab utama yang membuat ketiga kelompok di atas benci jihad adalah kecacatan dalam masalah aqidah.

Hari ini, jihad menjadi momok yang sangat menakutkan bagi kebanyakan manusia. Dalam benak mereka, tak terkecuali muslim, seakan-akan jihad seperti Drakula. Tergambar dalam pikiran mereka ketika disebutkan kewajiban jihad; darah, pembantaian, perbudakan, penjarahan dan gambaran-gambaran mengerikan lainnya.

Tidak hanya masyarakat awam yang menganggap jihad sebagai aksi yang mengerikan, banyak para da�i dan pemuka Islam pun berpandangan demikian. Walau tidak menyatakan secara jelas lewat lisan bahwa mereka benci jihad, seperti halnya orang awam, tetapi sikap dan muatan perkataan cukup menjadi bukti bahwa mereka alergi jihad.

Untuk itu, da�i-da�i yang loyal pada kepentingan salibis dan pemerintah-pemerintah boneka yang menjadi antek-antek zionis Yahudi dan salibis Amerika, baik baik berafiliasi langsung atau tidak langsung, mereka mengusahakan berbagai propaganda untuk menghalangi pelaksanaan jihad dan tersebarnya ideologi jihad. Da�i-da�i �salafi� misalnya, mengusahakan segudang syubhat untuk membuat kabur ibadah jihad di mata umat. Mulai dari statemen �tidak ada jihad tanpa izin imam�, �jihad tidak sah sampai ada tarbiyah dan tashfiyah�, �jihad lintas negara tidak ada contoh dari salafus sholeh� dan lain-lainnya.

Sebenarnya inti dari syubhat-syubhat yang dilipstik dengan dalil-dalil syar�ie ini adalah satu; penihilan aktifitas dan ideologi jihad. Syaikh Abu Mush�ab as-Suuri, menulis salah satu ungkapan ulama saudi, Abdul Muhsin al-Ubaikan yang melarang muslim melawan pasukan salib Amerika,

�Amerika hanya menghancurkan (pihak) yang menyerang mereka di Iraq. Seandainya orang-orang kafir ditetapkan sebagai penguasa atas kaum muslimin maka mereka adalah waliyul amri yang sah.� (Perjalanan Gerakan Jihad, 229)

Meninggalkan Jihad: Fitnah Besar

Ada sementara kalangan meyakini bahwa jihad dalam makna perang merupakan fitnah, banyak pertumpahan darah dan menciderai sisi kejiwaan manusia. Mereka tidak sadar, jika statemen itu bermakna mencela Allah dan Rasul-Nya. Sebab, Rasulullah memaknai jihad dengan perang bersenjata dengan segenap perangkatnya, seperti telah beliau praktekkan.

Ketika manusia meninggalkan jihad karena khawatir fitnah, saat itu mereka sedang terjatuh dalam fitnah, yaitu fitnah yang muncul karena enggan berjihad. Pada peristiwa Tabuk, orang-orang munafik meminta izin kepada Rasulullah untuk tidak ikut perang. Alasan yang mereka kemukakan adalah khawatir terkena fitnah. Justru Allah mengatakan, keengganan mereka untuk berjihad, merupakan fitnah tersendiri.

�Di antara mereka ada orang yang berkata: �Berilah saya izin (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.� Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah.�(at-Taubah: 49)

Ibnu Taimiyah berkata, �Karena dalam aktifitas jihad dan amar makruf nahi munkar terdapat ujian dan cobaan yang membuat seseorang terfitnah (diuji), maka sebagian orang meninggalkan kewajiban jihad dan amar makruf nahi munkar dengan alasan; agar selamat dari fitnah. Persis seperti alasan orang-orang munafik dulu, �Di antara mereka ada orang yang berkata: �Berilah saya izin (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.� Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah.� Justru saat ia meninggalkan kewajiban jihad, ia tertimpa penyakit hati, imannya lemah dan ini merupakan fitnah yang lebih besar daripada fitnah saat berjihad�

(Sebaliknya) Allah menegaskan bahwa jihad akan menghapus fitnah, �Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah (Qs. Al-Baqarah:193).� Jadi siapa saja yang meninggalkan perang yang diperintahkan oleh Allah dengan alasan khawatir akan fitnah, sungguh pada saat itu ia telah jatuh dalam fitnah itu sendiri, yaitu fitnah yang berupa; hati sakit, rasa was-was dan (dosa) meninggalkan perintah Allah untuk berjihad.� (Fatawa, 28/ 165-167)

Orang yang berpandangan miring tentang ibadah jihad, sejatinya telah termakan provokasi kaum Orientalis yang bertujuan menghancurkan Islam dengan mendiskreditkan syariatnya lewat gambaran kengerian syariat Islam dan bar-barnya jihad. Sementara, mereka menutupi kekejaman pasukan Salib saat memerangi umat Islam. Pembantaian, penjarahan dan pemerkosaan selalu mengiringi invasi Kristen dan kafir lainnya.

Sedangkan jihad memiliki adab dan aturan yang jelas yang tidak boleh dilanggar oleh setiap prajurit Islam. Dalam pembahasan fikih Islam, terdapat bab Fikih Jihad yang di dalamnya dibahas pula adab dan etika jihad. Dalam jihad, ada larangan membunuh wanita, anak, pendeta dan orang tua dengan syarat; selama mereka tidak terlibat dalam peperangan. Ada larangan membakar pohon, menghancurkan bangunan dan perbuatan-perbuatan nista. Ada perintah untuk menepati janji, berbuat baik kepada tawanan dan lain sebagainya.

Adab dan aturan jihad membedakan antara perang dalam Islam dan perang dalam pandangan ideologi lain. Tentu jihad lebih beradab dan perang yang dilancarkan orang-orang kafir sangat biadab.

Permusuhan Abadi

Satu hal yang dicatat oleh DR. Ali al-Ulyani sebagai dasar dalam merangkai pemahaman tentang jihad, yaitu harus ditanamkan dalam benak tiap muslim bahwa hubungan yang ditakdirkan antara kebenaran (al-haq/ Islam) dengan kebatilan (al-bathil/ kekafiran) adalah selalu bermusuhan. Saling mengalahkan, saling menguasai adalah takdir hubungan antara al-haq dan al-bathil.

����� ����������� ����������������� ������ ������������� ���� ����������

�Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) memurtadkanmu dari agamamu.� (al-Baqarah: 217)

Dalam hadits Qudsi, Allah berfirman, �Sesungguhnya Aku mengutusmu (Muhammad) untuk mengujimu dan menguji orang lain denganmu.� (HR. Muslim)

�Allah menguji nabi Muhammad melalui perintah-Nya untuk menyebarkan risalah Islam, bersungguh-sungguh untuk berjihad. Dan Allah menguji manusia dengan mengutus Nabi Muhammad, sehingga akan ketahuan siapa yang beriman, taat kepada Allah dan siapa yang tidak beriman, menyelisihi beliau lalu memendam permusuhan abadi kepada beliau.� (Syarh Shohih Muslim, 9/247)

Jihad Adalah Ibadah

Di sisi lain, orang-orang beriman wajib meyakini bahwa jihad adalah ibadah yang dibebankan atas setiap pundak muslim yang mukallaf dan mampu.

�Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu.� (at-Taubah: 123)

Melalui ibadah jihad, seorang muslim memiliki peluang besar untuk masuk jannah. Meninggalkan jihad, maknanya mengabaikan pintu jannah. Membenci jihad, maknanya membenci derajat yang paling tinggi di surga, yang tidak bisa didapatkan oleh orang-orang yang absen dari aktifitas jihad.

�Tidaklah sama antara mukmin yang duduk ( tidak ikut berperang) tanpa uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka�dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.� (an-Nisa�: 95)

Imam Bukhari meriwayatkan, �Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, �Tunjukkan kepadaku amal yang bisa menyamai jihad..!� �Saya tidak mendapatkannya,� jawab Rasulullah. �Mampukah kamu; jika seorang mujahid keluar (untuk berjihad), kamu masuk masjid lalu sholat tanpa henti, tanpa istirahat dan kamu berpuasa terus menerus, tidak berbuka�?� jelas Rasulullah lebih lanjut. �Siapa yang mampu seperti itu�?� guman laki-laki tadi.�

Ketika ditanya manusia manakah yang paling utama..? Rasulullah menjawab, �Seorang mukmin yang berjihad di jalan-Nya dengan harta dan jiwanya.� (HR. Bukhari)

Rasulullah berkata kepada Abu Sa�id al Khudri, �..Dan selain itu, ada amal yang membuat derajat seorang hamba dinaikkan seratus tingkat, jarak antara satu tingkatan dengan tingkatan lainnya sejauh jarak langit dan bumi.� �Amal apa itu wahai Rasulullah� tanya Abu Sa�id penasaran. �Berjihad di jalan Allah, berjihad di jalan Allah.� (HR. Muslim)

Akhirnya, harus disadari oleh setiap muslim bahwa jihad adalah ibadah. Maka, tak patut kita mencela ibadah. Jika ada aksi jihad yang dianggap merusak tatanan dakwah dan masyarakat, tak boleh buru-buru menyalahkan jihad. Atau, karena ingin menghindari dampak buruk dari �aksi jihad�, lalu jihad diselewengkan maknanya ke makna-makna lain yanga tak berdasar sama sekali. Sikap yang bijak ialah mengevaluasi �aksi jihad� tersebut, sudahkan memenuhi syarat atau memang masyarakat telah antipati terhadap jihad dan loyal kepada kekafiran, thaghut serta antek-anteknya.* Mas�ud (Diadaptasi dari Ahammiyatul Jihad karya DR. Ali al-Ulyani dan Limadza al Jihad tulisan Abu Bashir)

http://www.an-najah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=118:d&catid=42:temautama&Itemid=86

Sibak Tirai Kekalahan,Rengkuh Kemenangan

Sibak Tirai Kekalahan,Rengkuh Kemenangan

Kamis, 10 Maret 2011 06:43 administrator

Laki-laki pemberani itu terbujur kaku dengan dada tercabik-cabik. Sadis. Itulah jasad Hamzah bin Abdul Muththalib , paman dan saudara sepersusuan Rasulullah r yang syahid dalam Perang Uhud. Tangis Rasulullah r pun pecah. Tangisnya terdengar seperti rintihan. Walaupun dengan kesedihan yang tiada terkatakan, akhirnya, jenazah "Panglima Para Syuhada" itu dikafankan dengan kafan yang tidak sampai menutup kedua kakinya, lalu dikuburkan bersama saudara sepupu dan sepersusuannya, Abdullah bin Jahsyi t, dalam satu liang.

"Tidak pernah beliau terlihat sedih sesedih itu. Tidak juga pernah terlihat beliau menangis sekeras itu," kata Ibnu Mas'ud t. Panorama para syuhada uhud itu memang sangat mengiris hati. Terbaring 65 orang sahabat beliau dari kaum Anshar, 4 orang dari kaum Muhajirin, dan seorang dari kaum Yahudi yang telah memeluk Islam. Angka 70 orang syuhada itu terlalu banyak. Bandingkanlah dengan syuhada Badar yang hanya berjumlah 14 orang, atau dengan jumlah korban tewas dari kaum Musyrikin yang hanya berjumlah 37 orang.

Mungkin, memang tidak tepat menyebut peristiwa itu sebagai kekalahan, setidak-tidaknya jika dilihat dengan lensa keimanan. Akan tetapi, biarlah dalam hitungan peperangan kita menganggap itu sebagai sebuah kekalahan. Itulah yang membuat Rasulullah r begitu terpukul, begitu sedih, sampai beliau menangis tersedu-sedu; sebuah tangis yang tidak pernah diulanginya sepanjang hidupnya. Bahkan, beberapa hari sebelum beliau wafat, beliau menyempatkan diri mengunjungi kuburan para syuhada Uhud. Para sahabat yang menyaksikan kesedihan beliau itu merasakan kesedihan yang lebih mendalam, sekaligus diliputi perasaan bersalah yang mengguncang batin mereka.

Tidak Sekedar Kalah

Meskipun demikian, Allah I tidak menginginkan mereka berlarut dalam kesedihan. Memang kesedihan adalah tabiat hati dan hak jiwa, tetapi selalu ada batas yang wajar untuk sebuah emosi. Maka, di tengah deraan kesedihan itulah Allah I menurunkan bimbingan-Nya. Itulah salah satu cara Allah I memberikan pelajaran: peristiwa kehidupan adalah momentum yang paling tepat untuk mengajarkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah tertentu, dan bahwa sejumlah nilai atau kaidah tertentu hanya dapat dipahami dengan baik melalui peristiwa nyata dalam kehidupan.

Maka, berbicaralah Allah I tentang peperangan Uhud dalam 60 ayat, surah Ali 'Imran dimulai dari ayat 121 hingga ayat 179. Penjelasan itu diawali dengan sebuah rekonstruksi yang menjelaskan latar belakang psiko-historis Perang Uhud (ayat 121) dan diakhiri dengan sebuah komentar penutup yang menggambarkan keseluruhan makna dan hikmah dari peristiwa tersebut (ayat 179). Allah I mengatakan,

"Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (Mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu, berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar." (Ali 'Imran: 179)

Menang-Kalah Adalah Sunnatullah Perjuangan

Inilah kandungan tersirat dalam firman Allah I di atas. Bahwa menang dan kalah hanyalah sebuah pergiliran bukan penentu kemuliaan. Terkadang, secara fisik Nabi dan pengikutnya menang, di lain waktu mereka mengalami kekalahan, seperti pada Perang Uhud.

Ketika seorang muslim terjun di gelanggang dakwah dan jihad, ia harus tanamkan dalam dirinya; ia dan orang-orang yang bersamanya bisa memenangkan pertempuran meski juga tidak luput dari kekalahan.

Allah I berfirman di ayat sebelumnya,

“Dan Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'. …” (Ali Imron:140)

Walau Fisik Kalah, Jangan Kalah Mental

Minder, Kekalahan mental yang banyak melanda kaum muslim hari ini. Kalah mental, berakibat lebih dahsyat dari pada kalah fisik. Kalah mental menjadikan pelakunya merasa hina, tidak bergairah untuk bangkit, dan yang lebih parah, ia kehilangan semangat perlawanan. Pasrah pada keadaaan yang hina.

Allah I telah mewanti-wanti virus yang berbahaya ini.

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (Ali Imran:139)

Ayat ini turun berkenaan dengan Perang Uhud. Ketika banyak korban dari pihak muslimin yang berjatuhan. Allah mengajarkan; walau banyak kerugian dan korban berjatuhan jangan sampai mental juang runtuh. Justru yang wajib ditanamkan dalam jiwa mereka adalah mental pemenang, karena mereka adalah _ الْأَعْلَوْنَ_ yang tertinggi, yang mulia, yang benar, pemanggul panji Allah. Mereka memiliki potensi untuk menang.

Spirit perlawanan mutlak dibutuhkan bagi setiap pejuang. Moralitas perjuangan sangat menentukan kemenangan. Ini telah menjadi kesepakatan setiap komandan.

Dikisahkan sebelum pecah perang Yarmuk antara bangsa Arab yang memeluk Islam dengan pasukan Romawi, yang masa itu terkenal sebagai salah satu Negara super power dan memiliki prajurit yang terlatih serta persenjataan yang lengkap, adalah seorang prajurit muslim berkata kepada Khalid bin Walid t,

“Alangkah banyaknya pasukan Romawi dan betapa sedikitnya pasukan Islam.”

Khalid t langsung menimpali, “Betapa sedikitnya pasukan Romawi dan betapa banyaknya pasukan kaum muslimin. Suatu pasukan perang disebut banyak banyak karena kemenangan dan disebut sedikit karena kekalahan.”

“Maksudnya. “ Ungkap Jendral Mahmud Syait Khattab menjelaskan bagian akhir dari ungkapan Kholid t, “Kemenangan pasukan perang tidak tergantung seberapa banyak jumlah personil dan persiapannya. Tapi moral lah yang menentukan. Jika tidak memiliki moral, pasukan tidak akan berbobot di medan laga. Sebaliknya, pasukan yang memiliki moril (spirit) perjuangan yang tinggi, ia akan mampu menumpas pasukan musuh yang banyak walau jumlah mereka minim.” (al Islam wan Nashr, hlm. 13)

Dalam tarikhnya, Ibnu Atsir menceritakan derita umat Islam akibat kekalahan mental dan moril saat invansi Tartar.

“Ketakutan kepada tentara Tartar sangat mencekam. Bahkan, jika ada salah seorang tentara Tartar masuk ke perkumpulan kaum muslimin, ia bisa membantai mereka satu persatu tanpa ada seorangpun dari kaum muslimin melawannya dengan pedang. Padahal tentara Tartar tadi hanya seorang diri.” (Al Kamil Fi Tarikh, 5/314)

Hari ini kaum muslimin telah mengalami kekalahan mental yang sangat akut. Ketakutan kepada kekuatan Amerika dan Barat telah meyunat spirit perlawanan dalam dada kaum muslimin.

Akibatnya, bukan sekedar rela dihina, dirampok kekayaan negaranya atau dilecehkan kehormatan Islam dan dirinya. Tapi, lebih parah dari itu; mereka menyalahkan saudara-saudaranya yang masih memiliki spirit dan moril baik yang melawan keangkara-murkaan ini.

Tidak Merasa Kalah

Tidak sedikit yang terinfeksi racun “mental buruk” ini dari kalangan terpelajar. Mereka berupaya mencari pembenaran terhadap kesalahan dan kekalahannya. Bahkan, tidak jarang mereka membuat syubhat untuk menihilkan jihad yang merupakan gerbang kemenangan.

Mulai dari syubhat, tidak ada jihad kecuali ada izin Imam, tidak boleh I’dad, tidak boleh jihad sampai ada tashfiyah dan seabrek syubat yang dibuat untuk melenyapkan spirit perlawanan. Syubhat ini semakin laris tatkala dibungkusi dalil-dalil syar’i yang diputar balik maknanya.

Di masyarakat Islam awam dan para munafiqin, bukannya menyadari bahwa saat ini kaum muslimin dalam keadaan kalah, justru sebaliknya mereka menganggap saat ini kaum muslimin dalam puncak kemenangan.

Kedekatan dengan tokoh atau organisasi sekuler dan organisasi kafir lainnya dianggap sebuah kemenangan. Keberhasilan mengundang investor asing dan Negara kafir untuk menanam riba dan modal maksiat, seperti perhotelan, bar, cafe yang bertebaran di pantai-pantai dan pinggiran kota, dianggap sebagai sebuah keberhasilan.

Sungguh, cara pandang telah terbalik. Standar nilai telah rusak. Semuanya bermuara dari kebodohan terhadap nash syar’ie dan realita serta kekalahan mental yang dialami oleh sebagian besar umat Islam hari ini.

Jika bukan karena kekalahan mental yang menimpa mayoritas umat Islam, khususnya orang-orang Arab dan para penguasanya, niscaya hari ini kita tidak lagi menyaksikan pembunuhan dan pembantaian kaum muslimin Palestina oleh Yahudi la’natullah yang dibantu oleh Amerika. Atau pembantaian muslimin Afghanistan di tangan pasukan Salib Amerika.. Atau penodaan Islam dan wanita muslimah di Irak oleh tangan-tangan kotor pasukan Salib Amerika dibantu orang-orang musyrik syi’ah rofidhoh. Atau…

Kalau bukan karena takut mati, benci jihad dan mental banci mayoritas umat Islam niscaya saudara-saudara kita muslimin Chechnya tidak lagi merasakan pedihnya penjajahan komunis Rusia.

Dan jikalau bukan karena takut mati, benci jihad dan mental banci mayoritas umat Islam, kita tidak lagi mendengarkan jeritan tangis dan derita saudara-saudari muslim-muslimah di Moro, Filipina Selatan.

Yang memperparah kekalahan umat adalah fatwa sesat para ulama suu’ yang mendaulat pemerintah sekuler yang merupakan kepanjang tangan dari penjajah salibis, sebagai ‘umara’ yang wajib ditaati. Syubhat dan penihilan jihad yang mereka umbar untuk menjauhkan kaum muslimin dari kemenangan dan mematikan spirit perlawanan terhadap penjajahan. Merekalah salah satu faktor penghambat penegakkan syari’at Islam secara kaffah dan tersistem.

Ulama-ulama ini dan para da’I yang membela kekuasaan sekuler yang syirik telah menempatkan dirinya sebagai du’atun ilá abwabi jahannam. Mungkin, kesimpulan ini terlalu gegabah. Kalaupun demikian, mereka adalah manusia yang dibutakan mata hatinya dari cahaya wahyu.

Dalam tafsirnya, Syaikh Asy-Syanqithi rahimahullah berkata,

“Dengan nash-nash wahyu yang telah kami kemukakan di atas, jelas sekali bahwa; orang-orang yang mengikuti undang-undang positif yang disyari’atkan oleh setan lewat lisan para walinya, menyelisihi syari’at Allah I lewat lisan para rasulNya, tidak diragukan bahwa mereka telah kafir dan syirik, (yang tidak mengakuinya)hanyalah orang-orang buta dan telah dihapus mata hatinya dari cahaya wahyu.” (Adhwa’, 3/328).

Wallahu a’lam bish showab.* (Mas’ud

http://www.an-najah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=117:as&catid=42:temautama&Itemid=86

Benteng benteng Ahmadiyah

Mereka tak peduli Ahmadiyah merusak Islam, yang penting aliran sesat itu harus dilindungi oleh negara.

Masihkah Anda ingat dengan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan alias (AKKBB)? Mereka sempat mencuat tahun 2008 lalu untuk membela Ahmadiyah. Kini, suara mereka tak muncul lagi sebagai aliansi tapi orang-orangnya yang muncul ke permukaan. Mereka tetap dalam misi yang sama: membela Ahmadiyah.

Para liberalis ini seolah tak peduli atas penodaan dan penistaan yang dilakukan oleh kalangan Ahmadi —sebutan bagi para pengikut Ahmadiyah— terhadap Islam. Bagi liberalis, setiap manusia memiliki hak untuk hidup dengan keyakinannya tanpa boleh diganggu pihak lain. Patokannya adalah hak asasi manusia (HAM).

Ulil Abshar Abdalla, aktivis liberal yang kini menjadi pengu-rus Partai Demokrat (PD), tak setuju Ahmadiyah dikeluarkan dari Islam. Menurutnya, Ahmadiyah hanyalah berbeda dalam konsep kenabian sementara mereka tetap melaksanakan semua rukun Islam yang lima.

Di mata Ulil, Ahmadiyah hanyalah sebuah sekte dalam Islam. Keberadaannya tak perlu dipermasalahkan. Makanya, ia menganggap orang yang ingin mengeluarkan Ahmadiyah dari Islam sebagai kebodohan.

Hal serupa dikemukakan Direktur Eksekutif The Wahid Institute Yenny Wahid. Seperti halnya Ulil, menurut anak sulung Abdurrahman Wahid ini, penetapan Ahmadiyah sebagai agama baru tak menyelesaikan masalah tindak kekerasan terhadap pengikutnya. Ia berdalih urusan sesat menyesatkan bu-kan urusan manusia tapi urusan tuhan.

Setali tiga uang dengan Ulil dan Yenny, mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyu-mardi Azra menyatakan, pembu-baran Ahmadiyah bertentangan dengan UUD 1945 yang menja-min kebebasan beragama, ber-serikat, dan berkumpul. Ia me-minta masyarakat tak alergi terhadap keberadaan jemaat Ah-madiyah. Azyumardi percaya, Ahmadiyah tak merusak agama Islam.

Dedengkot liberal Indone-sia, Johan Effendy, menilai ne-gara tak boleh terlibat dalam kontroversi keyakinan. Sesat-tak sesat adalah urusan yang ber-sangkutan dengan tuhan. ”Kami menolak negara ikut mengurusi hati dan keyakinan warganya," kata Johan.

Dari kalangan LSM, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indo-nesia (YLBHI) berada di garda terdepan pembelaan terhadap Ahmadiyah. Ketua YLBHI Erna Ratnaningsih mengatakan, sean-dainya pemerintah memutuskan membubarkan Ahmadiyah, ma-ka YLBHI sendiri akan menem-puh jalur hukum.

Lembaga yang didirikan oleh Adnan Buyung Nasution ini tak sepakat dengan isi SKB 3 Menteri tentang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. SKB dinilai membatasi masyarakat yang melakukan keyakinan aga-manya.

Secara konstitusi, menurut YLBHI, jemaat Ahmadiyah adalah organisasi keagamaan yang sah secara hukum sehingga mereka berhak untuk menjalankan kegi-atannya, salah satunya yaitu menjalankan keyakinan dan ber-ibadah menurut keyakinannya.

Politikus senior Partai Gol-kar Akbar Tanjung pun berada di belakang kalangan yang meno-lak pembubaran Ahmadiyah. "Kalau Ahmadiyah yang memiliki keyakinan tersendiri negara tidak bisa membubarkannya. Negara tidak boleh masuk dalam ranah keyakinan," ujar Akbar Tanjung di Kantor DPP Partai Golkar, Jl Anggrek Nely Murni, Slipi, Jakarta Barat, Jumat (18/2).

Ia beralasan, Indonesia di-dirikan atas dasar kebhinekaan dan bukan merupakan negara Islam. Oleh sebab itu, negara tidak bisa bertindak atas dasar agama apa pun. "Itu karena negara kita bukan negara Islam, berbeda dengan Malaysia," kata Akbar.

Menurut Akbar, negara tidak bisa mengambil tindakan kepada seseorang atau pun organisasi atas apa yang diyaki-ninya. Namun, negara dapat ber-tindak jika seseorang atau orga-nisasi tersebut melakukan tin-dakan melawan hukum. "Kalau dia melanggar hukum, baik se-cara individu ataupun organisasi baru bisa diambil tindakan," kata mantan ketua umum Partai Golkar ini.

Partai-partai politik di DPR sendiri seolah tak mengerti persoalan Ahmadiyah. Padahal kasus Ahmadiyah telah melalui proses panjang. Tahun 2007, sudah ada dialog antara peme-rintah, umat Islam, dan Ahmadi-yah, sebanyak tujuh putaran. Pemerintah pun telah turun ta-ngan menyurvei kondisi lapangan. Hasilnya, Ahmadiyah tak berubah. Akhirnya keluarlah SKB tiga menteri. Lho kok DPR me-ngajak dialog kembali?

Sikap partai politik me-mang angin-anginan. Sempat Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta mengeluarkan pernyataan agar sekte Ahmadi-yah dilindungi. Hal tersebut di-utarakan Sekjen PKS Anis Matta kepada inilah.com, usai mem-buka acara Musyawarah Wilayah (Muswil) II DPW PKS Sulsel di Makassar, Sabtu (2/10/2010). Presiden PKS, Luthfi Hasan Is-haaq menegaskan bahwa Ahma-diyah bukanlah bagian dari Islam. Karena itu, Lutfi mengata-kan partai yang dipimpinnya mengharapkan agar Ahmadiyah untuk menyatakan diri sebagai sekte bukan bagian dari Islam. Namun tak ada desakan agar negara membubarkan penista Islam ini.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyatakan Ahmadiyah adalah lembaga ke-percayaan yang sudah berskala internasional. "Jadi, tidak bisa dibubarkan karena juga skalanya internasional," kata Hamka Haq, Ketua Bidang Agama dan Kebu-dayaan Dewan Pimpinan Pusat PDIP, dalam jumpa pers di kantor DPP PDIP Jalan Lenteng Agung, Jakarta, Jumat, 11 Februari 2011.

Partai terbesar di parlemen, Partai Demokrat, tak berani membubarkan Ahmadiyah. Me-reka khawatir pembubaran Ah-madiyah bisa digunakan lawan politik untuk menjatuhkan pe-merintahan SBY karena diang-gap melanggar hukum. Ini yang dikatakan Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Po-han kepada wartawan, Jumat (11/2).

Pemerintah sendiri seper-tinya tak akan membubarkan Ahmadiyah. Sikap pemerintah ini mendapat apresiasi anggota DPR Amerika Serikat (United States House of Representatives) saat bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Jakarta (23/2).

Ketua House Democracy Partnership (HDP) DPR AS David Dreier, mengatakan masalah Ah-madiyah berkaitan dengan persoalan toleransi beragama dan penegakan hukum. "Jelas aturan hukum sangat penting dan presiden mengatakan terus me-ningkatkan penegakan hukum," kata Dreier mengutip penjelasan SBY.[] humaidi

Amin Djamaluddin,

Pakar Aliran Sesat

Liberalis Lebih Sesat

Kaum liberalis selalu membela Ahmadiyah. Mereka, sekarang itu menggugat ratusan ayat Alquran dan dianggapnya salah. Jadi mereka itu bersatu untuk menghadapi kita ini. Jadi wajar mereka itu bersatu.

Ahmadiyah adalah kelompok sesat, dan lebih sesat lagi kaum liberal. Kalau Ahmadiyah mengacak-acak Alquran. Kalau kaum liberal itu menyalahkan Alquran.

Menurut kaum liberal, ayat yang berbunyi Inna diina indallahil Islam itu salah. Salah kata mereka, kata Ulil. Dalam tulisannya dalam majalahnya. Yang benarnya Inna diina indallahi hanafiyah. Itu yang benarnya kata mereka.

Ahmadiyah ini melakukan penodaan dan penistaan terhadap Islam. Mereka mengacak-acak Alquran. Ini bukan masalah toleransi atau hak asasi manusia. Mereka telah melanggar undang-undang penistaan agama.

Saya sudah jelaskan semua kepada umat. Ini makhluk liberal, ini makhluk Ahmadiyah. Ini sifatnya seperti ini. Begitu. Ahmadiyah sesat. Liberal lebih sesat lagi. Karena kalau mengatakan Alquran salah, sudah jelas sesat itu.[] sirad firdaus

http://www.mediaumat.com/media-utama/2618-54-benteng-benteng-ahmadiyah.html