Thursday, May 14, 2020

Zakat perdagangan

*Fikih Zakat Perdagangan Dan Zakat Mal/Uang*

*ZAKAT PERDAGANGAN:*

Diantara harta yang harus dizakati adalah harta perdagangan, maka dalam tulisan ini kami akan paparkan beberapa hukum seputar zakat perdagangan.

Ada beberapa pembahasan yaitu:

A. Definisi

Barang dagangan atau ‘urudhut tijarah adalah sesuatu yang disiapkan oleh seorang muslim untuk diperdagangkan dari jenis apapun selain emas dan perak untuk mencari keuntungan

B. Syarat Zakat Perdagangan

Ada beberapa syaratnya yaitu:

1. Proses kepemilikan harus dengan jalan perbuatannya sendiri dengan cara yang mubah misalnya jual beli, sewa menyewa, atau menerima hadiah. Warisan tidak masuk kategori karena prosesnya tanpa usahanya.

2. Barang tersebut bukan termasuk harta yang pada asalnya wajib dizakati, seperti hewan ternak, emas dan perak.

3. Nilainya mencapai nishab

4. Barang tersebut sejak awal dibeli memang diniatkan untuk diperdagangkan.

5. Mencapai haul (melalui masa tahun hijriah) sejak mencapai nishab.

C. Nishab dan Zakatnya

Harta perdagangan diperkirakan nilainya dengan menggunakan standar emas atau perak sesuai kemaslahatan fakir miskin penduduk setempat, jika tempat tinggalnya lebih dominan orang fakir miskin maka ulama menyarankan menggunakan standar perak.

Bila nilai harta perdagangan sudah mencapai nishab (yaitu dengan nishab emas 85 gram atau perak 595 gram) maka wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5% atau 1/40.

Perhitungannya adalah:

Zakat=nilai barang+uang yang ada+piutang yang diharapkan dibayar-utang jatuh tempo

Keterangan:

-Zakat:perhitungan zakat barang dagangan

-Nilai barang dagangan: nilai barang dagangan (dengan harga saat jatuh tempo bukan harga saat beli)

-Uang yang ada: uang dagangan yang ada

-Piutang yang diharapkan: piutang atau harta kita di orang lain dan diharapkan pelunasannya

-Utang jatuh tempo: utang yang harus dibayar ditahun ia mengeluarkan zakat bukan seluruh utang pedagang

Contoh perhitungannya:

1. Seorang pedagang menilai barang dagangan di akhir haul dengan jumlah total Rp. 100.000.000, dan uang tunai (laba bersih) sebesar Rp. 25.000.000. Sementara ia memiliki hutang sebesar 50.000.000 dan juga memiliki piutang (harta di orang lain) sebesar 10.000.000

Maka modal (barang dagangan dengan nilai saat haul) dikurangi hutang: Rp. 100.000.000-Rp. 50.000.000=Rp. 50.000.000

Jumlah harta zakat: modal barang setelah dipotong hutang 50.000.000+piutang 10.000.000+uang yang ada 25.000.0000=85.000.000

Zakat yang harus dikeluarkan adalah Rp. 85.000.000×2,5%=2. 125.000

2. Pak Muhammad mulai membuka toko dengan modal 100.000.000 pada bulan muharram 1432 H. Pada bulan Muharram 1433 H perincian zakat barang dagangan pak Muhammad adalah sebagai berikut:

-Nilai barang dagangan=40.000.000

-Uang yang ada=10.000.000

-Piutang=10.000.000

-Utang= 20.000.000 (yang jatuh tempo tahun 1433)

Zakat= (40.000.000+10.000.000+10.000.000)-utang 20.000.000×2,5%

Yaitu 40.000.000×2,5%= 1.000.000

ZAKAT MAL/UANG:

Uang wajib dizakati karena berfungsi sebagai alat-tukar menukar seperti emas dan perak.

Nishab uang mengikuti nishab emas (85 gram) atau perak (595 gram) disesuaikan kondisi masyarakat, jika penduduk lebih dominan yang miskin maka ulama menyarankan memakai nishab perak.

Jika seseorang memiliki uang (rupiah maupun mata uang negara lain) yang mencapai nishab (emas atau perak) dan setelah mencapai nishab berlalu satu tahun (haul) maka wajib mengeluarkan zakat 2,5% atau 1/40.

Misal: Emas saat masuk haul harganya 500.000 maka nishab emas 85 gram x 500.000=42.500.000 dan zakatnya adalah 42.500.000×2,5%=1.062.500

Jika harga perak masuk haul 5.000 maka nishab perak 595 gram x 5.000=2.975.000 dan zakatnya adalah 2.975.000×2,5%=74.375

Semoga Bermanfaat. Wallahu A’lam

Referensi:

1. Shahih Fikih Sunnah karya Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim

2. Fikih Muyassar oleh kumpulan ulama Saudi Arabia

3. Zakat dan cara praktis menghitungnya karya Abu Muhammad Ibnu Shalih bin Hasbullah

4. Panduan mudah tentang zakat karya Muhammad Abduh Tausikal

Oleh: Abul Fata Miftah Murod, Lc

Inilahfikih.com

Thursday, April 9, 2020

30 Orang pertama

#monggoshare

Siapa Org pertama menemukan telepon ? Jawab nya :
Alexander Graham Bell ..
Nah...kalau org pertama tulis
bismillah siapa ?
??????????

Bingung kan?

Kasihan kalau anak- anak kita tanya kepada Ibu/Bapak...

bisa jawab enggak ?

simpan catatan ini ya.
Mari kita kenali Islam !
30 ORANG YANG
PERTAMA DALAM ISLAM
-----------------
1. Orang yang pertama menulis
Bismillah :
*Nabi Sulaiman AS.*

2. Orang yang pertama minum air
zamzam :
*Nabi Ismail AS.*

3. Orang yang pertama berkhitan :
*Nabi Ibrahim AS*

4. Orang yang pertama diberikan
pakaian pada hari qiamat :
*Nabi Ibrahim AS.*

5. Orang yang pertama dipanggil
oleh Allah pada hari qiamat :
*Nabi Adam AS.*

6. Orang yang pertama mengerjakan sa'i antara Safa & Marwah :
*Sayyidatina Hajar*

7. Orang yang pertama dibangkitkan pada hari qiamat :
*Nabi Muhammad SAW.*

8. Orang yang pertama menjadi
Khalifah Islam :
*Abu Bakar As Siddiq RA.*

9. Orang yang pertama
menggunakan Kalender Hijriyyah :
*Umar bin Al-Khattab*

10. Orang yang pertama
meletakkan Jabatan khalifah
dalam Islam :
*Hasan bin Ali RA.*

11. Orang yang pertama
menyusukan Nabi Muhammad
SAW :
*Thuwaibah RA.*

12. Orang yang pertama syahid
dalam Islam dari kalangan lelaki :
*Haris bin Abi Halah*

13. Orang yang pertama syahid
dalam Islam dari kalangan wanita :
*Sumayyah binti Khabbat*

14. Orang yang pertama menulis
hadis di dalam kitab / lembaran :
*Abdullah bin Amru bin Al-Ash*

15. Orang yang pertama memanah
dalam perjuangan fisabilillah :
*Saad bin Abi Waqqas*

16. Orang yang pertama menjadi
muazzin dan menyerukan adzan: *Bilal bin Rabah*

17. Khulafaur rasyidin yang pertama shalat dengan Rasulullah SAW :
*Ali bin Abi Tholib*

18. Orang yang pertama membuat
mimbar masjid Nabi SAW :
*Tamim Ad-dary*

19. Orang yang pertama menghunus pedang dalam
perjuangan fisabilillah :
*Zubair bin Al-Awwam*

20. Orang yang pertama menulis
sejarah Nabi Muhammad SAW :

Urwah ibn Zubair (wafat 92 H), kemudian disusul oleh Abban ibn Ustman (wafat 105 H), Wahb ibn Munabbih (wafat 110 H), Syarhabil ibn Sa’d (wafat 123 H), dan Ibnu Syihab Az-Zuhri (wafat 124 H).

21. Orang yang pertama beriman
dengan Nabi SAW :
*Khadijah bt Khuwailid.*

22. Orang yang pertama menggagas usul fiqh :
*Imam Syafi'i RH.*

23. Orang yang pertama membina
penjara dalam Islam:
*Ali bin Abi Tholib*

24. Orang yang pertama menjadi
raja dalam Islam :
*Muawiyah bin Abi Sufyan*

25. Orang yang pertama membuat
perpustakaan umum:
*Harun Ar-Rasyid*

26. Orang yang pertama
mengadakan baitulmal :
*Umar bin Khattab*

27. Orang yang pertama
menghafal Al-Qur'an setelah
Rasulullah SAW :
*Ali bin Abi Tholib*

28. Orang yang pertama membangun menara di Masjidil
Haram Mekah:
*Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur*

29. Orang yang pertama digelar
Al-Muqry :
*Mus'ab bin Umair*

30. Orang yang pertama masuk
 ke dalam syurga :
*Nabi Muhammad SAW*.             




Thursday, March 12, 2020

Gelar khalifatull di mataram islam

*GELAR KHALIFATULLAH DI MATARAM ISLAM*



*RADEN PATAH*
Cikal bakal gelar ‘Khalifatullah’ disandang pertama kali oleh pendiri Kesultanan Demak, Raden Patah. Tahun 1479 M, Kekhalifahan Turki Utsmani menganugerahi gelar ‘Khalifatullah ing Tanah Jawa’ kepada Raden Patah untuk melegitimasi kedudukannya sebagai wakil Kekhalifahan Islam di Jawa

*DANANG SUTAWJAYA*
Pasca runtuhnya Demak oleh Kesultanan pajang (1549 M), Danang Sutawijaya mendirikan Kesultanan Mataram Islam (1587 M) sepeninggal Raja Pajang, Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Sebagai penerus Demak, Sutawijaya menegaskan kembali gelar ini. Gelar lengkapnya: ‘Panembahan Senapati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa’ 

*DIPONEGORO*
Melihat nilai-nilai Islam hancur di Pemerintahan Mataram akibat intervensi Kolonialis, putra Hamengkubuwono III, Pangeran Diponegoro, mengobarkan Perang Jawa (1825 - 1830 M). Perang dimaksudkan untuk mengusir kependudukan Kolonialis dari Jawa, untuk kemudian mereformasi total Kekuasaan Mataram menjadi ‘Balad Islam Tanah Jawa’; pemerintahan berdasarkan syariat Islam di Jawa. Sebagai pemimpin revolusi, ia mengambil gelar ‘Khalifatu Rasulillah’ sebagai pengganti ‘Khalifatullah’ dalam tradisi keraton. Gelar lengkapnya: ‘Sultan Ngabdulkamid Erucakra Kabirul Mukminin Khalifatu Rasulillah Hamengkubuwono Senapati ing Alaga Sabilullah ing Tanah Jawi’

*HAMENGKUBUWONO X*
Pasca pecahnya Mataram Islam menjadi Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta pada perjanjian Giyanti (1755 M), gelar ‘Khalifatullah’ masih tetap dipertahankan secara turun-temurun oleh Keraton Jogja hingga masa sekarang (2019). Hamengkubuwono X, Sultan Jogja saat ini bergelar: ‘Kanjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati ing Alaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sedasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat’

Tuesday, February 4, 2020

Seruan sejarah

*SERUAN SEJARAH*

Salah seorang pemikir Islam terkenal di abad ini Dr. Muhammad 'Amaroh berkata :  " Di salah satu majlis, seorang sekuler di antara yang diundang menengok kepada saya dengan nada mengejek berkata : Nampaknya saya memahami dari tulisan-tulisan anda bahwa anda ingin menerapkan hukum syare'at Islam dan mengajak kita kembali ke belakang ( kemunduran ) ? Maka saya manjawab sambil bertanya : Apakah yg anda maksud dengan kembali ke belakang itu sekitar 100 tahun yang silam ketika Sultan Abdul Hamid 2 memerintah separuh dari permukaan bumi ? atau ketika raja-raja Eropa memerintah bangsa mereka di bawah perintah Kesultanan Turki Utsmani ?

Atau maksud anda ke belakang itu sebagian besar pemerintahan Mamalik yang menyelamatkan dunia dari pasukan Mongolia dan Tartar ? Atau sebagian besar pemerintahan di zaman Bani Abasiyah yang menguasai separuh bumi atau pemerintahan Bani Umayyah ? atau yang sebelumnya yaitu pemerintahan Umar bin Al Khottob yang menguasai sebagian besar bumi ? atau yang anda maksud pada zaman Harun Al Rasyid yang mengirim surat ke raja Romawi Naqfur yang berbunyi : Dari Harun Al Rasyid Amirul Mukminin kepada Naqfur anjing Romawi..? atau zaman Abdurrahman Al Dakhil yang mengirim pasukannya bergerak menuju Italia dan Perancis ?

👆Ini politik atau maksud anda murni ilmiyah....?👇

Ketika ilmuan-ilmuan muslim seperti Ibnu Sina, Al Farobi, Ibnu Jabir, Al Khowarizmi, Ibnu Rusydi, Ibnu Kholdoun dan lain-lain dimana dunia Arab dan Eropa  mengakui dari merekalah mengetahui ilmu kedokteran, arsitektur, astronomi dan sastra arab ?

Atau yang anda maksud menjaga kehormatan ... tatkala seorang Yahudi kafir melecehkan seorang wanita muslimah dengan mempermainkan jubahnya lalu berteriak : toloooong , maka Kholifah Al Mu'tashim mengirim pasukan dan mengusir Yahudi itu dari wilayah negri , sementara hari ini para wanita muslimah terampas kehornatan mereka tapi para penguasa merasa bahagia ?!

Atau yang anda maksud  ketika ummat Islam mendirikan Universitas Pertama yang   sangat dikenal oleh bangsa Eropa dan Spanyol ? Dan di waktu itu pula jubah arab menjadi seragam wisuda di setiap universitas di seluruh dunia, dan sampai hari ini, topi wisuda bersinar karena Al-Quran diletakkan di atasnya pada upacara wisuda !

Atau yang anda maksud , ketika Kairo menjadi kota terindah di dunia ? Atau ketika Dinar Irak bernilai 483 Dolar ? Atau  ketika para pelarian dari Eropa yang dilanda kemiskinan berbondong-bondong menuju ke Iskandariyah ? Atau ketika Amerika meminta kepada Mesir agar menyelamatkan Eropa dari kelaparan ?

Saya menunggu anda untuk menjelaskan  kepada saya maksud anda dan beritahu saya apa yang anda inginkan dari mundur ke belakang itu ?

Sungguh merupakan jawaban jitu/mematahkan terhadap orang yang berusaha meragukan keagungan Sejarah Kemajuan Islam !

Dinukil dari Dr. Mahmud Al Warroq
Ucapan terima kasih buat Ustadzah Hamidah Al Dardury

Alih Bahasa : Maksudi Nawawi, Lc

Sunday, December 29, 2019

Atha’ bin Abu Rasytah: Makna Hadits Setiap 100 Tahun Akan Ada Mujadid

Tanya-Jawab Amir Hizbut Tahrir Syeikh Atha’ bin Abu Rasytah: Makna Hadits Setiap 100 Tahun Akan Ada Mujadid

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.

Semoga Allah memberkahi Anda dan mempercepat nushrah melalui tangan Anda … dan semoga Allah memberi manfaat kepada kami dengan ilmu Anda.

Di antara hadits-hadits shahih yang masyhur adalah apa yang diriwayatkan oleh Shahabat yang mulia Abu Hurairah ra., dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا»

Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini, pada setiap akhir seratus tahun, orang yang memperbaharui untuk umat agama mereka (HR Abu Dawud no. 4291, Dishahihkan oleh as-Sakhawi di al-Maqâshid al-Hasanah (149) dan al-Albani di as-Silsilah ash-Shahîhah no. 599)

Pertanyaannya adalah: apa makna hadits tersebut? Apakah kata “man“ di dalam hadits tersebut memberi makna bahwa mujadid itu individu ataukah jamaah? Dan apakah mungkin membatasi mereka pada abad ke tujuh? Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik kepada Anda.

Abu Mu`min Hamad

Jawab:

Wa ‘alaikum as-salam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Benar, hadits tersebut shahih. Di dalamnya ada lima masalah:

Dari tahun mana dimulai abad itu? Apakah dari kelahiran Rasul saw, atau dari tahun beliau diutus, atau dari hijrah, atau dari wafat beliau saw?
Apakah “ra’s kulli mi`ah“ berarti awal setiap seratus (setiap satu abad), atau sepanjang tiap satu abad, atau pada akhir tiap satu abad?
Apakah kata “man“ berarti satu orang, atau berarti jamaah yang memperbaharui untuk manusia agama mereka?
Apakah ada riwayat yang memiliki sudut pandang shahih tentang hitungan orang-orang mujadid selama abad-abad lalu?
Apakah mungkin kita mengetahui pada abad ke empat belas yang berakhir pada 30 Dzul Hijjah 1399, siapakah mujadid untuk masyarakat yang memperbaharui agama mereka?
Saya akan berusaha semampu saya untuk menyebutkan yang rajih menurut saya dalam masalah-masalah tersebut tanpa terjun pada point-point perbedaan. Dan saya katakan dengan taufik dari Allah dan Dia Zat yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus:

1. Dari tahun berapa dimulai seratus tahun itu?

Al-Munawi di Muqaddimah Fath al-Qadir mengatakan: “diperselisihkan tentang ra’s al-mi`ah apakah dinilai dari kelahiran Nabi saw, tahun beliau diutus, hijrah atau tahun beliau wafat …” Yang rajih menurutku bahwa penilaian tersebut adalah dari hijrah. Hijrah itu adalah peristiwa yang dengannya Islam dan kaum Muslimin menjadi mulia dengan tegaknya daulahnya. Karena itu ketika Umar mengumpulkan para sahabat untuk bersepakat atas awal kalender, mereka bersandar pada hijrah. Imam ath-Thabari mengeluarkan di Târîkh-nya, ia berkata:

“حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، قَالَ: حَدَّثَنَا نُعَيْمُ بْنُ حَمَّادٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا الدَّرَاوَرْدِيُّ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيِّبِ، يَقُولُ: جَمَعَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ النَّاسَ، فَسَأَلَهُمْ، فَقَالَ: من أي يوم نكتب؟ فقال علي: من يوم هاجر رسول الله صلى الله عليه وسلم، وَتَرَكَ أَرْضَ الشِّرْكِ، فَفَعَلَهُ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.

Telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Hakam, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Nu’aim bin Hamad, ia berkata: telah menceritakan kepada kami ad-Darawardi dari Utsman bin Ubaidullah bin Abi Rafi’, ia berkata: aku mendegar Sa’id bin al-Musayyib berkata: Umar bin al-Khaththab mengumpulkan orang-orang dan menanyai mereka. Umar berkata: dari hari apa kita tulis?” maka Ali berkata: “dari hari Rasulullah saw hijrah dan beliau meninggalkan bumi kesyirikan”. Maka Umar ra. melakukannya.

Abu Ja’far (ath-Thabari) berkata: mereka –para sahabat- menilai tahun hijriyah pertama dari Muharram tahun itu, yakni dua bulan beberapa hari sebelum Rasulullah saw datang ke Madinah karena Rasulullah saw datang di Madinah pada tanggal 12 Rabiul Awal.”

Atas dasar itu, saya merajihkan untuk menghitung tahun-tahun ratusan (abad) berawal dari tahun hijrah yang dijadikan sandaran para sahabat ridhwanullah ‘alayhim.

2. Sedangkan ra’s al-mi`ah yang rajih adalah akhirnya. Yakni bahwa mujadid itu ada pada akhir abad; yaitu seorang yang ‘alim, terkenal, bertakwa dan bersih. Dan wafatnya pada akhir ratusan itu dan bukan pada pertengahan atau sepanjang abad itu. Adapun kenapa saya merajihkan hal itu, dikarenakan sebab-sebab berikut:

Ditetapkan dengan riwayat-riwayat shahih bahwa mereka menilai Umar bin Abdul ‘Aziz pada pengujung seratus tahun pertama. Beliau wafat pada tahun 101 H, dan usianya 40 tahun. Dan mereka menilai asy-Syafii pada penghujung seratus tahun kedua dan beliau wafat pada tahun 204 H dan usia beliau 54 tahun. Dan jika diambil penafsiran “ra’s kulli mi`ah sanah” itu selain ini, yakni ditafsirkan awal abad, maka Umar bin Abdul Aziz bukan mujadid abad pertama sebab beliau dilahirkan tahun 61 H. Begitu pula asy-Syafii bukan mujadid abad kedua sebab beliau dilahirkan tahun 150 H. Ini makna ra’s kulli mi`ah sanah” yang dinyatakan di dalam hadits tersebut, berarti akhir abad dan bukan awalnya. Maka mujadid itu dilahirkan sepanjang abad itu kemudian menjadi seorang yang ‘alim terkenal dan mujadid pada akhir abad itu dan diwafatkan pada akhir abad itu.
Sedangkan dalil bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah mujadid seratus tahun pertama dan asy-Syafii adalah mujadid seratus tahun kedua adalah apa yang sudah terkenal di tengah para ulama dan para imam umat ini. Az-Zuhri, Ahmad bin Hanbal dan selain keduanya diantara para imam terdahulu dan yang belakangan, mereka telah sepakat bahwa mujadid abad pertama adalah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah dan pada akhir abad kedua adalah imam asy-Syafii rahimahullah. Umar bin Abdul Aziz diwafatkan pada tahun 101 dan usianya 40 tahun dan masa khilafah beliau selama dua setengah tahun. Dan asy-Syafii diwafatkan pada tahun 204 dan usia beliau 54 tahun. Al-Hafizh Ibn Hajar di at-Tawâliy at-Ta`sîs mengatakan, Abu Bakar al-Bazar berkata, aku mendengar Abdul Malik bin Abdul Humaid al-Maymuni berkata: aku bersama Ahamd bin Hanbal lalu berlangsung mengingat asy-Syafii lalu aku lihat Ahmad mengangkatnya dan berkata: diriwayatkan dari an-Nabi beliau bersabda:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُقَيِّضُ فِي رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُعَلِّمُ النَّاسَ دِينَهُمْ

Sesungguhnya Allah membatasi pada penghujung setiap seratus tahun orang yang mengajarkan masyarakat agama mereka

Ahmad berkata, Umar bin Abdul Aziz pada penghujung abad pertama dan saya berharap asy-Syafii pada abad yang lain (kedua).

Dan dari jalur Abu Sa’id al-Firyabi, ia berkata: Ahmad bin Hanbal berkata:

إِنَّ اللَّهَ يُقَيِّضُ لِلنَّاسِ فِي كُلِّ رَأْسِ مِائَةٍ مَنْ يُعَلِّمُ الناس السنن وينفي عن النبي الْكَذِبَ فَنَظَرْنَا فَإِذَا فِي رَأْسِ الْمِائَةِ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَفِي رَأْسِ الْمِائَتَيْنِ الشَّافِعِيُّ

Sesungguhnya Allah membatasi untuk masyarakat pada setiap penghujung seratus tahun orang yang mengajarkan masyarakat sunan dan menafikan kedustaan dari Nabi. Dan kami melihat pada penghujung seratus tahun pertama adalah Umar bin Abdul Aziz dan pada penghujung seratus tahun kedua adalah asy-Syafii

Ibn ‘Adi berkata: Aku mendengar Muhammad bin Ali bin al-Husain berkata: Aku mendengar ashhabuna mereka mengatakan, pada seratus tahun pertama adalah Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus tahun kedua Muhammad bin Idris asy-Syafii.

Al-Hakim telah mengeluarkan di Mustadrak-nya dari Abu al-Walid, ia berkata: Aku ada di majelis Abu al-‘Abbas bin Syuraih ketika seorang syaikh (orang tua) berdiri kepadanya memujinya lalu aku mendengar ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abu ath-Thahir al-Khawlani, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahbin, telah memberitahukan kepada kami Sa’id bin Abi Ayyub dari Syarahil bin Yazid dari Abu ‘Alqamah, dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا»

Sesungguhnya Allah mengutus pada penghujung setiap seratus tahun orang yang memperbaharui agamanya

Maka bergembiralah wahai al-Qadhi, sesungguhnya Allah mengutus pada penghujung seratus tahun pertama Umar bin Abdul Aziz, dan Allah mengutus pada penghujung seratus tahun kedua Muhammad bin Idris asy-Syafii …

Al-Hafizh Ibn hajar mengatakan, ini mengindikasikan bahwa hadits itu masyhur pada masa itu.

Mungkin dikatakan bahwa ra’s asy-syay`i secara bahasa artinya awalnya. Lalu bagaimana kita merajihkan bahwa ra’s kulli mi`ah sanah adalah akhirnya dan bukan awalnya? Jawabnya adalah bahwa ra’s asy-syay`i seperti di dalam bahasa adalah awal sesuatu itu dan demikin juga akhirnya. Ia berkata di Tâj al-‘Arûs: ra’s asy-syay`i adalah ujungnya dan dikatakan akhirnya. Ibn Manzhur berkata di Lisân al-‘Arab: kharaja adh-dhabb murâ`isan: biawak itu keluar dari lubangnya dengan kepala lebih dahulu dan ada kalanya dengan ekornya lebih dahulu. Yakni keluar dengan awal atau akhirnya. Atas dasar itu ra’s asy-syay`i seperti yang dinyatakan di dalam bahasa, bermakna awalnya, dan bermakna ujungnya baik awalnya atau akhirnya. Dan kita perlu qarinah yang merajihkan makna yang dimaksud di dalam hadits untuk kata ra’s al-mi`ah apakah awalnya ataukah akhirnya. Dan qarinah-qarinah ini ada di dalam riwayat-riwayat terdahulu yang menilai Umar bin Abdul Aziz adalah mujadid seratus tahun pertama dan beliau diwafatkan pada tahun 101 dan penilaian bahwa asy-Syaifi adalah mujadid seratus tahun kedua dan beliau diwafatkan pada tahun 204. Semua itu merajihkan bahwa makna di dalam hadits tersebut adalah akhir seratus dan bukan awalnya.
Berdasarkan atas semua yang terdahulu itu maka saya merajihkan bahwa makna ra’s kulli mi`ah sanah yang dinyatakan di dalam hadits tersebut adalah akhir setiap seratus tahun.

3. Adapun apakah kata “man” berarti satu orang atau jamaah, maka hadits tersebut diriwayatkan “diutus untuk umat ini …orang yang memperbaharui agama umat”. Seandainya kata “man” menunjukkan pada jamak niscaya fi’ilnya jamak yakni “man yujaddidûna, akan tetapi fi’il disitu dinyatakan mufrad “yujaddidu”. Meski bahwa dalalah “man” disitu ada makna jamak juga hingga meskipun setelahnya fi’il mufrad. Namun saya merajihkan bahwa “man” itu disini untuk mufrad dengan qarinah fi’ilnya yaitu yujaddidu. Dan saya katakan, saya rajihkan, sebab dalalah disini dengan mufrad bukanlah qath’iy hingga meski fi’il setelahnya adalah mufrad. Karena itu, ada orang yang menafsirkan “man” dengan dalalah jamaah dan mereka menghitung riwayat mereka adalah jamaah ulama pada setiap seratus tahun. Akan tetapi, itu adalah pendapat yang lebih lemah seperti yang telah kami sebutkan barusan.

Atas dasar itu, maka yang rajih menurut saya bahwa kata “man” menunjukkan satu orang, yakni bahwa mujadid pada hadits tersebut adalah satu orang ‘alim lagi bertakwa dan bersih …

4. Adapun hitungan nama-nama para mujadid pada abad-abad lalu, maka ada riwayat-riwayat dalam hal itu dan yang paling terkenal adalah syair as-Suyuthi di mana ia menghitung untuk sembilan abad dan ia memohon kepada Allah agar menjadi mujadid yang kesembilan. Saya nukilkan sebagian syair itu:

“فَكَانَ عِنْدَ الْمِائَةِ الْأُولَى عُمَرْ خَلِيفَةُ الْعَدْلِ بِإِجْمَاعٍ وَقَرْ…

وَالشَّافِعِيُّ كَانَ عِنْدَ الثَّانِيَةِ لِمَا لَهُ مِنَ الْعُلُومِ السَّامِيَةِ…

وَالْخَامِسُ الْحَبْرُ هُوَ الْغَزَالِي وَعَدّهُ مَا فِيهِ مِنْ جِدَالِ…

وَالسَّابِعُ الرَّاقِي إلى المراقي بن دَقِيقِ الْعِيدِ بِاتِّفَاقِ…

وَهَذِهِ تَاسِعَةُ الْمِئِينَ قَدْ أَتَتْ وَلَا يُخْلَفُ مَا الْهَادِي وَعَدْ وَقَدْ رَجَوْتُ أَنَّنِي الْمُجَدِّدُ فِيهَا فَفَضْلُ اللَّهِ لَيْسَ يُجْحَدُ…

Pada abad pertama Umar bin Abdul Azis yang adil, menurut ijmak yang kokoh …

Dan asy-Syafii pada abad kedua karena ia memiliki ilmu yang tinggi …

Dan kelima adalah al-Habru, dia adalah al-Ghazali dan penghitungan dia di dalamnya ada perdebatan …

Dan ketujuh adalah yang menanjak ke tempat tinggi Ibn Daqiq al-‘Aid menurut kesepakatan …

Dan abad kesembilan ini sudah datang dan tidak ditinggalkan al-hadi yang telah dihitung dan aku sungguh berharap bahwa aku menjadi mujadid di dalamnya dan karunia Allah tidak bisa diperbaharui …

Ada pendapat-pendapat lain yang terus berlangsung setelah itu.

5. Dan apakah mungkin kita mengetahui pada abad ke-14 yang berakhir pada 30 Dzul Hijjah 1399 H, siapakah untuk masyarakat mujadid agama mereka?

Sangat menarik perhatianku apa yang masyhur pada para ulama yang kredibel bahwa penghujung tahun adalah akhirnya. Umar bin Abdul Aziz dilahirkan pada tahun 61 H dan diwafatkan penghujung abad pertama pada tahun 101 H. Asy-Syafii dilahirkan pada tahun 150 H dan diwafatkan pada penghujung abad ke-2 tahun 204 H …

Artinya masing-masing dari keduanya dilahirkan di pertengahan abad dan menjadi terkenal pada akhirnya dan diwafatkan pada akhirnya. Seperti yang saya katakan, saya merajihkan penafsiran ini dikarenakan sudah terkenal di antara para ulama yang kredibel bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah mujadid pada penghujung abad pertama, dan asy-Syafii adalah mujadid pada penghujung abad kedua. Berdasarkan hal itu maka saya merajihkan bahwa Al-‘allamah Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah adalah mujadid pada penghujung abad ke-14. Beliau dilahirkan pada tahun 1332 H dan menjadi terkenal pada akhir abad ke-14 ini, khususnya ketika beliau mendirikan Hizbut Tahrir pada Jumaduts Tsaniyah tahun 1372 H dan beliau diwafatkan pada tahun 1398 H. Dakwah beliau kepada kaum Muslimin kepada qadhiyah mashiriyah (agenda utama hidup mati), melanjutkan kehidupan islami dengan tegaknya daulah al-khilafah ar-rasyidah, memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan umat, kesungguhan dan keseriusan mereka, hingga al-khilafah hari ini menjadi tuntutan umum milik kaum Muslimin. Maka semoga Allah merahmati Abu Ibrahim, dan semoga Allah SWT merahmati saudara beliau Abu Yusuf setelahnya dan menghimpunkan kedua beliau bersama para nabi, ash-shidiqun, syuhada dan orang-orang shalih dan mereka adalah sebaik-baik teman.

Ini yang saya rajihkan ya akhi Abu Mu`min. Wallah a’lam bi ash-shawâb wa huwa subhânahu ‘indahu husnu al-ma`âb.



Saudaramu

Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

14 Sya’ban 1434 H

23 Juni 2013 M
Tanya-Jawab Amir Hizbut Tahrir Syeikh Atha’ bin Abu Rasytah: Makna Hadits Setiap 100 Tahun Akan Ada Mujadid

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.

Semoga Allah memberkahi Anda dan mempercepat nushrah melalui tangan Anda … dan semoga Allah memberi manfaat kepada kami dengan ilmu Anda.

Di antara hadits-hadits shahih yang masyhur adalah apa yang diriwayatkan oleh Shahabat yang mulia Abu Hurairah ra., dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا»

Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini, pada setiap akhir seratus tahun, orang yang memperbaharui untuk umat agama mereka (HR Abu Dawud no. 4291, Dishahihkan oleh as-Sakhawi di al-Maqâshid al-Hasanah (149) dan al-Albani di as-Silsilah ash-Shahîhah no. 599)

Pertanyaannya adalah: apa makna hadits tersebut? Apakah kata “man“ di dalam hadits tersebut memberi makna bahwa mujadid itu individu ataukah jamaah? Dan apakah mungkin membatasi mereka pada abad ke tujuh? Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik kepada Anda.

Abu Mu`min Hamad

Jawab:

Wa ‘alaikum as-salam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Benar, hadits tersebut shahih. Di dalamnya ada lima masalah:

Dari tahun mana dimulai abad itu? Apakah dari kelahiran Rasul saw, atau dari tahun beliau diutus, atau dari hijrah, atau dari wafat beliau saw?
Apakah “ra’s kulli mi`ah“ berarti awal setiap seratus (setiap satu abad), atau sepanjang tiap satu abad, atau pada akhir tiap satu abad?
Apakah kata “man“ berarti satu orang, atau berarti jamaah yang memperbaharui untuk manusia agama mereka?
Apakah ada riwayat yang memiliki sudut pandang shahih tentang hitungan orang-orang mujadid selama abad-abad lalu?
Apakah mungkin kita mengetahui pada abad ke empat belas yang berakhir pada 30 Dzul Hijjah 1399, siapakah mujadid untuk masyarakat yang memperbaharui agama mereka?
Saya akan berusaha semampu saya untuk menyebutkan yang rajih menurut saya dalam masalah-masalah tersebut tanpa terjun pada point-point perbedaan. Dan saya katakan dengan taufik dari Allah dan Dia Zat yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus:

1. Dari tahun berapa dimulai seratus tahun itu?

Al-Munawi di Muqaddimah Fath al-Qadir mengatakan: “diperselisihkan tentang ra’s al-mi`ah apakah dinilai dari kelahiran Nabi saw, tahun beliau diutus, hijrah atau tahun beliau wafat …” Yang rajih menurutku bahwa penilaian tersebut adalah dari hijrah. Hijrah itu adalah peristiwa yang dengannya Islam dan kaum Muslimin menjadi mulia dengan tegaknya daulahnya. Karena itu ketika Umar mengumpulkan para sahabat untuk bersepakat atas awal kalender, mereka bersandar pada hijrah. Imam ath-Thabari mengeluarkan di Târîkh-nya, ia berkata:

“حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، قَالَ: حَدَّثَنَا نُعَيْمُ بْنُ حَمَّادٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا الدَّرَاوَرْدِيُّ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيِّبِ، يَقُولُ: جَمَعَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ النَّاسَ، فَسَأَلَهُمْ، فَقَالَ: من أي يوم نكتب؟ فقال علي: من يوم هاجر رسول الله صلى الله عليه وسلم، وَتَرَكَ أَرْضَ الشِّرْكِ، فَفَعَلَهُ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.

Telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Hakam, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Nu’aim bin Hamad, ia berkata: telah menceritakan kepada kami ad-Darawardi dari Utsman bin Ubaidullah bin Abi Rafi’, ia berkata: aku mendegar Sa’id bin al-Musayyib berkata: Umar bin al-Khaththab mengumpulkan orang-orang dan menanyai mereka. Umar berkata: dari hari apa kita tulis?” maka Ali berkata: “dari hari Rasulullah saw hijrah dan beliau meninggalkan bumi kesyirikan”. Maka Umar ra. melakukannya.

Abu Ja’far (ath-Thabari) berkata: mereka –para sahabat- menilai tahun hijriyah pertama dari Muharram tahun itu, yakni dua bulan beberapa hari sebelum Rasulullah saw datang ke Madinah karena Rasulullah saw datang di Madinah pada tanggal 12 Rabiul Awal.”

Atas dasar itu, saya merajihkan untuk menghitung tahun-tahun ratusan (abad) berawal dari tahun hijrah yang dijadikan sandaran para sahabat ridhwanullah ‘alayhim.

2. Sedangkan ra’s al-mi`ah yang rajih adalah akhirnya. Yakni bahwa mujadid itu ada pada akhir abad; yaitu seorang yang ‘alim, terkenal, bertakwa dan bersih. Dan wafatnya pada akhir ratusan itu dan bukan pada pertengahan atau sepanjang abad itu. Adapun kenapa saya merajihkan hal itu, dikarenakan sebab-sebab berikut:

Ditetapkan dengan riwayat-riwayat shahih bahwa mereka menilai Umar bin Abdul ‘Aziz pada pengujung seratus tahun pertama. Beliau wafat pada tahun 101 H, dan usianya 40 tahun. Dan mereka menilai asy-Syafii pada penghujung seratus tahun kedua dan beliau wafat pada tahun 204 H dan usia beliau 54 tahun. Dan jika diambil penafsiran “ra’s kulli mi`ah sanah” itu selain ini, yakni ditafsirkan awal abad, maka Umar bin Abdul Aziz bukan mujadid abad pertama sebab beliau dilahirkan tahun 61 H. Begitu pula asy-Syafii bukan mujadid abad kedua sebab beliau dilahirkan tahun 150 H. Ini makna ra’s kulli mi`ah sanah” yang dinyatakan di dalam hadits tersebut, berarti akhir abad dan bukan awalnya. Maka mujadid itu dilahirkan sepanjang abad itu kemudian menjadi seorang yang ‘alim terkenal dan mujadid pada akhir abad itu dan diwafatkan pada akhir abad itu.
Sedangkan dalil bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah mujadid seratus tahun pertama dan asy-Syafii adalah mujadid seratus tahun kedua adalah apa yang sudah terkenal di tengah para ulama dan para imam umat ini. Az-Zuhri, Ahmad bin Hanbal dan selain keduanya diantara para imam terdahulu dan yang belakangan, mereka telah sepakat bahwa mujadid abad pertama adalah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah dan pada akhir abad kedua adalah imam asy-Syafii rahimahullah. Umar bin Abdul Aziz diwafatkan pada tahun 101 dan usianya 40 tahun dan masa khilafah beliau selama dua setengah tahun. Dan asy-Syafii diwafatkan pada tahun 204 dan usia beliau 54 tahun. Al-Hafizh Ibn Hajar di at-Tawâliy at-Ta`sîs mengatakan, Abu Bakar al-Bazar berkata, aku mendengar Abdul Malik bin Abdul Humaid al-Maymuni berkata: aku bersama Ahamd bin Hanbal lalu berlangsung mengingat asy-Syafii lalu aku lihat Ahmad mengangkatnya dan berkata: diriwayatkan dari an-Nabi beliau bersabda:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُقَيِّضُ فِي رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُعَلِّمُ النَّاسَ دِينَهُمْ

Sesungguhnya Allah membatasi pada penghujung setiap seratus tahun orang yang mengajarkan masyarakat agama mereka

Ahmad berkata, Umar bin Abdul Aziz pada penghujung abad pertama dan saya berharap asy-Syafii pada abad yang lain (kedua).

Dan dari jalur Abu Sa’id al-Firyabi, ia berkata: Ahmad bin Hanbal berkata:

إِنَّ اللَّهَ يُقَيِّضُ لِلنَّاسِ فِي كُلِّ رَأْسِ مِائَةٍ مَنْ يُعَلِّمُ الناس السنن وينفي عن النبي الْكَذِبَ فَنَظَرْنَا فَإِذَا فِي رَأْسِ الْمِائَةِ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَفِي رَأْسِ الْمِائَتَيْنِ الشَّافِعِيُّ

Sesungguhnya Allah membatasi untuk masyarakat pada setiap penghujung seratus tahun orang yang mengajarkan masyarakat sunan dan menafikan kedustaan dari Nabi. Dan kami melihat pada penghujung seratus tahun pertama adalah Umar bin Abdul Aziz dan pada penghujung seratus tahun kedua adalah asy-Syafii

Ibn ‘Adi berkata: Aku mendengar Muhammad bin Ali bin al-Husain berkata: Aku mendengar ashhabuna mereka mengatakan, pada seratus tahun pertama adalah Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus tahun kedua Muhammad bin Idris asy-Syafii.

Al-Hakim telah mengeluarkan di Mustadrak-nya dari Abu al-Walid, ia berkata: Aku ada di majelis Abu al-‘Abbas bin Syuraih ketika seorang syaikh (orang tua) berdiri kepadanya memujinya lalu aku mendengar ia berkata: telah menceritakan kepada kami Abu ath-Thahir al-Khawlani, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahbin, telah memberitahukan kepada kami Sa’id bin Abi Ayyub dari Syarahil bin Yazid dari Abu ‘Alqamah, dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا»

Sesungguhnya Allah mengutus pada penghujung setiap seratus tahun orang yang memperbaharui agamanya

Maka bergembiralah wahai al-Qadhi, sesungguhnya Allah mengutus pada penghujung seratus tahun pertama Umar bin Abdul Aziz, dan Allah mengutus pada penghujung seratus tahun kedua Muhammad bin Idris asy-Syafii …

Al-Hafizh Ibn hajar mengatakan, ini mengindikasikan bahwa hadits itu masyhur pada masa itu.

Mungkin dikatakan bahwa ra’s asy-syay`i secara bahasa artinya awalnya. Lalu bagaimana kita merajihkan bahwa ra’s kulli mi`ah sanah adalah akhirnya dan bukan awalnya? Jawabnya adalah bahwa ra’s asy-syay`i seperti di dalam bahasa adalah awal sesuatu itu dan demikin juga akhirnya. Ia berkata di Tâj al-‘Arûs: ra’s asy-syay`i adalah ujungnya dan dikatakan akhirnya. Ibn Manzhur berkata di Lisân al-‘Arab: kharaja adh-dhabb murâ`isan: biawak itu keluar dari lubangnya dengan kepala lebih dahulu dan ada kalanya dengan ekornya lebih dahulu. Yakni keluar dengan awal atau akhirnya. Atas dasar itu ra’s asy-syay`i seperti yang dinyatakan di dalam bahasa, bermakna awalnya, dan bermakna ujungnya baik awalnya atau akhirnya. Dan kita perlu qarinah yang merajihkan makna yang dimaksud di dalam hadits untuk kata ra’s al-mi`ah apakah awalnya ataukah akhirnya. Dan qarinah-qarinah ini ada di dalam riwayat-riwayat terdahulu yang menilai Umar bin Abdul Aziz adalah mujadid seratus tahun pertama dan beliau diwafatkan pada tahun 101 dan penilaian bahwa asy-Syaifi adalah mujadid seratus tahun kedua dan beliau diwafatkan pada tahun 204. Semua itu merajihkan bahwa makna di dalam hadits tersebut adalah akhir seratus dan bukan awalnya.
Berdasarkan atas semua yang terdahulu itu maka saya merajihkan bahwa makna ra’s kulli mi`ah sanah yang dinyatakan di dalam hadits tersebut adalah akhir setiap seratus tahun.

3. Adapun apakah kata “man” berarti satu orang atau jamaah, maka hadits tersebut diriwayatkan “diutus untuk umat ini …orang yang memperbaharui agama umat”. Seandainya kata “man” menunjukkan pada jamak niscaya fi’ilnya jamak yakni “man yujaddidûna, akan tetapi fi’il disitu dinyatakan mufrad “yujaddidu”. Meski bahwa dalalah “man” disitu ada makna jamak juga hingga meskipun setelahnya fi’il mufrad. Namun saya merajihkan bahwa “man” itu disini untuk mufrad dengan qarinah fi’ilnya yaitu yujaddidu. Dan saya katakan, saya rajihkan, sebab dalalah disini dengan mufrad bukanlah qath’iy hingga meski fi’il setelahnya adalah mufrad. Karena itu, ada orang yang menafsirkan “man” dengan dalalah jamaah dan mereka menghitung riwayat mereka adalah jamaah ulama pada setiap seratus tahun. Akan tetapi, itu adalah pendapat yang lebih lemah seperti yang telah kami sebutkan barusan.

Atas dasar itu, maka yang rajih menurut saya bahwa kata “man” menunjukkan satu orang, yakni bahwa mujadid pada hadits tersebut adalah satu orang ‘alim lagi bertakwa dan bersih …

4. Adapun hitungan nama-nama para mujadid pada abad-abad lalu, maka ada riwayat-riwayat dalam hal itu dan yang paling terkenal adalah syair as-Suyuthi di mana ia menghitung untuk sembilan abad dan ia memohon kepada Allah agar menjadi mujadid yang kesembilan. Saya nukilkan sebagian syair itu:

“فَكَانَ عِنْدَ الْمِائَةِ الْأُولَى عُمَرْ خَلِيفَةُ الْعَدْلِ بِإِجْمَاعٍ وَقَرْ…

وَالشَّافِعِيُّ كَانَ عِنْدَ الثَّانِيَةِ لِمَا لَهُ مِنَ الْعُلُومِ السَّامِيَةِ…

وَالْخَامِسُ الْحَبْرُ هُوَ الْغَزَالِي وَعَدّهُ مَا فِيهِ مِنْ جِدَالِ…

وَالسَّابِعُ الرَّاقِي إلى المراقي بن دَقِيقِ الْعِيدِ بِاتِّفَاقِ…

وَهَذِهِ تَاسِعَةُ الْمِئِينَ قَدْ أَتَتْ وَلَا يُخْلَفُ مَا الْهَادِي وَعَدْ وَقَدْ رَجَوْتُ أَنَّنِي الْمُجَدِّدُ فِيهَا فَفَضْلُ اللَّهِ لَيْسَ يُجْحَدُ…

Pada abad pertama Umar bin Abdul Azis yang adil, menurut ijmak yang kokoh …

Dan asy-Syafii pada abad kedua karena ia memiliki ilmu yang tinggi …

Dan kelima adalah al-Habru, dia adalah al-Ghazali dan penghitungan dia di dalamnya ada perdebatan …

Dan ketujuh adalah yang menanjak ke tempat tinggi Ibn Daqiq al-‘Aid menurut kesepakatan …

Dan abad kesembilan ini sudah datang dan tidak ditinggalkan al-hadi yang telah dihitung dan aku sungguh berharap bahwa aku menjadi mujadid di dalamnya dan karunia Allah tidak bisa diperbaharui …

Ada pendapat-pendapat lain yang terus berlangsung setelah itu.

5. Dan apakah mungkin kita mengetahui pada abad ke-14 yang berakhir pada 30 Dzul Hijjah 1399 H, siapakah untuk masyarakat mujadid agama mereka?

Sangat menarik perhatianku apa yang masyhur pada para ulama yang kredibel bahwa penghujung tahun adalah akhirnya. Umar bin Abdul Aziz dilahirkan pada tahun 61 H dan diwafatkan penghujung abad pertama pada tahun 101 H. Asy-Syafii dilahirkan pada tahun 150 H dan diwafatkan pada penghujung abad ke-2 tahun 204 H …

Artinya masing-masing dari keduanya dilahirkan di pertengahan abad dan menjadi terkenal pada akhirnya dan diwafatkan pada akhirnya. Seperti yang saya katakan, saya merajihkan penafsiran ini dikarenakan sudah terkenal di antara para ulama yang kredibel bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah mujadid pada penghujung abad pertama, dan asy-Syafii adalah mujadid pada penghujung abad kedua. Berdasarkan hal itu maka saya merajihkan bahwa Al-‘allamah Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah adalah mujadid pada penghujung abad ke-14. Beliau dilahirkan pada tahun 1332 H dan menjadi terkenal pada akhir abad ke-14 ini, khususnya ketika beliau mendirikan Hizbut Tahrir pada Jumaduts Tsaniyah tahun 1372 H dan beliau diwafatkan pada tahun 1398 H. Dakwah beliau kepada kaum Muslimin kepada qadhiyah mashiriyah (agenda utama hidup mati), melanjutkan kehidupan islami dengan tegaknya daulah al-khilafah ar-rasyidah, memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan umat, kesungguhan dan keseriusan mereka, hingga al-khilafah hari ini menjadi tuntutan umum milik kaum Muslimin. Maka semoga Allah merahmati Abu Ibrahim, dan semoga Allah SWT merahmati saudara beliau Abu Yusuf setelahnya dan menghimpunkan kedua beliau bersama para nabi, ash-shidiqun, syuhada dan orang-orang shalih dan mereka adalah sebaik-baik teman.

Ini yang saya rajihkan ya akhi Abu Mu`min. Wallah a’lam bi ash-shawâb wa huwa subhânahu ‘indahu husnu al-ma`âb.



Saudaramu

Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

14 Sya’ban 1434 H

23 Juni 2013 M

Sunday, December 15, 2019

JANJI ITU DIKHIANATI

JANJI ITU DIKHIANATI
.
.
Sekitar 550 orang berkumpul di dalam Gedung Merdeka, Bandung pada 10 November 1956. Dalam bangunan klasik dua tingkat berlantaikan marmer mengkilap khas kolonial _art deco,_ Presiden Soekarno melantik wakil rakyat hasil pemilu 1955 sebagai anggota Konstituante (lembaga yang membahas perubahan dasar negara dan undang-undang dasar). Pelantikan tersebut menandakan pula dimulainya sidang.
.
DIKHIANATI
.
Sidang Konstituante adalah sidang yang sangat dinanti para tokoh dan umat Islam, tak terkecuali Ketua PP Muhammadiyah (1942-1953) Ki Bagoes Hadikoesoemo.
.
Sebelumnya, pada 22 Juni 1945, Panitia Sembilan yang dibentuk Badan Persiapan Usaha Penyelidik Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) menandatangani rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar negara RI yang belakangan disebut sebagai Piagam Jakarta. Meski telah disahkan namun menyisakan perdebatan antara kelompok Islam di satu sisi dan kelompok sekuler dan Kristen di sisi lain terkait tujuh kata dalam Pembukaan UUD 1945.
.
Sedangkan anggota BPUPKI Soekarno berusaha menengahi dengan gaya kompromistis [baca: mencampurkan yang haq dan bathil]. Dalam rapat BPUPKI 11 Juli 1945, Soekarno menyatakan, “Saya ulangi lagi bahwa ini satu kompromis untuk menyudahi kesulitan antara kita bersama. Kompromis itu pun terdapat sesudah keringat kita menetes. Tuan-tuan, saya kira sudah ternyata bahwa kalimat dengan didasarkan kepada ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya sudah diterima panitia ini.”
.
Pada rapat 14 Juli, Ki Bagoes mengusulkan agar kata bagi pemeluk-pemeluknya dicoret. Jadi bunyinya hanya Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariah Islam.
.
Pendapatnya pun ditolak kelompok sekuler. Soekarno lagi-lagi meminta kepada seluruh anggota BPUPKI untuk tetap menyepakati hasil 11 Juli.  Akhirnya BPUPK memutuskan tetap mencantumkan kalimat: dengan didasarkan kepada ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dalam Pembukaan UUD 1945.
.
Namun bukan orang sekuler kalau tidak licik. Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya pada 18 Agustus 1945, tanpa sidang, Soekarno dan Muhammad Hatta menghapus kalimat dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya (tujuh kata).
.
Tujuh kata tersebut dihapus dengan dalih golongan Protestan dan Katolik lebih suka berdiri di luar Republik bila tujuh kata tersebut masih tercantum dalam UUD 1945. Maka Kasman Singodimejo, anggota Panitia Sembilan, yang terbujuk rayuan Soekarno pun melobi Ki Bagoes agar setuju tujuh kata tersebut diganti dengan Yang Maha Esa.
.
Almarhum Hussein Umar (terakhir sebagai Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia) menyatakan masih terngiang ucapan Kasman dalam sebuah perbincangan. Kasman merasa turut bersalah karena dengan bahasa Jawa yang halus Kasman menyampaikan kepada Ki Bagoes untuk sementara menerima usulan dihapusnya tujuh kata itu.
.
Kasman terpengaruh oleh janji Soekarno dalam ucapannya. “Ini adalah UUD sementara, UUD darurat, Undang-undang kilat. Nanti enam bulan lagi MPR terbentuk, apa yang tuan-tuan dari golongan Islam inginkan silakan perjuangkan di situ,” ujar Kasman menirukan bujukan Soekarno.
.
Kasman berpikir, yang penting merdeka dulu. Lalu meminta Ki Bagoes bersabar menanti enam bulan lagi.
.
Namun enam bulan kemudian Soekarno tidak menepati janji. Majelis Permusyawaratan Rakyat belum juga terbentuk. Sementara Ki Bagoes yang diminta oleh Kasman meninggal dalam penantian pada 1953.
.
MENAGIH JANJI
.
Dalam sidang Konstituante, Kasman mengingatkan kembali peristiwa penghapusan dan janji kepada Ki Bagoes itu. “Saudara Ketua, kini juru bicara Islam Ki Bagus Hadikoesoemo itu telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya, karena telah pulang ke Rahmatullah. Beliau telah menanti dengan sabarnya, bukan menanti 6 bulan seperti yang telah dijanjikan kepadanya. Beliau menanti, ya menanti sampai wafatnya. Beliau kini tidak dapat lagi ikut serta dalam Dewan Konstituante ini untuk memasukkan materi Islam, ke dalam Undang-Undang Dasar yang kita hadapi sekarang ini,” ungkap Kasman.
.
Ia kemudian bertanya, “Saudara Ketua, secara kategoris saya ingin tanya, Saudara Ketua, di mana lagi jika tidak di Dewan Konstituante yang terhormat ini, Saudara Ketua, di manakah kami golongan Islam dapat menuntut penunaian ‘janji’ tadi itu? Di mana lagi tempatnya?”
.
Pada 10 Nopember 1957, giliran Pimpinan Persatuan Islam (Persis) KH Isa Anshari menyampaikan pandangannya. Ia juga mempertanyakan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang dihapus. “Kalimat yang bunyinya dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, memberikan peluang dan ruang kemungkinan bagi umat Islam untuk menegakkan hukum dan syariat Islamiah dalam negara yang akan dibentuk…”
.
“…Kalimat-kalimat di atas itu berisi janji dan harapan, jaminan dan kepastian bagi segenap umat Islam, bahwa agamanya akan mendapat tempat yang wajar dalam susunan dan bidang hidup kemasyarakatan daan kenegaraan, walaupun rumusan itu belum lengkap menggambarkan ideologi Islam yang sesungguhnaya.”
.
“Akan tetapi, Saudara Ketua, rupanya jalan sejarah tidak bergerak di atas acuan piagam yang menarik-mengikat itu. Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Undang-Undang Dasar Negara Indonesia diumumkan tanggal 18 Agustus 1945. Dalam Preambule Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 kalimat
.
Dengan kewajiban menjakankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya ditiadakan sama sekali.”
.
“Apa gerangan sebabnya, bagaimana sesungguhnya proses yang berlaku sampai terjadi yang demikian itu, hingga kini belum ada keterangan mengenai itu?”
.
“Saudara Ketua, kejadian yang mencolok mata sejarah itu dirasakan oleh umat Islam sebagai suatu permainan sulap yang masih diliputi oleh kabut rahasia. Kejadian yang mencolok mata sejarah itu, dirasakan oleh umat Islam Indonesia sebagai permainan politik pat-gulipat terhadap golongannya, akan tetapi mereka diam, tidak mengadakan tantangan dan perlawanan, karena jiwa toleransi mereka…”
.
“Pada saat negara kita berada dalam krisis, berada pada taraf dan tingkatan yang membahayakan, selalu pemimpin-pemimpin Islam mem-borg-kan (menggadaikan, red) umat Islam yang dipimpinnya untuk menyelamatkan Negara Republik Indonesia, walaupun dalam Republik Indonesia itu belum lagi berlaku ajaran dan hukum Islam,” tegasnya.
.
Dalam kesempatan sidang berikutnya, Buya Hamka mengingatkan bahwa semangat melawan penjajahan, keberanian yang timbul hingga mengobarkan semangat berani mati, syahid adalah akibat kecintaan pada Allah yang bersemayam di dalam dada, bukan Pancasila.
.
“Itulah yang kami kenal, jiwa atau yang menjiwai Proklamasi 17 Agustus, bukan Pancasila! Sungguh Saudara Ketua. Pancasila itu belum pernah dan tidak pernah, karena keistimewaan hidupnya di zaman Belanda itu menggentarkan hati dan tidak pernah dikenal, tidak popular dan belum pernah dalam dada ini sekarang.”
.
“Saudara Ketua, bukanlah Pancasila, tetapi Allahu Akbar! Bahkan sebagian besar dari pembela Pancasila sekarang ini, kecuali orang-orang PKI, yang nyata dalam hati sanubarinya sampai saat sekarang ini pun, pada hakekatnya adalah Allahu Akbar!”
.
Buya Hamka menegaskan, perjuangan menjadikan Islam sebagai dasar negara bukan mengkhianati Indonesia, malah sebaliknya, hanya meneruskan wasiat dari para pejuang dan pendahulu bangsa seperti Sultan Hasanuddin, Tuanku Imam Bonjol, Teuku Cik Di Tiro, Maulana Hasanuddin Banten, Pangeran Antasari dan lainnya. Menjadikan Islam sebagai dasar negara bukanlah demi kepentingan partai atau fraksi Islam di Konstituante, tetapi untuk anak cucu yang menyambung perjuangan nenek moyang. 
.
Dan pada sampai puncaknya dengan lantang dan blak-blakan Buya Hamka pun mengingatkan. “Bila negara kita ini mengambil dasar negara berdasarkan Pancasila, sama saja kita menuju jalan ke neraka… ” tegasnya.
.
Tentu saja para hadirin dalam sidang Konstituante itu terkejut mendengar pernyataan lelaki yang aktif di ormas Islam Muhammadiyah tersebut. “Tidak saja pihak pendukung Pancasila, juga para pendukung negara Islam sama-sama terkejut,” ujar KH Irfan Hamka menceritakan ketegasan sang ayah seperti tertulis dalam bukunya yang berjudul Kisah-Kisah Abadi Bersama Ayahku Hamka.
.
DIKHIANATI LAGI
.

Pada akhir sidang tahun 1958, penyusunan konstitusi telah mencapai 90 persen dari seluruh materi UUD. Namun masih saja terjadi perdebatan sengit soal tujuh kata tersebut. Lalu Soekarno meminta Konstituante menentukan tenggat untuk segera menyelesaikan pekerjaannya nanti pada 26 Maret 1960.
.
Anehnya, meski _deadline_ masih sembilan bulan lagi, tiada angin tiada hujan, pada 5 Juni 1959,  Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pembubaran Konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945. Sejak itu, dimulailah masa baru yang sangat represif dan kemudian lebih dikenal dengan istilah masa Demokrasi Terpimpin.[]
.
Joko Prasetyo
dari berbagai sumber
.
https://mediaumat.news/janji-itu-dikhianati/