Saturday, July 20, 2019

*FAKTA SEJARAH ISLAM DI INDONESIA YG DIBELOKKAN OLEH BELANDA !!* *SEJARAH ISLAM PERTAMA KALI MASUK KE INDONESIA, YG BELUM DIKETAHUI OLEH UMAT ISLAM*

*FAKTA SEJARAH ISLAM DI INDONESIA YG DIBELOKKAN OLEH BELANDA !!*
*SEJARAH ISLAM PERTAMA KALI MASUK KE INDONESIA, YG BELUM DIKETAHUI OLEH UMAT ISLAM*

Mau tanya, adakah diantara kita yg pernah membaca buku sejarah bahwa Sahabat Nabi Ali bin Abi Talib pernah ke Jepara Indonesia?
====================
*Islam masuk ke indonesia pada kekhalifahan Generasi Terbaik (Khulafaur Rasyidin)*
*Islam pertama kali masuk ke indonesia BUKAN melalui jalur perdagangan dan bukan dalam hal perekonomian*.
*Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman ﷺ
ﻭَﻣﺎَ ﺃَﺭْﺳَﻠْﻨَﺎﻙَ ﺇِﻟَّﺎ ﺭَﺣْﻤَﺔً ﻟِﻠْﻌَﺎﻟَﻤِﻴْﻦَ -
*"Dan Kami tidak mengutus engkau melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam". (Qs. AL-Anbiya:107)*
*Ali bin Abi Thalib, pernah datang dan berdakwah di Garut, Cirebon, Jawa Barat (Tanah Sunda), Indonesia, tahun 625 M. [1]*
*Ja'far bin Abi Thalib, berdakwah di Jepara, Kerajaan Kalingga, Jawa Tengah (Jawa Dwipa), Indonesia,sekitar tahun 626 M. [2]*
*Ubay bin Ka'ab, berdakwah di Sumatera Barat, Indonesia, kemudian kembali ke Madinah. Sekitar tahun 626 M. [3]*
*Abdullah bin Mas'ud, berdakwah di Aceh Darussalam dan kembali lagi ke Madinah sekitar tahun 626 M. [4]*
*'Abdurrahman bin Mu'adz bin Jabal, dan putera-puteranya Mahmud dan Isma'il, berdakwah dan wafat dimakamkan di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara sekitar tahun 625 M. [5]*
*Akasyah bin Muhsin Al-Usdi, berdakwah di Palembang, Sumatera Selatan dan sebelum Rasulullah Wafat, ia kembali ke Madinah sekitar tahun 623 M. [6]*
*Salman Al-Farisi, berdakwah Ke Perlak, Aceh Timur dan Kembali Ke Madinah sekitar tahun 626 M. [7]*
*"keterangan: ( [1] s/d[7] bisa dilihat dibawah, di footnote)"*
Seperti yg kita ketahui sebelumnya *_di pelajari di sekolah bahwa islam datang melalui pedagang gujarat india_*. *Padahal bukan seperti Itu.
Ini cara para orientalis, yang *disebarkan oleh orientalis terkemuka Belanda, yg pertama kali bernama "J. Pijnapel" lalu "Snouck Hurgronje" yg notebene "ingin menutupi sejarah bahwa Indonesia adalah bagian pada kekhilafahan Utsman bin affan*.
*_Oleh karena itu Indonesia patut diperhitungkan_
*.
*_Demi mencapai tujuannya itu, ia mempelajari bahasa Arab, mengaku sebagai seorang Muslim, dan bahkan mengawini seorang Muslimah, anak seorang tokoh di zamannya_
*Sebuah artefak ditemukan* bahwa saat itu di indonesia tepatnya dipulau jawa yaitu *KALINGGA, Jepara.*
*Pada tahun 640-650 M ada sebuah kerajaan yg ratunya adil bernama RATU SIMA dan anaknya bernama RATU JAYISIMA.*
Ketika itu ada seorang dari tanah arab yg diutus *pada masa Utsman bin Affan dari BANI UMAYYAH. Bani Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama (Muawiyah bin Abu Sofyan) setelah masa Khulafar Rasyidin.*
*Lalu singgah di Kalingga-Jepara, kemudian Ratu Sima dan Putrinya masuk islam dan memerintah dari tahun 646-650 M, dan islam belum berkembang saat itu, lalu ditandai adanya surat-menyurat atau korespondesi antara Ratu Sima pada masa Bani Umayyah untuk di datangkan guru-guru untuk berdakwah.*
*Surat-surat mereka sekarang tersimpan di MUSEUM GRANADA, SPANYOL.* Indonesia adalah salah satu *sasaran atau tujuan sahabat-sahabat nabi untuk berdakwah.*
Setelah masa kekhalifahan Utsman Bin Affan, lalu Ali bin Abu Thalib & kemudian *di gantikan oleh tabi'in UMAR BIN ABDUL AZIZ yg memerintah pada tahun 711 M*.
Pada 7 tahun kemudian *tepatnya 718 M, Khalifah UMAR BIN ABDUL AZIZ & anaknya ABDUL MALIK telah menginjakan kaki di Palembang - Sumatra Selatan*.
Pada waktu itu *Palembang dipimpin oleh seorang Raja Sriwijaya yg bernama RAJA SRINDRA VARMA.*
*Ternyata dakwah Umar bin Abdul Aziz membuat Raja tertarik lalu masuk islam.*
Terbukti *di makamnya tertuliskan kalimat Lailla hailallah Muhammad Rasulullah*.
Lalu di tandai juga ada *surat-menyurat (korespondensi) antara Raja Srindra Varma dengan khalifah Umar bin Abdul Aziz* yg juga untuk meminta didatangkannya para guru untuk berdakwah. *Yg kini surat-suratnya di simpan di Museum Oxford, inggris.*
* Setelah Rasulullah ﷺ wafat, sahabat-sahabat nabi menyebar keseluruh penjuru dunia untuk berdakwah profesi mereka yg utama pada waktu *.itu
* Benarlah akan nubuwah Rasulullah ﷺ *:bersabda
*"Aku berwasiat kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan mendengar serta taat (kepada pemerintahan Islam) walaupun yang memimpin kalian adalah seorang hamba sahaya dari negeri Habasyah.*
*Sesungguhnya barangsiapa hidup sesudahku niscaya dia akan melihat banyak perselisihan, maka wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku*.
*"Berpeganglah kalian dengannya dan gigitlah ia dengan gigi gerahammu serta jauhilah oleh kalian perkara agama yang diada-adakan karena semua yang baru dalam agama adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat.”*
*_(HR Ahmad,Abu Dawud,Tirmidzi,Dzahabi dan Hakim, disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al jami’ no. 2549)_*
* Sejak 633 M* *Rasulullah ﷺ wafat *
*_(maka khulafaur Rasyidin yg memimpin)_*
*~Thn 634 M kekhalifahan Abu Bakar = 2 thn*
*~Thn 644 M kekhalifahan Umar Bin Khattab = 10 thn*
*~Thn 657 M kekhalifahan Utsman Bin Affan = 13 thn*
*~Thn 661 M kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib = 5 thn.*
*_Jadi totalnya adalah selama 30 thn._*
*Inilah 30 tahun masa khilafah ala manhaj nubuwwah, seperti disebutkan oleh Nabi shallalahu alaihi wa sallam*.
*Bahwa kehebatan & keistimewaan Nabi Muhammad ﷺ dalam memimpin strategi dakwah islam ke seluruh dunia*.
*Dengan mendalami atau memahami sejarah maka Aqidah kita akan lurus yg harus dibarengi dengan akhlakul karimah.*
*_Semoga Bermanfaat...Wa billahi taufiq walhidayah.._*
*Perlu diketahui:*
Bilal Bin Rabbah tidak dimakamkan di Saudi Arabia melainkan di Damascus.
Sa'ad Bin Abi Waqas tidak dimakamkan di madinah atau mekkah melainkan di Guang Zsu (Cina).
Abu Kasbah berdakwah dan dimakamkan di Tiongkok.
~~~~~~~~~~☆~~~~~~~
* Footnote:*
[1] Sumber: H. Zainal Abidin Ahmad, Ilmu politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya sampai sekarang, 1979; Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.31; S. Q. Fatini, Islam Comes to Malaysia, Singapura: M. S. R.I., 1963, hal. 39)
[2] Sumber: Habib Bahruddin CV), 1929, h.33)
[3] Sumber: Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.35
[4] Sumber: G. E. Gerini, Futher India and Indo-Malay archipelago
[5] Sumber: Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.38
[6] Sumber: Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.39; Pangeran Gajahnata, Sejarah Islam Pertama Di Palembang, 1986; R.M. Akib, Islam Pertama di Palembang, 1929; T. W. Arnold, The Preaching of Islam, 1968.
[7] Sumber: Habib Bahruddin Azmatkhan, Qishshatud Dakwah Fii Arahbiliyyah (Nusantara), 1929, h.39.
Asy-Syaikh As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Hafizh (Syekh Mufti Kesultanan Palembang Darussalam)
Prof. Dr. HAMKA; Dari Perbendaharaan Lama; Pustaka Panjimas; cet. III; Jakarta;
Sumber: Muamalah Santri

KHILAFAH AJARAN ISLAM Dr. Daud Rasyid, Lc., MA (*)

Ada tulisan menarik dari Dr. Daud Rasyid, Lc., MA. Kelebihan tulisan ini:
(1).Disampaikan secara resmi di persidangan PTUN, Jakarta Timur, tanggal 08 Pebruari 2018, (2).Penulisnya seorang akademisi bidang hadits dan syariah, (3).Pada tulisannya tersebut disertakan pula berbagai literatur sebagai referensi yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademik. Selamat membaca ada manfaatnya.
--------------------
KHILAFAH AJARAN ISLAM
Dr. Daud Rasyid, Lc., MA (*)
Istilah Khilafah
.
Khilafah adalah isim syar’i [istilah syariah]. Artinya, Khilafah ini bukan istilah buatan manusia, karena istilah ini pertama kali digunakan dalam nash syariah dengan konotasi yang khas, berbeda dengan makna yang dikenal oleh orang Arab sebelumnya. Sebagaimana kata Shalat, Hajj, Zakat, dan sebagainya. [Lihat, al-Amidi, al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, Juz I/27-28]
.
Istilah Khilafah, dengan konotasi syara’ ini digunakan dalam hadits Nabi saw. sebagaimana yang diriwayatkan Ahmad bin Hanbal:
( ﺗَﻜُﻮْﻥُ ﺍﻟﻨُّﺒُﻮَّﺓُ ﻓِﻴْﻜُﻢْ ﻣَﺎ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮْﻥَ، ﺛُﻢَّ ﻳَﺮْﻓَﻌُﻬَﺎ ﺍﻟﻠﻪُ ﺇِﺫَﺍ ﺷَﺎﺀَ ﺃَﻥْ ﻳَﺮْﻓَﻌَﻬَﺎ، ﺛُﻢَّ ﺗَﻜُﻮْﻥُ ﺧِﻼَﻓَﺔٌ ﻋَﻠَﻰ ﻣِﻨْﻬَﺎﺝِ ﺍﻟﻨُّﺒُﻮَّﺓِ ‏) ‏[ ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺣﻤﺪ ]
“Ada era kenabian di antara kalian, dengan izin Allah akan tetap ada, kemudian ia akan diangkat oleh Allah, jika Allah berkehendak untuk mengangkatnya. Setelah itu, akan ada era Khilafah yang mengikuti Manhaj Kenabian.” [Hr. Ahmad]
.
Ini juga bukan merupakan satu-satunya riwayat, karena masih banyak riwayat lain, yang menggunakan kata Khilafah, dengan konotasi syara’ seperti ini. Lihat, Musnad al-Bazzar, hadits no 1282. Musnad Ahmad, hadits no 2091 dan 20913. Sunan Abu Dawud, hadits no 4028. Sunan at-Tirmidzi, hadits no. 2152. Al-Mustadrak, hadits no. 4438.
.
Adapun pemangkunya disebut Khalifah, jamaknya, Khulafa’. Ini juga disebutkan dalam banyak hadits Rasulullah saw. Antara lain dalam hadits Abu Hurairah ra.
( ﻛَﺎﻧَﺖْ ﺑَﻨُﻮْ ﺇِﺳْﺮَﺍﺋِﻴْﻞَ ﺗَﺴُﻮْﺳُﻬُﻢُ ﺍﻷَﻧْﺒِﻴَﺎﺀُ، ﻛُﻠَّﻤَﺎ ﻫَﻠَﻚَ ﻧَﺒِﻲٌّ ﺧَﻠَﻔَﻪُ ﻧَﺒِﻲٌّ، ﻭَﺇِﻧَّﻪُ ﻻَ ﻧَﺒِﻲَ ﺑَﻌْﺪِﻱْ، ﻭَﺳَﻴَﻜُﻮْﻥُ ﺧُﻠَﻔَﺎﺀُ ﻓَﻴَﻜْﺜُﺮُﻭْﻥَ ‏) ‏[ ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ]
“Bani Israil dahulu telah diurus urusan mereka oleh para Nabi. Ketika seorang Nabi [Bani Israil] wafat, maka akan digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya, tidak seorang Nabi pun setelahku. Akan ada para Khalifah, sehingga jumlah mereka banyak.” [Hr. Muslim]
.
Tidak hanya di dalam hadits ini, tetapi juga banyak hadits lain yang menggunakan istilah Khalifah [jamaknya, Khulafa’]. Lihat, Shahih Bukhari, hadits no. 6682. Shahih Muslim, hadits no. 3393, 3394, 3395, 3396, 3397 dan 3398. Sunan Abu Dawud, hadits no. 3731 dan 3732. Musnad Ahmad, hadits no. 3394, 19901, 19907, 19943, 19963, 19987, 19997, 20019, 20032, 20041, , 20054, 20103 dan 20137. Sunan at-Tirmidzi, hadits no. 2149 dan 4194.
.
Karena itu, istilah Khilafah dan Khalifah, jamaknya Khulafa’, adalah istilah syariah, yang memang digunakan dalam nash syariah, bersumber dari wahyu. Bukan buatan manusia, baik generasi sahabat, tabiin, atba’ tabiin maupun para ulama’ setelahnya. Istilah ini kemudian diadopsi para ulama’ ushuluddin [akidah], fikih dan tsaqafah Islam yang lainnya dengan konotasi sebagaimana yang dimaksud oleh hadits Nabi di atas.
.
Makna Khilafah dan Khalifah
.
Dalam Mu’jam Musthalahat al-‘Ulum as-Syar’iyyah, istilah Khilafah ini didefinisikan dengan:
ﺍﻟﻨِّﻴَﺎﺑَﺔُ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﷺ ﻓِﻲ ﺣَﺮَﺍﺳَﺔِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ، ﻭَﺳِﻴَﺎﺳَﺔِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ، ﻭَﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺜِﻠَﺘِﻪِ ﻛَﻮْﻥُ ﺃَﺑِﻲْ ﺑَﻜْﺮٍ، ﻭَﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِﻩِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨُﻠَﻔَﺎﺀِ ﺍﻟﺮَّﺍﺷِﺪِﻳْﻦَ، ﻭَﻧَﺤْﻮِﻫِﻢْ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻢْ ﺧُﻠَﻔَﺎﺀَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﷺ ﻓِﻲْ ﺣَﺮَﺍﺳَﺔِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ ﻭَﺳِﻴَﺎﺳَﺔِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ .
“Menggantikan Nabi saw. dalam menjaga agama dan mengurus dunia, di antaranya seperti Abu Bakar, dan para Khulafa’ Rasyidin sepeninggalnya, dan yang lain seperti mereka, semoga Allah meridhai mereka, merupakan pengganti Nabi dalam menjaga agama dan mengurus dunia.” [Majmu’ah Muallifin, Mu’jam Musthalahat al-‘Ulum as-Syar’iyyah, hal. 756]
.
Karena itu, istilah Khilafah dan Khalifah, jamaknya Khulafa’ bukanlah istilah yang asing di kalangan ulama’ kaum Muslim, dan kaum Muslim di sepanjang zaman. Kecuali, orang yang jahil tentang Islam. Dalam kitab, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, karya Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili dinyatakan, “Khilafah, Imamah Kubra dan Imarah al-Mu’minin merupakan istilah-istilah yang sinonim dengan makna yang sama.” [Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, Juz IX/881].
.
Imam al-Mawardi [w. 450 H], dalam kitabnya, al-Ahkam as-Sulthaniyyah wa al-Wilayat ad-Diniyyah, menyatakan, “Imamah [Khilafah] dibuat untuk menggantikan kenabian dalam menjaga agama dan mengurus dunia.” [al-Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniyyah wa al-Wilayat ad-Diniyyah, hal. 3]. Sedangkan Ibn Khaldun [w. 808 H], menyatakan, “Menggantikan pemilik syariah [Nabi saw.] dalam menjaga agama, dan mengurus dunia dengannya.” [Ibn Khaldun, Tarikh Ibn Khaldun, hal. 98]
.
Dr. Mahmud al-Khalidi, dalam disertasinya di Universitas al-Azhar, Mesir, menyatakan, “Khilafah adalah kepemimpinan umum atas seluruh kaum Muslim di dunia untuk menerapkan syariah dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.” [Al-Khalidi, Qawâ’id Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 226]. Definisi ini adalah definisi yang sama, yang digunakan oleh al-‘Allamah al-Qadhi Taqiyuddin an-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir, dalam kitabnya, Nidzam al-Hukmi fi al-Islam. [Lihat, an-Nabhani, Nidzam al-Hukmi fi al-Islam, hal. 34]
.
Karena merupakan istilah syara’, Khilafah adalah bagian dari ajaran Islam sebagaimana shalat, puasa, zakat, haji, dan lainnya. Bahkan, Nabi saw. tidak hanya menggunakan istilah ini dengan konotasi syariahnya, tetapi juga menambahkan dengan predikat, Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah [Khilafah yang mengikuti metode kenabian], yang berarti Khilafah sebagai sistem pemerintahan Islam yang dijalakan oleh para sahabat itu merupakan copy paste dari Nabi saw. Mereka tinggal melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh Nabi saw.
.
Bahkan, Nabi saw. memerintahkan agar umatnya tidak hanya memegang teguh sunahnya, tetapi juga sunah para Khulafa’ Rasyidin. Nabi saw. bersabda:
( ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﺴُﻨَّﺘِﻲْ ﻭَﺳُﻨَّﺔِ ﺍﻟْﺨُﻠَﻔَﺎﺀِ ﺍﻟﺮَّﺍﺷِﺪِﻳْﻦَ ﺍﻟﻤَﻬْﺪِﻳِﻴِّﻦَ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِﻱْ، ﻭَﻋَﻀُّﻮْﺍ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺑِﺎﻟﻨَّﻮَﺍﺟِﺬِ ‏) ‏[ ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ]
“Kalian wajib berpegang teguh dengan sunahku dan sunah para Khalifah Rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku. Gigitlah sunah itu dengan gigi geraham.” [Hr. Abu Dawud dan at-Tirmidzi]
Perintah untuk terikat dengan sunah [tuntunan] mereka adalah perintah untuk mempertahankan Khilafah, sebagaimana yang diwariskan oleh Nabi saw. dan menegakkannya kembali, jika ia tidak ada.
.
Hukum Adanya Khilafah dan Menegakkannya
.
Semua ulama’ kaum Muslim sepanjang zaman sepakat, bahwa adanya Khilafah ini adalah wajib. Jika Khilafah tidak ada, hukum menegakkannya bagi seluruh kaum Muslim adalah wajib. Dasar kewajibannya tidak didasarkan pada akal atau kesepakatan manusia, tetapi wahyu. Berkaitan dengan ini, Imam as-Syafii menyatakan:
ﺃَﻥَّ ﻟَﻴْﺲَ ﻻَﺣَﺪٍ ﺃَﺑَﺪًﺍ ﺃَﻥْ ﻳَﻘُﻮْﻝَ ﻓِﻲ ﺷَﺊْ ﺣِﻞٌّ ﻭَ ﻻَ ﺣَﺮَﻡٌ ﺇِﻻَّ ﻣِﻦْ ﺟِﻬَﺔِ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﻭَﺟِﻬَﺔُ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﺍﻟﺨَﺒَﺮُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﺃَﻭْ ﺍﻟﺴُّﻨَﺔِ ﺃَﻭْ ﺍﻹِﺟْﻤَﺎﻉِ ﺃَﻭْ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﺱِ
Seseorang tidak boleh menyatakan selama-lamanya suatu perkara itu halal dan haram kecuali didasarkan pada ilmu. Ilmu yang dimaksud adalah informasi dari al-Kitab (al-Quran), as-Sunnah (al-Hadis), Ijmak atau Qiyas.” [Lihat, Asy-Syafii, Ar-Risâlah, hlm. 39].
.
Senada dengan itu, Imam al-Ghazali juga menyatakan:
ﻭَﺟُﻤْﻠَﺔُ ﺍﻟْﺄَﺩِﻟَّﺔِ ﺍﻟﺸَّﺮْﻋِﻴَّﺔِ ﺗَﺮْﺟِﻊُ ﺇﻟَﻰ ﺃَﻟْﻔَﺎﻅِ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻭَﺍﻟﺴُّﻨَّﺔِ ﻭَﺍﻟْﺈِﺟْﻤَﺎﻉِ ﻭَﺍﻟِﺎﺳْﺘِﻨْﺒَﺎﻁِ
Keseluruhan dalil-dalil syariah merujuk pada ragam ungkapan yang tercantum dalam al-Kitab (al-Quran), as-Sunnah (al-Hadis), Ijmak dan Istinbâth (Qiyas).” [Lihat, Al-Ghazali, Al-Mustashfâ, Juz II/273].
.
Karena itulah, para ulama’ kaum Muslim sepakat mengenai kewajiban adanya Khilafah, dan kewajiban untuk menegakkannya, ketika ia tidak ada. Dasarnya adalah wahyu, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah, dan apa yang ditunjukkan oleh keduanya, baik berupa Ijmak Sahabat maupun Qiyas.
.
1. Dalil al-Quran
Allah SWT berfirman:
﴿ ﻭَﺇِﺫْ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺑُّﻚَ ﻟِﻠْﻤَﻠَﺎﺋِﻜَﺔِ ﺇِﻧِّﻲ ﺟَﺎﻋِﻞٌ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﺧَﻠِﻴﻔَﺔً … ﴾
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sungguh Aku akan menjadikan di muka bumi Khalifah…” [Q.s. al-Baqarah [2]: 30].
Imam al-Qurthubi [w. 671 H], ahli tafsir yang sangat otoritatif, menjelaskan, “Ayat ini merupakan hukum asal tentang wajibnya mengangkat Khalifah.” Bahkan, beliau kemudian menegaskan, “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat Khalifah) ini di kalangan umat dan para imam mazhab, kecuali pendapat yang diriwayatkan dari al-‘Asham (yang tuli tentang syariah) dan siapa saja yang berpendapat dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan mazhabnya.” [Lihat, Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, Juz I/264].
Dalil al-Quran lainnya, antara lain QS an-Nisa’ (4) ayat 59; QS al-Maidah (5) ayat 48; dll [Lihat, Ad-Dumaji, Al–Imâmah al–‘Uzhma ‘inda Ahl as–Sunnah wa al–Jamâ’ah, hal. 49].
.
2. Dalil as-Sunnah
Di antaranya sabda Rasulullah saw.:
( ﻣَﻦْ ﻣَﺎﺕَ ﻭَ ﻟَﻴْﺲَ ﻓِﻲ ﻋُﻨُﻘِﻪِ ﺑَﻴْﻌَﺔٌ ﻣَﺎﺕَ ﻣِﻴْﺘَﺔً ﺟَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔً ‏) ‏[ ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ]
“Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada imam/khalifah), maka ia mati jahiliah.” [Hr. Muslim].
Berdasarkan hadis di atas, menurut Syaikh ad-Dumaiji, mengangkat seorang imam (khalifah) hukumnya wajib [Lihat, Ad-Dumaiji, Al-Imâmah al-‘Uzhma ‘inda Ahl as-Sunnah wa al-Jamâ’ah, hal. 49].
.
Nabi juga mengisyaratkan, bahwa sepeninggal baginda saw. harus ada yang menjaga agama ini, dan mengurus urusan dunia, dialah Khulafa’, jamak dari Khalifah [pengganti Nabi, karena tidak ada lagi Nabi]. Nabi bersabda:
( ﻛَﺎﻧَﺖْ ﺑَﻨُﻮْ ﺇِﺳْﺮَﺍﺋِﻴْﻞَ ﺗَﺴُﻮْﺳُﻬُﻢُ ﺍﻷَﻧْﺒِﻴَﺎﺀُ، ﻛُﻠَّﻤَﺎ ﻫَﻠَﻚَ ﻧَﺒِﻲٌّ ﺧَﻠَﻔَﻪُ ﻧَﺒِﻲٌّ، ﻭَﺇِﻧَّﻪُ ﻻَ ﻧَﺒِﻲَ ﺑَﻌْﺪِﻱْ، ﻭَﺳَﻴَﻜُﻮْﻥُ ﺧُﻠَﻔَﺎﺀُ ﻓَﻴَﻜْﺜُﺮُﻭْﻥَ ‏) ‏[ ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ]
“Bani Israil dahulu telah diurus urusan mereka oleh para Nabi. Ketika seorang Nabi [Bani Israil] wafat, maka akan digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya, tidak seorang Nabi pun setelahku. Akan ada para Khalifah, sehingga jumlah mereka banyak.” [Hr. Muslim]
.
3. Dalil Ijmak Sahabat
Perlu ditegaskan, kedudukan Ijmak Sahabat sebagai dalil syariah—setelah al-Quran dan as-Sunnah—sangatlah kuat, bahkan merupakan dalil yang qath’i. Para ulama’ ushul menyatakan, bahwa menolak ijmak sahabat bisa menyebabkan seseorang murtad dari Islam. Dalam hal ini, Imam as-Sarkhashi [w. 483 H] menegaskan:
.
ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﻧْﻜَﺮَ ﻛَﻮْﻥَ ﺍﻹِﺟْﻤَﺎﻉُ ﺣُﺠَّﺔً ﻣُﻮْﺟِﺒَﺔً ﻟِﻠْﻌِﻠْﻢِ ﻓَﻘَﺪْ ﺃَﺑْﻄَﻞَ ﺃَﺻْﻞَ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ … ﻓَﺎﻟْﻤُﻨْﻜِﺮُ ﻟِﺬَﻟِﻚَ ﻳَﺴْﻌَﻰ ﻓِﻲ ﻫَﺪْﻡِ ﺃَﺻْﻞِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ .
“Siapa saja yang mengingkari kedudukan Ijmak sebagai hujjah yang secara pasti menghasilkan ilmu berarti benar-benar telah membatalkan fondasi agama ini…Karena itu orang yang mengingkari Ijmak sama saja dengan berupaya menghancurkan fondasi agama ini.” [Lihat, Ash-Sarkhasi, Ushûl as-Sarkhasi, Juz I/296].
.
Karena itu, Ijmak Sahabat yang menetapkan kewajiban menegakkan Khilafah tidak boleh diabaikan, atau dicampakkan seakan tidak berharga, karena bukan al-Qur’an atau as-Sunnah. Padahal, Ijmak Sahabat hakikatnya mengungkap dalil yang tak terungkap [Lihat, as-Syaukani, Irsyadu al-Fuhul, hal. 120 dan 124].
Berkaitan dengan itu Imam al-Haitami menegaskan:
ﺃَﻥَّ ﺍﻟﺼَّﺤَﺎﺑَﺔَ ﺭِﺿْﻮَﺍﻥُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺃَﺟْﻤَﻌُﻮْﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻥَّ ﻧَﺼْﺐَ ﺍْﻹِﻣَﺎﻡِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍِﻧْﻘِﺮَﺍﺽِ ﺯَﻣَﻦِ ﺍﻟﻨُّﺒُﻮَّﺓِ ﻭَﺍﺟِﺐٌ، ﺑَﻞْ ﺟَﻌَﻠُﻮْﻩُ ﺃَﻫَﻢَّ ﺍﻟْﻮَﺍﺟِﺒَﺎﺕِ ﺣَﻴْﺚُ ﺍِﺷْﺘَﻐَﻠُّﻮْﺍ ﺑِﻪِ ﻋَﻦْ ﺩَﻓْﻦِ ﺭَﺳُﻮْﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ ﷺ .
.
“Sungguh para Sahabat—semoga Allah meridhai mereka—telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah zaman kenabian berakhir adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan upaya mengangkat imam/khalifah sebagai kewajiban paling penting. Faktanya, mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan menunda (sementara) kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah saw.” [Lihat, Al-Haitami, Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah, hlm. 7].
.
Lebih dari itu, menurut Syaikh ad-Dumaji, kewajiban menegakkan Khilafah juga didasarkan pada kaidah syariah:
ﻣَﺎ ﻻَ ﻳَﺘِﻢُّ ﺍﻟْﻮَﺍﺟِﺐُ ﺇِﻻَّ ﺑِﻪِ ﻓَﻬُﻮَ ﻭَﺍﺟِﺐٌ
“Selama suatu kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu wajib pula hukumnya.”
.
Sudah diketahui, bahwa banyak kewajiban syariah yang tidak dapat dilaksanakan oleh orang-perorang, seperti kewajiban melaksanakan hudûd (seperti hukuman rajam atau cambuk atas pezina, hukuman potong tangan atas pencuri), kewajiban jihad untuk menyebarkan Islam, kewajiban memungut dan membagikan zakat, dan sebagainya. Pelaksanaan semua kewajiban ini membutuhkan kekuasaan (sulthah) Islam. Kekuasaan itu tiada lain adalah Khilafah. Alhasil, kaidah syariah di atas juga merupakan dasar atas kewajiban menegakkan Khilafah [Lihat, Syaikh ad-Dumaiji, Al-Imâmah al-‘Uzhma ‘inda Ahl as-Sunnah wa al-Jamâ’ah, hlm. 49].
.
4. Kesepakatan Ulama Aswaja
Berdasarkan dalil-dalil di atas —dan masih banyak dalil lainnya— yang sangat jelas, seluruh ulama’ Aswaja, khususnya imam empat mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hanbali), sepakat, bahwa adanya Khilafah, dan menegakkannya ketika tidak ada, hukumnya wajib. Syaikh Abdurrahman al-Jaziri (w. 1360 H) menuturkan,
ﺇِﺗَّﻔَﻖَ ﺍْﻷَﺋِﻤَّﺔُ ﺭَﺣِﻤَﻬُﻢُ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟﻰَ ﻋَﻠﻰَ ﺃَﻥَّ ﺍْﻹِﻣَﺎﻣَﺔَ ﻓَﺮْﺽٌ
“Para imam mazhab (yang empat) telah bersepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah wajib…” [Lihat, Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzâhib al-Arba’ah, Juz V/416].
.
Hal senada ditegaskan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani, “Para ulama telah sepakat bahwa wajib mengangkat seorang khalifah dan bahwa kewajiban itu adalah berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal.” [Ibn Hajar, Fath al-Bâri, Juz XII/205].
Pendapat para ulama terdahulu di atas juga diamini oleh para ulama muta’akhirîn [Lihat, Imam Abu Zahrah, Târîkh al-Madzâhib al-Islâmiyah, hlm. 88; Dr. Dhiyauddin ar-Rais, Al-Islâm wa al-Khilâfah, hlm. 99; Dr. Abdul Qadir Audah, Al-Islâm wa Awdha’unâ as-Siyâsiyah, hlm. 124; al-‘Allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani (Pendiri Hizbut Tahrir), Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, 2/15; Dr. Mahmud al-Khalidi, Qawâ’id Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 248].
.
Ulama Nusantara, Syaikh Sulaiman Rasyid, dalam kitab fikih yang terbilang sederhana namun sangat terkenal berjudul Fiqih Islam, juga mencantumkan bab tentang kewajiban menegakkan Khilafah. Bahkan bab tentang Khilafah juga pernah menjadi salah satu materi di buku-buku madrasah (MA/MTs) di Tanah Air.
.
Bukti Historis Khilafah
.
Bukti tak terbantahkan tentang adanya Khilafah dalam sejarah kehidupan umat Islam telah diabadikan dalam kitab-kitab Tarikh yang ditulis oleh para ulama’ terdahulu hingga ulama’ mutakhir. Sebut saja, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, karya at-Thabari [w. 310 H], al-Kamil fi at-Tarikh, karya Ibn Atsir [w. 606 H], al-Bidayah wa an-Nihayah, karya Ibn Katsir [w. 774 H], Tarikh Ibn Khaldun, karya Ibn Khaldun [w. 808 H], Tarikh al-Khulafa’, karya Imam as-Suyuthi [w. 911H], at-Tarikh al-Islami, Mahmud Syakir.
.
Dalam rentang sejarah, selama 14 abad, tidak pernah umat Islam di seluruh dunia tidak mempunyai seorang Khalifah, dan Khilafah, kecuali setelah runtuhnya Khilafah pada tanggal 3 Maret 1924 M. Mereka adalah:
.
A. Khilafah Rasyidah
1. Abu Bakar ash-Shiddiq ra (tahun 11-13 H/632-634 M)
2. ’Umar bin khaththab ra (tahun 13-23 H/634-644 M)
3. ’Utsman bin ‘Affan ra (tahun 23-35 H/644-656 M)
4. ‘Ali bin Abi Thalib ra (tahun 35-40 H/656-661 M)
5. ‘Al-Hasan bin Ali ra (tahun 40 H/661 M)
B. Khilafah Umayyah
6. Mu’awiyah bin Abi Sufyan (tahun 40-64 H/661-680 M)
7. Yazid bin Mu’awiyah (tahun 61-64 H/680-683 M)
8. Mu’awiyah bin Yazid (tahun 64-68 H/683-684 M)
9. Marwan bin Hakam (tahun 65-66 H/684-685 M)
10. ’Abdul Malik bin Marwan (tahun 66-68 H/685-705 M)
11. Walid bin ‘Abdul Malik (tahun 86-97 H/705-715 M)
12. Sulaiman bin ‘Abdul Malik (tahun 97-99 H/715-717 M)
13. ’Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (tahun 99-102 H/717-720 M)
14. Yazid bin ‘Abdul Malik (tahun 102-106 H/720-724 M)
15. Hisyam bin Abdul Malik (tahun 106-126 H/724-743 M)
16. Walid bin Yazid (tahun 126 H/744 M)
17. Yazid bin Walid (tahun 127 H/744 M)
18. Ibrahim bin Walid (tahun 127 H/744 M)
19. Marwan bin Muhammad (tahun 127-133 H/744-750 M)
C. Khilafah ‘Abbasiyyah
20. Abul ‘Abbas al-Safaah (tahun 133-137 H/750-754 M)
21. Abu Ja’far al-Mansyur (tahun 137-159 H/754-775 M)
22. Al-Mahdi (tahun 159-169 H/775-785 M)
23. Al-Hadi (tahun 169-170 H/785-786 M)
24. Harun al-Rasyid (tahun 170-194 H/786-809 M)
25. Al-Amiin (tahun 194-198 H/809-813 M)
26. Al-Ma’mun (tahun 198-217 H/813-833 M)
27. Al-Mu’tashim Billah (tahun 218-228 H/833-842 M)
28. Al-Watsiq Billah (tahun 228-232 H/842-847 M)
29. Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah (tahun 232-247 H/847-861 M)
30. Al-Muntashir Billah (tahun 247-248 H/861-862 M)
31. Al-Musta’in Billah (tahun 248-252 H/862-866 M)
32. Al-Mu’taz Billah (tahun 252-256 H/866-869 M)
33. Al-Muhtadi Billah (tahun 256-257 H/869-870 M)
34. Al-Mu’tamad ‘Ala al-Allah (tahun 257-279 H/870-892 M)
35. Al-Mu’tadla Billah (tahun 279-290 H/892-902 M)
36. Al-Muktafi Billah (tahun 290-296 H/902-908 M)
37. Al-Muqtadir Billah (tahun 296-320 H/908-932 M)
38. Al-Qahir Billah (tahun 320-323 H/932-934 M)
39. Al-Radli Billah (tahun 323-329 H/934-940 M)
40. Al-Muttaqi Lillah (tahun 329-333 H/940-944 M)
41. Al-Musaktafi al-Allah (tahun 333-335 H/944-946 M)
42. Al-Muthi’ Lillah (tahun 335-364 H/946-974 M)
43. Al-Thai’i Lillah (tahun 364-381 H/974-991 M)
44. Al-Qadir Billah (tahun 381-423 H/991-1031 M)
45. Al-Qa’im Bi Amrillah (tahun 423-468 H/1031-1075 M)
46. Al-Mu’tadi Biamrillah (tahun 468-487 H/1075-1094 M)
47. Al-Mustadhhir Billah (tahun 487-512 H/1094-1118 M)
48. Al-Mustarsyid Billah (tahun 512-530 H/1118-1135 M)
49. Al-Rasyid Billah (tahun 530-531 H/1135-1136 M)
50. Al-Muqtafi Liamrillah (tahun 531-555 H/1136-1160)
51. Al-Mustanjid Billah (tahun 555-566 H/1160-1170 M)
52. Al-Mustadhi’u Biamrillah (tahun 566-576 H/1170-1180 M)
53. An-Naashir Liddiinillah (tahun 576-622 H/1180-1225 M)
54. Adh-Dhahir Biamrillah (tahun 622-623 H/1225-1226 M)
55. Al-Mustanshir Billah (tahun 623-640 H/1226-1242 M)
56. Al-Mu’tashim Billah ( tahun 640-656 H/1242-1258 M)
57. Al-Mustanshir billah II (taun 660-661 H/1261-1262 M)
58. Al-Haakim Biamrillah I ( tahun 661-701 H/1262-1302 M)
59. Al-Mustakfi Billah I (tahun 701-732 H/1302-1334 M)
60. Al-Watsiq Billah I (tahun 732-742 H/1334-1354 M)
61. Al-Haakim Biamrillah II (tahun 742-753 H/1343-1354 M)
62. Al-Mu’tadlid Billah I (tahun 753-763 H/1354-1364 M)
63. Al-Mutawakkil ‘Alallah I (tahun 763-785 H/1363-1386 M)
64. Al-Watsir Billah II (tahun 785-788 H/1386-1389 M)
65. Al-Mu’tashim (tahun 788-791 H/1389-1392 M)
66. Al-Mutawakkil ‘Alallah II (tahun 791-808 H/1392-14-9 M)
67. Al-Musta’in Billah (tahun 808-815 H/ 1409-1426 M)
68. Al-Mu’tadlid Billah II (tahun 815-845 H/1416-1446 M)
69. Al-Mustakfi Billah II (tahun 845-854 H/1446-1455 M)
70. Al-Qa’im Biamrillah (tahun 754-859 H/1455-1460 M)
71. Al-Mustanjid Billah (tahun 859-884 H/1460-1485 M)
72. Al-Mutawakkil ‘Alallah (tahun 884-893 H/1485-1494 M)
73. Al-Mutamasik Billah (tahun 893-914 H/1494-1515 M)
74. Al-Mutawakkil ‘Alallah OV (tahun 914-918 H/1515-1517 M)
D. Khilafah Utsmaniyyah
75. Salim I (tahun 918-926 H/1517-1520 M)
76. Sulaiman al-Qanuni (tahun 916-974 H/1520-1566 M)
77. salim II (tahun 974-982 H/1566-1574 M)
78. Murad III (tahun 982-1003 H/1574-1595 M)
79. Muhammad III (tahun 1003-1012 H/1595-1603 M)
80. Ahmad I (tahun 1012-1026 H/1603-1617 M)
81. Musthafa I (tahun 1026-1027 H/1617-1618 M)
82. ‘Utsman II (tahun 1027-1031 H/1618-1622 M)
83. Musthafa I (tahun 1031-1032 H/1622-1623 M)
84. Murad IV (tahun 1032-1049 H/1623-1640 M)
85. Ibrahim I (tahun 1049-1058 H/1640-1648 M)
86. Mohammad IV (1058-1099 H/1648-1687 M)
87. Sulaiman II (tahun 1099-1102 H/1687-1691M)
88. Ahmad II (tahun 1102-1106 H/1691-1695 M)
89. Musthafa II (tahun 1106-1115 H/1695-1703 M)
90. Ahmad II (tahun 1115-1143 H/1703-1730 M)
91. Mahmud I (tahun 1143-1168/1730-1754 M)
92. ‘Utsman III (tahun 1168-1171 H/1754-1757 M)
93. Musthafa II (tahun 1171-1187H/1757-1774 M)
94. ‘Abdul Hamid (tahun 1187-1203 H/1774-1789 M)
95. Salim III (tahun 1203-1222 H/1789-1807 M)
96. Musthafa IV (tahun 1222-1223 H/1807-1808 M)
97. Mahmud II (tahun 1223-1255 H/1808-1839 M)
98. ‘Abdul Majid I (tahun 1255-1277 H/1839-1861 M)
99. ‘Abdul ‘Aziz I (tahun 1277-1293 H/1861-1876 M)
100. Murad V (tahun 1293-1293 H/1876-1876 M)
101. ‘Abdul Hamid II (tahun 1293-1328 H/1876-1909 M)
102. Muhammad Risyad V (tahun 1328-1339 H/1909-1918 M)
103. Muhammad Wahiddin II (tahun 1338-1340 H/1918-1922 M)
104. ‘Abdul Majid II (tahun 1340-1342 H/1922-1924 M
Dalam sepanjang sejarah Khilafah, tidak ada satu pun hukum yang diterapkan, kecuali hukum Islam. Dalam seluruh aspek kehidupan, baik sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, sanksi hukum dan politik luar negeri, semuanya merupakan sistem Islam. Inilah Khilafah yang diakui oleh kaum Muslim di seluruh dunia sebagai negara mereka.
Karena itu, menurut Syaikh Dr. Musthafa Hilmi, dalam tesis masternya di Universitas Alexandria, Mesir, Nadhariyyatu al-Imamah ‘Inda Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah [1387 H/1967 M], setelah memaparkan fakta Negara Islam sejak zaman Nabi, Khilafah Rasyidah, Umayyah, ‘Abbasiyah hingga ‘Utsmaniyyah, akhirnya sampai pada kesimpulan:
.
Pertama, pemikiran Sunni menentang penghapusan Khilafah. Karena itu, Ahlussunnah wal jamaah memegang teguh pendirian mereka, dengan cara yang sama sejak awal, membela dan mempertahankan Islam menghadapi berbagai gempuran yang berlangsung dalam rentang sejarah panjang umat Islam.
.
Kedua, Khilafah yang menerapkan Islam tetap ada hingga runtuhnya Khilafah ‘Utsmaniyah. Inilah yang menjadi alasan utama permusuhan Barat terhadap Khilafah ‘Utsmaniyah, sebab selama ia masih ada, maka sistem Islam pun tetap ada. Dengan adanya sistem pemerintahan Islam ini, maka suatu saat bisa kembali menguasai dunia, sehingga Eropa pun takut sejarah kejayaan umat Islam akan kembali dalam naungan Khilafah. Karena itu, hanya ada satu kata, menghilangkan Khilafah, dan menghalangi tegaknya kembali. [Lihat, Dr. Musthafa Hilmi, Nidzam al-Khilafah fi al-Fikri al-Islami, hal. 457]
.
Khatimah
Jadi, jelas Khilafah adalah ajaran Islam. Hizbut Tahrir Indonesia hanya menyampaikan apa yang menjadi ajaran Islam, yang dilupakan oleh kaum Muslim. Sebagai bagian dari ajaran Islam, Khilafah jelas bukan merupakan ancaman bagi Indonesia. Justru, Khilafah ingin menjaga dan menyelamatkan negeri Muslim terbesar ini, agar terbebas dari segala bentuk penjajahan yang hingga kini masih menderanya.
.
(*) Disampaikan di persidangan PTUN, Jakarta Timur, tanggal 08 Pebruari 2018, selaku Saksi Ahli dalam persidangan HTI.

NEGERI TANPA PAJAK HANYA ISLAM YANG BISA

NEGERI TANPA PAJAK HANYA ISLAM YANG BISA
_Oleh: Ust Budi Ashari Lc_
.
Ribut-ribut soal pajak. Pajak merupakan penopang terbesar APBN Indonesia. Pembiayaan terbesar negara ini berasal dari pajak. Sehingga negara ini sangat bergantung pada pajak untuk pembangunan dan penggajian pegawainya.
.
Tapi seiring dengan itu bermunculan para pegawai pajak yang kaya raya, walau hanya bergaji kecil. Lembaga pajak pun dinobatkan sebagai salah satu lembaga paling korup di negara muslim ini. Padahal disinyalir yang ditangkap baru tikus kecil. Para pemimpinnya berlaku bak pahlawan yang sedang mengusir dan membantai tikus.
.
Para ahli bicara. Semua memberi komentar. Kalimat paling standar pun muncul; kalau di rumah ada tikus, bunuh tikusnya jangan bakar rumahnya. Belum pernah ada yang berani sekadar berwacana: Negeri Tanpa Pajak. Walau sekadar berwacana. Tidak para ahli itu. Tidak para pengamat. Tidak para motivator yang biasa mengajak orang keluar dari kebiasaan. Tidak pemimpin agama.
.
Yang ada justru berbagai macam jenis pajak terus bermunculan. Pemerintah yang berhasil mengumpulkan pajak paling banyak sebagai income negara dianggap yang paling sukses. Saking liarnya wacana pajak, rakyat kecil yang hanya berjualan di sepanjang trotoar pun diwacanakan harus dipajaki. Nah, di sinilah dahsyatnya iman dan ilmu. Kalau sulit dijumpai orang yang sekadar berwacana tentang negeri tanpa pajak. Pembahasan kita ini bukan saja wacana. Bahkan merupakan iman! Dan telah teruji secara empiris!!!
.
Pajak, Warisan Romawi dan Persia
.
Dua negara adidaya itu yang mengajari tentang pajak. Berbagai macam pajak diwajibkan kepada rakyat. Tidak peduli apakah mereka tersiksa atau sekarat. Hidup semakin sulit. Sementara harta terkumpul di istana. Pantas saja, dua imperium besar itu layak dan harus ditutup. Karena kekuasaan yang dibangun di atas kedzaliman. Dan hanya Islam yang mampu menutupnya. Di zaman Khalifah adil Umar bin Khattab, keduanya berhasil tutup buku!
.
Berikut ini penjelasan Prof. Dr. Akram Dhiya’ dalam ‘Ashr al Khilafah Ar Rasyidah tentang Romawi,
.
“Adapun keadaan ekonominya, riba dan penimbunan adalah merupakan asas aturannya.Kaisar Heraklius mewajibkan pajak-pajak baru terhadap penduduk wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Romawi, untuk menutup hutang besar pembiayaan perang dengan Persia.”
.
Selanjutnya, Akram menjelaskan dampak pajak-pajak yang semakin membuat income negara semakin besar tetapi membuat rakyat semakin sengsara,
.
“Emperium Bizantium mengalami penurunan drastis disebabkan oleh semakin besarnya berbagai pungutan dan pajak. Penurunan pada aktifitas bisnis, diabaikannya sektor pertanian dan semakin berkurangnya bangunan-bangunan.”
.
Akram menukil tulisan Alfred J. Butler dari bukunya Arab Conquest of Egypt sebagai penguat hal tersebut,
“Cukuplah untuk menjelaskan bagaimana Emperium Romawi mengatur wilayah-wilayahnya dengan melihat tulisan Butler tentang pengaturan Mesir:
.
(Romawi di Mesir menetapkan pajak jiwa juga pajak-pajak yang jenisnya banyak sekali.)
Dia juga menjelaskan:
.
(Tidak diragukan lagi, pajak-pajak Romawi di luar kemampuan masyarakatnya. Dijalankan tanpa mempedulikan asas keadilan.)
Dia kembali menjelaskan:
.
(Pemerintahan Romawi di Mesir hanya memiliki satu tujuan yaitu mengumpulkan harta sebanyak-sebanyaknya dari rakyat untuk pundi-pundi bagi para penguasa.)
Akram juga menukil literatur lain tulisan William J. Durant sebagai penguat:
.
(Bahkan masyarakat asli Romawi sendiri merasa keberatan terhadap pajak-pajak tersebut, khususnya para petani yang terpaksa menjual tanah-tanah mereka untuk membayar pajak dan kemudian pergi meninggalkan kotanya.)
.
Keadaan ketika masyarakat tercekik oleh pajak yang digunakan untuk pesta para penguasa, membuat mereka berlari ketika ada alternatif lain. Apalagi yang datang bukan buaya sebagai pengganti singa. Benar-benar generasi cahaya.
.
Saat Amr bin Ash memimpin penaklukan Mesir, dia menjumpai masyarakat Mesir justru menyambut dengan baik kehadiran muslimin. Apalagi mereka telah mendengar keadilan muslimin begitu terkenal di seluruh dunia.
Amr bin Ash berangkat dari Paletina, masuk ke Mesir melalui Rafah, menuju Arisy terus ke Farma berikutnya Kairo dan Iskandariyah.
.
DR. Ali Ash Shalaby berkata,
“Amr maju (masuk Mesir) ke arah barat, dia tidak menemui pasukan Romawi kecuali setelah sampai di wilayah Farma. Adapun sebelum wilayah itu, masyarakat Mesir menyambutnya ucapan selamat datang dan kegembiraan.”
.
Sebenarnya ini ancaman bagi negeri manapun. Masyarakat yang sudah muak dengan pajak yang semakin menyulitkan dan para penguasa yang berpesta, mereka akan segera menumpahkan kesetiaannya bagi kekuatan yang membebaskan mereka dari perpajakan. Untuk itulah setelah Amr bin Ash berhasil membuka Mesir, dia resmi mengumumkan ditutupnya pajak. Dan begitulah diberlakukan di seluruh dunia kekhilafahan saat itu.
.
Penghapusan Pajak di Pemerintahan Nuruddin Az Zenky
Nuruddin Az Zenky adalah seorang penguasa muslim yang hebat. Menegakkan aturan Islam di masyarakat. Menjaga keutuhan negara dari berbagai serangan; baik dari sekte-sekte sesat dan pasukan salib. Dialah yang berhasil menyatukan kembali Syam yang terkoyak karena perpecahan dan akhirnya lemah di hadapan musuh Islam. Negara menjadi tempat yang nyaman untuk beraktifitas ekonomi. Keamanan, kemakmuran, berawal dari keadilan dan jihad Nuruddin Mahmud Az Zenky. DR. Ali Ash Shalaby menulis buku:
ﻋﺼﺮ ﺍﻟﺪﻭﻟﺔ ﺍﻟﺰﻧﻜﻴﺔ
ﻭﻧﺠﺎﺡ ﺍﻟﻤﺸﺮﻭﻉ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ ﺑﻘﻴﺎﺩﺓ ﻧﻮﺭ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻣﺤﻤﻮﺩ
ﺍﻟﺸﻬﻴﺪ ﻓﻲ ﻣﻘﺎﻭﻣﺔ ﺍﻟﺘﻐﻠﻐﻞ ﺍﻟﺒﺎﻃﻨﻲ ﻭﺍﻟﻐﺰﻭ ﺍﻟﺼﻠﻴﺒﻲ
(Pemerintahan Zenky
Keberhasilan Gerakan Islam dipimpin Nuruddin Mahmud Asy Syahid menghadapi Kebatinan dan Perang Salib)
.
Salah satu konsep Nuruddin Az Zenky membangun keadilan, kebesaran dan kemakmuran negara adalah dengan dihilangkan semua bentuk pajak dan pungutan. Seluruh wilayahnya; Syam, Jazirah Arab, Mesir dan lainnya tadinya harus mengeluarkan pajak dengan besaran hingga mencapai 45%. Pengumuman resmi kenegaraan disampaikannya di seluruh wilayah, di masjid-masjid. Inilah yang dibacakan oleh Nuruddin di Mosul tahun 566 H di hadapan masyarakat:
.
ﻭﻗﺪ ﻗﻨﻌﻨﺎ ﻣﻦ ﺍﻷﻣﻮﺍﻝ ﺑﺎﻟﻴﺴﻴﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻼﻝ، ﻓﺴﺤﻘﺎ ﻟﻠﺴﺤﺖ، ﻭﻣﺤﻘﺎً ﻟﻠﺤﺮﺍﻡ ﺍﻟﺤﻘﻴﻖ ﺑﺎﻟﻤﻘﺖ، ﻭﺑﻌﺪﺍً ﻟﻤﺎ ﻳﺒﻌﺪ ﻣﻦ ﺭﺿﺎ ﺍﻟﺮﺏ، ﻭﻗﺪ ﺍﺳﺘﺨﺮﻧﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺗﻘﺮﺑﻨﺎ ﺇﻟﻴﻪ ﺑﺈﺳﻘﺎﻁ ﻛﻞ ﻣﻜﺲ ﻭﺿﺮﻳﺒﺔ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻭﻻﻳﺔ ﻟﻨﺎ ﺑﻌﻴﺪﺓ ﺃﻭ ﻗﺮﻳﺒﺔ ﻭﻣﺤﻮ ﻛﻞ ﺳﻨﺔ ﺳﻴﺌﺔ ﺷﻨﻴﻌﺔ، ﻭﻧﻔﻲ ﻛﻞ ﻣﻈﻠﻤﺔ ﻓﻈﻴﻌﺔ ﻭﺇﺣﻴﺎﺀ ﻛﻞ ﺳﻨﺔ ﺣﺴﻨﺔ .. ﺇﻳﺜﺎﺭﺍً ﻟﻠﺜﻮﺍﺏ ﺍﻵﺟﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻄﺎﻡ ﺍﻟﻌﺎﺟﻞ
.
“Kami rela dengan harta yang sedikit tapi halal, celakalah harta haram itu, sungguh celaka. Jauh dari ridho Robb. Kami telah istikhoroh kepada Alah dan mendekatkan diri kepada Nya dengan menghapus segala bentuk pungutan dan pajak di semua wilayah; yang dekat ataupun yang jauh. Menghilangkan semua jalan buruk, meniadakan setiap kedzaliman dan menghidupkan setiap sunnah (jalan) yang baik...lebih memilih balasan di kemudian hari di bandingkan kehancuran yang segera.”
.
Tak hanya membacakan resmi keputusan baru negara di setiap wilayahnya. Tetapi Nuruddin juga memohon kepada para khatib-khatib di masjid-masjid untuk menyampaikan permohonan maaf negara atas pungutan dan pajak yang selama ini diambil.
Pemerintahan Nuruddin Zenky selanjutnya memberikan ancaman hingga hukuman mati bagi siapapun pejabat yang masih melakukan pungutan atau pajak.
.
Pasti kemudian muncul pertanyaan: dari mana, negara membiayai semua kegiatannya.
Islam mempunyai jawaban yang sangat lengkap. Sumber pemasukan negara yang ditetapkan Islam halal dan berkah. Kehalalan dan keberkahan lah yang membuat negara justru menjadi lebih banyak pemasukannya.
.
Tulisan ini belum membahas detail masalah itu. Dan justru di sinilah pentingnya para ulama hari ini menyuguhkan konsep jelas dan detailnya.
Tetapi mari kita dengarkan hasil global yang diperoleh oleh pemerintahan Nuruddin.
DR. Ali Ash Shalaby menjelaskan,
.
“Hasil yang lazim setelah itu, masyarakat menjadi lebih giat untuk bekerja. Para pebisnis mau mengeluarkan harta-harta mereka untuk terus berbisnis. Pungutan yang sesuai dengan syariat justru berlipat-lipat lebih banyak dibandingkan pungutan haram.”
.
Kemudian dia menukil kalimat Ibnu Khaldun:
“Perlakuan tidak baik terhadap harta masyarakat, akan melenyapkan harapan mereka dalam mengembangkan harta mereka. Karena mereka sadar, ujungnya uang mereka akan hilang dari tangan. Jika ini terjadi, maka mereka akan cenderung menahan diri untuk berkarya. Tergantung seberapa besar kedzaliman terhadap mereka, sebesar itulah mereka menahan diri dari pengembangan harta. Maka rugilah pasar-pasar, gedung-gedung dan rusaklah keadaan.....ked
zaliman terhadap harta masyarakat, kehormatan, darah dan rahasia mereka menyebabkan keguncangan dan kerusakan sekaligus. Negara pun runtuh dengan cepat."
.
Hasil baik dari penghapusan pajak yang sering tidak diduga di zaman egois seperti ini adalah peran orang-orang kaya terhadap masyarakat miskin. Terbentuklah masyarakat yang saling menanggung dan menjamin seperti yang terjadi di pemerintahan Nuruddin Zenky. Hal ini mereka lakukan karena meneladani pemimpin negara sekaligus mengharap balasan dari Allah. Sehingga bermunculanlah swadaya untuk membangun sekolah-sekolah, masjid-masjid, rumah-rumah yatim dan sebagainya.
.
So, solusi itu memang hanya ada di Islam.
Negeri tanpa pajak bukanlah wacana. Negeri tanpa pajak adalah solusi pembangunan yang benar-benar membangun. (Budi Ashari, Lc)

CARA ISLAM MENGENTASKAN KEMISKINAN

CARA ISLAM MENGENTASKAN KEMISKINAN
.
Dalam sebulan belakangan ini pukulan ekonomi bertubi-tubi dirasakan oleh rakyat karena kenaikan berbagai komoditi kebutuhan hidup. BBM naik berkali-kali. Harga beras terus merangkak. Disusul oleh telur dan daging ayam. Bahkan harga daging sapi sudah naik jauh sebelum puasa dan tak kunjung turun hingga hari ini. Di sisi lain nilai rupiah terus melemah terhadap dolar. Menembus Rp 14.555,-. Akibatnya, harga sejumlah komoditi impor ikut naik. Sejumlah sektor usaha pun terpukul.
.
Anehnya, Pemerintah berulang menyatakan sikap optimis. Katanya, ekonomi Indonesia makin membaik. Pemerintah mengklaim angka kemiskinan justru menurun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan per Maret 2018 sebesar 9,82% atau 25,95 juta jiwa adalah yang terendah sepanjang sejarah. Benarkah demikian?
.
Makna Kesejahteraan
.
Asumsi yang dibuat Pemerintah dalam menentukan garis kemiskinan adalah mereka yang memiliki pengeluaran di bawah Rp 401.220 perkapita perbulan (sekitar Rp 13 ribu perhari). Penentuan ambang batas kemiskinan tersebut dipertanyakan banyak kalangan. pasalnya, standar Pemerintah dalam menentukan angka kemiskinan tidak logis. Bayangkan, setiap orang dengan pengeluaran Rp 15 ribu rupiah perhari, misalnya, dianggap telah sejahtera. Mereka dianggap bukan orang miskin. Padahal jelas, dengan Rp 15 ribu perhari, orang hanya bisa makan sekali sehari. Itu pun alakadarnya. Lagi pula, manusia hidup tak cuma butuh makan. Apalagi cuma sekali sehari. Manusia hidup juga butuh pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, biaya transportasi, dll. Faktanya, semua itu tidak gratis.
.
Jelas standar kemiskinan Rp 13 ribu perhari sangat merendahkan orang miskin. Apalagi PBB pada tahun 2015 telah merevisi pengukuran kemiskinan ekstrem yang semula 1,25 dolar (AS) menjadi 1,9 dolar (AS). Berdasarkan standar ini orang dinyatakan sangat miskin jika memiliki pendapatan/pengeluaran kurang dari 1,9 dolar perhari (sekitar Rp 27.550 perhari). Jika standar PBB ini digunakan maka jumlah warga yang terkategori amat miskin akan melejit, bisa mencapai 30 persen warga Indonesia atau lebih dari 75 juta orang.
.
Standar Islam
Dalam Islam, kemiskinan tidak dinilai dari besar pengeluaran atau pendapatan, tetapi dari pemenuhan kebutuhan asasiyah (pokok) secara perorangan. Kebutuhan pokok itu mencakup sandang, pangan, perumahan, kesehatan dan pendidikan secara layak. Allah SWT berfirman:
ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤَﻮْﻟُﻮﺩِ ﻟَﻪُ ﺭِﺯْﻗُﻬُﻦَّ ﻭَﻛِﺴْﻮَﺗُﻬُﻦَّ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ
Kewajiban para ayah memberikan makanan dan pakaian kepada keluarga secara layak (TQS al-Baqarah [2]: 233).
ﺃَﺳْﻜِﻨُﻮﻫُﻦَّ ﻣِﻦْ ﺣَﻴْﺚُ ﺳَﻜَﻨْﺘُﻢْ ﻣِﻦْ ﻭُﺟْﺪِﻛُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﻀَﺎﺭُّﻭﻫُﻦَّ ﻟِﺘُﻀَﻴِّﻘُﻮﺍ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻦَّ
Tempatkanlah para istri di tempat mana saja kalian bertempat tinggal menurut kemampuan kalian. Janganlah kalian menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka (TQS ath-Thalaq [85]: 6).
.
Bahkan dalam Islam, orang baru dikatakan kaya atau sejahtara jika memiliki kelebihan harta di atas 50 dirham. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda:
ﻣﺎ ﻣِﻦْ ﺃﺣﺪ ﻳَﺴْﺄَﻝُ ﻣَﺴْﺄَﻟَﺔً ﻭَﻫﻮ ﻋﻨﻬﺎ ﻏَﻨِﻲٌ ﺇِﻻَّ ﺟَﺎﺀَﺕْ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻛُﺪُﻭﺣًﺎ ﺃَﻭْ ﺧُﺪُﻭْﺷًﺎ ﺃَﻭْ ﺧُﻤُﻮﺷًﺎ ﻓِﻲ ﻭَﺟْﻬِﻪِ . ﻗِﻴﻞَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ : ﻭَﻣَﺎﺫَﺍ ﻳُﻐْﻨِﻴﻪِ، ﺃَﻭْ ﻣَﺎﺫَﺍ ﺃَﻏْﻨَﺎﻩُ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﺧَﻤْﺴُﻮﻥَ ﺩِﺭْﻫَﻤًﺎ ...
“Tidaklah seseorang meminta-minta, sementara ia kaya, kecuali pada Hari Kiamat nanti ia akan memiliki cacat di wajahnya.” Ditanyakan kepada beliau, “Ya Rasulullah, apa yang menjadikan ia termasuk orang kaya?” Beliau menjawab, “Harta sebesar 50 dirham...” (HR an-Nasa’I dan Ahmad).
.
Mengomentari hadis di atas. Syaikh Abdul Qadim Zallum menyatakan, “Siapa saja yang memiliki harta sebesar 50 dirham—atau setara dengan 148,75 gram perak, atau senilai dengan emas seharga itu—yang merupakan kelebihan (sisa) dari pemenuhan kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal; juga pemenuhan nafkah istri dan anak-anaknya serta pembantunya—maka ia dipandang orang kaya. Ia tidak boleh menerima bagian dari zakat (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwâl fî ad-Dawalah al-Khilâfah, hlm. 173).
.
Jika satu dirham hari ini setara dengan Rp 50 ribu saja, maka 50 dirham sama dengan Rp 2,5 juta. Kelebihan harta di atas 2,5 juta itu tentu merupakan sisa dari pemenuhan kebutuhan pokoknya (makanan, pakaian, perumahan; juga nafkah untuk anak, istri dan gaji pembantunya).
.
Cara Islam Mengentaskan Kemiskinan
.
Pertama: Secara individual, Allah SWT memerintahkan setiap Muslim yang mampu untuk bekerja mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 233). Rasulullah saw. juga bersabda:
ﻃَﻠَﺐُ ﺍﻟْﺤَﻼﻝِ ﻓَﺮِﻳﻀَﺔٌ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟْﻔَﺮِﻳﻀَﺔِ
Mencari rezeki yang halal adalah salah satu kewajiban di antara kewajiban yang lain (HR ath-Thabarani).
Jika seseorang miskin, ia diperintahkan untuk bersabar dan bertawakal seraya tetap berprasangka baik kepada Allah sebagai Zat Pemberi rezeki. Haram bagi dia berputus asa dari rezeki dan rahmat Allah SWT. Nabi saw. bersabda:
ﻻَ ﺗَﺄْﻳَﺴَﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮِّﺯْﻕِ ﻣَﺎ ﺗَﻬَﺰَّﺯَﺕْ ﺭُﺅُﻭﺳُﻜُﻤَﺎ ، ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻹِﻧْﺴَﺎﻥَ ﺗَﻠِﺪُﻩُ ﺃُﻣُّﻪُ ﺃَﺣْﻤَﺮَ ﻟَﻴْﺲَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻗِﺸْﺮَﺓٌ ، ﺛُﻢَّ ﻳَﺮْﺯُﻗُﻪُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ
Janganlah kamu berdua berputus asa dari rezeki selama kepala kamu berdua masih bisa bergerak. Sungguh manusia dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan merah tanpa mempunyai baju, kemudian Allah ‘Azza wa Jalla memberi dia rezeki (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
.
Kedua: Secara jama’i (kolektif) Allah SWT memerintahkan kaum Muslim untuk saling memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan. Rasulullah saw. bersabda:
ﻣَﺎ ﺁﻣَﻦَ ﺑِﻲ ﻣَﻦْ ﺑَﺎﺕَ ﺷَﺒْﻌَﺎﻥَ ﻭَ ﺟَﺎﺭُﻩُ ﺟَﺎﺋِﻊٌ ﺇِﻟَﻰ ﺟَﻨْﺒِﻪِ ﻭَ ﻫُﻮَ ﻳَﻌْﻠَﻢُ
Tidaklah beriman kepadaku siapa saja yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan, padahal ia tahu (HR ath-Thabrani dan al-Bazzar).
.
Rasulullah saw. juga bersabda:
ﺃَﻳُّﻤَﺎ ﺃَﻫْﻞِ ﻋَﺮْﺻَﺔٍ ﻇَﻞَّ ﻓِﻴﻬِﻢُ ﺍﻣْﺮُﺅٌ ﺟَﺎﺋِﻊٌ، ﻓَﻘَﺪْ ﺑَﺮِﺋَﺖْ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﺫِﻣَّﺔُ ﺍﻟﻠَّﻪِ
Penduduk negeri mana saja yang di tengah-tengah mereka ada seseorang yang kelaparan (yang mereka biarkan) maka jaminan (perlindungan) Allah terlepas dari diri mereka (HR Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah).
.
Ketiga: Allah SWT memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk tentu menjamin kebutuhan pokok mereka. Rasulullah saw. bersabda:
ﻓَﺎﻟْﺈِﻣَﺎﻡُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺭَﺍﻉٍ ﻭَﻣَﺴْﺌُﻮﻝٌ ﻋَﻦْ ﺭَﻋِﻴَّﺘِﻪِ
Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Di Madinah, sebagai kepala negara, Rasulullah saw. menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya dan menjamin kehidupan mereka. Pada zaman beliau ada ahlus-shuffah. Mereka adalah para sahabat tergolong dhuafa. Mereka diizinkan tinggal di Masjid Nabawi dengan mendapatkan santunan dari kas negara.
.
Saat menjadi khalifah, Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab biasa memberikan insentif untuk setiap bayi yang lahir demi menjaga dan melindungi anak-anak. Beliau juga membangun “rumah tepung” (dar ad-daqiq) bagi para musafir yang kehabisan bekal.
.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz membuat kebijakan pemberian insentif untuk membiayai pernikahan para pemuda yang kekurangan uang.
Pada masa Kekhalifahan Abbasiyah dibangun rumah sakit-rumah sakit lengkap dan canggih pada masanya yang melayani rakyat dengan cuma-cuma.
Hal di atas hanyalah sekelumit peran yang dimainkan penguasa sesuai dengan tuntunan syariah Islam untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya.
.
Pentingnya Penerapan Syariah Islam
.
Saat ini kemiskinan yang menimpa umat lebih merupakan kemiskinan struktural/sistemik, yakni kemiskinan yang diciptakan oleh sistem yang diberlakukan oleh negara/penguasa. Itulah sistem kapitalisme-liberalisme-sekularisme. Sistem inilah yang telah membuat kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati oleh segelintir orang. Di negeri ini telah lama terjadi privatisasi sektor publik seperti jalan tol, air, pertambangan gas, minyak bumi dan mineral. Akibatnya, jutaan rakyat terhalang untuk menikmati hak mereka atas sumber-sumber kekayaan tersebut yang sejatinya adalah milik mereka. Akibat lanjutannya, menurut laporan tahunan Global Wealth Report 2016, Indonesia menempati negara keempat dengan kesenjangan sosial tertinggi di dunia. Diperkirakan satu persen orang kaya di Tanah Air menguasai 49 persen total kekayaan nasional.
.
Di sisi lain rakyat seolah dibiarkan untuk hidup mandiri. Penguasa/negara lebih banyak berlepas tangan ketimbang menjamin kebutuhan hidup rakyatnya. Di bidang kesehatan, misalnya, rakyat diwajibkan membayar iuran BPJS setiap bulan. Artinya, warga sendiri yang menjamin biaya kesehatan mereka, bukan negara.
.
Dalam konteks global, di semua negara yang menganut kapitalisme-liberalisme-sekularisme telah tercipta kemiskinan dan kesenjangan sosial. Hari ini ada 61 orang terkaya telah menguasai 82 persen kekayaan dunia. Di sisi lain sebanyak 3.5 miliar orang miskin di dunia hanya memiliki aset kurang dari US$ 10 ribu. Karena itu mustahil kemiskinan bisa dientaskan bila dunia, termasuk negeri ini, masih menerapkan sistem yang rusak ini. Bahkan Oxfam International yang meriset data ini menyebut fenomena ini sebagai “gejala sistem ekonomi yang gagal!” (Tirto.id, 22/01/2018).
.
Karena itu saatnya kita mencampakkan sistem selain Islam yang telah terbukti mendatangkan musibah demi musibah kepada kita. Sudah saatnya kita kembali pada syariah Islam yang berasal dari Allah SWT. Hanya syariah-Nya yang bisa menjamin keberkahan hidup manusia. Syariah akan menjadi rahmat bagi mereka (Lihat: QS al-Anbiya’ [21]: 107).
.
Lebih dari itu, penerapan syariah Islam secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan adalah wujud ketakwaan yang hakiki kepada Allah SWT. []
—***—
Hikmah:
Allah SWT berfirman:
ﻭَﻟَﻮْ ﺃَﻥَّ ﺃَﻫْﻞَ ﺍﻟْﻘُﺮَﻯ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻭَﺍﺗَّﻘَﻮْﺍ ﻟَﻔَﺘَﺤْﻨَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺑَﺮَﻛَﺎﺕٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ
Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami membuka untuk mereka pintu keberkahan dari langit dan bumi (TQS al-A’raf [7]: 96). []
—***—
Sumber:
Buletin Kaffah_049 (14 Dzulqa'dah 1439 H-27 Juli 2018 M)

PENGULANGAN KEJADIAN TERBENTUKNYA 2 KUBU PADA MASA TRANSISI REVOLUSI SISTEM NEGARA

PENGULANGAN KEJADIAN TERBENTUKNYA 2 KUBU PADA MASA TRANSISI REVOLUSI SISTEM NEGARA

Oleh : Nazril Firaz Al-Farizi

Kami sengaja mengangkat tema tentang ini karena menurut pengamatan kami terhadap berbagai peristiwa politik yang terjadi saat ini bahwa telah dimulainya awal mula pemicu terbentuknya kaum muslim yang akan mengkerucut kepada 2 kubu besar, yaitu kubu Islam dan kubu Nasionalis dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun dari sekarang atau mungkin beberapa tahun kedepan.

Kejadian pengkerucutan kepada 2 kubu besar ini merupakan babak final dimana sebuah sistem negara akan ditentukan berbentuk seperti apa, dimana salah satunya kubu Islam ini berasal dari banyak kelompok Islam yang tidak sejalan dengan rezim yang kemudian bersatu menjadi satu kekuatan besar. Lalu kubu Nasionalis ini berasal dari kaum muslim juga yang memang masih loyal terhadap rezim dimana kaum muslim bagian ini tergolong muslim munafik karena terus mempertahankan ide-ide, gagasan-gagasan dan konsep-konsep Barat serta loyal kepada rezim.
Kami akan ambil 3 peristiwa penting dimana pada peristiwa itu terdapat pertarungan antara kubu Islam dan kubu Nasionalis dalam menentukan arah sistem negara pada masa transisi, kemudian akan kami uraikan peristiwa politik saat ini yang sesungguhnya sesaat lagi peristiwa pembentukan kubu Islam dan kubu Nasionalis itu akan terulang kembali dalam waktu jangka pendek atau menengah kedepan.

Kejadian Pertama :
Kejadian pertama ini bisa kita lihat pada sejarah detik-detik runtuhnya Khilafah Ustmaniyyah pada 3 Maret 1924.

Hal ini diawali dengan munculnya para misionaris dari Inggris, Prancis dan Amerika sejak tahun 1600an dengan mendirikan berbagai organisasi, sekolah dan media cetak (buku dan berita) serta kedutaan di Malta, Beirut, Istanbul, Baghdad, Damaskus, Kairo dan Jeddah untuk menyebarkan pemahaman nasionalisme dan separatisme kepada pemikiran kaum muslim saat itu sehingga kaum muslim akan tersulut untuk memisahkan diri dari Khilafah karena merasa diri harus "merdeka" dari pemerintahan Khilafah.

Berbagai organisasi missionaris sudah banyak didirikan diantaranya anak organisasi Jesuit (1600an-1773), The American Mission (1842), The Science and Arts Association (1847), Eastern Association (1950), The Secret Association (1875), dan lainnya.

Di sisi lain missionaris, pihak pemerintah Inggris dan Prancis mendesak Khilafah agar mereformasi konstitusi Islam menjadi konstitusi Barat baik secara langsung maupun lewat kaki tangan boneka mereka yang ada di dalam lingkaran pemerintah pusat Khilafah. Upaya ini telah dimulai sejak 3 November 1839 dengan menawarkan sebuah naskah dokumen bernama "Khalkanah". Desakan itu semakin kuat pada 1 Februari 1855 hingga Sultan Abdul Majid I pun mengeluarkan rancangan konstitusi hasil reformasi bernama "Dokumen Hemayun".

Kaki tangan Inggris-Prancis di dalam pemerintahan Khilafah salah satunya adalah Midhat Pasha sebagai Menteri Kehakiman dalam Kabinet Muhammad Rushdie Pasha pada masa Kekhalifahan Abdul Aziz, dimana Midhat Pasha ini telah berhasil memberhentikan Khalifah Abdul Aziz yang menolak untuk mengadopsi konstitusi Barat. Akhirnya usaha Midhat Pasha ini berhasil ketika Khalifah Abdul Hamid naik tahta pada 1 September 1876 dimana Midhat Pasha membentuk komite beranggotakan 16 orang pegawai sipil, 10 orang ulama dan 2 perwira tinggi militer untuk menyusun rancangan konstitusi negara yang baru, hingga akhirnya pada 23 Desember 1876 telah disahkan secara resmi dengan nama Qanun Asasi (Undang-Undang Dasar) yang diinspirasi oleh konstitusi Belgia.

Tetapi usaha Midhat Pasha ini ditentang Khalifah Abdul Hamid karena jelas konstitusi itu disusun berdasarkan konsep sistem Demokrasi yang merupakan sistem kufur. Akhirnya pada 5 Februari 1877 sang Khalifah memecat Midhat Pasha sebagai Mu'awin (pembantu khalifah). Khalifah pun mengupayakan konsolidasi institusi Khilafah kepada kaum muslim agar bisa berhadapan dengan pemikiran-pemikiran Barat, namun perlawanan terhadap Sultan Abdul Hamid semakin luas juga, dimana Partai Turki Muda memberontak Sultan pada 1908 hingga berhasil mendirikan parlemen baru tepatnya pada 17 November 1908.
Perlawanan pihak yang menentang Khilafah ini akhirnya menjadi satu kekuatan besar sebagai kekuatan Nasionalis setelah munculnya Musthafa Kemal pada tahun 1915 dimana ia mulai dikenal setelah mengikuti pertempuran Ana Forta saat Khilafah ikut masuk menjadi sekutu Jerman pada Perang Dunia 1 melawan Inggris. Berbagai upaya Musthafa Kemal untuk mengkudeta Khilafah pun dilakukan berkali-kali sembari mendesak Khilafah mundur dari PD 1, dimana disisi lain Musthafa Kemal malah dikenal sebagai pahlawan karena mengusir Inggris dari Khilafah sebagai lawan di PD 1.

Pada tahun 1920 Musthafa Kemal mendirikan struktur pemerintahan di Ankara sebagai tandingan ibukota Khilafah di Istanbul, ditambah di dalam tubuh kaum muslim pun melihat Khilafah sudah semakin menghilang eksistensinya, pun keberadaan Sultan pun hanya sekedar simbol semata yang seolah tidak mempunyai kekuatan lagi, hingga akhirnya pertarungan antara kubu Islam yang ada di bawah Khalifah terakhir yaitu Abdul Majid II telah kalah oleh kubu Nasionalis yang ada di bawah Musthafa Kemal hingga lenyaplah Khilafah pada 3 Maret 1924 berganti menjadi sistem Republik Turki dengan Kapitalisme Demokrasinya serta paham Nasionalismenya.

Kejadian Kedua :
Kejadian kedua ini bisa kita lihat pada detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Kubu Nasionalis dan kubu Islam pada awalnya telah sepakat terhadap isi dari Piagam Jakarta pada sila ke-1 yang berbunyi "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya" yang telah ditandatangi pada 22 Juni 1945 oleh anggota panitia sembilan yang tergabung di dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) diantaranya Soekarno, Achmad Soebardjo, Abdul Kahar Muzakki, Alex Andries Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Mohammad Hatta, Abdul Wahid Hasyim, Agus Salim dan Mohammad Yamin.
Tetapi pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah pembacaan proklamasi kemerdekaan, pihak nasionalis telah diam-diam menghapus kata-kata pada poin pertama piagam Jakarta dalam waktu kurang dari 15 menit dari kata "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Maka pupuslah sudah tujuan para ulama se-Indonesia yang telah mengirim 52.000 surat yang menginginkan penerapan syari'at Islam menjadi dasar negara.

Kejadian Ketiga :

Kejadian ketiga ini bisa kita lihat pada detik-detik dibubarkannya Konstituante oleh Soekarno pada 5 Juli 1959.
Pertarungan kubu Islam yang terdiri dari para ulama dan organisasi Islam dengan kubu Nasionalis dilanjut kembali ketika negara memasuki masa transisi kembali dimana saat itu negara telah dua kali berganti undang-undang dasar dari UUD 1945 menjadi UUD RIS 1949 lalu berubah lagi menjadi UUDS 1950. Maka pada tanggal 9 November 1956 dibentuklah Konstiuante yang terdiri dari 514 kursi yang mana terdapat 2 kekuatan besar yaitu kubu Islam dan kubu Nasionalis, dimana dari 514 kursi ini 230 kursinya adalah kubu Islam dan 284 kursinya adalah kubu Nasionalis.
Konstituante ini ditugaskan untuk membentuk dasar negara yang baru pengganti UUDS 1950. Selama persidangan Konstituante, kesepakatan selalu tidak tercapai karena kubu Islam menginginkan penerapan syari'at Islam dari piagam Jakarta dikembalikan menjadi dasar negara dan menolak Pancasila sebagai dasar negara, sementara kubu Nasionalis sebaliknya. Hingga akhirnya konstituante ini dibubarkan oleh Soekarno pada 5 Juli 1959 sekaligus Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang mana menyatakan kembali kepada UUD 1945 sembari menganggap bahwa tafsiran kata "Ketuhanan" yang ada di Pancasila itu bisa berarti "Ketuhanan dengan kewajiban bagi umat Islam untuk menjalankan syariatnya".
Maka kubu Islam kembali telah kalah kedua kalinya oleh kubu Nasionalis pada kesempatan masa transisi kedua ini.
Prediksi Kejadian Keempat :
Pada prediksi kejadian keempat ini kami telah mengamati bahwa potensi pengkerucutan umat menjadi 2 kubu kembali akan segera terbentuk dalam beberapa bulan atau entah beberapa tahun kedepan.

Hal ini dimulai sejak tahun 2016, dimana hal ini diawali oleh kasus Ahok yang menista Al-Maidah 51, maka disanalah awal mula umat Islam bersatu dimana dapat diakui bahwa pemantik awalnya adalah Hizbut Tahrir yang melakukan aksi di Patung Kuda yang menolak pemimpin kafir dan penyeruan penegakan Syariah dan Khilafah. Akhirnya setelah umat terpicu, maka lahirlah aksi 411 dengan kisaran massa berjumlah 2,5 juta orang dan aksi fenomenal lainnya yaitu aksi 212 dengan kisaran massa 5 - 7,4 juta orang dan aksi-aksi serupa seterusnya di sepanjang 2017.

Di awal tahun 2017 mulai muncul desakan dari muslim munafik untuk membubarkan Hizbut Tahrir, terlebih menjelang dan pada saat acara Mashirah Panji Rasulullah pada sepanjang April 2017 kaum muslim munafik yang telah menjadi kaki tangan penguasa melakukan persekusi dengan menggagalkan acara Mapara HTI 2017. Lalu akhirnya pada tanggal 19 Juli 2017 Menkumham telah menyatakan mencabut badan hukum Hizbut Tahrir bernomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM atas Surat Keputusan Nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.

Selepas "dibubarkan" itu, tingkat persekusi semakin meningkat dilakukan oleh Banser dan Ansor dari NU yang memang telah menandatangani kesepakatan dengan rezim soal program Deradikalisasi. Kedua sayap artifisial militer NU ini terus mempersekusi kegiatan para aktifis Hizbut Tahrir, termasuk Ust.Felix Siauw yang mana pengajiannya pun turut dihalangi dan dibubarkan. Tetapi pada 2018 ini Banser dan Ansor telah melebarkan sayap persekusinya tidak hanya kepada Hizbut Tahrir, tetapi kepada tokoh dan ulama vital yang tidak loyal kepada rezim.

Hal lainnya yang sudah menyebar di tubuh umat Islam adalah menyebarnya opini bendera Al-Liwa dan Ar-Rayah sejak 2016 hingga saat ini, bahkan terlebih lagi di 2018 ini jauh lebih canggih. Mungkin di 2016 masih Hizbut Tahrir yang membawa bendera Al-Liwa dan Ar-Rayah, lalu di 2017 ormas-ormas Islam lain pun sudah turut mengibarkannya, dan di 2018 ini sudah dikibarkan oleh kaum muslim umum yang bukan merupakan aktivis gerakan ormas Islam tertentu.

Di satu sisi lainnya, tindakan persekusi Banser dan Ansor sebagai kaki tangan rezim ini semakin tidak disukai oleh kaum muslim, terlebih tindakan mereka selalu menyuarakan Pancasila-NKRI sembari mengkriminalkan Khilafah dan bendera Al-Liwa & Ar-Rayah. Maka titik baliknya adalah perasaan kaum muslim terhadap Islam telah tersulut keluar untuk melakukan pembelaan kepada Islam, khususnya kepada ulama dan bendera Al-Liwa & Ar-Rayah.

Hasilnya, kaum muslim melawan balik kaum munafik dengan melakukan pengusiran terhadap acara Banser-Ansor yang akan mempromosikan nilai nasionalisme dan simbol-simbolnya di daerah-daerah mereka, dan yang paling terkenal adalah pengusiran para munafik di Riau.

Sebelum itu, perlawanan kaum muslim terhadap munafik lainnya adalah penolakan terhadap ide Islam Nusantara oleh MUI Sumbar dan MUI Sumut yang tetap membela dan menginginkan Islam secara benar.

Peristiwa lainnya adalah terjadinya pawai dan tarhib di berbagai daerah dengan pengibaran bendera Al-Liwa dan Ar-Rayah oleh kaum muslim, bahkan yang terbaru dan cukup menggemparkan adalah acara tarhib Muharram 1440 H di kota Tasikmalaya, Jawa Barat yang bahkan diselenggarakan di depan gedung DPRD Kota Tasikmalaya yang dilakukan oleh kaum muslim umum dan para pejabat pemerintah daerah serta aparat TNI dan polisi dengan begitu ramai dan disambut meriah oleh kaum muslim disana.
Maka prediksi yang kami lihat kedepan adalah akan terbentuk kembali kubu Islam dan kubu Nasionalis dalam beberapa bulan atau tahun kedepan. Dasarnya adalah :

1. Kubu Jokowi telah melakukan persekusi terhadap Hizbut Tahrir dan kaum muslim lainnya yang tidak pro rezim, sehingga memunculkan simpati terhadap objek yang dipersekusi, maka kaum muslim malah balik melawan dengan mengopinikan sendiri kebenaran, termasuk membela serta mengibarkan Al-Liwa dan Ar-Rayah.

2. Kubu Jokowi telah terjebak dalam jebakan yang dibuatnya sendiri. Jebakan Dua Arah. Dimana dia telah melakukan strategi pelabelan "Ganti Presiden adalah Ganti Sistem" terhadap kubu Prabowo agar Prabowo difitnah akan mengganti sistem negara menjadi Khilafah.

3. Prabowo pun telah terpancing masuk Jebakan Dua Arah tadi dengan membantah fitnah tersebut dan menyebutkan bahwa Khilafah adalah sebuah propaganda sesat dan picik untuk mempengaruhi rakyat. Maka disanalah telah diketahui jelas bahwa Prabowo pun serupa dengan Jokowi, yaitu menolak Khilafah dan membencinya.

4. Kami tidak dapat memprediksi siapa yang akan menang di Pemilu 2019, karena Jokowi pun mempunyai kekuatan modal dari 9 naga untuk memanipulasi elektabilitas pada lembaga survey dan perhitungan suara di KPU. Lalu Prabowo pun bisa memang karena ada kekuatan umat Islam, tetapi dalam dilema karena pada 14 September 2018 menyatakan Khilafah adalah propaganda sesat dan picik.

5. Saat ini umat Islam mulai mengkerucut meski masih kepada 3 kekuatan, yaitu kubu munafik, kubu ganti presiden dan kubu ganti sistem. Tetapi dengan melihat kejadian umat saat ini, melihat kubu ganti presiden begitu membela Islam, mengoponikan Al-Liwa dan Ar-Rayah, menolak Islam Nusantara, menolak Banser-Ansor, maka kubu ganti presiden ini akan beralih ke kubu ganti sistem menjadi kubu Islam yang akan melawan kubu munafik menjadi kubu Nasionalis.

6. Tindakan inisiatif umat dalam mengopinikan Al-Liwa dan Ar-Rayah akan kembali dilakukan dalam tindakan inisiatif mengopinikan ganti sistem. Hal ini pemicu awalnya adalah tindakan Lembaga Bantuan Hukum Aliansi Masyarakat sipil Untuk Indonesia Hebat (LBH Almisbat) yang sebetulnya kaki tangan rezim telah melakukan pelaporan kepada polisi atas video Ust. Mardani Ali Sera yang berkata ganti presiden dan Ust.Ismail Yusanto yang berkata ganti sistem. Dimana Al-Liwa dan Ar-Rayah pun setelah dipersekusi, malah diopinikan balik secara inisiatif oleh kaum muslim. Hal sama pun akan terjadi ketika kata "ganti sistem" yang sebetulnya itu adalah Khilafah telah dipolisikan, ditambah 2019 nanti keadaan akan semakin berbeda lagi, maka Khilafah ini justru akan semakin kuat diopinikan dengan inisiatif oleh kaum muslim.

7. Atas tindakan persekusi rezim lewat Banser-Ansor sayap artifisial militer NU yang selama ini selalu menggaungkan Pancasila-NKRI, justru itu adalah pemicu kaum muslim akan semakin benci terhadap Pancasila dan NKRI itu sendiri sebagai nilai-nilai ashabiyyah yang bukan berasal dari Islam. Umat secara alami saat ini telah menampakkan pembelaan terhadap Islam dan tidak suka terhadap rezim, Banser-Ansor. Maka secara alami dengan sendirinya nilai-nilai ashabiyyah itu akan kaum muslim tinggalkan dan umat menyadari bahwa Islamlah yang harus dipegang.

8. Pembentukan 2 kubu ini diprediksi akan terjadi ketika pasca Pemilu 2019 menuai hasil yang mengecewakan. Kami tidak tau apakah mengecewakan disini ada 2 kemungkinan: Pertama, kecewa bagi pendukung Prabowo, karena Jokowi terpilih kembali. Kedua, kecewa terhadap Prabowo sendiri karena pada saat terpilih berkhianat kepada kaum Muslim. Maka kami menyakini entah di kurun waktu 2019 atau 2020 kedua kubu ini akan terbentuk untuk menentukan sistem negara karena pada situasi nanti, negara sedang chaos. Bukan chaos senjata, tapi kaum muslim akan banyak turun ke jalan melakukan aksi untuk menuntut perubahan. Perubahan total.

9. Kubu Islam yang akan terbentuk nanti akan berbeda jauh dengan kubu Islam masa jelang runtuhnya Khilafah, jelang kemerdekaan, dan masa Konstituante.
Perbedaannya adalah ada pada pemahaman tentang Islam dan pemahaman akan kerusakan sistem Kapitalisme, Demokrasi, Nasionalisme dan simbol-simbol ashabiyyah serta ide kufur lainnya. Pemahaman kuat dan mendasar tentang Islam secara menyeluruh, mulai dari kerangka berpikir, pemikiran mendasar, kerusakan pemikiran barat, ideologi Islam hingga detail konsep tata negara Khilafah sudah dirumuskan oleh seorang Mujtahid Mutlak (Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani) yang mana umat Islam tidak akan kebingungan seperti menjelang runtuhnya Khilafah dulu saat menghadapi pemikiran Barat. Dan saat ini sebagian umat Islam telah mempunyai pondasi kuat untuk menggiring kaum muslim seluruhnya dan calon kafir dzimmi untuk memasuki Fase ke 5.

Itulah pengamatan dari kami, dimana kejadian saat ini sebagai pemicu akan kembali terbentuknya 2 kubu besar sebagaimana peristiwa menjelang runtuhnya Khilafah, menjelang kemerdekaan Indonesia dan peristiwa Konstituante.

 Hanya saja kejadian yang akan datang ini berbeda. Kejadian keempat ini kebalikan dari kejadian keruntuhan Khilafah 3 Maret 1924, yaitu bergantinya sistem Kapitalisme Demokrasi Nasioanalisme menjadi Khilafah Islamiyah Ala Minhajin Nubuwwah Jilid 2.
Masa transisi itu akan segera tiba dalam beberapa bulan entah tahun kedepan dan mungkin memakan waktu pula. Hanya Allah yang tahu, dan hanya Dia yang menentukan Nasrullah itu turun.
Wallahu alam bishowab.
(prediksi)

PEMIMPIN DIKTATOR (AL-MULK AL-JABRIY) : CIRI-CIRINYA DAN BAGAIMANA MENYIKAPINYA MENURUT SUNNAH NABI SAW

PEMIMPIN DIKTATOR (AL-MULK AL-JABRIY) : CIRI-CIRINYA DAN BAGAIMANA MENYIKAPINYA MENURUT SUNNAH NABI SAW
.
Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi
.
// Pendahuluan //
.
# WadahAspirasiMuslimah_ Setelah runtuhnya Khilafah di Turki tahun 1924, umat Islam di seluruh dunia dipimpin oleh para pemimpin diktator (al-mulk al-jabriy) sebagai sistem pemerintahan keempat yang disampaikan Nabi SAW kepada umat Islam. Hal itu dapat diketahui dari hadits yang diriwayatkan oleh Hudzaifah bin Al-Yaman RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
ﺗﻜﻮﻥ ﺍﻟﻨﺒﻮﺓ ﻓﻴﻜﻢ ﻣﺎ ﺷﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺛﻢ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ ﺇﺫﺍ ﺷﺎﺀ ﺃﻥ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ ﺛﻢ ﺗﻜﻮﻥ ﺧﻼﻓﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻬﺎﺝ ﺍﻟﻨﺒﻮﺓ ﻓﺘﻜﻮﻥ ﻣﺎ ﺷﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺛﻢ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ ﺇﺫﺍ ﺷﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ ﺛﻢ ﺗﻜﻮﻥ ﻣﻠﻜﺎ ﻋﺎﺿﺎ ﻓﻴﻜﻮﻥ ﻣﺎ ﺷﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺛﻢ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ ﺇﺫﺍ ﺷﺎﺀ ﺃﻥ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ ﺛﻢ ﺗﻜﻮﻥ ﻣﻠﻜﺎ ﺟﺒﺮﻳﺔ ﻓﺘﻜﻮﻥ ﻣﺎ ﺷﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺛﻢ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ ﺇﺫﺍ ﺷﺎﺀ ﺃﻥ ﻳﺮﻓﻌﻬﺎ ﺛﻢ ﺗﻜﻮﻥ ﺧﻼﻓﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻬﺎﺝ ﺍﻟﻨﺒﻮﺓ ﺛﻢ ﺳﻜﺖ
"Adalah Kenabian (nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah 'ala minhajin nubuwwah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang menggigit (Mulkan 'Aadhdhon), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang memaksa (diktator) (Mulkan Jabariyah), yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah 'ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam." (HR Ahmad. Musnad Ahmad, Juz IV, hlm, 273, nomor hadits 18.430).
.
// Pengertian Pemimpin Diktator (Al-Mulk Al-Jabriy) //
.
Syeikh Hisam Al Badrani menjelaskan pengertian Al-Mulk Al-Jabriy itu dengan berkata :
ﺃﻣﺎ ﺃﻥَّ ﻣﻌﻨﻰ ﺍﻟﻤﻠﻚِ ﺍﻟﺠﺒﺮﻱِّ : ﻫﻮ ﺇﻗﺎﻣﺔُ ﺷﺮﺍﺋﻊِ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻓﻲ ﺑﻼﺩِ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ، ﻓﻬﺬﺍ ﻇﺎﻫﺮٌ ﻣﻦ ﺩﻻﻟﺔِ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹِ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴَّﺔ ﻓﻲ ﺗﻌﺮﻳﻒِ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺍﻟﺠﺒﺮﻱِّ، ﻓَﻀﻼً ﻋﻦ ﻣُﺸﺎﻫﺪﺗﻪِ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﺍﻗﻊِ ﺍﻟﻤﺤﺴﻮﺱِ ﺗَﻔﺴﻴﺮﺍً ﻟﻨُﺒﻮﺀَﺓِ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻭﺗﺤﻘﻴﻘﺎً ﻟﻤﻨَﺎﻁِ ﺍﻷﻧﻈﻤﺔِ ﺍﻟﺠﺒﺮﻳﺔ، ﻭﺑَﻴﺎﻧﺎً ﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺍﻟﻤﻄﻠﻮﺏَ ﺍﻟﺸﺮﻋﻲَّ
“Adapun makna al-mulk al-jabri (pemimpin diktator) adalah [pemimpin yang] menegakkan hukum-hukum kufur di negeri-negeri kaum muslimin. Ini jelas sekali didasarkan pada dalaalah (pengertian) nash-nash syara’ mengenai definisi al-mulk al-jabriy. Apalagi jika melihat fakta yang terindera terhadap al-mulk al-jabriy itu yang menjadi penafsiran terhadap nubu`ah (ramalan) Rasulullah SAW, dan menjadi perwujudan terhadap realitas sistem-sistem diktator, dan juga sebagai penjelasan kepada kaum muslimin mengenai tuntutan syar’i mereka.” (Hisyam Al Badrani, An Nizham As Siyasi Ba’da Hadm Al Khilafah, hlm. 38).
.
// Ciri-Ciri Pemimpin Diktator (Al-Mulk Al-Jabriy) //
.
Banyak nash-nash hadits Nabi SAW yang menjelaskan ciri-ciri atau sifat-sifat dari pemimpin diktator ini. Di antaranya adalah sebagai berikut :
.
✓ Pertama, tidak mempunyai kapabilitas untuk memimpin masyarakat banyak.
Pemimpin seperti ini oleh Nabi SAW disebut dengan ruwaibidhah. Kepemimpinan seperti ini sangatlah berbahaya dan sangat destruktif bagi umat Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya. Karena pemimpin seperti ini dapat menjungkirbalik
kan segala nilai dan tatanan, yaitu orang yang jujur dikatakan pembohong, orang yang pembohong dikatakan orang jujur, pengkhianat dipercaya namun sebaliknya orang yang bisa dipercaya malah dianggap pengkhianat. Dalam kitab Sunan Ibnu Majah disebutkan :
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻗَﺎﻝَ : ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﺳَﻴَﺄْﺗِﻲ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺳَﻨَﻮَﺍﺕٌ ﺧَﺪَّﺍﻋَﺎﺕٌ ﻳُﺼَﺪَّﻕُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺍﻟْﻜَﺎﺫِﺏُ ﻭَﻳُﻜَﺬَّﺏُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺍﻟﺼَّﺎﺩِﻕُ ﻭَﻳْﺆْﺗَﻤَﻦُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺍﻟْﺨَﺎﺋِﻦُ ﻭَﻳَﺨُﻮﻥُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺍﻷَﻣِﻴﻦُ ﻭَﻳَﻨْﻄِﻖُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺍﻟﺮُّﻭَﻳْﺒِﻀَﺔُ ﻗِﻴﻞَ : ﻭَﻣَﺎ ﺍﻟﺮَّﻭَﻳْﺒِﻀَﺔُ . ﻗَﺎﻝَ : ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺍﻟﺘَّﺎﻓِﻪُ ﻓِﻲ ﺃَﻣْﺮِ ﺍﻟْﻌَﺎﻣَّﺔِ . ﺭﻭﺍﻩ ﺑﻦ ﻣﺎﺟﺔ 4036
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,”Akan datang pada manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya. Pada tahun-tahun itu pendusta dibenarkan, sebaliknya orang jujur didustakan, pengkhianat dipercaya sebaliknya orang yang terpercaya dianggap pengkhianat. Pada masa itu berbicara Ruwaibidhah.” Ada yang bertanya,”Apa itu Ruwaibidhah?” Rasul bersabda,”Orang bodoh yang bicara urusan orang banyak.” (HR Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, nomor 4036).
.
✓ Kedua, tidak mengikuti petunjuk (hadyu) dan Sunnah Rasulullah SAW.
Pada faktanya di jaman modern ini, yang diikuti oleh pemimpin diktator bukanlah ajaran Islam (sunnah Rasulullah SAW), melainkan sistem demokrasi-sekular yang merupakan hadyu dan sunnah dari kaum kafir penjajah (Yahudi dan Nashrani) dari Barat. Kepemimpinan seperti ini disebut oleh Nabi SAW dengan istilah imaarat al-sufahaa` (kepemimpinan orang-orang bodoh). Orang yang mengikuti kepemimpinan orang-orang bodoh ini kelak tidak akan diakui Nabi SAW sebagai umatnya dan tidak akan dibolehkan menjumpai Nabi SAW di telaganya (al Haudh) di Hari Kiamat kelak. Na’uuzhu billah min dzaalik. Dalam kitab Al-Musnad oleh Imam Ahmad disebutkan :
ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ : ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ ﻟﻜﻌﺐ ﺑﻦ ﻋﺠﺮﺓ ﺃﻋﺎﺫﻙ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﺇﻣﺎﺭﺓ ﺍﻟﺴﻔﻬﺎﺀ ﻗﺎﻝ ﻭﻣﺎ ﺇﻣﺎﺭﺓ ﺍﻟﺴﻔﻬﺎﺀ ﻗﺎﻝ ﺃﻣﺮﺍﺀ ﻳﻜﻮﻧﻮﻥ ﺑﻌﺪﻱ ﻻ ﻳﻘﺘﺪﻭﻥ ﺑﻬﺪﻳﻲ ﻭﻻ ﻳﺴﺘﻨﻮﻥ ﺑﺴﻨﺘﻲ ﻓﻤﻦ ﺻﺪﻗﻬﻢ ﺑﻜﺬﺑﻬﻢ ﻭﺃﻋﺎﻧﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﻇﻠﻤﻬﻢ ﻓﺄﻭﻟﺌﻚ ﻟﻴﺴﻮﺍ ﻣﻨﻲ ﻭﻟﺴﺖ ﻣﻨﻬﻢ ﻭﻻ ﻳﺮﺩﻭﺍ ﻋﻠﻰ ﺣﻮﺿﻲ ﻭﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺼﺪﻗﻬﻢ ﺑﻜﺬﺑﻬﻢ ﻭﻟﻢ ﻳﻌﻨﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﻇﻠﻤﻬﻢ ﻓﺄﻭﻟﺌﻚ ﻣﻨﻲ ﻭﺃﻧﺎ ﻣﻨﻬﻢ ﻭﺳﻴﺮﺩﻭﺍ ﻋﻠﻰ ﺣﻮﺿﻲ
Dari Jabir bin Abdillah RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,’Hai Ka’ab bin ‘Ujrah, semoga Allah melindungi kamu dari imaarat al-sufahaa` (kepemimpinan orang-orang bodoh).’ Ka’ab bin Ujrah bertanya,”Apa itu imaarat al-sufahaa` wahai Rasulullah SAW?’ Rasulullah SAW menjawab,”[Imaarat al-sufahaa` itu] adalah para pemimpin yang akan datang setelah aku. Mereka itu tidak berteladan dengan petunjukku dan tidak bersunnah dengan sunnahku. Maka barangsiapa yang membenarkan perkataan mereka (Imaarat al-sufahaa`), dan membantu kezaliman mereka, maka dia tidak termasuk golonganku dan aku pun bukan termasuk golongannya, dan dia tidak akan mendatangi aku di telagaku (di Hari Kiamat kelak). Namun barangsiapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka (Imaarat al-sufahaa`), dan tidak membantu kezaliman mereka, maka dia termasuk golonganku dan aku pun termasuk golongannya, dan dia akan mendatangi aku di telagaku (di Hari Kiamat kelak).” (HR Ahmad, Al-Musnad, Juz III, hlm. 111, nomor 14.481).
.
✓ Ketiga, bertindak kejam dan biadab, yaitu tidak segan membunuh rakyatnya sendiri jika tidak mau tunduk kepada pemimpin diktator ini.
Pemimpin seperti ini dalam sebagian atsar dari para shahabat disebut dengan imaarat al-shibyaan alias kepemimpinan anak-anak, yakni kepemimpinan dari orang-orang yang belum sempurna akalnya sebagaimana halnya anak-anak. Dalam kitab Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah terdapat atsar dari Abu Hurairah RA sebagai berikut :
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ، ﻗَﺎﻝَ : ﻭَﻳْﻞٌ ﻟِﻠْﻌَﺮَﺏِ ﻣِﻦْ ﺷَﺮٍّ ﻗَﺪْ ﺍﻗْﺘَﺮَﺏَ : ﺇﻣَﺎﺭَﺓُ ﺍﻟﺼِّﺒْﻴَﺎﻥِ ﺇﻥْ ﺃَﻃَﺎﻋُﻮﻫُﻢْ ﺃَﺩْﺧَﻠُﻮﻫُﻢْ ﺍﻟﻨَّﺎﺭَ , ﻭَﺇِﻥْ ﻋَﺼَﻮْﻫُﻢْ ﺿَﺮَﺑُﻮﺍ ﺃَﻋَﻨْﺎﻗَﻬُﻢْ
Dari Abu Hurairah RA, dia berkata,”Celakalah orang Arab dari suatu kejahatan yang telah dekat, yaitu imaarat ash-shibyaan (kepemimpinan anak-anak), yakni kepemimpinan yang jika rakyat mentaati mereka, mereka akan memasukkan rakyatnya ke dalam neraka. Tapi jika rakyat tidak mentaati mereka, mereka akan membunuh rakyatnya sendiri.” (HR Ibnu Abi Syaibah, dalam Al Mushonnaf, nomor 37546).
.
// Menyikapi Pemimpin Diktator Menurut Sunnah Nabi SAW //
.
Islam tidak hanya menjelaskan sifat-sifat atau ciri-ciri pemimpin diktator (al-mulk al-jabri), tetapi juga menjelaskan bagaimana umat Islam menyikapi pemimpin diktator (al-mulk al-jabri) yang tengah mencengkeram dan menindas umat Islam. Di antaranya adalah sebagai berikut sebagaimana terdapat dalam hadits-hadits Nabi SAW:
.
✓ Pertama, menjauhkan diri dari mereka.
Hal ini nampak jelas dari hadits Hudzaifah bin Al Yaman RA yang pernah mengatakan :
ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻳﺴﺄﻟﻮﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻦ ﺍﻟﺨﻴﺮ . ﻭﻛﻨﺖ ﺃﺳﺄﻟﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﺸﺮ . ﻣﺨﺎﻓﺔ ﺃﻥ ﻳﺪﺭﻛﻨﻲ . ﻓﻘﻠﺖ : ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ! ﺇﻧﺎ ﻛﻨﺎ ﻓﻲ ﺟﺎﻫﻠﻴﺔ ﻭﺷﺮ . ﻓﺠﺎﺀﻧﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻟﺨﻴﺮ . ﻓﻬﻞ ﺑﻌﺪ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﺷﺮ؟ ﻗﺎﻝ ‏( ﻧﻌﻢ ‏) ﻓﻘﻠﺖ : ﻫﻞ ﺑﻌﺪ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺸﺮ ﻣﻦ ﺧﻴﺮ؟ ﻗﺎﻝ ‏( ﻧﻌﻢ . ﻭﻓﻴﻪ ﺩﺧﻦ ‏) . ﻗﻠﺖ : ﻭﻣﺎ ﺩﺧﻨﻪ؟ ﻗﺎﻝ ‏( ﻗﻮﻡ ﻳﺴﺘﻨﻮﻥ ﺑﻐﻴﺮ ﺳﻨﺘﻲ . ﻭﻳﻬﺪﻭﻥ ﺑﻐﻴﺮ ﻫﺪﻳﻲ . ﻋﺮﻑ ﻣﻨﻬﻢ ﻭﺗﻨﻜﺮ ‏) . ﻓﻘﻠﺖ : ﻫﻞ ﺑﻌﺪ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻣﻦ ﺷﺮ؟ ﻗﺎﻝ ‏( ﻧﻌﻢ . ﺩﻋﺎﺓ ﻋﻠﻰ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺟﻬﻨﻢ . ﻣﻦ ﺃﺟﺎﺑﻬﻢ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﻗﺬﻓﻮﻩ ﻓﻴﻬﺎ ‏) . ﻓﻘﻠﺖ : ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ! ﺻﻔﻬﻢ ﻟﻨﺎ . ﻗﺎﻝ ‏( ﻧﻌﻢ . ﻗﻮﻡ ﻣﻦ ﺟﻠﺪﺗﻨﺎ . ﻭﻳﺘﻜﻠﻤﻮﻥ ﺑﺄﻟﺴﻨﺘﻨﺎ ‏) ﻗﻠﺖ : ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ! ﻓﻤﺎ ﺗﺮﻯ ﺇﻥ ﺃﺩﺭﻛﻨﻲ ﺫﻟﻚ ! ﻗﺎﻝ ‏( ﺗﻠﺰﻡ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭﺇﻣﺎﻣﻬﻢ ‏) ﻓﻘﻠﺖ : ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﺗﻜﻦ ﻟﻬﻢ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻭﻻ ﺇﻣﺎﻡ؟ ﻗﺎﻝ ‏( ﻓﺎﻋﺘﺰﻝ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻔﺮﻕ ﻛﻠﻬﺎ . ﻭﻟﻮ ﺃﻥ ﺗﻌﺾ ﻋﻠﻰ ﺃﺻﻞ ﺷﺠﺮﺓ . ﺣﺘﻰ ﻳﺪﺭﻛﻚ ﺍﻟﻤﻮﺕ، ﻭﺃﻧﺖ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ‏) . ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ 1847
“Orang-orang biasanya bertanya kepada Rasululah SAW tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang keburukan, khawatir keburukan akan menimpaku. Aku bertanya,’Wahai Rasulullah, sesungguhnya dahulu kami dalam kejahiliyahan dan keburukan, lalu Allah mendatangkan kepada kami kebaikan ini. Lalu apakah setelah kebaikan ini ada keburukan? Rasulullah SAW menjawab,’Iya’ Maka aku bertanya,’Apakah setelah keburukan ini ada kebaikan?’ Rasulullah SAW menjawab,”Iya, dan padanya [kebaikan] ada asap.” Aku bertanya,’Apa asapnya?’Rasulullah SAW bersabda,’Ada satu kaum yang berperilaku dengan selain sunnahku, dan berpetunjuk dengan selain petunjukku. Sebagian dari mereka kamu ketahui dan kamu akan mengingkarinya.” Aku bertanya,’Apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?’Rasulullah SAW menjawab,’Iya, yaitu ada para dai (penyeru) di pintu-pintu Jahannam. Barangsiapa yang menyambut seruan mereka, mereka akan melemparkannya ke dalam Jahannam.’ Aku bertanya,’Wahai Rasulullah, jelaskan sifat mereka kepada kami?’Rasulullah SAW bersabda,’Baik, mereka adalah satu kaum yang kulitnya sama dengan kulit kita, mereka berbicara dengan lisan kita.’ .
.
Aku bertanya,’Lalu apa pendapat Anda jika hal itu menimpa diriku?’ Rasulullah SAW menjawab,’Berpe
ganglah dengan jamaah kaum muslimin dan Imam mereka.’ Aku bertanya,’Lalu jika tidak ada lagi jamaah kaum muslimin dan Imam mereka?’ Rasulullah SAW bersabda,’Maka jauhilah kelompok-kelompok itu semuanya, walaupun kamu harus menggigit akar pohon hingga maut menjemputmu sedangkan kamu tetap dalam keadaan yang demikian itu.” (HR Muslim, no 1847).
.
Dalam hadits tersebut terdapat dalil, bahwa dalam kondisi tiadanya Imam bagi kaum muslimin seperti saat ini, yang harus dilakukan umat Islam adalah menjauhkan diri (i’tizaal) dari mereka. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,”Maka jauhilah kelompok-kelompok itu semuanya.” Ini juga isyarat halus bahwa dalam kondisi tiadanya Imam bagi kaum muslimin seperti sekarang ini, metode perubahan yang semestinya dilakukan bukanlah dengan “masuk sistem” seperti yang ditempuh oleh sebagian kaum muslimin, melainkan justru harus “di luar sistem”.
.
✓ Kedua, tidak mendengar dan mentaati mereka.
Hal ini ditunjukkan oleh sabda Nabi SAW :
ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺮﺀ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ ﺍﻟﺴﻤﻊ ﻭﺍﻟﻄﺎﻋﺔ ﻓﻴﻤﺎ ﺃﺣﺐ ﻭﻛﺮﻩ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﺆﻣﺮ ﺑﻤﻌﺼﻴﺔ ﻓﺈﻥ ﺃﻣﺮ ﺑﻤﻌﺼﻴﺔ، ﻓﻼ ﺳﻤﻊ ﻭﻻ ﻃﺎﻋﺔ
“Wajib atas orang muslim untuk mendengar (pemimpin) pada apa-apa yang dia senangi dan dia benci, kecuali kalau diperintahkan untuk berbuat maksiat. Jika diperintah untuk berbuat maksiat, maka tidak bleh didengar dan ditaati.” (HR Muslim, no 1839).
.
✓ Ketiga, tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak membantu kezaliman mereka.
Hal ini ditunjukkan oleh hadits tentang imaarat as-sufaaha, khususnya mengenai orang-orang yang akan selamat di akhirat kelak, yaitu :
ﻭﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺼﺪﻗﻬﻢ ﺑﻜﺬﺑﻬﻢ ﻭﻟﻢ ﻳﻌﻨﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﻇﻠﻤﻬﻢ ﻓﺄﻭﻟﺌﻚ ﻣﻨﻲ ﻭﺃﻧﺎ ﻣﻨﻬﻢ ﻭﺳﻴﺮﺩﻭﺍ ﻋﻠﻰ ﺣﻮﺿﻲ
Sabda Rasulullah SAW,”…namun barangsiapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka (Imaarat al-sufahaa`), dan tidak membantu kezaliman mereka, maka dia termasuk golonganku dan aku pun termasuk golongannya, dan dia akan mendatangi aku di telagaku (di Hari Kiamat kelak).” (HR Ahmad, Al-Musnad, Juz III, hlm. 111, nomor 14.481).
.
✓ Keempat, berdoa kepada Allah agar selamat dari kepemimpinan mereka yang zalim dan kejam.
Hal ini sebagaimana doa Nabi SAW kepada sahabat bernama Ka’ab bin ‘Ujrah dalam hadits tentang imaarat as-sufahaa` di atas.
ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ : ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ ﻟﻜﻌﺐ ﺑﻦ ﻋﺠﺮﺓ ﺃﻋﺎﺫﻙ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﺇﻣﺎﺭﺓ ﺍﻟﺴﻔﻬﺎﺀ
Dari Jabir bin Abdillah RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,’Hai Ka’ab bin ‘Ujrah, semoga Allah melindungi kamu dari imaarat al-sufahaa` (kepemimpinan orang-orang bodoh). (HR Ahmad).
.
// Penutup //
Ya Allah, kami berlindung berlindung kepada-Mu dari segala kejahatan pemimpin diktator (al-mulk al-jabriy) yang ada sekarang ini, pemimpin yang ada setelah hilangnya pemimpin kami yang sesungguhnya, yaitu seorang Imam bagi kaum muslimin di seluruh dunia.
.
Ya Allah, kami berlindung berlindung kepada-Mu dari segala kejahatan imaarat al-sufahaa` (kepemimpinan orang-orang bodoh) yang ada sekarang ini, yang tidak berteladan dengan petunjuk Nabi-Mu dan tidak bersunnah dengan sunnah Nabi-Mu, tapi justru berteladan dan bersunnah dengan sunnah kaum penjajah kafir dari Yahudi dan Nashrani.
.
Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari segala kejahatan imaarat ash-shibyaan (kepemimpinan anak-anak) yang ada sekarang ini, yakni kepemimpinan yang jika kami mentaati mereka, mereka akan memasukkan kami ke dalam neraka, tapi jika kami tidak mentaati mereka, mereka akan membunuh kami padahal kami adalah rakyatnya sendiri.
.
Ya Allah, tolonglah kami Ya Allah, dengan hadirnya sang pemimpin sejati bagi umat Islam ini, yaitu seorang khalifah yang dibaiat untuk menjalankan Kitab-Mu dan Sunnah Nabi-Mu dalam negara Khilafah yang Engkau ridhoi. Aamiin Yaa Robbal ‘Aalamiin. [ ]
.
Sumber foto : balista news
# RamadanBulanPerjuangan
# PerjuanganMenujuKebangkitan
# KebangkitanHanyaDenganIslam
=================================
Raih Amal Sholih dengan Ikut Serta Menyebarkan Status ini.
===============================
Facebook :
https://www.facebook.com/Wadah-Aspirasi-M
uslimah-1951240191859944/

Sanad keilmuan Pendiri Hizbut Tahrir, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani rahimahullah.

Sanad keilmuan Pendiri Hizbut Tahrir, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani rahimahullah.

Mereka menuduh:


“Para aktivis HTI tidak punya guru alias tidak punya sanad Ilmu. Karena mereka mengotak atik ayat/hadist dengan akal pikirannya sendiri”

Tanggapan/Jawaban:
Ternyata di manuskrip2 Nahdiyin (NU) ditemukan & menyebutkn bahwa KH Hasyim Ashari (pendiri NU) berguru kapada Syaikh Yusuf An-Nabhani (kakek dari Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani pendiri Hizbut Tahrir/HT).

Maka tak heran juga kalau di kalangan nahdiyin (NU), kitab2 dari kakek pendiri HT ini msh dkaji/
dipelajari.

HT didirikan oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, beliau adalah pewaris Ilmu dan sanad Ilmu dari ayahandanya Syaikh Ibrahim bin musthafa bin Ismail An-Nabhani.
Beliau juga mendapat Ilmu dan Sanad Ilmu dari Kakek (Datuk) beliau Syaikh Yusuf Bin Isma’il An-Nabhani pengarang kitab Afdhalu Ash-Shalawat ‘Ala Sayyid As-Sadat juga kitab Jami’ul Karamah al auliya’.

Syaikh Yusuf bin Ismail An-Nabhani berguru pada Banyak ulama’ terkemuka dimasanya, terutama kepada Syaikh Syamsuddin al-Ambabi al- Syafi’i, satu-satunya syaikh pada masanya yang mendapat julukan Hujjatul Ilmi dan guru besar Universitas Al-Azhar pada masa itu.

Beberapa Ulama’ Indonesia berguru pada Syaikh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani, baik langsung maupun tidak langsung, diantaranya ulama Betawi yaitu sayid Utsman bin Abdillah bin Aqil bin Yahya aI ‘Alawi, yang masyhur dengan nama julukan “Mufti Batawi”, Syaikh Hasan Krueng Kali (Aceh).

Selain itu Syaikh Taqiyuddin secara Khusus oleh Syaikh Yusuf An-Nabhani dititipkan kepada sahabat-sahabat beliau yang mengajar di Al Azhar sehingga Syaikh Taqiyuddin secara keIlmuan terjaga dan secara Sanad Ilmu, sanadnya tetap tersambung.

Setelah Syaikh Taqiyuddin Lulus dari Al azhar beliau mengajar kemudian jadi Qadhi baru setelah itu mendirikan HT.
Walau HT sebuah gerakan politik tetapi HT memiliki ke khasan yang “mungkin” tidak dimiliki gerakan lain yaitu terjaganya Sanad Ilmu para kadernya.

Ini bisa dilihat yang berhak memberi Halaqah (tasqif) dalam hizb adalah para Musrif yang sudah menjadi A’dho yakini orang yang telah memahami Tasqafah HT dan mengintegral dalam dirinya, Mereka ini menadapakan Ijazah (lisensi) untuk mengajarkan afkar mutabanat HT.

Sehingga Tsaqafah (ilmu) yang didapatkan oleh para Syabab HT adalah dari Musrifnya dari musrifnya lagi hingga ke pendiri dan pengarang kitab (Syaikh taqiyuddin An-Nabhani) syaikh Taqiyuddin sanadnya tersambung ke ayahnya, kakeknya, dan guru-guru Beliau di Al Azhar hingga tersambung sampai keRasulullah SAW.
Sehingga jalas bahwa HT bukan gerakan yang otodidak dalam memahami nash syara’.

Tetapi HT memahami Nash Syara’ sebagai mana para Ulama’ memahaminya.
Bukan hanya mencomot dari kitabnya saja tetapi HT memiliki sanad Ilmu terhadap pemahaman yang ada dalam kitab ulama’ ulama’ tersebut.

Hal ini sangat sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Syaikh Nashir al-Asad: “Orang yang hanya mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa memperlihatkannya kepada ulama dan tanpa berjumpa dalam majlis-majlis ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para ulama tidak menganggapnya sebagai ilmu, mereka menyebutnya shahafi atau otodidak, bukan orang alim…

Para ulama menilai orang semacam ini sebagai orang yang dlaif (lemah). Ia disebut shahafi yang diambil dari kalimat tashhif, yang artinya adalah seseorang mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendengar langsung dari para ulama, maka ia melenceng dari kebenaran. Dengan demikian, Sanad dalam riwayat menurut pandangan kami adalah untuk menghindari kesalahan semacam ini” (Mashadir asy-Syi’ri al-Jahili10).
Sehingga menuduh HT tidak memiliki sanad Ilmu adalah tuduhan ceroboh yang menunjukkan kalau penuduh tidak memahami silsilah pembinaan keilmuan dalam tubuh HT.
Lihat ini
[ Syamsul Arifin ] - Wallahu A’lam