Friday, April 29, 2022

Doktrin Yang Mematikan Akal

 Doktrin Yang Mematikan Akal 


Oleh : Rahmat Taufik Tambusai


Dalam satu acara jamuan syukuran, saya kebetulan satu meja dengan salah seorang tamu. 


Disela sela obrolan, beliau bertanya kepada saya, bapak alumni mana ? lalu saya jawab singkat, alumni Al Azhar pak. 


Kemudian bapak tersebut menimpali, alumni madinah lebih original dan lebih asli, dengan santai saya balik bertanya, asli bagaimananya pak ? lalu dijawabnya, di sana diturunkan Al Quran dan dipraktekkan sunnah nabi, maka alumni madinah lebih asli.


Lalu saya bertanya, yang membawa ajaran nabi setelah nabi meninggal siapa pak ? 


Dengan semangat bapak tersebut menjawab, para sahabat nabi, lalu saya lanjutkan pertanyaannya, apakah semua sahabat nabi menetap di madinah setelah nabi wafat ?


Sampai pertanyaan ini, bapak tersebut diam membisu dengan muka bingung.


Lalu saya sampaikan, kalau seandainya para sahabat nabi semuanya menetap dan meninggal di madinah wajar dikatakan alumni madinah lebih asli, karena para sahabat tidak ada yang keluar dari madinah, hanya mengajar di madinah sampai wafat, kemudian diteruskan ulama setelahnya sampai wafat pula disana, tetapi kenyataannya setelah nabi meninggal para sahabat bertebaran di muka bumi.


Seperti Muaz bin jabal, Bilal bin rabah, Ibnu abbas dll, mereka tidak menetap di madinah setelah nabi meninggal, Muaz bin jabal dan Bilal bin rabah ke damaskus, Ibnu abbas ke Thaif, apakah yang mengambil ilmu dari mereka tidak dikatakan asli lagi ? Sedangkan mereka mengambil ilmu langsung dari nabi, atau karena mereka tidak menetap di madinah sehingga membuat ilmu mereka tidak asli lagi ?


Anak keturunan nabi, semenjak terjadi pembantaian di karbala, mereka dikejar - kejar, hampir seluruh mereka mencari daerah yang  paling aman.


Ada yang ke yaman, ada yang ke mesir, ada yang ke syuria, maroko dll, apakah disebabkan mereka tidak tinggal di madinah membuat ilmu mereka tidak original lagi ? padahal mereka mengambil ilmu tersebut dari ayah mereka yang keturunan langsung dari nabi.


Nafisah binti Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib, dari namanya jelas keturunan nabi, salah seorang guru imam Syafii, yang menetap dan meninggal di mesir. Apakah ilmu yang di mesir tidak asli ?


Dan termasuk Syekh Al Azhar hari ini Syekh Ahmad Thayib merupakan anak keturunan Rasulullah.


Kemudian saya tanya kembali, yang bapak maksudkan, alumni madinah zaman nabi atau zaman sekarang ?


Kalau zaman nabi sudah jelas original dididik langsung oleh nabi, yang disebut dengan para sahabat nabi, para sahabat mengajarkan kepada para tabiin, para tabiin mengajarkan kepada ulama mazhab, dan dilanjukkan oleh murid mereka sampai kepada ulama kita pada masa kini.


Maka sanad ilmu yang seperti ini tetap dikatakan asli, walaupun mereka mengambil ilmu tersebut dari sahabat yang tidak tinggal di madinah, karena ilmu mereka bersumber dari nabi.


Kalau yang bapak maksud alumni madinah zaman sekarang, berarti bapak telah didoktrin dan termakan doktrin orang - orang yang tidak bertanggung jawab.


Ini yang disebut dengan doktrin mematikan akal.


Nabi tidak pernah menjadikan kota madinah sebagai ukuran asli atau tidak aslinya ajaran beliau.


Kalau seandainya madinah menjadi ukuran asli atau tidak aslinya ajaran nabi, maka para sahabat dan ulama akan berbondong - bondong untuk tinggal menetap di kota madinah sampai mati.


Dan para ulama tidak pernah menjadikan orang madinah sebagai standar keilmuan seseorang, jikalau dijadikan orang yang hidup di madinah sebagai standar keilmuan seseorang, maka yang paling layak untuk diikuti Imam Malik pendiri mazhab maliki, sebab beliau lahir, besar dan wafat di madinah, sehingga digelar dengan imam darul hijrah, imam tempat hijrahnya nabi.


Kalau yang bapak maksudkan pemahaman yang dikembangkan oleh alumni madinah hari ini, maka bapak sudah terjerumus kepada fanatik buta.


Tidakkah bapak tau, pemahaman yang mereka bawa, bukan dari ulama madinah, tetapi dari ulama najd, Syekh Muhammad bin abdul wahhab, bin Baz, Usaimin, Sholeh fauzan dan dari albania Syekh Nasiruddin albani. Dan setahu penulis tidak ada satu pun dari keturunan Nabi.


Yang membawa pertama paham tersebut, tidak ada yang asli madinah, kecuali ditingkat murid - murid mereka. Jadi alumni madinah yang mana bapak maksud ?


Kemudian saya sampaikan, kalau alumni madinah lebih asli, maka jangan pernah pakai kitab - kitab ulama yang bukan alumni madinah, jangan pakai kitab hadits shahih bukhari, muslim dll kitab tafsir ibnu kasir, thabari dll kitab fiqih Syafii, Hanafi, Hanbali dll karena mereka bukan alumni madinah.


Untuk bapak ketahui, salah seorang alumni S3 madinah, menceritakan kepada kami pada tahun 2003, bahwa kampus madinah baru membuka program doktoral jurusan bahasa arab, dan hampir semua dosennya diambil dari Al Azhar mesir. Terus original yang mana bapak maksud ? sedangkan dosennya semuanya dari luar madinah.


Istilah jurusan Syariah, Usuluddin, Hadits, Tafsir dll awal pertama yang mencetusnya universitas Al Azhar pak, yang lainnya mengikuti.


Terakhir saya sampaikan, saya tidak benci alumni mana pun, termasuk alumni madinah, yang saya sangkal tadi adalah menjadikan daerah atau tempat sebagai standar keaslian ilmu dan ajaran islam, karena nabi tidak pernah menyampaikannya. karena nabi tidak pernah menyampaikan, maka Ini bidah baru yang diada - adakan.


Jika ini yang dikembangkan maka akan melahirkan generasi yang fanatik buta, yang akhirnya menyebabkan akalnya mati.


Tidak mau membaca sejarah dan belajar kepada banyak ulama, yang hanya mencukupkan diri dengan apa yang didoktrin oleh gurunya.


Akibat yang lebih besar adalah merusak ilmu dan ajaran nabi muhammad, karena akal sudah mati disebabkan doktrin dan fanatik buta.


Dalu - dalu, Selasa 21 desember 2021

Thursday, April 21, 2022

Matematika ,runtuhnya peradban dan Ht

 Mundur ke belakang sebelum HTI dicabut BHP-nya :


MATEMATIKA, RUNTUHNYA PERADABAN DAN HIZBUTTAHRIR


Oleh : Nopriadi Hermani, Ph.D (Dosen Teknik Fisika UGM, Yogyakarta)


Tadi sore saya mengajarkan Teorema Green pada mahasiswa di kelas Kalkulus Vektor. Setelah menjelaskan tentang integral medan vektor pada lintasan tertutup, saya mengajak mahasiswa berbincang tentang kehidupan. Dialog seperti ini sering saya lakukan karena bagi saya mereka adalah aset berharga peradaban masa depan, bukan skrup industri. 


"Kalian saat ini tidak harus tahu aplikasi Teorema Green. Kadang saat belajar matematika kita tidak tahu dimana mengaplikasikannya. Matematika itu adalah ilmu alat. Alat kita berinteraksi dengan alam semesta ini. Bahasa yang digunakan para saintis saat mendalami “keinginan" alam. Tidak hanya membantu memahami perilaku benda mati tapi juga makhluk hidup dan manusia. Bahkan, matematika telah digunakan untuk memahami fenomena psikologi, ekonomi, politik sampai masalah peradaban."


Saya ceritakan ke anak-anak saya ini  bagaimana seorang matematikawan, berkolaborasi dengan ahli politik dan ahli lingkungan, telah membuat model matematik tentang runtuhnya sebuah peradaban. Penguasaan bidang matematika, ditambah ilmu sejarah, peradaban, politik, ekonomi, lingkungan, membuat dia mampu mensimulasikan  skenario jatuhnya peradaban, termasuk peradaban moderen sekarang ini. 


Kemudian saya bertanya pada mahasiswa tentang isu apa yang lagi hangat di Indonesia. Sebagian menjawab, “Pembubaran Ormas Hizbut Tahrir”. Sepertinya juga terdengar sayup-sayup ada yang mengatakan, “Pemenjaraan Ahok”. Sambil tersenyum saya sampaikan ke mahasiswa, 


"Yah, begitulah kita yang ada di Indonesia ini. Kita jadi sangat sibuk dengan urusan domestik seperti ini. Kita tidak terlibat dalam pembicaraan tentang muramnya peradaban dunia. Jangkauan kepedulian kita, termasuk elit dan intelektual di Indonesia, hanya sebatas permasalahan seperti ini. Indonesia adalah mata rantai dari Peradaban Kapitalis di dunia ini. Bila tiba-tiba Peradaban Barat kolaps, maka kita hanya bisa terkaget-kaget dan terkejut karena ikut terjun bebas ke dasar reruntuhan sejarah."


Demikian sepenggal cerita tadi sore di kelas Kalkulus Vektor. Beberapa  saya ubah redaksinya agar lebih mudah dipahami.


Sekarang saya ingin berbincang tentang rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia dikaitkan dengan keruntuhan Peradaban Barat yang diprediksi dapat terjadi oleh beberapa pakar. Saya telah menelusuri berita, video dan jurnal ilmiah terkait keruntuhan peradaban. Saya menemukan, misalnya, tulisan Safa Motesharrei dari University of Maryland dan Andrew Targowski dari Western Michigan University yang sangat menarik tentang peradaban. Tulisan mereka membuka mata saya (lagi) tentang Peradaban Barat hari ini. Memberi saya perspektif baru tentang cacat Peradaban Barat yang mereduksi peran Sang Pencipta. Bila ditambah dengan konsep Peradaban Islam yang saya pelajari selama ini, maka semua ini semakin menyadarkan saya tentang kita. Kita semua, terutama muslim, dapat mengambil peran dalam menyelamatkan peradaban dunia yang menuju ambang kebangkrutan. 


Hmmm...  Sudilah kiranya Anda berselancar menelusuri situs-situs Hizbut Tahrir yang tersedia dan dikelola dari berbagai negara di seluruh dunia. Bukalah halaman demi halaman  untuk memahami wacana apa saja yang didakwahkan gerakan internasional ini. Dari sana Anda akan paham bagaimana Hizbut Tahrir mengambil bagian dalam perubahan di level dunia. Lebih jauh, mungkin Anda juga menemukan rona ketulusan dari perjuangan mereka.


Saya menceritakan tentang Hizbut Tahrir ini tidak bermaksud ta'ashub pada harokah yang begitu penting dalam sejarah hidup saya. Bukan fanatik buta pada organisasi yang membukakan mata saya tentang hakikat hidup di dunia.  Bukan ashobiyah pada gerakan yang membangun cakrawala berpikir saya tentang peradaban manusia. Saya hanya ingin menyampaikan apa yang mungkin tidak diketahui oleh banyak kalangan. Tentang kepedulian Hizbut Tahrir pada problem peradaban manusia. Kepedulian para anggotanya pada penderitaan hidup umat manusia di muka bumi ini yang telah dipecundangi oleh para kapitalis serakah dan kroninya. 


Jadi, framing jahat yang disebar secara massif  sebagai ormas yang bermusuhan dengan Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan kebhinekaan, menurut saya, mereduksi apa yang diperjuangkan oleh Hizbut Tahrir selama ini.  Hizbut Tahrir justru berkepentingan kuatnya negeri-negeri Islam.  Mereka adalah penopang Peradaban Islam di bawah naungan Khilafah Islamiyah di masa depan.  Yang jelas, Hizbut Tahrir tidak digerakkan oleh nafsu untuk berkuasa di negeri ini atau di negeri manapun di dunia. Apalagi nafsu untuk membunuh manusia Indonesia yang berbeda agama. Tidak sama sekali. 


Anggota Hizbut Tahrir yang bergerak tanpa lelah, dipenuhi oleh peluh dan kadang caci maki didasarkan pada iman yang menghujam di sanubari mereka. Anggota organisasi ini rela berkorban harta, waktu, tenaga bahkan kehidupan pribadi dan nyawa mereka karena ingin meraih ridha Allah Swt semata dan demi kebaikan umat manusia. Apa yang diperjuangkan Hizbut Tahrir adalah membebaskan umat manusia dari jerat peradaban rakus yang dibangun dari Ideologi Kapitalis Sekuler. Menjebak manusia pada penderitaan di dunia dan siksa di akhirat.


Saya kira kita semua sudah paham bahwa Ideologi Kapitalis Sekuler telah memberi jalan tol pada para saudagar dalam menguasai kekayaan alam negeri-negeri ringkih, termasuk Indonesia. Kita semua juga paham bagaimana kerusakan yang dibuat oleh Ideologi Kapitalis Sekuler ini. Izinkan saya menyegarkan kembali beberapa fakta kerusakan akibat penerapan ideologi ini.


Ideologi Kapitalis Sekuler  berhasil menciptakan strata ekonomi dengan kesenjangan yang sangat tajam. Di dunia ini 62 orang memiliki kekayaan yang setara dengan kekayaan setengah dari penghuni planet yang berjumlah 3,6 miliar orang. Di Indonesia 1% orang terkaya  menguasai setengah aset kekayaan negeri ini. Kesenjangan ini melahirkan banyak jerit penderitaan di seluruh dunia. Masih ingat bagaimana rakyat Amerika, dalam gerakan Occupy Wall Street, menuntut keadilan? Mereka turun ke jalan dengan meneriakkan "Kami 99% dan mereka (para kapitalis) 1%".


Ideologi Kapitalis Sekuler juga telah mencetak varian manusia yang hidup dengan kemiskinan spiritualitas, kehampaan makna dan terjebak pada perburuan harta yang tak pernah mengenal puas. Ideologi ini membuat manusia menjadi hamba materi dan durhaka terhadap Penciptanya. Mudah-mudahan Anda sempat menengok tulisan Danah Zohar dalam bukunya Spiritual Capital: Wealth We Can Live by. Dia menggambarkan keserakahan Kapitalis dengan sosok Erisychthon dalam dongeng Ovid mitologi Yunani kuno. 


Ideologi Kapitalis Sekuler menyadarkan kita bagaimana manusia mampu "membunuh" planet bumi dengan sangat sadis. Ketidakamanan dan hasrat menghegomoni dunia telah melahirkan perlombaan negara-negara besar dalam membuat senjata yang mematikan. Bila diledakkan semua hulu ledak nuklir yang ada di dunia ini, kabarnya berjumlah sekitar 15.000 lebih, maka ini cukup untuk membunuh 50 milyar manusia dan melelehkan biosfer planet bumi.


Ideologi Kapitalis Sekuler ini pula yang menunjukkan pada kita bagaimana keserakahan manusia mampu memberi tekanan yang demikian dahsyat pada ekosistem bumi. Industrialisasi berbasis keserakahan ekonomi liberal telah menghasilkan berton-ton limbah, termasuk gas rumah kaca di atmosfer kita. Ini mengakibatkan fenomena Global Warming yang menurut prediksi akan menenggelamkan kota-kota di dunia, diantaranya Shanghai (Cina), Venesia (Italia), Bangkok (Thailand), Ho Chi Minh City (Vietnam) dan Jakarta (Indonesia).


Peradaban dunia hari ini adalah hasil eksperimen pemikiran para filsuf abad pencerahan. Dalam sejarahnya mereka anti terhadap peran gereja dalam wilayah publik di Eropa. Mereka pada dasarnya anti agama, namun tokoh-tokohnya seperti John Locke, Montesquieu, Rousseau, Voltaire  dinobatkan sebagai nabi-nabi sosial. Sang Pencipta oleh mereka tidak diberi ruang untuk mengatur wilayah publik manusia. Agama, termasuk Islam, hanya layak menjadi urusan pribadi dan dibatasi dengan sangat ketat untuk masuk ke wilayah publik. Pemikiran mereka menjelma menjadi sebuah negara sekuler pertama di dunia melalui revolusi berdarah di Perancis pada tahun 1789 – 1799. Negara republik sekuler ini menjadi role model yang menginspirasi dan 'memaksa' negara-negara di dunia untuk mengikutinya, termasuk Indonesia. 


Sekarang saya ingin kembali ke isu pembubaran Hizbut Tahrir.  Terus terang hati kecil saya kadang merintih menyaksikan adanya usaha menghalangi gerakan ini berkontribusi menyelamatkan peradaban. 


Bagaimana mungkin ada usaha dari saudara muslim yang ingin melumat Hizbut Tahrir? Bagaimana mungkin mereka begitu bernafsu membekukan pergerakan para anggota, binaan dan simpatisan dalam proyek dakwah ini? Bagaimana mungkin mereka ingin memadamkan usaha Hizbut Tahrir dalam memahamkan umat manusia tentang peradaban Islam yang dinanti? Bagaimana mungkin ada framing jahat yang terus diumbar agar memusuhi orang-orang yang bekerja ikhlas membangun peradaban? Bagaimana mungkin ada muslim yang berusaha mengunci kaki, tangan dan mulut para pejuang yang bermaksud datang dan menyeru manusia pada kebaikan Islam?


Saya bisa memahami bila kekuatan itu berasal dari mereka yang menjadi penjaga dan penikmat keberhasilan Kapitalisme. Saya bisa memaklumi bila kekuatan yang berusaha menghancurkan ini adalah segelintir manusia serakah yang nyaman dengan kerusakan peradaban. Saya tidak merasakan sakit bila semua penghalang itu dilakukan oleh para kapitalis jahat dengan kroni-kroninya.  Namun hati  ini terasa perih bila ada saudara muslim dengan penuh kebencian menghalangi usaha berat ini. 


Yah, saya menyadari mungkin karena ketidakpahaman mereka akan perjuangan Hizbut Tahrir di dunia. Tidak paham dengan visi besar organisasi ini dalam memuliakan Islam dan umat Islam serta menyelamatkan peradaban manusia. Juga tidak begitu paham dengan gambar besar (big picture) dan konsep detil kami tentang Peradaban Islam yang dimaksud.


Saya ingin memberi tahu mereka yang memusuhi pergerakan dakwah ini. Yang mungkin membuat Anda sedikit kaget.

Begini. Sebenarnya Hizbut Tahrir tidak akan pernah mampu mendirikan Khilafah di manapun. Hizbut Tahrir tidak akan pernah mampu menyelamatkan peradaban. Hizbut Tahrir tidak akan pernah mampu menghadirkan Peradaban Islam.  Hizbut Tahrir hanyalah sebuah organisasi yang menggerakkan anggotanya dengan kekuatan iman. Bergerak menyadarkan umat Islam tentang sejarah besar mereka. Menyadarkan mereka  tentang kemuliaan ajaran Islam. Menyadarkan mereka bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang dipersembahkan untuk semua manusia karena membawa Islam. Islam yang sempurna dan lengkap itu adalah rahmat bagi seluruh alam. Umat Islam adalah umat yang dinanti-nati kiprahnya dalam perubahan peradaban. Jadi, sekali lagi, Hizbut Tahrir tidak akan pernah mampu melakukan hal yang besar ini. 


Yang mampu mendirikan Khilafah, membangun Peradaban Islam dan menyelamatkan peradaban manusia adalah umat Islam itu sendiri dengan pertolongan Allah Swt. Hizbut Tahrir hanya menyeru dengan dakwah dan meyakinkan umat melalui program-program dakwahnya bahwa mereka mampu mengambil peran sentral dalam percaturan peradaban dunia. Kelak bila Khilafah berdiri maka Hizbut Tahrir tidak akan menjadi partai yang berkuasa. Khilafah yang diinginkan adalah Khilafah kita semua. Hizbut Tahrir tetap mengambil peran yang selama ini dia mainkan. Dakwah politis agar Khilafah menerapkan Islam dengan sempurna dan pemimpin mampu menunaikan tanggungjawabnya terhadap warga negara berdasarkan sistem Islam.


Saat ini gairah negeri ini sedang menyala untuk membicarakan dan ingin mengetahui apa itu Hizbut Tahrir, apa yang dibawa dan apa saja agenda-agendanya. Pernah saya melihat ada kalangan terdidik mencomot bagian-bagian Syariah Islam yang ditawarkan Hizbut Tahrir. Tujuannya bukan untuk memahaminya secara utuh, tapi disaring dengan belief systems pribadi untuk menguatkan persepsinya bahwa Hizbut Tahrir itu berbahaya. Bagaimana mungkin orang, bahkan seorang muslim sekalipun, mengapresiasi syariah Islam bila yang dilihat hanya rajam, potong tangan, qishas, syarat pemimpin pemerintahan dari muslim dengan sudut pandang sekuleristik?


Artikel yang tertulis di dalam situs Hizbut Tahrir adalah kumpulan mozaik Syariah Islam. Membaca sekilas, apalagi dengan motivasi mencari kekurangannya, hanya melahirkan persepsi negatif. Mencukupkan diri dengan kepingan _puzzle_ ide Syariah dapat menghantarkan pada kesalahpahaman. Kecurigaan terhadap organisasi ini, yang oleh MUI tidak terkategori sesat, akan menghalangi kesempatan menemukan keindahan Islam. Kecurigaan ini pula yang dulu pernah saya rasakan. 


Sekarang tengoklah kitab-kitab Hizbut Tahrir yang tidak pernah disembunyikan itu. Lihat dan pelajarilah isinya dengan seksama. Nilai kualitasnya dari  kekuatan dalil dah hujjah yang ditawarkan. Lebih jauh, ini memerlukan pengetahuan ekstra, rekonstruksilah Peradaban Baru dari setiap paragraf yang ada di dalam kitab-kitab yang dikaji oleh anggota Hizbut Tahrir. Bila Anda mau bersabar sedikit dan mau merendah, maka Insya Allah Anda akan melihat keindahan ajaran Islam yang diwariskan Rasulullah saw. Nabi kita. Lebih jauh Anda akan meyakini apa yang kami yakini bahwa Umat Islam adalah Umat yang dinanti manusia kiprahnya dalam membangun peradaban baru yang penuh berkah.


“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. ”(TQS. Ali Imran: 110).

Saturday, April 9, 2022

PKI Diberi Ruang Eksistensi, Mengapa HTI dan FPI Dipersekusi?

Prof. Suteki: PKI Diberi Ruang Eksistensi, Mengapa HTI dan FPI Dipersekusi? https://ift.tt/liWbIo1 Prof. Suteki: PKI Diberi Ruang Eksistensi, Mengapa HTI dan FPI Dipersekusi? KONTENISLAM.COM - Oleh: Prof. Dr. Piere Suteki, SH, MHum (Guru Besar Fakultas Hukum UNDIP) I. PENGANTAR Kontroversial. Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengeluarkan kebijakan ‘tak biasa.’ Terkait seleksi penerimaan calon prajurit TNI, ia tak ingin anak keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) dilarang mengikutinya karena tak ada dasar hukumnya. Menurutnya, TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 hanya mengatur dua poin. Pertama, menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang. Kedua, menyatakan komunisme, leninisme, dan marxisme sebagai ajaran terlarang. Tidak ada kata underbow (organisasi sayap) segala macam. Pernyataan itu disampaikan dalam rapat di Subden Denma Mabes TNI, Jalan Merdeka Barat Nomor 2, Jakarta Pusat, Rabu (30/3/2022) dan diunggah di kanal YouTube-nya. Sebagian kalangan memberikan apresiasi. Ada yang menilainya sebagai kebijakan progresif, antidiskriminasi, sesuai hak asasi manusia (HAM), proporsional, dan seterusnya. Meski demikian, patut dipertanyakan, apakah betul hal ini merupakan upaya untuk patuh pada hukum dan pemenuhan HAM setiap warga negara. Lantas, bagaimana dengan sejarah masa lalu nan kelam terkait upaya makar PKI terhadap negara dan ideologinya, khususnya pada tahun 1948 dan 1965? PKI dengan ideologi komunisme yang sangat radikal telah menoreh luka lama yang sangat mendalam pada bangsa ini. Dengan ganasnya, PKI telah membantai elemen umat Islam yang terdiri dari para santri, tokoh, ulama, dan ustaz. Sementara pemerintahan negara kini terkesan hendak memoderasinya sehingga akan terlupakanlah sejarah kelam tersebut.  Kebijakan Panglima TNI ini dapat dikategorikan sebagai bentuk kebijakan publik keenam sepanjang era reformasi terkait upaya moderasi radikalnya komunisme di Indonesia. Selain itu, di satu sisi, PKI sebagai organisasi terlarang seolah diberikan ruang demi eksistensi dan berekspresi, sementara di sisi lainnya, ormas Islam seperti HTI dan FPI yang dibubarkan paksa oleh rezim beberapa waktu lalu kerap dicurigai, aktivisnya dikriminalisasi, kegiatannya diawasi. Padahal yang mereka lakukan dalam rangka dakwah Islam, bukan aktivitas kriminal, tidak mengajak manusia pada anti-Tuhan, pun tanpa bertindak kekerasan. Namun mengapa cap radikal terus disematkan, bahkan disamakan hingga disebut lebih berbahaya daripada PKI. Inikah bukti keadilan yang penguasanya mengklaim sebagai negara hukum, bukan negara kekuasaan?    II. PERMASALAHAN Untuk menelisik di balik kebijakan membolehkan keturunan PKI mendaftar menjadi anggota TNI, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Mengapa perlu pembatasan hak anak keturunan PKI untuk menjadi anggota TNI sehingga kebijakan Panglima TNI Andika Perkasa perlu dikritisi? 2. Apa saja kebijakan publik pemerintahan negara untuk memoderasi radikalisme dan revolusionernya PKI dengan ideologi komunisme? 3. Apakah adil kebijakan publik yang membuka ruang bagi kebangkitan PKI dengan ideologi komunisme (moderasi) sementara di pihak lain ada upaya mempersekusi ormas HTI dan FPI? 4. Bagaimana strategi kewaspadaan nasional dalam rangka mencegah perkembangan ideologi komunisme khususnya di tubuh TNI yang berpotensi membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara? III. PEMBAHASAN A. Mewaspadai Komunisme Sebagai Bahaya Laten Bangsa Perbincangan tentang PKI dengan komunismenya biasanya ramai menjelang detik-detik peringatan G 30 S PKI. Eskalasi perbincangan tentangnya makin hangat. Banyak pihak yang mengendus soal kebangkitan, penyusupan PKI di berbagai lini. Mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo menuding komunisme telah menyusup ke tubuh TNI dengan hilangnya patung Soeharto dkk di Markas Kostrad. Sejumlah barang yang dihilangkan, berada di Museum Dharma Bakti. Barang-barang itu berkaitan dengan penumpasan komunisme di tanah air. Beberapa di antaranya yakni diorama patung Soeharto, Sarwo Edhie, dan AH Nasution beserta tujuh pahlawan revolusi hilang (detik.com, 28/9/2022). Apakah betul hilangnya beberapa barang terkait penumpasan PKI yang dipimpin oleh Soeharto merupakan bukti TNI disusupi oleh PKI? Atas tuduhan ini, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto waktu itu enggan berpolemik soal dugaan penyusupan pendukung PKI di tubuh TNI karena menurutnya hal itu tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Tidak bisa suatu pernyataan didasarkan hanya kepada keberadaan patung di suatu tempat. Oleh karenanya hal ini perlu diuji lebih lanjut. Terlepas dari dugaan di atas, berbekal sejarah keji nan kelam dan kerusakan ideologinya, patut bagi bangsa ini untuk terus mewaspadai komunisme kembali. Meski sudah puluhan tahun, kisah kekejian PKI di Indonesia tak pernah memudar. Ini menjadi bukti begitu dalamnya luka yang ditorehkan pada penghuni bumi pertiwi. Namun di sisi lain, diduga para pendukungnya dengan berbagai cara tengah berupaya mengaburkan sejarah kelam PKI. Pun mencoba membangkitkan kembali paham komunisme di tengah masyarakat. Belajar dari tragedi G 30 S PKI, betapa mengerikan implementasi ajaran komunisme. Secara nyata, paham ini memusuhi agama dan menganggapnya sebagai candu. Agama adalah musuh terbesar ideologi ini. Maka ia akan memusnahkan agama dan para pemeluknya. Penganutnya akan menyerang dan menghabisi segala hal terkait agama. Tak boleh agama hidup, karena tak ada Tuhan bagi mereka. Pembantaian yang dilakukan PKI terhadap para ulama dan santri tahun 1948 adalah fragmen sejarah kelabu di Indonesia. Di luar negeri pun sama kondisinya. Begitu kejinya perlakuan rezim komunis China terhadap Muslim Uighur. Berbagai ancaman dan siksaan dilakukan demi menghilangkan agama (Islam) pada kehidupan mereka. Bagi kaum komunis China, Islam merupakan ancaman keberlangsungan hidupnya. Sebagai sebuah ideologi, komunisme tak pernah mati. Pahamnya akan selalu hidup, bergerak, mencari kesempatan agar bisa tumbuh dan eksis. Meskipun hingga saat ini gerakannya belum jelas terlihat, namun gejala keberadaannya mulai nampak. Sangat mungkin ia eksis kembali jika ada peluang dan kesempatan. Maka, komunisme merupakan bahaya laten bangsa ini di samping bahaya aktual ideologi kapitalisme sekuler. Tak berlebihan jika Sekretaris Dewan Syura PA 212, Slamet Ma’arif, mengkritik kebijakan Panglima TNI yang membolehkan keturunan PKI menjadi anggota TNI. Ia mempertanyakan jaminan keturunan PKI terbebas dari paham komunisme karena faktanya banyak anak keturunan yang terlihat membangkitkan ideologi PKI. Menurutnya, masyarakat harus sadar jika PKI tersebut ada dan bangkit, terlebih kekinian justru ada di lingkar kekuasaan. Ia menyarankan, sebaiknya TNI fokus pada tugasnya menyelesaikan permasalahan tindak terorisme di Papua (populis.id, 31/3/2022). Selain soal “trauma mendalam,” kekhawatiran berbagai kalangan terhadap kebijakan Panglima TNI ini bisa dimengerti. Keturunan PKI tak hanya soal darah atau genetik, yang memang keradikalan komunisme tak secara otomatis terwariskan. Namun, tak ada jaminan bahwa pelaku atau pendukung PKI tidak menginfiltrasikan ajaran komunisme pada anak keturunannya, baik secara langsung maupun tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja, tertanam di diri sang anak hingga dewasa. Oleh karena itu, meski diksi pelarangan anak keturuan PKI menjadi anggota TNI itu tidak ditemukan, alangkah baiknya jika keberadaannya tetap menjadi hal yang mesti diwaspadai. Tentu tak mudah begitu saja menempatkannya dalam posisi strategis di lingkar kekuasaan atau keamanan (militer). Realitasnya, masih ada upaya pemutarbalikan atau pembelokan sejarah seperti dalam kasus “Kamus Sejarah” yang menonjolkan tokoh-tokoh PKI dan menghilangkan nama tokoh Islam seperti KH Hasyim Asy’ari. Pun patut diwaspadai komunisme gaya baru yang perwujudannya seperti adu domba antarkelompok Islam, kriminalisasi ulama, cenderung antiagama seperti islamofobia.     B. Kebijakan Publik yang Memoderasi Radikalisme dan Revolusionernya PKI dengan Ideologi Komunisme Sebagaimana beberapa kebijakan sebelumnya, keputusan Panglima TNI ini bisa dinilai sebagai upaya pelemahan radikalisme komunisme atau istilahnya moderasi komunisme dalam kebijakan publik. Moderasi merupakan pemahaman sisi berlawanan dari radikalisasi. Yaitu proses melunakkan keradikalan suatu pemikiran hingga sikap dan tindakan, melalui berbagai sarana baik narasi maupun keputusan konkret. Sementara komunisme itu paham radikal dan revolusione. Keradikalan komunisme di Indonesia pasca kegagalan pemberontakannya pada 30 September 1965 dapat kita deteksi hendak dilunakkan melalui berbagai kebijakan publik berupa keputusan dan putusan kelembagaan negara. Berikut lima kebijakan publik selain diizinkannya anak keturuan PKI menjadi anggota TNI yang ditengarai sebagai bentuk moderasi komunisme di Indonesia. Pertama, upaya pencabutan TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 telah dilakukan sejak Presiden Abdurrahman Wahid. Setidaknya ada tiga alasan objektif Gus Dur. Pertama,  konsep-konsep marxisme telah dipelajari terbuka di lingkungan perguruan tinggi. Kedua, era komunis telah berakhir seiring berakhirnya negara Uni Soviet di ujung babak perang dingin. Ketiga, dendam sejarah masa lalu harus disingkirkan demi menata kehidupan Indonesia yang lebih baik ke depan. Presiden Gus Dur menerima banyak tekanan dari kelompok-kelompok penentangnya seperti MUI, PBB, dan FUII. Di sisi lain, dukungan atas ide Gus Dur mengalir terutama dari kalangan generasi muda, aktivis gerakan HAM dan lingkungan perguruan tinggi. Kontroversi ini berakhir bersamaan berakhirnya kepemimpinannya. Pada Rapat Fraksi Komisi B DPR RI, Ahad (3/8/2003), semua fraksi sepakat tidak mencabut TAP MPRS ini. Dalam Sidang Tahunan MPR 2003, Ketua MPR Amien Rais menandaskan tetap mempertahankan TAP MPRS XXV/1966, sekaligus penetapan MPR atas ketetapan MPRS yang terdahulu. Kedua, tidak menjadikan Tap MPRS XXV/1966 sebagai pertimbangan dalam pembentukan RUU HIP pada tahun 2020. Untuk apa sebenarnya RUU HIP dan RUU BPIP ini dibuat? Kecurigaan terbukti ketika fraksi-fraksi pengusungnya menolak dimasukkannya TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang pembubaran PKI dan larangan menganut ideologi komunisme, marxisme, leninisme. Protes umat Islam menggema menolak RUU HIP karena penolakan TAP MPRS tersebut sebagai politik hukumnya. Terakhir, inisiator RUU HIP setuju memasukan TAP MPRS tersebut dengan syarat paham lain yang mengancam dan bertentangan dengan Pancasila dicantumkan juga sebagai ideologi terlarang. Sekjen PDIP menyebut dua ideologi yang dimaksud yaitu khilafahisme dan radikalisme. Ketiga, hak dipilih diberikan kembali berdasarkan Putusan MK Perkara Nomor 011-017/PUU-I/2003. Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, Pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota telah mengingkari hak warga negara untuk menyatakan keyakinan politiknya dan bertentangan HAM yang dijamin oleh UUD 1945. Dalam putusan akhirnya, Selasa (24/2/2003), MK menyatakan pasal tersebut tak lagi berkekuatan hukum mengikat sehingga bekas tahanan politik dari partai terlarang seperti PKI juga berhak dipilih dalam Pemilu.   Nampak terjadi pelonggaran untuk konsolidasi paham komunisme sedangkan patut diduga kegiatan mereka makin berani dan terang-terangan. Adapun dissenting opinion Hakim MK Achmad Roestandi, pembatasan hak dipilih eks anggota PKI dan yang terlibat itu konstitusional. Di Indonesia, berdasarkan UUD 1945 pembatasan seperti itu bisa dilakukan oleh pembuat UU terhadap semua HAM yang tercantum dalam keseluruhan Bab XV Hak Asasi Manusia, kecuali terhadap hak-hak yang tercantum dalam pasal 28 I, yaitu: hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, serta hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. Pembatasan dalam Pasal 60 huruf g UU No. 12 Tahun 2003 tersebut tidak termasuk dalam salah satu hak yang disebut dalam Pasal 28 I ayat (1), maka tidak bertentangan dengan UUD 1945. Menurut Hakim Achmad Roestandi, pembatasan ini tidak bersifat permanen, tetapi situasional terkait intensitas peluang penyebaran kembali paham komunisme/marxisme-leninisme dan konsolidasi PKI. Sementara, penyebaran komunisme dan konsolidasi PKI tidak dikehendaki rakyat Indonesia, dengan tetap diberlakukannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 oleh MPR hingga saat ini. Keempat, penerbitan SKKPH oleh Komnas HAM. Yayasan Pusat Kajian Komunitas Indonesia atau Center for Indonesian Community Studies (CICS) menyatakan keberatan terhadap penerbitan Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM (SKKPH) bagi orang-orang eks PKI oleh Komnas HAM (antaranews.com, 1/10/2019). CICS khawatir SKKPH nantinya dibawa ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan selanjutnya bisa menjadi jalan bagi PKI untuk kembali mendapatkan legitimasi di Indonesia. Menurut Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965, Bedjo Untung, sampai hari ini sudah 3.000-an SKKPH diterbitkan. Melalui SKKPH, eks-PKI diakui lembaga negara sebagai korban. Berarti pelaku pemberontakan 1965 bukan PKI. Dengan begitu mereka bersih, selanjutnya bisa menuntut kompensasi, ganti rugi, rehabilitasi, dan mendesak negara minta maaf, TAP MPRS XXV 1966 dicabut, akhirnya PKI hidup lagi. Kelima, upaya rekonsiliasi PKI sebagai "korban". Balairung (27/7/2019) mewartakan tentang rekonsiliasi korban "pembantaian 1965". Upaya rekonsiliasi antara pihak "korban" pemberontakan PKI terus dilakukan. Namun dari pihak pendukung rekonsiliasi, ada dua kelompok yang cukup sulit menerima upaya rekonsiliasi seperti angkatan bersenjata dan beberapa kelompok keagamaan. Ada yang berpandangan, rekonsiliasi itu mustahil dilakukan bahkan dikatakan penyelesaian kasus penumpasan PKI 1965-1966 adalah pekerjaan pelik hingga saat ini. Penumpasan itu terjadi tidak dapat dipisahkan dari makar PKI khususnya pada tahun 1956. Rekonsiliasi yang mengklaim PKI adalah korban, bukan pelaku makar tampaknya akan sulit terwujud bahkan membuka luka lama berupa dendam politik yang tidak berkesudahan. Sejarah membuktikan bahwa makar PKI telah merenggut ribuan jiwa, sebuah fakta yang sulit dipungkiri. Jadi, masih perlukah rekonsiliasi? Demikianlah berbagai kebijakan publik yang dinilai sebagai upaya moderasi radikalisme dan revolusionernya PKI dengan ideologi komunismenya. Jika hal semacam ini terus terjadi dan tidak mendapat perlawanan dari elemen masyarakat, khususnya umat Islam, sangat mungkin sejarah kelam PKI akan terhapus dari bumi pertiwi. Selanjutnya para pendukungnya kian berani mengeksiskan diri melalui berbagai jalur yang telah diakses termasuk lewat kekuasaan. C. PKI Diberi Ruang Eksistensi, Ormas Islam HTI dan FPI Dipersekusi Dari berbagai kebijakan publik yang memoderasi keradikalan ideologi komunisme dan PKI sebagaimana disebutkan di bagian sebelumnya, nampak bahwa pelaku dan pendukung PKI seolah diberi ruang untuk kembali bangkit dan eksis. Apa jadinya jika di masa pemerintahan Gus Dur, TAP MPRS tentang PKI sebagai partai terlarang dan larangan menyebarkan komunisme, marxisme, leninisme berhasil dicabut? Apa jadinya bila RUU HIP dan RUU HIP disahkan sementara tidak menggunakan TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 sebagai politik hukumnya? Dan kini, anak keturunan PKI dinyatakan bebas menjadi anggota TNI. Padahal TNI sebagai penjaga kedaulatan bangsa dan negara harus menjadi garda terdepan dalam menghadapi ancaman dan serangan ideologi berbahaya seperti komunisme. Sejak dahulu pun TNI berada di garis depan dalam menumpas PKI. Tidakkah ada kekhawatiran jika kebijakan Panglima TNI itu justru akan merapuhkan ketahanan TNI dan berpotensi memecah tubuh TNI? Berbanding terbalik dengan upaya memoderasi keradikalan komunisme. Pemerintah justru gencar meradikalkan ormas Islam yang pada dasarnya tidak melakukan tindakan kekerasan, seperti HTI dan FPI yang telah dibubarkan paksa beberapa waktu lalu. Hingga kini, eks HTI dan FPI masih sering dipersekusi dan tak lepas dari sematan kelompok radikal yang harus diwaspadai. Sebagaimana pesan Menag Yaqut Cholil Qoumas kepada GP Ansor dalam Konferensi Besar XXV GP Ansor di Kalimantan Selatan, Rabu (30/3/2022), agar tidak membiarkan pemerintah sendirian menghadapi eks anggota HTI dan FPI yang masih berkeliaran di bawah tanah dan meminta GP Ansor merumuskan cara-cara menghadapinya (cnnindonesia.com, 30/3/2022). Rezim berkuasa nampak mendorong masyarakat untuk menjadikan HTI dan FPI sebagai common enemy (musuh bersama). Berikut pola tindakan yang dilakukan terhadap HTI dan FPI: Pertama, organisasinya dibubarkan dan terus diawasi. HTI dibubarkan pada 19/7/2017 melalui Kemenkumham mencabut status Badan Hukum HTI berdasarkan SK Menkumham No. AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan keputusan Menkumham No. AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian Badan Hukum Perkumpulan HTI. Sebagai tindak lanjut Perppu No. 2 Tahun 2017 yang mengubah UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Adapun FPI dibubarkan melalui SKB Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung RI, Kapolri dan Kepala BNPT tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI, Rabu (30/12/2020). Pendakwah kedua “ormas terlarang” ini pun dilarang tampil di stasiun televisi berdasarkan SE KPI Nomor 2 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Siaran pada Bulan Ramadhan. Selain itu, eks HTI dan FPI juga dilarang ikut Pemilu. Rekening pribadi dan organisasi FPI juga dibekukan. Kedua, aktivisnya dikriminalisasi hingga dipersekusi. Beberapa aktivis dan simpatisan HTI di kampus dipecat dari jabatannya, telah beberapa kali beredar data ilegal penceramah/ustaz radikal berisi nama-nama eks pengurus, anggota, dan simpatisan HTI. Selain itu, salah satu eks HTI di Kalsel hingga hari ini masih ditahan dengan tuduhan menyebarkan ajaran HTI padahal sebelumnya telah dibebaskan. Eks FPI diperlakukan lebih keji lagi. Pimpinannya divonis empat tahun penjara dijerat pasal berlapis, enam laskar FPI diduga kuat dibunuh secara unlawfull killing namun dua terdakwa pelakunya dibebaskan, dan mantan Sekjen FPI ditahan dengan tuduhan terorisme. Ketiga, idenya dimonsterisasi. Bahkan dalam diskusi dengan Radio Elshinta (30/9/2021), Jenderal Dudung melontarkan narasi bahwa tak hanya PKI yang harus diwaspadai, justru bahaya ekstrem kanan (radikalisme) lebih aktual. Terlebih isu khilafah yang belakangan kian ramai ada di masyarakat. Padahal khilafah adalah ajaran Islam, sebutan bagi sistem pemerintahan Islam yang bersumber pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.   Jika realitasnya seperti ini, ketidakadilan telah nyata dipertontonkan. Padahal FPI dan HTI “hanya” menjalankan titah Tuhannya untuk mendakwahkan Islam ke tengah masyarakat. Itu pun tanpa jalan kekerasan. Lantas di manakah kesalahannya? Mereka tidak korupsi alias maling uang rakyat, tidak melakukan aktivitas makar atau separatisme berikut membunuh tentara, guru, dan tenaga kesehatan, seperti KKB di Papua. Pun bukan mafia penyebab harga minyak goreng melambung dan mencekik rakyat. Namun mengapa diperlakukan sewenang-wenang oleh rezim? Ormas Islam yang berdakwah Islam di negeri mayoritas berpenduduk Muslim, namun dipersekusi oleh penguasa Muslim. Sungguh, ironi di atas ironi. D. Strategi Kewaspadaan Nasional demi Mencegah Perkembangan Ideologi Komunisme Khususnya di Tubuh TNI yang Berpotensi Membahayakan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah mengabaikan sejarahnya. Moshe Dayan, seorang ahli strategi militer Israel bahkan menyatakan bahwa suatu bangsa  tidak akan bisa bangkit kembali ketika (1) Tidak peduli dengan sejarahnya; (2) Tidak memiliki perencanaan yang matang dan detail melainkan spontanitas dan tidak detail; (3) Tidak memiliki literasi tinggi (malas baca). Bangsa ini pun telah mengalami pahit getirnya kehidupan akibat sering melupakan sejarah, tidak mengambil pelajaran darinya, dan membiarkan sejarah pilu terus berulang. Komunisme yang pernah mengejawantah ke dalam PKI telah terbukti melakukan makar, namun moderasi demi moderasi terhadapnya melalui kebijakan publik makin terasa. Jika kita tidak waspada, pasti ideologi yang jelas bertentangan dengan sebagian besar anak bangsa Indonesia ini akan bangkit kembali melalui kebijakan publik yang makin menguatkan posisinya. Berikut ini beberapa strategi kewaspadaan nasional demi mencegah perkembangan ideologi komunisme khususnya di tubuh TNI yang berpotensi membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara: 1. Membina masyarakat dengan iman dan takwa kepada Allah SWT atau meningkatkan aspek religiusitas. Inilah pondasi utama sekaligus filter bagi masyarakat untuk menyaring mana ideologi (paham) rusak dan mana yang baik. 2. Memahamkan masyarakat, khususnya kepada para tokoh upaya tentang kontra opini terhadap pengembangan komunisme, kewaspadaan menghadapi cara-cara komunisme, dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya latennya. 3. Ajaran komunisme, marxisme, leninisme, secara formal telah dilarang melalui TAP MPRS No. XXV Tahun 1966, namun secara substansi belum terjabarkan ke dalam peraturan perundang-undangan pada semua aspek kehidupan. Untuk itu seyogyanya: a) Substansi larangan tersebut perlu segera dimasukkan dalam seluruh peraturan perundang-undangan dengan disertai sanksi tegas agar mampu mencegah secara konstitusional berkembangnya gerakan bernuansa komunisme; b) Untuk mencegah adanya dugaan pelanggaran HAM, maka pengkajian akademik tentang komunisme harus diatur jelas dan ada lembaga yang mempertanggungjawabkannya. 4. Meningkatkan ketahanan masyarakat melalui berbagai upaya: a) Peningkatan kesadaran berpartisipasi dalam pembangunan; b) Pemberdayaan masyarakat khususnya pada warga miskin, mewujudkan lapangan kerja baru, dan menata sistem pengupahan ketenagakerjaan; c) Menerapkan sistem atau kebijakan ekonomi yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat berbasis pemerataan dan keadilan distribusi kekayaan. 5. Meningkatkan kinerja aparatur pemerintah melalui peningkatan moralitas dan profesionalisme dengan mengedepankan unsur pelayanan dan keadilan. 6. Terus menjalankan fungsi pengawasan. Upaya peningkatan kemampuan intelejen aparatur negara dan pemantauan terhadap gerakan bernuansa komunisme lebih ditingkatkan. 7. Khususnya bagi lembaga TNI, hendaknya: a) Melakukan rekrutmen ketat terhadap calon anggotanya. Hal ini sebagai bentuk kewaspadaan akan menyusupnya paham komunisme dalam tubuh TNI. Salah satunya dengan meniadalan kebolehan anak keturunan PKI menjadi anggota TNI; b) Internal TNI harus memiliki kesamaan dan kesepahaman dalam menentukan parameter/syarat penerimaan anggota TNI terkait PKI atau paham komunisme. Sebelum terjadi kesepahaman, tidak melempar narasi apapun ke publik agar tak menjadi polemik. Demikian beberapa strategi kewaspadaan nasional untuk mencegah masuk dan berkembangnya paham atau ideologi komunisme di tengah masyarakat, khususnya dalam tubuh TNI. Semua elemen masyarakat harus bersinergi agar ideologi rusak ini tak lagi hadir di negeri mayoritas berpenduduk Muslim ini. IV. PENUTUP Dari penjelasan di atas, kami mengajukan kesimpulan sebagai berikut: 1. Tak ada jaminan bahwa pelaku atau pendukung PKI tidak menginfiltrasikan ajaran komunisme pada anak keturunannya, baik secara langsung maupun tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja, tertanam di diri sang anak hingga dewasa. Meski diksi pelarangan anak keturuan PKI menjadi anggota TNI itu tidak ditemukan, alangkah baiknya jika keberadaannya tetap menjadi hal yang mesti diwaspadai. Tentu tak mudah begitu saja menempatkannya dalam posisi strategis di lingkar kekuasaan atau keamanan (militer). Realitasnya, masih ada upaya pemutarbalikan atau pembelokan sejarah seperti dalam kasus “Kamus Sejarah” yang menonjolkan tokoh-tokoh PKI dan menghilangkan nama tokoh Islam seperti KH Hasyim Asy’ari. Pun patut diwaspadai komunisme gaya baru yang perwujudannya seperti adu domba antarkelompok Islam, kriminalisasi ulama, cenderung antiagama seperti islamofobia.     2. Keputusan Panglima TNI ini bisa dinilai sebagai upaya pelemahan radikalisme komunisme atau istilahnya moderasi komunisme dalam kebijakan publik. Moderasi merupakan pemahaman sisi berlawanan dari radikalisasi. Yaitu proses melunakkan keradikalan suatu pemikiran hingga sikap dan tindakan, melalui berbagai sarana baik narasi maupun keputusan konkret. Keradikalan komunisme di Indonesia dapat kita deteksi hendak dilunakkan melalui berbagai kebijakan publik berupa keputusan dan putusan kelembagaan negara. Kebijakan publik selain diizinkannya anak keturuan PKI menjadi anggota TNI yang ditengarai sebagai bentuk moderasi komunisme di Indonesia yaitu: upaya pencabutan TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 telah dilakukan sejak Presiden Abdurrahman Wahid, tidak menjadikan Tap MPRS XXV/1966 sebagai pertimbangan dalam pembentukan RUU HIP tahun 2020, hak dipilih diberikan kembali berdasarkan Putusan MK Perkara Nomor 011-017/PUU-I/2003, penerbitan SKKPH oleh Komnas HAM, serta upaya rekonsiliasi PKI sebagai "korban". 3. Dari berbagai kebijakan publik yang memoderasi keradikalan ideologi komunisme dan PKI sebagaimana disebutkan di bagian sebelumnya, nampak bahwa pelaku dan pendukung PKI seolah diberi ruang untuk kembali bangkit dan eksis. Berbanding terbalik dengan upaya memoderasi keradikalan komunisme. Pemerintah justru gencar meradikalkan ormas Islam yang pada dasarnya tidak melakukan tindakan kekerasan, seperti HTI dan FPI yang hingga kini masih sering dipersekusi dan tak lepas dari sematan kelompok radikal yang harus diwaspadai. Rezim berkuasa nampak mendorong masyarakat untuk menjadikan HTI dan FPI sebagai common enemy (musuh bersama). Pola tindakan yang dilakukan terhadap HTI dan FPI: organisasinya dibubarkan dan terus diawasi, aktivisnya dikriminalisasi hingga dipersekusi, dan idenya dimonsterisasi. Ketidakadilan telah nyata dipertontonkan. Padahal FPI dan HTI “hanya” menjalankan titah Tuhannya untuk mendakwahkan Islam ke tengah masyarakat. Itu pun tanpa jalan kekerasan. Lantas di manakah kesalahannya? Ormas Islam yang berdakwah Islam di negeri mayoritas berpenduduk Muslim, namun dipersekusi oleh penguasa Muslim. Sungguh, ironi di atas ironi. 4. Strategi kewaspadaan nasional demi mencegah perkembangan ideologi komunisme khususnya di tubuh TNI yang berpotensi membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain: membina masyarakat dengan iman dan takwa kepada Allah SWT, memahamkan masyarakat khususnya kepada para tokoh upaya kontra opini terhadap pengembangan komunisme, kewaspadaan menghadapi cara-cara komunisme, dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya latennya. Selain itu menjabarkan secara substansi larangan ajaran komunisme, marxisme, leninisme, ke dalam peraturan perundang-undangan. Pun meningkatkan ketahanan masyarakat melalui berbagai upaya, meningkatkan kinerja aparatur pemerintah melalui peningkatan moralitas dan profesionalisme, serta terus menjalankan fungsi pengawasan. Khusus bagi lembaga TNI, hendaknya melakukan rekrutmen ketat terhadap calon anggotanya serta internal TNI harus memiliki kesamaan dan kesepahaman dalam menentukan parameter/syarat penerimaan anggota TNI terkait PKI atau paham komunisme. Semua elemen masyarakat harus bersinergi agar ideologi rusak ini tak lagi hadir di negeri mayoritas berpenduduk Muslim ini.

Friday, March 4, 2022

MELAWAN LUPA : DETIK-DETIK KERUNTUHAN DAULAH KHILAFAH 3 MARET 1924


MELAWAN LUPA : DETIK-DETIK KERUNTUHAN DAULAH KHILAFAH 3 MARET 1924 !!!


KHILAFAH Islamiyyah telah bermula sejak zaman selepas kewafatan Rasulullah SAW, sejak pemerintahan Khulafaur Rasyidin, dilanjutkan pemerintahan Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah, serta beberapa kerajaan lain sebelum kejatuhan kerajaan Islam yang terakhir, yaitu kerajaan Turki Utsmaniyyah.

Khilafah Islamiyyah merupakan kekuatan umat Islam yang amat menggetarkan pihak Barat. Khalifah adalah pengganti Rasulullah dalam mentadbir dan memerintah negara Islam, sekaligus sebagai pemimpin bagi umat Islam secara keseluruhan.

Setelah beberapa abad menguasai dua pertiga dunia, Kerajaan secara resmi dibubarkan pada 3 Maret 1924 M bertepatan dengan 27 Rejab 1342 H oleh Mustafa Kemal Atartuk. Kerajaan Islam terakhir yang mampu bertahan sehingga jatuhnya Khilafah Islamiyyah ini adalah Kerajaan Utsmaniyyah.


a. Siapa Mustafa Kemal Atartuk?


Mustafa Kemal Atartuk merupakan dalang dan pengkhianat di balik kejatuhan kerajaan Utsmaniyyah dan pembubaran Khilafah Islamiyyah khususnya.


Mustafa dilahirkan di Salonica pada 12 Maret 1881 Salonica merupakan kota orang Yahudi yang mempunyai penduduk sejumlah 140.000 orang. Sebanyak 20 000 dari mereka merupakan orang Yahudi Aldunama, yaitu kaum Yahudi yang berpura-pura memeluk agama Islam.


Sewaktu kecil, Mustafa Kemal Atartuk sangat dibenci dan disisihkan oleh teman-temannya. Dia  sering bertengkar dengan guru, dan merasa senang jika mampu menyakiti seseorang. Dia sangat membenci bangsa Arab.


Ia mulai sekolah di Sekolah Fatimah, sebuah sekolah agama yang terkenal.Namun karena ayahnya membenci guru guru agama, Mustafa dipindahkan ke sekolah lain yang memasukkan Kurikulum Barat dalam pendidikannya. Pada usia dua belas tahun, Mustafa telah memasuki sekolah tentera di Salonica. Di sinilah guru-gurunya memberi gelar “Kemal” yang berarti pandai dalam pelajaran dan matematika.


Pada tahun 1898 ketika berusia 17 tahun, Dia memasuki Sekolah Tentara Monaster dan pada 1899, dia masuk Sekolah Tentara Istanbul. Di sini dia mulai aktif di bidang politik dan memasuki gerakan – gerakan rahasia. Pada tahun 1902 dia mendapat pendidikan di Akademi Staf Komando Militer dan lulus pada tahun 1905.


Mustafa Kemal Atartuk merupakan militer Turki yang melakukan konspirasi bersama pihak Barat untuk menjatuhkan Khilafah Islamiyyah dan menjadikan Turki sebuah Republik yang berdasarkan ideologi sekular. Dia meninggal dunia pada hari Kamis, 10 November 1938 karena mengidap berbagai penyakit, diantaranya Sirosis Hepatis karena mengkonsumsi alkohol yang banyak, penyakit kelamin (GO) serta beberapa penyakit lain yang mengerikan.


b. Kemal-Atatürk-1


BANYAK peristiwa yang terjadi sebelum kejatuhan Khilafah secara rasmi pada 3 Maret 1924 M.


1. Peperangan Yunani-Turki


Peperangan antara Yunani dan Mustafa Kemal Atartuk merupakan peperangan yang telah lama diatur. Negara-negara Sekutu mendatangi Perdana Menteri Yunani, Venizelos untuk mendukung mereka agar Yunani menjalankan misi menjatuhkan Khilafah Islamiyyah. Dan Vinezelos setuju setelah mendapat dorongan dari pemuka pemuka agamanya dengan beberapa syarat, diantaranya penyerahan Kota Konstantinopel kepada Yunani jika mereka menang.


Atas persetujuan ini, Perancis kemudian mengirim dua orang wakil ke Turki untuk menawarkan Konsep Freemasonary kepada Turki dan bantuan dari Perancis dalam bentuk peralatan perang yang cukup untuk 40,000 orang tentara dan bala tentara dari Syria sebanyak 8,000 orang. Amerika dan Italia ikut terlibat di dalam perdagangan senjata ini.


Pertempuran Tentara Yunani dan Turki berlangsung beberapa kali dan akhirnya Yunani dikalahkan oleh tentara Turki. Perang pertama pada tanggal 10 Juli 1920 menyebabkan mundurnya Tentara Turki. Pertempuran kedua pada 23 Agustus 1921 juga menyebabkan kekalahan buruk bagi Turki.


Namun pada 13 September 1921, peperangan yang berlaku di Saqoria menunjukkan kekuatan tentara Turki yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Atartuk dengan mengalahkan tentara Yunani. Kemenangan Turki ini memberikan kepercayaan kepada kepimpinan Mustafa Kemal. Umat Islam mulai memberikan perhatian kepadanya dan tidak lagi mempedulikan Khalifah.Sikap Umat Islam ini sesuai dengan Konsep Freemason dan Barat untuk mengorbitkan nama Mustafa Kemal Atartuk.


2. Muktamar Luzan I

Muktamar ini diadakan pada tanggal 28 Oktober 1922 M. Muktamar ini mendatangkan perwakilan Kerajaan Sementara Ankara, perwakilan Kerajaan Utsmaniyyah serta negara-negara Sekutu. Undangan kepada perwakilan Kerajaan Utsmaniyyah hanyalah sebagai rasa keadilan semata.

Dalam Muktamar ini, tidak dibicarakan masalah kepentingan bersama, tetapi secara bulat memutuskan bahwa Turki akan dibentuk menjadi sebuah negara Republik dan kerajaan Utsmaniyyah dihapuskan.


Turki secara rasmi menjadi sebuah negara Republik pada tanggal 17 November 1922 oleh Majelis Kebangsaan Turki di Ankara. Akan tetapi, jabatan khalifah masih dipertahankan, namun hanya mengurusi hal hal yang berkaitan dengan agama saja.


3. Mukmatar Luzan II

Muktamar Luzan tidak hanya berhenti sampai disitu, selanjutnya diadakan muktamar yang kedua dengan beberapa rancangan sulit yang telah disampaikan oleh wakil Mustafa Kemal Atartuk yaitu Esmet Inono dan wakil Negara-negara Sekutu yaitu Lord Qiruzon. Rancangan sulit yang dibicarakan adalah:

- Mustafa Kemal Atartuk harus membebaskan Turki dari pengaruh Islam.

- Jabatan Khalifah harus dihapuskan.

- Gaya hidup Islam harus diganti dengan gaya hidup Barat yang bertentangan dengan ajaran Islam.


4. Perjanjian Esmut Inono dan Lord Qiruzon

Perjanjian ini berlangsung lebih kurang delapan bulan setelah Muktamar Luzan II diadakan. Perjanjian yang ditandatangani adalah : Turki harus membebaskan Qobrus, Syam, Iraw, Al-Jazair, Tunis, Mesir dan Libya dari pemerintahannya.Tujuannya jelas bahwa Inggris berniat memperluas jajahannya setelah kejatuhan Khilafah Islamiyyah nanti.


5. Muktamar Luzan 1923 M

Muktamar Luzan 1923 M menetapkan beberapa syarat yang harus diterima oleh Turki. Syarat-syarat tersebut ialah:

- Penghapusan semua hal yang berkaitan dengan Islam dari Turki

Penghapusan Khalifah untuk selama-lamanya

- Mengeluarkan Khalifah, para pendukungnya dan Islam dari negeri – Turki, serta mengambil harta Khalifah

- Mengambil undang-undang sipil menggantikan undang-undang Turki yang lama


6. Pembubaran Khilafah Islamiyah 3 Maret 1924 M

Setelah lama merancang secara teliti dan mengadakan kesepakatan – kesepakatan rahasia, membawa masuk unsur-unsur negatif kepada kerajaan Utsmaniyyah, serta pengaruh individu – individu yang bermuka dua terutama Mustafa Kemal Atartuk sebagai dalang utama serta membawa harapan Barat.Mereka melaksanakan impiannya  untuk menghapuskan Khilafah Islamiyyah yang menjadi nadi kekuatan umat Islam. Dan akhirnya pada 3 Maret 1924, secara rasminya Khilafah Islamiyyah dibubarkan.


Pada tanggal ini juga Mustafa Kemal Atartuk dengan resmi telah melakukan beberapa perubahan drastik, di antaranya:

- Mengumumkan pemisahan agama dari pemerintahan negara

- Menutup mahkamah – mahkamah Syariah

- Menghapus jabatan Menteri Syariah dan Menteri Auqaf

- Mengusir Khalifah Abdul Majid II serta semua keluarganya dari Turki.


c. Kejatuhan Khilafah Utsmani


KEJATUHAN Khilafah Islamiyyah, secara keseluruhan memberi dampak yang amat mendalam bagi umat Islam dari berbagai aspek, sejak detik kejatuhannya 98 tahun yang lalu, hingga hari ini. Diantaranya terhadap identitas umat Islam, agama, sosial, undang-undang, pendidikan, ekonomi, bahasa, kesatuan umat Islam, bahasa dan pemikiran.

1. Hilangnya Identitas Umat Islam


Dampak kejatuhan Turki Utsmaniyyah diantaranya  adalah hilangnya identitas umat islam yang tidak memiliki sistem pemerintahan khilafah. Umat islam menjadi lemah sehingga mudah dijajah satu persatu dan umat islam mulai dikotak-kotakkan serta ditindas karena tiada ada pemerintah yang adil lagi bijak.


Umat islam tidak mampu mengamalkan ajaran islam yang sebenarnya karena tidak ada pemimpin islam.


Selain itu, umat Islam mengalami gejala perpecahan yang amat dahsyat yang semula berada di bawah satu khilafah Islamiyyah. Munculnya kerajaan – kerajaan kecil yang mempunyai sistem perundangan dan identitas sendiri.Kedatangan penjajah yang telah menghapuskan sistem Khilafah islamiyyah dan membagi Negara-negara umat islam menjadi kerajaan kerajaan kecil mengikuti identitas bangsa dan budaya negeri. Maka lahirlah Negara Mesir, Iran, Arab Saudi, Kuwait dan lain-lain.

Agama 


Dari sisi agama, Mustafa Kemal Atartuk memerintahkan penerjemahan Al-Quran ke dalam bahasa Turki, sehingga kehilangan makna-makna dan cita rasa bahasanya.

Hari libur umat islam yaitu hari Jumat diganti menjadi hari Ahad mengikuti hari libur orang Kristen. Perayaan hari raya Aidilfitri dan hari raya Aidiladha dihapuskan karena dianggap mengganggu ketenteraman rakyatnya. Kaum muslimin Turki dilarang menunaikan Haji. Kalendar Barat menggantikan Kalendar Hijriyyah. Kaum muslimin dipaksa menyerukan azan dengan bahasa Turki. Suatu ketika dia mendengar azan subuh dari masjid yang dekat dengan istananya, maka dia memerintahkan supaya tempat azan tersebut dirobohkan.Umat Islam dipaksa membaca Al-Quran dengan bahasa Turki bukan dengan bahasa arab.


Selain itu, Dia terus menerus menghina masjid-masjid dan mengurangi jumlah khatib yang dibayar pemerintah sehingga berjumlah hanya 300 khatib. Dia juga memerintahkan mereka untuk membicarakan banyak perkara dalam khutbah Jumat antaranya masalah pertanian, industri, politik dan disertai dengan pujian ke atasnya.


2. Sosial


Dari segi sosial, Umat islam dilarang memakai Tarbus dan menggantikannya dengan topi yang menjadi simbol kekafiran dalam pandangan bangsa Turki Muslim. Mustafa Kemal memerintahkan tentaranya membuat tiang gantung di seluruh lapangan yang terdapat di Bandar. Mereka yang menolak memakai topi, akan digantung di lapangan tersebut.

Pelarangan jilbab bagi wanita juga dilakukan. Kaum wanita diperintah menanggalkan jilbab termasuk di universitas dan sekolah. Ketika kaki dan tangan seorang wanita mengenakan penutup, maka mereka dianggap melakukan kesalahan dan dipecat dari jabatan.


Dia juga melarang poligami, menyamakan hak dan kewajipan antara lelaki dan wanita. Pemerintah memaksa wanita keluar rumah untuk memegang jabatan kerajaan yang dulu wanita kebanyakan berperan sebagai ibu rumahtangga.Pemerintah mendorong diselenggarakan pesta-pesta tari dan drama-drama yang menggabungkan antara lelaki dan perempuan.


3. Undang Undang


Dari sisi undang – undang, Al-Quran tidak lagi dijadikan dasar utama dalam penyelenggaraan negara dan pembentukan undang-undang. Undang-undang Allah SWT dianggap kuno dan ketinggalan jaman. Undang-undang Syariah digantikan dengan undang-undang Sipil yang berdasarkan sekularisme dengan mengadopsi Undang-undang Swiss, Itali dan Jerman.


4. Pendidikan


Dari sisi pendidikan, kebanyakan sekolah agama diganti dengan sekolah sekuler, yang menerapkan sistem pendidikan sekular sebagai dasar sistem pendidikan negara. Sistem yang bertujuan memisahkan islam dari kehidupan dunia manusia.

Mereka mendirikan sekolah yang mengajarkan Tarian Timur dan Tarian Barat supaya negara Islam terus mengalami kemunduran melalui hiburan dan berbagai bentuk maksiat yang meninggalkan syariat dan pertimbangan akal yang normal.


5. Ekonomi


Ekonomi Islam dihapus dan diganti dengan sistem ekonomi barat seperti Kapitalis, Sosialis, atau globalisasi ekonomi dan sebagainya. Bank-bank riba bebas bergerak  dalam negara negara Islam. Penyelenggaraan ekonomi berbasis riba adalah hal biasa dalam kehidupan umat islam walaupun Islam dengan jelas mengharamkannya. Arak dan judi diperjualbelikan dan dijadikan sumber pemasukan utama bagi individu dan negara tanpa melihat dampak negatifnya dalam masyarakat.


6. Bahasa


Pemerintah juga mengganti bahasa Arab dan bahasa Turki dengan huruf Latin.Dengan cara tersebut, bangsa Turki dipisahkan secara total dari agama dan warisan mereka. Mereka yang tidak menguasai huruf latin dengan baik pada ketika itu dihukum dengan pengharaman kerja, menarik balik kewarganegaraan, pengusiran dari tanah air dan penjara. Selain itu, pengajaran bahasa arab dan bahasa Turki dihapuskan serta penggunaan bahasa arab dalam penulisan dan komunikasi diharamkan.


7. Pemikiran Umat Islam


Pemikiran umat islam mulai ditanamkan pemikiran sekulerisme yang meyakini bahwa kemajuan hanya dapat dicapai dengan mengikut cara barat. Pemikiran ini berbahaya karena masyarakat akan meninggalkan agama dan rusaklah tatanan masyarakat.

Kekuatan umat Islam yang sebenarnya adalah Khilafah Islamiyyah. Ia merupakan sesuatu yang dianggap Barat sebagai kekuatan ancaman yang dapat menyatukan umat Islam di bawah pemerintahan yang satu


Namun kejayaan Khilafah Islamiyyah yang telah bertahan lebih dari 1000 tahun lenyap begitu saja oleh kehadiran pihak Barat yang oleh orang orang munafik yang bermuka dua. Mereka rela membantu Barat untuk menghancurkan Khilafah

Dampak kejatuhan Khilafah sangat merugikan umat Islam. 

Sebagai umat Islam, kita  harus senantiasa mengambil pengajaran dan menyadari kelemahan kita sendiri dan sungguh sungguh mencari kekuatan untuk mengembalikan Khilafah Islamiyyah, agar umat Islam kembali bersatu padu seperti zaman Rasulullah s.a.w lebih 1400 tahun yang lalu.

Monday, February 28, 2022

BERNEGARA JUGA HARUS DENGAN THORIQOH MU`TABAROH

 BERNEGARA JUGA HARUS DENGAN THORIQOH MU`TABAROH


Oleh : Abulwafa Romli

https://abulwafaromli.blogspot.com/2022/02/bernegara-juga-harus-dengan-thoriqoh.html?m=1


Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

Seorang hamba untuk bisa mencapai maqom haqiqoh (hakekat) dan ma'rifah (makrifat), harus terlebih dahulu mengetahui syariah (syareat) dan suluk dalam thoriqoh (tarekat) yang benar dan muktabar. Semua itu dimulai dengan belajar dan mendapat bimbingan dari seorang mursyid, yaitu guru yang mumpuni dan telah mencapai maqom haqiqoh dan ma'rifah. Sebab kalau salah thoriqoh dan keliru mursyid, bukan haqiqoh dari Allah dan bukan ma'rifah kepada Allah yang didapat, tetapi justru Iblis yang datang dan memalsukan kepada hamba yang salah thoriqoh dan keliru mursyid itu, tentang Lauh Mahfudz tempat ilmu dan mengambil ilmu, Kursi dan 'Arasy, bahkan surga dan neraka. Iblis juga menjelma dan mengaku sebagai tuhan Allah lalu menyampaikan hal-hal munkar dan maksiat. Kemudian hamba itu menjadi tersesat dan menyesatkan hamba-hamba lainnya. 


Begitu juga dalam bernegara, agar bisa mencapai haqiqoh dan ma'rifah, kita wajib mengerti syariah bernegara lalu mempraktekkan thoriqohnya, tentu thoriqoh yang muktabar menurut para Imam mujtahidin dari para Imam ahlussunnah waljamaah sejak kurun sahabat dan seterusnya. Lalu mendapat bimbingan langsung dari mursyid yang mumpuni yang telah mencapai derajat mujtahid dan sebagai politikus Islam kaffah yang dia sendiri telah sampai pada maqom haqiqoh dan ma'rifah dalam bernegara. Karena bernegara tanpa thoriqoh yang benar dan muktabar dan tanpa mursyid yang mumpuni, bukan haqiqoh dan ma'rifah yang didapat dalam negara, tetapi langgengnya segala bentuk penjajahan oleh negara-negara kafir dan lahirnya segala bentuk kerusakan alam dan penderitaan rakyat terus menyelimuti setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa ada ujung batasnya. Kondisi ini terjadi di negeri kita Indonesia. Sudah berapa puluh tahun diklaim merdeka, tapi fakta dan realitanya tetap dan terus terjajah. Karena salah dalam mengambil dan mempraktikkan thoriqoh bernegaranya. 


DEFINISI SYARIAH, THORIQOH, HAQIQOH DAN MA'RIFAH 


Ulama nusantara yang Hijaziy, Syaikh Nawawi Banten rh mengutip perkataan Ashshowi rh terkait definisi syariah (syareat), thoriqoh (tarekat) dan haqiqoh (hakekat) :


والشريعة هي الأحكام التي كلفنا بها رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الله جل وعلا من الواجبات والمندوبات والمحرمات والمكروهات والجائزات. وقيل : هي الأخذ بدين الله تعالى والقيام بالأمر والنهي. 

"Syariah adalah hukum-hukum yang telah ditaklifkan kepada kami oleh Rasulullah SAW dari Allah Jalla wa 'Alaa, dari yang wajib-wajib, yang sunnah-sunnah, yang haram-haram, yang makruh-makruh dan yang jaiz-jaiz." Dikatakan : "Syariah adalah mengambil agama Allah ta'ala dan melaksanakan amar makruf dan nahi munkar".


والطريقة هي العمل بالواجبات والمندوبات والترك للمنهيات والتخلي عن فضول المباحات والأخذ بالأحوط كالورع، وبالرياضة من سهر وجوع وصمت. 

"Thoriqoh ialah mengamalkan yang wajib-wajib dan yang sunnah-sunnah, meninggalkan yang dilarang-dilarang, melepaskan kelebihan yang mubah-mubah, dan mengambil yang lebih hati-hati seperti sifat wara', serta riyadhoh dengan begadang (bangun malam untuk taqorrub kepada Allah), lapar dan diam".


والحقيقة فهم حقائق الأشياء كشهود الأسماء والصفات، وشهود الذات وأسرار القرآن، وأسرار المنع والجواز، والعلوم الغيبية التي لا تكتسب من معلم، وإنما تفهم عن الله كما قال تعالى : ( إن تتقوا الله يجعل لكم فرقانا ) [الأنفال : ٢٩] أي فهما في قلوبكم تأخذونه عن ربكم بغير واسطة معلم. 

Haqiqoh ialah memahami substansi segala sesuatu seperti menyaksikan (secara langsung) nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan Zat Allah, rahasia Alqur'an, rahasia larangan dan kebolehan, dan ilmu-ilmu ghaib yang tidak didapat dari guru. Tatapi hanya dipahami dari Allah sebagaimana firman-nya : "Apabila kalian bertaqwa kepada Allah, maka Dia menjadikan furqon bagi kalian" (Al Anfal ayat 29), yakni paham di hati kalian, dimana kalian mengambilnya dari Robb kalian tanpa pelantara guru".


وقال تعالى : (واتقوا الله ويعلمكم الله) [البقرة: ٢٨٢] أي بغير واسطة معلم كما قال الإمام مالك رضي الله عنه : من عمل بما علم ورثه الله علم ما لم يعلم، فأفاد بهذه الكلمات الشريعة والطريقة والحقيقة، فأشار بقوله : علم إلى الشريعة، وبقوله : عمل إلى الطريقة، وبقوله : ورثه الله علم ما لم يعلم إلى الحقيقة .

Dan Allah ta'ala berfirman : "Dan bertaqwalah kalian kepada Allah, dan Allah akan memberi tahu kalian" (Albaqoroh ayat 282), yakni dengan tanpa melalui guru. Sebagaimana Imam Malik RH berkata : "Siapa saja yang telah mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya, maka Allah mewariskan kepadanya ilmu sesuatu yang tidak diketahuinya". Imam Malik mengisyaratkan dengan kata علم ('alima/ilmu) kepada syariah, dengan عمل ('amila/amal) kepada thoriqoh, dan dengan ...ورثه (warotsahu/mewariskan kepadanya ...) kepada haqiqoh. 


ومثل بعضهم الشريعة بالسفينة، والطريقة بالبحر، والحقيقة بالؤلؤ، فلا يتحصل اللؤلؤ إلا من البحر ولا يتوصل إلى لجة البحر إلا بالسفينة .

"Seorang Ulama mengumpamakan syariah dengan bahtera, thoriqoh dengan lautan, dan haqiqoh dengan mutiara. Maka mutiara tidak bisa didapat kecuali dari lautan, dan tidak dapat sampai ke tengah lautan kecuali dengan bahtera".


ومثل بعضهم هذه الثلاثة بالنرجيل، فالشريعة كالقشر الظاهر، والطريقة كاللب، والحقيقة كالدهن الذي في باطن اللب، فلا يتحصل الدهن إلا بعد دق اللب، ولا يتوصل إلى اللب إلا بخرق القشر .

"Sebagian ulama telah mencontohkan tiga perkara tersebut dengan buah kelapa. Maka syariah seperti kulit luar, thoriqoh seperti cikal (daging kelapa), dan haqiqoh seperti santan (minyak) yang ada didalam cikal. Maka santan tidak bisa didapat kecuali setelah melembutkan dan memeras cikal, dan tidak bisa sampai ke cikal kecuali dengan membelah kulitnya".


(Muhammad bin Umar Nawawi Jawa, Maroqil 'Ubudiyyah 'ala Matni Bidayatil Hidayah, hal. 10-11, Darul Kutubil 'Ilmiyyah, DKi). 


Sedangkan Makrifat adalah bagian tertinggi dari (ilmu) haqiqoh karena berkaitan dengan ilmu dan kesaksian secara langsung melalui mata hati (bashiroh) kepada Allah, baik shifat, af'al maupun zatNya. 


HAQIQOH BERNEGARA


Haqiqoh (substansi) bernegara ialah "Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofurun" (negara yang baik serta Tuhan Maha Pengampun). Yaitu meraih kebaikan yang melimpah dari dalam negerinya secara lahir, serta mendapat ridho dan ampunan dari Robb Yang Maha Pengampun secara batin. Implementasinya, penguasa yang menerapkan hukum Allah secara kaffah serta menebarkan keadilan tanpa pilih kasih dan jauh dari nepotisme. Sehingga rakyatnya pun serentak mendengar dan ta'at kepada penguasa secara suka rela, berkecukupan lalu bersyukur, merasa aman dalam beraktivitas dan beribadah baik mahdhoh maupun ghairu mahdho, serta tentram dan damai dimanapun berada.


Haqiqoh (substansi) bernegara ialah turunnya barokah dari langit berupa hujan yang mencukupi kebutuhan dan rizki yang tidak terlihat indra lahir. Serta keluar dan dikeluarkannya barokah dari bumi, baik berupa tumbuhan dan pepohonan atau yang lainnya dari sektor migas dan aneka tambang yang melimpah dan tidak terbatas. Sehingga untuk mencukupi semua kebutuhan dalam negerinya, baik primer maupun sekunder, negara tidak butuh bantuan dari negara-negara luar yang kafir dan atheis, tidak perlu hutang riba dengan bunga sedikit maupun banyak yang membengkak dan membebani semua rakyat serta mengancam kedaulatan. Juga tidak dengan menarik pajak (jizyah) yang beranak pinak dari setiap barang dan jasa, selain pajak terbatas dari rakyat yang berhak membayarnya yaitu kafir dzimmi sebagai konpensasi dari kemudahan, perlindungan dan keamanannya. 


Dalam hal haqiqoh bernegara ini Allah swt berfirman :

لَقَدْ كَانَ لِسَبَاٍ فِيْ مَسْكَنِهِمْ اٰيَةٌ ۚجَنَّتٰنِ عَنْ يَّمِيْنٍ وَّشِمَالٍ ەۗ كُلُوْا مِنْ رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوْا لَهٗ ۗبَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَّرَبٌّ غَفُوْرٌ

"Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” (QS As Saba : 15).


Terkait jaminan turunnya barokah Allah swt juga berfirman :

 وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ...

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri percaya dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi...”. (QS Al A'rof : 96).


Jadi Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofurun adalah negara dimana penguasa dan rakyatnya terdiri dari orang-orang yang beriman dan bertakwa (beramal sholeh). Takwa dengan arti melaksanakan perintah-perintah Allah selagi punya kesanggupan dan kemampuan, serta meninggalkan larangan-larangan Allah tanpa pengecualian. Karena dalam melaksanakan perintah itu membutuhkan tenaga, sedang dalam meninggalkan larangan tidak butuh tenaga, tapi cukup diam tidak berbuat. 


KHILAFAH ADALAH THORIQOH MUKTABAR DALAM BERNEGARA


Bagi kaum muslimin hanya khilafah thoriqoh muktabar dalam bernegara. Hanya khilafah yang bisa mengantarkan kepada haqiqoh dan ma'rifah bernegara. Haqiqoh dan ma'rifah yang benar-benar datang dari Allah. Bukan haqiqoh dan ma'rifah palsu dan menipu yang datang dari Iblis dan kaum kafir atheis penjajah yang rakus laksana pasukan tikus-tikus kelaparan.

 

Khilafah itu berbeda dengan sistem pemerintahan yang lain yang dikenal di seluruh dunia. Khilafah itu bukan kerajaan, bukan imperium, bukan federasi, dan bukan demokrasi dengan semua jenisnya termasuk sistem republiknya. 


Sanad demokrasi itu dari Plato dari Yunani kemudian dikembangkan oleh Aristoteles, Monstesqueu, JJ Reuseu, dan para tokoh demokrasi kafir lainnya.


Semua sistem dan bentuk pemerintahan selain khilafah adalah thoriqoh bernegara yang tidak muktabar, salah dan sesat, dimana akan melahirkan berbagai kerusakan, kezaliman, penderitaan, kesengsaraan, kemunkaran, kemaksiatan, bahkan kekufuran dan kesyirikan yang tidak mendapat solusi syar'i. Berbagai khayalan dan penipuan keadilan dan kesejahteraan demokrasi adalah mantra sihir yang terus ditiupkan ke ubun-ubun kaum muslimin melalui buhul-buhul para penjajah dan antek-anteknya. Demokrasi itu sendiri hanyalah khayalan dan penipuan yang tidak memiliki fakta selain dusta dan pengkhianatan. Khianat kepada Tuhan Pencipta dan khianat kepada rakyat tercipta. Tidak ada keadilan dan kesejahteraan sama sekali dalam demokrasi. Karena tujuan dari penerapan demokrasi hanyalah penjajahan dan melanggengkan penjajahan. 


Sedang sanad khilafah sebagai thoriqoh bernegara itu dari para Imam mujtahidin sepanjang zaman (termasuk tabi'in dan tabi'it tabi'in) dari sahabat dari Rasulullah dari Jibril dari Allah azza wajalla. Allah sendiri yang berfirman :

وإذ قال ربك للملائكة إني جاعل في الأرض خليفة...

"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi ...". (QS Albaqoroh ayat 30).


Dalam ayat lain Allah swt menjelaskan tugas khalifah :

ياداود إنا جعلناك خليفة في الأرض فاحكم بين الناس بالحق ولا تتبع الهوى فيضلك عن سبيل الله ...

"Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan perkara di antara manusia dengan haq (adil) dan janganlah kamu mengikuti (hukum produk) hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Alloh...". (QS Shaad [38]:26).


Memang dalam Alqur'an Allah hanya menyebut kata khalifah, bukan khilafah. Tetapi kata khalifah sebagai isim shifat itu menunjukkan adanya kata khilafah sebagai mashdar ghairu mim sebelumnya, dimana keduanya saling terkait, tidak ada khalifah tanpa khilafah dan sebaliknya. Ini bisa dipahami dari susunan tashrifnya sebagai berikut; 

خلف يخلف خلافة ومخلفا فهو خليفة

Kholufa yakhlufu khilaafatan wa makhlafan fahuwa khaliifatun. 

Juga dibahas dalam ilmu nahwu terkait tashrif (shorof). Jadi tidak ada kata khalifah tanpa khilafah. Karenanya sudah populer di kalangan ulama bahwa khalifah itu pemangku jabatan khilafah, sebagaimana waliy pemangku jabatan wilayah atau walayah. Assunnah Annabawiyah juga banyak membicarakan khilafah, bukan hanya khalifah. 


Tugas khalifah secara global adalah menerapkan hukum Allah secara total atau berislam kaffah. Sedang secara perinci adalah menerapkan 6 (enam) sistem; 1) sistem pemerintahan Islam, 2) sistem ekonomi Islam, 3) sistem pendidikan Islam, 4) sistem pergaulan Islam, 5) sistem uqubat Islam, dan 6) politik dalam dan luar negeri Islam, yaitu menerapkan syariah Islam secara sempurna di dalam negeri dan menyebarkan risalah Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad fisabilillah. 


Keenam sistem tersebut mustahil bisa dijalankan oleh sistem pemerintahan selain khilafah. Karenanya tidak ada khalifah kecuali dalam sistem khilafah. Dan tidak ada khalifah tanpa penerapan syariah Islam secara kaffah. 


Khalifah juga bertugas menyatukan seluruh negeri-negeri kaum muslimin di seluruh dunia dengan terus melakukan futuhat. Karena sulit, bahkan mustahil kaum muslimin bisa bersatu tanpa terlebih dahulu menyatukan negeri-negerinya. 


Sedang penyebutan khalifah kepada presiden, raja, perdana mentri, dan penguasa lainnya, juga kepada setiap pemimpin, meskipun setingkat RT dan RW, adalah penipuan dan penyesatan yang terus dihembuskan dan dipropagandakan oleh setan-setan pasukan Iblis dari jenis manusia dari para penjajah kafir, musyrik dan atheis bersama anjing-anjing peliharaannya yang tidak henti menggonggong agar bisa terus tanpa rintangan melanggengkan penjajahan dan penjarahannya terhadap SDA negeri-negeri terjajah. Juga karena, semua penguasa dan pemimpin selain khalifah itu mustahil bisa melaksanakan tugas-tugas khalifah sebagaimana tersebut diatas.


TERAKHIR


Tidak ada pilhan lain selain khilafah sebagai thoriqoh muktabar dalam bernegara. Kaum muslimin wajib menerapkan khilafah serta meninggalkan demokrasi dengan semua jenisnya. Hakekat demokrasi meskipun banyak jenisnya, hanya satu, yaitu meletakkan kedaulatan (hak membuat dan menetapkan hukum) ditangan rakyat (oligharki). Padahal jelas Islam mewajibkan kedaulatan itu milik Asysyari' Allah swt melalui Alqur'an dan Assunnah dan dua perkara yang ditunjukkan oleh keduanya, yaitu Alijma' dan Alqiyas. Kalau kita masih tetap menolak khilafah dan ngotot menerapkan demokrasi atau sistem bid'ah dan kufur lainnya, maka selamanya akan terus terjajah hingga negeri tercinta Indonesia ini hancur menjadi negara-negara kecil yang tidak berdaya. Ketika itu, masihkah kita membanggakan "Indonesia Negeri Tercinta"! Wallahu A'lam. 


#DemokrasiAjaranPenjajah

#DemokrasiSistemKufur

#DemokrasiWarisanPenjajah

#KhilafahAjaranIslam

#KhilafahSistemIslam

#KhilafahWarisanRasulullah

#tintasiyasi

https://t.me/abulwafaromli

abulwafaromli.blogspot.com

Saturday, January 22, 2022

SANGAT PENTINGNYA MELEK POLITIK

 *SANGAT PENTINGNYA MELEK POLITIK*


Oleh: Zakariya al-Bantany


Buta yang terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik.


Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik.


Orang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik.


Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir semua pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional.” (Bertolt Bracht, penyair Jerman)[Sumber: dakwatuna.com, 27/01/2014]


Benar sekali apa yang dikatakan oleh Bertolt Bracht, penyair Jerman tersebut. Di sinilah pentingnya melek politik. Karena kita sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini, tidak bisa lepas dari yang namanya politik, mulai dari urusan kamar mandi hingga urusan dapur, bahkan hingga urusan negara.


Filsuf Yunani yaitu Socrates dan Aristoteles pun pernah menyatakan, bahwa manusia adalah zoon politicon, artinya manusia adalah makhluk yang berpolitik. Apa yang dinyatakan Socrates dan juga Aristoteles itu memang tidaklah berlebihan, karena dengan segenap potensi hidupnya, manusia mampu untuk mengatur dan mengurusi dirinya, komunitasnya dan lingkungannya.


Namun, tidak sedikit di antara kita yang malah tidak memahami karakteristik dasar yang sejatinya dimiliki setiap manusia sebagai "makhluk yang berpolitik" tersebut. Manusia kekinian seolah kehilangan jati dirinya setelah abai dengan "urusan dan aturan" yang melingkupi hidupnya.


Kenyataannya, kita cenderung apatis dan skeptis dalam memandang politik dengan anggapan politik itu adalah sesuatu yang amat berat dan sangat memusingkan kepala.


Kita pun cenderung pula apolitis dalam menyikapi setiap persoalan hajat hidup orang banyak atau masyarakat, karena sudah terlanjur alergi berat atau phobia akut membincangkan soal pengurusan dan pengaturan tersebut.


Bahkan parahnya kita pun menganggap politik itu kotor dan najis. Sehingga, kita memiliki persepsi yang salah terhadap politik dan berasumsi bila politik dicampur dengan agama atau agama dicampur dengan politik hanya akan merusak agama dan hanya membawa petaka bagi umat manusia.


Itu semua dikarenakan persepsi yang salah kaprah dalam memaknai politik hingga beranggapan politik itu kotor dan najis, sedangkan agama itu adalah suci. Sehingga semakin parah dengan berupaya keras memisahkan agama dari politik dan politik dari agama. Ini akibat terkooptasi oleh paham kufur nan sesat sekulerisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan (fashluddin 'anil hayah) dan berujung pemisahan agama dari negara (fashluddin 'anid daulah).


Di sinilah pentingnya pula memahami makna politik baik secara bahasa maupun secara istilah dan tentunya pula menurut Islam sehingga kita memiliki pemahaman yang komprehensif perihal politik tersebut dan kita pun semakin melek politik.


*Pengertian Politik:*


1. Politik Secara Bahasa


Secara bahasa, kata politik merupakan hasil serapan dari bahasa Inggris, yaitu politic. Kata padanan lainnya, yaitu policy.


Dalam bahasa Arab diistilahkan dengan kata siyasah (سياسة). Apa realitas (fakta) yang dimaksud? Dalam bahasa Inggris, politic artinya 'mengatur'. Dalam bahasa Arab, siyasah (سياسة) berasal dari kata sasa-yasusu-siyasatan (ساس-يسوس-سياسة) artinya 'mengurus'. Dalam bahasa Indonesia, kata yang sejalan dengan makna politik adalah 'urus', 'mengurus'.


Masih secara bahasa (etimologis), fakta menunjukkan bahwa kata politik berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata polis yang dapat berarti 'kota' atau 'negara kota'. Dari kata polis ini diturunkan kata-kata lain seperti polites (warga negara) dan politikos nama sifat yang berarti 'kewarganegaraan' (civic), dan politike techne untuk kemahiran politik serta politike episteme untuk ilmu politik. Orang Romawi mengambil alih kata Yunani tersebut dan menamakan pengetahuan tentang negara (pemerintah) dengan ars politica, artinya 'kemahiran (kunst) tentang masalah kenegaraan'.


Dalam Wikipedia (Ensiklopedia digital/ wikipedia.com), dikemukakan hal yang sama:


The word "Politics" is derived from the Greek word for city state, "Polis". Politics is most often studied in relation to the administration of governments (Kata "politik" berasal dari kata Yunani untuk negara kota, "polis". Politik yang paling sering dipahami dalam kaitannya dengan administrasi/ pengaturan pemerintahan).


Jadi, fakta politik menurut bahasa adalah mengatur atau mengurus.

[MD. Riyan, Political Quotient, hal. 21]


2. Politik Secara Istilah


Menurut Prof. Dr. Miriam Budiardjo, dalam buku 'Pengantar Ilmu Politik', istilah politik (politics) adalah berbagai kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Apa saja kegiatan dalam sistem politik?


Kegiatan sistem politik dimulai dari pengambilan keputusan (decision making) oleh organisasi negara (state) melalui pemerintah (government) mengenai apakah yang menjadi tujuan sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu, perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber dan sumberdaya (resources) yang ada.


Untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu, perlu dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan dipakai untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses tersebut. Cara-cara yang dipakainya dapat bersifat meyakinkan (persuasion) dan jika perlu, bersifat paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan, kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent).


Jadi, pengertian pokok politik meliputi kata kunci keberadaan negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan (policy, beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).


Politik secara istilah menurut Al-'Allamah asy-Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani Rahimahullah (Syaikhul Azhar dan Pendiri serta Amir Hizbut Tahrir Pertama) dalam bukunya 'An-Nidzhamu Hukmi fil Islam'. Beliau menjelaskan pengertian politik (siyasah) adalah pengaturan urusan masyarakat (rakyat/ publik/ umat/ bangsa, baik di dalam maupun di luar negeri dengan hukum-hukum tertentu dan dilakukan secara praktis oleh penguasa/ pemerintah, dikontrol dan diawasi oleh masyarakat (rakyat/ publik/ umat/ warga).


Menurut Imam An-Nabhani tersebut, pengertian pokok politik meliputi konsep penguasa (hukam, sulthan); pengaturan urusan rakyat (ri'ayah); penerapan aturan, baik di dalam dan di luar negeri (tathbiq ahkam); serta koreksi dan kontrol rakyat (muhasabah).


Menurut Wikipedia (www.wikipedia.com), politik secara istilah adalah proses pembuatan keputusan dalam kelompok. Meskipun umumnya istilah ini diterapkan pada perilaku dalam pemerintahan, politik dapat pula dicermati dalam semua interaksi-interaksi kelompok, termasuk dalam institusi agama, akademik, dan perusahaan.


Jadi kesimpulannya, fakta pengertian politik secara istilah (terminologi) adalah pemeliharaan atau pengaturan urusan umat, publik, masyarakat, atau rakyat, baik di dalam maupun di luar negeri. Proses aktivitas dilakukan oleh negara atau pemerintahan secara praktis dengan mengambil keputusan (baik memerintah atau melarang) untuk menjalankan aturan atau cita-cita tertentu dan bersama dengan umat, rakyat, dan stakeholder mengawasi atas apa yang dilakukannya, melalui aktivitas koreksi dan kontrol.


Inilah realitas politik dan pengertian politik yang hakiki. Politik itu aktivitas yang bertujuan mengatur dan memelihara urusan umat, baik di dalam maupun di luar negeri. Penguasa dan rakyat adalah pemain utama. Perbedaan yang terjadi adalah konsep politik sehingga ada penguasa yang jahat dan ada penguasa yang adil karena pengurusan yang dilakukan kepada rakyatnya berbeda satu sama lain.


Warna atau konsep politik suatu masyarakat bisa (ibarat) merah, hijau, kuning, atau putih, serta hitam. Bergantung pada persepsi atau pemahaman para pelakunya, baik penguasa maupun rakyatnya tentang cita-cita, pandangan hidup, atau aturan hukum-hukum. Artinya, kalau ada perbedaan di antara keduanya, warna atau konsep politik itu akan berbeda.

[MD. Riyan, Political Quotient, hal. 22-26]


*Pentingnya Politik*


Politik memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yaitu:


1. Politik adalah fitrah kemanusiaan, karena manusia itu adalah makhluk yang berpolitik (zoon politicon). Artinya secara alamiah manusia mustahil hidup dengan baik tanpa melakukan pengaturan atau pengurusan ataupun pemeliharaan kehidupannya baik yang menyangkut nalurinya (gharizah) dan kebutuhan pokoknya (hajatul 'udhawiyah) mulai dari urusan pribadi, keluarga, masyarakat hingga urusan negara.


2. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Karena itu manusia membutuhkan manusia yang lainnya dalam melangsungkan kehidupannya di muka bumi. Manusia dalam memenuhi kebutuhan pokoknya (hajatul 'udhawiyah) seperti sandang, papan dan pangan, juga dalam memenuhi nalurinya (gharizah) baik naluri mensucikan sesuatu atau naluri beragama (gharizatut tadayyun), naluri mempertahankan hidup (gharizatul baqa') maupun naluri melanjutkan keturunan atau naluri seksual (gharizatun na'u), maka menjadi sebuah keniscayaan manusia pasti akan berinteraksi dengan sesamanya. Interaksinya tersebut akan membentuk sebuah komunitas atau masyarakat.


Masyarakat sendiri adalah kumpulan individu yang memiliki pemikiran, perasaan dan aturan tertentu sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan dan tujuan keberadaannya. Untuk itu harus ada yang memimpin dan yang dipimpin serta harus ada proses pengaturan. Inilah politik, kita bisa melihat di masyarakat manapun, dalam tingkat peradaban apapun, pengaturan ini pasti terjadi. Ini semata-mata karena masyarakat ingin hidup teratur.


Kita bisa melihat suku Dani dan Asmat di Papua, suku Anak Dalam di Jambi, suku Badui di Banten, suku Dayak di Kalimantan, masyarakat suku Quraisy di Makkah, masyarakat Madinah zaman Rasulullah ﷺ, masyarakat Inca dan Aztec di Peru, masyarakat Jawa zaman Kerajaan Majapahit Hayam Wuruk dan Gajahmada, dan masyarakat Indonesia hari ini serta juga masyarakat Eropa, Afrika Amerika dan Asia hari ini. Semua masyarakat itu mengatur urusan bersama dengan cara rakyat mengangkat pemimpin dan menjalankan pengaturan dengan hukum dan cara hidup tertentu. Kita tidak melihat besar atau kecinya jumlah anggota masyarakat.


3. Politik adalah sebuah kekuasaan dalam menentukan dan pengaturan nasib hajat hidup orang banyak, dan penentu arah tujuan sebuah negara dan perubahan. Seperti:


Kesepakatan penentuan Dasar Negara, Undang-Undang Dasar dan cita-cita Negara, serta dilegislasikan dan diberlakukannya berbagai macam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.


Dan juga berbagai macam kebijakan pemerintah yang sangat menentukan keberlangsungan hidup negara dan rakyatnya. Seperti:


- Kebijakan politik ekonomi dalam negeri dan luar negeri pemerintah yang sangat bercorak ideologi demokrasi-kapitalisme-sekuler yang kini sangat neoliberal hingga berakibat demokrasi makin kebablasan, separatisme Papua naik, hutang negara naik, pasar bebas naik, aset negara dijual ke asing naik, SDA diberikan ke asing naik, harga BBM naik, Tarif Dasar Listrik naik (TDL), harga cabe naik, harga sembako naik, tarif STNK dan BPKB naik, serbuan tenaga kerja asing baik legal dan ilegal naik.


- Bahkan penistaan agama naik, ketidakadilan naik, hukum tumpul ke atas dan hanya tajam ke bawah pun naik, terdakwa penistaan agama masih tetap diaktifkan sebagai kepala daerah yang menjadi bukti pemerintah demi bela terdakwa penista agama rela melanggar hukum makin naik, pengekangan kebebasan berpendapat pun naik, hoax teriak hoax naik, kriminalisasi ajaran Islam, Ulama dan umat Islam pun naik, beban hidup rakyat makin naik hingga rakyat dalam situasi antara “hidup dan mati” pun makin naik, dan lain-lain. Yang turun hanyalah iman, akhlak, harga diri, kejujuran, keamanahan, keadilan dan kesejahteraan rakyat, serta kedaulatan.


4. Silih bergantinya peradaban umat manusia dipengaruhi oleh ideologi tertentu (seperti ideologi jahiliyah kapitalisme sekulerisme, sosialisme komunisme, dan Islam), konsepsi politik dan kebijakan-kebijakan politik dunia serta konstelasi geopolitik strategis dunia. Seperti: Bangkit dan runtuhnya peradaban Yunani kuno, Romawi, Persia, Mesir kuno, Cina, India, Khilafah Islam (Islam), Mongol, Uni Soviet (Sosialisme Komunisme), AS (Kapitalisme), dan lain-lain.


5. Politik adalah fannul mumkinaat yaitu sebuah seni kemungkinan. Di dalam politik semuanya serba mungkin. Seperti:


Perjanjian Hudaibiyah yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ sebagai kepala negara Daulah Islam pertama yang berpusat di Madinah dengan kafir Quraisy Makkah pada bulan Maret 628 M (Dzulqaidah, tahun ke-6 Hijriyah), yang berujung mengantarkan kemenangan telak Islam dengan ditaklukkannya benteng yahudi Khaibar sekitar 150km dari kota Madinah pada tahun 629 M (Rabiul Awal tahun ke-7 Hijriah) dan penaklukkan kota Makkah pada tahun 630 M tepatnya pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke-8 Hijriyah) sehingga Jazirah Arab pun sepenuhnya berhasil dikuasai oleh Daulah Islam.


Padahal banyak Sahabat sebelumnya kecewa dengan keputusan Rasulullah ﷺ yang melakukan perjanjian Hudaibiyah dengan kafir Quraisy, karena mereka berasumsi butir-butir isi perjanjian Hudaibiyah tersebut banyak merugikan Islam dan merendahkan Islam serta hanya menguntungkan kafir Quraisy. Tapi Rasulullah ﷺ tetap konsisten dan beliau menasehati serta memotivasi para Sahabatnya, bahwa beliau adalah utusan Allah dan beliau tidak akan pernah menyalahi perintah Allah, serta beliau pun meyakinkan kaum Muslimin khususnya para Sahabatnya bahwasanya Allah akan memenangkan Islam, sehingga hati kaum Muslimin pun menjadi tenang dan mereka pun akhirnya semakin yakin dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.


Runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989 menjadi simbol kuat berakhirnya Perang Dingin, padahal sebelumnya berkembang mitos di tengah masyarakat Jerman bahwa tembok berlin yang memisahkan Jerman Barat dan Timur tidak akan pernah bisa diruntuhkan.


Ditaklukkannya Konstatinopel Romawi Timur pada 6 April – 29 Mei 1453 Masehi oleh kaum Muslimin yang dipimpin Sultan Muhammad Al-Fatih yang berusia 21 tahun, setelah 800 tahun penantian dan dilakukannya usaha penaklukkan oleh Khilafah Islam sejak Rasulullah ﷺ menubuwwahkan bahwa Konstatinopel akan jatuh di tangan umat Islam.


Jatuhnya Konstatinopel menandai kekalahan telak dan jatuhnya adidaya imperium Romawi Timur di bawah kekuasaan Islam sekaligus menjadi pintu gerbang Islam berhasil menguasai 2/3 dunia khususnya daratan Eropa, padahal selama lebih dari 1000 tahun benteng kokoh Konstatinopel tidak bisa ditaklukkan oleh siapapun dari adidaya-adidaya sebelumnya.


Terjadinya Arab Spring atau Revolusi Arab pada 17 Desember 2010 – pertengahan 2012 yang menjalar dari:


- Tunisia: Presiden Tunisia Ben Ali dan pemerintahannya terguling;


- Mesir: Presiden Mesir Hosni Mubarak dan pemerintahannya terguling;


- Yaman: Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh terguling dan kekuasaan diserahkan kepada sebuah pemerintahan persatuan nasional;


- Libya: Pemimpin Libya Muammar al-Qaddafi tewas setelah sebuah perang saudara yang menghadirkan intervensi militer asing. Pemerintahannya digulingkan;


- Suriah: Presiden Bashar al-Assad yang sangat diktator menghadapi pemberontakan sipil yang damai dengan membantai dan memerangi masyarakat secara terbuka dan akhirnya perang terus terjadi hingga sekarang memakan korban 100.000 ribu lebih dari rakyatnya sendiri dan perang Suriah pun hingga kini belum berakhir;


- Bahrain: Pemberontakan sipil terhadap pemerintah ditumpas oleh otoritas dan intervensi yang dipimpin Saudi;


- Kuwait, Lebanon, dan Oman: Perubahan pemerintahan diterapkan dalam menanggapi protes;


- Maroko dan Yordania: Reformasi konstitusional diterapkan dalam menanggapi protes;


- Hingga ke Arab Saudi, Sudan, Mauritania, dan negara-negara Arab lainnya: Protes; Awalnya Revolusi Arab tersebut di luar pengetahuan dan di luar kontrol AS dan sekutu Baratnya. Tetapi seiring berjalannya waktu sebagian besar Revolusi Arab tersebut berhasil dibajak oleh AS beserta koalisi baratnya. Kecuali Revolusi Syam di Suriah yang hingga kini belum berhasil dibajak oleh AS dan sekutu baratnya, karena itulah AS dan sekutu baratnya melalui proxy atau bonekanya yaitu koalisi Syiah dan Rusia, serta pengkhianatan penguasa Turki dan penguasa Saudi yang hingga kini terus-menerus membumi-hanguskan bumi Syam Suriah, dan yang terparah tahun lalu (tahun 2016) adalah Aleppo yang menjadi lautan darah dan menjadi neraka yang menewaskan ribuan lebih rakyat sipil hanya karena mereka menginginkan Khilafah Islam dan tidak menginginkan solusi dari AS dan sekutu jahatnya, dan lain-lain.


- Jatuhnya Afghanistan kembali di tangan Taliban dan AS yang menjajah Afghanistan secara militer selama 20 tahun hengkang dari Afghanistan dan mengangkat bendera putih dengan Taliban serta melakukan perjanjian politik dengan Taliban, dan lain-lain.


6. Politik adalah hakikat kebenaran di balik tulisan atau dinding atau fakta (realitas). Politik bukanlah tulisannya atau dinding atau fakta (realitas) tersebut.


Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani rahimahullah menyatakan:


“Banyak orang membaca tetapi tidak berpikir (tentang apa yang dibacanya). Banyak pula yang membaca dan berpikir, namun proses berpikirnya tidak lurus dan tidak dapat menjangkau pemikiran-pemikiran yang diekspresikan oleh kalimat-kalimat (yang dibaca).”


Dengan kata lain, bacaan (teks) hanya sekedar ungkapan pemikiran, dan bukan pemikiran itu sendiri. Oleh karena itu, orang justru keliru jika menyangka bahwa masyarakat (termasuk Indonesia) dapat dibangkitkan hanya dengan diajari membaca dan menulis.


Bacaan tidak dapat memberikan apapun bagi proses berpikir. Termasuk juga tidak dapat digunakan untuk membangkitkan dorongan apapun untuk berpikir. Sebab, proses berpikir diwujudkan melalui fakta terindera dan informasi awal yang berkaitan dengannya.


Bacaan bukanlah fakta terindera, bukan pula informasi awal. Bacaan (teks) hanyalah ekspresi pemikiran atau sekedar “wadah” yang digunakan untuk menampung pemikiran. Jadi, bukan pemikiran itu sendiri.


Jika seorang pembaca dapat memahami dengan baik maksud berbagai ungkapan tentang pemikiran dalam teks sehingga dia dapat menangkap pemikiran-pemikirannya, itu karena pemahamannya terhadap teks cukup baik, bukan karena semata-mata membaca. Jika pembaca tersebut tidak memahami teks dengan baik, tidak akan ada pemikiran apapun yang didapat, sekalipun dia telah membacanya berjam-jam.


Jadi, berpikir terhadap teks-teks (tulisan) itu penting dipahami, agar dapat memahami teks dengan baik. Termasuk teks (tulisan) tentang politik.


Teks politik itu ada dua jenis, yaitu teks yang terdapat dalam literatur-literatur politik dan teks yang terdapat dalam berita-berita politik. Dari membaca teks-teks politik itulah berpikir politis dimulai.


Jika teks politik itu terdapat dalam literatur ilmu politik (misalnya perbandingan sistem pemerintahan), maka proses berpikirnya hampir sama dengan proses memahami teks-teks tentang pemikiran. Contoh: untuk memahami teks ilmu politik tentang pemisahan kekuasaan, maka kita tidak bisa mencukupkan diri membuat gambaran tentang bahaya sentralisasi kekuasaan, (misalnya) sentralisasi kekuasaan pada masa Orde Baru. Akan tetapi, kita harus membayangkan sentralisasi kekuasaan di negara-negara Eropa, khususnya Prancis. Sebab, Montesquieu-lah yang merupakan tokoh pemikir tentang pemisah kekuasaan pemerintahan.


Lalu, jika kita membaca teks-teks berita politik, maka (menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani), hal ini adalah berpikir yang paling sulit. Sebab, ini adalah aktivitas berpikir atas segala peristiwa, di samping melibatkan semua jenis aktivitas berpikir, mulai dari berpikir terhadap teks-teks pemikiran, teks-teks hukum, dan sebagainya. Selain itu, juga karena tidak adanya kaidah atau patokan yang dapat digunakan di dalamnya. Selama seorang pemikir atau politisi jarang mengamati berbagai berita politik, teks ilmu politik, dan jarang beraktivitas politik, kurang cermat dalam memahami teks-teks, maka akan sulit baginya untuk berpikir politis. Jadi, hal ini memang sangat sulit.


Karena itu, orang yang ingin pintar berpikir politis, ia harus selalu mengikuti berbagai macam berita dan peristiwa politik dari berbagai media massa seperti koran, radio, televisi, atau internet; bukan membaca teks-teks pemikiran politik.


Memang, membaca teks-teks pemikiran politik akan membantu seseorang berpikir politis dalam memahami berita politik. Tetapi, ini bukan keharusan. Banyak memahami teks-teks pemikiran politik hanya akan menjadikan seseorang menguasai pemikiran politik. Orang seperti ini lebih layak menjadi dosen ilmu politik daripada seorang politisi.

[sumber: Dakwah Media, Jumat, 16 Agustus 2013]


7. Politik adalah akar segala masalah problematika umat dan politik adalah tabiat perilaku para Nabi.


Dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ bersabda:


كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ


“Dulu Bani Israel diurus oleh para Nabi. Setiap kali seorang Nabi meninggal, ia digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada Nabi sesudah aku. Yang akan ada adalah para Khalifah dan mereka banyak.”Para Sahabat bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi ﷺ bersabda, “Penuhilah baiat yang pertama. Yang pertama saja. Berikanlah kepada mereka hak mereka. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa yang diminta agar mereka mengurusnya.”

(HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibn Majah)


Hadits tersebut, dan banyak lagi yang semakna dengan itu, menjelaskan kepada kita bahwa para Nabi selain menyampaikan risalah wahyu, juga mereka mempraktikkan risalah tersebut dalam sebuah masyarakat yang dipimpinnya.

Makna frasa "mengatur urusan mereka (tasuusuhum)" berasal dari akar kata sasa-yasusu-siyasatan (pengaturan). Praktik itu adalah pengaturan masyarakat dengan aturan yang bersumber dari wahyu.


Artinya, praktik pengaturan (politik) adalah perilaku yang dilakukan oleh para Nabi sepanjang masa kerisalahannya.


Kita bisa melihat, misalnya teladan kehidupan Nabi Yusuf AS, Nabi Dawud AS, Nabi Sulaiman AS ataupun Nabi Musa AS, sehingga sangat tepat praktik kehidupan para Nabi ketika mereka memimpin umat adalah kehidupan pengaturan dengan risalah (kehidupan politik). Praktik ini terjadi sepanjang masa hingga zaman Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ. Hanya Nabi Muhammad ﷺ menegaskan bahwa setelah beliau ﷺ wafat tidak ada lagi Nabi, tetapi estafet otoritas pengaturan urusan masyarakat (manusia) diserahkan kepada para Khalifah.


Rasulullah ﷺ pun telah mencontohkan bagaimana beliau memohon kekuasaan kepada Allah SWT untuk mewujudkan hal itu.


… وَاجْعَل لِّي مِن لَّدُنكَ سُلْطَانًا نَّصِيرًا


"…Dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong." (QS. Al-Isra’ (17): 80)


Imam Qatadah menjelaskan, “Nabi ﷺ menyadari bahwa tidak ada daya bagi beliau dengan perkara ini kecuali dengan sulthân (kekuasaan). Karena itu beliau memohon kekuasaan yang menolong untuk Kitabullah, untuk hudûd Allah, untuk kewajiban-kewajiban dari Allah dan untuk tegaknya agama Allah. 

[Imam ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabarî].


Kekuasaan itu tidak ada artinya jika bukan sulthân[an] nashîr[an] (kekuasaan yang menolong). Kekuasaan yang menolong itu hanyalah kekuasaan yang sedari awal memang ditujukan untuk menolong agama Allah SWT, Kitabullah dan untuk menegakkan Syariah-Nya. Kekuasan seperti ini hanyalah kekuasaan yang Islami sejak dari asasnya, bentuknya, sistemnya, hukumnya, perangkat-perangkatnya, struktur dan semua penyusunnya. Kekuasaan yang menolong seperti itu adalah Khilafah Rasyidah ‘ala minhâj an-Nubuwwah.


Adapun secara bahasa, Khalifah (jamak: Khulafaa') berasal dari kata 'Khalafa' bermakna 'menggantikan'. Sistem kenegaraannya adalah sistem Khilafah.


Khilafah adalah kepemimpinan global bagi seluruh umat Islam di dunia untuk menjalankan seluruh Syari'at Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan dan menyebarluaskan Islam ke segala penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.


Para Khalifah mereka menggantikan Rasulullah ﷺ untuk masalah pengaturan urusan manusia atau masyarakat dengan hukum-hukum Allah SWT. Bukan menggantikan Rasulullah ﷺ dalam masalah Kenabian (Nubuwwah).


Karena itulah politik adalah akar masalah segala problematika umat saat ini, yaitu tidak adanya institusi politik Islam atau pemerintahan Islam atau kekuasaan Islam atau Negara Khilafah Islam sang pelaksana Syariah dan pemersatu umat.


Pasca Khilafah Islam yang berpusat di Turki dibubarkan dan diruntuhkan oleh Inggris melalui agennya seorang yahudi yang bernama Mustafa Kamal at-Tarturk laknatullahi 'alaihi pada 03 Maret 1924 M, umat Islam pun yang sebelumnya satu jama'ah atau satu umat, satu kepemimpinan/ satu pemerintahan dan satu negara terpecah-belah menjadi lebih dari 50 negara-negara kecil yang lemah dalam sekat dan bentuk negara bangsa (nation state) dengan paham sempit nasionalismenya yang sesat.


Hingga umat Islam pun merintih kesakitan tiada kesudahan, saling berperang dan saling bunuh antar mereka serta terus-menerus tiada kesudahan umat Islam dan negeri-negeri mereka pun dijajah, dan kekayaan sumberdaya alam negeri-negeri mereka pun dirampok dengan rakusnya oleh para penjajah kafir.


Bahkan mereka umat Islam pun dibunuhi secara massal dengan sadisnya oleh musuh-musuh mereka baik penjajah kafir barat, zionis yahudi maupun penjajah kafir timur.


Umat Islam pun hingga kini terus menerus dipecundangi dan menjadi bulan-bulanan kaum kafir penjajah tersebut.


Saat ini kondisi umat Islam benar-benar seperti anak ayam yang kehilangan induknya dan bagaikan kebun tanpa pagar. Umat Islam benar-benar dalam kondisi antara hidup dan mati.


Di sinilah pula salah satu urgensi pentingnya melek politik dan berjuang secara politik menegakkan kembali Khilafah Islam. Karena, subtansi Khilafah adalah politik ilahiyah yaitu penerapan Syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan dan persatuan umat Islam (ukhuwwah al-Islamiyyah).


Dan hukum memperjuangkan penerapan Syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan melalui penegakan kembali institusi politik Khilafah Islam adalah wajib (fardhu) bagi seluruh umat Islam apapun madzhab dan harakah dakwahnya.


Janji kemenangan dan pertolongan Allah, serta kabar gembira akan tegaknya kembali Khilafah yang berjalan mengikuti metode Kenabian termaktub dalam Hadits Nabi ﷺ.


Jadi, jelaslah bahwa persoalan pengaturan (politik dengan basis wahyu) dalam tradisi Islam bukanlah hal yang baru dan asing. Ia terkait dengan peran Nabi ﷺ sejak diutus hingga menjadi pemimpin negara adidaya dan masyarakat secara de facto dan de jure di Madinah dan dilanjutkan oleh para Khalifah sesudahnya dalam sistem Khilafah Islam yang telah berkuasa lebih dari 13 abad lamanya dan telah menguasai 2/3 dunia. Tentu menjadi masalah ketika hari ini, umat Islam menjadi asing dengan politik atau menjauhkan diri dari politik. Padahal, pada saat yang sama, konsep dan dimensi perilaku para Nabi termasuk Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ adalah berpolitik di bawah naungan wahyu Allah SWT.


Dan wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Rasulullah ﷺ tersebut adalah risalah Islam. Islam sendiri merupakan akidah ruhiyah (akidah spiritual) dan sekaligus juga akidah siyasiyah (akidah politik) yang mengatur segala aspek kehidupan dan tidak sekedar mengatur aspek ritual belaka. Allah SWT berfirman:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ


"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 208)


الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا


"Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama Islam untuk kalian, telah Aku cukupkan nikmat-Ku untuk kalian, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agama kalian." (QS. Al-Maidah: 3)


Karena itulah, Islam adalah agama yang diturunkan oleh ALLAH SWT kepada Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ untuk mengatur hubungan manusia dengan al-Khaliq yaitu Allah SWT Sang Maha Pencipta yaitu mencakup perkara akidah dan ibadah (hablun minallah); mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri (hablun minan nafsi) yaitu mencakup perkara makanan, minuman, pakaian dan akhlak; dan mengatur hubungan manusia dengan sesamanya atau mu'amalah (hablun minannas) yaitu mencakup perkara politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, kesehatan, pertahanan dan keamanan, hukum dan peradilan.


*Islam Mengatur Politik*


Dalam Islam politik bukanlah sesuatu yang kotor. Politik Islam tidak identik dengan rebutan kedudukan dan kekuasaan. Dalam bahasa Arab, politik berpadanan dengan kata sâsa-yasûsu-siyâsat[an]; artinya mengurusi, memelihara.


Samih ‘Athif dalam bukunya, As-Siyâsah wa As-Siyâsah Ad-Duwaliyyah (1987: 31), menulis bahwa politik (siyâsah) merupakan pengurusan urusan umat, perbaikan, pelurusan, menunjuki pada kebenaran dan membimbing menuju kebaikan.


Karena itu, dalam Islam, politik amatlah mulia sehingga Islam dan politik tak bisa dipisahkan.

Alasannya: Pertama, Islam adalah agama yang syâmil (menyeluruh) yang mengatur berbagai aspek kehidupan. Syariah Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah ritual, moralitas (akhlak), ataupun persoalan-persoalan individual.


Syariah Islam juga mengatur mu’âmalah seperti politik, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, dsb. Islam pun mengatur masalah ‘uqûbah (sanksi hukum) maupun bayyinah (pembuktian) dalam pengadilan Islam.

Bukti dari semua ini bisa kita lihat dalam kitab-kitab fikih para ulama terkemuka yang membahas perbagai persoalan mulai dari thaharah (bersuci) hingga Imamah/ Khilafah (kepemimpinan politik Islam).


Dalam al-Qur’an, Allah SWT bukan hanya mewajibkan shaum Ramadhan; kutiba ‘alaykum ash-shiyâm (QS al-Baqarah [2]: 183), tetapi juga mewajibkan hukum qishâsh dalam perkara pembunuhan; kutiba ‘alaykum al-qishâsh (QS al-Baqarah [2]: 78).


Di dalam QS al-Baqarah [2]: 216 Allah SWT pun mewajibkan perang (jihad) dengan firman-Nya: kutiba ‘alaykum al-qitâl.


Menurut para mufassir, semua frasa kutiba ‘alaykum dalam ayat-ayat tersebut memberikan makna furidha ‘alaykum.


Al-Qur’an juga tak hanya membahas shalat, aqim ash-shalah (QS al-Baqarah [2]: 43), tetapi juga bicara ekonomi saat menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba (QS al-Baqarah [2]: 275], juga saat mewajibkan pendistribusian harta secara adil di tengah masyarakat (QS al-Hasyr [59]: 7).


Kedua, apa yang dipraktikkan langsung oleh Rasulullah ﷺ saat menjadi kepala Negara Islam di Madinah menunjukkan hal yang jelas, bahwa Islam dan politik tak dipisahkan.


Tampak jelas peran Rasulullah ﷺ sebagai kepala negara, sebagai qâdhî (hakim) dan panglima perang. Rasul ﷺ pun mengatur keuangan Baitul Mal, mengirim misi-misi diplomatik ke luar negeri untuk dakwah Islam, termasuk menerima delegasi-delegasi diplomatik dari para penguasa di sekitar Madinah.


Masjid Nabawi sendiri pada masa Rasulullah ﷺ bukan hanya digunakan untuk urusan ibadah ritual, tetapi juga menjadi tempat Rasulullah ﷺ bermusyawarah bersama para Sahabatnya untuk membicarakan segala urusan rakyatnya, termasuk mengatur strategi perang.


Hingga kini di Masjid Nabawi berdiri kokoh ustuwanah wufud (tiang delegasi). Di sinilah Rasulullah ﷺ menerima tamu-tamu kenegaraan. Posisinya paling ujung dari sudut mihrab tahajud. Terdapat pula ustuwanah haris (tiang penjaga).


Di sinilah Ali bin Abi Thalib mengawal Rasulullah ﷺ dan ditugasi menyampaikan pesan kepada para tamu.

[Al-Islam No. 823/21 Dzulhijjah 1437 H/23 September 201]


*Kesimpulan*


Fakta hakiki politik adalah pengaturan urusan masyarakat di dalam negeri dan di luar negeri dengan cara dan aturan tertentu, dilakukan oleh penguasa secara praktis, dan diawasi serta dikoreksi oleh rakyat. Politik adalah aktivitas manusia yang merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sepanjang sejarah peradaban umat manusia dalam bermasyarakat dan bernegara.


Politik Islam adalah pengaturan urusan masyarakat di dalam negeri dan di luar negeri dengan cara dan aturan Islam, dilakukan oleh penguasa secara praktis, dan diawasi serta dikoreksi oleh rakyat. Konsep politik Islam seperti inilah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ, para Khulafaur Rasyidin, dan Khalifah setelahnya sejak Khilafah Bani Umayyah, Khilafah Bani Abbasiyah hingga Khilafah Bani Utsmaniyah. Sistem politik Islam terwujud dalam sistem Khilafah. Sebuah pemerintahan yang berasal dari Allah, oleh manusia, dan untuk manusia.


Secara hakiki, warna politik (konsepsi politik) akan bergantung pada visi dan ideologi politik pelaku. Sebuah keniscayaan bagi seluruh umat manusia baik tua maupun muda untuk berpolitik. Oleh karena itu, sangat pentingnya melek politik agar dapat memahami hakikat di balik realitas berbagai macam peristiwa atau fakta-fakta politik yang terjadi dan yang akan terjadi (analisa politik), serta konsepsi politik dan aktivitas politik dalam mewujudkan perubahan yang lebih baik dan cemerlang.


Penguasaan ini juga karena berpolitik -dalam arti mengatur urusan rakyat dengan hukum dan aturan Islam- adalah sebuah kewajiban agung, yang jika dilakukan dengan ikhlas karena Allah SWT semata dan caranya benar sesuai dengan Islam, maka akan berpahala dan akan mendapatkan keberkahan di sisi Allah SWT dan akan membawa kebaikan dan keberkahan pula di tengah masyarakat. Akan tetapi, bila ditinggalkan maka hanya akan berdosa besar dan hanya akan membawa kerusakan dan balak-bencana di tengah masyarakat.


Lebih jauh dari itu, mengatur urusan umat dengan Islam adalah bukti keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT dan Rasul-Nya juga sekaligus bukti kita sebagai manusia yang berakal dan mampu mengekspresikan fitrah kemanusiaan. Dalam hal ini Rasulullah ﷺ bersabda:


من اصبح و الدنيا اكبر همه فليس من الله في شيء...و من لم يهتم للمسلمين عامة فليس منهم


"Siapa saja yang bangun pagi dan hanya memperhatikan masalah dunianya, maka orang tersebut tidak berguna sedikitpun di sisi Allah...Siapa saja yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslim, maka ia tidak termasuk golongan mereka."

[HR. Thabrani dari Abu Dzar al-Ghifari] 


Walhasil, dengan melek politik maka seseorang atau manusia akan terhindar dari buta politik yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia dan yang merusak serta menghancurkan kehidupan umat manusia. Dengan melek politik pula, maka akan mewujudkan sebuah kecerdasan politik yaitu kecerdasan atau kemampuan seseorang untuk berpikir mendalam dan cemerlang, bersikap, dan bertindak dalam mengatur urusan masyarakat, dan dalam memahami peristiwa atau fakta atau realitas yang sesungguhnya terjadi, serta kecerdasan atau kemampuan dalam memahami hakikat atau esensi dan substansi di balik setiap peristiwa atau fakta atau realitas tersebut beserta solusinya.


Dan juga semakin memahamkan dan menyadarkan kita bahwa Islam dan politik tidak terpisahkan, karena politik adalah salah satu pilar utama Islam dan politik pun bagian dari ajaran mulia Islam. Memisahkan politik dari Islam sama saja dengan merusak dan menghancurkan Islam, dan memisahkan Islam dari politik sama saja dengan merusak dan menghancurkan politik.


Jadi, dengan kecerdasan politik pula akan semakin memahamkan dan menyadarkan kita bahwasanya akar masalah dari segala carut-marutnya problematika umat manusia dan dunia saat ini adalah karena masalah politik yaitu tidak diterapkannya sistem atau ideologi (mabda') Islam secara totalitas dalam segala aspek kehidupan khususnya dalam kehidupan bernegara, akibat tidak adanya kekuasaan Islam atau pemerintahan Islam yakni institusi politik Islam Al-Khilafah.


Tapi justru saat ini yang diterapkan adalah sistem penjajah atau ideologi kufur kapitalisme sekulerisme demokrasi dan sosialisme komunisme yang terbukti hanya membawa dan menjadi biang penjajahan, kerusakan, petaka dan balak-bencana bagi umat manusia dan dunia.


Dan dengan kecerdasan politik pun akan semakin membuat kita melek politik dan memahami solusi ideologis atas segala problematika umat manusia dan dunia, yaitu hanya Islam, dengan segera mencampakkan sistem kufur demokrasi kapitalisme sekulerisme maupun sosialisme komunisme dan bersegera hijrah ke sistem Islam secara totalitas dalam segala aspek kehidupan dengan menegakkan kembali Khilafah Islam Sang Pelaksana Syariah dan Pemersatu Umat sehingga akan terwujud kembali Khairu Ummah (umat yang terbaik) dan Islam Rahmatan Lil 'Alamin yang menebar rahmah dan berkah bagi dunia dan alam semesta.


Inilah pentingnya melek politik untuk mewujudkan kecerdasan politik sehingga kita akan turut bergerak terlibat dengan struggle dalam setiap peristiwa politik sebagai bagian dari solusi Islam bagi umat manusia dan dunia, serta kita pun akan semakin memahami konstelasi geopolitik straregis dunia, dan kita juga tidak akan pernah tertipu lagi ataupun tidak akan pernah tersesatkan lagi oleh penjajah kafir terlaknat dan para penguasa pengkhianat dan ruwaibidhah boneka kafir penjajah, serta media mainstream corong penjajah dan penguasa boneka.


Sekaligus dengan melek politik yang berwujud kecerdasan politik akan pula mewujudkan terjadinya revolusi pemikiran dan kebangkitan umat secara hakiki serta akan menggerakkan kita bersatu padu bersama seluruh elemen umat Islam apapun madzhab dan harakahnya dalam ikatan shahih ideologi Islam berasas akidah Islam secara jama'i dengan hanya mengikuti metode dakwah Rasulullah ﷺ untuk segera mewujudkan revolusi ideologis yang syar'i yaitu perubahan dari peradaban sampah kapitalisme berganti menjadi peradaban baru yang penuh rahmah nan penuh berkah yaitu peradaban Islam yang agung dalam bingkai Khilafah Rasyidah Islamiyah.


Wallahu a'lam bish shawab. []


*DAFTAR PUSTAKA:*


1. MD. Riyan, Political Quotient: Meneladani Perilaku Politik Para Nabi. 


2. www.dakwatuna.com.


3. www.hizbut-tahrir.or.id. 


4. www.dakwahmedia.com.


5. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Nidzhamul Islam; Takattul Hizbiy; Mafahim Hizbut Tahrir; Daulah Islam, Ajhizah Daulah Khilafah; At-Tafkir; Sur'atul Badihah; Mafahim Siyasiy li Hizbit Tahrir; Nidzhamul Hukmi fil Islam. 


6. Hizbut Tahrir, Buletin Jumatan Al-Islam. 


7. Tabloid Media Umat. 


8. Majalah Al-Wa'ie. 


9. www.wikipedia.com.


10. DR. M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam. 


11. Ramli Abul Wafa,  Rekrontruksi Doktrin Pemikiran dan Pemikiran Politik Aswaja.