HTI SALAH PAKAI KAIDAH.??*
.
HTI salah pakai kaidah ما لا يتم الواجب إﻻ به فهو واجب untuk dirikan khilafah?
.
Muslimedianews.com
~ HTİ berkata : Menegakkan syariat islam itu wajib hukumnya, dan
syariat tidak akan bisa tegak kecuali dengan berdirinya khilafah, oleh
sebab itu mendirikan khilafah itu juga wajib hukumnya.
.
Mereka berdalih dengan salah satu Qoidah Fiqhiyah yang berbunyi :
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
Sesuatu yang tidak akan sempurna kewajiban kecuali dengannya maka sesuatu tersebut menjadi wajib hukumnya
.
Maka saya (Ust. Dawam Muallim) jawab :
.
Pertama : Menegakkan syariat islam itu memang wajib hukumnya, tapi
siapa yang mewajibkan berdirinya khilafah? Karena Allah Ta'ala
memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk ta'at sesuai dengan
kemampuannya, dan tidak memaksa untuk mendirikan khilafah.
.
Kedua : Qoidah Fiqhiyah yang anda gunakan untuk berhujjah itu salah
sasaran dan juga salah pemahaman, karena maksud Qoidah itu adalah bahwa
"Sesuatu" tersebut sudah diperintahkan oleh syariat, semisal sholat itu
wajib, dan sholat tidak akan sempurna kecuali dengan wudhu, oleh sebab
itu wudhu menjadi wajib ketika hendak sholat, dan perlu anda ketahui
bahwa wudhu itu juga sudah diperintahkan oleh Allah Ta'ala dan juga oleh
Rasululloh SAW. Hal ini berada dengan zakat, maka zakat tidak akan
sempurna kecuali dengan nishob, dan nishob tidak serta merta menjadi
wajib, karena Allah Ta'ala dan Rasululloh SAW tidak pernah mewajibkan
setiap muslim untuk menjadi orang kaya harta dengan memiliki harta lebih
dari satu nishob. Demikian pula haji, maka haji tidak akan sempurna
kecuali dengan istitho'ah (kemampuan lahir dan batin), lalu apakah
istitho'ah itu juga menjadi wajib?
.
Dan setelah saya jelaskan
panjang lebar ini kok ternyata anda masih belum faham juga, maka berarti
anda itu kebangetaaaaaan (perlu diperiksakan ke RSJ terdekat).... oke
.
<<<<<<---------------------------------->>>>>>
.
Maka saya (Abulwafa Romli) menjawab :
.
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim---------------------------------->
Terlihat setinggi apapun ilmu seseorang, ketika dipakai untuk menolak
dakwah syariah dan khilafah, pasti ada yang salah dan sesat pada
ilmunya. Di sini akan saya bongkar kesalahan dan kesesatannya :
.
KESALAHAN PERTAMA :
Dawam Muallim salah dalam mencontohkan wudhu untuk shalat masuk ke dalam kaidah:
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
"Sesuatu yang perkara wajib tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka
sesuatu itu adalah wajib". Karena shalat itu disyaratkan (masyruuth)
dengan wudhu, seperti hajji disyaratkan (masyruuth) dengan istitha'ah,
zakat disyaratkan dengan nishab. Jadi wudhu, istitha'ah dan nishab itu
tidak bisa masuk ke dalam ما لا يتم الواجب إلا به / "Sesuatu yang
perkara wajib tidak bisa sempurna kecuali dengannya". Jadi posisi wudhu
itu sama dengan posisi istitha'ah dan nishob,sama-sama menjadi
syaratnya, tidak ada perbedaan antara ketiganya.
.
Lebih jelasnya begini :
Sesuatu yang perkara wajib tidak bisa sempurna kecuali dengan nya / ما لا يتم الواجب إلا به itu terbagi menjadi dua ;
1. Perkara wajib / الواجب yang kewajibannya disyaratkan (masyruuth) dengan sesuatu / ما .
.
Tidak ada khilaf diantara ulama ushul, bahwa menghasilkan syarat itu
tidak wajib. Sedang yang wajib hanyalah sesuatu yang telah datang dalil
dengan kewajibannya, seperti kewajiban shalat tertentu disyaratkan
dengan thoharoh (wudhu atau mandi). Dan thoharoh itu tidak wajib dari
sisi seruan (khithob) dengan shalat, tetapi thoharoh hanyalah syarat
untuk melaksanakan perkara wajib, dan perkara wajib dalam seruan
(khithob) dengan shalat hanyalah shalat ketika syaratnya wujud, yaitu
thoharoh. Juga terkait hajji disyaratkan (masyruuth) dengan istitho'ah
dan zakat disyaratkan dengan nishab. Dan dalam hal ini ulama telah
membuat kaidah sendiri yaitu ;
ما لا يتم الوجوب إلا به فليس بواجب
.
"Sesuatu yang kewajiban tidak bisa sempurna kecuali dengan nya, maka sesuatu itu tidak wajib". Jadi kaidahnya berbeda.
.
2. Perkara wajib yang kewajibannya tidak disyaratkan (masyruuth) dengan
sesuatu, tetapi disyaratkan terjadi. Ini terbagi menjadi dua ;
.
2.1. Sesuatu yang bisa dikuasai (maqduur) oleh orang mukallaf. Maka
sesuatu ini menjadi wajib dengan seruan tuntutan yang sama atas perkara
wajib, tanpa ada perbedaan.
.
Contohnya, seperti membasuh kedua
siku, maka tidak bisa sempurna melaksanakan perkara wajib, yaitu
membasuh kedua tangan sampai kedua siku, kecuali dengan membasuh bagian
dari kedua siku. Jadi hasilnya perkara wajib berupa membasuh kedua
tangan itu bergantung kepada hasilnya membasuh bagian dari kedua siku.
Oleh karenanya, membasuh bagian dari kedua siku adalah perkara wajib,
walaupun tidak datang seruan dengannya, tetapi seruan itu datang dengan
sesuatu yang adanya perkara wajib bergantung dengannya. Jadi seruan dari
Asy Syaari' itu mencakup kepada perkara wajib, juga mencakup kepada
sesuatu yang melaksanakan perkara wajib itu tidak bisa sempurna kecuali
dengan nya. Dan penunjukkan seruan (dalalatul khithaab) atas sesuatu itu
adalah penunjukkan keharusan (dalalah iltizaam).
.
Bagian ini
mencakup segala sesuatu yang melaksanakan perkara wajib tidak bisa
sempurna kecuali dengannya, dan sesuatu itu bukan syarat bagi perkara
wajib.
.
2.2. Sesuatu yang tidak bisa dikuasai oleh orang mukallaf, maka sesuatu itu tidak wajib, karena firman Allah Ta'ala :
لا يكلف الله نفسا إلا وسعها
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" (Albaqoroh: 286). Dan sabda Nabi saw :
وإذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم . رواه البخاري و مسلم
"Dan ketika aku perintah kalian dengan suatu perkara, maka
laksanakanlah ia, selagi kalian punya kesanggupan" (HR Bukhari dan
Muslim).
.
Dan membebankan sesuatu yang tidak disanggupi oleh
orang mukallaf itu tidak boleh, karena termasuk menisbatkan kezaliman
kepada Allah SWT.
.
Contohnya, hingga saat ini Hizbut Tahrir
belum bisa menegakkan khilafah karena masih belum mampu atau belum
memiliki kesanggupan, tetapi para syabab Hizbut Tahrir tidak berdosa
karena sudah mau berusaha.
.
KESALAHAN KEDUA :
Adalah
perkataan Dawam Muallim, "siapa yang mewajibkan berdirinya khilafah?
Karena Allah Ta'ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk ta'at
sesuai dengan kemampuannya, dan tidak memaksa untuk mendirikan
khilafah".
.
Sungguh yang mewajibkan berdirinya khilafah adalah
Allah SWT dan Rasulullah SAW. Dan cara mewajibkannya tidak seperti
ucapan orang bodoh lagi dungu, "Aku Allah atau Aku Rasulullah mewajibkan
atas kalian agar mendirikan khilafah". Akan tetapi kewajiban dari Allah
SWT dan Rasulullah SAW itu bisa digali dari dalil-dalil syara' dan di
sini saya hanya akan menyampaikan tiga dalil syara'nya, yaitu satu ayat
al-Qur’an dan dua hadits nabawi, sebagai berikut:
.
1. Allah swt berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَطِيْعُوا اللهَ وَأَطِيْعُوا
الرَّسُوْلَ وَأُوْلِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ، فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي
شَيْئٍ فَرُدُّوْهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُوْلِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ
بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيْلًا.
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya". QS An-Nisa [4]: 59.
.
Pada ayat di atas Allah swt
telah menyuruh kaum mukmin agar melaksanakan tiga ketaatan sekaligus;
Taat kepada Allah, taat kepada Rasulullah dan taat kepada ulul amri
(pemerintah). Perintah taat kepada Allah dan Rasulullah adalah secara
mutlak. Sedang perintah taat kepada ulil amri, Allah telah membatasinya
dengan kata “minkum”, dan kata “ulil amri” juga diathafkan
(digandengkan) kepada kata “ar-Rasul”. Dengan demikian, ulil amri yang
wajib ditaati adalah ulil amri yang telah memiliki dua kriteria;
Pertama, ulil amri yang taat kepada Allah dan Rasulullah, dimana telah
ditunjukkan oleh kata “minkum”, yaitu ulil amri dari kalian yang telah
taat kepada Allah dan Rasulullah. Kedua, ulil amri yang pemerintahannya
mengikuti pemerintahan Rasulullah saw, dimana telah ditunjukkan oleh
peng-athaf-an kata “ulil amri” kepada kata “ar-Rasul”. Dengan demikian
ulil amri yang memenuhi dua kriteria di atas itu hanya ada pada khalifah
dengan pemerintahan khilafahnya. Dan ketika khalifah tidak ada, maka
ayat itu menjadi perintah untuk mengadakannya, karena mustahil bagi
Allah menyuruh kaum muslim untuk menaati sesuatu yang tidak ada.
.
2. Rasulullah saw telah bersabda:
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ
وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ
فَسَيَرَى إِخْتِلَافًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسَنَّةِ
الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا
بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِى
النَّارِ. رواه أحمد وأبو داود والترميذي وابن ماجه عن العرباض بن سارية
رضي الله عنه.
.
"Aku wasiat kepada kalian dengan taqwa kepada
Allah swt, mendengar dan taat (kepada khalifah atau amir), meskipun
kalian dipimpin oleh seorang hamba sahaya, karena sesungguhnya siapa
saja di antara kalian yang masih diberi hidup, maka ia akan melihat
banyak perselisihan. Maka hendaklah kalian berpegang teguh (meyakini,
mempraktekkan dan memperjuangkan) dengan sunahku dan sunah para khalifah
yang cerdas dan mendapat petunjuk, gigitlah ia dengan gigi-gigi
geraham, dan jauhilah segala perkara yang baru, karena setiap perkara
yang baru adalah bid'ah, setiap bid'ah adalah sesat dan setiap sesat itu
di neraka". HR Imam Ahmad, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Majah dari
Irbadl bin Sariyah ra.
.
Pada hadits di atas Nabi saw telah
mewajibkan (mewasiatkan) atas kaum muslim agar mendengar dan taat kepada
ulil amri, meskipun yang menjadi ulil amri adalah seorang budak sahaya.
Dan beliau saw telah mengabarkan bahwa dikemudian hari akan terjadi
banyak perselisihan, yaitu perselisihan dalam urusan politik, karena
konteks hadits ini membicarakan urusan politik. Oleh karena itu, Nabi
saw pada sabda berikutnya telah memerintahkan agar kaum muslim berpegang
teguh dengan sunnahnya juga dengan sunnah para khalifah yang cerdas dan
mendapat petunjuk, yaitu empat khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman dan
Ali ra). Berpegang teguh dengan sunnah Nabi saw itu secara umum dimana
mencakup semua urusan kehidupan beragama. Sedang berpegang teguh dengan
sunnah para khalifah yang empat itu secara khusus, yaitu dalam urusan
politik, karena empat sahabat tersebut adalah para pemimpin politik,
yaitu para khalifah, dalam negara khilafah. Lalu Nabi saw melarang kaum
muslim dari segala bid’ah, yaitu bid’ah yang menyalahi sunnah Nabi saw
secara umum, dan bid’ah yang menyalahi sunnah para khalifah yang empat
secara khusus, yaitu bid’ah dalam urusan politik, karena seperti diatas
konteks hadits ini adalah konteks politik.
.
Dengan demikian,
sangat jelas bahwa doktrin politik Islam (Ahlussunnah Waljama’ah)
adalah doktrin politik khilafah, bukan selain khilafah, karena di
samping Nabi saw telah menyuruh berpegang teguh dengan sunnah para
khalifah yang empat, juga telah melarang segala bid’ah yang menyalahi
sunnah tersebut.
.
3. Rasulullah saw bersabda:
بَادِرُوْا
بِالْأَعْمَالِ فِتَناً كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ
مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا
يَبِيْعُ أَحَدُهُمْ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا قَلِيْلٍ. رواه
أحمد ومسلم والترميذي عن أبي هريرة رضي الله عنه.
“Bersegeralah kalian
ber-aktifitas untuk mengatasi fitnah yang seperti malam yang gelap,
dimana seorang laki-laki mukmin di pagi hari dan kafir di sore hari,
mukmin di sore hari dan kafir di pagi hari. Salah seorang dari mereka
menjual agamanya dengan materi dunia yang sedikit”. HR Ahmad, Muslim dan
Tirmidzi dari Abu Hurairah ra.
.
Nabi saw telah menyuruh kaum
muslim agar ber-aktifitas untuk mengatasi fitnah yang laksana malam yang
gelap. Fitnah yang laksana malam yang gelap adalah fitnah yang
menyelimuti semua sendi dan lini kehidupan, baik kehidupan keluarga,
masyarakat maupun kehidupan bernegara. Fitnah dengan kriteria seperti
itu saat ini tidak ada yang lain, selain fitnah ideologi. Dan saat ini
hanya ideologi kapitalisme yang sedang menyelimuti dunia dengan
kegelapannya. Karena dari ideologi kapitalisme telah memancar berbagai
kebebasan yang menjadi pangkal fitnah terhadap umat manusia secara umum,
dan terhadap umat Islam secara khusus. Ideologi kapitalisme juga telah
memancarkan berbagai ide, pemikiran dan sistem, seperti HAM, demokrasi,
pluralisme, singkretisme, dialog antar agama dan doa bersama lintas
agama.
.
Saat ini, sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi saw,
dengan mudahnya seorang mukmin menjadi kafir hanya karena diimingi
materi dunia yang sedikit. Sebut saja salah satu partai politik yang
pada awalnya sangat getol memperjuangkan tegaknya syariat Islam, belum
lama ini dengan beraninya dan tanpa malu-malu salah seorang pentolannya
menolak syariat dan diamini oleh yang lainnya. Lalu bagaimana dengan
partai politik yang sejak awal sudah anti formalisasi syariat. Belum
lagi terkait sejumlah individu dari para tokoh organisasi Islam, mereka
dengan mudahnya menjadi corong-corong peradaban Barat yang kapitalis dan
menolak formalisasi syariat dan khilafah, padahal organisasinya
mengklaim paling Aswaja, lagi-lagi hanya karena diimingi materi dunia
yang sedikit.
.
Oleh karena itu, aktifitas yang diperintahkan
oleh Nabi saw dan yang dibutuhkan saat ini, adalah aktifitas menegakkan
ideologi Islam, yaitu menegakkan Khilafah Rasyidah Mahdiyyah yang akan
menerapkan Islam secara total, karena ideologi Islam itu laksana siang
yang terang benderang, dimana dalam satu riwayat Nabi saw pernah
bersabda: “Taroktukum ‘ala al-baidlaa’ allati lailuhaa kanahaarihaa”
(Aku tinggalkan kalian di atas agama yang terang benderang dimana malam
harinya seperti siang harinya). Jadi gelapnya ideologi kapitalisme itu
harus dilawan dengan terangnya ideologi Islam. Tidak dengan aktifitas
yang kecil-kecil yang laksana menyalakan lilin dan lampu di malam yang
gelap gulita, seperti mendirikan berbagai jam’iyyah istighatsah,
amar-makruf dan nahi-munkar, dan organisasi keagamaan yang lain, karena
semuanya tidak akan dapat mengalahkan fitnah ideologi kapitalisme yang
sedan.g menyelimuti dunia.
.
Saya tidak menyalahkan aktifitas
berbagai jam’iyyah dan organisasi lilin dan lampu di atas. Akan tetapi
kesalahannya adalah ketika mereka berhenti ditempatnya. Artinya
aktifitas itu menjadi puncak tujuannya, sehingga tidak nyambung dengan
aktifitas ideologis yang besar. Dan lebih salah lagi ketika mereka
justru menolak penerapan ideologi Islam melalui penegakkan khilafah.
Jadi mereka lebih senang hidup di malam yang gelap dan enggan bahkan
menolak hidup di siang hari yang terang. Itulah letak kesalahannya.
.
Ringkas kata, sesungguhnya konteks (mafhum) hadis diatas adalah
menyuruh kaum muslim agar beraktifitas menerapkan ideologi Islam, yaitu
melalui penegakkan kembali daulah khilafah rasyidah mahdiyyah, sebagai
doktrin dan institusi politik ASWAJA.
.
KESALAHAN KETIGA :
.
Dawam Muallim sama sekali tidak memahami perbedaan antara TIDAK MAMPU
dan TIDAK MAU. Terkait dengan para syabab Hizbut Tahrir adalah tidak
mampu karena semuanya sudah mau bahkan sudah berjuang. Akan tetapi
menegakkan khilafah itu bukan hanya kewajiban atas Hizbut Tahrir, tetapi
kewajiban atas seluruh ummat Islam, tentu sesuai kesanggupannya
masing-masing. Sungguh, seandainya seluruh ummat Islam itu sudah mau dan
sudah berjuang, maka menegakkan khilafah itu mudah dan cepat, tidak
perlu bertahun-tahun. Sebagaimana ummat Islam dahulu, ketika khilafah
runtuh maka ummat segara menegakkannya dalam waktu dekat. Karena sudah
mau dan sudah berjuang. Begitu pula sekarang, ketika ummat sudah mau dan
sudah berjuang, maka tegaknya khilafah hanya menghitung pekan atau
bulan saja.
.
Ingat, bahwa ummat Islam adalah semua
muslim-muslimah yang ada di dalam semua jama'ah dan jam'iyyah
islamiyyah, dan berada di seluruh negeri-negeri Islam, bukan hanya di
Hizbut Tahrir.
.
Jadi firman Allah SWT dan sabda Nabi SAW diatas, yakni firman Allah Ta'ala :
لا يكلف الله نفسا إلا وسعها
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" (Albaqoroh: 286). Dan sabda Nabi saw :
وإذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم . رواه البخاري و مسلم
.
"Dan ketika aku perintah kalian dengan suatu perkara, maka
laksanakanlah ia, selagi kalian punya kesanggupan" (HR Bukhari dan
Muslim), keduanya sangat tepat ditujukan kepada para syabab Hizbut
Tahrir dan lainnya, yaitu mereka yang sudah mau dan sudah berjuang,
bukan kepada mereka yang masih belum mau dan belum berjuang.
.
AKHIR KALAM :
Dari pemaparan di atas, sangat tepat memasukkan penegakkan khilafah
untuk kesempurnaan kewajiban ber-Islam kaaffah ke dalam kaidah:
.
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
"Sesuatu yang perkara wajib tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka
sesuatu itu adalah wajib". Karena ber-Islam kaaffah itu tidak
disyaratkan dengan khilafah, dan penegakkan khilafah dicakup oleh dalil
wajibnya ber-Islam kaaffah, karena khilafah termasuk ajaran Islam ...
... ...
(Jadi siapa yang perlu diperiksakan ke RSJ terdekat)
.
Wallahu a’lam bish shawaab ...
http://www.abulwafaromli.com/…/…/hti-salah-pakai-kaidah.html
#KhilafahAjaranIslam Yang Akan Mewujudkan Rahmatan Lil Alamin