Friday, August 20, 2010

Penangkapan Ba'asyir Bermotif Politik dan Didalangi Desertir Brimob

Penangkapan Ba'asyir Bermotif Politik dan Didalangi Desertir Brimob
JAKARTA (voa-islam.com) – Penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dengan dugaan terkait terorisme di Aceh mengundang kecaman ormas-ormas Islam. Ketua Umum DPP FPI Habib Rizieq Syihab menyatakan sangat prihatin sekaligus mengecam penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir oleh Densus 88 saat sedang safari dakwah di Jawa Barat. DPP FPI menolak segala bentuk upaya “Terorisasi” Islam beserta tokoh dan umat Islam, karena penangkapan Ustadz Abu Bakar Baasyir dinilai sarat dengan kepentingan politik, antara lain: Politik Rekayasa Terorisme, Politik Pengalihan Issue, dan Politik Pemberangusan Gerakan Islam. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers yang disampaikan di kantor DPP Front Pembela Islam (FPI) Petamburan Jakarta, Senin (9/8/2010).
Hadir di dalam konfrensi pers tersebut para tokoh-tokoh Islam seperti; Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab (Ketua Umum DPP FPI), Munarman SH (Pimpinan Komando Laskar Umat Islam), Dr Jose Rizal Jurnalis (Ketua Presidium Mer-C), Ahmad Fatih (Pengurus JAT Wilayah Jakarta), dan para tokoh Islam dari berbagai ormas.
 
Politik Rekayasa Terorisme, menurut Habib Rizieq, terindikasi karena berbagai rekayasa  kasus oleh Polri telah terungkap, seperti Kasus Aan, Kasus pemulung menyimpan lintingan ganja, kasus Gayus dan lain-lain. Sedangkan Politik Pengalihan Issue digunakan untuk mengalihkan issue dari kasus-kasus besar seperti Century, kenaikan TDL, pencabutan subsidi BBM, rekening gendut perwira Polri, keterlibatan Polri dalam rekayasa berbagai kasus dan lain-lain. Sedangkan Politik Pemberangusan Gerakan Islam, lanjut Rizieq, adalah politik untuk menakut-nakuti para aktivis Islam yang concern dengan perjuangan penerapan syariat Islam.
…Penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dinilai sarat dengan kepentingan politik: Politik Rekayasa Terorisme, Politik Pengalihan Issue, dan Politik Pemberangusan Gerakan Islam…
Untuk menghadapi politik rekayasa terorisme itu, DPP FPI menyerukan kepada umat Islam untuk merapatkan barisan dan memperkokoh ukhuwah Islamiyah, serta melawan segala kezaliman, sekaligus melakukan pembelaan hukum terhadap Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Habib Rizieq menambahkan, saat ini DPP FPI telah mengidentifikasi bahwa kasus “Teroris Aceh” adalah rekayasa terorisme yang dimainkan oleh Sufyan Tsauri, seorang desertir Brimob.
“Sufyan Tsaurilah yang merekrut dan melatih para tersangka “Teroris Aceh” di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok Jawa Barat sejak tahun 2009,  sehingga tidak ada kaitannya dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir,” tegas Habib.
…Kasus “Teroris Aceh” adalah rekayasa terorisme yang dimainkan oleh Sufyan Tsauri, seorang desertir Brimob…
Usai membacakan Pernyataan Sikap DPP FPI, Habib Rizieq meminta kepada Kapolri untuk mengungkap siapa sebenarnya Sufyan Tsauri.
“Kami DPP FPI minta kepada bapak Kapolri untuk mempublikasikan siapa identitas Sufyan Tsauri? Di mana ia tinggal? Karena  sebenarnya dialah tokoh sentral yang merekrut, melatih, dia yang mendanai kelompok Aceh,” lanjut Habib.
Yang mencurigakan, menurut Habib, Sufyan Tsauri melakukan pelatihan di Mako Brimob, setelah itu anak-anak yang dilatih tadi dibawa ke Aceh latihan perang, lalu digrebeg, ditembaki, dan dituduh teroris. Sufyan Tsauri pula yang mensuplai senjata AK 47 lengkap dengan ribuan amunisi.
Habib berjanji akan membongkar rekayasa terorisme yang diotaki oleh deserter Brimob di hadapan Komisi III DPR RI.
…DPP FPI akan membongkar rekayasa terorisme yang diotaki oleh deserter Brimob di hadapan Komisi III DPR RI…
“Kami punya anak-anak yang ikut latihan di Mako Brimob, tapi dia tidak terlibat dalam latihan perang di Aceh. Sampai saat ini mereka kami amankan, kami akan bawa ke DPR RI komisi III kalau sudah siap,” janji Habib.
Sampai saat ini, para saksi kunci kasus rekayasa terorisme yang diotaki oleh deserter Brimob itu sedang diamankan oleh DPP FPI.
“Sekarang ini mereka kami amankan karena ini menyangkut nyawa mereka yang terancam. Mereka setiap saat bisa diculik, dibunuh oleh orang-orang yang merasa kepentingannya dirugikan,” kata Habib. “Kami khawatir rekayasa-rekayasa ini sengaja ingin melakukan terorisasi umat Islam padahal umat Islam bukan teroris hanya diterorisasikan,” pungkasnya.
Provokasi Menjelang Ramadhan
Menanggapi penangkapan amirnya, Pengurus Jamaah Anshorut Tauhid Wilayah Jakarta Ahmad Fatih menilai penangkapan itu sebagai bentuk provokasi terhadap umat Islam menjelang Ramadhan ini.
“Ini adalah provokasi terhadap umat Islam, karena Ustadz Abu merupakan salah satu pimpinan dari ormas Islam,” jelasnya.
...Ini adalah provokasi terhadap umat Islam, karena Ustadz Abu adalah salah satu pimpinan dari ormas Islam...
Karenanya, Fatih mengimbau kepada umat Islam untuk melakukan pembelaan terhadap Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dengan cara apapun yang dibenarkan oleh syariat.
“Kami menyatakan haram hukumnya berdiam diri dan tidak melakukan upaya apapun penzaliman terhadap Ustadz Abu Bakar Ba’asyir,” tegasnya. [taz, widiarto]
 
sumber : voaislam

TERORISME: Cerita Besar, Miskin Fakta Pendukung

TERORISME: Cerita Besar, Miskin Fakta Pendukung

Posted by: "Farid Gaban"
faridgaban@yahoo.com


faridgaban



Tue Aug 10, 2010 10:06 pm (PDT)

(dikutip dr milis jurnalisme:)

Cara polisi melebih-lebihkan drama penggerebegan dan ancaman terorisme
justru memunculkan kecurigaan ketika polisi sendiri nampak tak peduli
pada barang bukti yang katanya penting.

Pada 7 Agustus lalu, polisi menggerebeg sebuah rumah di Cibiru,
Bandung. Di samping menangkap penghuni, Humas Polri Edward Aritonang
mengatakan polisi juga menyita sejumlah bahan kimia dan mobil
Mitsubishi Galant sebagai barang bukti.

Bahan kimia dengan daya ledak lebih dahsyat dari C4, kata polisi, akan
dipaket dalam mobil sedan itu untuk meledakkan sasaran-sasaran yang
fantastis: iring-iringan rombongan presiden, markas polri, markas
Brimob, kedubes-kedubes asing, hoten-hotel internasional.

Cerita yang hebat dan fantastis. Tapi, bahkan polisi sendiri tak percaya pada kebenaran ceritanya.

Hari ini (11 Agustus), empat hari setelah kejadian, polisi ternyata
belum menyita mobil yang akan digunakan untuk kejahatan dahsyat tadi.

Jawa Pos hari ini menulis bahwa mobil Mitsubishi Galant Nomor Polisi B
1600 KE yang dimaksud masih ada di depan rumah yang digerebeg. Ada foto
sedan itu dan juga kutipan dari ketua RT setempat yang tak tahu kapan
sedan akan diambil polisi.

Jika seperti klaim Aritonang, mobil itu benar merupakan bukti kejahatan
yang demikian dahsyat dan luas, kenapa penyidikannya demikian ceroboh?
Barang bukti yang demikian penting belum diambil sampai hari keempat?

Atau polisi sendiri sebenarnya memang tak percaya pada cerita-cerita yang kedengaran "too good to be true" tentang terorisme?

Atau mereka terlalu sibuk membuat cerita-cerita baru, tentang Abu Bakar
Baasyir dan terorisme Aceh misalnya, yang membuat mereka lupa pada
detil yang membuat cerita mereka janggal.

Mereka takkan risau dituduh melakukan kebohongan, karena jarang sekali wartawan/media mempertanyakan kejanggalan itu.

fgaban

[Non-text portions of this message have been removed]

Ramadhan: Saatnya Berubah!

Ramadhan: Saatnya Berubah!
[Al Islam 519] Alhamdulillah, segala pujian dan rasa syukur kita panjatkan hanya kepada Allah SWT, Rabbul ‘alamin, atas nikmat kesempatan yang dihamparkan kepada kita hingga kita bisa kembali bersua dengan syahrul mubarak (syahrus shiyam). Tidak seorang pun dari kita bisa memastikan apakah masih ada kesempatan untuk bersua dengan syahrul maghfirah di 1432 H tahun depan. Karenanya, layak kiranya kita memaksimalkan bulan Ramadhan tahun ini sebagai medium yang efektif untuk melahirkan perubahan-perubahan penting dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat maupun bernegara.
Sadar atau tidak, dari tahun ke tahun ketika kita berkesempatan untuk bertemu dengan Ramadhan. Lalu kita menghiasinya dengan antusias dengan berbagai bentuk macam ibadah wajib maupun sunnah. Kita pun meninggalkan semua perkara yang membatalkan puasa; kita tinggalkan segala perkara yang haram hingga yang makruh, bahkan perkara mubah yang tidak ada nilai taqarrub-nya kepada Allah SWT. Singkatnya, Ramadhan kita isi sepenuhnya dengan ragam amal shalih.
Ramadhan di Tengah Keprihatinan
Sayang, dari Ramadhan ke Ramadhan berikutnya, ternyata hingga saat ini kita masih menyaksikan potret kehidupan umat Islam-yang hidup di negeri dengan julukan “zamrud katulistiwa”-yang penuh dengan keprihatinan yang luar biasa. Hasil sensus BPS tahun 2010 ini menunjukkan, dari jumlah penduduk Indonesia sekitar 230 juta, yang masuk kategori miskin sekitar 13% lebih atau (sekitar 30 juta lebih) itu pun jika menggunakan standar yang tidak manusiawi, yakni kemiskinan diukur dengan pendapatan perorang 1 dolar AS/hari (sekitar Rp 9 ribu). Kalau menggunakan standar Bank Dunia, yakni 2 dolar AS/hari (sekitar Rp 18 ribu) tentu kita akan menemukan angka lebih dari 100 juta penduduk miskin di Indonesia. Ironisnya, meski penduduknya banyak yang miskin, negeri ini termasuk negeri terkorup. Riset PERC (Political & economic Risk Consultancy) yang berbasis di Hongkong merilis bahwa Indonesia memiliki indek korupsi hampir “sempurna”; 9,07 dari angka maksimal 10. Padahal sumber APBN negeri ini 70%-nya dari pajak rakyat. Artinya, para koruptor di negeri ini banyak mengkorupsi uang rakyat.
Di negeri ini, meski sudah 60 tahun merdeka, faktanya masih ada 183 kabupaten tertinggal yang tersebar di kawasan Indoensia Timur (70%) dan kawasan Barat Indonesia (30%).
Potret ketidakadilan dalam penegakkan hukum juga demikian kasatmata. Hukum begitu rapuh dan “jompo” jika berhadapan dengan pemilik modal, pejabat dan penguasa; tetapi begitu “gagah” saat berhadapan dengan rakyat kecil dan tidak begitu “melek” hukum.
Kasus terorisme juga terus menampilkan sikap arogan aparat dengan menumpahkan darah rakyat begitu saja hanya bersandarkan pada dugaan atau baru diduga teroris. Langkah kontra-terorisme ini tampak sarat dengan pelanggaran HAM dan tercium kuat aroma “pesanan” dari negara penjajah AS dengan proyek “perang melawan terorisme”. Bahkan ada upaya pelembagaan “perang melawan terorisme” ini dengan lahirnya BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) sebagai proyek jangka panjang kontra-terorisme.
Perilaku “tak bernurani” dari para pejabat Pemerintah maupun DPR juga kerap menjadi berita dan fakta yang mengusik rasa keadilan masyarakat. Misal saja, munculnya uang aspirasi, dana plesiran pejabat, uang rumah atau banyak bentuk “saweran’ lainya sudah menjadi budaya politik di negeri Indonesia. Keadaan ini sangat bertolak belakang dengan kesulitan rakyat hari ini akibat kenaikan tarif dasar listrik (TDL), melambungnya harga berbagai kebutuhan pokok, belum lagi jika bulan depan Pemerintah menaikkan lagi harga BBM. Ironisnya, kenaikan harga yang menjadikan daya beli masyarakat turun dan melahirkan efek domino lainnya di anggap wajar oleh penguasa negeri (Presiden SBY).
Belum lagi jika kita berbicara tentang kebobrokan moral generasi kita, dengan munculnya banyak kasus asusila/pornografi-pornoaksi. Semua itu didukung oleh media yang seolah berupaya meracuni generasi Islam sekaligus mengarahkan mereka pada kultur dan budaya Barat yang bobrok, yang tentu saja berseberangan dengan budaya Islam.
Di sisi lain, penguasa negeri ini malah justru merasa bangga karena negeri ini menjadi negara demokrasi terbesar di dunia Islam. Padahal demokrasi-kapitalis yang diterapkan di negeri inilah yang menjadi akar lahirnya peradaban “sampah” di negeri ini.
Takwa: “Buah Manis” Puasa Ramadhan
Dengan melihat semua fakta ini, kita patut bertanya, bukankah negeri ini mayoritas penghuninya adalah Muslim? Bukankah mayoritas para pejabat/penguasa yang bertengger di kursi-kursi empuk mewah itu juga mayoritas Muslim? Bukankah mereka, saat memasuki bulan Ramadhan, berbondong-bondong antusias mengisinya dengan beragam ibadah agar bisa meraih takwa?
Bukankah setiap Muslim tahu bahwa takwa adalah buah manis yang harus diraih dari proses puasa yang dilakukan sebulan penuh selama Ramadhan? Namun, mengapa puasa Ramadhan seolah tidak memberikan pengaruh apa-apa kepada mereka? Mengapa usai Ramadhan mereka tidak terlahir menjadi pribadi yang baru, yakni pribadi yang benar-benar bertakwa sebagai buah dari puasa Ramadhan?
Tentu, dari Ramadhan ke Ramadhan berikutnya, setiap Muslim merindukan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya; kehidupan yang dinamis di bawah sebuah sistem yang sahih, yang bisa menenteramkan jiwa, memuaskan akal dan sesuai dengan fitrah manusia; kehidupan yang dipimpin oleh orang-orang salih, berpandangan jauh ke depan dan visi keumatannya lebih menonjol daripada visi dan kepentingan nafsu pribadinya. Semua itu landasannya adalah takwa. Takwalah yang menjadikan manusia meraih derajat paling mulia di sisi Allah SWT:
إِنَّ أَكرَمَكُم عِندَ اللَّهِ أَتقىٰكُم ۚ إِنَّ اللَّهَ عَليمٌ خَبيرٌ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa (QS al-Hujurat [49]: 13).
Takwa pula yang menjadi buah manis dari ibadah puasa selama Ramadhan:
يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنوا كُتِبَ عَلَيكُمُ الصِّيامُ كَما كُتِبَ عَلَى الَّذينَ مِن قَبلِكُم لَعَلَّكُم تَتَّقونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 183).
Tentu, Allah SWT tidak pernah menyelisihi janji dan firman-Nya. Jika umat ini mengerjakan ibadah puasa dengan benar (sesuai dengan tuntunan al-Quran dan as-Sunnah) dan ikhlas semata-mata mengharap ridla Allah SWT-seraya belajar memahami hakikat berbagai peribadatan untuk menjadikan dan membentuk jiwa seorang Muslim tunduk pada segala aturan (syariah) dan tuntunan yang dibawa Rasulullah saw.-niscaya hikmah takwa itu akan dapat terwujud.
Saatnya Berubah!
Sadarkah kita, bahwa Ramadhan bagi umat Islam itu bukan segalanya? Ramadhan adalah bagian dari bulan saat Allah SWT memerintahkan di dalamnya satu kewajiban, yakni ibadah puasa. Namun, kewajiban sebagai hamba Allah SWT tidak hanya sebatas puasa. Tentu masih banyak kewajiban lain selain puasa. Ya, Islam tidak sebatas puasa; atau sebatas shalat dan ibadah ritual lainnya. Namun, puasa bisa dijadikan titik tolak untuk menuju perubahan kehidupan kaum Muslim yang lebih baik secara keseluruhan.
Sejatinya, bagi setiap Muslim yang bertakwa, Ramadhan tidak akan berlalu begitu saja tanpa meninggalkan jejak ukiran yang terpahat kuat di dalam dirinya, yakni sebuah nilai kesadaran akan pentingnya kembali hidup taat dengan aturan Allah SWT.
Bagi seorang Muslim yang bertakwa, akidah dan syariah Islam adalah kebutuhan dan persoalan antara hidup dan mati. Akidah dan syariah Islam harus menjadi faktor penentu hidup ini berarti atau tidak, mulia atau hina, baik dalam di dunia maupun di akhirat kelak.
Karena itu, seorang Muslim yang bertakwa harus berani mengatakan “tidak” terhadap sekularisme. Ia harus segera membuang demokrasi dan mencampakkan ideologi Kapitalisme dengan semua nilai turunannya. Sebab, semua itu jelas-jelas bertentangan dengan akidah dan syariah Islam. Semua itu wajib dilakukan oleh setiap Muslim yang bertakwa selagi Allah SWT masih memberikan kesempatan dan sebelum datangnya ketentuan-Nya:
حَتّىٰ إِذا جاءَ أَحَدَهُمُ المَوتُ قالَ رَبِّ ارجِعونِ ﴿٩٩﴾ لَعَلّى أَعمَلُ صٰلِحًا فيما تَرَكتُ ۚ كَلّا ۚ إِنَّها كَلِمَةٌ هُوَ قائِلُها ۖ وَمِن وَرائِهِم بَرزَخٌ إِلىٰ يَومِ يُبعَثونَ ﴿١٠٠﴾
Hingga jika datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku bias berbuat amal salih sebagai ganti dari yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang dia ucapkan saja. Di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan (QS al-Mukminun []: 99-100).
Sudah menjadi fakta yang tidak terelakkan, jawaban atas carut-marutnya kehidupan kaum Muslim, khususnya di negeri ini, adalah kembali ke jalan Allah SWT, yaitu dengan menegakkan kembali hukum-hukum-Nya secara kaffah dalam institusi Daulah Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah. Sebab, tiada kemulian tanpa Islam, tiada Islam tanpa syariah, dan tidak akan pernah ada syariah yang kaffah kecuali dengan menegakkan Daulah Khilafah al-Islamiyah. Allah SWT berfirman:
وَيَومَئِذٍ يَفرَحُ المُؤمِنونَ ﴿٤﴾ بِنَصرِ اللَّهِ ۚ يَنصُرُ مَن يَشاءُ ۖ وَهُوَ العَزيزُ الرَّحيمُ ﴿٥﴾
Pada hari itu bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang Dia kehendaki dan Dia Mahaperkasa lagi Penyayang (QS ar-Rum [30]: 4-5).
KOMENTAR AL-ISLAM:
ADB: Utang RI Rp 1.625 Triliun Belum Mengkhawatirkan (Detik.com, 11/8/2010).
Bagi agen-agen penjajah seperti ADB, penderitaan rakyat negeri ini akibat utang tentu tak akan mengkhawatirkan.

[mediaumat] Ismail Yusanto: SBY Tidak Boleh Cuci Tangan, Bebaskan ABB!

Jakarta, mediaumat.com- Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto menilai pernyataan Istana Presiden yang mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak pernah memerintahkan Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri untuk menangkap Amir Jamaah Anshorut Tauhid Abu Bakar Ba'asyir dengan tuduhan terorisme adalah sebagai bentuk cuci tangan saja.
Ismail menyayangkan, semestinya presiden tidakboleh cuci tangan. Kalau memang tidak memerintahkan, SBY harus memanggil Kapolri dan menginstruksikan pembebasan ABB. "Kan presiden bisa bertindak, kalau memang polisi bertindak tidak pada tempatnya kan bisa dipanggil dan Ust Abu dibebaskan!" ujarnya kepada mediaumat.com Rabu, (11/8) pagi di Jakarta. Karena menurutnya, penangkapan ABB dengan tuduhan terkait terorisme adalah kedzaliman dan penangkapannya pun sangat semena-mena di pinggir jalan lagi padahal tempat tinggal dan kegiatan ABB sangat jelas.
"Ini merupakan tindakan dzalim dan semena-mena di tengah-tengah situasi kepolisian itu gagal total membereskan kasus-kasus yang menjadi sorotan masyarakat!" tegasnya. Masyarakat sedang mengawal penanganan kasus korupsi sampai kasus rekening gendut para perwira polisi yang mengindikasikan persekongkolan jahat dalam berbagai hal, mulai dari penggelapan pajak hingga makelar kasus. Lalu tiba-tiba polisi menangkap seorang ustadz yang sudah sepuh. Apalagi dengan tuduhan mendanai segala macam hanya dengan bukti rekaman video.
Ismail yakin bahwa ABB tidak terlibat tindak teroris apapun. Karena secara prinsip ABB sudah mengulang berkali-kali. Bahwa ia itu tidak setuju dengan berbagai pengeboman di Indonesia termasuk pula bom Bali I dan II itu. Lalu dasarnya apa kalau dikatakan ABB itu mendanai aktivitas terorisme? Apalagi tuduhan itu hanya berdasarkan rekaman video. Memang rekaman video itu ada, tetapi tidak ada hubungannya dengan teror.
"Karena rekaman itu adalah merupakan dokumentasi kegiatan untuk persiapan jihad ke Palestina saat Israel menyerang Gaza pada awal 2009 lalu!" tegasnya. Tetapi opini dikembangkan sedemikian rupa seolah-olah itu adalah video kegiatan terorisme dan ABB merestui tindak terorisme sehingga ada alasan bagi kepolisian untuk menangkapnya.
ABB itu merupakan figur yang ditakuti Amerika, jadi selama ini Amerika tidak akan pernah puas sampai ABB ditangkap. Makanya dicari-cari alasan untuk menangkapnya, akhirnya ketemu rekaman video itu. Jadi jelaslah pemerintah mengada-ada dan memaksakan diri sekedar untuk melampiaskan nafsu jahat Amerika.[]joko prasetyo
sumber : http://www.mediaumat.com/content/view/1539/28/
__._,_.___

GHULUW: Penyakit yang Membahayakan Umat

27/06/2010
GHULUW: Penyakit yang Membahayakan Umat
Oleh: Al Ustadz Zuhair Syarif
Ghuluw atau sikap yang berlebih-lebihan dalam agama merupakan penyakit yang sangat berbahaya dalam sejarah agama-agama samawi (langit). Dengan sebab ghuluw, zaman yang penuh dengan tauhid berubah menjadi zaman yang penuh kesyirikan. Zaman yang penuh dengan tauhid kepada Allah berlangsung sejak zaman Nabi Adam sampai diutusnya Nuh 'alaihis salam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu. (Jami'u al-Bayan juz 2 hal. 194. Ibnu Katsir menukilkan penshahihan al-Hakim pada Tafsir beliau juz 1 hal. 237)
Sejak zaman Nabi Nuh inilah syirik tumbuh dengan semarak, padahal kita ketahui bahwa syirik itu adalah dosa yang paling besar dalam bermaksiat kepada Allah. Dengan syirik itu pula akan terhapus pahala-pahala, diharamkan pelakunya masuk ke dalam surga dan dia akan kekal di dalam neraka. Dan pada zaman Nabi Nuh inilah awal mula kesyirikan terjadi.
Allah telah menerangkan dalam Kitab-Nya tentang ghuluw (sikap berlebihan di dalam mengagungkan, baik dengan perkataan maupun i'tiqad) kaum Nabi Nuh terhadap orang-orang shalih pendahulu mereka. Tatkala Nabi Nuh menyeru mereka siang dan malam, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi agar mereka hanya menyembah Rabb yang satu saja, dan menerangkan kepada mereka akibat-akibat bagi orang yang menentangnya. Tetapi peringatan tersebut tidaklah membuat mereka takut, bahkan menambah lari mereka dari jalan yang lurus, seraya mereka berkata:
وَقَالُوا لاَ تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلاَ تَذَرُنَّ وَدًّا وَلاَ سُوَاعًا وَلاَ يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا. ﴿نوح: ٢۳
Dan mereka berkata: "Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian, dan janganlah pula kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan janganlah pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nashr." (Nuh: 23)
Di dalam Shahih Bukhari dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, beliau berkata tentang firman Allah Subhanahu wa Ta'ala tersebut: "Mereka adalah orang-orang shalih di kalangan kaum Nabi Nuh, lalu ketika mereka wafat syaithan mewahyukan kepada mereka (kaum Nabi Nuh) agar meletakkan patung-patung mereka (orang-orang shalih tersebut) pada majlis-majlis tempat yang biasa mereka duduk dan memberikan nama patung-patung tersebut dengan nama-nama mereka, maka mereka pun melaksanakannya, namun pada saat itu belum disembah. Setelah mereka (generasi pertama tersebut) habis, dan telah terhapus ilmu-ilmu, barulah patung-patung itu disembah." (lihat Kitab Fathu al-Majid bab "Ma ja`a Anna Sababa Kufri Bani Adama wa Tarkihim Dienahum Huwal Ghuluw fis Shalihin")
Ibnu Jarir berkata: "Ibnu Khumaid berkata kepadaku, Mahran berkata kepadaku dari Sufyan dari Musa dari Muhammad bin Qais: "Bahwa Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr adalah kaum yang shalih yang hidup di antara masa Nabi Adam dan Nabi Nuh alaihimus salam. Mereka mempunyai pengikut yang mencontoh mereka dan ketika mereka meninggal dunia, berkatalah teman-teman mereka: "Kalau kita menggambar rupa-rupa mereka, niscaya kita akan lebih khusyu' dalam beribadah." Maka akhirnya mereka pun menggambarnya. Ketika mereka (generasi pertama tersebut) meninggal dunia, datanglah generasi berikutnya. Lalu iblis membisikkan kepada mereka seraya berkata: "Sesungguhnya mereka (generasi pertama) tersebut telah menyembah mereka (orang- orang shalih tersebut), serta meminta hujan dengan perantaraan mereka. Maka akhirnya mereka pun menyembahnya." (Shahih Bukhari dalam kitab tafsir [4920] surat Nuh)
Perbuatan kaum Nabi Nuh yang menggambar rupa-rupa orang-orang shalih yang meninggal di kalangan mereka ini berdasarkan anggapan mereka yang baik dan gambar-gambar ini belum disembah. Tapi ketika ilmu terhapus dengan kewafatan para Ulama dan ditambah dengan merajalelanya kebodohan, maka inilah kesempatan bagi setan untuk menjerumuskan manusia kepada perbuatan syirik dengan cara ghuluw terhadap orang-orang shalih dan berlebih-lebihan dalam mencintai mereka.
Timbullah pertanyaan di dalam benak kita, apa sebetulnya tujuan kaum Nabi Nuh menggambar rupa-rupa orang-orang shalih tersebut? Berkata Imam al-Qurthubi: "Sesungguhnya mereka menggambar orang-orang shalih tersebut adalah agar mereka meniru dan mengenang amal- amal baik mereka, sehingga mereka bersemangat seperti semangat mereka (orang-orang yang shalih), dan mereka beribadah di sekitar kubur-kubur mereka.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Senantiasa syaithan membisikkan kepada para penyembah kuburan bahwa membuat bangunan di atas kubur serta beri'tikaf di atasnya adalah suatu realisasi kecintaan mereka kepada para Nabi dan orang-orang shalih, dan berdoa di sisinya adalah mustajab. Kemudian hal semacam ini meningkat kepada doa dan bersumpah kepada Allah dengan menyebut nama-nama mereka. Padahal keadaan Allah lebih agung dari hal tersebut.." (Lihat Fathul Majid bab Ma Ja'a Anna Sababa Kufri Bani Adama wa Tarkihim Dienahum Huwal Ghuluw fis Shalihin)
Perbuatan semacam ini merupakan suatu kesyirikan yang nyata disebabkan oleh sikap ghuluw mereka terhadap orang-orang shalih. Dan akibat dari perbuatan mereka ini ialah kemurkaan Allah atas mereka dengan menenggelamkan mereka dengan adzab-Nya sehingga tidak tertinggal seorang pun dari mereka termasuk anak dan istri beliau sendiri yang kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah berfirman di dalam ayat-Nya:
مِمَّا خَطِيئَاتِهِمْ أُغْرِقُوا فَأُدْخِلُوا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوا لَهُمْ مِنْ دُونِ اللهِ أَنْصَارًا. وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لاَ تَذَرْ عَلَى الأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا. ﴿نوح: ٢٥- ٢٦
Dari sebab kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan kemudian dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapatkan seorang penolong pun selain Allah. Dan berkata Nuh: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun dari orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. (Nuh: 25-26)
As-Suddi berkata dalam menafsirkan ayat ini: "Allah mengabulkan doa Nabi Nuh, maka Allah memusnahkan semua orang-orang kafir yang ada di muka bumi termasuk anak beliau sendiri dikarenakan penentangannya kepada ayahnya." (Tafsir Ibnu Katsir tentang surah Nuh)
Maka demikianlah balasan bagi orang-orang yang ghuluw di masa kaum Nabi Nuh.
Sikap ghuluw ini terus terjadi dari zaman ke zaman dan masa ke masa sampai terjadi pula di masa Bani Israil. Kaum Yahudi yang menyatakan bahwa 'Uzair adalah anak Allah sebagaimana terjadi pula pada kaum Nashrani yang menyatakan bahwa al-Masih adalah anak Allah. Allah menjelaskan keadaan mereka di dalam ayat-Nya:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ. ﴿التوبة:۳۰ ﴾۰
Dan orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah." Dan orang-orang Nashrani berkata: "Al- Masih itu putera Allah." Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut-mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu, dilaknati Allah-lah mereka. Bagaimana mereka sampai berpaling?" (at-Taubah: 30)
Adapun penyebab sikap ghuluw orang-orang Yahudi terhadap 'Uzair adalah karena mereka melihat dari mukjizat-mukjizat yang terjadi pada 'Uzair seperti penulisan kitab Taurat dengan hafalannya setelah Taurat dihapus dari dada-dada orang-orang Yahudi, serta keadaan 'Uzair yang hidup kembali setelah wafat seratus tahun lamanya. Lalu setelah akal mereka sempit untuk membedakan perbuatan dan kekuasaan Allah dengan kemampuan manusia yang terbatas, maka mereka menyandarkan hal tersebut kepada 'Uzair dan mereka menyatakan bahwa 'Uzair adalah anak Allah sebagaimana Ibnu Abbas menyatakan: "Sesungguhnya mereka (Orang-orang Yahudi) menyatakan demikian ('Uzair anak Allah) karena mereka tatkala mengamalkan suatu amal yang tidak benar, Allah menghapus Taurat dari dada-dada mereka. 'Uzair pun berdoa kepada Allah. Tatkala itu kembalilah Taurat yang sudah dihapus dari dada-dada mereka turun dari langit dan masuk ke dalam batin 'Uzair. Kemudian 'Uzair menyuruh kaumnya seraya berkata: "Allah telah memberi Taurat kepadaku." Maka serta merta mereka mereka menyatakan: "Tidaklah Taurat itu diberikan kecuali karena dia anak Allah." Sedangkan di dalam riwayat lain beliau berkata: "Bakhtanshar ketika menguasai Bani Israil telah menghancurkan Baitul Maqdis dan membunuh orang-orang yang membaca Taurat. Waktu itu 'Uzair masih kecil sehingga dia dibiarkan (tidak dibunuh). Dan tatkala 'Uzair wafat di Babil seratus tahun lamanya kemudian Allah membangkitkan serta mengutusnya kepada Bani Israil, beliau berkata: "Saya adalah 'Uzair." Mereka pun tidak mempercayainya seraya menjawab: "Nenek moyang kami mengatakan bahwa 'Uzair telah wafat di Babil, dan jika engkau benar-benar adalah 'Uzair, diktekanlah Taurat kepada kami. Maka 'Uzair pun menuliskannya. Melihat hal itu mereka menyatakan: "Inilah adalah anak Allah." (Zadul Masi'ir Fii 'Ilmi At-Tafsir, oleh Ibnul Jauzi juz 3 hal 423-424)
Riwayat kedua ini menyatakan bahwa 'Uzair adalah seorang Nabi dari para Nabi Bani Israil. Setelah beliau meninggal seratus tahun lamanya, Allah membangkitkannya sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ ءَايَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. ﴿البقرة: ٢٥۹
Atau apakah kamu tidak (memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapa lama kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah, dan lihatlah keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali kemudian Kami membalutnya dengan daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang mati) dia pun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (al-Baqarah: 259)
Demikianlah asal usul orang-orang Yahudi menamakan 'Uzair sebagai anak Allah. Adapun perkataan orang-orang Nashrani bahwa Isa anak Allah atau sebagai Allah, ada dua sebab. Yang pertama karena Isa lahir tanpa bapak. Dan kedua karena dia mampu menyembuhkan orang buta dan bisu serta menghidupkan orang mati dengan izin Allah. (Kitab Mahabbatu ar-Rasul hal. 155)
Yang menyatakan demikian bukanlah shahabat-shahabat Nabi Isa sendiri, melainkan orang- orang yang ghuluw dari kalangan Nashrani setelah wafat beliau. Setelah selang beberapa waktu mereka menjadi musyrik dikarenakan perkataan mereka itu.
Allah telah membantah serta menerangkan sangkaan mereka yang tanpa dalil tersebut, yang menyebabkan mereka kafir. Allah berfirman:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ. ﴿المائدة: ٧٢
Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah ialah al-Masih putera Maryam... (al-Maidah: 72)
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلاَّ إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ. ﴿المائدة: ٧۳
Sungguh telah kafir orang yang menyatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga," padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (al-Maidah: 73)
Siksaan yang pedih di akhirat merupakan balasan orang-orang yang menyatakan bahwa Isa adalah putra Allah atau Isa adalah Allah. Dan mereka termasuk orang-orang kafir dan akan kekal di neraka. Mereka tidak mengetahui bahwa Isa adalah hanyalah seorang Rasul, dan dia hanyalah orang biasa yang dimuliakan dengan beberapa kekhususan, sebagaimana firman Allah Ta'ala:
مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلاَنِ الطَّعَامَ... ﴿المائدة: ٧٥
Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang Rasul, yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya para Rasul, dan Ibunya seorang yang benar, keduanya biasa memakan makanan..." (al-Maidah: 75)
Demikianlah umat-umat terdahulu terjebak ke dalam jurang dosa yang sangat dalam yaitu kesyirikan disebabkan sikap ghuluw mereka kepada orang-orang shalih.
Kerusakan seperti ini tak kunjung berhenti dan akan terus berulang sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa umat ini akan meniru peradaban kaum-kaum sebelumnya. Beliau bersabda:
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوْهُ قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ الْيَهُوْدُ وَ النَّصَارَى؟ قَالَ: فَمَنْ؟! (رواه البخاري ومسلم
Benar-benar kalian akan mengikuti sunnah-sunnah (jalan-jalan) orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai kalau mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamu akan mengikuti mereka. Kami (shahabat) bertanya: "Wahai Rasulullah, Yahudi dan Nashrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi?" (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan kita harus meyakini hadits ini bahwa umat ini akan mengikuti sunnah-sunnah umat-umat sebelum mereka seperti sikap ghuluw Yahudi dan Nashara. Hal ini telah terjadi di masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu yaitu ketika terjadi kekufuran yang bersumber pada sikap ghuluw kelompok Saba'iyah (pengikut Abdullah bin Saba', seorang Yahudi) terhadap Ali bin Abi Thalib sehingga mereka menyatakan bahwa Ali adalah Tuhan dan memiliki sifat ketuhanan. Kelompok ini lebih dikenal dengan sebutan Syi'ah Rafidlah yang pertama kali membuka pintu ghuluw terhadap Ali bin Abi Thalib dan kepada anak cucu beliau radhiallahu 'anhu.
Di antara sikap ghuluw yang ada kita juga bisa menemukan adanya sikap ghuluw yang dilakukan sekelompok dari orang-orang sufi terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan syaikh- syaikh mereka. Seperti tindakan mereka berdoa kepada Rasul, meminta bantuan (isti'anah), dan pertolongan (istighatsah) dengan memanggil-manggil beliau, atau mengusap-usap kubur beliau atau thawaf di sekelilingnya. Dan terkadang seperti itu pula mereka melakukan terhadap syaikh- syaikh mereka yang telah meninggal.
Di antara mereka ada yang bersikap ghuluw terhadap Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah di Baghdad, Syaikh al-Adawi di Mesir, Para Syaikh (yang dianggap, red) Wali Songo di Indonesia, serta di antara mereka ada pula yang bersikap ghuluw terhadap seorang tokoh yang difiguritaskan seperti Hasan al-Banna di Mesir yang dilakukan oleh sekelompok kaum muslimin dari kalangan firqah Ikhwanul Muslimin sampai di antara mereka ada yang mengatakan bahwa: "Hasan Al-Banna tidak mati, akan tetapi hidup di sisi Allah, akhlaknya adalah Al-Quran", sehingga beliau dijuluki sebagai asy-Syahid. Padahal beliau adalah seorang yang berakidahkan Sufi al- Hashafiyah Asy-Syadziliyah, sebagaimana yang dijelaskan oleh syaikh Farid Ahmad bin Manshur Ali Asy-Syabit di dalam Kitabnya Da'watu Ikhwanil Muslimin fi Mizanil Islam hal. 63. Diterangkan pula di dalam kitab tersebut bahwa Hasan al-Banna telah menolak hadits tentang turunnya Imam Mahdi di akhir zaman, serta akidah beliau yang telah menyimpang dari akidah para salafus shalih.
Demikianlah sikap ghuluw selalu ada di umat ini selama mereka menjauhi Al-Qur`an dan As- Sunnah serta pemahaman para shahabat radhiyallahu 'anhum. Dengan semakin jauhnya mereka dari al-Qur`an dan as-Sunnah, semakin besarlah kerusakan yang mereka lakukan disebabkan sikap ghuluw tersebut. Tidak sedikit dari kalangan muslimin khususnya orang-orang awam yang terjatuh ke dalam perbuatan syirik sebagaimana yang dilakukan di zaman Nabi Nuh 'alaihis salam.
Maka bagi kita haruslah ingat sabda beliau:
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِي الدِّيْنِ. (رواه أحمد وابن ماجه والنسائي وقال الشيخ الإسلام ابن تيمية في الإقتضاء ص ١٠٦، إسناده على شرط مسلم و وافقه الألباني في الصحيحة رقم ١٢٨٣
Hati-hatilah kalian terhadap perbuatan ghuluw di dalam agama, karena sesungguhnya hancurnya orang-orang sebelum kalian dikarenakan (sikap) ghuluw di dalam agama." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Nasa`i, dan berkata Syaikhul Islam di dalam Iqtidha hal. 106: Sanadnya dengan atas syarat Muslim, dan disepakati oleh Al-Albani di dalam ash-Shahihah 1283)
Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar menjauhkan kita dari sikap berlebih- lebihan di dalam beragama, dan agar Allah menunjuki kita serta kaum muslimin untuk kembali ke jalan-Nya yang lurus. Amin. Wallahu a'lam bis shawab.
Maraji':
1. Al-I'tisham oleh al-Imam asy-Syatibi
2. Al-Qur`an al-Karim
3. Dakwah Ikhwanul Muslimin fi Mizanil Islam oleh Syaikh Farid Ahmad bin Manshur Ali Asy- Syabt.
4. Kasyfus Syubhat oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
5. Kitab Fathul Majid oleh Asy-Syaikh Abdurrahman Ali Asy-Syaikh.
6. Mahabbatur Rasul Bainal Ittiba' Wa al-Ibtida' oleh Asy-Syaikh Abdurrauf Muhammad Utsman.
7. Tafsir Ibnu Katsir jilid 4.
http://www.eramuslim.net/?buka=show_main&id=346

Prinsip Asas Sistem Ekonomi Islam

10/07/2010
Prinsip Asas Sistem Ekonomi Islam
Oleh: ROSMAN MD SHAH
Berbicara tentang sistem ekonomi, lazimnya kefahaman akan jelas terarah kepada konsep asas ekonomi iaitu penawaran dan permintaan. Penawaran yang melebihi permintaan menyebabkan harga barangan jatuh sebaliknya jika permintaan melebihi penawaran, keuntungan pasti dapat dicapai dengan harga barangan yang tinggi.
Perkaitan antara penawaran dan permintaan ini bergantung kepada nilai matawang sesebuah negara tidak kira samada ia dalam bentuk Ringgit Malaysia, Dolar Amerika mahupun Riyal Saudi.
Secara ringkasnya ekonomi adalah aktiviti manusia yang terlibat dengan barangan, buruh, pekerjaan dan pertukaran barangan melalui import dan eksport.
Ekonomi sebenarnya bukan setakat kejayaan dalam bentuk perdagangan import dan eksport, jual beli secara konvensional atau pun sistem barter yang diamalkan oleh tamadun awal manusia. Ekonomi adalah satu sistem yang menyeluruh merangkumi soal kebijaksanaan, etika dan prinsip tertentu untuk menjana ketamadunan manusia dan kekukuhan ekonomi sesebuah negara.
Prinsip asas sistem ekonomi Islam adalah unik berbanding sistem ekonomi lain waima sistem ekonomi British yang diagung-agungkan oleh Barat. Adam Smith, ahli ekonomi Barat pada abad ke-18 menegaskan prinsip asas ekonomi Barat seperti berikut: hak harta persendirian, kuasa individu seperti pemerintah atau raja (pemonopoli mata wang), keyakinan, rasional dan keadaan ekonomi itu sendiri.
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya "Ihya Ulumuddin" mentakrifkan ekonomi sebagai `Iqtisad`. Sementara itu, As-Sadr mengulas mengenai `Iqtisad` dengan meletakkan tiga prinsip asas yang digabung jalin secara teoritikal dan praktikal dalam sistem ekonomi Islam. Prinsip-prinsip itu adalah prinsip pemilikan harta bersandarkan bahawa semua harta adalah kepunyaan Allah, prinsip keadilan sosial dan prinsip kebebasan berekonomi dengan batasan tertentu (mengikut syariah Islamiah).
Allah berfirman yang bermaksud:
“Kepunyaan Allah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hati atau kamu sembunyikannya, nescaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendakiNya dan menyiksa siapa yang dikehendakiNya. Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu.” (Surah al-Baqarah: 284)
Firman-Nya lagi :
“Kerajaan Allah segala apa yang ada dilangit dan di bumi. Dan Allah Maha Berkuasa ke atas segala sesuatu.” (Surah ali-Imran:189)
Jelas di sini, bahawa Islam meletakkan umat manusia sebagai pengurus, pelaksana segala apa yang diwujudkan oleh Allah di atas muka bumi ini sebagai khalifah. Justeru, dalam ekonomi Islam, pelaku ekonomi adalah khalifah yang memakmurkan, menjana segala sumber alam dalam proses mentadbir jagat raya ini. Ini bermakna manusia bertanggungjawab secara langsung terhadap Allah kerana sumber ekonomi manusia datangnya daripada Allah yang memiliki alam ini.
Oleh yang demikian, tugas pemakmuran ekonomi ini dipertanggungjawabkan kepada pemerintah dan individu itu sendiri bertunjangkan prinsip syariah Islamiah. Soal halal-haram termaktub dalam prinsip ekonomi berlandaskan Islam ini.
Komponen kedua sistem ekonomi Islam adalah prinsip keadilan sosial. Ia boleh dianggap sebagai yang terpenting kerana ekonomi Islam tidak berkonsepkan monopoli hak sehingga menindas pihak lain. Imejan keadilan sosial ini disulami dengan dua tunjang iaitu tanggungjawab secara umum dan keseimbangan sosial masyarakat.
Tabatebaei, seorang penganalisis ekonomi Islam berpendapat, tanggungjawab secara umum itu disimpulkan kepada berpegang kepada tali Allah. Konsep mentauhidkan Allah membantu kecemerlangan ummah khususnya dalam mengurus, menjana dan meningkatkan ekonomi masyarakat. Sebagai umat Islam, wajib untuk mempercayai adanya akhirat. Oleh itu, demi mendapat sejahteraan di alam akhirat kelak, pengurusan ekonomi khususnya dan pekerjaan lain amnya harus dilakukan sebaik mungkin dengan penuh rasa ikhlas, tawadduk dan sempurna tanpa meninggalkan perkara wajib yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul.
Sementera itu, keseimbangan sosial yang digariskan dalam sistem ekonomi Islam adalah soal perkara-perkara asas dalam hubungan sesama manusia. Berzakat dan mengelakkan perbuatan riba adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam. Dalam ertikata lain, zakat adalah ‘penyucian harta’ setelah cukup nisab dan khaulnya kerana terdapatnya hak kumpulan fakir miskin yang wajib dibantu. Prinsip asasnya di sini adalah Islam tidak menggalakkan kecemburuan sosial dan jurang ekonomi yang luas antara golongan miskin dan kaya.
Firman Allah dalam al-Quran yang bermaksud:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang yang miskin, pengurus-pengurus zakat (amil), para mualaf (golongan baru memeluk Islam), untuk budak (memerdekakan), orang yang berhutang di jalan Allah dan musafir yang sedang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan oleh Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Surah at-Taubah: 90)
Begitu juga dengan riba. Islam melarang umatnya mengamalkan riba (bunga yang tinggi) kerana ia jelas menindas orang lain terutama mereka yang kurang berkemampuan. Secara logiknya, mengenakan riba ke atas sesuatu barangan memang menguntungkan para peniaga.
Namun dari satu sudut, riba boleh menyebabkan berlakunya ketidakseimbangan ekonomi. Kuasa beli pengguna akan semakin mengecil dan nilai matawang juga akan merosot. Sekiranya keadaan ini berlaku, ekonomi akan menjadi tidak menentu.
Soal halal-haram begini dan impaknya ke atas pihak lain, tidak pernah ada dalam kamus ekonomi Barat. Apa yang dipentingkan adalah sistem ekonomi yang dilaksanakan itu dapat memberikan keuntungan kepada pelaku ekonomi. Dalam ertikata lain ‘matlamat menghalalkan cara’ tidak kira walau apa pun sistem yang dilaksanakan, keuntungan tetap menjadi isu utama bukannya soal keadilan sosial sebagaimana yang dianjurkan oleh Islam.
Umat Islam seharusnya bersyukur dengan wujudnya satu sistem ekonomi Islam yang benar-benar mapan ke arah merealisasikan ummah yang cemerlang daripada aspek sahsiah, jasmani, emosi, rohani dan ekonominya.
Published by Goes Droen
http://www.eramuslim.net/?buka=show_syariah&id=63
__._,_.___

CIRI EKONOMI ISLAM

18/05/2009
CIRI EKONOMI ISLAM
Oleh: Habib Muhammad Rizieq Syihab, MA
Pembeda Utama antara Sistem Ekonomi Islam dan Sistem Ekonomi lainnya adalah sumbernya. Sistem Ekonomi Islam lahir dari sumber wahyu, sedang yang lain datang dari sumber akal. Karenanya, ciri Ekonomi Islam sangat khas dan sempurna, yaitu : Ilahiah dan Insaniah.
Berciri ilahiah karena berdiri di atas dasar aqidah, syariat dan akhlaq. Artinya, Ekonomi Islam berlandaskan kepada aqidah yang meyakini bahwa harta benda adalah milik Allah SWT, sedang manusia hanya sebagai khalifah yang mengelolanya (Istikhlaf), sebagaimana diamanatkan Allah SWT dalam surat Al-Hadiid ayat 7. Dan Ekonomi Islam berpijak kepada syariat yang mewajibkan pengelolaan harta benda sesuai aturan Syariat Islam, sebagaimana ditekankan dalam surat Al-Maa-idah ayat 48 bahwa setiap umat para Nabi punya aturan syariat dan sistem.
Serta Ekonomi Islam berdiri di atas pilar akhlaq yang membentuk para pelaku Ekonomi Islam berakhlaqul karimah dalam segala tindak ekonominya, sebagaimana Rasulullah SAW mengingatkan bahwasanya beliau diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan-kemuliaan akhlaq.
Berciri insaniah karena memiliki nilai kemanusiaan yang tinggi dan sempurna. Sistem Ekonomi Islam tidak membunuh hak individu sebagaimana Allah SWT nyatakan dalam surat Al-Baqarah ayat 29 bahwa semua yang ada di Bumi diciptakan untuk semua orang. Namun pada saat yang sama tetap memelihara hak sosial dengan seimbang, sebagaimana diamanatkan dalam surat Al-Israa ayat 29 bahwa pengelolaan harta tidak boleh kikir, tapi juga tidak boleh boros.
Di samping itu, tetap menjaga hubungan dengan negara sebagaimana diperintahkan dalam surat An-Nisaa ayat 59 yang mewajibkan ketaatan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW serta Ulil Amri yang dalam hal ini boleh diartikan penguasa (pemerintah) selama taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Dengan kedua ciri di atas, aktivitas Sistem Ekonomi Islam terbagi dua : Pertama, individual yaitu aktivitas ekonomi yang bertujuan mendapatkan keuntungan materi bagi pelakunya, seperti perniagaan, pertukaran dan perusahaan. Kedua, sosial yaitu aktivitas ekonomi yang bertujuan memberikan keuntungan kepada orang lain, seperti pemberian, pertolongan dan perputaran.
Sekurangnya ada 15 (lima belas) aktivitas Ekonomi Islam yang bersifat individual, yaitu: Al-Bai’, As-Salam, Ash-Shorf, Asy-Syirkah, Al-Qiradh, Al-Musaqah, Al-Muzara’ah, Al-Mukhabarah, Al-Ijarah, Al-Ujroh, Al-Ji’alah, Asy-Syuf’ah, Ash-Shulhu, Al-Hajru, dan Ihya-ul Mawat.
Kelimabelas aktivitas ekonomi di atas merupakan pintu mencari keuntungan materi yang dihalalkan Syariat Islam. Setiap individu bebas menjadi pelaku aktivitas ekonomi di atas dan bebas pula mengais keuntungan sesuai dengan rukun dan syarat yang ditetapkan syariat untuk tiap-tiap aktivitas tersebut.
Ada pun aktivitas Ekonomi Islam yang bersifat sosial sekurangnya juga ada 15 (lima belas), yaitu : Ash-Shodaqah, An-Nafaqoh, Al-Hadiyah, Al-Hibah, Al-Waqf, Al-Qordh, Al-Hawalah, Ar-Rahn, Al-‘Ariyah, Al-Wadi’ah, Al-Wakalah, Al-Kafalah, Adh-Dhoman, Al-Luqothoh, dan Al-Laqith.
Dalam kelimabelas aktivitas ekonomi di atas para pelakunya tidak dibenarkan mengambil keuntungan untuk dirinya, melainkan ditujukan untuk memberi keuntungan kepada orang lain. Misalnya, dalam aktivitas Al-Qordh (Utang), si pemilik piutang (yang memberi utang) tidak dibenarkan mengambil ”untung” dengan mensyaratkan ”kelebihan” kepada orang yang berutang dalam pengembalian utangnya, walau satu sen, karena Al-Qordh adalah bentuk bantuan dan pertolongan kepada orang lain, bukan perniagaan, sehingga ”keuntungan” apa pun bagi pemberi utang yang disyaratkan dalam utang menjadi Riba yang diharamkan syariat, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Imam Ath-Thabrani rhm dalam Al-Mu’jam Al-Kabir.
Menariknya, dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Majah rhm disebutkan bahwa Rasulullah SAW melarang pemberi utang untuk menerima hadiah atau memanfaatkan pinjaman barang apa pun dari orang yang berutang sebelum utangnya dilunasi, kecuali jika di antara keduanya sudah sering saling memberi hadiah atau meminjamkan barang dari sebelum adanya utang. Salah satu hikmah pelarangan ini adalah untuk menjaga kemurnian nilai sosial dan memelihara kemuliaan jiwa kepedulian tanpa pamrih yang ada dalam aktivitas Al-Qardh.
Selain itu, dalam rangka melindungi keseimbangan individual dan sosial dalam aktivitas ekonomi umat, maka Sistem Ekonomi Islam membuat proteksi yang tinggi dari segala penyimpangan perilaku ekonomi yang mengancam dan membahayakan keseimbangan tersebut. Untuk itu ada 8 (delapan) perilaku ekonomi menyimpang yang diharamkan syariat, yaitu : Ikrah (Pemaksaan), Ghashb (Perampasan), Gharar (Penipuan), Ihtikar (Penimbunan), Talaqqi Rukban (Pertengkulakan), Qimar (Perjudian), Risywah (Suap), dan Riba (Rente).
Lebih dari itu, Sistem Ekonomi Islam tidak hanya menjaga keseimbangan antara hak individu dan hak sosial, bahkan antara hak Khaliq dan hak makhluq. Karenanya, Ekonomi Islam disebut sebagai Ekonomi Wasathiyah (Ekonomi Pertengahan) yaitu sistem ekonomi yang menjaga tawazun (keseimbangan) antara : Hak Allah dan Hak Manusia, Hak Dunia dan Hak Akhirat, Hak Individu dan Hak Sosial, Hak Rakyat dan Hak Negara.
Berbeda dengan Sistem Ekonomi Barat, baik Kapitalis mau pun Komunis, yang hanya mengenal materi, angka dan untung-rugi, serta hanya bertujuan untuk : Pengendalian Pasar, Mengalahkan Pesaing, Memperkaya Diri dan Merugikan Orang.
Sepintas memang Kapitalis berbeda dengan Komunis. Kapitalis sangat individualisme dimana secara teori hanya fokus kepada : Membela Individu dan Membunuh Sosial. Sedang Komunis sangat sosialisme dimana secara teori hanya fokus kepada : Membela Sosial dan Membunuh Individu. Namun jika diperhatikan lebih mendalam, ternyata keduanya sama bermadzhab Materialisme yang bertujuan materi semata, dan sama berperisai Demokrasi untuk menghalalkan segala cara agar bebas mengais keuntungan, sehingga pada prakteknya, baik Kapitalis mau pun Komunis, tetap saja sama mengorbankan rakyat kecil.
Landasan sosio-ekonomi Barat, baik Kapitalis mau pun Komunis, adalah Riba yang merupakan cerminan dari pengambilan, kekejian, kekikiran, keegoisan dan ketamakan. Sedang landasan sosio-ekonomi Islam adalah Sedekah yang merupakan cerminan dari pemberian, kesucian, kemurahan, kesetia-kawanan dan ketulusan.
Dengan demikian, Sistem Ekonomi Islam tidak bisa disamakan dengan Sistem Ekonomi Kapitalis yang kini tampil dengan Ekonomi Neo Liberal nya dan sering mengklaim sebagai Sistem Ekonomi Modern. Dan Sistem Ekonomi Islam juga tidak bisa disamakan dengan Sistem Ekonomi Komunis atau yang kini tampil dengan Ekonomi Neo Sosialis nya dan sering mengklaim sebagai Sistem Ekonomi Kerakyatan.
Sistem Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ekonomi sempurna yang sudah teruji dan telah membuktikan kesempurnaan sistemnya selama tidak kurang dari 1300 tahun, yaitu sejak dari awal abad ke 7 Miladiyah saat kepemimpinan Rasulullah SAW s/d awal abad ke 20 Miladiyah saat kejatuhan Kekhilafahan Islam. Dan kini, di Millenium ke-3, Sistem Ekonomi Islam mulai bangkit kembali, dan sistem ini pasti berjaya sebagaimana pernah berjaya sebelumnya. Sedang Sistem Ekonomi Barat yang kini dibanggakan, masih sangat muda sekali umurnya dan belum teruji dengan baik, bahkan kini sedang mengalami kebangkrutan global untuk menuju kehancuran.
Kenapa Sistem Ekonomi Islam mampu berjaya sekian lama ? Jawabnya, karena sistem ini berciri ilahiah dan insaniah, dimana selalu menjaga keseimbangan aktivitas ekonominya. Lihat saja, di negeri-negeri Kapitalis pajak tinggi walau cari uang mudah, dan sebaliknya di negeri-negeri Komunis cari uang susah walau pajak rendah. Jadi, tidak pernah seimbang, selalu di posisi sulit bagi pelaku ekonominya. Sedang di Negara Islam yang berekonomi Islam, alhamdulillah, cari uang mudah dan pajak rendah. Itulah yang ditawarkan oleh Sistem Ekonomi Islam.
Ironisnya, di negeri kita yang mayoritas berpenduduk muslim terbesar di dunia : cari uang susah dan pajak tinggi ! Kasihan betul rakyatnya. Solusinya : Tegakkan Sistem Ekonomi Islam ! Allahu Akbar ! (mj/www.suara-islam.com)
http://www.eramuslim.net/?buka=show_syariah&id=55