Friday, April 30, 2010

ZAKAT PROFESI

ZAKAT PROFESI ( semoga sebagai muslim dan muslimah kita tau penghitungan zakat , smoga bermanfaat )

Assalamu’alaikum wr. Wb.
Setiap bulan saya dapat gaji Rp 4.500.000. Berapa zakat yang harus saya bayarkan bisakah perbulan ditunaikan? Apakah langsung d potong 2.5 persen atau dipotong setelah kita gunakan untuk keperluan harian atau bulanan yah?

Terima kasih
wasalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
JodiJakarta

JAWABAN

Wa’alaikum Salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaan Bapak Jodi yang baik.

Zakat penghasilan atau zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun bersama dengan orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) halal yang memenuhi nisab (batas minimum untuk wajib zakat). Para ulama klasik dan kontemporer dalam menentukan tarif zakat profesi juga berbeda, pendapat yang masyhur adalah pendapat Umar bin Abdul Azis, Muhammad Abu Zahrah, Abdurahman Hasan, Abdul Wahhab Khollaf, Yusuf Qaradhawi, Syauqy Shahatah dan yang lainnya sepakat bahwa tarif zakat penghasilan profesi adalah 2,5 %. Ulama menjelaskan zakat bisa ditunaikan perbulan dengan analogi zakat tanaman atau setahun sekali dengan analogi zakat perdagangan. Namun untuk kehati-hatian umumnya menyarankan setiap bulan sekali saat mendapatkan penghasilan/gaji.

Perintah adanya zakat profesi adalah perintah keumuman lafadz Firman Allah Swt yang artinya:“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik...” (QS. Al-Baqarah(2): 267)
Keumuman hadits, Rasulullah SAW bersabda,:"Tidak ada zakat pada hasil tanaman yang kurang dari lima wasaq." (HR Ahmad dan al-Baihaqi dengan sanad Jayyid) Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara, yaitu:

1. Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor secara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh: Penghasilan Bapak Jodi dengan gaji Rp 4.500.000 tiap bulan, nishab zakat penghasilan adalah setara dengan 520 kg beras (asumsi harga beras @Rp 4.000/kg, maka nishabnya 520 x 4000 = Rp 2.080.000), Karena penghasilan bapak melebihi nishab berarti wajib zakat sebesar: 2,5% x 4.500.000= Rp 112.500 per bulan.


2. Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini dianggap lebih adil diterapkan bagi mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Penghasilan Bapak Jodi dengan gaji Rp 4.500.000 tiap bulan dan kebutuhan pokok/hutang Rp. 1.500.000,- nishab zakat penghasilan adalah setara dengan 520 kg beras (asumsi harga beras @Rp 4.000/kg, maka nishabnya 520 x 4000 = Rp 2.080.000), oleh karena itu perhitungan zakatnya sebesar : 2,5% x (4.500.000 - 1.500.000) = Rp 75.000 per
bulan. Berarti, karena penghasilan bapak melebihi nishab wajib zakat sebesar: 2,5% yaitu Rp 75.000 per bulan.

Al-hasil, Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa ada dua pendapat ulama yang menjelaskan zakat profesi 2.5% boleh diambil dengan cara netto (penghasilan bersih setelah dipotong dengan kebutuhan pokok ) dan brutto (penghasilan kotor secara langsung).
Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.

Zakat PNS

Assalamu’alaikum wr. Wb.
Bagaimanakah cara menghitung zakat profesi bagi PNS kalau ingin menunaikannya setahun sekali, dengan perincian gajian Rp. 3.300.000 perbulan dan bayar hutang/kebutuhan pokok Rp.1000.000? Dan bagaimana perhitungan waktu mengeluarkan zakatnya? Mohon penjelasannya.
Terima kasih

Wasalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Tuti - Bekasi

Jawaban
Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaan Ibu Tuti yang baik.

Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi jika sudah mencapai nilai tertentu (nishab). Profesi yang dimaksud juga mencakup profesi pegawai negeri sipil (PNS) atau swasta, dan lain-lain.Dr. Yusuf Qardhawi menjelaskan seorang pegawai jika cukup nishab wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5%. Ulama fiqih kontemporer menjelaskan zakat profesi dapat ditunaikan baik sebulan sekali maupun bisa juga setahun sekali.

Adapun dalil ditunaikannya zakat setahun sekali, sebagaimana sabda Rasulullah saw bersabda : “Tidak ada kewajiban zakat atas harta sehingga telah berlalu atasnya satu tahun” (HR. Abu Daud). Zakat profesi yang dikeluarkan setahun sekali itu juga harus mencukupi nishab emas 85 gram.

1. Simulasi Perhitungan zakat Ibu Tuti:
A. PemasukanPemasukan Rp. 3.300.000,- x 12 = Rp. 39.600.000,-Hutang (kredit)
Rp. 1.000.000 x 12 = Rp. 12.000.000,- Total Bersih Pendapatan: Rp. 27.600.000,-

B. NishabNishab senilai emas 85 gram (harga emas sekarang @se-gram Rp. 300.000)
= Rp. 25.500.000,-

C. Zakatkah?

Berdasarkan simulasi data pemasukan Ibu Tuti tersebut (Rp. 27.600.000,-) berarti Ibu wajib. Sebesar 2,5% x Rp. 27.600.000,- = Rp. 690.000,- (setahun) bisa juga dikeluarkan perbulan menjadi Rp. 57.500,- (khawatir pertahun memberatkan).

2. Adapun mengenai kapan waktu dimulainya perhitungan haul untuk ketentuan membayar zakat harta/profesi setahun sekali, ulama menjelaskan dihitung kepemilikan hartanya tersebut sudah berlalu masanya dua belas bulan Qomariyah. Ustman bin Affan R.a. pernah menyerukan kepada kaum muslimin ketika bulan Muharram tiba “Bulan ini adalah bulan kalian membayar zakat kalian, siapa yang memiliki hutang hendaklah dibayarnya sehingga kalian daapat menunaikan kewajiban zakat harta kalian”. Tapi sebagian ulama memberikan kebebasan untuk menentukan perhitungan tahun tersebut, yang penting genap satu tahun dengan tidak mempermasalahkan harus dimulai pada bulan Muharram atau boleh saja ditunaikan zakat pada bulan lainnya dengan syarat cukup nishab dalam satu tahun. Misal tahun lalu Ibu Tuti menunaikan zakatnya pada tahun lalu bulan Rajab 1430 H, berarti tahun berikutnya wajib zakat bulan Rajab 1431 H, atau juga bisa ditunaikan bulan Februari 2009, berarti tahun berikutnya Ibu wajib menunaikannya pada bulan Februari 2010.

Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan menurut para ahli fiqih mereka sepakat wajib dikeluarkan nya zakat secara segera dan tidak boleh mengakhirkannya. Sebab, zakat merupakan hak yang wajib diserahkan kepada manusia/mustahik.Demikian
semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.

Di ambil dari : Tulisan hasil konsultasi zakat bersama Muhammad Zen, MA yang diterbitkan oleh Majalah Sharing (Inspirasi Ekonomi dan Bisnis Syariah) edisi 39 Thn. IV bulan Maret 2010, h. 45. (Kerja sama IMZ-majalah Sharing), semoga bermanfaat.

Tulisan ini dimuat di situs:
http://eramuslim.com/konsultasi/zakat/penghitungan-zakat-bln-untuk-penghasilan-yg-tdk-tetap.htm
Semoga bermanfaat

Penghitungan Zakat/bln Untuk Penghasilan Yg Tdk Tetap
Selasa, 06/04/2010 17:05 WIB | email | print | share

assalaamu'alaikum wr.wb

nominal gaji suami saya tidak tetap setiap bln nya,trus kalo ingin dkeluarkan zakat/bln nya hitungan nya bgmn? terima kasih atas jwbnnya,

wassalaam
ati
Jawaban


Wa’alaikum salam wr. wb. Terima kasih atas pertanyaannya Ibu ati yang super.

Kekayaan apapun yang kita dapatkan itu semua adalah amanah dan sama sekali bukan milik kita semua. Ada hak orang lain yang wajib ditunaikan dan disisihkan dari penghasilan kita. “ dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). ” (QS. Al-Ma'arij (70): 24-25)

Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (berupa gaji, upah atau honor) jika sudah mencapai nilai tertentu (nishab). Profesi yang dimaksud mencakup profesi pegawai negeri sipil (PNS) atau swasta, dan lain-lain.

Harta yang kita peroleh dari apa-apa yang kita usahakan apabila telah mencapai nisab atau haul maka hal itu wajib dizakati, termasuk gaji. Perintah zakat atas profesi/gaji adalah perintah adanya keumuman lafaz Surat Al-Baqarah[2] 267: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik".

Ulama menjelaskan zakat wajib dipungut dari gaji ada dua pendapat ulama dalam hal ini:

Pertama; zakat profesi/gaji dianalogikakan dengan zakat pertanian, dikeluarkan zakatnya saat menuai panen/mendapatkan hasil/gaji/upah
sebulan sekali, dengan syarat cukup nishab (520 kg beras), jika harga beras yang biasa dikonsumsi Rp 5.000 maka nishabnya 520 x 5000 = Rp 2.600.000. Kalau gaji suami Ibu Ati perbulan sudah mencapai nishab, maka wajib zakat sebesar 2,5% x Rp. 2.600.000 = Rp. 65.000. Demikian juga apabila gaji yang tidak tetap itu pada bulan berikutnya didapatkan melebihi nishab (misal Rp 2.800.000), maka wajib berzakat sebesar 2,5% x Rp. 2.800.000 = Rp.70.000. Sebaliknya jika gaji tidak tetap bulan berikutnya suami Ibu Ati didapatkan kurang dari nishab (misal Rp 1.200.000) maka tidak wajib zakat dan sangat dianjurkan untuk bersedekah yang juga besar fadilahnya. "Sesungguhnya beruntunglah orang yangmensuci-kan jiwa itu". (QS. Asy-Syams: 9)

Lebih jelasnya dibawah ini ada contoh lain dari perhitungan zakat gaji dan profesi yang tidak tetap dikeluarkan tiap bulan tergantung pendapatan gaji perbulan:

1. Suami Ibu Ati adalah seorang menejer di sebuah perusahaan terkemuka dengan penghasilan tiap bulan : a. Gaji resmi Rp. 7.000.000,- b. Bonus kelebihan target produksi Rp. 2.000.000,- c. Pendapatan dari dinas luar Rp. 500.000,- d. Pendapatan lain-lain Rp. 900.000,- Jumlah : Rp. 10.400.000,- (berarti bulan ini melebihi nishab)
Nishab (520 kg beras x Rp 5.000 maka nishabnya sebesar Rp 2.600.000.)
Besarnya zakat: 2,5% x Rp. 10.400.0000,- = Rp.260.000,-/bulan

2. Suami Ibu Ati adalah seorang dokter spesialis anak yang bekerja di sebuah Rumah Sakit Pemerintah dengan penghasilan tiap bulan: a. Gaji resmi Rp. 3.000.000,- b. Buka praktek di rumah Rp. 6.000.000,- c. Pendapatan lain Rp. 2.000.000,- Jumlah: Rp. 11.000.000,- (berarti gaji bulan ini melebihi nishab) Nishab (520 kg beras x Rp 5.000 maka nishabnya sebesar Rp 2.600.000.)
Besarnya zakat: 2,5% x Rp. 11.000.000,- = Rp. 275.000,-

Kedua; zakat profesi/gaji dianalogikakan dengan zakat emas/perdagangan ditunaikan setahun sekali dengan nishab emas 85 gram asumsi
harga emas sekarang @se-gram Rp. 300.000 berarti setara dengan Rp. 25.500.000,- , Perhitungan zakat gaji dari pendapat ini di mana semua gaji suami Ibu diakumulasikan selama setahun dan ditunaikan zakatpun setahun sekali sebesar 2,5%.

Simulasi Contoh Perhitungan zakat Gaji Suami Ibu Ati:

A. Pemasukan Pemasukan
Gaji Suami Ibu Ati: - Bulan 1-4 Rp. 3.000.000,- x 4 = Rp. 12.000.000 - Bulan
5-7 Rp. 2.700.000,- x 3 = Rp. 8.100.000 - Bulan 8-10 Rp. 3.500.000,- x 3 = Rp.
10.500.000 - Bulan 11-12 Rp. 5.000.000,- x 2 = Rp. 10.000.000 Total Bersih
Pendapatan: Rp. 40.600.000,-

B. Nishab Nishab senilai emas 85 gram (harga emas sekarang @se-gram Rp. 300.000) = Rp. 25.500.000,- C.

Zakatkah? Berdasarkan simulasi data pemasukan gaji Suami Ibu Ati tersebut (Rp. 40.600.000,-), sebab melebihi nishabnya (85 gram emas = Rp. 25.500.000,-). berarti Suami Ibu Ati wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% x Rp. 40.600.000,-= Rp. 1.015.000 (pertahun) atau juga bisa diangsur perbulan sebesar 84.583 (khawatir ditunaikan setahun sekali memberatkan muzakki).
Sebaliknya kalau kurang dari nishabnya (85 gram emas = Rp. 25.500.000,-) maka tidak wajib zakat dan sangat dianjurkan untuk bersedekah sebab berkah dan terhindar dari malapetaka. Rasulullah bersabda: " Bila engkau membayar zakat kekayaan maka berarti engkau telah membuang yang tidak baik darinya". (H.R. Hakiem)

Al-hasil, menurut hemat kami perhitungan zakat gaji yang tidak tetap suami Ibu Ati jika cukup nishab maka wajib zakat dan boleh memilih salah satu pendapat ulama yang pertama (dianalogikakan dengan zakat pertanian ditunaikan zakatnya cukup nishab sebulan sekali sebesar 2,5%) atau pendapat ulama yang kedua (dianalogikakan dengan zakat perdagangan/emas ditunaikan zakatnya cukup nishab setahun sekali atau ada juga yang membolehkan menunaikannya sebulan sekali sebesar 2,5%).

Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.

Muhammad Zen

Pemilu Menunjukkan Loyalitas dan Disloyalitas (6)

Pemilu Menunjukkan Loyalitas dan Disloyalitas (6)

Peran Keluarga Muslim

Keluarga muslim adalah madrasah bagi pendidikan politik. Keluarga adalah miniatur sosial; ayah sebagai negara, serta ibu dan anak-anak sebagai warga negara. Di tengah keluarga anak-anak mendapatkan latihan kehidupan sosial yang benar, seperti ketaatan (itu yang kami maksud dengan baiat). Anak-anak diajari bahwa taat kepada ayah dan ibu adalah taat kepada Allah. Anak-anak juga terdidik untuk bermusyawarah melalui cara ayah dan ibu memperlakukan mereka, sebagaimana mereka terlatih untuk tolong-menolong, berbuat adil dan memerhatikan umat Islam.

Mendidik Anak untuk Memilih

Keluarga harus mendidik anak-anaknya untuk memilih. Misalnya, keluarga menginginkan agar di antara anak-anaknya yang sudah besar itu ada yang pergi berbelanja. Maka, ayah atau ibu menjelaskan tugas belanja yang dimintanya ini dan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkannya. Kemudian dibagikan kertas yang ditandatangani ayah kepada setiap anggota keluarga, dan mereka diminta untuk memilih salah seorang anak yang menurut mereka sesuai untuk menjalankan tugas ini. Ayah atau ibu menjelaskan bahwa pemilihan ini adalah amanah dan kesaksian, dan pemilih harus memilih yang kuat dan yang paling layak menjalankan tugas ini.

Oleh karena anak-anak dalam satu keluarga itu telah mengenal satu sama salin dengan baik, maka mereka akan memilih dengan ebnar. Yang penting, pilihan ditulis di kertas secara rahasia. Dan di sudut ruangan ditutup dengan tabir, agar pemilih dapat menulis pendapatnya dengan kebebasan yang penuh, dan tujuannya tentu saja adalah untuk latihan.

Terkadang individu-individu keluarga memilih keputusan tertentu seperti pergi berlibur ke tempat berlibur, dimana ayah dan ibu bisa mengusulkan dua atau tiga tempat berlibur yang sesuai dengan keuangan keluarga, kemudian keduanya menjelaskan keunggulan masing-masing dari segi jarak, suhu udara, biaya dan lain-lain. Sehingga anak-anak bisa membedakan di antara tempat-tempat untuk berlibur tersebut dengan setiap fasilitas yang dimilikinya. Kemudian ayah menegaskan kepada anak-anak yang memilih agar mereka memberikan suara mereka dengan amanah, memberi kesaksian yang benar karena mereka akan ditanya tentang kesaksian itu di hadapan Allah, serta memilih tempat berlibur yang sesuai untuk keluarga dan bagi seluruh atau mayoritas anggota keluarga.

Sebagaimana ayah bisa memanfaatkan momen-momen pemilu—apabila ada—dan menjelaskan kepada anak-anaknya tentang makna pemilu, bagaimana ia bermuatan amanah, kesaksian serta loyalitas dan disloyalitas, sehingga pemilih muslim memberikan suaranya kepada kandidat yang paling diridhai Allah dan Rasul-Nya. Ayah juga menyebutkan nama-nama para kandidat, ideologi dan program mereka yang karenanya mereka dikandidatkan.

Kemudian ayah menjelaskan bahwa pemilih muslim harus memberikan suaranya kepada fulan karena merepresentasikan agenda Islam dan menuntut penerapan syari‘at Islam; dan bahwa pemilih muslim tidak boleh memberikan suaranya kepada kandidat sekuler karena ia berusaha untuk menjauhkan syari‘at Islam dari kehidupan. Pemilih muslim tidak boleh memberikan suaranya kepada non-muslim karena jabatan wakil rakyat merupakan kewenangan publik yang tidak boleh diduduki non-muslim, sebagaimana perempuan tidak boleh menduduki jabatan publik.

Pelatihan Pemilu bagi Pelajar

Sekolah merupakan lingkungan yang bagus untuk melatih generasi muda untuk mengikuti pemilu, karena di awal tahun biasanya diadakan pemilihan pengurus kelas yang terdiri dari ketua kelas dan wakilnya, penanggungjawab kegiatan kurikuler, olahraga dan sosial. Wali kelas harus mendefinisikan tugas ketua kelas dan wakilnya, serta para penanggungjawab kegiatan, kemudian meminta murid-murid di kelas untuk memilih secara rahasia di secarik kertas yang dibagikan wali kelas.

Hal itu dilakukan setelah wali kelas menjelaskan kepada mereka bahwa pemilu adalah amanah dan kesaksian yang akan ditanya Allah pada hari kiamat. Mereka wajib memilih murid yang paling tepat untuk melakukan setiap tugas, tanpa berpihak kepada saudara atau tempat. Wali kelas juga menjelaskan kepada mereka bahaya kesaksian palsu, sebagaimana yang diperingatkan Rasulullah SAW kepada kita.

Semua pengurus kelas berkumpul untuk memilih pengurus organisasi sekolah yang menangani masalah-masalah penting sekolah, bekerjasama dengan pengurus sekolah dan guru untuk melaukan hal-hal yang bermanfaat bagi para siswa. Kemudian, pengurus organisasi sekolah itu berkumpul untuk memilih dewan sekolah. Dalam setiap kesempatan, para pelajaran harus diingatkan akan pentingnya pemilihan, keberadaannya sebagai amanah dan kesaksian, serta penegasan mengenai rahasia pemberian suara. Tujuan semua itu adalah melatih para siswa untuk memilih secara benar.

RINGKASAN DAN PESAN-PESAN

Ringkasan

Pada bagian mukadimah, penulis melihat bahwa upaya kembali kepada Islam merupakan perkara yang dipastikan Allah dan diberitakan oleh Nabi-Nya SAW. Penulis melihat bahwa umat Islam akan terbebas dari pemerintah otoriter dimana mereka tunduk kepadanya dalam kurun waktu yang lama, dan mereka akan tersiapkan bagi kembalinya pemerintahan menurut manhaj kenabian, sebagaimana yang dijanjikan Rasulullah SAW.

Pada pasal pertama, penulis melihat bahwa aktivitas politik hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap muslim saat ini dan hingga berdiri kekhalifahan Islam, hukum Allah ditegakkan, syari‘atnya berlaku bagi para hamba-Nya. Politik adalah bagian yang fundamental dari Islam, karena Islam mencakup agama dan negara, dunia dan akhirat.

Pada pasal kedua, penulis berbicara tentang pemilu antara sistem syura dan demokrasi. Penulis memutuskan bahwa sistem demokrasi adalah perluasan basis pemilih dan memperbanyak jumlah mereka. Hal inilah yang membuat demokrasi kehilangan substansinya dan menjadikannya permainan di tangan Yahudi. Sedangkan sistem syura membagi pemilu menjadi beberapa level, sehingga memperkecil jumlah pemilih. Sistem syura juga menetapkan syarat-syarat bagi pemilih agar bisa memberikan suaranya sebagaimana yang diridhai Allah dan Rasul-Nya, serta dapat mewujudkan pemilih sebagai sarana untuk memberikan amanah dan kesaksian, serta untuk menunjukkan loyalitas dan disloyalitas.

Pada pasal ketiga penulis menjelaskan bahwa pemilu adalah amanah. Allah telah memerintahkan kita untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan Rasulullah SAW telah mengingatkan kita akan bahaya khianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin. Karena sesungguhnya pemilih itu memikul amanah untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat, dan ia harus menyampaikan amanah itu kepada yang berhak menerimanya. Apabila ia menyampaikan amanah tidak kepada yang berhak, maka ia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin.

Sebagaimana penulis menjelaskan siapa mereka yang berhak menerima amanah, diman Allah menyuruh kita untuk menyampaikan amanah ini kepada mereka. Penulis juga menjelaskan sayrat-syarat khalifah muslim (kepala negara), syarat-syarat anggota dewan (ahlu syura). Tujuanya adalah agar pemilih mengetahui orang yang tepercaya, sehingga ia bisa menyampaikan amanah itu kepadanya. Syarat-syarat tersebut adalah memiliki ilmu, termasuk ilmu syari‘at, adil dalam arti lurus dalam perilaku sesuai yang diridhai Allah dan Rasul-Nya, lawan dari fasik dan tidak bermoral. Penulis juga menjelaskan bahwa perempuan merupakan pilar pokok dalam keluarga muslim dan tarbiyyah Islamiyyah, bahwa tugas ini lebih besar daripada keterlibatan perempuan dalam parlemen, dan bahwa keanggotaan parlemen merupakan kewenangan umum.

Pada pasal keempat, penulis menjelaskan bahwa pemilu itu bermuatan kesaksian. Penulis juga menjelaskan fiqih kesaksian, kesaksian yang didasarkan pada pendengaran, dan menjelaskan Rasulullah SAW mengingatkan kita akan bahaya kesaksian palsu, bahwa kesaksian palsu itu sebanding dengan menyekutukan Allah, dan bahwa apabila pemilu tidak sesuai dengan syari‘at Allah maka itu adalah kesaksian palsu.

Dan pada pasal kelima, penulis menetapkan bahwa pemilu adalah untuk menunjukkan loyalitas dan disloyalitas; loyalitas kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan disloyalitas terhadap orang-orang non-muslim yang memusuhi penerapan syari‘at Islam di negara-negara umat Islam, seperti kaum skuler dan sejenisnya. Loyalitas pemilih adalah kepada siapa ia memberikan suaranya, dan disloyalitasnya adalah kepada siapa ia tidak memberikan suaranya. Islam pada hari ini adalah sebagai satu pihak dalam pertarungan pemilu. Karena itu, pemilih muslim wajib memberikan suaranya untuk agenda Islam dan menunjukkan disloyalitasnya terhadap musuh-musuh Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin.

Pesan-pesan

Dari penjelasan di atas, penulis berpesan kepada diri sendiri dan saudara-saudara sesama muslim sebagai berikut,

1. Pemilih muslim tidak boleh mangkir ke tempat pemungutan suara apabila Islam menjadi satu pihak dalam pertarungan pemilu, bahkan ia wajib memberikan suaranya kepada agenda Islam.

2. Pemilih muslim tidak boleh memberikan kartu undangannya kepada orang lain untuk mewakilinya, seperti yang dilakukan banyak orang di dunia Arab dan Islam. Karena pemilih adalah amanah yang dipikul pemilih, dan ia sendiri yang harus menunaikan amanah itu kepada yang berhak menerimanya.

3. Pemilih muslim tidak boleh sungkan kepada kerabat dan sahabatnya sehingga ia memilih apa yang mereka usulkan kepadanya. Karena masalahnya adalah ia menanggung amanah. Apabila ia menyampaikan amanah tersebut, maka ia memperoleh pahala. Dan apabila ia mengkhianati amanah, maka ia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin. Jadi, masalahnya ini terlalu besar untuk disikapi dengan rasa malu dan segan.

4. Apabila pemilih muslim tidak mengetahui kondisi para kandidat dan tidak mengenal mereka, maka ia harus bertanya kepada lama yang tepercaya agamanya, pengetahuannya, dan keterlibatannya dalam aktivitas politik. Persis seperti yang dilakukannya manakala ia kurang memahami suatu hal yang terkait dengan shalat, puasa dan zakatnya, maka ia segera bertanya kepada ulama, sebagaimana yang diperintahkan Allah, “Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (al-Anbiya’ [21]: 7)

5. Apabila Anda telah mengerahkan tenaga untuk mengetahui kondisi para kandidat, namun Anda tidak memperoleh informasi apapun tentang mereka, maka pastikanlah siapa mereka yang mengusung agenda Islam, dan berikanlah suaramu untuk mereka. Ini adalah wajib bagi Anda, dimana Anda akan memperoleh pahala apabila melakukannya dan berdosa apabila tidak melakukannya.

6. Apabila agenda Islam tidak menjadi isu dalam pertarungan pemilu dan kurang gaungnya, maka duduklah di rumah. Demikian pula apabila Anda tidak bisa mendukung kandidat muslim karena keluarga dan teman Anda, maka duduklah di rumah dan jangan berikan suara Anda kepada kandidat non-muslim.

Semoga Allah memberi kita taufiq kepada apa yang dicintai dan diridhai-Nya, serta menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang shalih.

Segal apuji bagi Allah Tuhan Pencipta semesta alam. (tamat)sumber : eramuslim

Pentingnya Penegakan Hukum

Pentingnya Penegakan Hukum

Pada jaman Nabi ada seorang perempuan dari Makhzumiyah melakukan pencurian. Kasus ini menjadi perhatian besar kaum Quraisy. Mereka pun melakukan diskusi untuk meminta keringanan dari Nabi SAW agar wanita itu bebas dari jerat hukum. Akhirnya mereka pun sepakat mengutus Usamah bin Zaid, orang yang sangat dicintai oleh Rasulullah SAW. Usamah pun menyampaikan misinya. Mendengar hal itu, Rasulullah berkata kepada Usamah, “Wahai Usamah, apakah engkau hendak meminta keringanan terhadap penerapan salah satu hukum Allah?” Beliau pun lantas berpidato di hadapan masyarakat, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa dikarenakan jika ada yang mencuri dari kalangan bangsawan/pejabat mereka membiarkannya. Sementara, ketika ada yang mencuri dari kalangan masyarakat lemah mereka menerapkan hukum dengan tegas. Demi Allah, andai saja Fathimah binti Muhammad mencuri, pasti akan aku potong tangannya,” begitu sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Abu Dawud, dan an-Nasai.


Merujuk pada hadits tersebut, setidaknya ada dua pelajaran yang dapat kita petik. Pertama, kita perlu waspada, sebab Indonesia sedang berjalan menuju jurang kebinasaan sebagaimana bangsa terdahulu. Di Indonesia, hukum hanya berlaku bagi kaum papa. Belum lepas dari ingatan, para pelaku kasus Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) yang menelan uang rakyat Rp600 triliun bebas berkeliaran. Pejabat yang merampok uang rakyat dalam kasus Century tetap berkuasa. Sementara, nenek Minah yang mengambil tiga kakao seharga Rp1500 dijatuhi hukuman 1,5 bulan. Siapapun yang ingin menyelamatkan negeri Muslim terbesar ini harus menghentikan kezhaliman tersebut.


Kedua, Rasulullah sangat keras menolak permintaan keringanan hukuman bagi pelaku kejahatan sekalipun dia keluarga pembesar Quraisy. Kalau hal demikian saja ditentang oleh Nabi, apalagi makelar kasus alias markus. Padahal, menurut Neta S. Pane dari Indonesian Police Watch, bukan hanya markus yang ada melainkan juga makelar proyek.

Upaya untuk membongkar kebobrokan hukum terus dilakukan. Tapi berhenti di tengah jalan. Sekedar contoh, Panitia Khusus (Pansus) Century DPR RI sudah menegaskan bahwa mantan pejabat BI, Boediono yang kini menjadi Wakil Presiden, dan Sri Mulyani yang kini sebagai Menteri Keuangan harus ditindaklanjuti secara hukum. Namun, tak ada tanda-tanda tindak lanjut hukum. Presiden pun tampak membelanya. Keputusan politik sudah jelas. Jalan sudah terang. Tapi, hukum tidak berjalan. Begitu juga, markus dalam kasus Gayus. Fakta sudah ditemukan, polisi sudah mencopot jabatan jenderal yang diduga terlibat, aliran dana gampang ditelusuri, nama-nama pejabat yang diduga terlibat sudah terpampang, tapi hukum berhenti. Masalah-masalah hukum yang melibatkan pejabat dan orang besar hampir dapat dipastikan selalu menguap, tak ada tindak lanjut. Mengapa?


Ada dua hal menjadi penyebab kondisi diatas, yaitu rusaknya sistem dan rusaknya orang/pemimpin. Memang, sistem hukum yang diterapkan saat ini tidak menjamin keadilan karena hukum yang diterapkan merupakan hukum buatan manusia. Teks hukum dapat ditarik ke sana ke mari sesuai kepentingan.


Selain itu, sistem penyelesaian masalah yang digunakan pun bermasalah. Mereka menggunakan manajemen konflik, bukan resolusi konflik. Dengan manajemen konflik, maka konflik dilanggengkan sehingga hukum dilupakan. Misalnya, ketika Pansus DPR telah mengeluarkan rekomendasi, muncullah kasus LC fiktif yang diduga melibatkan inisiator pansus dan dibukalah kembali kasus suap pemilihan Gubernur BI Miranda Goeltom yang melibatkan anggota DPR. Tindak lanjut kasus Century pun berhenti. Setiap ada pembongkaran kasus hukum oleh satu pihak , dimunculkanlah kasus hukum yang melibatkan pihak pembongkar tersebut. Sebab, sama-sama berkasus. Akhirnya, proses hukum kedua-duanya berhenti. Hal ini terus berjalan. Inilah kejahatan sistemik.

Karenanya, untuk menyelamatkan Indonesia harus ada penggantian sistem hukum. Semestinya, sistem hukum yang diterapkan adalah hukum syariat Islam yang bersumber dari Allah SWT Zat Maha Adil. Hukum syariat Islam sajalah yang menjamin keadilan dan membawa keberkahan. Rasulullah SAW bersabda, “Penegakkan satu diantara hukum-hukum Allah SWT lebih baik daripada hujan turun empat puluh malam di negeri Allah Zat Maha Gagah Perkasa” (HR. Ibnu Majah, Jilid II, hal. 848). Padahal, kita tahu didalam al-Quran hujan digambarkan sebagai simbol rizki dan keberkahan.


Sementara, penerapan hukum tak dapat diharapkan. Ternyata, markus melibatkan para pejabat tinggi penegak hukum. Beberapa jenderal polisi terlibat, jaksa juga terlibat, pengacara pun terlibat. Mafia peradilan makin terang sosoknya. Karenanya, jargon ‘penegakkan hukum’ hanya akan melahirkan ketidakadilan apabila isi hukum yang diterapkan itu sendiri justru penuh ketidakadilan. Semakin diterapkan semakin tidak adil. Apalagi diterapkan oleh penegak hukum yang juga terlibat makelar kasus.


Kata Rasulullah SAW, “Penegak hukum itu ada tiga jenis, dua masuk neraka dan satu masuk sorga. Penegak hukum yang menegakkan hukum yang tidak benar padahal ia tahu maka ia di neraka. Penegak hukum yang menegakkan hukum yang tidak benar sementara ia tidak tahu sehingga terampaslah hak masyarakat maka ia di neraka. Penegak hukum yang menegakkan hukum yang benar maka ia di sorga” (HR. Baihaqi dan an-Nasai).


Lagi-lagi, sudah saatnya ada pergantian sistem hukum dengan syariat Islam dan penggantian pemimpin dengan khalifah yang menerapkan syariat Islam. Hanya ini jalan satu-satunya jalan menyelamatkan Indonesia dan seluruh umat manusia.[ Muhammad Rahmat Kurnia]


sumber :http://hizbut-tahrir.or.id/2010/04/16/pentingnya-penegakan-hukum/

Tanpa Pajak, Negara Ambruk?

Tanpa Pajak, Negara Ambruk?

Oleh Arim Nasim

Makelar kasus yang melibatkan salah seorang pegawai Ditjen Pajak, Gayus Tambunan, menyulut gerakan boikot pajak terutama di dunia maya, dan ini dikhawatirkan bakal mengancam penerimaan negara dari pajak. Hal itu sebagaimana disampaikan Ketua Badan Anggaran DPR Harry Azhar Aziz, Jumat (26/3). Bahkan sebagian orang berpendapat bahwa pajak adalah darah kehidupan (life blood) negara. Pajak dibayar negara tegak; pajak diboikot negara ambruk. Benarkah tanpa pajak, negara akan ambruk? Bagaimana posisi pajak dalam sistem ekonomi Islam? Benarkah pajak mewujudkan keadilan?


Berbagai upaya dilakukan oleh Dirjen Pajak untuk meningkatkan pendapatan negara dari pajak baik melalui penyadaran penting pajak dalam pembangunan maupun melalui iklan di media yang terkenal dengan semboyannya “Apa Kata Dunia?” Hasilnya memang luar biasa, pendapatan negara dari pajak semakin meningkat dari tahun ke tahun, misalnya pada 1989 sumber pendapatan negara dari pajak masih sekitar 51 persen tetapi pada 2006 pendapatan negara dari pajak meningkat menjadi 75 persen, sisanya dari pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan pinjaman.


Namun ironisnya, ketika rakyat digenjot untuk membayar pajak, pada saat yang sama pemerintah semakin mudahnya mengobral kekayaan alam dan barang tambang dengan harga murah. Hal itu dilakukan melalui projek privatisasi dan swastanisasi, yaitu penyerahan pengelolaan SDA ke swasta khususnya asing melalui peningkatan investasi yang dilegalkan melalui UU seperti UU SDA, UU Pertambangan Mineral dan Batubara, UU Penanamaan Modal, dan lain-lain. Akhirnya terjadilah kondisi yang ironis. Rakyat dikejar-kejar dengan pajak, sementara kekayaan barang tambang dan SDA lain yang melimpah ruah justru dinikmati perusahaan asing. Oleh karena itu, sebenarnya naiknya sumber pendapatan negara dari pajak semakin menunjukkan kokohnya ekonomi neoliberal yang diterapkan oleh pemerintah.

Pada sisi pengeluaran negara, fungsi pajak yang secara teorinya memiliki fungsi regulasi atau distribusi dari orang kaya untuk orang miskin ternyata baru sebatas iklan karena kenyataannya setiap APBN yang dihasilkan selalu tidak prorakyat. Sebagai contoh, APBN 2010 dinilai masih pro terhadap birokrasi dan kapitalis, hal ini bisa dilihat dengan menurunnya anggaran subsidi dari Rp 166, 9 triliun (RAPBN 2009) menjadi Rp 144,3 triliun (RAPBN 2010) sedangkan pengeluaran didominasi oleh peningkatan gaji dari Rp 133 triliun (RAPBN 2009) menjadi Rp 161 triliun (RAPBN 2010) dan pembayaran bunga utang yang sangat tinggi Rp 115 triliun.

Makelar kasus yang melibatkan Gayus, karyawan golongan III A di Ditjen Pajak yang menangani kasus keberatan pajak yang diajukan lebih dari seratus perusahaan semakin menambah kekecewaan para pembayar pajak. Yang terbayang di benak mereka, golongan III A saja mampu melakukan korupsi Rp 28 miliar, bagaimana dengan pejabat-pejabat yang ada di atasnya? Maka sebenarnya hal yang wajar ketika muncul fenomena boikot pajak karena bisa jadi para pembayar pajak menyadari bahwa ternyata pajak hanya sebagai alat eksploitasi untuk kepentingan para kapitalis dan birokrat.


Dalam sistem ekonomi Islam, penerimaan negara tidak boleh bertumpu pada pajak. Menurut Abdul Qadim Zallum dalam bukunya, Sistem Keuangan Negara dalam Sistem Islam, sumber pendapatan negara bertumpu pada pengelolaan negara atas kepemilikan umum seperti sumber daya alam di antaranya kekayaan hutan, minyak, gas, dan barang-barang tambang lainnya yang menguasai hajat hidup orang banyak. Pada pemilikan umum ini, hanya negara yang b erperan sebagai pengelola. Dengan demikian, syariat Islam melarang pemberian hak khusus kepada orang atau kelompok orang (swasta), apalagi swasta asing. Sayangnya, yang justru terjadi adalah banyak kekayaan alam (hasil hutan, minyak bumi, barang tambang, dan lain-lain)–yang sejatinya milik rakyat–diserahkan begitu saja kepada swasta bahkan swasta asing, atas nama swastanisasi dan privatisasi. Jutaan ton emas dan tembaga di bumi Papua, misalnya, diserahkan kepada PT Freeport, sedangkan miliaran barel minyak di Blok Cepu diserahkan kepada Exxon Mobil. Kontrak blok gas tangguh yang berpotensi merugikan negara Rp 750 triliun (25 tahun) diberikan ke Cina.

Oleh karena itu, yang kita butuhkan saat ini bukan pemimpin yang terus-menerus memoroti rakyat dengan pajak melalui iklan yang menyesatkan, tetapi yang kita butuhkan adalah pemimpin yang mampu mengembalikan kekayaan alam atau sumber daya alam milik rakyat (saat ini hampir 90 persen sumber daya alam kita dikuasai asing) dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tentu hal ini akan terealisasi kalau kita kita bebas dari cengkeraman neoliberal dan menggantinya dengan sistem ekonomi yang manusiawi, yaitu sistem ekonomi berbasis syariah.***
(sumber: Pikiran Rakyat , selasa 13 April 2010 bisa diakses melalui http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=136386)

Penulis, Koordinator Mata Kuliah Ekonomi Syariah- Fakultas Pendidikan Ekonomi & Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia dan kandidat Doktor Bidang Ilmu Ekonomi Unpad.


sumber : http://hizbut-tahrir.or.id/2010/04/16/tanpa-pajak-negara-ambruk/

TANPA PAJAK, NEGARA BISA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT

TANPA PAJAK, NEGARA BISA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT

[Al-Islam 501] KASUS mafia pajak yang dilakukan mantan pegawai Ditjen Pajak, Gayus Halomoan Tambunan, tampaknya masih akan terus bergulir ke mana-mana. Apalagi Gayus mengaku bahwa ia hanyalah makelar kasus (markus) pajak kelas teri. Menurut Kordinator Transparency International Indonesia (TII), Teten Masduki, "Pengakuan Gayus menguatkan indikasi bahwa apa yang ia lakukan memang hal yang lumrah dilakukan para pegawai pajak." (Metronews.com, 27/3/2010).

Mencuatnya gejala markus pajak tentu membuat geram banyak kalangan, khususnya mereka yang selama ini mengaku taat pajak. Bahkan sampai muncul gerakan untuk memboikot pajak alias menolak bayar pajak melalui jejaring dunia maya, facebook (Antaranews.com, 29/3/2010).

Gerakan boikot pajak tentu mudah dipahami. Pasalnya, selama ini dengan berbagai cara Pemerintah gencar mendorong masyarakat untuk taat membayar pajak. Pemerintah antara lain selalu menekankan, tanpa pajak pembangunan tidak akan bisa berjalan. Jika pembangunan tak berjalan, Pemerintah tentu tak bisa mensejahterakan rakyat. Faktanya, pos penerimaan APBN dari sektor pajak memang selalu menempati posisi yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir ini, mencapai 75-80 persen dari total penerimaan APBN.

Karena itu, ketika pajak yang notabene uang rakyat itu ternyata banyak dikorupsi, tentu saja banyak yang marah.

Namun demikian, tulisan berikut tidak akan menyoroti gejala markus pajak yang selama ini diributkan. Tulisan ini justru ingin mempertanyakan: Haruskah pajak menjadi sumber utama penerimaan negara? Tidak cukupkah Pemerintah mengandalkan sumberdaya alam negeri ini yang melimpah-ruah untuk mensejahterakan rakyatnya? Lebih dari itu, mungkinkah Pemerintah bisa mensejahterakan rakyatnya tanpa harus memungut pajak dari mereka?

APBN Dibiayai Uang Rakyat (Pajak)

Sebagaimana diketahui, Ditjen Pajak telah berhasil membukukan penerimaan pajak pada tahun 2009 sebesar Rp 565,77 triliun atau 97,99 persen dari target (Okezone, 27/1/2010).

Untuk tahun 2010 ini, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, target penerimaan negara (lewat pajak) adalah sekitar Rp 742 triliun (Jpnn.com, 24/3/2010).

Bandingkan dengan penerimaan negara dari sektor non pajak. Dalam RAPBN 2009, misalnya, Pemerintah memperkirakan sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mampu menyumbang sebesar Rp 295,3 triliun. Target penerimaan sebesar itu diperoleh dari sektor migas (minyak bumi dan gas), sektor pertambangan umum, kehutanan, laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pendapatan dari BLU dan PNBP lainnya.

Jelas, dibandingkan dengan penerimaan dari sektor pajak, penerimaan negara dari sektor non-pajak sangat kecil. Ini sekaligus menunjukkan, bahwa selama ini pengelolaan negara betul-betul dibiayai dari pajak yang notabene sebagian besarnya adalah uang rakyat!

Belanja APBN: Tidak Pro Rakyat!

Lalu bagaimana dengan alokasi pengeluaran dari APBN ini? Sebagaimana diketahui, dalam APBN Perubahan 2010, anggaran pengeluaran (belanja) negara membengkak Rp 57 triliun menjadi Rp 1.104 triliun. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, penambahan belanja sebesar Rp 57 triliun itu dianggarkan antara lain untuk belanja pemerintah pusat (K/L) Rp 45 triliun dan transfer ke daerah naik sebesar Rp 11,8 triliun (Investor Daily Indonesia 20/3/ 2010).

Ironisnya, pada tahun 2010 ini belanja subsidi direncanakan hanya sebesar Rp 144,3 triliun (21% dari belanja Pemerintah Pusat) atau turun sebesar Rp 15,5 triliun (10%) dibandingkan 2009. Subsidi non energi tahun 2010 dialokasikan hanya sebesar Rp 44,9 triliun (31% dari belanja subsidi) atau turun sebesar Rp 12,5 triliun (22%) dibandingkan tahun 2009. Penurunan belanja subsidi non energi terbesar pada obat generik (100%) dan pupuk sebesar Rp 7,1 triliun (39%).

Dalam RAPBN-P 2010 ini, program ketahanan pangan hanya dianggarkan Rp 14,252 triliun. Alokasi untuk perlindungan sosial hanya sebesar Rp 3,4 triliun. Sebaliknya, pembayaran pinjaman utang luar negeri yang dimasukan ke dalam skema pembiayaan RAPBN-P 2010 sebesar Rp 16,924 triliun (News.id.finroll.com, 1/4/2010).

Selain itu, justru anggaran yang pro rakyat terus mengalami penurunan. Pada APBN 2010 ini, anggaran pelayanan di Puskesmas dan jaringannya turun dari Rp 2,64 triliun menjadi hanya Rp 1 triliun (turun 62,12 persen)..Anggaran untuk pendidikan dasar turun dari 37,1405 triliun rupiah pada tahun 2009 menjadi Rp 31,704 triliun dalam RAPBN 2010. Subsidi pangan turun dari Rp 12.987,0 M menjadi hanya Rp 11.844,3 M. Subsidi pupuk juga turun dari Rp 18.437,0 M menjadi hanya Rp 11.291,5 M. Untuk kebijakan Energi Listrik, ada indikasi bahwa tarif listrik akan dinaikkan pada tahun 2010. Pasalnya, subsidi listrik berkurang cukup drastis, yakni hanya Rp 40.433,8 M atau hanya separuh dari subsidi yang diberikan Pemerintah pada tahun 2008 sebesar Rp 83.906,5 M. Belanja bantuan sosial (Jamkesmas, BOS, raskin, dll) juga mengalami penurunan sebesar 11% atau hanya Rp 8,6 triliun.

Pengurangan belanja subsidi dan bantuan sosial ini jelas akan menambah beban orang miskin. Karena itu, menurut APBN 2010 jelas tidak memihak pada kepentingan rakyat.

Di sisi lain, rata-rata setiap tahun seperempat keuangan negara habis untuk membayar bunga dan pokok utang. Tahun 2010 ini, pembayaran pokok utang dan bunganya mencapai Rp 174 triliun atau 25% dari belanja Pemerintah Pusat. Walhasil, selain tidak pro rakyat, pengeluaran APBN juga dihabiskan untuk membayar utang. Artinya, pajak yang ditarik dari rakyat ternyata sebagian besarnya dipakai untuk membayar utang dan bunganya yang tentu saja sangat menguntungkan pihak asing!

Sejahtera Tanpa Pajak

Dalam Kitab An-Nizhâm al-Iqtishâdi fî al-Islâm, Syaikh Taqiyuddin an-Nahbani (2004: 232) menjelaskan bahwa dalam Islam, negara (Khilafah) bisa memperoleh sumber-sumber penerimaan negara yang bersifat tetap yaitu dari: harta fa’i, ghanîmah, kharaj dan jizyah; harta milik umum; harta milik negara; ‘usyr; khumus rikâz; barang tambang; dan zakat.

Dengan seluruh sumber di atas, negara pada dasarnya akan mampu membiayai dirinya dalam rangka mensejahterakan rakyatnya. Dengan demikian, dalam keadaan normal, pajak (dharîbah) sesungguhnya tidak diperlukan. Dalam negara Khilafah, pajak hanya dipungut sewaktu-waktu, yaitu saat kas negara benar-benar defisit. Itu pun hanya dipungut dari kaum Muslim yang kaya saja, tidak berlaku secara umum atas seluruh warga negara. Dalam hal ini, Khilafah tidak akan pernah memungut pajak secara rutin, apalagi menjadikannya sumber utama penerimaan negara (An-Nabhani, 2004: 238).

Hal ini tentu mudah dipahami karena begitu melimpahnya penerimaan negara. Sekadar contoh: jika sumberdaya alam (SDA) yang melimpah-ruah di negeri ini dikelola Pemerintah secara syariah, tentu hasilnya lebih dari cukup untuk mensejahterakan rakyat. Sayang, pengolaan SDA oleh Pemerintah menggunakan cara-cara kapitalis, antara lain dengan menyerahkan kepemilikannya (bukan sekadar pengelolaannya) kepada pihak lain melalui mekanisme Penanaman Modal Asing (PMA) dan privatisasi (penjualan kepada swasta/asing). Ini jelas bertentangan dengan pandangan syariah Islam yang menyatakan bahwa SDA yang jumlahnya tak terbatas termasuk milik umum. Hal ini berdasarkan hukum yang digali dari hadis Rasulullah saw.:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ: فِي الْكَلإَِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ

Manusia bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: hutan, air dan energi (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).

Akibat SDA negeri ini banyak dikuasai swasta/asing, hasilnya sebagian besar tentu hanya dinikmati oleh mereka. Pemerintah hanya memperoleh sedikit royalti plus deviden dan pajaknya yang tentu jumlahnya sangat kecil. Di sektor tambang seperti emas, misalnya, penerimaan Pemerintah dari pembayaran pajak PT Freeport yang menguasai tambang emas di Bumi Papua pada tahun 2009 hanya Rp 13 triliun, plus royalti hanya US$ 128 juta dan dividen sebesar US$ 213 juta. Padahal PT Freeport Indonesia (PTFI) sendiri meraup laba bersih pada 2009 sebesar US$ 2,33 miliar atau setara dengan Rp 22,1 triliun (Inilah.com, 2/12/2009). Itu pun yang dilaporkan secara resmi. Sebab, pada dasarnya kita tidak tahu berapa persis hasil dari emas Papua itu.

Di sektor migas, penerimaan negara juga kecil. Tahun 2010 ini penerimaan migas hanya ditargetkan sekitar Rp 120,5 triliun. Itu tentu hanya sebagian kecilnya. Yang mendapatkan porsi terbesar adalah pihak asing. Pasalnya, menurut Hendri Saparani, PhD, 90% kekayaan migas negeri ini memang sudah berada dalam cengkeraman pihak asing.

Tentu, itu belum termasuk hasil-hasil dari kekayaan barang tambang yang lain (batubara, perak, tembaga, nikel, besi, dll) yang juga melimpah-ruah. Sayang, dalam tahun 2010 ini, misalnya, Pemerintah hanya menargetkan penerimaan sebesar Rp 8,2 triliun dari pertambangan umum. Lagi-lagi, porsi terbesar pastinya dinikmati oleh perusahaan-perusahaan asing yang juga banyak menguasai pertambangan di negeri ini.

Belum lagi jika negara memperhitungkan hasil laut, hasil hutan dan sebagainya yang selama ini belum tergarap secara optimal.

Karena itu, negeri ini sesungguhnya tidak memerlukan pajak untuk membiayai dirinya. Sebab, dari hasil-hasil SDA saja (jika sepenuhnya dimiliki/dikuasai negara), kas negara akan lebih dari cukup untuk mensejahterakan rakyatnya.

Pentingnya Mengelola Negara dengan Syariah

Jelas, dari secuil paparan di atas, semakin penting untuk mengatur negara ini dengan syariah Islam, termasuk dalam pengaturan ekonomi dan keuangan negara. Tentu amat penting pula kaum Muslim segara mewujudkan institusi penegaknya, yakni Khilafah Islam, yang memang merupakan satu-satunya institusi yang bisa menegakkan syariah Islam di tengah-tengah manusia. Hanya dengan penegakkan syariahlah—yang sekaligus merupakan wujud ketakwaan kita kepada Allah SWT—kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Hanya dengan ketakwaan kepada-Nya kaum Muslim akan menuai keberkahan-Nya, dari langit dan bumi, sebagaimana firman-Nya:

]وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ[

Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi (QS al-A'raf [7]: 96).

Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. []

KOMENTAR ALISLAM:
Ulama Harus Tegas Soal Bunga Bank (Republika.co.id, 5/4/2010).
Ulama juga harus tegas terhadap sistem kapitalis—yang juga diterapkan di negeri ini—yang melahirkan bunga bank.
sumber : http://hizbut-tahrir.or.id/2010/04/07/tanpa-pajak-negara-bisa-mensejahterakan-rakyat/

Kisah Penyembelihan Sapi Betina

*Kisah Penyembelihan Sapi Betina*

------------------------------
*Hudzaifah.org* - Dengan jawaban Nabi Musa seperti ini bertambah kesukaran mencari lembu betina yang tidak muda lagi, belum tua benar, kuning warnanya,
berkilau-kilauan dan belum pernah diambil penarik bajak membuka tanah atau membajak sawah dan tidak ada cacat, tidak ada luka atau parut, dan tidak ada
belangnya. Benar-benar seekor lembu pingitan.

*Hudzaifah.org*- Asal-usul maka timbul perintah menyembelih lembu betina ialah karena terjadi suatu pembunuhan gelap, tidak terang siapa pembunuhnya.
Maka untuk menghabiskan perselisihan yang bisa menimbulkan huruhara di antara satu suku dengan suku yang lain, atau satu kampung dengan kampung
yang lain, Nabi Musa memerintahkan menyembelih seekor lembu betina.

*“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina."*

Perintah itu sudah jelas menyembelih lembu betina. Dan kalau mereka tidak keras kepala, niscaya perintah itu dapat dilaksanakan sebentar itu juga.
Sebab lembu betina itu banyak berkeliaran di padang rumput mereka. Tetapi mereka memandang enteng kepada pemimpin dan Rasul mereka.

*“Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?"*

Perintah itu telah mereka pandang sebagai mempermain-mainkan mereka saja. Mungkin hati mereka yang kesat itu berkata, kita sekarang ini tengah mencari
penyelesaian pembunuhan, tahu-tahu lembu betina yang disuruh sembelih. Mendengar sambutan mereka yang demikian:

*“Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah
seorang dari orang-orang yang jahil."*

Dengan jawaban demikian, Musa telah menjelaskan bahwa dia tidak memberikan perintah main-main. Sebab menjatuhkan perintah hanya untuk bersenda gurau,
bukanlah perbuatan orang yang berakal budi, melainkan perbuatan orang-orang yang bodoh. Apatah lagi dia adalah seorang Rasul Allah. Aku berlindung
kepada Allah dari perangai demikian.

*”Mereka menjawab: " Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu."*

Lembu betina banyak berkeliaran di padang rumput. Kami mau jelas yang bagaimana macamnya lembu itu. Menjatuhkan perintah hendaklah yang terang!
Cobalah tanyakan kembali kepada Tuhanmu itu, lembu betina macam mana dikehendaki.

*“Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu."*

Kesombongan mereka dan cara mereka bertanya, sebenarnya telah mempersulit mereka sendiri. Dengan jawaban Nabi Musa yang demikian, menyuruh mencari
lembu betina yang belum tua, tetapi tidak pula muda lagi, supaya dicari yang peretngahan di antara tua dan muda, mereka telah mempersulit diri.

Tadinya jika mereka tangkap saja sembarang lembu betina, entah muda entah tua, perintah itu telah terlaksana dengan baik. Tetapi dengan perintah yang
sekarang ini, mereka sudah mesti menyaring benar terlebih dahulu dan menaksir lembu-lembu betina yang hendak disembelih itu. Nabi Musa memerintahkan lekas-lekaslah laksanakan perintah itu, dengan maksud supaya mereka jangan bertanya lagi. Tetapi mereka tidak mau mengerti. Mereka masih
bertanya juga:

*”Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami”*

Cobalah tanyakan kembali kepada Tuhanmu itu: *”agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya."*

Sekarang warnanya pula yang mereka tanyakan kepada beliau. Padahal kalau tidak mereka tanyakan warna, sembarang warnapun jadi.

*”Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan
orang-orang yang memandangnya."*

Jawaban Nabi Musa ini mempergandakan kesulitan mereka. Tadi sudah diperintahkan agar segera perintah itu dilaksanakan. Tetapi karena ingin
hendak menunjukkan bahwa mereka orang ahli bertanya semua, sekarang mereka minta penjelasan warnanya. Dan telah dijawab oleh Nabi Musa, hendaklah
kuningnya bukan sembarang kuning, hendaklah kuning kemilau, senang mata memandangnya. Belum juga mereka insaf rupanya bahwa mencari lembu betina
yang demikian warnanya, demikian pula umurnya, bukanlah perkara yang mudah lagi, sedang urusan pembunuhan belum lagi diselesaikan. Dan itupun belum
juga memuaskan mereka, mereka masih juga berkata:

*”Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena
sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami.”*

Lembu itu banyak, lantaran banyaknya kami jadi ragu. *”dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh
sapi itu)."*

Mudah-mudahan kami kelak diberi petunjuk Allah mencarinya, sehingga dapat yang kita cari itu.

*”Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula
untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya."*

Dengan jawaban Nabi Musa seperti ini bertambah kesukaran mencari lembu betina yang tidak muda lagi, belum tua benar, kuning warnanya,
berkilau-kilauan dan belum pernah diambil penarik bajak membuka tanah atau membajak sawah dan tidak ada cacat, tidak ada luka atau parut, dan tidak ada
belangnya. Benar-benar seekor lembu pingitan.

Tetapi bagaimana mereka atas jawaban yang terakhir itu. Mereka bangga dan:

*”Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya."* Kalau begitu barulah kami percaya bahwa engkau sungguh-sungguh seorang Nabi yang diutus Allah membawa kebenaran.

*”Kemudian mereka menyembelihnya”*

Yaitu sesudah bekerja keras berhari-hari lamanya mencari lembu betina dengan syarat-syarat yang demikian. Alangkah susahnya, bertemu lembu betina
berkilau-kilau warnanya, sayang bukan kuning. Bertemu kuning berkilau-kilau, tetapi ada cacat bekas luka. Bertemu yang tidak luka, sayang ada belangnya.
Ada lembu betina yang bagus, sayang masih terlalu muda. Ada yang belum diambil menenggala atau membuka sawah, sayang sudah agak tua. Dan
bermacam-macam kesukaran yang lain, sehingga:

*”dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.”* Sekarang barulah dijelaskan sebab-sebab perintah menyembelih lembu betina
itu.

*”Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama
ini kamu sembunyikan.”*

Kedapatan orang mati terbunuh, tetapi tidak terang siapa pembunuhnya. Maka timbul tolak-menolak, tuduh-menuduh. Maka disembelihlah lembu betina itu,
yang akan digunakan pencari siapa pembunuhnya.

*”Lalu Kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!" Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah
mati, dam memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaanNya agar kamu mengerti.”*

Menurut yang diriwayatkan oleh Abd bin Humaid, Ibnu Jariri, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim dan al-Baihaqi dalam Sunnahnya yang diterima dari Ubaidah
as-Salmani, dipukulkan bagian badan lembu betina itu ke kubur orang yang mati terbunuh itu, lalu dia bangkit dari dalam kuburnya, terus bercakap:
”Yang membunuh aku ialah anak saudaraku, karena mengharapkan warisanku, sebab aku tidak beranak, maka dialah yang berhak menerima waris, sebab
itulah aku dibunuhnya.” Sehabis bercakap itu dia jatuh kembali dalam keadaan semula, yaitu bangkai dan langsung dikuburkan kembali. Karena mendengar
keterangan sejelas itu, maka anak saudaranya itu ditangkap dan dijalankanlah hukum qishash atas dirinya.

Dengan jalan penafsiran seperti ini difahamkan ujung ayat tadi, bahwa Allah telah memperlihatkan kekuasaan-Nya, ayat-ayat-Nya.

Syaikh Muhammad Abduh menurut yang diriwayatkan oleh muridnya Sayid Rasyid Ridha di dalam Tafsir al-Manar berkata: ”Telah aku katakan kepada tuan-tuan
bukan sekali dua, bahwa wajiblah kita awas benar dengan kisah-kisah Bani Israil ini dan kisah-kisah Nabi-nabi yang lain dan jangan lekas percaya dari
apa yang ditambah-tambahkan atas al-Qur’an dari kata-kata ahli-ahli tarikh dan ahli-ahli tafsir.

Orang-orang yang berminat besar kepada penyelidikan sejarah dan ilmu pengetahan di zaman kini sependapat dengan kita, bahwa tidak boleh dipercaya
saja barang sesuatu dari tarikh zaman-zaman lampau itu yang mereka namai Zaman Gelap, melainkan sesudah penyelidikan yang mendalam dan membongkar
bekas-bekas kuno yang terpendam. Tetapi kita dapat memberi maaf ahli-ahli tafsir yang membumbui kitab-kitab tafsir dengan kisah-kisah yang tidak dapat
dipercayai itu, karena maksud merekapun baik juga. Tetapi kita tidak boleh berpegang saja kepadanya, bahkan kita larang keras. Cukup jika kita
berpegang saja dengan nash-nash yang seterang itu dalam al-Qur’an dan tidak pula kita lampaui lebih dari itu. Kita hanya suka mengambil untuk
penjelasan, jika penjelasan itu sesuai dengan bunyi al-Qur’an, apabila shahih riwayatnya.”

*”Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.”* Lebih keras daripada batu, sebab tidak ada pengajaran yang bisa masuk ke
dalam.

*”Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya”*

Artinya daripada batu yang dikatakan keras itu masih juga ada faedah yang diharap, dia dapat memancarkan sungai. Tapi hati yang keras tak dapat
memancarkan faedah apa-apa.

*”dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya”*

Dapatlah menjadi minuman orang, berfaedah juga.

*“dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada
Allah.”*

Maka kalau hatimu diibaratkan sekeras batu, padahal daripada batu masih banyak faedah yang diharapkan dan dari batu yang runtuh karena takutnya
kepada Allah dan tunduk sujudnya kepada Allah, apakah lagi misal yang layak bagi hatimu yang kesat lagi keras itu? Sungguhpun demikian:

*”Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.”*

Tidaklah Allah lengah. Tidaklah kamu lepas dari titikan Allah. Pasti datang masanya kamu membayar sendiri dengan mahal segala kejahatan hatimu ittu.
Jika pengajaran yang lunak tidak berbekas kepada hatimu, karena lebih keras dari batu, maka palu godam azablah yang akan menimpa dirimu kelak. Waktunya
akan datang.

*Hikmah:*
Celaan keras pada ayat-ayat tersebut, terutama ceritera penyembelihan lembu betina itu meninggalkan kesan mendalam di hati kita kaum muslim, bahwa Allah
menurunkan suatu perintah dengan perantaraan RasulNya adalah dengan terang, jitu dan ringkas. Agama tidaklah untk mempersukar manusia. Sebab itu
dilarang keraslah bersibak tanya, yang kelak akan menyebabkan itu menjadi berat. Bukanlah perintah agama yang tidak cukup, sebab itu jalankanlah
sebagaimana yang diperintahkan. []




By: Diana Oktaria

Sumber: Tafsir Al-Azhar, QS Al Baqarah 2: 67-74, Prof. Dr. Hamka

------------------------------
*This article is from Hudzaifah.org*
http://www.hudzaifah.org/

*The URL for this story is:*

http://www.hudzaifah.org/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=446

Dunia Islam Harus Bangkit

Dunia Islam Harus Bangkit

Allah SWT berfirman:

æóÇÚúÊóÕöãõæÇ ÈöÍóÈúáö Çááøóåö ÌóãöíÚðÇ æóáÇ ÊóÝóÑøóÞõæÇ

Berpeganglah kalian semuanya pada tali (agama) Allah dan janganlah bercerai-berai (QS Ali ‘Imran [3] : 103).

Dalam ayat tersebut, Allah SWT tidak berfirman: Berpeganglah kalian pada tali (agama) Allah sendiri-sendiri; tidak pula berfirman: Berpeganglah kalian pada tali (agama) Allah secara kelompok-perkelompok. Akan tetapi, Allah memerintahkan kaum Muslim semuanya agar berpegang pada tali (agama) Allah yang kokoh. Dengan berpegang teguh pada tali (agama) Allah, Dunia Islam akan kembali memiliki kedaulatan, kemuliaan dan kedudukannya.

Dunia Islam harus bangkit dari tidurnya dan harus melaksanakan kewajiban-kewajibannya, baik yang bersifat fadhu ‘ain maupun fardhu kifayah. Dengan itu ia akan bisa merasakan penghambaannya hanya kepada Allah semata, memungkinkannya untuk melihat terbitnya cahaya fajar yang baru, setelah gelapnya malam yang begitu mencekam.

Sesungguhnya kehadiran dan bertemunya sejumlah kaum Muslim, khususnya para ulamanya, pada Muktamar Ulama yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia ini tidak lain adalah buah dari perasaan ini, yang berhasil menyatukan dan mempertemukannya.

Kami ingin mengatakan, bahwa umat Islam di sepanjang masa lalu banyak menghadapi musibah besar, seperti serangan kaum Salibis dan pendudukan pasukan Mongol. Hanya saja, setiap kali ada musibah besar, umat Islam berhasil keluar dari musibah-musibah itu dengan kekuatan yang lebih besar. Semua itu terjadi karena umat Islam senantiasa berpegang teguh pada agama Allah Jalla Jalâluh.

Tidak diragukan lagi, bahwa musibah terakhir, bahkan merupakan musibah terbesar yang dihadapi seluruh umat Islam, adalah runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Bagaimana tidak. Musibah ini tidak saja telah mengakibatkan pendudukan, pertumpahan darah dan air mata, tetapi juga telah mendatangkan berbagai pemikiran batil dan perpecahan. Ini merupakan pukulan yang banyak mengakibatkan kehancuran.

Sesungguhnya, negeri-negeri Islam, yang berada di wilayah geografis yang disebut dengan Dunia Islam, kini satu-persatu telah diduduki oleh kaum Kafir. Dari sinilah negeri kaum Muslim terpecah-belah. Masing-masing dipisahkan oleh ladang-ladang penuh ranjau setelah sebelumnya hanya cukup dengan kawat-kawat berduri. Semua itu dilakukan setelah kaum kafir penjajah sadar, bahwa apa yang mereka lakukan ternyata tidak bisa menjamin terpecah-belahnya umat yang satu ini dengan hanya menaburkan dalam benak dan hati mereka benih perpecahan dan sparatisme.

Memang, mereka belum puas dengan semua itu. Bahkan mereka telah merekayasa problem-problem regional dan domestik di tiap-tiap negeri kaum Muslim. Mereka berupaya mengubah apa yang menjadi prioritas kita, lalu mereka mengkaburkan peristilahan kita, seperti al-wathan (tanah air) dan al-millah (agama) dari pengertian yang sebenarnya, kemudian mereka ganti dengan pengertian-pengertian lain yang mereka inginkan

Al-Wathan (tanah air), dalam pandangan Islam adalah tempat yang di dalamnya diterapkan sistem kehidupan yang diturunkan Allah, sedang al-millah (agama) dalam pandangan Islam adalah umat Muhammad. Namun, yang lebih utama adalah sebutan “umat” karena ini merupakan sebutan yang sesungguhnya.

Sungguh, mereka telah berhasil dalam semuanya itu, melalui tekanan dan intimidasi serta dukungan sistem Jahiliah, memperkuat kekufuran. Keberhasilan bisa mereka diwujudkan bukan semata-mata karena mereka memiliki kekuatan. Bahkan keberha-silan itu sebenarnya merupakan akibat dari terperosoknya Dunia Islam dalam gelapnya kelalaian dan tidak menjalankan kewajibannya, yang akhirnya mengakibatkan dirinya tidak berdaya.

Problem-problem ini memang sengaja diciptakan. Begitu juga dengan perpecahan yang ditanamkan ke dalam benak dan hati kita. Para penguasa yang diangkat untuk memimpin pun tidak sesuai dengan keinginan kita. Bahkan antara kita dan mereka terdapat jarak yang sangat jauh. Gerakan kita dilumpuhkan. Mata kita dibutakan. Telinga kita ditulikan. Bahkan kita sampai pada suatu keadaan tidak lagi melihat darah kaum Muslim yang mengalir, tidak lagi mendengar dan menjawab jeritan-jeritan dan keluh-kesah yang datang dari Palestina, Afganistan, Chechnya, Kashmir, Irak, Pakistan, Sudan, Somalia, Aljazair, dan sebaginya

Sungguh, mereka sengaja menghancurkan setiap gerakan dan setiap pergerakan yang dilakukan umat Islam dengan tangan besi. Akibatnya, tidak sedikit di antara generasi umat Islam yang istimewa ini mereka bunuh serta mereka tempatkan dalam penjara kaum kafir penjajah dan para penguasa antek yang gelap. Sekarang, berbagai problem dan kegelapan masih terus berlangsung bahkan sampai puncaknya.

Sesungguhnya berbagai pemikiran dan simbol yang beredar luas di pentas internasional, yang dipasarkan di Dunia Islam dengan nama “perubahan” dan “reformasi”, merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari serangan Amerika yang biadab serta serangan sekutunya yang keji dan kejam terhadap Islam dan kaum Muslim. Tujuannya adalah untuk memperkuat dan mengokohkan pengaruh dan dominasinya terhadap umat Islam. Sungguh, tidak diragukan lagi bahwa serangan budaya pemikiran ini sama sekali tidak berbeda dengan pendudukan, penjajahan dan tindakan pembantaian. Sebab, tujuan dari serangan budaya dan pemikiran ini adalah memalingkan kita dari jalan kita yang terang sehingga kita berpikir dan bergaya hidup seperti mereka, yakni menjadikan kita sebagai mayat, padahal kita masih hidup; menjadikan umat Islam sebagai komunitas kecil yang dapat digiring dan dikendalikan oleh siapapun. Padahal setiap Muslim wajib menerapkan Islam dan hidup sesuai dengan hukum-hukum Islam. Sebab, rendah diri dan tunduk selamanya bukanlah sifat seorang Muslim. Sesungguhnya keadaan rendah dan terhina yang menyelimuti umat Islam ini akibat dari mereka tidak menerapkan Islam dan tidak berjalan sesuai hukum-hukum Islam sebagaimana diwajibkan. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis syarif:

«áóÊõäúÊóÞóÖõäóø ÚõÑóì ÅáÇÓúáÇóãö ÚõÑúæóÉð ÚõÑúæóÉð¡ ÝóßõáóøãóÇ ÇäúÊóÞóÖóÊú ÚõÑúæóÉð ÊóÔóÈóøËó ÇáäóøÇÓõ ÈöÇáøóÊöí ÊóáöíúåóÇ¡ æÃóæóøáõåõäóø äóÞúÕÇð ÇáÍõßúãõ¡ æÂÎöÑõåõäóø ÇáÕóøáÇÉõ»

Sungguh ikatan Islam akan benar-benar lepas seikat demi seikat…Ikatan yang pertama kali lepas adalah hukum (pemerintahan), dan yang terakhir adalah shalat.

Artinya, agar Islam tidak terbagi-bagi dalam ikatan-ikatan, dan agar Islam diterapkan dengan sempurna, maka kita harus menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang berhak membuat hukum.

Sebagaimana kita tahu, kaum kafir penjajah sangat pandai dalam memasarkan berbagai pemikiran batil dan sesat kepada umat Islam, dalam menutupi pengrusakan dan penghancuran, serta dalam melakukan pembantaian dan pendudukan. Mereka juga pandai untuk tetap bersembunyi di balik layar. Dalam setiap melakukan pendudukan, pembantaian, dan pengrusakan, mereka selalu memiliki alasan dalam melakukan semua itu. Alasannya adalah selalu kaum Muslim!

Sesungguhnya, bangsa Amerika penjajah berusaha menjadikan umat Islam melupakan setiap kejahatan yang dilakukannya terhadap umat Islam, dan berusaha menjauhkan catatan hitamnya dari mata umat Islam dengan mengubah warna pemimpinnya. Hanya saja, umat Islam, lazimnya tidak pernah lupa untuk tetap melakukan kebaikkan. Mereka pun selamanya tidak pernah melupakan kezaliman yang dilakukan terhadapnya. Sungguh, selamanya umat Islam tidak akan pernah melupakannya.

Seperti yang telah disebutkan di awal, sesungguhnya persatuan kita merupakan suatu kenyataan yang harus kita wujudkan, agar kita mampu berdiri tegak dan kokoh di depan kaum kafir penjajah, dan orang-orang yang membantunya, baik dengan sadar maupun tidak, agar kita benar-benar kokoh dalam menghadapi setiap serangan yang mereka lancarkan. Sungguh, setiap orang yang berakal pasti sadar, bahwa kekuatan merupakan hasil dari persatuan, dan dengan persatuan, umat pasti mampu mengalahkan setiap rintangan dan kesulitan.

Dengan alasan ini, wahai kaum Muslim, sesungguhnya setiap penderitaan yang kita rasakan, setiap air mata yang kita teteskan, setiap pemikiran rusak yang tertanam di tengah-tengah kaum Muslim harus mengingatkan kita, bahwa menegakkan Khilafah adalah persoalan utama kaum Muslim, yang mengharuskan kaum Muslim hanya hidup dengannya, atau mati dalam naungannya. Mengapa tidak? Sebab, Khilafah merupakan lambang persatuan umat Islam.

Sesungguhnya umat Islam itu tidak ubahnya satu tubuh, sedangkan Khilafah tidak ubahnya kepala bagi tubuh tersebut, sementara tubuh betapapun besarnya, ketika ia tanpa kepala, maka mustahil ia dapat bergerak. Untuk itu, kita harus mengembalikan kepala pada tubuhnya, agar umat Islam kembali meraih kemuliaan dan kedudukan yang dulu pernah diraihnya, yang dengannya umat Islam akan kembali memimpin dunia. Untuk tujuan itulah, sejumlah besar kaum Muslim dari berbagai penjuru dunia berkumpul. Meski untuk sampai di sini, mereka harus menyebrangi samudera nan luas.

Di manapun kita berada dan apapun sebutan yang kita gunakan, maka nama yang terbaik bagi kita, dan sebutan yang paling kita senangi adalah nama dan sebutan yang diberikan kepada kita oleh Tuhan semesta alam, yaitu nama atau sebutan “al-Muslimûn”. Agar kita bisa memenuhi hak nama itu dengan sesungguhnya, maka bagi masing-masing kita harus mengerahkan segenap kemampuan dalam berusaha dan berjuang untuk menyinari semua kegelapan Jahiliah melalui obor yang cahayanya bersumber dari al-Quran al-Karim. Sungguh, kesudahan yang baik itu hanya milik orang-orang yang bertakwa.

æóáóíóäúÕõÑóäøó Çááøóåõ ãóäú íóäúÕõÑõåõ Åöäøó Çááøóåó áóÞóæöíøñ ÚóÒöíÒñ

Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa (QS Al-Hajj [22] : 40). []